I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai penduduk terbesar di dunia. Masalah kependudukan merupakan salah satu masalah dalam pembangunan secara nasional di Indonesia. Selain jumlah yang besar, ketidakmerataan sumber daya manusia serta tingkat pendidikan yang rendah, hal ini juga terlihat dari tingkat produktivitas tenaga kerja yang masih rendah. Bila dikaitkan lapangan pekerjaan dengan kependudukan di Indonesia, masalahnya adalah semakin tinggi jumlah penduduk Indonesia akan tetapi semakin sempit lapangan pekerjaan yang tercipta. Keberhasilan dari pembangunan ekonomi suatu bangsa bergantung pada sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dilihat dari dua sumber daya tersebut, sumber daya manusia yang paling penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Potensi sumber daya manusia pada hakekatnya merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Namun selama ini masih dirasakan bahwa potensi sumber daya manusia tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal, mengingat sebagian besar dari angkatan kerja tingkat keterampilan dan pendidikannya masih rendah. Keadaan tersebut masih besar pengaruhnya terhadap sikap mental tenaga kerja dilingkungan kerjanya yang berakibat rendahnya hasil kerja. Hal ini berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan dan kesejahteraannya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi solusi dari masalah tingkat pendapatan dan tingkat kesejahteraan. Pelatihan, pendidikan, kursus, dan pemberdayaan pada hakekatnya akan mampu mengungkapkan potensi yang dimiliki setiap individu, sehingga akan mnyumbangkan
keberdayaannya
terhadap
masyarakat
sekitar
(Sinungan, 2005). Pengembangan sumber daya manusia (Human Resources Development) bertumpu pada dua aspek penting sebagai masukan dalam peningkatan produktivitas yaitu faktor kesehatan (perbaikan gizi) dan faktor pendidikan
1
2
secara umum. Tercapainya kualitas sumber daya manusia yang tinggi tergantung dari pemenuhan masukan (input) terhadap produktivitas dan potensi sumber daya manusia. Peningkatan produktivitas tenaga kerja juga ditentukan oleh komposisi umur dan tingkat pendidikan penduduk suatu negara, akhirnya memegang peranan utama dalam menentukan ukuran besarnya angkatan kerja yang terserap dalam industri-industri pada suatu negara. Kemajuan perekonomian
suatu
negara
tidak
terlepas
dari
produktivitas
kerja
penduduknya. Produktivitas itu sendiri harus didukung oleh tingkat investasi dan sumber daya manusia yang memadai (Simanjuntak, 2001). Pembangunan ekonomi selalu diidentikkan dengan beralihnya kegiatan pertanian ke kegiatan non-pertanian. Hal ini berdasarkan pendekatan sektoral, yakni dari sektor pertanian yang berlanjut ke sektor industri. Pengembangan industri di negara berkembang seperti di Indonesia menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi. Untuk menjembatani sektor yang strategis antara sektor pertanian, industri, perdagangan, dan investasi yang didukung oleh pengembangan prasarana ekonomi dan kualitas sumberdaya manusia maka semua tercakup dalam konsep Agroindustri. Agroindustri merupakan industri yang mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi barang yang mempunyai nilai tambah yang dapat di konsumsi oleh masyarakat. Agroindustri adalah suatu kegiatan yang mengolah bahan yang dihasilkan dari usaha pertanian luas, baik dari pertanian tanaman pangan, maupun non pangan, peternakan maupun perikanan (Kusnandar, dkk. 2010). Pembangunan industri kecil dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat erat sekali kaitannya. Peningkatan kapasitas produksi suatu industri kecil dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya manusia yang digunakan. Pembangunan berdimensi manusia menunjukan keunggulan dibandingkan pembangunan yang menonjol sisi sumber daya alam. Sumber daya manusia menentukan apakah suatu sumber daya dapat berfungsi dengan optimal atau tidak. Pembangunan sumber daya manusia diupayakan melalui investasi manusia, yaitu peningkatan pendidikan dan kemampuan seluruh masyarakat.
3
Pembangunan sumber daya manusia suatu daerah dapat dimulai dengan melihat banyaknya tenaga kerja yang terserap menurut lapangan usaha. Penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Sukoharjo menurut lapangan usaha utama dapat dilihat pada tabel dibawah: Tabel 1. Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013 (Orang) Jenis Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Komunikasi Lembaga Keuangan Jasa Jumlah
Laki-laki Perempuan 37.683 10.919 0 675 62.968 63.810 590 0 30.486 398 47.014 55.754 10.233 1.712 9.240 3.537 32.538 37.719 230.752 174.524
Jumlah 48.602 675 126.778 590 30.884 102.768 11.945 12.777 70.257 405.276
Sumber : BPS, Sukoharjo Dalam Angka, 2014 Berdasarkan Tabel 1 tenaga kerja yang terserap paling banyak ada pada sektor industri pengolahan. Terdapat 62.968 tenaga kerja laki-laki dan 63.810 tenaga kerja perempuan dengan jumlah tenaga kerja sebesar 405.276 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memang menjadi tumpuan sebagai penyerap tenaga kerja yang paling banyak di Kabupaten Sukoharjo. Berkembangnya industri akan membuka kesempatan kerja bagi masyarakat. Tidak hanya industri dengan teknologi yang canggih saja, akan tetapi industri dengan skala kecil/rumahan juga akan mampu menyerap lapangan pekerjaan di daerah tersebut. Industrialisasi di pedesaan semakin berkembang pesat, hal ini akan mempengaruhi masyarakat desa dalam memandang masalah ekonomi. Masuknya industri di pedesaan membawa dampak positif yakni masyarakat akan banyak terserap tenaga kerjanya. Penyerapan tenaga kerja ini tidak hanya terjadi pada tenaga kerja laki-laki akan tetapi juga terjadi penyerapan tenaga kerja wanita. Menurut Statistik Daerah Kabupaten Sukoharjo (2014) Industri pengolahan di Kabupaten Sukoharjo tercatat sebanyak 16.852 unit, terdiri dari 97,75% industri dengan skala usaha kecil, 1,63% industri berskala menengah,
4
serta industri yang berskala besar sebanyak 0,62%. Berdasarkan jenis usaha, industri pengolahan di Sukoharjo terdiri dari 41,68% merupakan industri agro dan hasil hutan, 32,41% merupakan industri kimia, logam, mesin, dan elektro dan selebihnya industri tekstil dan aneka sebesar 25,91%. Industri pengolahan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 33,21% pada industri agro dan hasil hutan, 19,42% pada industri kimia, logam, mesin, dan elektro dan 47,36% pada industri tekstil dan aneka. Industri rotan sangat cepat berkembang di daerah Sukoharjo terutama di Desa Trangsan. Industri ini sudah ada sejak tahun 1960-an, sehingga industri rotan di Desa Trangsan sudah lama berdiri. Sejak diumumkam oleh Menteri Penerangan Harmoko pada tahun 1988 Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo ditetapkan sebagai desa sentra kerajinan rotan, nama desa ini pun semakin dikenal. Era kejayaan industri rotan di Desa Trangsan terjadi pada tahun 90-an. 70% warganya menjadi pengusaha rotan yang mendapat orderan dari luar negeri. Hasil dari industri rotan Desa Trangsan sudah mampu diekspor ke luar negeri seperti negara-negara Eropa, Jepang, Korea, Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Mesir. Produk yang diekspor diantaranya meja, set kursi makan, set kursi tamu, rak/buffet, penyekat dinding dan sebagainya. Banyaknya industri rotan yang didirikan oleh warga Trangsan membuat terciptanya lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja warga sekitar desa bahkan luar desa. Industri rotan mampu menyerap tenaga kerja, baik dari warga sekitar maupun warga luar daerah. Banyak pandatang yang dari luar daerah datang ke desa Trangsan untuk mencari nafkah dan bekerja sebagai pengrajin rotan. Mereka datang dari luar daerah seperti Wonogiri, Gunung Kidul, Yogyakarta, Blora, Grobogan, Pacitan. Rata-rata mereka yang datang dari luar daerah berusia muda dan berpendidikan rendah. Banyak diantara tenaga kerja yang dari luar daerah akhirnya menikah dengan warga Trangsan dan menetap di desa Trangsan bahkan ada juga yang mampu menjadi pengusaha rotan di desa. Krisis ekonomi yang sempat terjadi di Indonesia pada tahun 1998 menyebabkan banyak pengusaha rotan yang gulung tikar. Setelah
5
itu industri ini mengalami pasang surut. Di awal tahun 2000-2006 tercatat sekitar 500 pengusaha industri rotan. Akan tetapi hingga saat ini hanya tersisa sekitar 190 pengusaha industri rotan. Begitu juga dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri rotan yang semakin menurun jumlahnya. Masalah berawal dari bahan baku, ketersediaan tenaga kerja sampai persaingan produk dari luar negeri. Bahan baku rotan saat ini harganya mahal sedang persaingan yang terjadi semakin ketat. Terlebih lagi ketersediaan tenaga kerja pada industri rotan yang semakin sulit diperoleh. Produk rotan dari Indonesia juga mendapat saingan produk rotan dari China, harganya lebih murah jika dibandingkan dengan harga produk rotan dari dalam negeri. Sehingga hanya beberapa pengusaha rotan yang mampu bertahan menjalankan usahanya. Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja Pada Industri Rotan di Desa Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo No. 1 2 3 Jumlah
Desa Trangsan Luwang Mayang
Kecamatan Gatak Gatak Gatak
Jumlah Tenaga Kerja 357 324 5 686
Sumber: Data Primer Menurut Nur Thoriq (2011) dengan adanya pengusaha rotan di Desa Trangsan menimbulkan pengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Trangsan. Adapun pengaruh yang ditimbulkan adalah dapat menambah penghasilan atau pendapatan, dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sehingga laju urbanisasi dapat ditekan. Industri rotan juga mampu menarik masyarakat luar Sukoharjo untuk mencari lapangan pekerjaan di bidang ini. Hal ini terbukti dengan banyaknya pekerja yang berasal dari luar wilayah Sukoharjo. Industri rotan di Desa Trangsan terdiri dari 90% industri mikro dan kecil dan sisanya industri menengah. Industri rotan di Desa Trangsan memliliki keunikan tersendiri dalam menjalankan usaha. Di sini sudah terdapat klaster bahan baku rotan yang bekerja sama dengan penyuplai bahan baku rotan dan petani rotan dari Sulawesi dan Kalimantan. Dalam proses tahapan pengerjaan, dibagi menjadi beberapa bagian yakni bagian produksi kerangka, bagian anyam
6
kerangka, dan bagian finishing. Bagian produksi kerangka dan anyam antara industri yang satu dengan yang lain bisa berbeda. Misalnya, industri A hanya sebagai industri penyedia jasa bagian produksi kerangka sedang industri B hanya sebagai penyedia jasa bagian anyam kerangka dari industri A. Sehingga walau berbeda produksinya akan tetapi antar industri masih saling bekerjasama. Namun ada juga satu industri rotan menyelesaikan proses secara keseluruhan dari produksinya. Sebagai contoh industri C memproduksi kerangka sekaligus menyediakan jasa anyam dan finishing. Hanya saja tenaga kerja di masing-masing bagian berbeda. Jika dilihat dari jenis produksinya, industri rotan juga memiliki keunikannya yakni jenis produksi antar industri bisa berbeda. Hal ini tergantung pemesanan dari pelanggan dan buyer masing-masing industri rotan. Sehingga jenis produksi yang dihasilkan industri rotan Desa Trangsan ini berbeda-beda. Hasil dari produksi rotan Desa Trangsan diantaranya set kursi tamu, set kursi makan, buffet, penyekat dinding, rak, dan parsel. Set kursi tamu dan set kursi makan ada banyak jenis dan nama yang berbeda tergantung dari modelnya. Karena keterbatasan kondisi di lapangan yang ada peneliti bermaksud untuk meneliti produktivitas tenaga kerja industri rotan di bagian produksi kerangka. Objek yang diteliti adalah kerangka kursi tamu dengan bentuk atau model Bonsun. B. Rumusan Masalah Desa Trangsan merupakan sentra industri rotan sejak tahun 1960-an dan telah banyak menyerap tenaga kerja baik tenaga kerja lokal maupun tenaga kerja interlokal. Sebelum adanya kebijakan tentang ekspor rotan mentah, industri rotan di Desa Trangsan mencapai puncak kejayaan di tahun 90-an. Namun, setelah adanya kebijakan tentang ekspor rotan mentah industri rotan perlahan-lahan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh bahan baku rotan yang sulit didapatkan dan jika ada harga dari rotan sangat mahal. Apalagi ketersediaan tenaga kerja yang semakin sulit diperoleh, belum lagi persaingan yang terjadi. Para pelaku industri rotan dari Indonesia harus bersaing dengan negara luar. Persaingan didalam bisnis selain dari teknologi, sumber daya
7
manusia berperan penting dalam mempertahankan eksistensinya di dunia bisnis. Dalam setiap kegiatan, seluruh sumber daya mempunyai peran yang menentukan tingkat produktivitas maka perlu diatur dan dikelola. Peningkatan produktivitas hanya mungkin dilakukan oleh manusia. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi beberapa faktor baik itu internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada pada diri individu yaitu umur, temperamen, keadaan fisik individu, dan motivasi. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu yaitu waktu istirahat, upah, lingkungan sosial serta bentuk organisasi. Jumlah industri rotan mengalami penurunan yang disebabkan oleh masalah bahan baku rotan dan ketersediaan tenaga kerja membuat produksi dari industri rotan mengalami penurunan. Selain itu, industri rotan Indonesia menghadapi persaingan dari luar negeri yakni China dan Taiwan. Selain mendapat saingan dari produk luar, selera konsumen yang yang beralih ke produk berbahan baku plastik juga turut berpengaruh pada daya saing industri rotan. Hal ini tentu saja menuntut para pelaku usaha industri rotan dan tenaga kerja yang terlibat pada industri ini untuk meningkatkan produksi demi memenuhi kebutuhan pasar dan menjaga eksistensi industri rotan di Indonesia maka perlu untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada industri rotan. Pada kenyataannya produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan faktor internal. Untuk itu perlu dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pada industri rotan yaitu pendidikan, umur, lama kerja, jumlah tanggungan keluarga, upah, dan insentif. Beranjak dari masalah tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah tingkat pendidikan, umur, lama kerja, jumlah tanggungan keluarga, upah, dan insentif berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja pada industri rotan di Desa Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo? 2. Faktor mana yang paling dominan antara pendidikan, umur, lama kerja, jumlah tanggungan keluarga, upah, dan insentif terhadap produktivitas
8
tenaga kerja pada industri rotan di Desa Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh pendidikan, umur, lama kerja, tanggungan keluarga, upah dan insentif terhadap produktivitas tenaga kerja pada industri rotan di Desa Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo. 2. Mengetahui faktor yang dominan antara pendidikan, umur, lama kerja, jumlah tanggungan keluarga, upah dan insentif terhadap produktivitas tenaga kerja pada industri rotan di Desa Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo. D. Kegunaan Penelitian Penelitian Analisis faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pada industri rotan ini diharapkan dapat memberi kegunaan sebagai berikut : a. Bagi Peneliti Bagi peneliti kemanfaatan dari penelitian ini adalah untuk menambah
wawasan
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja pada industri rotan di Desa Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo. b. Bagi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo Bagi pemerintah Kabupaten Sukoharjo penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan dan sebagai bahan pertimbangan tentang kebijakan tentang ketenagakerjaan. c. Bagi Pengusaha Industri Bagi pengusaha industri kegunaan yang mungkin didapatkan adalah memperoleh masukan atau sebagai bahan pertimbangan bagi pemilik usaha industri rotan dalam menentukan kriteria terkait pengaturan tenaga kerja yang berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja
9
d. Bagi Pembaca Bagi pembaca, penelitian ini secara khusus memberi manfaat untuk memperluas
wawasan
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
produktivitas tenaga kerja pada industri rotan di Desa Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo.