Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan merupakan salah satu Unit Kerja Eselon II di lingkungan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. Sebagai suatu instansi pemerintah, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mempunyai kewajiban untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya melalui laporan akuntabilitas. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumberdaya, pelaksanaan kebijakan, dan program dengan menyusun laporan akuntabilitas melalui proses penyusunan rencana strategis, rencana kinerja, dan pengukuran kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penyelenggara negara dan pemerintah harus mampu menampilkan akuntabilitas kinerjanya dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sehingga terjadi sinkronisasi antara perencanaan ideal yang dicanangkan dengan keluaran dan manfaat yang dihasilkan. Untuk itu, disusun Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2012 sebagai: (1) pertanggungjawaban Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan kepada Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dalam melaksanakan program dan kegiatannya selama tahun 2012; (2) bahan untuk mengevaluasi kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2012; (3) untuk mengetahui tingkat pencapaian atau keberhasilan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan berikut permasalahan dan penyelesaian permasalahan dan sebagai masukan serta perbaikan kinerja Pusat di masa datang.
B. Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.61/Kpts/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan pemantauan dan pemantapan ketersediaan serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan menyelenggarakan fungsi: Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
1
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
1.
Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan dan pemantapan akses pangan;
2.
Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengembangan akses pangan;
3.
Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian dan pemantauan, pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan;
4.
Penyiapan perumusan kebijakan teknis pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan;
5.
Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan dan pemantapan ketersediaan pangan;
6.
Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengembangan ketersediaan pangan;
7.
Evaluasi pelaksanaan kegiatan ketersediaan dan akses pangan serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan
Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan telah dibantu oleh tiga bidang yang terdiri dari: 1. Bidang Ketersediaan Kerawanan Pangan terdiri dari Subbidang Analisis Ketersediaan Pangan dan Subbidang Sumberdaya Pangan yang mempunyai tugas melakukan (a) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi serta analisis ketersediaan pangan; (b) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi sumberdaya pangan. 2.
Bidang Akses Pangan terdiri dari Subbidang Analisis Akses Pangan dan Subbidang Pengembangan Akses Pangan yang mempunyai tugas melakukan (a) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi analisis akses pangan; (b) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi pengembangan akses pangan.
3. Bidang Kerawanan Pangan terdiri dari Subbidang Analisis Kerawanan Pangan dan Subbidang Penanggulangan Kerawanan Pangan dengan tugas melaksanakan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan, evaluasi pencegahan kerawanan pangan dan penanggulangan kerawanan pangan. Fungsi dari bidang ini adalah untuk: (a) penyiapan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan, evaluasi dan pencegahan kerawanan pangan; (b) penyiapan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan, evaluasi dan pemantapan penanggulangan kerawanan pangan.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
2
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada Tahun Anggaran 2012 telah berupaya mengoptimalkan tugas dan fungsinya melalui dukungan sumberdaya manusia baik personil teknis maupun non teknis. Adapun dukungan sarana/prasarana lainnya berupa biaya, data/informasi, alat pengolah data/komputer, dana khususnya dalam melaksanakan pemantauan, pengkajian, dan perumusan kebijakan ketahanan pangan. Data pendukung yang terkait diantaranya adalah data statistik (penduduk, statistik pertanian, konsumsi/Susenas, status gizi, kemiskinan, industri, ekspor/impor, stok pangan, dan lain-lain) secara series, serta data primer dan sekunder dari instansi terkait yang ada di pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
3
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. Rencana Strategik 1.
Visi Mengacu visi, misi, arah, dan kebijakan Badan Ketahanan Pangan, maka Visi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2010-2014 “Responsif, aspiratif, inovatif, dan mampu memobilisasi sumberdaya dalam penanganan kerawanan pangan”
2.
peningkatan ketersediaan,
akses
dan
Misi Guna mencapai visi tersebut, disusun Misi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian sebagai berikut: a.
Membangun koordinasi yang sinergi dan efektif melalui partisipasi pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten) dalam upaya peningkatan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan.
b.
Membangun partisipasi masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam peningkatan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan
c.
Menyiapkan analisis yang akurat dan bahan rumusan kebijakan yang tepat tentang ketersediaan, akses dan kerawanan pangan
d.
Membangun model-model pengembangan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan secara partisipatif dan transparan.
3.
Rencana Strategis a.
Tujuan Strategis Tahun 2012 merupakan tahun ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010 – 2014, sehingga walaupun visi dan misinya telah disesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis; tujuan, sasaran, program dan kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2012 ini masih mengacu pada program dan kegiatan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan yang tercantum pada Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 – 2014. Berdasarkan visi dan misi tersebut, tujuan strategis dari Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan adalah: 1) Melakukan pengkajian dan menyiapkan bahan perumusan kebijakan dalam ketersediaan, akses dan
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
4
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
penanganan kerawanan pangan, 2) Melakukan pemantauan dan pemantapan ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan dan 3) memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dikuasainya. b. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama Berdasarkan visi, misi, dan tujuan strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2012, serta mengakomodasi berbagai perubahan yang terjadi di lingkup Badan Ketahanan Pangan, disusun sasaran strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2012 yang hendak dicapai, yaitu : Meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan, yang ditetapkan dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut : Tabel 1. Formulir Penetapan Kinerja Tingkat Unit Organisasi Eselon II Kementerian/Lembaga Unit Organisasi Eselon II Tahun Anggaran : 2012 Sasaran Strategis (1) Meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan
: Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
1. 2. 3. 4. 5.
Indikator Kinerja (2) Jumlah desa yang diberdayakan Desa Mapan Jumlah penanganan daerah/lokasi rawan pangan, SKPG Jumlah hasil penyusunan FSVA Jumlah hasil kajian ketersediaan pangan, rawan pangan, dan akses pangan Jumlah aparat yang mengikuti apresiasi analisis ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan
Target (3) 3.414 Desa 444 lokasi 100 Laporan 34 Laporan 132 aparat
Jumlah Anggaran Kegiatan Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan : Rp 204.486.700,00
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
5
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
c.
Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran 1) Kebijakan Kebijakan ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan dan kerawanan pangan diarahkan untuk: (a) meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi dalam negeri menuju kemandirian pangan; (b) mengembangkan kemampuan akses pangan secara sinergis dan partisipatif; dan (c) mencegah serta menanggulangi kondisi rawan pangan secara dinamis. 2) Program Program yang dilaksanakan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada tahun 2010–2014 sesuai dengan program Badan Ketahanan Pangan tahun 20102014, yaitu Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat. Pada tahun 2010 merupakan masa peralihan, dengan program kerja : Peningkatan Ketahanan Pangan, Program Peningkatan Kesejahteraan Petani, dan Program Penerapan Kepemerintahan yang baik. Dalam rangka mencapai sasaran program Badan Ketahanan Pangan tersebut, sasaran program yang hendak dicapai oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan adalah pengembangan model-model peningkatan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan. Hal ini dilakukan dengan menggerakkan berbagai komponen masyarakat dan pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat untuk memobilisasi, memanfaatkan, dan mengelola aset setempat (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, sumberdaya fisik/teknologi, serta sumberdaya sosial) untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga dan masyarakat.
4.
Rencana Kinerja Tahun 2012 Rencana kinerja pada tahun 2012 merupakan implementasi rencana jangka menengah yang dituangkan kedalam rencana kerja jangka pendek, yang mencakup tujuan, sasaran kegiatan dan indikator kinerja berikut : A. Sasaran Kinerja Tahun 2012 Berdasarkan visi, misi dan tujuan strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2012 yang masih mengacu pada Renstra Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2010 - 2015, serta mengakomodasi berbagai perubahan yang terjadi di lingkup Badan Ketahanan Pangan, disusun sasaran strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2012 yang hendak dicapai, yaitu meningkatnya kualitas
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
6
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
analisis ketersediaan dan akses pangan serta penanganan rawan pangan. Kegiatan prioritas terdiri dari : 1) Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) dan Sistem Kewaspadaan pangan dan Gizi (SKPG), adalah upaya yang dilakukan untuk pencegahan dan penanggulangan terjadinya bencana rawan pangan kronis dan transien. Penanganan kerawanan pangan kronis dilakukan dengan penerapan instrumen Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), melalui tahap pengumpulan data, analisis, pemetaan, investigasi dan intervensi. Sedangkan untuk penanganan kerawanan pangan transien dilakukan melalui investigasi dan intervensi daerah yang terindikasi rawan pangan. Tujuannya antara lain : (a) Menyediakan data dan informasi tentang keadaan pangan dan gizi secara rutin yang digunakan pengambilan keputusan pemerintah dalam upaya penanganan kerawanan pangan dan gizi, (b) Menghasilkan benchmark setiap indikator yang digunakan dalam menentukan situasi pangan dan gizi di suatu daerah 2) Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA), bertujuan untuk menyediakan informasi bagi pengambil keputusan dalam perencanaan program, penentuan sasaran/lokasi, penanganan kerawanan pangan dan gizi di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. 3) Kajian Ketersediaan Pangan, Akses Pangan dan Penanganan Rawan Pangan, adalah kegiatan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis, secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan program ketersediaan, rawan pangan dan akses pangan, antara lain melalui pemantauan ketersediaan pangan, sinkronisasi sub sektor dan lintas sektor, penyusunan NBM, penyusunan dan analisis sumberdaya pangan, monitoring dan analisis situasi akses pangan, pengembangan akses pangan, penyebarluasan informasi ketersediaan, kerawanan dan akses pangan. 4) Apresiasi Analisis Ketersediaan dan Akses Pangan, adalah rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kemampuan dalam metode pengumpulan, pengolahan, dan analisis data serta evaluasi kegiatan dalam pelaksanaan pemantauan ketersediaan pangan, penanggulangan rawan pangan dan pengembangan akses pangan bagi aparat di daerah dan pusat.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
7
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
5) Pengembangan Desa Mandiri Pangan (Demapan), adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa rawan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan masyarakat dengan pendekatan penguatan kelembagaan masyarakat, pengembangan sistem ketahanan pangan dan koordinasi lintas sektor, selama empat tahun secara berkesinambungan. Untuk mewujudkan sasaran strategis dalam rangka meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan, ditetapkan Rencana Kerja Tahunan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sebagai berikut : Tabel 2. Formulir Penetapan Rencana Kerja Tahunan Tingkat Unit Organisasi Eselon II Kementerian/Lembaga Uraian
Target
1. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) dan SKPG
a. 410 Kabupaten/ Kota
2. Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) di tingkat kabupaten dengan level desa 3. Kajian ketersediaan pangan, akses pangan dan penanganan rawan pangan a.Penyusunan NBM b. Analisis Situasi Akses Pangan c. Pengembangan akses pangan 4. Apresiasi Analisis Ketersediaan dan Akses Pangan a.Apresiasi analisis ketersediaan pangan b.Apresiasi gerakan kemandirian pangan Pengembangan Desa Mandiri Pangan (Demapan)
22 Provinsi di 100 Kab.
b. 33 Provinsi
33 Provinsi dan 1 Pusat 3 wilayah 10 kabupaten
33 Provinsi 65 Fasilitator dan 520 Petani 2.989 desa : tahap persiapan 429 desa, penumbuhan 262 pengembangan 466 desa, kemandirian 359 desa, replikasi 369 desa, dan inti 1.104 desa.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Output 410 Laporan SKPG dan 410 Laporan PDRP 33 Laporan SKPG dan 33 Laporan PDRP 100 laporan FSVA
34 buku NBM
1 Laporan 1 Laporan
1 Laporan
65 Fasilitator dan 520 Petani 1 Laporan
8
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
B. Kegiatan Yang Dilaksanakan Dalam Program Kerja Tahun 2012 Program Kerja tahun 2012 yang telah disusun dan ditetapkan, merupakan implementasi dari Visi dan Misi dengan tetap mengacu pada Tugas Pokok Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, BKP Kementerian Pertanian. Berbagai kegiatan dan indikator kinerja kegiatan yang dilaksanakan selama tahun 2012 sebagai berikut: 1) Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) dan Sistem Kewaspadaan pangan dan Gizi (SKPG) Penanganan daerah rawan pangan yang dilakukan melalui instrumen SKPG, dengan indikator sebagai berikut : a) Menggunakan input anggaran senilai Rp. 12.321,7 juta. b) Output yang diharapkan, jumlah provinsi yang melakukan analisis SKPG dan intervensi sebanyak 33 provinsi serta jumlah kabupaten/kota yang menerapkan SKPG sebanyak 410 kabupaten/kota. c) Outcome yang diharapkan, jumlah provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 33 provinsi serta jumlah kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG sebanyak 410 kabupaten/kota. d) Benefit yang diharapkan, jumlah kabupaten/kota yang telah dapat mencegah/mengatasi terjadinya rawan pangan sebanyak 410 kabupaten/kota. e) Impact yang diharapkan adalah jumlah penurunan kabupaten/kota yang mengalami rawan pangan sebanyak 410 kabupaten/kota. Hasil dari pemantauan dan análisis kerawanan pangan dengan instrumen SKPG ditindaklanjuti dengan intervensi terhadap Penanganan Daerah Rawan Pangan dengan indikator sebagai berikut : a). Inputs anggaran senilai Rp.23,940 juta yang dilaksanakan oleh aparat pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten), dengan menggunakan sarana dan prasarana komputer 6 unit, serta Pedoman Teknis sebanyak 2 paket. b). Outputs yang diharapkan: jumlah kabupaten yang melakukan intervensi sebanyak 410 kabupaten; c). Outcomes yang diharapkan: jumlah kabupaten yang mempunyai informasi kerawanan pangan sebanyak 410 kabupaten dan jumlah kabupaten yang melakukan intervensi sebanyak 410 kabupaten. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
9
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
d). Benefits yang diharapkan, terealisasinya dana PDRP Kabupaten dan Provinsi sebanyak 410 kabupaten dan 33 provinsi. e). Impacts yang akan dicapai : jumlah penurunan kabupaten rawan pangan sebanyak 410 kabupaten; dan 2) Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Kegiatan analisis kerawanan paangan yang dilakukan melalui penyusunan peta FSVA, dengan indicator sebagai berikut : a) Input anggaran senilai Rp. 450,99 juta. b) Output yang diharapkan, jumlah provinsi yang mengikuti sosialisasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 100 kabupaten serta jumlah provinsi yang mengikuti apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi. c) Outcome yang diharapkan, jumlah provinsi yang menyusun peta (FSVA) sebanyak 100 kabupaten d) Benefit yang diharapkan, tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan penanganan kerawanan pangan dan gizi di 100 kabupaten. e) Impact yang diharapkan adalah jumlah kabupaten yang melakukan intervensi kerawanan pangan di 100 kabupaten. 3) Kajian ketersediaan pangan, akses pangan dan penanganan rawan pangan Analisis Situasi Akses Pangan, bertujuan untuk - Memperoleh gambaran kondisi aksesibilitas pangan maupun usaha meningkatkan akses pangan masyarakat khususnya dari aspek sosial serta kondisi sosial akses pangan masyarakat diperoleh melalui tiga sudut pandang yaitu institusi, rumah tangga, dan aparat. - Peran kelembagaan/institusi lokal dalam penyediaan pangan maupun mencegah terjadi rawan pangan.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
10
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Analisis Situasi Akses Pangan dilakukan dengan menggunakan indikator sebagai berikut : a) Input anggaran senilai Rp. 564,7 juta. b) Output yang diharapkan adalah data dan informasi karakteristik institusi/kelembagaan sosial, peran rumah tangga/anggota masyarakat dalam organisasi (institusi/kelembagaan sosial) serta pola kepemimpinan dalam permasalahan sosial masyarakat. c) Outcomes yang diharapkan adalah tersedianya bahan referensi yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pencegahan terjadinya rawan pangan. d) Benefits yang diharapkan adalah tersedianya berbagai referensi yang dapat dijadikan bahan perumusan kebijakan pencegahan terjadinya rawan pangan. e) Impacts yang akan dicapai adalah terwujudnya keterkaitan antara rumah tangga dan institusi sosial dalam penyediaan pangan maupun upaya pencegahan terjadinya rawan pangan.
Peningkatan Akses Pangan Antar Desa, bertujuan untuk menggali potensi pada setiap desa di wilayah kecamatan yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan akses pangan antar desa. Adapun kegiatan ini : a) Menggunakan input anggaran senilai Rp. 329,8 juta. b) Output yang diharapkan adalah tersedianya informasi kondisi dan potensi wilayah di 10 lokasi. c) Outcomes yang diharapkan tumbuhnya kerjasama pada tingkat wilayah dengan memanfaatkan potensi yang tersedia. d) Benefits yang diharapkan adalah terwujudnya wilayah mandiri pangan dimana desa-desa yang tercakup di dalamnya saling berkontribusi untuk peningkatan akses pangan di wilayah tersebut sesuai dengan potensi masing-masing. e) Impacts yang akan diraih adalah meningkatnya akses pangan di masing-masing wilayah.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
11
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
4) Apresiasi Analisis Ketersediaan dan Akses Pangan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan aparat di pusat dan daerah dalam melakukan analisis ketersediaan pangan wilayah. Indikator yang digunakan sebagai berikut : a). Input anggaran senilai Rp. 879,35 juta. b). Output yang diharapkan, jumlah provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan 32 provinsi. c). Outcome yang diharapkan, jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 32 provinsi. d). Benefit yang diharapkan, tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan ketersediaan pangan di 32 provinsi. e). Impact yang diharapkan tersedianya pangan sesuai kebutuhan di 32 provinsi. Apresiasi Akses Pangan, bertujuan untuk menggerakan kemandirian pangan masyarakat petani dalam meningkatkan produksi pertaniannya dengan memanfaatkan kelembagaan, pengetahuan dan sumberdaya lokal dan membangun sinerji pemerintah-masyarakat-perguruan tinggi-swasta. Adapun kegiatan ini menggunakan indicator sebagai berikut : a) Input anggaran senilai Rp. 690,9 juta. b) Output yang diharapkan adalah terlatihnya 520 orang petani yang mampu memahami gerakan kemandirian pangan. c) Outcomes yang diharapkan adalah petani yang mandiri dalam menjalankan usaha tani dengan semaksimal mungkin memanfaatkan kelembagaan, pengetahuan dan sumberdaya lokal. d) Benefits yang diharapkan adalah untuk meningkatkan produksi pertanian. e) Impacts yang akan diraih adalah meningkatnya akses pangan. 5) Pengembangan Desa Mandiri Pangan (Demapan) Pengembangan Desa Mandiri Pangan dilaksanakan dengan memfasilitasi desa rawan pangan menjadi Desa Mandiri Pangan melalui proses pemberdayaan selama kurun waktu empat tahun secara berkesinambungan melalui 4 tahapan: Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian. Dalam rangka mendorong gerakan kemandirian pangan di masyarakat, desa yang telah dibina selama 4 (empat) tahun dan sudah mandiri, dijadikan Desa Inti, untuk membina 3 (tiga) desa rawan pangan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
12
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
yang ada disekitarnya sebagai Desa Replikasi Demapan dengan model Sekolah Lapangan (SL). Bagi desa yang belum mandiri, akan dibina oleh provinsi dan kabupaten hingga mencapai kemandirian pada tahun berikutnya. Indikator kegiatan sebagai berikut : a). Input anggaran sebesar : Rp. 92.032 juta. b). Output yang diharapkan desa mandiri pangan yang dibina sebanyak 3.414 desa dan terbentuknya lembaga ketahanan pangan desa yang terbentuk di setiap Desa Mapan diharapkan sebanyak minimal 3 lembaga: Tim Pangan Desa (TPD), Lembaga Keuangan Desa (LKD), dan Kelompok Afinitas. c). Outcomes berupa jumlah desa yang masuk tahap kemandirian pada tahun 2012 sebanyak 2.561 desa, berasal dari lokasi yang dibangun pada tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten, dan lokasi yang dibangun pada tahun 2007 sebanyak 604 desa di 181 kabupaten; tahun 2008 sebanyak 825 desa di 202 kabupaten; tahun 2009 sebanyak 1.184 desa di 276 kabupaten; tahun 2010 sebanyak 1.885 desa di 378 kabupaten; tahun 2012 sebanyak 2.561 desa di 399 kabupaten; d). Benefits yang diharapkan, jumlah KK miskin 73.950 yang tertangani melalui Pengembangan Desa Mandiri Pangan tahun 2012 sebanyak 38.375 jiwa e). Impacts berupa menurunnya penduduk yang mengalami rawan pangan di Desa Mapan sebesar 100 persen dari anggota kelompok akhir afinitas.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
13
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Secara umum, pengukuran capaian kinerja pada Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dilakukan dengan cara membandingkan antara target dan realisasi masing-masing indikator kinerja. Selain membandingkan dengan realisasinya, indikator kinerja sasaran dan kegiatan juga dapat diukur melalui perbandingan dengan capaian kinerja tahun-tahun sebelumnya atau capaian kinerja dari suatu kegiatan sejenis yang pernah dilakukan oleh instansi atau unit kerja pertanian lainnya. A. Hasil Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2012 Tahun 2012 merupakan tahun transisi dari Program Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014. Dengan mengacu kepada Rencana Strategis (Renstra) dan Program Kerja Pemantapan Ketahanan Pangan Tahun 2010, dan mengikuti perubahan kebijakan dan lingkungan strategis di lingkup Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian selama tahun 2012, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan telah menetapkan satu sasaran yang akan diukur. Sasaran tersebut diukur dengan menggunakan 5 (lima) indikator kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2012 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya. Tabel 3 : Pengukuran Pencapaian Sasaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2012 Sasaran Indikator Kinerja Strategis (1) (2) Meningkatnya 1. Jumlah desa yang pemantapan diberdayakan Desa Mapan ketersediaan 2. Jumlah penanganan pangan dan daerah/lokasi rawan pangan, penanganan SKPG rawan pangan 3. Jumlah hasil penyusunan FSVA 4. Jumlah hasil kajian ketersediaan pangan, rawan pangan, dan akses pangan 5. Jumlah aparat yang mengikuti apresiasi analisis ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Target
Realisasi
%
(3) 3.414 Desa
3.414 Desa
100
444 lokasi
444 lokasi
100
100 Laporan
100 Laporan
100
34 Laporan
34 Laporan
100
132 aparat
132 aparat
100
14
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Secara ringkas, sasaran strategis tahun 2012 yang ditargetkan telah tercapai 100 persen, program dan kegiatan yang digunakan untuk mencapai sasaran masih merupakan kelanjutan dari program, kegiatan, dan sasaran tahun-tahun sebelumnya. Realisasi pencapaian sasaran strategis tersebut kemudian dievaluasi dan dianalisis, dan dijadikan sebagai referensi untuk pelaksanaan kegiatan pada tahun-tahun berikutnya. Hasil evaluasi dan analisis terhadap pencapaian sasaran strategis adalah sebagai berikut :
B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2012 Sasaran program dan kegiatan yang dilaksanakan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan yang digunakan pada tahun 2012 mengacu pada sasaran yang telah disusun pada Rencana Strategis (Renstra), IKU dan PK, serta mengikuti perubahan kebijakan dan lingkungan strategis Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian selama tahun 2012, telah ditetapkan satu sasaran, yaitu meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan. Sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan lima (lima) indikator kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawan Pangan Tahun 2012 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya. Realisasi pencapaian sasaran sampai dengan akhir tahun 2012 telah tercapai 100 persen, Terpenuhinya setiap target yang direncanakan pada setiap sasaran dipengaruhi oleh: (a) sasaran dan target yang direncanakan berdasarkan hasil evaluasi tahun sebelumnya serta kegiatan yang direncanakan telah dilaksanakan sejak tahun sebelumnya, yang terus mengalami perkembangan yang cukup baik; dan (b) kerja sama dari seluruh pelaksana kegiatan pusat dan daerah yang berkomitmen untuk melaksanakan program dan kegiatan guna mendukung tercapainya sasaran yang telah ditetapkan. Walaupun sasaran tersebut telah terealisasi dengan baik, namun dalam proses pencapaiannya, terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi, antara lain perubahan kebijakan dan lingkungan strategis yang terjadi sewaktu-waktu, sehingga mengakibatkan pelaksanaan kegiatan kurang berjalan lancar dan tepat waktu. C. Pengukuran Kinerja dan Analisis Capaian Kinerja Analisis dan evaluasi capaian kinerja diperoleh dari hasil pengukuran kinerja kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran. Beberapa sasaran dapat dicapai melalui satu program, dan pencapaian setiap sasaran dilaksanakan melalui beberapa kegiatan. Namun demikian, kegiatan yang dilaporkan untuk mencapai setiap sasaran dibatasi hanya pada kegiatan yang bersifat strategis. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
15
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Hasil analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2012 Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan adalah sebagai berikut: 1. Bidang Kerawanan Pangan a). Desa Mandiri Pangan (Demapan) Kegiatan Demapan umumnya diarahkan pada: (a) wilayah yang mempunyai proporsi penduduk miskin tinggi dan beresiko terhadap terjadinya kerawanan pangan dan gizi; (b) memiliki karakteristik: kualitas sumberdaya masyarakat rendah, penyediaan sumber daya modal terbatas, akses teknologi rendah, dan infrastruktur pedesaan masih kurang. Dengan demikian, sasaran kegiatan Demapan tahun 2012, mengentaskan kemiskinan dan kerawanan pangan sekitar 51.875 kelompok masyarakat yang tersebar di 3.280 desa pada 410 kabupaten/kota rawan pangan di 33 propinsi. Sasaran tersebut dibangun secara bertahap pada: tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten pada 30 propinsi yang sudah masuk dalam tahap Kemandirian, tahun 2007 sebanyak 354 desa di 58 kabupaten pada 32 propinsi yang sudah masuk dalam desa mandiri, tahun 2008 sebanyak 221 desa di 21 kabupaten pada 32 propinsi yang sudah masuk dalam desa mandiri, tahun 2009 sebanyak 359 desa di 74 kabupaten pada 33 propinsi yang baru masuk dalam tahap kemandirian, tahun 2010 sebanyak 829 desa, 378 kabupaten/kota yang masuk tahap pengembangan, tahun 2011 sebanyak 838 desa di 399 kabupaten/kota masuk tahap penumbuhan, dan tahun 2012 sebanyak 429 desa di 410 kabupaten/kota, 33 provinsi masuk tahap persiapan, seperti tertera dalam Tabel 4 berikut. Selama 6 (enam) tahun pelaksanaan kegiatan Desa Mapan sejak tahun 2006 hingga 2012 telah berhasil dibangun 2.958 Desa Mapan atau 115,4 persen dari rencana sebanyak 3.414 desa, tersebar di 410 kabupaten/kota pada 33 propinsi. Perkembangan Desa Mandiri Pangan pada tahun 2012 terdiri dari: (1) Desa Inti : 369 (2) desa replikasi 1104 desa 3) desa baru : 398 desa sedangkan untuk pembinaan dilakukan pada desa regular, desa baru dan desa replikasi. Relisasi desa replikasi tahun 2008 dilaksanakan pada tahun 2012, seperti Tabel 4.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
16
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Tabel 4: Perkembangan Jumlah Lokasi Kegiatan Desa Mapan Tahun 2006-2012 Uraian TA.2006: Reguler Replikasi TA. 2007: Reguler Replikasi TA 2008: Reguler Replikasi TA. 2009 Reguler TA. 2010 Reguler TA. 2011: Reguler TA. 2012: Reguler Total: Reguler Replikasi
Propinsi 30 30 30 32 32 32 32 32 32
Rencana Kabupaten/ Desa/ Kota Kelurahan 122 1.000 122 250 122 750 58 1.416 58 354 58 1.062 21 884 21 221 21 663
Propinsi 30 30 30 32 32 32 32 32 0
Realisasi Kabupaten/ Desa/ Kota Kelurahan 122 985 122 250 122 732 58 561 58 354 58 207 21 221 21 221 0 0
33
74
349
33
74
359
33
107
470
33
106
466
33
18
262
33
18
262
33 33 33 33
11 411 400 201
398 4.779 1.906 2.475
33 33 33 33
11 410 399 180
398 2.249 1.912 939
Pada perkembangan tahapan pelaksanaan Desa Mandiri Pangan, kegiatan Demapan telah berkembang. Sampai dengan tahun 2012, lokasi desa mandiri pangan mulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap kemandirian sebagai berikut : (1) Tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten pada 30 propinsi, pada tahun 2009 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, dan dijadikan Desa Inti dalam Gerakan Kemandirian Pangan (Gema Pangan) untuk membina 3 desa rawan pangan di sekitarnya menjadi Desa Replikasi; (2) Tahun 2007 sebanyak 354 desa di 181 kabupaten pada 32 propinsi, pada tahun 2010 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, untuk selanjutnya dijadikan Desa Inti untuk melaksanakan Gema Pangan; (3) Tahun 2008 sebanyak 221 desa di 202 kabupaten pada 32 propinsi, sudah masuk dalam tahap Kemandirian, untuk selanjutnya dijadikan Desa Inti untuk melaksanakan Gema Pangan (4) Tahun 2009 sebanyak 359 desa di 276 kabupaten pada 33 propinsi, masuk dalam tahap kemandirian; (5) Tahun 2010 sebanyak 829 desa di 378 kabupaten pada 33 provinsi, sudah masuk dalam tahap pengembangan; Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
17
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
(6) Tahun 2011 sebanyak 838 desa di 399 kabupaten pada 33 provinsi, sudah masuk dalam tahap penumbuhan; (7) Tahun 2012 sebanyak 429 desa di 410 Kabupaten pada 33 provinsi sudah masuk dalam tahap persiapan. Rata-rata jumlah RTM penerima manfaat mengalami pertumbuhan sebesar 32 % per tahun. Perkembangan alokasi jumlah RTM, kelompok, desa pelaksana, kabupaten dan provinsi dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 5 : Perkembangan Jumlah Lokasi dan Anggota Kelompok Kegiatan Desa Mandiri Pangan Tahun 2006 - 2012 Lokasi Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jumlah
Tahapan Mandiri Mandiri Mandiri Kemandirian Pengembangan Penumbuhan Persiapan -
Pro.
Kab.
30 32 32 33 33 33 33 33
122 181 202 276 378 399 410 410
Desa 250 354 221 359 829 838 429 3.280
Jumlah KK Kelompok Afinitas KK Miskin KK KK % 124.010 143.306 60.408 50.328 47.125 66.275 73.950 565.402
31.250 44.250 27.625 44.875 87.625 95.750 38.375 295.053
53,89 56,79 51,33 43.69 48.56 49.74 51.38 51.77
Jumlah Bantuan Modal Usaha (Rp.000.000) 25.000 35.400 22.100 35.900 50.230 40.600 39.800 250.042
Dari hasil Data Dasar Rumah Tangga (DDRT) dan hasil Survey Rumah Tangga (SRT) di lokasi menunjukkan, bahwa dari 565.402 rumah tangga sasaran tahun 2006-2012 yang tergabung dalam kelompok afinitas, sebanyak 295.053 KK atau 51,77 persen KK miskin. Hal ini menunjukkan, bahwa pemilihan sasaran desa penerima manfaat masih konsisten, dengan rasio jumlah keluarga miskin lebih dari setengah terhadap jumlah keluarga di seluruh desa penerima manfaat pertahun, seperti pada Grafik 1 berikut
Sumber : Laporan tahunan Demapan Kabupaten
Grafik 1. Jumlah Kepala Keluarga Miskin Desa Penerima Manfaat Demapan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
18
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Perkembangan Bansos TA. 2012 Alokasi dana APBN untuk mendukung kegiatan Desa Mapan dialokasikan di provinsi berupa Dana Dekonsentrasi di Provinsi maupun Dana Tugas Pembantuan di Kabupaten. Dana tersebut untuk kegiatan pembinaan maupun bansos bagi desa-desa baru yang ditumbuhkan pada tahap persiapan. Penyaluran dana bansos untuk penguatan Modal Usaha Produktif (PMUK) dan dana ini yang nantinya akan dikelola oleh LKD yang ditumbuhkan oleh masyarakat. Pada tahun anggaran 2012, alokasi bansos untuk kegiatan pengembangan Desa Mapan sebesar Rp. 100 juta (seratus juta) untuk desa baru, pada 11 kabupaten baru. Bagi desa-desa baru yang merupakan replikasi dari desa inti yang ditumbuhkan TA.2008 tidak dialokasikan bansos, hanya dana pembinaan untuk tahap persiapan desa baru. Diharapkan alokasi bansos berasal dari peran pemerintah daerah melalui dana APBD I maupun II.
Grafik 2. Perkembangan Alokasi Bansos Desa Mandiri Pangan Alokasi dana bansos yang telah disalurkan pada kelompok, mulai tahun 2006 s.d 2012 mengalami peningkatan sesuai dengan jumlah alokasi desa (seperti pada grafik 2). Perkembangan masing-masing bansos: Rp.25.000 juta (2006), Rp.35.400 juta (2007), Rp.22.100 juta (2008), Rp.35.900 juta (2009), Rp.50.230 juta (2010), Rp.40.600 juta (2011) dan Rp. 39.800 juta (2012). Pemanfaatan dana bansos digunakan untuk usaha di bidang on farm (60 %), off farm (14 %) dan non farm (26 %). Usaha di bidang pertanian (on farm), antara lain: budidaya tanam sawah, tanaman buah, perikanan dan pembibitan, dan peternakan. Usaha di bidang olahan pangan (off farm), antara lain: olahan hasil pertanian, olahan hasil perikanan, dan olahan hasil pekarangan. Usaha di luar pertanian (non farm), antara lain : simpan pinjam, aneka jenis dagang, jual beli, kerajinan: batik, ukiran kayu, ukiran rotan; pembuatan mebel. Perkembangan Modal LKD dari 692 Kelompok Afinitas pada 164 Desa Paska Kemandirian, total modal awal Rp.16,8 millyar mengalami peningkatan sebesar 19,94 % menjadi 20,15 millyar. Modal yang ada di LKD cukup berkembangan baik, namun sebagian Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
19
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
besar LKD belum mampu menjadi Badan Usaha Milik Desa secara utuh.Dibutuhkan komitmen dan perhatian dari pemerintah daerah, dengan menghubungkan LKD dengan lembaga permodalan (Bank/Swasta) dan Dinas Koperasi. Untuk membantu anggota kelompok binaan yang mayoritas keluarga miskin, sejak tahun 2006-2012 disalurkan Bansos senilai Rp.250,042 milyar, dengan alokasi Rp.100 juta perdesa (desa baru), dan 25 juta per desa (desa replikasi), untuk digunakan kelompok dan anggota dalam pengembangan berbagai jenis usaha. Alokasi anggaran bansos Desa Mandiri Pangan sejak tahun 2006 – 2012 dapat diketahui mengalami kenaikan dan penurunan anggaran hal ini disebabkan karena pemberian dana pada setiap tahun tergantung penambahan desa baru di kabupaten/kota. Untuk tahun 2012 ada 11 kabupaten baru yang menerima dana alokasi desa mandiri pangan sebanyak Rp. 100.000.000 selain itu untuk 225 kabupaten lama juga mendapatkan alokasi dana bansos dari APBN. Dalam rangka mengetahui dampak pelaksanaan kegiatan Desa Mapan, Badan Ketahanan Pangan Pusat dan Daerah dengan Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Badan Litbang Pertanian bekerjasama untuk menyusun instrumen evaluasi dampak penurunan kemiskinan terhadap pelaksanaan kegiatan Desa Mapan. Kajian evaluasi dampak kegiatan Desa Mapan dilakukan di 25 provinsi, 139 kabupaten/kota, di 270 desa. Adapun data hasil kajian dari 25 Provinsi (Jabar, Banten, Jateng, DIY, Jatim, Aceh, Sumut, Sumsel, Sumbar, Riau, Bengkulu, Babel, Lampung, Kepri, Kaltim, Kalsel, Sulsel, Sultra, Sulteng, Sulbar, Gorontalo, NTT, NTB, Maluku, dan Papua) dilakukan sampling terhadap 3858 anggota kelompok afinitas dan 3785 diluar anggota kelompok afinitas yang dilakukan dengan metode FGD dan dukungan data skunder untuk menentikan tingkat tingkat kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Indeks kemiskinan rumah tangga miskin ditentukan oleh dua kelompok indikator yaitu: ”kondisi rumah tinggal” dan “kondisi sosial ekonomi“ keluarga. Dari hasil analisis yang mempergunakan IRM (Indeks Rumahtangga Miskin) terlihat ada perubahan kelompok keluarga sangat miskin menjadi miskin, keluarga miskin menjadi kurang sejahtera dan keluarga kurang sejahtera menjadi sejahtera. Secara nasional anggota kelompok afinitas yang masuk kategori keluarga sangat miskin, miskin, kurang sejahtera dan sejahtera sebelum mengikuti kegiatan Demapan masing-masing sebesar 15,54 persen; 57,49 persen; 25,74 persen dan 1,23 persen (Tabel 5). Persentase kelas keluarga miskin ini berubah menjadi lebih baik atau mengalami penurunan persentase pada keluarga miskin dan sebaliknya meningkat pada keluarga yang masuk kategori sejahtera. Anggota keluarga afinitas sangat miskin turun 10,55 persen, keluarga afinitas miskin turun 15,25 persen dan keluarga kurang sejahtera mengalami kenaikan sebesar 16,70 persen. Hal yang sama juga terjadi pada keluarga sejahtera yang sebelumnya hanya 1,23 persen setelah ikut program Desa Mapan naik menjadi 10,33 persen. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
20
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Perubahan penurunan jumlah keluarga miskin yang paling banyak terdapat di luar pulau Jawa, baik anggota kelompok afinitas maupun yang bukan anggota kelompok afinitas. Di luar pulau Jawa baik pada awal menerima kegiatan sampai tahun 2012 paling banyak adalah keluarga miskin dan persentasenya mengalami perubahan dari 61,10 persen menjadi 43,69 persen. Keluarga sangat miskin berkurang dari 15,81 persen menjadi 5,15 persen. Keluarga sejahtera naik dari 21,88 persen menjadi 43,28 persen dan keluarga sejahtera naik dari 1,21 persen menjadi 7,88 persen.Hal yang sama juga terjadi di kelompok afinitas yang ada di pulau Jawa, dimana keluarga miskin yang awalnya sebesar 43,06 persen turun menjadi 35,43 persen ; keluarga sangat miskin menjadi 4,36 persen dari 14,48 persen. Medskipun hanya sedikit tetapi persentase keluarga kurang sejahtera mengalami penurunan dari 41,17 persen menjadi 39,08 persen. Sebaliknya keluarga sejahtera meningkat cukup tajam dari 1,30 persen menjadi 20,13 persen. Tabel 6.
No 1
2
3
Dinamika Tingkat Kemiskinan Rumah Tanggadesa Mapan Wilayah di Indonesia, Awal dan Tahun 2012 Wilayah/Uraian Jawa Sangat Miskin (%) Miskin (%) Kurang Sejahtera (%) Sejahtera (%) Luar Jawa Sangat Miskin (%) Miskin (%) Kurang Sejahtera (%) Sejahtera (%) Indonesia Sangat Miskin (%) Miskin (%) Kurang Sejahtera (%) Sejahtera (%)
Anggota KA Awal Program 2012
Menurut
+/-
Bukan Anggota KA 2012
14.48 43.06 41.17 1.30
4.36 36.43 39.08 20.13
-10.12 -6.62 -2.09 18.83
7.70 44.25 28.03 20.03
15.81 61.10 21.88 1.21
5.15 43.69 43.28 7.88
-10.66 -17.41 21.39 6.67
12.56 46.13 35.39 5.92
15.54 57.49 25.74 1.23
4.99 42.24 42.44 10.33
-10.55 -15.25 16.70 9.10
11.75 45.81 34.16 8.27
Keterangan: Analisis data didasarkan 5 provinsi di Jawa dan 20 provinsi di Luar Jawa
Sumber: 1. Jawa: rataan dari 5 provinsi; (Jabar, Banten, Jateng, DIY, Jatim) 2. Luar Jawa: rataan dari 20 provinsi (Aceh, Sumut, Sumsel, Sumbar, Riau, Bengkulu, Babel, Lampung, Kepri, Kaltim, Kalsel, Sulsel, Sultra, Sulteng, Sulbar, Gorontalo, NTT, NTB, Maluku, Papua)
Dari hasil analisis dampak Desa Mapan terhadap dinamika dan komparasi tingkat kemiskinan rumah tangga diperoleh informasi penting sebagai berikut: (1) Di Jawa dengan posisi awal tingkat kemiskinan yang lebih rendah, Desa Mapan memberikan dampak positif yang lebih besar terhadap peningkatan rumah tangga dengan katagori “sejahtera”, yaitu dari Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
21
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
1,30% menjadi 20,13%; (2) Di luar Jawa dengan posisi awal tingkat kemiskinan yang relatif tinggi, Desa Mapan memberikan dampak positif yang relatif signifikan terhadap penurunan proporsi rumah tangga dengan katagori “sangat miskin” dan “miskin”, yang selanjutnya diikuti oleh peningkatan yang besar pada rumah tangga yang katagori “kurangsejahtera” dari 21,88% menjadi 43,28%; (3) Secara agregat nasional dapat disimpulkan telah terjadi penurunan rumah tangga miskin, dan pada saat bersamaan terjadi peningkatan tingkat kesejahteraan rumah tangga sejahtera dengan adanya Desa Mapan. Secara nasional rumah tangga “sangat miskin” menurun dari 15,54% menjadi 4,99% dan rumah tangga “sejahtera” meningkat dari 1,23% menjadi 10,33% Peningkatan kesejahteraan salah satunya ditunjukkan dari peningkatkan penghasilan. Penghasilan keluarga rata-rata Rp. 500.000 perbulan merupakan penghasilan yang paling banyak di anggota kelompok afinitas (41,05%) maupun yang bukan kelompok afinitas (35,62%). Tetapi setelah adanya bantuan permodalan untuk usaha, penghasilan anggota kelompok afinitas mulai mengalami peningkatan, yaitu masing-masing: keluarga yang penghasilannya kurang dari Rp. 500.000 berkurang dari 41,05% menjadi 24.27% ; penghasilan Rp. 500.000 s.d. Rp. 1.000.000 meningkat dari 37,76% menjadi 36,26% : penghasilan Rp. 1 juta s.d. Rp. 2 juta meningkat dari 16.40% menjadi 27.17% dan penghasilan yang lebih dari Rp. 2 juta meningkat dari 15,99% menjadi 26,63% serta penghasilan yang lebih Rp 2 juta meningkat dari 5,19% menjadi 12,84%. Dukungan pelaksanaan kegiatan Desa Mapan di Pusat tahun anggaran 2012, telah dialokasikan dana sebesar Rp. 1.604.492.000 dengan realisasi capaian sebesar 87 %. Adapun kegiatannya meliputi : (1) Penyusunan Pedoman Desa Mandiri Pangan
Penyusunan Pedoman Desa Mandiri Pangan, meliputi : Pedoman Umum Desa Mandiri Pangan dan Pedoman Teknis Desa Mandiri Pangan. Tujuan penyusunan pedoman adalah sebagai acuan bagi pelaksana kegiatan di Pusat dan Daerah. (2) Pertemuan Teknis DDRT/SRT
Tujuan pertemuan teknis data base : (a) mempelajari metode pelaksanaan survei dan tata cara penarikan sampel rumahtangga dan potensi lokasi desa rawan pangan, (b) melakukan pelatihan pengolahan data yang meliputi DDRT dan SRT, (c) mempelajari cara melakukan intrepretasi dan analisis data, (d) memberikan pemahaman kepada peserta untuk melakukan survei masalah kerawanan pangan dan gizi sampai tingkat rumahtangga. Sasaran: Wilayah yang melaksanakan kegiatan Desa Mandiri Pangan dan termasuk dalam kriteria wilayah rawan pangan.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
22
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
(3) Sosialisasi Desa Mandiri Pangan
Pelaksanaan kegiatan Sosialisasi Desa Mandiri Pangan dilaksanakan di Hotel Quality Makassar pada tanggal 25 – 27 Februari 2012, tujuan sosialisasi Desa Mapan ini adalah memberikan pemahaman pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan TA 2012, konsultasi dan koordinasi dengan aparat di propinsi dan kabupaten serta mengembangkan kegiatan Desa Mandiri Pangan. Sasarannya aparat propinsi dan kabupaten yang menangani kegiatan Desa Mandiri Pangan. Output berupa : Rumusan hasil untuk ditindak lanjuti oleh daerah. Peserta yang hadir dari 33 propinsi yaitu Kepala Badan/Kantor/Dinas Ketahanan Pangan Propinsi dan Eselon III yang menangani kegiatan Desa Mandiri Pangan, selain itu ada beberapa Kabupaten yang hadir dalam acara sosialisasi tersebut. (4) Pertemuan Teknis Pokja Kemandirian
Pertemuan Pokja Desa Mandiri Pangan TA. 2012 dilaksanakan hari Selasa, tanggal 31 Juli 2012 di Hotel Maharadja-Jakarta dan dihadiri oleh anggota Kelompok Kerja Teknis Dewan Ketahanan Pangan, Kementerian/Lembaga Teknis Terkait. Pertemuan bertujuan untuk melakukan koordinasi kegiatan Desa Mapan dan dukungan kerjasama lintas sektor. (5) Pertemuan Konsolidasi Desa Mandiri Pangan
Kegiatan pertemuan konsolidasi desa mandiri pangan dilaksanakan di Hotel Wira Carita, Pandeglang, Propinsi Banten pada 9 – 11 Agustus 2012. Peserta terdiri dari: Aparat Kabupaten, Tim Pangan Desa, Lembaga Keuangan Desa, Pendamping yang menangani kegiatan Desa Mapan se propinsi Banten. Pertemuan ini bertujuan untuk : (1) Mengkonsolidasikan pelaksanaan kegiatan Desa Mapan di Banten; (2) Membangun persamaan persepsi bagi aparat pelaksana Desa Mapan (tenaga pendamping, TPD, pengelola LKD, kelompok afinitas dan Aparat provinsi maupun kabupaten/kota), sehingga kegiatan Desa Mapan dapat dilaksanakan secara optimal sesuai tujuan dan sasaran yang akan dicapai; dan (3) Menyusun rencana tindak lanjut perbaikan kegiatan Desa Mapan di Banten. (6) Apresiasi Peningkatan Kapasitas Pengelola Desa Mapan
Guna meningkatkan peran pendampingan dan pengelola kegiatan Desa Mandiri Pangan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan bekerjasama dengan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan menyelanggarakan kegiatan Apresiasi peningkatan kapasitas pengelola Desa Mandiri Pangan. Tujuan kegiatan apresiasi ini adalah untuk meningkatkan kapasitas aparat yang menangani kegiatan Desa Mapan.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
23
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
(7) Worshop Evaluasi Akhir Desa Mapan
Tujuan workshop evaluasi akhir adalah: mengetahui permasalahan dan hambatan yang dihadapi selama pelaksanaan kegiatan Desa Mapan; Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Desa Mapan tahun 2012; Merencanakan tindak lanjut kegiatan Desa Mapan. Sasaran Kegiatannya adalah : optimalisasi pelaksanaan kegiatan Desa Mapan tahun 2012 di Pusat dan Daerah (Propinsi dan Kabupaten). b). Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) Hasil analisis SKPG yang ditunjukkan oleh warna merah (rawan) dan kuning (waspada) mengindikasikan kondisi rawan pangan kronis. Oleh sebab itu perlu adanya intervensi kebijakan terhadap penyebab rawan pangan di wilayah tersebut, salah satunya dengan koordinasi lintas sektor dan penyaluran dana bansos sesuai hasil investigasi. Dana bansos yang dialokasikan di propinsi dan kabupaten/kota, dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kerawanan pangan kronis hasil analisis SKPG untuk Belanja Penanggulangan Kemiskinan. Sedangkan untuk menanggulangi terjadinya rawan pangan transien akibat bencana yang didasarkan pada kejadian dan informasi dari lokasi kejadian serta hasil analisis SKPG yang mendukung kondisi tersebut, dapat mencairkan dana bansos untuk Belanja Penanggulangan Bencana. Berikut adalah realisasi dana Bansos PDRP 2012 : Tabel 7. Realisasi dana Bansos PDRP 2012 Alokasi Anggaran Pagu Dekonsentrasi
8.770.000.000
TP
15.170.000.000
Total
23.940.000.000
Realisasi
%
3.279.381.739 5.410.577.011
37.39 35,67
8.689.958.750
36,30
Pada tahun 2012, dana TP setiap kabupaten adalah Rp 37 juta. Dari 410 kabupaten target intervensi di 33 provinsi, ada 146 kabupaten kabupaten/kota yang terealisasi, atau sebesar 35,67 persen dari target, senilai Rp 5,41 milyar. Provinsi dengan persentase pencairan dana tertinggi yaitu provinsi Sulawesi Tengah (99.73%), diikuti Jawa Tengah (96.77%) dan Bangka Belitung (83,00%). Selanjutnya provinsi dengan pencairan dana bansos 60-70 persen yaitu Provinsi Papua Barat (71.43%), Sulawesi Utara (70%), dan NTT (65%). Provinsi dengan pencairan dana 30-50 persen yaitu Sulawesi Tenggara (49.64%), Sumatera Selatan (48.89%), Jawa Barat (42.88%), Jawa Timur (40.62%), Aceh (36.83%), Maluku Utara (33.33%) dan Maluku (30%). Provinsi yang tidak mencairkan ada 9 yaitu Provinsi DKI Jakarta, DIY, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, NTB, banten, Gorontalo dan Sulawesi Barat.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
24
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Dana daerah terdiri dari dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan (TP) Provinsi, dan TP Kabupaten. Berikut tabel realisasi dana bansos PDRP 2012 per provinsi dari provinsi dengan urutan dana total bansos terbesar ke terkecil: Tabel 8. Realisasi Dana Bansos PDRP 2012 Per Provinsi Prop/Kab/Kota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Sulawesi Tengah Jawa Tengah Papua Barat Sulawesi Tenggara Maluku Sulawesi Utara DKI Jakarta Papua Bangka Belitung Nusa Tenggara Timur Aceh Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Banten Jawa Timur Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Jawa Barat Sumatera Utara Maluku Utara DI. Yogyakarta Kepulauan Riau Bali Sulawesi Selatan Bengkulu Kalimantan Selatan Riau Jambi Kalimantan Barat Nusa Tenggara Barat Gorontalo Sulawesi Barat Total
Dana Bansos (Dekon+TP) Target (Rp) Realisasi (Rp) 657,000,000 50.000.000 1,617,000,000 364.868.725 659,000,000 1.578.000.000 620,000,000 109.477.500 670,000,000 511.058.211 620,000,000 357.838.000 87,000,000 311.273.300 905,000,000 328.001.500 472,000,000 0 1,190,000,000 0 953,000,000 253.268.225 718,000,000 217.253.680 496,000,000 0 435,000,000 296.540.000 1,508,000,000 32.820.000 979,000,000 177.680.209 768,000,000 358.873.600 694,000,000 655.883.550 1,251,000,000 74.000.000 1,188,000,000 433.428.500 522,000,000 411.000.000 498,000,000 37.000.000 285,000,000 0 348,000,000 481.000.000 1,138,000,000 461.000.000 620,000,000 37.000.000 607,000,000 124.000.000 607,000,000 148.800.000 657,000,000 257.893.750 731,000,000 0 620,000,000 37.000.000 435,000,000 585.000.000 385,000,000 0 23,940,000,000 8.689.958.750
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Persentase Realisasi (%) 57,47 29,17 97,59 21,98 33,89 37,55 26,20 33,50 0,00 0,00 32,98 31,30 0,00 41,30 5,41 35,82 57,88 99,83 6,50 69,91 61,34 10,63 0,00 40,42 50,94 5,97 23,75 34,21 54,64 0,00 12,98 88,77 0,00 36,30 25
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Pemanfaatan dari dana bansos TP ini adalah untuk bahan pangan, dan non pangan. Bahan pangan berupa paket kombinasi dari beras, tiwul instan, tiwul manis, terigu, mie instan, minyak goreng, minyak sayur, telur ayam, sarden, kecap, gula pasir, susu kental manis, susu formula, PMT pada balita, susu balita, vitamin, biskuit, roti, kacang hijau dan buahbuahan. Sarana produksi untuk : (1) budidaya tanaman padi, jagung, jagung manis, kacang tanah, palawija, cabe rawit, cabe merah, pepaya, jahe, kunyit, sosis, tomat, terong, mentimun, kencur; (2) budidaya ternak ayam; dan (3) budidaya ikan gurame. Non pangan berupa tikar, sarana produksi dan food for work. Sarana produksi meliputi traktor, pompa air, cangkul, arit, bibit, pupuk kimia, pupuk kandang, dan obat-obatan. Food for work merupakan upah tenaga berupa pangan untuk kegiatan padat karya, yaitu : perbaikan pematang sawah. Dana total PDRP merupakan jumlah dana bansos yang diterima tiap provinsi, yang mana merupakan penjumlahan dari dana dekonsentrasi, dan TP kabupaten. Pada tahun 2012, provinsi dalam total pencairan dana bansos PDRP Sebanyak 3 provinsi telah menyalurkan seluruh dananya dengan pencairan 80-99 persen, yaitu Provinsi Sulawesi Tengah, Jawa Tengah dan Papua Barat. Selanjutnya provinsi dengan pencairan 61-70 persen yaitu Provinsi Sulawesi Tenggara dan Maluku. Provinsi dengan persentase pencairan 41-60 persen yaitu Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Papua, Bangka Belitung. Provinsi dengan pencairan 21-40 persen yaitu Provinsi NTT, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Banten, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Sumatera Utara, Maluku Utara dan DIY. Sedangkan Provinsi dengan persentase pencairan 1-20 persen yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Bali, Sulawesi Selatan, Bengkulu, dan Kalimanten Selatan. Sebanyak 6 provinsi tidak mencairkan dana PDRP yaitu Provinsi Riau, Jambi, Kalimantan Barat, NTB, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. 2. Bidang Ketersediaan Pangan a). Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan Kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan menggunakan input anggaran sebesar Rp. 879,35 juta atau terealisasi 97,59 persen dari target alokasi 901,1 juta. Inputs tersebut digunakan untuk menghasilkan outputs, yaitu jumlah provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan sebanyak 32 provinsi atau terealisasi 97 persen. Dengan tersedianya output tersebut, dihasilkan outcome jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 32 provinsi. Hal ini telah memberikan benefits, tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan ketersediaan pangan di 32 provinsi dan impacts, tersedianya pangan sesuai kebutuhan di 32 provinsi. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
26
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan dilaksanakan di Lombok, Nusa Tenggara Barat pada bulan Febuari 2012 dan diikuti oleh 85 orang peserta. Materi yang diberikan dalam apresiasi ini terdiri dari: (a) Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM); (b) Aplikasi Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan Pola Pangan Harapan (PPH); (c) Analisis Pola Panen Bulanan; (d) Analisis Prognosa Ketersediaan Pangan Menjelang Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN). b). Penyusunan FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas) Pada tahun 2012, dilaksanakan penyusunan FSVA Kabupaten pada level desa. FSVA Kabupaten ini menggunakan indikator yang berbeda dengan FSVA Nasional maupun FSVA Provinsi karena ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan, yaitu karakteristik desa berbeda dengan karakteristik kabupaten dan kecamatan, serta ketersediaan data sampai tingkat desa. Penyusunan FSVA Kabupaten tahun 2012 dilaksanakan di 22 Provinsi mencakup 100 kabupaten yang masuk dalam prioritas 1-3 berdasarkan FSVA Nasional 2009, yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Riau, Banten, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Seperti halnya FIA Nasional 2005, FSVA Nasional 2009 dan FSVA Provinsi 2010 dan 2011, FSVA Kabupaten 2012 ini juga menyediakan sarana bagi para pengambil keputusan untuk secara cepat dalam mengidentifikasi daerah yang lebih rentan, dimana investasi dari berbagai sektor seperti pelayanan jasa, pembangunan manusia dan infrastuktur yang berkaitan dengan ketahanan pangan dapat memberikan dampak yang lebih baik terhadap penghidupan, ketahanan pangan dan gizi masyarakat. Untuk itulah dilakukan pertemuan Koordinasi, Validasi Data dan Penyusunan FSVA sebagai tindak lanjutnya. [
Kegiatan penyusunan FSVA bertujuan untuk: 1) Meningkatkan pemahaman petugas pelaksana tentang pentingnya informasi ketahanan dan kerentanan pangan; 2) Meningkatkan kemampuan petugas pelaksana dalam penyusunan peta ketahanan dan kerawanan pangan (FSVA) kabupaten; 3) Meningkatkan kemampuan petugas pelaksana dalam pemanfaatan data/indikator peta ketahanan dan kerawanan pangan untuk menyusun rencana program peningkatan ketahanan pangan dan penanggulangan kerawanan pangan dan gizi. Total anggaran untuk kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan dan Penyusunan FSVA sebesar Rp. 559 juta. Inputs yang digunakan untuk kegiatan penyusunan FSVA berupa anggaran sebesar Rp. 450,994 juta atau 81 % dari total anggaran. Kegiatan penyusunan FSVA menghasilkan output berupa (1) Jumlah Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
27
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
provinsi yang mengikuti apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi; (2) Laporan FSVA Kabupaten tahun 2012 di 22 Provinsi sebanyak 100 laporan atau terealisasi 100 persen. Outcome kegiatan adalah provinsi yang menyusun FSVA sebanyak 22 provinsi atau terealisasi 100% dari target 22 provinsi. Benefit yang didapatkan berupa tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan penanganan kerawanan pangan dan gizi di 100 kabupaten. Kegiatan FSVA meliputi: (1) Pertemuan Review Data dan Meteodologi FSVA
Pertemuan review data dan metodologi FSVA dilaksanakan di Medan pada tanggal 19-21 Maret, diikuti peserta dari 22 provinsi yang menyusun FSVA, yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Riau, Banten, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk melatih para petugas yang menangani FSVA agar lebih lancar dalam menyusun peta. (2) Pertemuan Validasi Data dan Penyusunan FSVA
Pertemuan validasi data dan penyusunan FSVA dilaksanakan di Makassar pada tanggal 4 – 6 November 2012 dan dihadiri oleh peserta dari 29 provinsi yaitu Provinsi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Riau, Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk melihat keakurasian data yang terukur, dan digunakan sebagai indikator untuk penyusunan FSVA Provinsi. (3) Pembinaan FSVA
Pembinaan FSVA dilaksanakan di 15 provinsi, yaitu ProvinsiAceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo dan Maluku Utara.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
28
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
3. Bidang Akses Pangan a). Analisis Situasi Akses Pangan Tujuan kegiatan ini adalah memperoleh gambaran kondisi aksesibilitas pangan maupun usaha meningkatkan akses pangan masyarakat khususnya dari aspek sosial serta kondisi sosial akses pangan masyarakat diperoleh melalui tiga sudut pandang yaitu institusi, rumah tangga, dan aparat. Adapun output yang diharapkan dari kegiatan analisis situasi akses pangan yaitu mengidentifikasi karakteristik institusi/kelembagaan sosial, mengidentifikasi peran rumah tangga/anggota masyarakat dalam organisasi (institusi/kelembagaan sosial) serta mengidentifikasi karakteristik pola kepemimpinan dalam permasalahan sosial masyarakat. Kegiatan analisis ini lebih difokuskan terhadap peran dan fungsi institusi/organisasi sosial (formal dan informal) masyarakat terkait penyediaan dan pemenuhan akan pangan bagi individu, rumah tangga atau kelompok masyarakat. Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan analisis situasi akses pangan terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut: (1).Sosialisasi dan Pembinaan Situasi Akses Pangan Adanya perubahan struktur organisasi di BKP Pusat berdampak pada penekanan kegiatan bidang akses pangan, dimana kegiatan analisis situasi akses pangan Tahun 2012 lebih ditekankan pada aspek sosial. Hal ini karena aspek fisik/ketersediaan dan ekonomi sudah dikerjakan di bidang atau pusat lain. Kegiatan sosialiasasi dan pembinaan situasi akses pangan telah dilaksanakan di 13 provinsi, meliputi Provinsi NTB, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan, Riau, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Barat, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Kep. Riau, Jawa Barat, dan Kalimantan Selatan. (2).Pengumpulan Data dan Informasi Akses Pangan Pengumpulan data dan informasi analisis situasi akses pangan dilaksanakan di tiga provinsi yang mewakili Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan yaitu Provinsi Kep. Riau, Kalimantan Tengah dan DI Yogyakarta. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder, yang bersumber dari rumah tangga dan institusi di tingkat desa/kelurahan, sampel dari setiap provinsi sebanyak 40 rumah tangga sebagai responden yang mewakili wilayah perkotaan dan pedesaan. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan rumah tangga, pengurus institusi/kelembagaan dan aparat desa/kelurahan yang menjadi responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari data monografi desa/kelurahan setempat. Kegiatan ini menggunakan inputs anggaran sebesar Rp. 468.984.792,- atau 83 % dari target Rp.564.700.000,-.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
29
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
b). Peningkatan Akses Pangan Antar Desa Peningkatan Akses Pangan Antar Desa bertujuan menggali potensi pada setiap desa di wilayah kecamatan yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan akses pangan antar desa. Kegiatan ini bertujuan untuk mengkoordinir pengembangan wilayah pedesaan sehingga akses pangan antar desa dapat meningkat sesuai dengan potensi yang ada di suatu wilayah kecamatan. Pelaksanaan kegiatan temu wicara peningkatan akses pangan antar desa difokuskan pada wilayah/desa-desa yang mendapatkan program desa mandiri pangan khususnya di Pulau Jawa. Kegiatan ini dilaksanakan di 10 lokasi yaitu kabupaten Klaten, Sragen, Magelang (Jawa Tengah); Bantul (DI Yogyakarta); Probolinggo, Jember, Pacitan (Jawa Timur); Ciamis, Kuningan dan Garut (Jawa Barat). Kegiatan peningkatan akses pangan antar desa dikemas dalam bentuk temu wicara dan berbagi pengalaman, sedangkan peserta dari setiap kegiatan temu wicara peningkatan akses pangan antar desa terdiri dari :
Desa mandiri pangan : ketua tim pangan, ketua LKD, aparat desa, tokoh masyarakat/agama dan perwakilan pengusaha;
Tingkat desa : aparat desa, tokoh masyarakat/agama dan pengusaha;
Tingkat kecamatan : perwakilan aparat kecamatan, tokoh masyarakat/agama dan pengusaha;
Tingkat kabupaten : perwakilan aparat yang menangani program desa mandiri pangan;
Tingkat provinsi : perwakilan dari aparat yang menangani program desa mandiri pangan.
Kegiatan ini menggunakan inputs anggaran di pusat sebesar Rp. 310.896.301,- atau 94 % dari target Rp.329.800.000,-. c). Gerakan Kemandirian Pangan Membangun Petani Profesional Tujuan dari Gerakan Mandiri Pangan Membangun Petani Profesional adalah untuk melatih petani untuk meningkatkan produksi pertaniannya dengan memanfaatkan kelembagaan, pengetahuan dan sumberdaya lokal dan membangun sinerji pemerintah-masyarakatperguruan tinggi-swasta. Adapun output yang diharapkan dari kegiatan ini yaitu 520 orang petani yang mampu memahami gerakan kemandirian pangan dan mampu melaksanakan pengolahan media tanam, pembuatan pupuk organik, pestisida organik, dan musuh alami tanaman secara benar dan lahan seluas 13 hektar yang ditanami padi varietas lokal. Pelaksanaan kegiatan gerakan kemandirian pangan membangun petani professional dilakukan melalui 2 tahapan kegiatan sebagai berikut : Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
30
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
(1). Apresiasi Fasilitator Gerakan Kemandirian Pangan Apresiasi fasilitator gerakan kemandirian pangan membangun petani professional dilaksanakan di Hotel Griyadi Antariksa, Singosari, Kabupaten Malang. Peserta apresiasi tersebut berjumlah 83 orang, merupakan perwakilan dari 18 kabupaten yaitu Kabupaten Garut, Karawang, Bogor, Indramayu, Bantul, Jombang, Banyuwangi, Jember, Lumajang, Malang, Lamongan, Serang, Klaten, Semarang, Magelang, Brebes, Oku Timur dan Banyuasin. (2). Apresiasi Gerakan Kemandirian Pangan Kegiatan apresiasi gerakan kemandirian pangan adalah tindak lanjut dari kegiatan apresiasi fasilitator yang telah dilaksanakan di Hotel Antariksa, Singosari, Kabupaten Malang. Kegiatan ini dilaksanakan di 13 lokasi yaitu Kabupaten Garut, Karawang, Indramayu, Ciamis (Jawa Barat), Bantul (DIY), Jombang, Banyuwangi, Jember (Jawa Timur), Lebak (Banten), Klaten, Kab. Semarang, Magelang, dan Brebes (Jawa Tengah). Ruang lingkup kegiatan yang dilaksanakan, antara lain : pemahaman terhadap filosofi kemandirian pangan sampai usaha mewujudkannya, pemahaman secara teoritis terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, jenis tanaman dan cara penananaman yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, praktek langsung pengenalan dan pengolahan lahan; pengenalan dan pengelolaan hama penyakit serta pengenalan teknologi budidaya dan pengamatan pertanaman, bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk analisis kimia, fisika dan biologi tanah, lembaga kemasyarakatan untuk penyediaan sarana pelatihan dan lahan praktikum, swasta untuk penyediaan sarana pelatihan dan pendampingan dan lembaga pemerintah untuk fasilitasi pengembangan program secara umum. Kegiatan ini menggunakan inputs anggaran di Pusat sebesar Rp. 676.619.450,- atau 98 % dari target Rp.690.900.000,-.
D. Akuntabilitas Keuangan (termasuk analisis perbandingan dengan tahun 2011) Secara nasional akuntabilitas keuangan yang dilaksanakan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sebesar 88,05 persen dari pagu anggaran sebesar Rp. 202.592.700.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 178.390.139.280. Guna mendukung pelaksanaan kegiatan di Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan TA. 2012 telah dialokasikan anggaran melalui Satker BKP Kementerian Pertanian untuk alokasi anggaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sebesar Rp. 8.236.7000.000 telah direalisasikan sebesar Rp. 7.155.656.367 atau 86,88 persen. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
31
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Tabel 9. Akuntabilitas Keuangan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2012 No
Uraian
Alokasi RP
Realisasi %
Rp
Sisa Anggaran %
Rp
%
1
Penanganan Daerah Rawan Pangan
971,700,000
11.8
860,231,900
12.02
111,468,100
10.31
2
Penyusunan FSVA Kabupaten di 22 Propinsi
559,000,000
6.79
489,362,900
6.84
69,637,100
6.44
3
Pemantauan dan ketersediaan pangan
280,050,000
3.40
271,493,650
3.79
8,556,350
0.79
4
Sinkronisasi sub sektor dan lintas sektor
322,100,000
4
298,952,150
4.18
23,147,850
2.14
5
Penyusunan neraca ban makanan
251,600,000
3.05
248,044,690
3.47
3,555,310
0.33
6
Kajian analisis stock beras
141,000,000
1.71
99,000,000
1.38
42,000,000
3.89
7
Penyusunan database sumberdaya pangan
177,500,000
2.15
116,701,630
1.63
60,798,370
5.62
8
Penyusunan pemanfaatan potensi sumberdaya pangan
264,500,000
3.21
246,163,950
3.44
18,336,050
1.70
9
Analisis situsasi akses pangan
564,700,000
6.86
468,984,792
6.55
95,715,208
8.85
10
Peningkatan akses pangan antar desa
329,800,000
4.00
311,336,301
4.35
18,463,699
1.71
11
Manajemen Keg pusat Ketersediaan dan KP
671,950,000
8.16
621,358,057
8.68
50,591,943
4.68
12
Pembinaan dan promosi ketersediaan dan KP
714,050,000
8.67
690,074,691
9.64
23,975,309
2.22
13
Monitoring pemanfaatan sumber daya lahan kering
199,300,000
2.42
17,150,000
0.24
182,150,000
16.85
14
Monitorinng akses pangan
234,158,000
2.84
185,030,500
2.59
49,127,500
4.54
15
apresiasi analisis ketersediaan pangan
210,200,000
2.55
198,738,900
2.78
11,461,100
1.06
16
Gerakan kemandirian pangan membangun petani profesional
690,900,000
8.39
676,169,450
9.45
14,730,550
1.36
17
Pengembangan desa mandiri pangan menuju gerakan kemandirian
1,654,192,000
20.08
1,356,862,806
18.96
297,329,194
0.28
8,236,700,000
100
7,155,656,367
100
1,081,043,633
100
Total
Sampai akhir tahun 2012, anggaran tersebut telah terealisasi Rp. 7.155.656.367 atau 86,88 persen, dari total anggaran Rp. 8.236.700.000 Kegiatan yang paling terbesar pada pengembangan desa mandiri pangan menuju gerakan kemandirian, sedangkan penyerapan yang paling terkecil pada monitoring pemanfaatan sumber daya lahan kering sebesar Rp. 17.150.000 atau 0,24 persen.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
32
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Dalam hal akuntabilitas keuangan, laporan baru dapat menginformasikan realisasi penyerapan anggaran, dan belum dapat menginformasikan adanya efisiensi penggunaan sumberdaya. Hal ini diakibatkan oleh sistem penganggaran yang belum sepenuhnya berbasis kinerja, sehingga salah satu komponen untuk mengukur efisiensi, yaitu standar analisis biaya belum ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
33
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
BAB IV PENUTUP Dari hasil Pengukuran Kinerja menunjukkan, bahwa sebagian besar indikator kinerja kegiatan telah memiliki benefits, sedangkan impacts baru sebagian kecilnya karena sebagian besar kegiatan masih memerlukan waktu untuk klarifikasi. Secara umum, kinerja pelaksanaan tugas dan fungsi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan selama tahun 2012 telah berjalan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, yang tampak dari hasil pengukuran kinerja dengan sasaran meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan serta penanganan kerawanan pangan, yang ditetapkan melalui 5 indikator berikut: 1. Jumlah desa yang diberdayakan Desa Mandiri Pangan di 3.414 desa dengan capaian di 3.414 desa atau 100% 2. Jumlah penanganan daerah/lokasi rawan pangan SKPG di 444 lokasi dengan capaian 444 lokasi atau 100% 3. Jumlah hasil kajian ketersediaan pangan, rawan pangan dan akses pangan 34 laporan mencapai 100% 4. Jumlah hasil penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) Kabupaten, dengan capaian 100% atau 100 kabupaten di 22 provinsi. 5. Jumlah aparat yang mengikuti apresiasi analisis ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan mencapai 132 aparat mencapai 100% Guna mendukung pelaksanaan kegiatan di Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan TA. 2012 telah dialokasikan anggaran melalui Satker BKP Kementerian Pertanian untuk alokasi anggaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sebesar Rp. 8.236.700 milyar, yang dialokasikan pada di 17 kegiatan yang meliputi : penanganan daerah rawan pangan, penyusunan FSVA kabupaten di 22 provinsi, pemantauan ketersediaan pangan, sinkronisasi sub sektor dan lintas sektor, penyusunan neraca bahan makanan, kajian analisis stock beras, penyusunan database sumberdaya pangan, penyusunan pemanfaatan potensi sumberdaya pangan, analisis situasi akses pangan, peningkatan akses pangan antar desa, manajemen kegiatan pusat ketersediaan dan kerawanan pangan, pembinaan dan promosi ketersediaan dan kerawanan pangan, monitoring pemanfaatan sumber daya lahan sawah, monitoing akses pangan, apresiasi analisis ketersediaan pangan, gerakan kemandirian pangan membangun petani profesioanl, pengembangan desa mandiri panngan menuju gerakan kemandirian.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
34
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Sampai akhir tahun 2012, anggaran tersebut telah terealisasi Rp. 7.155.656.367 atau 86,88 persen, dari total anggaran Rp. 8.236.700.000. Kegiatan yang paling terbesar pada pengembangan desa mandiri pangan menuju gerakan kemandirian, sedangkan penyerapan yang paling terkecil pada monitoring pemanfaatan sumber daya lahan kering sebesar Rp. 17.150.000 atau 0,24 persen. Adapun rincian capaian Rencana Kerja Tahunan 2012 Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) a.
Input anggaran senilai Rp. 12.321,7 juta.
b.
Output yang diharapkan, jumlah provinsi yang melakukan analisis SKPG dan intervensi sebanyak 33 provinsi serta jumlah kabupaten/kota yang menerapkan SKPG sebanyak 410 kabupaten/kota.
c.
Outcome yang diharapkan, jumlah provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 33 provinsi serta jumlah kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG sebanyak 410 kabupaten/kota.
d.
Benefit
yang
diharapkan,
jumlah
kabupaten/kota
yang
telah
dapat
mencegah/mengatasi terjadinya rawan pangan sebanyak 410 kabupaten/kota. e.
Impact yang diharapkan adalah jumlah penurunan kabupaten/kota yang mengalami rawan pangan sebanyak 410 kabupaten/kota.
2. Penyusunan FSVA Kabupaten di 22 Provinsi a. Inputs yang digunakan untuk kegiatan penyusunan FSVA berupa anggaran sebesar Rp. 450,99 juta atau 81% dari total anggaran. b. Output Kegiatan penyusunan FSVA menghasilkan berupa (1) Jumlah provinsi yang mengikuti apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi dan (3) Laporan FSVA Kabupaten sebanyak 100 buah atau terealisasi 100 persen. c. Outcome kegiatan adalah jumlah kabupaten yang menyusun FSVA sebanyak 100 provinsi atau terealisasi 100%. d. Benefit yang didapatkan berupa tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan penanganan kerawanan pangan dan gizi di 100 kabupaten. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
35
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
3. Kajian Ketersediaan Pangan, Akses Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan 1) Analisis Situasi Akses Pangan a. Input kegiatan Analisis Situasi Akses Pangan menggunakan anggaran sebesar Rp. 468,98 juta atau terealisasi 83 % dari target alokasi Rp. 564,70 juta. b. Output yang diharapkan adalah data dan informasi karakteristik institusi/kelembagaan sosial, peran rumah tangga/anggota masyarakat dalam organisasi (institusi/kelembagaan sosial) serta pola kepemimpinan dalam permasalahan sosial masyarakat. c. Outcomes yang diharapkan adlaah tersedianya bahan referensi yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pencegahan terjadinya rawan pangan. d. Benefits yang diharapkan adalah tersedianya berbagai referensi yang dapat dijadikan bahan perumusan kebijakan pencegahan terjadinya rawan pangan. e. Impacts yang akan diraih adalah terwujudnya keterkaitan antara rumah tangga dan institusi sosial dalam penyediaan pangan maupun upaya pencegahan terjadinya rawan pangan. 2) Peningkatan Akses Pangan Antar Desa a. Input kegiatan Peningkatan Akses Pangan Antar Desa menggunakan anggaran sebesar Rp. 310,89 juta atau terealisasi 94 % dari target alokasi Rp. 329,80 juta. b. Output yang diharapkan adalah tersedianya informasi kondisi dan potensi wilayah di 10 lokasi. c. Outcomes yang diharapkan tumbuhnya kerjasama pada tingkat wilayah dengan memanfaatkan potensi yang tersedia. d. Benefits yang diharapkan adalah terwujudnya wilayah mandiri pangan dimana desa-desa yang tercakup di dalamnya saling berkontribusi untuk peningkatan akses pangan di wilayah tersebut sesuai dengan potensi masing-masing. e. Impacts yang akan diraih adalah meningkatnya akses pangan di masing-masing wilayah. 4. Apresiasi Analisis Ketersediaan dan Akses Pangan 1) Apresiasi Analisis Ketersediaan a. Input Kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan menggunakan anggaran sebesar Rp. 879,35 juta atau terealisasi 97,59 persen dari target alokasi Rp. 901,1 juta. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
36
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
b. Outputs, yaitu jumlah provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan sebanyak 32 provinsi. c. Outcome kegiatan ini adalah jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 32 provinsi. d. Benefits yang dicapai adalah tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan ketersediaan pangan di 32 provinsi dan impacts, tersedianya pangan sesuai kebutuhan di 32 provinsi. 2) Gerakan Mandiri Pangan Membangun Petani Profesional a. Input kegiatan Gerakan Mandiri Pangan Membangun Petani Profesional menggunakan anggaran sebesar Rp. 676,61 juta atau terealisasi 98 % dari target alokasi Rp. 690,90 juta. b. Output yang diharapkan adalah terlatihnya 520 orang petani yang mampu memahami gerakan kemandirian pangan. c. Outcomes yang diharapkan adalah petani yang mandiri dalam menjalankan usaha tani dengan semaksimal mungkin memanfaatkan kelembagaan, pengetahuan dan sumberdaya lokal. d. Benefits yang diharapkan adalah untuk meningkatkan produksi pertanian. e. Impacts yang akan diraih adalah meningkatnya akses pangan. 5. Pengembangan Desa Mandiri Pangan Menuju Gerakan Kemandirian Pangan a. Input anggaran sebesar : Rp. 92.032 juta. b. Output yang diharapkan desa mandiri pangan yang dibina sebanyak 3.414 desa dan terbentuknya lembaga ketahanan pangan desa yang terbentuk di setiap Desa Mapan diharapkan sebanyak minimal 3 lembaga: Tim Pangan Desa (TPD), Lembaga Keuangan Desa (LKD), dan Kelompok Afinitas. c. Outcomes berupa jumlah desa yang masuk tahap kemandirian pada tahun 2012 sebanyak 2.561 desa, berasal dari lokasi yang dibangun pada tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten, dan lokasi yang dibangun pada tahun 2007 sebanyak 604 desa di 181 kabupaten; tahun 2008 sebanyak 825 desa di 202 kabupaten; tahun 2009 sebanyak 1.184 desa di 276 kabupaten; tahun 2010 sebanyak 1.885 desa di 378 kabupaten; tahun 2012 sebanyak 2.561 desa di 399 kabupaten; d. Benefits yang diharapkan, jumlah KK miskin 73.950 yang tertangani melalui Pengembangan Desa Mandiri Pangan tahun 2012 sebanyak 38.375 jiwa Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
37
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
e. Impacts berupa menurunnya penduduk yang mengalami rawan pangan di Desa Mapan sebesar 100 persen dari anggota kelompok akhir afinitas.
Sebagian besar dapat diketahui bahwa kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan tahun 2012 secara umum cukup baik dari tahun sebelumnya, yaitu sudah semua terealisasi 100 persen. Namun demikian, dalam pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan, masih ditemukan berbagai hambatan dan kendala. Dari hasil evaluasi kinerja berbagai kegiatan jangka pendek tahunan kegiatan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, ditemui beberapa permasalahan dan kendala utama dalam pelaksanaan kegiatan selama tahun 2012 sebagai berikut: 1. Pengembangan Desa Mandiri Pangan: (a) jumlah KK miskin hasil DDRT tidak semua menjadi anggota kelompok afinitas, karena alokasi anggaran terbatas; (b) koordinasi oleh propinsi dalam DKP bagi kabupaten pelaksana kegiatan belum optimal; (c) pembinaan pandamping masih belum optimal; (d) pendampingan kelompok oleh petugas belum optimal; dan (e) kurangnya dukungan daerah dalam keterpaduan/sinergitas kegiatan untuk mempercepat pembangunan di lokasi demapan. 2. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP): (a) dana bansos hanya dapat dicairkan untuk bantuan atau intervensi penanggulangan rawan pangan transien bagi masyarakat yang terkena bencana alam, sehingga Dana Bansos PDRP tidak dapat dimanfaatkan jika tidak terjadi bencana alam; (b) dana bansos hanya dapat dicairkan untuk mengantisipasi terjadinya rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG. Namun, sebagian besar propinsi dan kabupaten/kota tidak melakukan analisis SKPG; dan (c) adanya perbedaan pesepsi/pemahaman daerah terhadap penggunaan Bansos PDRP. 3. Kegiatan yang terkait dengan data dan informasi, penyediaan data/informasi tersebut merupakan tantangan bagi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan untuk menghasilkan analisis yang akurat, karena data dan informasi sering dianggap bukan kegiatan prioritas bagi pemerintah daerah, sehingga sering mengalami kesulitan dalam memperoleh data. 4. Tidak adanya dukungan anggaran untuk pelaksanaan pembinaan, monitoring dan evaluasi menyebabkan petugas Kabupaten/Kota jarang melakukan kunjungan lapangan ke kelompok sasaran. 5. Tingginya mobilitas pegawai pemerintah daerah, sangat mempengaruhi kinerja institusi di daerah. Oleh karena itu, kemampuan aparat daerah dalam melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan kerawanan pangan perlu diperhatikan. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
38
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
6. Berjalannya kegiatan SKPG dan PDRP diseluruh provinsi tahun 2012 tidak terlepas dari berbagai kendala. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan SKPG diantaranya yaitu: a) Ketersediaan data untuk analisis SKPG yaitu data yang sesuai dengan indikator SKPG yang ditetapkan, tidak seluruhnya dapat tersedia disetiap wilayah. b) Terkait Tim Pokja SKPG dan koordinasinya: (a) beberapa provinsi dan kabupaten belum membentuk Tim SKPG; (b) efektifitas kerja Tim SKPG belum berjalan optimal. Hal ini berdampak pada proses analisis data dan pelaporan rutin oleh provinsi; (c) Koordinasi dengan dinas terkait dalam melakukan pemantauan dan mengumpulkan data tidak semuanya berjalan dengan baik; (d) Aparat di beberapa daerah masih belum memahami kegiatan SKPG sebagai sistem pemantauan pangan dan gizi serta alat analisis; (e) Sering terjadinya mutasi pejabat/pegawai yang menangani kegiatan SKPG, sehingga menghambat proses analisis SKPG, (f) aspek ketersediaan dan pemanfaatan untuk indikator SKPG masih terlalu tinggi persentase pengukurannya c) Hal yang lain adalah SKPG merupakan salah satu instrument dalam pencairan bansos PDRP, maka berdasarkan hasil diperoleh juga permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaannya yaitu: (a) Mata anggaran bansos PDRP terkendala dalam pencairan dana bansos PDRP di daerah, seperti yang dialami oleh petugas kabupaten/kota di Provinsi Riau tidak dapat mencairkan dana bansos PDRP melalui analisis SKPG karena mata anggarannya untuk dana bansos bencana.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
39
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012
Lampiran
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
40