1
PENATAAN PERMUKIMAN TEPI SUNGAI BONE SEBAGAI TEMPAT WISATA AIR KABUPATEN BONE BOLANGO Wahyu Widiyaningsi Talaa¹, Ernawati², Muh. Rijal Syukri³ ¹Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected] ²Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected] ³Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Gorontalo Email:
[email protected]
INTISARI Kawasan tepian sungai merupakan salah satu bagian dari kota yang sangat berpotensi untuk dijadikannya suatu kawasan yang hidup, bertempat tinggal dan tempat berkumpul masyarakat. Seiring dengan perkembangan kota, banyak masalah-masalah yang terjadi dilingkungannya. Pemanfaatan penggunaan lahan tepian sungai sebagai tempat bermukim yang tidak tertata, pemandangan kumuh dan kurang terkontrolnya penggunaan lahan tepian sungai merupakan sebagian kecil dari permasalahan yang ada. Pengembangan potensi kawasan dengan konsep Waterfront City adalah salah satu alternatif pengembangan ruang yang lebih efektif dan efisien dengan pemanfaatan lokasi sebagai area wisata air dan fasilitasnya. Untuk itu, maka Penataan Permukiman Tepi Sungai Bone sebagai Tempat Wisata Air Kabupaten Bone Bolango dianggap perlu sebagai upaya penataan kawasan dan memanfaatkan potensi wisata air. Dalam perencanaan penataan sebuah kawasan perlu dilakukan rancangan secara detail dan mendalam disesuaikan dengan karakter fisik kawasan. Penataan permukiman tepi sungai ini mengambil konsep Waterfront City dipadukan dengan tema Arsitektur Hijau. Konsep ini diterapkan dengan maksud mengeorientasikan segala aktivitas maupun bangunan ke sungai/air dengan memperkuat suasana alamiah sungai agar lebih hidup. Konsep ini sangat memperhatikan unsur sungai dan permukiman, sehingga penerapan prinsip-prinsip Arsitektur Hijau dibutuhkan untuk memperkuat perpaduan karakter kawasan dan alam dengan menjadikan kawasan sebagai orientasi kehidupan bermukim yang ramah lingkungan dan menyatu dengan alam. Kata Kunci : Penataan Permukiman Tepi Sungai, Waterfront City, Sungai, Arsitektur Hijau.
ABSTRACT Regional banks of the river is one part of the city which has the potential for an area that maketh alive, residing and community gathering place. Along with the development of the city, many of the problems that occur in their environment. Utilization of land use as a living river banks that
2
are not organized, scenic seedy and less uncontrolled land use river banks is a fraction of the existing problems. The development potential of the region with the concept of Waterfront City is one of the alternative development space more effectively and efficiently with the use of location as an area of water attractions and amenities. For that, the Settlement Arrangement Riverside Bone as Bone Places Water District Bolango deemed necessary as a regional arrangement and exploit the tourism potential of the water. In structuring a regional planning is necessary to design every detail tailored to the physical character of the area. Riverside settlements have taken the concept of Waterfront City, combined with the theme of Green Architecture. This concept is applied for the purpose mengeorientasikan all the activities and buildings to the river / water by strengthening the natural atmosphere of the river to make it more alive. This concept is very concerned about elements of the river and settlements, so that the application of the principles of green architecture is needed to strengthen blend with the natural character of the area and make the area as the orientation of living life that are environmentally friendly and integrated with nature. Keywords: Settlement Arrangement Riverside, Waterfront City, River, Green Architecture.
3
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota selalu dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi dilingkungannya. Tuntutan akan pemenuhan fasilitas kota terhadap tingginya kebutuhan penduduk serta adanya keterbatasan lahan diperkotaan, menyebabkan pemanfaatan ruang kota mengalami dilema dalam pengendaliannya. Alih fungsi ruang kota dan semakin tidak terkendalinya pemanfaatan kawasan-kawasan yang tidak terawasi seperti kawasan tepi air sungai atau yang lebih umum dengan istilah bantaran/stren sungai merupakan suatu masalah yang dihadapi oleh kota yang memiliki daerah aliran sungai. Sungai sebagai salah satu kondisi fisik dasar yang terdapat pada suatu daerah menjadi suatu bagian yang tidak terpisahkan bagi tumbuh dan berkembangnya suatu kota. Pemanfaatan sungai sebagai jalur transportasi akan mengakibatkan penggunaan lahan yang bervariasi pada bagian tepinya, dimana penggunaan lahan tepian ini selain memberi dampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan kota tapi juga bisa memberikan dampak negatif atau permasalahan kota. Pemanfaatan penggunaan lahan kawasan tepi air sungai saat ini sudah tidak terkontrol dan sangat memprihatinkan. Adanya kepadatan bangunan yang tinggi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang minim, kualitas visual yang terkesan kumuh, kerawanan terhadap bahaya banjir dan tanah longsor, penggerukan pasir, penggundulan tanaman pelindung bibir sungai, serta pembuangan sampah rumah tangga yang mencemari sumber daya air sungai dan sekitarnya mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan fisik serta kualitas air sungai yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh segenap warga kota untuk kebutuhan mereka sendiri. Upaya-upaya penataan kawasan yang sudah terlanjur kumuh ini permasalahannya bukan hanya sekedar perancangan fisik ruang saja tetapi justru permasalahan lingkungan dan sosial merupakan masalah krusial yang sulit untuk diatasi dalam waktu yang relatif singkat.
Kabupaten Bone Bolango mempunyai 2 (dua) aliran sungai besar, yaitu sungai Bone dan sungai Bolango. Keduanya bermuara pada satu tempat yaitu Teluk Tomini dengan didominasi 80 % wilayahnya memiliki kemiringan > 40%, sehingga jika kawasan hulu dari catchment areanya tidak dikelola secara tepat, sungai ini rentan terhadap degradasi. Upaya pelestarian kawasan tepi
sungai ini sangat dibutuhkan, tentunya untuk menciptakan keindahan, kesehatan dan kenyamanan bertempat tinggal di kawasan tepi sungai Bone. Selain untuk itu, kawasan ini juga dapat dijadikan objek wisata air. Berdasarkan berbagai hal di atas, maka dirasa perlu adanya penelitian yang bertujuan agar permukiman tepian sungai tidak berkembang menjadi permukiman kumuh. Konsep Waterfront City sebagai salah satu alternatif pengembangan ruang yang berorientasi pada pemanfaatan air sehingga pemanfaatan lahan di pinggir sungai lebih efektif dan efisien. Misalnya dikembangkan sebagai wisata air dengan penataan permukiman yang ada. Potensi wisata yang bisa dikembangkan antara lain, perahu dayung, wisata kuliner, taman kota, taman budaya, jogging track, jalur olahraga bersepeda dan wisata air lainnya. Semua potensi yang bisa dikembangkan ini menjadi wadah yang mampu menggerakkan potensi ekonomi dan pada akhirnya mensejahterakan masyarakat sekitar. Sehingga setiap upaya dalam perbaikan keadaan kawasan sekitar sungai Bone patut mendapat dukungan dari semua pihak.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah :
4
Bagaimana menata permukiman penduduk tepi sungai Bone ? • Bagaiamana merancang bangunan fasilitas pendukung objek wisata air ? • Bagaiamana merancang area permukiman tepi sungai Bone dengan menggunakan konsep Arsitektur Hijau ? C. Tujuan Tujuan perencanaan objek rancangan ini adalah : • Untuk menghasilkan rancangan kawasan permukiman tepi sungai Bone yang tertata. • Adanya bangunan fasilitas pendukung objek wisata air. • Terciptanya suasana alam yang hijau dan natural dengan mengambil konsep Arsitektur Hijau. •
D. Sasaran Pembahasan Secara arsitektural, sasaran pembahasan untuk mendapatkan secara terperinci mengenai hal-hal berikut : • Konsep Penataan, meliputi: Konsep Analisa Lokasi Permukiman dan Perumusan Konsep Penataan Permukiman Tepi Sungai Bone Konsep Orientasi Bangunan Konsep Tata Massa Konsep Tata Kawasan dan Pola Penataan Ruang Luar (Landscape)/RTH Konsep Sistem Aksessibilitas Kawasan Konsep Bentuk Permukiman dan Penampilan Bangunan Konsep Sistem Struktur Perlindungan Tepi Sungai • Konsep Sistem Utilitas dan Perlengkapan Kawasan Permukiman Konsep Sistem Air Bersih Konsep Sistem Pembuangan Sampah Konsep Jaringan Listrik Konsep Pengamanan Kawasan E. Lingkup Pembahasan
Yang menjadi ruang lingkup pembahasan pada Penelitian ini adalah ; • Pembahasan ditekankan pada cakupan disiplin ilmu arsitektur tentang konsepkonsep penataan permukiman tepi sungai Bone. • Pembahasan tentang Keparawisataan dibatasi pada Wisata Air • Penerapan konsep Arsitektur Hijau mencerminkan suasana alam yang natural.
2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Permukiman Kawasan Tepi Sungai 1. Pengertian Permukiman dan Perumahan Menurut Doxiadis (1971 dalam Miftahul), Permukiman (Human Settlement) adalah tempat (ruang) untuk hidup dan berkehidupan bagi kelompok manusia. Permukiman (Human Settlement) akan berjalan dengan baik jika terkait dengan beberapa unsur, yaitu : Nature (Alam), Man (Manusia), Society ( Kehidupan Sosial), Shell (Ruang), dan Networks (Hubungan). Berdasarkan pada pembahasan Human Sttlement and Their Elements dapat didefinisikan bahwa permukiman terdiri dari : 1) Isi : Berupa manusia secara individual maupun manusia selaku anggota masyarakat. 2) Wadah : Berupa fisik lingkungan permukiman yang terdiri dari lingkungan alam alamiah maupun lingkungan binaan manusia. Suatu permukiman terbentuk bilamana kedua aspek diatas dapat terpadu atau saling terjadi keterkaitan. Kedua elemen yaitu isi dan wadah dapat dijabarkan lagi menjadi beberapa bagian :
5
Alam Lingkungan (Nature), keadaan geologi, kondisi topografi, kondisi tanah, hidrografi, flora dan fauna serta iklim. • Manusia (Man), kebutuhan biologi, ruang, udara dan suhu, perasaan dan penglihatan, kebutuhan emosi (hubungan sosial, keamanan, dan keindahan), nilai moral. • Masyarakat (Society), komposisi jumlah dan kepadatan penduduk, strata sosial, pola-pola kebudayaan, pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan kesejahteraan, hukum dan adminstrasi. • Sarana (Sheel), perumahan, pelayanan masyarakat (sekolah, rumah sakit), pertokoan dan pasar, fasilitas rekreasi (teater, museum, stadion), pusat pemerintahan, pusat pelayanan informasi. • Jaringan (Network), sarana dan prasarana : air bersih, listrik, jaringan transportasi (jalan, jalur kereta api), sistem komunikasi, saluran air kotor, layout lingkungan (pola lingkungan) Menurut Undang-undang nomor 4 tahun 1992, tentang perumahan dan permukiman adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga, sedangkan pengertian perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Dan pengertian Perumahan adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang •
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
2. Karateristik Kawasan Sekitar Aliran Sungai a. Pengertian Sungai Sungai dapat didefinisikan sebagai saluran di permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah yang melalui saluran itu air dari darat mengalir ke laut. Dalam bahasa Indonesia hanya dikenal satu kata yaitu sungai, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal kata Stream dan River. Kata Stream dipergunakan untuk menyebutkan sungai kecil, sedangkan River untuk menyebutkan sungai besar. Menurut Permen PU No. 63/PRT/1993, Sungai adalah tempattempat dan wadah-wadah serta jaringan pengairan air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang pengalirannnya oleh garis sempadan. b. Kegunaan Sungai Berikut ini adalah kegunaan / manfaat perairan darat bagi manusia yang ada di sekitarnya : • Sumber energi pembangkit listrik • Sebagai sarana transportasi • Tempat rekreasi atau hobi • Tempat budidaya ikan, udang, kepiting, dan lain-lain • Sumber air minum makhluk hidup • Bahan baku industry • Sumber air pertanian, peternakan dan perikanan • Sebagai tempat olahraga • Untuk mandi dan cuci
6
• • •
Tempat pembuangan limbah ramah lingkungan Tempat riset penelitian dan eksplorasi Bahan balajar siswa sekolah dan mahasiswa
B. Tinjauan Kepariwisataan a. Pengertian Kepariwisataan 1) Definisi Pariwisata Secara Umum dan Pariwisata Air Secara etimologi, pariwisata terdiri dari dua kata yaitu paridan wisata. Pariberarti banyak, lengkap, berkali-kali, sedangkan wisataberarti perjalanan atau bepergian. Maka pariwisata artinya adalah suatu perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali. Definisi pariwisata telah banyak dikemukakan oleh para ahli di bidang pariwisata, namun dalam definisi tersebut masih terdapat beberapa perbedaan dalam pendefinisian. Beberapa pengertian atau definisi pariwisata yang pernah dikemukakan oleh para ahli dalam bidang pariwisata, antara lain: • Menurut Hunzieker dan Kraf (1942), pariwisata adalah keseluruhan fenomena dan hubunganhubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya, dengan maksud bukan untuk menetap di tempat yang disinggahinya dan tidak berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan upah. Perjalanan yang dilakukan biasanya didorong oleh rasa ingin tahu untuk keperluan yang bersifat rekreatifdan edukatif. (dalam Agnes, 2005: 33) • Menurut McIntosh dan Gupta (1980:8), pariwisata didefinisikan sebagai gabungan gejala dan hubungan yang
timbul dari interaksi wisatawan,bisnis, pemerintah tuan rumah, serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan ini serta para pengunjung lainnya. (dalam Agnes, 2005: 33) • Menurut Wahab (1996), pariwisata merupakan suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang di dalam negara itu dan daerah lain (daerah tertentu) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminyadi tempat ia memperoleh pekerjaan tetap. (dalam Agnes, 2005: 33) Dari beberapa pengertian pariwisata di atasterdapat satu kesamaan dalam pengertian tentang pariwisata yaitu bahwa kegiatan ini merupakan fenomena yang ditimbulkan oleh salah satu bentuk kegiatan manusia yaitu kegiatan perjalanan/travelling. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, kegiatan manusia yang dilakukan dalam rangka rekreasi atau untuk mencari menikmati suasana yang berbeda membutuhkan suatu obyek atau tempat untuk singgah. Pemandangan alam, dalam hal ini adalah pemandangan rawa berperan sebagai suatu obyek atau atraksi untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam melakukan kegiatan wisata. Segala hal yang berhubungan dengan kegiatan wisata dengan obyek pemandangan alam berupa perairan selanjutnya dapat disebut sebagai pariwisata air.
7
3. METODE PEMBAHASAN N
(Sumber : RDTR Kawasan Perdagangan
Metode yang digunakan dalam pembahasan ini adalah metode analisa deduktif, yaitu metode penelusuran pokok masalah yang kemudian dijabarkan pada hal-hal yang spesifik. Metode yang digunakan dalam setiap pembahasan, yaitu pengumpulan data dengan ngan cara survey lapangan, studi literatur dan wawancara. Kemudian dilakukan analisa berdasarkan data yang telah terkumpul. Dilanjutkan dengan sintesa konsep rancangan. Hasil pengumpulan data, analisa dan sintesa disajikan dalam penyajian akhir yang merupakan kan transformasi konsep yang akan menghasilkan objek rancangan.
4. HASIL RANCANGAN A. Tata Ruang Makro 1. Lokasi Lokasi penataan permukiman tepi sungai Bone berada di Kecamatan Kabila, mancakup 2 Kelurahan Tumbihe dan Pauwo, Kabupaten Bone Bolango. Lokasi ini secara fisik didominasi unit-unit unit hunian, dan sungai. Sesuai dengan Tata Guna Lahan pada RDTRK Kabupaten Bone Bolango tahun 2013, lokasi penataan permukiman merupakan kawasan permukiman. Berdasarkan perhitungan luas tapak sebelumnya, ya, lokasi tapak yang akan ditata adalah ± 14, 43 Ha. Dengan batas batas-batas wilayah penataan sebagai berikut : • Sebelah Utara : Permukiman Penduduk • Sebelah Timur : Permukiman Penduduk : Jl. By Pass • Sebelah Barat • Sebelah Selatan : Kecamatan Botupingg
Gambar 3.1 Peta Lokasi
Kabila-Tilongkabila) Tilongkabila)
2. Tapak Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan sebelumnya, luas tapak yang termasuk dalam lingkup penaatan adalah ± 14, 43 Ha, dengan kondisi lahan merupakan lingkungan permukiman yang setiap unit rumah berorientasi terhadap jalan dan tidak teratur.
8
Gambar 3.2 Lokasi Tapak (Sumber : Analisa, 2015)
•
Tapak tidak berkontur, cocok untuk pengembangan fungsi hunian. Sehingga tidak diperlukan cut and fill.
a. Klimatologi
Gambar 3.3 Tapak (Sumber : Analisa, 2015)
3. Pengolahan Tapak Pengolahan tapak berisi tentang hasil olahan tapak sesuai existing yang ada terdiri dari, antara lain : a. Topografi Gambar 3.5 Klimatologi (Sumber : Analisa, 2015) •
• Gambar 3.4 Topografi (Sumber : Analisa, 2015) Gambaran tanggapan terhadap topografi :
rancangan
Vegetasi ditata sedemikian rupa untuk mengurangi radiasi sinar matahari pada jam-jam jam tertentu saat intensitas matahari tinggi. Penggunaan penutup tanah berupa rumput di luar ruangan untuk mereduksi radiasi matahari sebelum masuk ke dalam ruangan.
Gambaran tanggapan orientasi matahari :
rancangan
terhadap
9
Penataan bangunan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan menghemat energi listrik
6. Orientasi Bangunan
4. Sistim Sirkulasi
Gambar 3.8 Orientasi Bangunan (Sumber : Analisa, 2015)
Gambar 3.6 Sistem Sirkulasi (Sumber : Analisa, 2015) • Sistem sirkulasi pada tapak terbagi 2, yaitu sirkulasi untuk pengunjung tempat wisata dan penghuni rumah. • Sirkulasi untuk pengunjung masuk dan keluar melalui jalan By Pass. • zSirkulasi untuk penghuni enghuni rumah bisa melalui jalan-jalan jalan lingkungan yang telah ada, yang terhubung langsung dengan jalan Sultan Botutihe. 5. Penzoningan pada Tapak
Zona Publik : RTH, Pedestrian
Zona Private : Kompleks Hunian
Zona
Zona Service : Fasilitas Pendukung, Masjid,
Gambar 3.7 Zoning pada Tapak (Sumber : Analisa, 2015)
•
Konsep penataan bangunan hunian berorientasi terhadap sungai dan jalan-jalan jalan lingkungan. Perletakan massa bangunan menyesuaikan dengan bentuk tapak dan orientasi matahari untuk medapatkan cahaya matahari secara maksimal pada siang hari, sehingga seh bangunan ini menghemat energi, tidak memerlukan pencahayaan buatan.
7. Pola Tata Ruang Luar Pola tata ruang luar terbagi menjadi 2 jenis, yakni : a. Tata Ruang Aktif, yaitu ruang terbuka yang mengandung unsur-unsur unsur kegiatan manusia di dalamnya, dalam perancangannya ncangannya dapat digunakan untuk jalur pedestrian untuk sirkulasi manusia, jalur sepeda, parkir dan fasilitas penunjang seperti olahraga, tempat wisata air dan dan wisata kuliner serta jalur akses sirkulasi kendaraan bermotor.
10
Gambar 3.9 Contoh Ruang Luar Aktif (Jalur Pedestrian) (Sumber : Analisa, 2015) b. Tata Ruang Pasif, yaitu ruang luar terbuka yang tidak mengandung kegiatan manusia, dalam perancangannya digunakan untuk area hijau, tempat penyerapan air hujan, penyaring kebisingan kendaraan dengan vegetasi dan lain lain-lain.
Gambar 3.10 Contoh Ruang Luar Pasif (Vegetasi Penyaring Kebisingan) (Sumber : Analisa, 2015) 5. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan dan analisa, dapat disimpulkan bahwa pola kawasan tepi sungai Bone memiliki kualitas permukiman tepian sungai yang masih rendah, serta tidak mendukung kelangsungan daya dukung sungai di Kota Gorontalo khusunya Kabupaten Gorontalo, sehingga perlu ditingakatkan kualitasnya dengan melakukan penataan kembali kawasan serta mengembalikan peran dan fungsi sungai. Dapat ditarik kesimpulan berdasarakan faktor fisik kawasan, sebagai berikut : a. Fungsi Kawasan dan Tata Guna Lahan Tata guna lahan adalah sebuah pemanfaatan dan penataan lahan yang dilakukan sesuai dengan kondisi eksisting alam. Tata guna lahan kawasan permukiman ditandai dengan adanya perumahan yang disertai prasarana dan sarana serta infrastruktur yang memadai. Kawasan permukiman ini secara sosial mempunyai norma dalam bermasyarakat. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 0-15% 15% (datar hingga landai landai).
Pada kawasan tepi sungai Bone sebagian besar difungsikan sebagai kawasan permukiman. Selain itu, sebagiannya lagi sebagai kawasan perkebunan dan pertanian, dan perairan. b. Pola Massa Bangunan Massa bangunan memiliki pola deret kurvalinier dengan pola p mengikuti jaringan jalan (jalan utama dan gang) serta alur sungai. Keberadaan massa bangunan jarang/tersebar tidak menentu. Pengaturan pola massa bangunan yaitu dengan mempertahankan pola yang ada tetapi dengan penghentian pembangunan baru pada sisi kee arah sungai dan penghentian pertumbuhan permukiman baru pada sisi bantaran sungai. c. Ruang Terbuka Tidak terdapat ruang terbuka khusus sebagai sarana masyarakat beraktivitas dan berkumpul. Ruang terbuka pribadi berupa halaman rumah, serta kavlingkavling kavling rumah umah yang kosong masih minim dan masih banyak terdapat ruang terbuka alami dibagian belakang kawasan permukiman berupa lahan pertanian/perkebunan ruang terbuka juga terdapat di badan sungai dan tepian sungai yaitu area penumpukan hasil penambangan pasir. Penataan P ruang terbuka dilakukan dengan penataan tata hijau/lanskap yaitu penanaman pohon di sepanjang tepi air, menghadirkan tamantaman taman, plaza sehingga tercipta suasana permukiman yang asri dan memberikan kesempatan penduduk untuk menikmati pemandangan tepi pi air dengan nyaman dan saling besosialisasi. d. Pola Jalan Utama (Sirkulasi Darat dan Air) Kawasan permukiman menggunakan 2 (dua) jalur sirkulasi yaitu darat dan sungai sebagai sarana transportasi. Ruang jalan utama terbentuk oleh adanya bangunan serta jalurr kendaran dan untuk jalan lingkungan terbentuk oleh bangunan dan pedestrian way yang merupakan jalur transisi antara daratan dan perairan berupa gang (tanah). Penataan sirkulasi dibedakan antara kendaraan bermotor dan pejalan kaki. Ada kejelasan batas antara ant sungai dan daratan. Aksessibilitas 2 (dua) arah, dari sungai ke darat dan dari darat ke sungai. Ada hubungan antara jalan
11
darat beserta fasilitas publiknya dengan sungai dengan menghadirkan jembatan sebagai penghubung. e. Arah Orientasi Massa Bangunan Arah orientasi bangunan didominasi dengan mengarah ke arah jalan utama dengan membelakangi sungai dan permukiman yang berorientasi ke arah jalan lingkungan (gang/tanah) merupakan jalur transisi antara daratan (jalan) ke perairan. Berada tegak lurus terhadap jalan utama dan sungai. Mengarahkan tampilan bangunan dua muka yaitu orientasi darat dan sungai. Hal ini dilakukan untuk lebih meningkatkan potensi sungai agar tidak menjadi area belakang dan mengurangi kesan tidak menarik. Orientasi kawasan tertuju ke sungai. Bangunan berorientasi ke sungai untuk memberi view yang baik dari arah sungai dan fasade bangunan dibuat ke arah sungai dan tampilan sungai tersebut dapat tampak dan terlihat dari daratan. f. Hubungan Air dan Darat Area air (sungai) dan darat (permukiman orientasi arah jalan utama) dihubungkan oleh jalan lingkungan berupa gang/tanah (tegak lurus terhadap sungai dan jalan utama) dimana di manfaatkan oleh masyarakat sebagai pedestrian ways dan area ruang terbuka untuk berinteraksi, dan khususnya bagi penambang pasir sebagai jalur transisi pengangkutan hasil penambangan.
•
•
DAFTAR PUSTAKA Miftahul, C. 2002. Karakteristik dan Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Permukiman Di Kawasan Sekitar Aliran Sungai Martapura Banjarmasin. Tesis tidak diterbitkan. Semarang: Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan Kota Universitas Diponegoro. Sastrawaty, I. 2003. Prinsip Perancangan Kawasan Tepi Air. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol.14 , 2013(3): 96-118.
•
•
•
•
•
•
•
• •
Agnes, Y. 2005. Prioritas Pengembangan Obyek-Obyek Wisata Air Di Kawasan Rawa Pening Kabupaten Semarang. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang : Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Rahardi, A. 2011. Penataan Permukiman Bantaran Sungai Di Sangkrah dengan Arsitektur sebagai Respon Terhadap Banjir .Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta : Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Wikipedia, 2013. Sungai, (Online), (http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Sungai, diakses 22 Maret 2013). Wikipedia, 2014. Sungai, (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Air, diakses 18 November 2014). Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daearah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. 2000. Petunjuk Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Tepi Air.
12
•
•
Perda RTRW Kabupaten Bone Bolango.2011. Bone Bolango : Bappeda RDTR Perdagangan Kawasan Perdagangan Kabila-Tilongkabila. 2013. Bone Bolango : Bappeda.