Paper ini telah disajikan pada Konferensi Nasional (Konas) V 2006 Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil di Batam tgl 29-1 September 2006 dan telah dimuat dalam prosiding Konas V hal 537-544. PENANGKAPAN IKAN DI DAERAH PANTAI DENGAN ALAT TANGKAP BAGAN RAMBO DAN PEMBERDAYAANNYA DI SELAT MAKASSAR SUDIRMAN Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar ABSTRACT Bagan Rambo is a large type of lift net with fine meshed of box-shaped netting 0.5 cm mesh size, operated with electric mercury lamp for attracting pelagic species in coastal area. The number of mercury bulb used for the bagan rambo is up to 64 units for total light intensity of 14 – 20 kW. It is an original light fishing from South Sulawesi and recently has rapidly developed in numbers. The several research was conducted to analysis of technology, capture process and catch pattern of bagan rambo in Makassar Strait through onboard observation during fishing operation was conducted from May to July 2002 and continuing from July to August 2005. The research showed that bagan rambo was very efective to caught of pelagic species. There are 59 total species caught by bagan rambo and between that but 6 species are dominant catch. Acoording to the mechanical selection process, there are 2 species was escaped by bagan rambo net (Stolephorus sp and Rabdania sp). This indicate that selectivity approach bagan rambo friendly for the anchovy (Stolephorus sp) and rabdania sp. There are 2.18 % from the total catch of the bagan rambo to be discarded catch.. Some activities was conducted to improving the by catch with purpose to empowerment of the fisherman will be discussed. Key word: Coastal Fishing; Bagan rambo; Makassar Strait. Pendahuluan Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkapyang beroperasi di daerah pantai, menggunakan
cahaya
sebagai
alat
bantu
penangkapan.
Berdasarkan
cara
pengoperasiannya bagan dapat dikelompokkan kedalam jaring angkat (Von Brandt,1985). Sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi serta kemajuan yang telah dicapai oleh masyarakat maka desain dan konstruksi bagan semakin berkembang. Salah satu jenis bagan yang berkembang pesat saat ini adalah bagan perahu di perairan
Sulawesi Selatan khusunya di perairan pantai Kabupaten Barru Selat
Makassar. Konstruksi bagan ini dirancang secara khusus dengan menggunakan bahanbahan pilihan yang kuat. Komponen dan peralatan bagan yang penting adalah perahu,
1
jaring, rangka bagan, lampu dan generator sebagai pembangkit listrik. Hal yang cukup menarik perhatian dari konstruksi bagan perahu adalah ukurannya yang lebih besar dan menggunakan lampu listrik dengan kapasitas daya yang besar. Bagan perahu yang demikian oleh masyarakat setempat disebut dengan “bagan rambo” (Nadir, 2000). Prinsip penangkapan ikan pada alat tangkap ini pada dasarnya memanfaatkan tingkah laku ikan, yaitu respon ikan terhadap cahaya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil tangkapan, keramahan lingkungannya serta metode pemberdayaan nelayan bagan rambo. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat pada peningkatan efisiensi dalam pengoperasian bagan rambo, serta penyadaran masyarakat nelayan bagan rambo tentang aspek keramahan lingkungan. 2. METODOLOGI 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Kabupaten Barru - Selat Makassar. Penelitian ini dilakukan sebanyak 48 kali ulangan yang dilakukan antara bulan Maret sampai Juni 2002, Monitoring hasil tangkapan dilakukan kembali pada bulan April – Juli tahun 2005 . Lokasi penelitian terletak pada posisi 4 o 21‘ 00”- 4 o 32’00” LS dan 119
o
18‘ 00” - 119
o
32’ 00“ BT. Bagan rambo dioperasikan pada perairan yang
mempunyai kedalaman 25 – 70 m. 2.2. Metode Penelitian dan Pemberdayaan Data yang diamati jumlah dan komposisi hasil tangkapan utama, berdasarkan besarnya intensitas cahaya yang digunakan. Untuk mengetahui keramahan lingkungan alat tangkap bagan rambo maka dilakukan pengamatan terhadap tingkat selektivitasnya, tingkat kematangan gonad ikan yang tertangkap serta komposisi ukuran ikan yang tertangkap. Tingkat selektivitas dilakukan dengan menutupi waring bagan rambo dengan waring yang lebih kecil, sedangkan tingkat kematangan gonad digunakann dengan pengamatan secara visul dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Effedie (1997). Pemberdayaan nelayan bagan rambo dilakukan dengan melakukan penyuluhan di atas kapal dan memberi keterampilan dengan cara memberikan pelatiham tentang teknik pengurangan discarded catch pada bagan rambo serta teknik meningkatkan keramahan lingkungan dari alat tangkap bagan rambo..
2
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Tangkapan Jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan selama penelitian (Gambar. 1) menunjukkan bahwa jenis ikan yang dominan tertangkap berturut-turut adalah
teri
(Stolephorus spp) 30,5 %, layang (Decapterus sp) 26,2 %, kembung (Rastrelliger sp) 18,1 %, selar (Selar spp) 7,2 %, tembang (Sardinella spp) 7,1 %, japuh (Dussumieria acuta) 3,1 % dan cumi-cumi (Loligo spp) 2,4 % (total tangkapan 56.152 kg). Komposisi Jenis Total Hasil Tangkapan Selama Penelitian Cumi-cumi 2.4%
Lain-lain 5.3%
Japuh 3.1%
Teri 30.5%
Selar 7.2%
Layang 26.2% Kembung 18.1% Tembang 7.1%
Gambar 1. Komposisi jenis hasil tangkapan dominan selama penelitian berdasarkan total berat (kg). Operasi penangkapan penangkapan ikan pada bagan rambo dilakukan tiga kali dalam satu malam, yaitu sebelum tengah malam (before midnight), tengah malam (around midnight) dan pada saat subuh hari (after midnight). Rata-rata jumlah tangkapan pada setiap waktu hauling seperti ditunjukkan pada Gambar 2. 1200 a
Catch (kg)
1000
a
800 b
600 400 200 0 Before midnight
After midnight Around midnight
Hauling Time
Gambar 2. Distribusi hasil tangkapan (rata-rata ± S.D.) pada bagan rambo (pada kekuatan cahaya
16.4 kW) berdasarkan waktu hauling selama penelitian.
(Perbedaan
label a, b menunjukkan berbeda nyata pada P= 0,05).
Dari hasil penelitian menunjukkan pula bahwa terdapat perbedaan jumlah tangkapan pada bulan terang dan bulan gelap pada 18 bagan rambo (Gambar 3). Pada tahun 2002 hasil
tangkapan bagan rambo berkisar 550-800 kg/ malam. Intensitas cahaya optimum pada bagan rambo berada pada intensitas 16-18 kW.(Gambar 4)
Relative frequency (%)
14 kW 16.25 kW
15 kW 18.25 kW
15.5 kW 20 kW
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 300
550
800
1050
1300
1550
1800
2050
>2050
Berat hasil tangkapan (KG)
Gambar 3. Hubungan antara kekuatan cahaya dan berat tangkapan yang diperoleh selama penelitian. Namun demikian pengamatan pada tahun 2005 hasil tangkapan cenderung menurung. Hal ini
Total catch (day/Kg)
diduga akibat stock sumberdaya yng mulai menurun (Gambar 5).
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Kekuatan cahaya (kW)
Gambar 4. Hubungan antara kekuatan cahaya dan total tangkapan yang diperoleh selama penelitian. Komposisi hasil tangkapan alat tangkap bagan rambo selama satu bulan dapat dilihat pada Gambar 5.
1
R ab iu lT 3 ha R ab ni iu lT 5 ha R ni ab iu l Th 7 R an ab i iu lT 9 ha R ab ni iu 11 lT h R an ab i iu lT 13 ha R ab ni iu lT 15 h R an ab i iu lT 17 ha R ab ni iu lT 19 h R an ab i iu lT 21 h R an ab i iu lT 23 ha R ab ni iu lT 25 h R an ab i iu lT 27 ha R ab ni iu lT 29 h R an ab i iu lT ha ni
Hasil Tangkapan (kg)
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Umur Bulan (1426 H)
Gambar 5. Komposisi Hasil Tangkapan Selama Satu Bulan Berdasarkan gambar 6 dapat dijelaskan bahwa komposisi hasil tangkapan bervariasi antara bulan gelap, transisi, dan terang. Komposisi hasil tangkapan terbanyak pada periode bulan gelap sebanyak 388 kg dan hasil tangkapan terkecil pada periode bulan terang sebanyak 122,25 kg.
Perbandingan nilai hasil tangkapan antara bulan gelap, transisi dan terang dapat dilihat pada Gambar 6.
4647.5 3865
Hasil Tangkapan (kg)
6000 3013.5
5000 4000 3000 2000 1000 0
Terang
transisi
gelap
Pe r iode Bulan (1426 H)
Gambar 6. Perbandingan Nilai Hasil Tangkapan Antara Bulan Gelap, Transisi dan Terang. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji t student didapatkan bahwa nilai hasil tangkapan setiap periode bulan berbeda nyata. Dengan demikian pada bulan gelap penangkapan akan lebih efektif.
3.2 Selektivitas Bagan Rambo Kebijakan atau pendekatan selektivitas alat tangkap dalam managemen sumberdaya perikanan adalah metode penangkapan ikan yang bertujuan untuk mencapai atau mempertahankan struktur umur yang paling produktif dari stock ikan (Nikijuluw,2002).
Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan ini menjadi tujuan
penangkapan dengan jalan memberi kesempatan pada ikan yang masih muda untuk tumbuh, bertambah nilai ekonominya, serta kemungkinan bereproduksi sebelum ikan tersebut ditangkap. Dengan kata lain penangkapan ikan dilakukan secara selektif hanya pada ikan yang tidak masuk dalam kategori ini. Dengan cara demikian penangkapan ikan dapat dilakukan secara kontinu karena ikan yang tidak ditangkap memilki kesempatan untuk bereproduksi dan menghasilkan ikan muda yang akan berkembang dan memiliki kemanpuan bereproduksi.
Penangkapan ikan secara selektif berarti
menjaga kontinyuitas kegiatan penangkapan ikan sehingga keberlanjutan sumberdaya ikan dapat terjamin (Nikijuluw, 2002). Hasil penelitian menunjukkan adanya spesies tertentu yang lolos dari mesh size jaring bagan rambo yang digunakan. Namun demikian yang lolos tersebut adalah umumnya bukan menjadi target penangkapan. Hanya ikan teri pada ukuran tertentu yang sebagai spesies target yang dapat lolos.
Ikan target lainnya seperti layang,
kembung, selar, tembang, japuh dan cumi-cumi semua tertangkap dengan bagan rambo.
Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa bagan rambo hanya selektif terhadap ikan teri dan tidak selektif terhadap ikan target lainnya. Dengan demikian maka dari segi seleksi secara mekanik (mechanical selection) seperti yang dikemukakan oleh Arimoto (2001) maka pada bagan rambo hanya terjadi pada ikan teri. Dari segi tipe selektivitas seperti yang dikemukakan oleh He and Arimoto (2001) selektivitas spesies, selektivitas ukuran dan selektivitas jenis kelamin, maka pada bagan rambo selektivitas spesies terjadi hanya pada ikan-ikan yang tertarik oleh cahaya, walaupun dalam jumlah yang kecil tertangkap pula ikan yang tidak tertarik oleh cahaya. Dari segi ukuran hanya selektif terhadap ikan teri dan dari segi jenis kelamin maka bagan rambo tidak selektif terhadap jenis kelamin. Pencatatan komposisi ukuran dan
tingkat kematangan gonad (TKG)
dihubungkan dengan waktu akan diperoleh data perkembangan gonad ikan tersebut. Persentase komposisi tingkat kematangan pada setiap saat dapat dipakai untuk menduga terjadinya pemijahan (Effendie, 1997). Ikan yang mempunyai satu musim pemijahan yang pendek dalam satu tahun atau saat pemijahannya akan ditandai dengan peningkatan persentase tingkat kematangan gonad yang tinggi pada setiap akan mendekati musim pemijahan.
Bagi ikan-ikan yang mempunyai musim pemijahan
sepanjang tahun, pada pengambilan contoh setiap saat akan didapatkan komposisi TKG terdiri dari tingkat dengan persentase yang tidak sama. Persentase yang tinggi dari tingkat kematangan gonad
yang besar merupakan puncak pemijahan walaupun
pemijahannya sepanjang tahun (Effendie, 1997). Hasil penelitian terhadap tangkapan utama pada bagan rambo menunjukkan bahwa adanya variasi ukuran dan TKG, namun umumnya pada 2 spesies utama layang dan kembung, jumlah ikan yang belum dewasa sangat menonjol. Ikan teri (Stolephorus insularis) merupakan tangkapan utama pada bagan rambo, dengan ukuran yang bervariasi.
Namun demikian kebanyakan ikan tersebut telah
dewasa dan telah melakukan pemijahan (Gambar 7). Puncak pemijahan terjadi pada bulan Maret – Juni. Kenyataan menunjukkan bahwa puncak musim teri di perairan Barru Selat Makassar terjadi pada bulan tersebut. Pada ukuran berapa sebenarnya ikan teri melakukan pemijahan di Selat Makassar, belum diperoleh informasi yang pasti, namun penelitian ditempat lain seperti di Selat Singapura yang dilaporkan oleh Tham (1965) bahwa Stolephorus heterolobus,
6
memijah pada panjang baku 50 mm. Tiews et al (1970) mengemukakan bahwa di Teluk Manila ikan teri memijah pada panjang 60 mm. Stolephorus devisi di perairan Papua New gunea pada ukuran 45 –50 mm, S.heterolubus 50 – 55 mm dan pada p S.insularis memijah pada panjang di atas 6,5 cm di Teluk Manila (Tiews et al. al 1970). Jika dibandingkan dengan ukuran ikan teri dari hasil penelitian ini dengan hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa 72,3% ukuran tersebut telah melakukan pemijahan. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Najamuddin et al. (1994) yang menunjukkan bahwa lebih dari 70% ikan teri yang tertangkap pada bagan rambo berada pada kisaran panjang 69,2 – 97,9 mm. Namun dari hasil pembedahan hanya 33% yang telah melakukan pemijahan.
13.27% 19.63%
49.89%
17.2%
Immature
Mature
Half Spawning
Post Spawning
Gambar 7.. Persentase Rata-rata Rata TKG ikan Teri (S. insularis)) yang tertangkap Bagan Rambo Dalam hubungannya dengan kelestarian sumberdaya ikan teri di Perairan Selat Makassar, maka aspek fekunditas fekunditas dari ikan ini perlu dipertimbangkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tiews et al.. 1970 menunjukkan bahwa fekunditas ikan teri jenis S.insularis berkisar 5416- 10033 butir. Dengan demikian potensi reproduksinya sangat besar. Pada musim puncak (Maret-Juni) Juni) penangkapan ikan teri di perairan Barru Selat Makassar, harga ikan teri sangat turun sehingga jumlah tangkapan yang banyak tidak diimbangi dengan harga yang baik, menyebabkan penangkapan dihentikan untuk beberapa saat. Tindakan ini menguntung menguntungkan kan dari sudut kelestarian sumberdaya teri. Dari alasan-alasan alasan tersebut di atas dapat katakan bahwa bagan rambo masih tergolong ramah terhadap penangkapan ikan teri.
Berbeda halnya dengan ikan layang ((Decapterus ruselli)) dan ikan kembung (Rastralliger kanagurta). ). Umumnya yang tertangkap adalah ikan ikan-ikan ikan muda yang diduga belum pernah melakukan pemijahan (Gambar 8 dan 9).
Percentage (%)
Immature
Mature
Half Mature
Post Mature
100% 98% 96% 94% 92% 90% 88% 86% 84% 82% 80%
Sampling Time
kembung( kanagurta)) yang Gambar 8.. Perkembasngan gonad ikan kembung(Rastralliger tertangkap
bagan rambo Selat Makassar ( n = 2577
individuals).
2% 1% 1%
96%
Immature
Mature
Half Spawning
Post Spawning
Gambar 9. Rata-rata rata tingkat kematangan gonad pada ikan kembung (Rastralliger Rastralliger kanagurta) yang tertangkap pada bagan rambo di Selat Makassar dari Bulan February Februar sampai August
2002 ( n = 2577 ekor).
Menurut Tiew et al al.. (1970) untuk ikan layang pertama kali memijah panjang total 180 – 200 mm pada permulaan masa hidupnya. Jika hal ini dihubungkan dengan hasil penelitian maka dari sudut ukuran ha hanya nya 8,4% yang telah melakukan pemijahan. Pada penelitian ini pada ukuran panjang total 15 cm sudah ada yang melakukan pemijahan. Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian yang dilakukan oleh
Widodo (1988), memperoleh ikan layang yang matang gonad ppertama ertama kali pada ukuran
panjang 155,3 mm dan pemijahannya terjadi beberapa kali dalam setahun. Hal ini berarti sekitar 15 % ikan tersebut telah melakukan pemijahan. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan rendahnya persentase ikan layang dan kembung yang telah memijah menunjukkan ketidakramahan alat tangkap bagan rambo terhadap ikan layang dan kembung. Terhadap ikan selar (Selar crumenopthalmus) yang tertangkap pada bagan rambo 35,06% merupakan ikan yang sudah dewasa dan jumlahnya tidak terlalu banyak. Ukuran ikan ini telah memijah pada ukuran panjang total 16,5 cm. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Krissanuri dan Hariati (1994) yang dilakukan di Perairan Utara Rembang memperoleh ikan selar memijah pada panjang cagak 15,3 – 16,9 cm untuk betina dan 18,3-20,0 cm untuk jantan. Namun demikian banyak ukuran yang lebih besar dan yang di duga sudah melakukan pemijahan posisinya berada di luar lingkup tangkapan bagan rambo, sehingga penangkapan bagan ini terhadap ikan selar tidak menunjukkan suatu permasalahan lingkungan. Dengan kata lain bagan rambo masih tergolong ramah terhadap ikan selar. Ikan selar mempunyai mata yang besar, hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2002) menunjukkan bahwa ikan ini sel konnya terdiri dari sel kon tunggal dan sel kon ganda (double cone cell) membentuk susunan mosaik dengan konfigurasi satu sel kon tunggal dikelilingi oleh empat sel kon ganda yang mengindikasikan bahwa ikan ini memiliki sensitifitas dan adaptasi yang tinggi terhadap cahaya. Kecenderungan lain terlihat pada hasil tangkapan bagan rambo adalah pada akhir bulan Juli tangkapan utama sudah mulai bergeser ke ikan japuh (Dussumeria acuta). Ikan-ikan ini tertangkap pada ukuran yang dewasa. Sehingga sangat baik untuk mengamati pula variasi ukuran ikan ini pada saat musim ikan japuh sehingga akan melengkapi data yang telah diperoleh. Setelah
mengetahui
kondisi
keramahan
lingkungan
tersebut
maka
pemberdayaan nelayan dilakukan. Materi yang diberikan adalah pemahaman tentang keramahan lingkungan
dan bagaimana teknik meningkatkan keramahannya. Hasil
pemberdayaan yang telah dihasilkan sebanyak 38 orang nelayan bagan rambo yang telah dilatih dalam kegiatan tersebut melalui bantuan biaya Program Mitra Bahari. Diharapkan pengetahuan dan ketrampilan tersebut dapat ditularkan kepada nelayan
9
lainnya. Namun demikian karena jumlahnya banyak maka pemberdayaan ini perlu dilanjutkan. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Bagan rambo sangat efektif menangkap ikan pelagis kecil, namum demikian akhir-akhir ini jumlah tangkapannya mulai menurun karena stock sumberdaya di Selat Makassar mulai menurun. Sebagian besar dari jenis ikan kembung dan layang yang tertangkap pada bagan rambo adalah ikan-ikan yang belum memijah sehingga alat tangkap ini akan mempengaruhi stock sumberdaya. Jumlah by catch pada bagan rambo tergolong rendah, namum demikian
peranannya dalam ekosistem
sangat penting
sehingga jumlah by catch perlu dikurangi. Terdapat perbedaan jumlah hasil tangkapan bagan rambo pada tahun 2002 dan 2005. Pada Tahun 2005 jumlah tangkapan mulai menurun. Pemberdayaan nelayan bagan rambo melalui pelatihan untuk mengetahui dan menyadarkan tingkat keramahan bagan rambo terhadap lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Arimoto, T. 2001. Technical Approach to Minimize Fishing Impacts Toward Sustainable Fisheries. in Solving By-catch: Considerations for Today and Tomorrow. Published by University of Alaska. P 13-28. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Yogyakarta. 163 hal.
Pustaka
Nusatama.
Fitri, A.D. P. 2002. Ketajaman Penglihatan ikan juwi (Anodontostoma chucunda) dan Aplikasinya pada penangkapan pukat cincing Mini. Master Tesis. Program Pascasarjana .IPB. 91 hal. He, P. and T. Arimoto. 2001. System Approach to Reducing Unaccounted Fishing Mortalities. In Proceeding of the Satellite Workshop on fishing Impacts- Evaluation, Solution and Policy. Tokyo University of Fisheries. P:4453. Krissunari, D., dan T. Hariati,. 1994. Pendugaan Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Beberapa Ikan Pelagis Kecil di Perairan Utara Rembang. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No.85; 48-53. Nadir, M., 2000. Teknologi Light Fishing di Perairan Barru Selat Makassar: Deskripsi, Sebaran Cahaya dan Hasil Tangkapan (Tidak dipublikasikan). Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 87 hal. Najamuddin, M. N. Nessa., M. Palo, M.Yusran, Metusalach dan A. Assir., 1 994. Studi Penggunaan Lampu Neon Dalam Air Dengan Warna Yang berbeda Pada Perikanan Purse seine di Laut Flores Sulawesi Selatan. Buletin Ilmu
10
Peternakan dan Perikanan Volume II (7). Fakultas Peternakan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Nikijuluw, V. P. H.2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Penerbit P.T. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 254.hal.
dan
Perikanan.
Tham, A. K., 1965. Notes on the Biology of the Anchovy, Stolephorus pseudoheterolobus Handerberg. Bull. Nat. Mus. Singapura 33 (4):23-26. Tiews, K. I.A.Ronquillo and L.M.Santos, 1970. On the Biology of Anchovies (Stolephorus Lacepede) in Philippines waters. Proc.Indo.Indo.Facific. Fish.Counc,12(2):1-25 Widodo, J. 1988. Population Dynamics and Management of “Ikan Layang” , Scad Mackerel Decapterus spp (Pisces:Carangidae) In the Java sea. Dissertation of Philosophy. University of Washington. 150p.
11