PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sudah menjadi kebutuhan vital bagi makhluk hidup. Tidak hanya untuk mandi atau mencuci, tapi kebutuhan akan air bersih juga diperlukan untuk konsumsi, sehingga beberapa faktor harus sangat diperhatikan agar air dapat dikonsumsi. Pada dasarnya secara alami air bersih yang berasal dari sumber air, seperti mata air (spring) atau air tanah (ground water) mengandung unsur organik maupun anorganik. Akan tetapi seiring dengan pertumbuhan populasi makhluk hidup, ketersediaan air bersih berkurang dan mengalami pencemaran, baik secara biologis maupun kimiawi (eutrofikasi) (Horne and Goldman, 1994, Atasoy et al., 2011). Pada umumnya air di muka bumi ditemukan dalam 2 bentuk (badan air), yaitu air yang mengalir (lotic) dan air yang tertampung/terbendung (lentic). Perairan lotik, seperti sungai biasanya dimanfaatkan dalam berbagai aspek, contohnya untuk mengairi sawah, PLTA, atau dibendung menjadi sebuah waduk simpanan. Yang kedua adalah badan air yang berupa genangan (lentic), seperti danau, waduk atau bendungan dan lautan., merupakan salah satu bentuk tampungan atau simpanan air, baik karena membendung aliran sungai atau dari sumber mata air, maupun menampung air hujan. Dari segi sosialekonomi, badan air lentik biasanya dimanfaatkankan airnya sebagai sumber air bersih, baik untuk konsumsi maupun keperluan lain. Selain itu, juga dimanfaatkan untuk mengairi sawah dan ladang, bahkan menjadi sumber air di tambak ikan. Di beberapa wilayah, danau/waduk juga biasanya dimanfaatkan untuk memelihara ikan dalam keramba-keramba apung (Horne and Goldman, 1994). Badan air tergenang tidak hanya berupa danau/waduk tetapi juga dapat berupa kolam mata air (spring), dimana airnya berasal dari air tanah (ground water). Air tanah dapat naik dan muncul ke permukaan tanah disebabkan oleh adanya daya kapilaritas sistem perakaran pohon terhadap air. Sistem perakaran pada pepohonan ini menyediakan sebuah sistem yang mampu mengikat, menahan serta menyimpan air tanah. Kemudian dengan adanya daya kapilaritas akar pohon, maka air tanah ini dapat naik ke permukaan tanah. Ketersediaan air tanah ini sendiri sangat bergantung dengan sistem peresapan air (watershed system) yang terletak di area lereng pegunungan. Terjadinya kerusakan atau gangguan di area watershed seperti penebangan hutan, pertanian di lereng gunung, serta
kegiatan lain yang menghasilkan limbah orgnaik dapat mempengaruhi kualitas maupun kuantitas air tanah. Limbah organik tersebut akan terbawa aliran air hujan dan masuk ke dalam aliran sungai atau meresap ke dalam tanah sehingga mempengaruhi status nutrien di dalam air. Perubahan status nutrien dalam air tersebut mengakibatkan meningkatnya populasi fitoplankton dan akan memicu turunnya kualitas air. Oleh karena itu untuk menjaga kelestarian sumber mata air bersih, maka sangat diperlukan pengelolaan wilayah resapan air yang sesuai sebab ketersediaan air bersih bergantung dengan kondisi daerah resapan airnya (Barbour et al., 1987, Horne and Goldman, 1994).
Gambar 1. Kolam sumber Umbul Cokro Umbul Nilo dan Cokro merupakan contoh mata air atau umbul yang terletak di Desa Tulung, Klaten, Jawa Tengah. Kedua umbul ini merupakan umbul yang sumbernya berasal dari watershed di Gunung Merapi dan airnya keluar dari lubang-lubang tanah yang berada di dasar kolam (ground water). Kolam sumber Umbul Nilo memiliki air yang jernih serta debit air yang tinggi, di dalam kolam tersebut dapat ditemukan ikanikan kecil dan udang jenis Macrobrachium yang hidup bebas dan tidak pernah diberi pakan apapun. Debit air yang tinggi cenderung membuat ikan maupun udang ini hanyut
terbawa arus menuju aliran sungai di sekitarnya, sehingga di dalam kolam tidak dapat ditemukan ikan dengan ukuran besar. Airnya yang melimpah juga dimanfaatkan masyarakat sekitar salah satunya untuk pengembangan budidaya ikan air tawar, yaitu ikan Nila (Oreochromis nilotictus). Air yang melimpah dari Umbul Nilo juga dimanfaatkan dan dikelola PDAM Klaten, menjadi sumber air minum bagi masyarakat sekitar Klaten. Oleh masyarakat sekitar Umbul Nilo, kolam sumber air juga dimanfaatkan untuk mencuci serta kolam pemandian umum. Berbeda dengan Umbul Nilo, kolam sumber air Umbul Cokro yang terletak tidak jauh dari Umbul Nilo memiliki kolam sumber air yang tertutup. Selain itu, air kolam Umbul Cokro tidak dimanfaatkan untuk mengairi kolam ikan atau mencuci. Air kolam Umbul Cokro yang jernih dan dingin dengan debit air yang tinggi, dimanfaatkan oleh pemerintah Klaten melalui Dinas Pariwisata menjadi sebuah objek wisata yang cukup dikenal, selain itu air dari Umbul Cokro juga dikelola oleh Pemerintah Solo melalui dinas PDAM Surakarta untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah Solo. Di dalam kolam sumber air Umbul Cokro dapat ditemukan sejumlah ikan Mas (Cyprinus carpio) yang dengan sengaja dipelihara di dalam kolam.
Gambar 2. Kolam sumber Umbul Nilo: pemanfaatan kolam sumber Umbul Nilo sebagai kolam pemandian (a), untuk mencuci pakaian atau kendaraan (b)
Kolam budidaya air tawar Cangkringan (UKBAT Cangkringan), merupakan salah satu instansi Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi D. I. Yogyakarta yang bergerak dalam bidang pengembangan perikanan air tawar. Sebagai balai pengembangan perikanan di wilayah D. I. Yogyakarta, UKBAT Cangkringan menjadi penyedia bibit ikan bagi petani ikan, sekaligus menyediakan permintaan pasar Jawa akan konsumsi ikan air tawar. Untuk itu UKBAT Cangkringan selalu mempertahankan kestabilan dan mengupayakan peningkatan kuantitas maupun kualitas produksi perikanannya, Selain itu ikan dari UKBAT Cangkringan juga digunakan sebagai objek kajian penelitian. Salah satu cara untuk meningkatkan serta menjaga hasil panen ikan, yaitu dengan meningkatkan kualitas serta kuantitas pakan yang diberikan. Di UKBAT Cangkringan ikan diberikan 2 jenis pakan, yaitu plankton serta pakan tambahan yang berupa pelet ikan khusus yang kandungan dan perbandingan nutrisinya sesuai bagi pertumbuhan ikan. Kolam-kolam di UKBAT Cangkringan menerima input air dari sebuah sungai kecil yang berada di dekatnya. Diduga dalam aliran air sungai ini telah mengandung hara yang berasal dari detritus sepanjang aliran sungai serta hara dari limpasan pupuk pertanian, karena area sekitar sungai adalah lahan persawahan.
Gambar 3. Kolam ikan Umbul Nilo: stasiun II (a), stasiun III (b), stasiun IV (c) Salah satu faktor yang membedakan kedua badan air ini adalah debit air. Tingginya debit air di Umbul Cokro maupun Nilo membuat air di dalam umbul selalu berganti (siklusnya cepat), keadaan ini membuat umbul tetap dalam kondisi oligotrofik dan airnya jernih, meskipun diberi pelet ikan ataupun airnya digunakan untuk mencuci (tercemar bahan sabun bahkan deterjen), kualitas air masih terpelihara. Sementara itu UKBAT Cangkringan yang merupakan tambak produktif dengan debit air yang kecil, kolamkolamnya dijaga agar selalu dalam kondisi eutrofik, sebab kondisi ini mendukung pertumbuhan ikan di dalamnya. Menurut Medvinsky et al. (2002), sisa pelet serta bangkai ikan di dasar kolam mempengaruhi ketersediaan nutrien dalam air, padahal kehadiran dan kemelimpahan plankton sangat bergantung pada faktor nutrien. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikaji mengenai faktor kimiawi air, yaitu nutrien yang terlibat dalam kontrol populasi plankton, antara mata air bersih dengan tambak ikan produktif, yaitu Umbul Cokro dan Nilo yang terletak di Desa Tulung Klaten dengan UKBAT Cangkringan di Sleman Yogyakarta.
Gambar 4. UKBAT Cangkringan: inlet (A), kolam pembesaran ikan (B) (Arumsari, 2015) B. Permasalahan Mata air Umbul Cokro dan Nilo merupakan contoh mata air alami yang masih bersih (oligotrofik), sedangkan UKBAT Cangkringan merupakan kolam tambak budidaya produktif yang kondisi airnya cenderung eutrofik. Diduga sumber air di Umbul Cokro dan Nilo maupun di UKBAT Cangkringan berasal dari daerah resapan air di kawasan lereng Gunung Merapi. Akan tetapi pada pemanfaatannya air yang masuk ke UKBAT
Cangkringan mengalami pengayaan nutrien (nourishment), sedangkan air di U. Cokro dan Nilo tidak. Kedua jenis badan air ini jelas memiliki kadar bahkan kandungan nutrien yang berbeda, dan akan mempengaruhi komposisi dan densitas plankton. Namun sayang sekali bahwa informasi mengenai studi perbandingan jenis dan kemelimpahan plankton di antara mata air dengan tambak produktif masih minim. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah keanekaragaman dan kemelimpahan plankton di Umbul Cokro dan Nilo, Klaten dibandingkan dengan inlet dan kolam pembesaran ikan UKBAT Cangkringan? 2. Spesies plankton apa yang paling melimpah di Umbul Cokro, Nilo serta UKBAT Cangkringan? 3. Faktor apa saja yang mempengaruhi keanekaragaman dan kemelimphan plankton di lokasi kajian?
C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mempelajari serta membandingkan keanekaragaman dan kemelimpahan spesies plankton baik di Umbul Cokro serta Nilo dan juga di UKBAT Cangkringan. 2. Mengetahui spesies fitoplankton maupun zooplankton yang melimpah di Umbul Cokro, Nilo serta UKBAT Cangkringan. 3. Mengetahui
faktor
yang
mempengaruhi
keanekaragaman
dan
kemelimpahan plankton di umbul Cokro, Nilo dan UKBAT Cangkringan.
D. Manfaat Manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai jenis-jenis plankton yang berhabitat di mata air (badan air oligotrofik) dengan tambak produktif (badan air eutrofik) dengan tujuan mampu memahami langkah-langkah tepat yang dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha menjaga kelestarian air bersih (clear water management for sustain). Selain itu, juga diharapkan dipahami pula informasi mengenai pengelolaan tambak ikan air tawar yang
tepat dan sesuai agar hasil perikanan meningkat serta memiliki produktifitas yang tinggi dan bertahan lama.