I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jagung berondong atau popcorn (Zea mays Kelompok Everta) merupakan salah satu jenis jagung yang memiliki biji kecil yang keras dan meletup ketika dipanaskan. Biji popcorn terdapat zat pati yang penuh, sehingga biji menjadi keras (Acquaah, 2006). Jagung berondong yang sudah dipanaskan akan terasa lunak dan enak, sehingga banyak negara yang mengapresiasi salah satu olahan produk jagung ini (Rodovalho et al., 2008). Jagung berondong yang diolah akan menjadi makanan yang bergizi dan sering dijumpai di bioskop, swalayan, tempat umum, dan acara-acara masyarakat di seluruh dunia (Uloa et al., 2010). Satu cup jagung berondong mengandung 31 kalori, satu gram protein, enam gram karbohidrat, dan satu gram serat. National Cancer Institute (NCI) dan The American Dietetic Association (ADA) menyatakan bahwa popcorn sangat cocok dijadikan makanan ringan yang menyehatkan dan baik untuk program diet (Jewkes et al., 2013). Jagung berondong memiliki banyak warna seperti kuning (jagung berondong kuning) dan merah (jagung berondong stroberi). Jagung berondong stroberi memiliki biji berwarna merah dan tongkolnya berbentuk seperti buah stroberi, sehingga digemari sebagai hiasan karena keindahannya (Podojil, 2013). Jagung berondong yang lebih banyak dikomersialisasikan adalah jagung berondong kuning karena bijinya yang lebih besar daripada jagung berondong stroberi (Podojil, 2013), namun jagung berondong yang dijual di pasaran merupakan hasil impor (Albertine, 2009). Berbagai upaya telah difokuskan dalam beberapa tahun terakhir untuk mempelajari keragaman genetik dan perbedaan antara populasi jagung karena keberhasilan program pemuliaan jagung tergantung pada parameter tersebut (Miranda et al., 2008). Menurut Pereira et al. (2008), studi mengenai perbedaan genetik dalam popcorn masih langka. Penelitian tentang karakter morfologi dan molekuler pada jagung berondong stroberi dan jagung berondong kuning
dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam kegiatan awal
pemuliaan jagung berondong. Hasil karakterisasi dapat menunjukkan adanya keragaman pada tanaman, sehingga dapat dilakukan seleksi dan hibridisasi. Analisis keragaman suatu populasi tanaman dapat dilakukan baik terhadap karakter morfologis yaitu dengan pengamatan langsung terhadap fenotipe tanaman atau juga melalui penggunaan penanda tertentu (Sudre et al., 2007). Karakteristik yang umum digunakan adalah 1
sifat morfologi, seperti bentuk batang dan daun. Kerugian menggunakan tipe ini adalah ekspresinya terpengaruh terhadap kondisi lingkungan. Fenotipe suatu karakter dipengaruhi tidak hanya oleh faktor genetik, tetapi juga oleh faktor lingkungan (Moose dan Mumm, 2008). Keragaman genetik dapat dimanfaatkan untuk perbaikan tanaman apabila telah tersedia informasi tentang keragaman genetik dan pola hubungan kekerabatan antar tanaman baik secara morfologi maupun molekuler. Selain itu, penggunaan penanda molekuler dapat membantu pemilihan tetua persilangan yang memiliki perbedaan secara genetik (Correa, 1999). Penanda molekuler bermanfaat dalam menentukan variasi karakter dan organisasi dari keragaman genetik di dalam spesies. Penanda molekuler memiliki kelebihan yang dapat menunjukkan perbedaan genetik tanpa pengaruh lingkungan, serta teknik yang lebih cepat mendapatkan hasil keragaman genetik (Goncalves et al., 2008). Salah satu penanda molekuler, yaitu penanda Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) digunakan karena kemampuannya untuk mendeteksi tingkat polimorfisme yang tinggi pada tanaman berdasarkan eksplorasi genom yang luas (Williams et al., 1990). Menurut Jamsari (2007) teknik ini cukup cepat untuk menyeleksi polimorfisme, selain juga tergolong teknik yang cukup mudah, dan lebih murah. Penanda RAPD yang sudah terbukti terkait dengan sifat tertentu dapat dikonversi kedalam sistem Sequens Characterize Amplified Region (SCARs) (Paran et al., 1998). Metode SCARs merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode RAPD (William et al., 1990) di mana hanya spesifik lokus yang didapat dari metode RAPD, diklon, sekuen, dan kemudian hasil sekuensingnya digunakan untuk membuat primer yang spesifik ke lokus tersebut. Berdasarkan alasan tersebut, teknik ini banyak digunakan untuk studi keragaman genetik. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk lebih memahami keragaman genetik di jagung berondong menggunakan RAPD (Vilela et al., 2008). Karakterisasi berdasarkan karakter morfologi dan molekuler menggunakan penanda RAPD terhadap jagung berondong stroberi dan jagung berondong kuning diharapkan dapat memberikan informasi morfologi, keragaman genetik, dan hubungan kekerabatan berdasarkan penanda RAPD.
B. Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. mendiskripsikan karakter morfologi jagung berondong stroberi dan kuning, 2
2. menghitung nilai keragaman genetik berdasarkan penanda RAPD, 3. mengetahui hubungan kekerabatan di antara satu dengan yang lain berdasarkan karakter morfologi dan karakter molekuler, dan 4. mencari pita spesifik yang dapat mencirikan jagung berondong stroberi dan kuning.
C. Kegunaan Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah mendapatkan deskripsi karakter morfologi, keragaman jagung berondong berdasarkan penanda RAPD, hubungan kekerabatan berdasarkan karakter morfologi dan molekuler, dan pita spesifik yang mencirikan jagung berondong stroberi dan kuning. Informasi tersebut akan bermanfaat dalam menambah informasi mengenai jagung berondong dan kegiatan pemuliaan tanaman.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Jagung Berondong (Zea mays kelompok Everta) Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim. Secara umum, para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu (Iriany et al., 2008). Tanaman jagung berondong diklasifikasikan sebagai berikut (USDA, 2014): Kingdom : Plantae Divisio
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida
Ordo
: Cyperales
Famili
: Poaceae
Genus
: Zea
Spesies
: Zea mays L. Tanaman jagung memiliki banyak jenis seperti jagung tepung (flour corn), jagung manis
(sweet corn), jagung berondong (popcorn), dan sebagainya. Jagung berondong (popcorn) mempunyai biji yang lebih kecil dan keras tetapi tetapi apabila panas dapat mengembang karena di dalam biji terkandung zat pati yang penuh atau cukup akibatnya biji menjadi keras. Biasanya jagung jenis ini memiliki banyak warna sepeti kuning dan merah dengan bentuk agak meruncing dan tongkolnya berukuran kecil. Berat 1000 biji antara 80 sampai dengan 130 gram (Aak, 2010). Tanaman jagung berondong termasuk dalam kelompok Everta. Jagung berondong kuning dalam bahasa Inggris disebut popcorn dan dalam bahasa Prancis disebut maïs perlé. Jagung berondong stroberi, dalam bahasa Inggris disebut strawberry popcorn dan dalam bahasa Prancis disebut maïs fraise (Porcher, 2005). Jagung memiliki satu siklus hidup yang diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif. Paruh kedua untuk pertumbuhan generatif (Subekti et al., 2008). Akar jagung tergolong akar serabut. Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang
4
berkembang menjadi tongkol. Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai (Subekti et al., 2008). Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Tanaman jagung adalah protandry, karena bunga jantannya muncul (anthesis) 1-3 hari sebelum rambut bunga betina muncul (silking). Serbuk sari (pollen) terlepas mulai dari spikelet yang terletak pada spike yang di tengah, 2-3 cm dari ujung malai (tassel), kemudian turun ke bawah. Satu bulir anther melepas 15-30 juta serbuk sari (Subekti et al., 2008). Serbuk sari sangat ringan dan jatuh karena gravitasi atau tertiup angin sehingga terjadi penyerbukan silang. Serbuk sari masih tetap hidup (viable) dalam 4-16 jam sesudah terlepas (shedding). Penyerbukan selesai dalam 24-36 jam dan biji mulai terbentuk sesudah 10-15 hari. Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol berubah menjadi coklat dan kemudian kering (Subekti et al., 2008). Tanaman jagung dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan. Secara umum, tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi (± 1300 m dpl), kisaran suhu antara 13 °C – 38 °C dan mendapat sinar matahari penuh. Selama pertumbuhan, jagung membutuhkan suhu optimum antara 23 °C – 27 °C (Rukmana, 1997). Tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik pada semua jenis tanah. Tanaman ini akan dapat tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur dan kaya akan humus. Tanah yang padat serta dapat menahan air tidak baik ditanami jagung karena pertumbuhannya kurang baik atau akan menjadi busuk (Suprapto, 1999). Kemasaman tanah (pH) yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal tanaman jagung antara 5,5 - 7,2 dengan pH optimum adalah 6,8 (Ginting, 1995).
5
B. Keanekaragaman Genetik Keragaman fenotipe merupakan hal yang penting dalam menentukan keragaman genetik (Zavala, 2008). Karakter fenotipe dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan (Moose dan Mumm, 2008). Keragaman fenotipe memberikan informasi yang dapat digunakan pemulia untuk mengembangkan jagung berondong (Yoshida dan Yoshida, 2004). Keragaman genetik yang tinggi lebih diminati (Leal et al., 2010). Keragaman genetik yang tinggi memiliki manfaat yang lebih banyak. Sebagai contohnya, meningkatkan produksi dan memiliki adaptasi berbagai kondisi lingkungan. Keragaman genetik jagung berondong dapat diduga dengan molekuler, morfologi, biokimia, dan informasi agronomi. Penanda molekuler memiliki kelebihan yang dapat menunjukkan perbedaan genetik pada tingkat yang lebih detail dan tanpa pengaruh lingkungan, serta teknik yang lebih cepat mendapatkan hasil keragaman genetik (Goncalves et al., 2008).
C. Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Penanda molekuler merupakan potongan dari material genetik yang mudah diidentifikasi yang dapat digunakan di laboratorium untuk memisahkan sel, individu, populasi atau spesies. Pengembangan molekuler marker dimulai dari ekstraksi DNA dari jaringan tanaman (misalnya daun, biji, atau polen). Pemilihan marka molekuler yang akan digunakan dalam analisis genetik perlu mempertimbangkan tujuan yang diinginkan, sumber dana yang dimiliki, fasilitas yang tersedia, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing tipe marka (Windiastika, 2012). RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) adalah sebuah metode untuk mendapatkan karakterisasi sampel, metode ini dapat dikatakan sederhana, cepat, dan akurat. Penanda RAPD dapat dilakukan dengan mengamplifikasi DNA secara random primer. Adanya polimorphic DNA dapat dideteksi di bawah cahaya ultraviolet sehingga dapat menimbulkan pendaran. Beberapa kelebihan dari teknik analisa RAPD adalah pelaksanaannya lebih cepat, hanya membutuhkan sampel DNA dalam jumlah sedikit (0,5-50 nm) (Demeke dan Adam, 1994). Selain itu menurut Yu dan Pauls (1994), RAPD prosedurnya lebih sederhana. RAPD tidak memerlukan pengetahuan latar belakang genom organisme, mudah dipelajari, dan primer yang digunakan sudah banyak dikomersialkan sehingga mudah diperoleh. Kelemahan dari teknik RAPD adalah (1) tingkat reproduksibilitasnya rendah, (2) sensitif terhadap variasi dalam konsentrasi DNA, (3) memerlukan konsentrasi pimer dan kondisi siklus suhu yang optimal pada saat pengujian, dan (4) 6
tidak bisa membedakan perbedaan sekuens DNA dari fragmen-fragmen yang ukurannya hampir sama (Riedy et al. 1992). Salah satu cara untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah dengan menggunakan jenis primer yang banyak, sehingga dapat menambah kemampuan mendeteksi perubahan yang kecil dan pasangan basa DNA genom (Ishak, 1998). Pengembangan lebih lanjut dari metode RAPD dapat dilakukan dengan metode Sequence Characterized Amplified Region (SCARs). SCAR adalah fragmen DNA yang diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer spesifik yang didesain dari sekuen nukleotida dari klon fragmen RAPD yang terkait dengan ciri yang menjadi perhatian utama. Variasi polimorfisme dapat dideteksi dengan elektroporesis pada gel agarosa (Paran dan Michelmore, 1993).
D. Kegunaan RAPD pada Karakterisasi Kultivar Karakterisasi sangat diperlukan sebagai pendukung untuk perakitan tanaman unggul melalui identifikasi sumber plasma nutfah yang ada. Karakterisasi adalah pengenalan terhadap suatu hal dengan mengamati sifat–sifat tanaman. Kegiatan karakterisasi menggunakan penanda RAPD tidak hanya mengidentifikasi jenis tanaman, namun juga memberikan informasi mengenai keragaman genetik tanaman, sehingga dapat menentukan hubungan genetik dan kekerabatan antar tanaman (Sukartini, 2008). Keragaman genetika bukan hanya masalah koleksi plasma nutfah secara fisik tetapi juga masalah penilaian sejauh mana keragaman genetika tersebut diperlukan untuk kegiatan manipulasi genetika ke arah perakitan kultivar yang diinginkan serta seberapa jauh jarak genetika dari sifat-sifat yang mendukung daya hasil dari tetua yang digunakan dalam persilangan (Bangun, 2007).
7
E. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. terdapat perbedaan karakter morfologi pada jagung berondong stroberi dan berondong kuning, dan 2. terdapat keragaman genetik
pada jagung berondong stroberi dan berondong kuning
berdasarkan karakter molekuler menggunakan penanda RAPD.
8
III.
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemulian Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang dilaksakan pada bulan Mei 2014 - September 2014.
B. Bahan dan Alat Penelitian Ada dua jenis jagung berondong (Zea mays Kelompok Everta) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jagung berondong stroberi dan jagung berondong kuning. Perbanyakan bahan tanam dilaksanakan di Rumah Kawat Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, pada bulan September sampai Desember 2013, kemudian masingmasing sebanyak 90 tanaman jagung berondong stroberi
dan jagung berondong kuning
dibudidayakan di Kebun daerah Klaten, Jawa Tengah pada bulan Mei 2014 sampai Agustus 2014. Pengamatan karakter morfologi menggunakan 10 sampel tanaman dari tanaman jagung berondong stroberi dan jagung berondong kuning. Analisis molekuler berdasarkan penanda RAPD menggunakan masing-masing 10 sampel daun dari tanaman jagung berondong stroberi dan jagung berondong kuning untuk ekstraksi DNA. Bahan yang digunakan dalam budidaya tanaman jagung adalah tanah, pupuk kompos, pupuk NPK, dan insektisida. Alat-alat yang digunakan adalah polibag 35x35cm, label, alat tulis, kain basah, gunting, pot persemaian, cangkul, cethok, gembor, dan kamera. Bahan yang digunakan untuk ekstraksi DNA adalah larutan penyangga CTAB (CTAB 2%, 1,4M NaCl, 100 Mm Tris-HCl pH 8, 20 Mm EDTA pH 8, 1% PVP-40 1, dan 1% merkaptoetanol), kloroform, isoamil alcohol, sodium asetat 3M, isopropanol, dan ethanol 70%. Prosedur PCR menggunakan PCR mix Go Taq® Green (Promega), primer, aquabidest steril, dan DNA. Elektroforesis menggunakan agarosa, larutan penyangga TBE, DNA ladder (Kappa), dan DNA stain. Alat yang digunakan adalah mortar, mikrotube, mikropipet, sentrifuse, vortex, mesin penangas air (waterbath), GeneQuant (Pharmacia), mesin PCR (BOECO), mesin elektroforesis, lampu UV, dan kamera digital.
9
C. Metode Penelitian Penelitian ini terdapat dua tahapan pengamatan, yaitu tahapan pengamatan morfologi (bunga, daun, batang, tongkol, dan biji) dengan penanaman jagung berondong (jagung berondong stroberi dan kuning) dan pengamatan secara molekuler menggunakan penanda RAPD.
1. Pengamatan Morfologi a. Pengamatan Pembungaan i.
Umur berbunga jantan Jumlah hari dari tanam sampai 50% tanaman telah keluar tepung sari.
ii. Umur berbunga betina Jumlah hari dari tanam sampai 50% tanaman keluar rambut tongkol. iii. Umur kelobot mengering Jumlah hari dari tanam sampai 50% tanaman mempunyai kelobot kering. iv. Panjang malai (cm) Diukur dari titik melekatnya cabang malai terbawah sampai ujung pusat bulir (spike) setelah fase masak susu. v. Panjang tangkai bunga (cm) Jarak antara buku teratas di bawah daun bendera dengan cabang malai terbawah setelah masak susu. b. Pengamatan Tinggi i.
Tinggi Tanaman (cm) Diukur dari atas permukaan tanah sampai dasar malai. Diukur setelah masak susu.
ii.
Tinggi Tongkol (cm) Diukur dari atas permukaan tanah sampai buku di mana tongkol teratas berada. Diukur setelah masak susu.
c. Pengamatan Daun i.
Bulu pelepah daun saat berbunga
ii.
Total jumlah daun per tanaman setelah berbunga
iii.
Panjang daun (cm) 10
Diukur dari buku tempat melekatnya daun sampai ujung daun. Pengukuran daun pada daun di atas tongkol. iv.
Lebar daun Diukur pada daun yang sama yang digunakan mengukur panjang daun (iii), diambil dari titik tengah panjang daun.
v.
Bentuk ujung daun pertama (runcing/ runcing ke bulat/ bulat/ bulat ke lidah/ lidah)
vi.
Arah helaian daun dan batang (lurus/ melengkung)
d. Pengamatan Batang i.
Warna batang Diamati di antara 2 tongkol teratas pada saat berbunga.
e. Pengamatan Tongkol Setelah Panen i.
Susunan baris biji
ii.
Jumlah baris biji Dihitung jumlah baris biji di bagian tengah.
iii.
Panjang tongkol tanpa kelobot (cm)
iv.
Panjang tangkai tongkol (cm)
v.
Diameter tongkol (cm) Diukur pada bagian tengah tongkol pada tongkol teratas, di mana tongkol dipotong.
vi.
Diameter janggel (cm) Jarak antara batas terluar dengan sekam terdalam seperti tampak dalam penampang silang tongkol.
vii.
Jumlah biji per baris
viii.
Bentuk tongkol paling atas (silindris/ silindris mengerucut/ mengerucut/ bundar)
f. Pengamatan Biji Setelah Panen i.
Tipe biji
ii.
Warna biji
iii.
Bobot 100 butir (g)
iv.
Panjang butir (mm) Rata-rata 10 butir berderet-deret dari 1 baris pada bagian tengah tongkol teratas. 11
v.
Lebar butir (mm) Diukur pada 10 butir yang sama seperti iv.
vi.
Tebal butir (mm) Diukur pada 10 butir yang sama seperti iv.
vii.
Bentuk permukaan butir teratas
Tata laksana penaman jagung berondong (jagung berondong stroberi dan kuning) adalah sebagai berikut: 1. Persiapan bibit jagung berondong (jagung berondong stroberi dan kuning) Biji jagung berondong stroberi dan jagung berondong kuning dikecambahkan dalam media kain yang dibasahi. Benih yang sudah berkecambah dipindah ke dalam pot persemaian yang sudah diisi dengan media tanah yang diayak dan masing-masing pot persemaian ditanami satu tanaman. Persemaian dilakukan selama dua minggu sebelum dipindah tanam ke polibag. Penyiraman tanaman dilakukan apabila tanah sudah mulai mengering. 2. Pindah tanam bibit jagung berondong stroberi dan kuning Pindah tanam dilakukan setelah persemaian selama dua minggu. Jagung berondong dipindah tanam ke dalam polibag ukuran 35x35 cm berisi campuran tanah yang sudah diayak dan pupuk kompos dengan perbandingan 3:1.
12
3. Pemeliharaan jagung berondong stroberi dan kuning Pemeliharaan tanaman meliputi: pengairan, pembumbunan, pemupukan susulan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pengairan tanaman dilakukan tergantung keadaan tanah. Pemupukan susulan dapat diberikan 1-2 minggu sekali tergantung kebutuhan tanaman. Jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk NPK dengan cara ditaburkan pada sekeliling tanaman sebanyak per polybag. Pembumbunan dilakukan seminggu sekali. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan penyiangan secara manual (hand weeding) yang dilakukan 3-4 kali atau tergantung kondisi kebun. Pengendalian hama dilakukan secara kimiawi dengan penyemprotan insektisida.
2. Pengamatan Molekuler Berdasarkan Penanda RAPD 1. Ekstraksi DNA DNA diekstraksi dari daun yang segar dan sehat menggunakan metode CTAB (Doyle dan Doyle, 1990). Daun yang digunakan sebagai sampel dibersihkan dengan tissue. Daun tanaman jagung ditimbang dan dipotong seberat 0,1−0,5 gram, kemudian digerus dengan mortar dan ditambahkan 800 µl larutan penyangga CTAB yang sebelumnya telah diinkubasi dalam penangas air pada suhu 65 °C selama 30 menit. Larutan CTAB terdiri dari 2% CTAB, 1,4 M NaCl, 100 mM Tris-HCl pH 8, 20 mM EDTA pH 8, dan 1% PVP-40 l, dan 1% merkaptoenol). Campuran tersebut kemudian diinkubasi dalam pengangas air pada suhu 65 °C selama 60 menit dan setiap 10 menit dibolak-balik agar tetap homogen. Setelah diinkubasi, setiap sampel ditambahkan 500 µl campuran 24 kloroform: 1 isoamil alcohol (CIAA) dan divorteks selama 5 menit kemudian disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 12.000 putaran per menit (rpm). Supernatan yang terbentuk diambil dengan hati-hati dan dipindahkan ke mikrotube yang baru dan dicatat volumenya. Sodium asetat 3M ditambahkan sebanyak 1/10 dari volume supernatan tersebut dan dicampur dengan baik. Isopropanol dingin ditambahkan sebanyak 2/3 volume total (supernatan + sodium asetat) dan dicampur dengan baik dengan membolak-balik tabung. Campuran didiamkan dalam freezer selama 1 - 24 jam. Campuran disentrifus pada kecepatan 12.000 putaran per menit (rpm) selama 10 menit. Supernatan dibuang dan endapan 13
DNA dicuci dengan 500 µl etanol 70% dan disentrifus selama lima menit dengan kecepatan 12.000 putaran per menit (rpm). Supernatan dibuang dan endapan DNA dikerin-anginkan, setelah endapan DNA kering lalu disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4 °C. 2. Kuantifikasi DNA DNA dikuantifikasi menggunakan GeneQuant untuk mengetahui kosentrasi dan kemurnian DNA yang diperoleh. Referensi diatur dengan menggunakan psdH₂O. Faktor pengencer (psdH₂O) sebanyak 1998 µl dan DNA 2 µl dimasukkan dalam kurvet. Kurvet yang berisi cairan kemudian dimasukkan ke dalam GeneQuant untuk diukur penyerapan cahaya pada panjang gelombang 260 nm sehingga diketahui DNA dan rasio DNA-RNA. 3. Pengenceran Pengenceran dilakukan untuk memperoleh kosentrasi DNA yang diperlukan dalam protokol amplifikasi (PCR). Larutan DNA ditambahkan psdH₂O sehingga sesuai dengan kosentrasi yang digunakan untuk PCR (5 ng/µl). Rumus pengenceran : V1 × M1 = V2 × M2 , dengan V1 adalah volume awal DNA, M1 adalah kosentrasi DNA awal, V2 adalah volume akhir pengenceran, dan M2 adalah kosentrasi yang dibutuhkan dalam PCR (5 ng/µl).
14
4. Optimasi Suhu dan Primer Ada 10 primer yang dilibatkan dalam penyaringan (screening). Tabel 1 menyajikan data primer-primer yang digunakan dalam seleksi. Tabel 1. Primer yang digunakan dalam penyaringan No.
Primer
Sekuens dari 5’ ke 3’
1
OPA 02
TGCCGAGCTG
2
OPA 03
AGTCAGCCAC
3
OPA 16
AGCCAGCGAA
4
OPA 20
GTTGCGATCC
5
OPB 09
TGGGGGACTC
6
OPB 11
GTAGACCCGT
7
OPC 11
AAAGCTGCGG
8
OPC 07
GTCCCGACGA
9
OPD 05
TGAGCGGACA
10
OPH 18
GAATCGGCCA
Primer yang dipilih adalah primer yang menghasilkan pita polimorfik dan menghasilkan lokus dalam jumlah banyak. Lima primer yang terpilih berdasarkan kriteria tersebut selanjutnya dipakai untuk mengamplifikasi seluruh sampel DNA. Optimasi suhu penempelan primer dilakukan pada suhu 35 °C, 36 °C, 37 °C, 38 °C, dan 39 °C. Selanjutnya dipilih satu suhu sebagai suhu penempelan primer (annealing) yang menghasilkan pita paling terang. 5. Amplifikasi DNA Amplifikasi DNA dilakukan dengan reaksi berantai polymerase (PCR) untuk menggandakan sekuens DNA berdasarkan primer yang digunakan. Primer yang menunjukkan polimorfisme digunakan dalam tahap genotyping menggunakan PCR (RAPD). Amplifikasi DNA dilakukan dengan thermal clycer GeneAmp PCR system 9700 dari Applied Biosystem. Tabel 2 menyajikan tahapan reaksi amplifikasi DNA.
15
Tabel 2. Tahapan reaksi amplifikasi DNA No. Tahapan Reaksi
Suhu Reaksi (0C)
Lama Reaksi (menit)
1 Pre-heating 96 5 2 Denaturasi 94 1 3 Annealing suhu terpilih 1 4 Elongasi 72 2 5 Elongasi akhir 72 7 Keterangan: reaksi nomor 2 sampai 4 terulang sebanyak 45 kali (Soni dan Khanorkar, 2013). 6. Elektroforesis Hasil amplifikasi kemudian dielektroforesis gel dalam tegangan 100 volt selama 50 menit menggunakan 1% gel agarosa di dalam tangki elektroforesis gel yang berisi penyangga TBE pH 8 yang dipanaskan di dalam microwave sampai terlarut sempurna, kemudian ditambahkan dengan 3µ pewarna DNA (Florosafe DNA Staining). Selanjutnya, gel agarosa diangkat dari tangki elektroforesis dan divisualisasi menggunakan sinar UV dan difoto dengan kamera digital. 7. Kuantifikasi Hasil Elektroforesis Gel Pita-pita dikode berdasarkan pita hasil amplifikasi dengan nilai “1” apabila terdapat pita hasil amplifikasi dan nilai “0” apabila tidak terdapat pita hasil amplifikasi. Kode tersebut menjadi dasar analisis keragaman genetik yang memanfaatkan perbedaan pola pita amplifikasi diantara individu-individu.
16
D. Analisis Data 1. Karakter Morfologi Nilai koefisien keanekaragaman (CV) dihitung dari rerata karakter morfologi dengan rumus:
varian deviasi standar = √𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛
CV =
𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 x̅
x 100%
Keterangan: x̅ = rata-rata data xi = data ke-i n = banyak data
Perbandingan nilai dari karakter kuantitatif antara jagung berondong stroberi dengan jagung berondong kuning dianalisis uji t (α = 0,05) menggunakan perangkat lunak SAS (Statistical Analysis System for Windows 9.1.3) dengan menggunakan perintah proc ttest cochran. Pengelompokkan data berdasarkan hubungan kekerabatan atau kedekatan sifat yang diamati menggunakan perangkat lunak SAS (Statistical Analysis System for Windows 9.1.3) dengan menggunakan perintah proc cluster metode centroid RMSSTD RSQUARE dan analisis korelasi menggunakan perintah proc corr.
17
2. Karakter Molekuler Hasil kuantifikasi visualisasi pita-pita DNA dianalisis dengan software progam GENALEX v6, POPGENE 3.2., dan NTSYS 2.02. POPGENE 3.2 digunakan untuk mendapatkan presentase lokus polimorfik dapat digunakan sebagai penanda keragaman genetik di dalam populasi. Presentase lokus polimorfik dapat dihitung dengan rumus: Lokus polimorfik Dalam Aksesi
LP = Jumlah Lokus Yang Diamplifikasi
(1)
GENALEX v6 digunakan untuk menghitung nilai keragaman genetik dan jarak genetik berdasarkan Nei’s Gene Diversity (1973) dan Nei’s Original Measure of Genetic Distance (1972) dengan memanfaatkan perbedaan frekuensi alel (frekuensi pita amplifikasi) diantara individu dan populasi, sedangkan nilai rata-rata jarak genetik antara dua populasi menggambarkan keragaman genetik antar populasi. Nilai keragaman genetik untuk data dominan dihitung berdasarkan nilai heterozigot. Nilai heterozigot menggambarkan frekuensi alel heterozigot dari suatu lokus tertentu dalam suatu populasi bersari bebas. Heterozigositas suatu lokus dapat dihitung dengan rumus: 2 h = ∑m i=1 xi
(2)
lambang h menunjukkan nilai heterozigositas pada suatu lokus, m adalah banyaknya alel yang teramati untuk lokus itu, xi2 menggambarkan frekuensi populasi dari alel ke-i, pada lokus itu. Heterozigositas rata-rata alel dari semua lokus individu dapat dihitung dengan rumus: H = Σ hj / r
(3)
Keterangan: H = heterozigositas rata-rata Hj = heterozigositas pada lokus ke-j r
= banyaknya lokus yang diukur rata-ratanya Heterozigositas total atau total variasi genetik (Ht) adalah jumlah dari variasi
genetik dalam-populasi (Hs) dan variasi genetik antarpopulasi (Dst). Ht = Hs + Dst , sehingga Dst = Ht -Hs
(4)
Ht dihitung menggunakan rumus (2) dan (3) menggunakan rata-rata frekuensi alel dari populasi jagung berondong stroberi dan jagung berondong kuning , sedangkan nilai Hs dihitung dari nilai heterozigositas berdasarkan frekuensi alel masing-masing populasi (H)
18
menggunakan rumus (2) dan (3). Koefisien variasi genetik (Gst) menunjukkan perbandingan variasi genetic antarpopulasi (Dst) dengan total variasi genetik (Ht). Gst =
Dst Ht
Nilai jarak gentik (D) dapat digunakan untuk pengelompokkan populasi yang dapat dihitung dengan Neil’s genetic distance: D = ̶ ln [
Jxy 0,5
]
JxJy
, dengan nilai D yang
digunakan untuk menghitung perbedaan frekuensi alel yang sama antara pasangan populasi. Jxy adalah frekuensi dari kejadian dua alel yang masing-masing bersal dari populasi X dan Y identik. Jx adalah frekuensi dari kejadian ditemukan dua alel identik dalam populasi X yang randong mating. Jy adalah frekuensi dari kejadian ditemukan dua alel identik dalam populasi Y yang randong mating. Analisi klaster dengan perangkat lunak NTSYS 2.02. menggunakan metode UPGMA (Unweight Pair - Group Method With Arithmetic Averaging) untuk mengetahui hubungan kekerabatan genetik antar individu dari populasi yang ditampilkan dalam bentuk dendogram hubungan kekerabatan tanaman. Analisis Koordinat Utama (Principal Coordinates Analysis, PCoA) dengan perangkat lunak GENALEX v6 digunakan untuk mengetahui kedekatan individu berdasarkan kemiripan.
19