INTERAKSI PREDASI TERI (Stolephorus spp.) SELAMA PROSES PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN RAMBO: HUBUNGANNYA DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON
AMIRUDDIN
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Interaksi pemangsaan Teri (Stolephorus spp.) selama Proses Penangkapan Ikan dengan Bagan Rambo; Hubungannya dengan Kelimpahan Plankton” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Bogor,
Agustus 2006
Amiruddin NIM C551024031
iii
ABSTRAK AMIRUDDIN. Interaksi Predasi Teri (Stolephorus spp.) selama Proses Penangkapan Ikan dengan Bagan Rambo: Hubungannya dengan Kelimpahan Plankton. Dibimbing oleh M. Fedi A. Sondita, Richardus F. Kaswadji dan Domu Simbolon. Ketertarikan ikan memasuki catchable area bagan rambo selain karena faktor cahaya, juga dapat disebabkan oleh faktor makanan. Faktor kedua menjadi penting jika terjadi interaksi pemangsaan antar berbagai jenis ikan. Teri adalah salah satu penghubung antar plankton dan ikan dalam ekosistem laut, dimana teri memangsa plankton dan dimangsa oleh beberapa ikan pemangsa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interaksi pemangsaan teri (Stolephorus spp.) selama proses penangkapan ikan dengan bagan rambo dan keterkaitannya dengan hasil tangkapan dan kelimpahan plankton. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai Juli 2005, di Selat Makassar perairan Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Pengambilan data lapangan dilakukan pada malam hari mengikuti operasi penangkapan ikan 1 unit bagan rambo pada 8 stasion penelitan dalam waktu dan tempat yang berbeda. Pada setiap stasion penelitian dilakukan pengambilan sampel air laut untuk pengamatan plankton, pengambilan sampel ikan untuk identifikasi dan analisis interaksi pemangsaan dan mencatat komposisi dan jumlah tangkapan ikan pada setiap waktu hauling. Interkasi pemangsaan teri selama proses penangkapan ikan dengan bagan rambo terjadi ketika teri memangsa plankton dan dimangsa oleh beberapa ikan pemangsa. Makanan teri hitam (Stolephorus insularis) terdiri dari zooplankton (94%) dan fitoplankton (6%), hal ini preferensi teri hitam terhadap zooplankton sebagai makanan utamanya. Preferensi ini juga ditunjukkan oleh indeks pilihan makanan yang menunjukkan nilai positif untuk makanan zooplankton dan nilai negatif untuk fitoplankton. Jenis makanan yang banyak dimangsa oleh teri hitam adalah Copepoda (50%) dan Malacostraca (27%), telur/larva (9%), nauplius (5%) dan diatom (4%) sedangkan kumulatif plankton lain hanya sebesar 5%. Terdapat korelasi positif antara jumlah zooplankton dalam makanan teri hitam dengan kelimpahan zooplankton di perairan (R2 = 0,643), namun tidak terhadap fitoplankton. Korelasi positif terjadi juga antara jumlah tangkapan teri hitam dengan kelimpahan zooplankton di perairan (R2 = 0,403). Teri (Stolephorus spp.) dimangsa oleh beberapa ikan pemangsa utamanya selar. Proporsi volume teri dalam total makanan selar berkisar antara 77,8% sampai 91,3% denga n frekuensi pemangsaan antara 80% sampai 100%. Kata kunci : predasi, bagan rambo, plankton, teri (Stolephorus spp.).
iv
ABSTRACT AMIRUDDIN. Predation of Anchovy during Capture Process of Bagan Rambo: its Relation to Plankton Abundance. Under the supervision of M. Fedi A. Sondita, Richardus F. Kaswadji and Domu Simbolon. Fish movement into the catchable area of bagan rambo (lifnet) may not only due to the influence of light but also the presence of their preys. Hence, there maybe some interaction amo ng biotas in the catchable area that builds a food chain. This research describes anchovy, its preys (the plankton) and predators of the anchovy during capture process. Data were collected during bagan rambo operation from May – July 2005 in 8 locations in Makassar Strait. The interaction between the anchovy and plankton, and between anchovy and its predators ware based on the presence and quantitative of substances found in the digestive system of the anchovy and its predators, and the correlation between the catch of the anchovy and the abundance of the plankton. There was significant correlation between the amount of anchovy food in its stomach and the abundances of zooplankton in the waters (R2 = 0,643), but not with abundances of phytoplankton. Number of anchovy predated by its prey was also correlated with the abundances of the anchovy (R2 = 0,403). The anchovy was also preyed mainly selar (Selar); other predator were peperek (Leiognathus), alu-alu (Sphyraena), buntal (Diodon), kwee (Caranx), kerong-kerong (Therapon), bambangan (Lutjanus) and lencam (Lethrinus). Keywords : predation, liftnet, plankton, anchovy (Stolephorus spp.).
v
INTERAKSI PREDASI TERI (Stolephorus spp.) SELAMA PROSES PENANGKAPAN IKAN DENGAN BAGAN RAMBO: HUBUNGANNYA DENGAN KELIMPAHAN PLANKTON
AMIRUDDIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
vi
Judul Tesis
Nama NIM
: Interaksi Predasi Teri (Stolephorus spp.) selama Proses Penangkapan Ikan dengan Bagan Rambo: Hubungannya dengan Kelimpahan Plankton : Amiruddin : C551024031
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc Angggota
Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si Anggota
Diketahui, Ketua Pogram Studi Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc MS
Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,
Tanggal Ujian: 14 Juni 2006
Tanggal Lulus:
vii
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis: Interaksi Pre dasi Teri (Stolephorus spp.) selama Proses Penangkapan Ikan dengan Bagan Rambo: Hubungannya dengan Kelimpahan Plankton. Sebelum penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada: (1) Bapak Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran yang konstruksif. (2) Bapak Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc dan Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, arahan dan saran yang konstruksif. (3) Bapak Dr. Ir. Mulyono Baskoro, M.Sc selaku penguji luar komisi atas koreksi, saran dan pertanyaan yang memberikan bobot tersendiri tesis ini. (4)
Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor beserta para staf pengajar yang telah banyak membekali ilmu pengetahuan dan wawasan penulis.
(5)
Pemerintah Kabupaten Buton dan Pemerintah Kota Bau-Bau yang telah membantu dana selama kuliah, penelitian dan penyelesaian tesis ini.
(6)
Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Teknologi Kelautan khususnya angkatan 2002 dan 2003 atas segala kerjasama dan dukungannya selama ini.
(7)
Rekan-rekan PTD: Baharuddin, Ali, Takril, Aminah, Suri, Pak Sultan.
(8)
Pak Hatta, Ismail, Ridho, Rista, Evi, dan Pak Amir Barru atas segala kerjasama dan bantuannya dalam pengambilan data lapangan .
(9)
Adik Fannyes atas segala kebaikan dan dukungannya yang tak pernah putus.
(10) Teristimewa kedua orangtua: ibunda Masrifa dan ayahanda Sail Laanda serta seluruh keluarga atas segala bantuan, dukungan, doa dan pengertiannya selama menyelesaikan studi.
viii
(11) Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan sumbangsi pemikiran dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini, masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, segala saran dan kritikan yang sifatnya konstruktif dengan senang hati penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat adanya. Bogor, Agustus 2006 Penulis
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 29 Januari 1976 dari ibu Masrifa dan ayah Sail Laanda. Penulis merupakan putra bungsu dari lima bersaudara. Tahun 1994 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kendari Sulawesi Tenggara dan pada tahun 1996 lulus seleksi masuk Universitas Hasanuddin Makassar di Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan melalui jalur UMPTN. Februari 2003 melanjutkan pendidikan program magister sains pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui bantuan pendidikan Pemerintah Kabupaten Buton dan Pemerintah Kota Bau-Bau.
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL....................................................................................
Halaman xiii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xvi
1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1.2 Rumusan Masalah Penelitian................................................. 1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian............................. 1.4 Hipotesis .................................................................................
1 1 2 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2.1 Perikanan Bagan Rambo ........................................................ 2.2 Gambaran Umum Teri (Stolephorus spp.) ............................. 2.3 Plankton ................................................................................. 2.4 Kebiasaan Makanan............................................................... 2.5 Pemangsaan (Predasi) ............................................................
5 5 7 9 11 14
3 METODE............................................................................................. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian...................................................... 3.3 Metode Pengambilan Data ..................................................... 3.3.1 Kelimpahan plankton.................................................... 3.3.2 Hasil tangkapan ikan..................................................... 3.3.3 Interaksi pemangsaan teri terhadap plankton................ 3.3.4 Interaksi pemangsaan teri oleh ikan pemangsa............. 3.4 Analisis Data .......................................................................... 3.4.1 Kelimpahan plankton.................................................... 3.4.2 Hasil tangkapan ikan..................................................... 3.4.3 Interaksi pemangsaan teri terhadap plankton................ 3.4.4 Interaksi pemangsaan teri oleh ikan pemangsa.............
16 16 18 18 19 20 21 22 22 22 23 24 25
4 HASIL.................................................................................................. 4.1 Gambaran Umum Kondisi Perairan Kabupaten Barru .......... 4.2 Komposisi dan Kelimpahan Plankton ................................... 4.3 Hasil Tangkapan Ikan ............................................................ 4.4 Pemangsaan Teri Hitam (Stolephorus insularis) terhadap Plankton ................................................................................. 4.5 Pemangsaan Teri (Stolephorus spp.) oleh Ikan Pemangsa ...............................................................................
26 26 28 32 37 43
xi
5 PEMBAHASAN .................................................................................. 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru.................................... 5.2 Komposisi dan Kelimpahan Plankton.................................... 5.3 Hasil Tangkapan Ikan ............................................................ 5.4 Pemangsaan............................................................................ 5.4.1 Pemangsaan teri hitam (Stolephorus insularis) terhadap plankton......................................................................... 5.4.2 Pemangsaan teri (Stolephorus spp.) oleh ikan pemangsa.......................................................................
46 46 47 49 51
6 KESIMUPULAN DAN SARAN ......................................................... 6.1 Kesimpula n ............................................................................ 6.2 Saran.......................................................................................
56 56 56
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
57
LAMPIRAN ..........................................................................................
60
51 53
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Waktu dan posisi pengambilan data lapangan...................................
16
2
Alat dan bahan penelitian..................................................................
18
3
Rata-rata dan simpangan baku parameter (sb) suhu, kecepatan arus, salinitas, dan oksigen terlarut di perairan Kabupaten Barru ............. 26
4
Kelimpahan plankton secara vertikal pada kedalaman 0, 5 dan 10 meter serta kelimpahan rata-rata ± simpangan baku (sb) selama penelitian............................................................................................ ........................................................................................................31
5
Jumlah, rata-rata dan rasio jenis ikan yang tertangkap oleh bagan rambo selama penelitian ............................................................................... 33
6
Indeks pilihan makanan (E) teri hitam ...................... ........................
39
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pemikiran penelitian..........................................................
2
2
Diagram alir rumusan masalah penelitian..........................................
3
3
Bagan rambo sebelum dan saat operasi penangkapan ikan ................
6
4
Anatomi teri Stolephorus spp. (Hutomo et al., 1987) .........................
8
5
Peta lokasi pengambilan data lapangan .............................................
17
6
Pengambilan sampel air untuk pengamatan plankton........................
19
7
Estimasi berat ikan untuk menduga total hasil tangkapan (a) Hasil tangkapan dalam 1 hauling; (b) Hasil tangkapan dalam 1 keranjang ................. ..........................................................................
20
8
Sampel teri (Stolephorus spp.) untuk analisis komposisi makanan...
21
9
Kondisi suhu dan salinitas perairan Kabupaten Barru ......................
27
10
Kondisi kecepatan arus dan oksigen terlarut (DO) perairan Kabupaten Barru.................................................................................
28
11
Kelimpahan rata-rata fitoplankton pada setiap stasion penelitian ...
29
12
Kelimpahan rata-rata zooplankton pada setiap stasion penelitian.....
30
13
Kelimpahan rata-rata plankton setiap Stasion penelitian dan fase bulan ..........................................................................................
31
14
Kelimpahan rata-rata plankton berdasarkan waktu hauling. .............
32
15
Hasil tangkapan rata-rata berdasarkan stasion penelitian dan fase bulan selama penelitian. .............................................................
34
Jumlah tangkapan rata-rata semua jenis ikan dan jenis teri setiap waktu hauling selama penelitian .............................................
35
Fungsi regresi antara kelimpahan fitoplankton di perairan dan hasil tangkapan teri ............................................................................
36
Fungsi regresi antara kelimpahan zooplankton di perairan dan hasil tangkapan teri ............................................................................
36
16
17
18
xiv
19
Fungsi regresi linear antara hasil tangkapan teri dengan hasil tangkapan ikan non teri......................................................................
37
Indeks bagian terbesar (index of preponderence) makanan teri hitam ..........................................................................................
38
21
Jumlah makanan teri hitam dalam setiap waktu hauling ..................
39
22
Hubungan kelimpahan fitoplankton di perairan dan makanan teri hitam................................................................................. .................
40
Hubungan kelimpahan zooplankton di perairan dan makanan teri hitam............................................................................................... ...
41
Komposisi makanan teri hitam berdasarkan indeks bagian terbesar (index of preponderence) pada setiap stasion penelitian................ ...
42
Hubungan jumlah pemangsaan teri oleh peperek dan jumlah tangkapan teri selama penelitian .......................................................
43
Hubungan jumlah pemangsaan teri oleh selar dan jumlah tangkapan teri selama penelitian .......................................................
44
Jumlah teri yang dimangsa oleh ikan lain..........................................
45
20
23
24
25
26
27
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Komposisi dan kelimpahan plankton per hauling pada setiap stasion penelitian................................................................................
60
Hasil sidik ragam terhadap data plankton per hauling pada setiap stasion penelitian................................................................................
68
Komposisi jenis ikan hasil tangkapan bagan rambo per hauling pada setiap stasion penelitian....................................................... . ....
70
Jumlah ikan hasil tangkapan bagan rambo per hauling pada setiap stasion penelitian................................................................................
72
Hasil sidik ragam dan analisis korelasi hasil tangkapan ikan antar waktu hauling dan antar stasion penelitian... .....................................
73
Index of preponderence makanan teri hitam (Stolephoeus insularis) per hauling pada setiap stasion penelitian.................................. .......
75
7
Indeks pilihan makanan teri hitam (Stolephorus insularis)..............
79
8
Perbandingan plankton yang terdapat dalam perairan dan makanan teri hitam (Stolephoeus insularis) ....................................................
80
Hasil sidik ragam dan analisis korelasi komposisi makanan teri hitam (Stolephorus insularis)............................................................
81
10
pemangsaan teri (Stolephorus spp.) oleh beberapa ikan pemangsa ...
82
11
Gambar beberapa genus plankton yang ditemukan dalam perairan dan makanan teri hitam (Stolephorus insularis) ................................
84
2
3
4
5
6
9
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang menggunakan cahaya
sebagai alat bantu penangkapan. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dapat dikelompokkan sebagai jaring angkat atau liftnet (von Brandt 1985, Hutomo et al. 1987). Salah satu jenis bagan yang banyak dioperasikan oleh masyarakat di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan adalah bagan rambo. Dikatakan bagan rambo berhubungan dengan ukuran kerangka perahu bagan yang mencapai 32 m x 30 m dan pengggunaan lampu listrik sebagai sumber cahaya dalam kapasitas besar yang dapat mencapai 20.000 watt (Sudirman 2003). Saat ini di perairan Kabupaten Barru telah beroperasi sekitar seratus lebih bagan rambo dengan berbagai macam ukuran. Prinsip penangkapan ikan dengan alat tangkap bagan rambo pada dasarnya memanfaatkan tingkah laku ikan, khususnya respon ikan terhadap cahaya. Iluminasi cahaya ke dalam kolom perairan akan mengarahkan ikan- ikan yang bersifat fototaksis positif untuk mendekati sumber cahaya tersebut sehingga memasuki catchable area bagan rambo. Namun demikian, ikan yang masuk di catchable area dimungkinkan juga karena ketersediaan sumber makanan. Kondisi perairan yang lebih terang akan lebih memudahkan ikan untuk menangkap mangsanya. Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga kelompok ikan yang memasuki catchable area bagan rambo yaitu : (1) ikan yang murni bersifat fototaksis positif; (2) ikan yang bertujuan mencari makan; dan (3) ikan yang bersifat fototaksis positif dan bertujuan mencari makan (Gambar 1). Selama pengoperasian bagan rambo terjadi interaksi pemangsaan yang melibatkan berbagai jenis ikan mulai dari ikan planktivor yang memakan plankton sampai ke ikan karnivor dan omnivor. Ikan kecil memangsa organisme yang lebih kecil, sebaliknya ia juga akan dimangsa oleh ikan lain dari trofik level lebih tinggi. Interaksi pemangsaan ini dapat diketahui dengan melakukan analisis isi perut (stomach analysis) pada ikan- ikan hasil tangkapan. Teri merupakan jenis ikan kecil yang banyak dimangsa oleh ikan-ikan lain, sedangkan teri sendiri memanfaatkan plankton sebagai makanannya. Teri adalah makanan
bagi
ikan- ikan
lain
dan merupakan penghubung dalam rantai
2
makanan antara plankton dengan ikan yang lebih besar maka dapat dikatakan teri merupakan salah satu komponen utama dalam ekosistem laut
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
1.2
Rumusan Masalah Penelitian Bagan rambo dapat menangkap ikan dalam jumlah yang besar, utamanya
jenis ikan pelagis kecil. Ikan diarahkan masuk dalam catchable area bagan rambo dengan memanfaatkan ketertarikannya terhadap cahaya, sehingga dapat dikatakan cahaya merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan hasil tangkapan. Namun kenyataannya terdapat variasi jumlah tangkapan pada kondisi perairan dan pencahayaan yang sama. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh faktor lain seperti faktor makanan. Ketersediaan makanan baik dalam jumlah dan kualitas serta kemudahan mendapatkan makanan merupakan variabel penting bagi struktur
3
komunitas dalam suatu perairan. Ketersediaan makanan itu sendiri selain dipengaruhi oleh kondisi biotik, juga oleh kondisi abiotik (Effendie 1997). Hasil tangkapan utama bagan rambo adalah jenis teri (Stolephorus spp.). Variasi hasil tangkapan teri selain disebabkan oleh faktor pencahayaan, dapat saja disebabkan oleh ketersediaan makanannya dalam kolom perairan saat itu. Laevastu dan Hayes (1981) menyatakan bahwa teri mempunyai pola pergerakan vertikal yang jelas, dimana pada siang hari berada di dasar perairan dan bermigrasi ke daerah dangkal dan permukaan pada malam hari. Terdapat suatu dugaan bahwa migrasi vertikal teri pada malam hari bertujuan untuk mencari makan dimana kondisi perairan yang terang karena pencahayaan bagan rambo membantu teri dalam menangkap mangsanya. Kehadiran teri akan mengarahkan ikan-ikan karnivor dan omnivor sebagai pemangsa untuk
masuk dalam catchable area bagan rambo, sehingga terjadi
interaksi pemangsaan, yaitu teri memakan organisme yang lebih kecil (plankton), sedangkan teri sendiri dimangsa oleh ikan- ikan karnivor dan omnivor. Hal yang menarik adalah
bagaimana interaksi pemangsaan teri itu terjadi. Interaksi
pemangsaan yang dimaksud adalah apa dan seberapa besar teri memanfaatkan makanannya dan di makan oleh pemangsanya, serta apakah interaksi pemangsaan teri bersama-sama dengan penangkapan teri oleh nelayan secara kontinyu dapat merubah struktur komunitas di suatu perairan. Kajian ini belum diketahui dengan baik dan dibutuhkan analisis yang komprehensif dari berbagai aspek sehingga relatif sulit untuk dilakukan. Penelitian ini sebagai studi awal yang diharapkan dapat membantu memberikan informasi interaksi pemangsaan teri khususnya yang terjadi selama proses pengoperasian baga n rambo (Gambar 2).
Gambar 2 Diagram alir rumusan masalah penelitian.
4
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
(1)
Menjelaskan pemangsaan teri (Stolephorus insularis) terhadap plankton selama proses penangkapan ikan dengan bagan rambo.
(2)
Menjelaskan tingkat pemangsaan teri (Stolephorus spp.) oleh beberapa ikan pemangsa selama proses penangkapan ikan dengan bagan rambo. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang interaksi
pemangsaan ikan teri dan penjelasan lain tentang variabilitas jenis dan jumlah hasil tangkapan serta ketertarikan teri memasuki area penangkapan (catchable area) bagan rambo.
1.4
Hipotesa Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:
(1)
Terdapat korelasi antara kelimpahan plankton di perairan dengan jumlah teri yang memasuki cathable area bagan rambo (hasil tangkapan).
(2)
Terdapat korelasi antara jenis dan kelimpahan plankton di perairan dengan jenis dan jumlah plankton yang dimangsa oleh teri .
(3)
Terdapat korelasi antara jumlah tangkapan teri dengan jumlah tangkapan beberapa jenis ikan lain.
(4)
Terdapat korelasi antara jumlah tangkapan teri pemangsaan teri oleh beberapa jenis ikan pemangsa teri.
dengan jumlah
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Perikanan Bagan Rambo Bagan merupakan salah satu jenis alat tangkap ya ng digunakan untuk
menangkap ikan pelagis kecil, menggunakan cahaya lampu sebagai atraksi untuk mengarahkan ikan dan penggunaan jaring dengan mata jaring yang berukuran kecil. Bagan telah banyak mengalami perkembangan baik bentuk maupun ukuran yang
dimodifikasi
sedemikian
rupa
sehingga
sesuai
dengan
daerah
penangkapannya. Berdasarkan cara pengoperasiaannya, bagan dikelompokkan sebagai jaring angkat atau liftnet (von Brandt 1985, Hutomo et al. 1987), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing (Subani dan Barus 1989). Bagan termasuk kedalam light fishing yang menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik perhatian ikan untuk berkumpul di bawah cahaya lampu, kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Ayodhyoa 1981). Ada dua jenis bagan yang ada di Indonesia, yang pertama adalah bagan tancap yaitu jenis bagan yang ditancapkan secara tetap di perairan pada kedalaman 5 – 10 meter, dan jenis kedua adalah bagan apung yaitu bagan yang dapat dipindahkan dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya (Baskoro 1999). Jenis bagan apung selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi bagan satu perahu, bagan dua perahu, dan bagan menggunakan mesin. Perkembangan terakhir mengenai teknologi penangkapan ikan dengan bagan di Indonesia adalah penggunaan bagan berukuran besar yang umumnya disebut sebagai bagan rambo (Nadir 2000). Bagan rambo mempunyai ukuran yang lebih besar dan konstruksinya tampak lebih kokoh serta jumlah lampu yang digunakan lebih banyak (Gambar 3). Perahu bagan dapat dikatakan sebagai bangunan utama bagan rambo karena selain berfungsi sebagai pengapung, di atas bangunan tersebut terkonsentrasi seluruh peralatan serta merupakan tempat kegiatan pada saat operasi penangkapan. Bentuk dan konstruksi perahu dirancang khusus, yaitu berbentuk pipih memanjang dengan dimensi utama panjang 30 meter, lebar 2 meter dan dalam 3,5 meter. Selain perahu, komponen lainnya adalah rangka bagan dan tiang utama
6
bagan. Adanya bangunan kayu yang berbentuk rangka merupakan ciri khas bagan. Ukuran panjang dan lebar rangka bagan adalah 32 m x 30 m, dirangkai pada sisi kiri dan kanan perahu. Tiang utama berjumlah 2 buah, merupakan tempat mengikat rangka bagan sehingga dapat berdiri kokoh. Tali pengikat menggunakan kawat baja yang dibentangkan antara rangka bagan dan tiang utama bagan. Semua bahan dari perahu, rangka dan tiang utama bagan terbuat dari kayu pilihan. Selain itu dilengkapi dengan jaring, roller, generator dan lampu merkuri (Nadir 2000; Sudirman 2003). Lebih lanjut dikatakan bahwa pengoperasian bagan rambo dapat dilakukan pada bulan terang, karena kekuatan cahaya yang digunakan sangat tinggi sehingga penetrasi cahaya yang masuk ke perairan akan lebih dalam dan dapat menarik kawana n ikan pada jarak yang jauh.
Gambar 3 Bagan rambo sebelum dan saat operasi penangkapan ikan Hal yang menarik dalam pengoperasian bagan rambo ini adalah penggunaan cahaya lampu dari sumber listrik dalam kapasitas yang besar. Jumlah lampu yang digunakan berkisar 30 - 66 unit. Berdasarkan fungsinya lampu dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu lampu untuk menarik ikan sehingga memasuki catchable area dan lampu untuk mengkonsentrasikan ikan yang telah tertarik pada cahaya lampu (Sudirman 2003). Namun demikian tertariknya ikan oleh cahaya tidak semata-mata disebabkan oleh sifat fototaksis positif tersebut tetapi juga karena motif lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa bagi ikan cahaya juga merupakan indikasi adanya makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan dalam keadaan lapar akan lebih mudah terpikat oleh cahaya dibandingkan dalam keadaan kenyang.
7
2.2
Gambaran Umum Teri (Stolephorus spp.) Menurut Munro (1967) yang dikutip oleh Haumahu (1995) klasifikasi teri
sebagai berikut : Filum
: Animalia
Sub filum : Vertebrata Kelas
: Pisces
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Clupeiformes
Famili Genus
: Engraulidae : Stolephorus
Teri dikenal juga sebagai anchovy, umumnya berukuran kecil sekitar 6 - 9 cm, tetapi ada juga yang berukuran relatif besar misalnya Stolephorus commersoni dan Stolephorus indicus dapat mencapai panjang 17,5 cm. Ikan ini umumnya menghuni perairan dekat pantai dan estuaria, hidup bergerombol utamanya yang berukuran kecil tetapi yang berukuran lebih besar lebih bersifat soliter (Hutomo et al. 1987) Stolephorus spp. mempunyai tanda-tanda khas yaitu umumnya tidak berwarna atau agak kemerah- merahan, bagian samping tubuhnya terdapat garis putih keperakan seperti selempang yang memanjang dari kepala sampai ekor, bentuk tubuh bulat memanjang (fusiform) dan termampat samping (compressed) dengan sisik berukuran kecil dan tipis serta mudah lepas (Gambar 4). Tulang atas rahang memanjang mencapai celah insang. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal, sebagian atau seluruhnya terletak dibelakang anus pendek dengan jarijari lemah sekitar 16 - 23 buah. terletak Sirip caudal bercagak dan tidak bergabung dengan sirip anal, duri abdominal hanya terdapat antara sirip pektoral dan ventral berjumlah tidak lebih dari 7 buah (Hutomo et al. 1987; Hauhamu 1995). Teri menyebar pada daerah yang sangat luas. Daerah penangkapannya terdapat di Samudera Hindia sebelah timur sampai Samudera Pasifik Tengah bagian barat. Penyebaran ke selatan sampai daerah Australia, ke arah timur di daerah Jepang dan Hawai. Ikan pelagis memiliki pola pergerakan vertikal yang jelas, dimana pada siang hari ikan berada dekat dasar perairan. Laevastu dan Hayes (1981) mengemukakan bahwa teri selama siang hari membentuk
8
gerombolan di dasar perairan dan bermigrasi menuju permukaan pada malam hari dimana tebalnya gerombolan ini adalah 6 - 15 m. Kedalaman renang dari gerombolan teri bervariasi selama siang hari dan bermigrasi ke daerah yang dangkal (permukaan) pada waktu pagi dan sore hari. Hal ini berkaitan erat dengan cahaya, teri menyukai intensitas cahaya tertentu dan kedalaman dari intensitas bervariasi sesuai dengan waktu, derajat perawanan dan koefisien ekstinksi dari air. Beberapa sifat fisika-kimia air merupakan salah satu faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan ikan teri. Dalam kondisi alamiah, faktor lingkungan yang berpengaruh adalah suhu, oksigen terlarut, periode penyinaran dan ketersediaan pakan (Omori dan Ikeda 1984).
Gambar 4 Anatomi teri Stolephorus spp. (Hutomo et al. 1987) Peningkatan
atau
penurunan
suhu
dari
kisaran
optimum
akan
berhubungan dengan laju pencernaan karena pada suhu yang lebih rendah dari suhu normal, nafsu makan ikan akan berkurang atau bahkan terhenti. Sebaliknya peningkatan suhu sampai batas tertentu akan merangsang hewan air untuk makan dan meningkatkan aktivitas fisiologi seperti metabolisme dan pencernaan pakan. Suhu juga mempengaruhi laju metabolisme, tingkah laku, kelangsungan hidup dan distribusi ikan. Laevastu dan Hayes (1981) mengemukakan bahwa kisaran suhu bagi kehidupan dan pemijahan ikan teri adalah 13°C - 29°C. Lebih lanjut dijelaskan bahwa oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi kehidupan dan perkembangan larva yaitu untuk proses metabolisme dan kecepatan makan. Kedua proses ini akan terhenti bila kekurangan oksigen. Penurunan kandungan
9
oksigen dalam air akan menurunkan laju metabolisme aktif dan menghambat aktivitas spesies seperti pertumbuhan, perkembangan dan pergerakan. Salinitas pada perairan pantai umumnya bervariasi karena input aliran sungai. Variasi salinitas ini akan mempengaruhi osmoregulasi ikan dan menentukan kemampuan mengapung telur ikan. Salinitas juga mempengaruhi distribusi dan kelimpahan ikan karena ikan bertoleransi terhadap kisaran salinitas tertentu. Pengaruh salinitas terhadap ikan juga berkaitan dengan orientasi migrasi ikan sebagai respon terhadap gradien salinitas, serta pengaruhnya terhadap keberhasilan reproduksi. Teri pada umumnya bersifat pelagis dan hidup pada lingkungan perairan pesisir (Laevastu dan Hayes 1981). 2.3
Plankton Plankton merupakan organisme renik yang melayang pasif dalam kolom
air, tidak dapat melawan pergerakan massa air karena kemampuan renangnya yang sangat lemah (Parson et al. 1977). Plankton berukuran mikroskopik antara 0,02 – 200 µm, hidupnya melayang atau
mengapung dan tidak mempunyai
kemampuan renang melawan arus, secara umum terbagi atas fitoplankton dan zooplankton (Nybakken 1992; Romimohtarto dan Juwana 2001). Fitoplankton merupakan plankton yang bersifat nabati yang mampu memanfaatkan zat-zat anorganik dan merubahnya menjadi zat organik dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis yang hasilnya disebut produksi primer (Nybakken 1992). Menurut Kaswadji et al. (1995) fitoplankton merupakan awal dari model rantai makanan di lautan, organisme ini dimangsa oleh zooplankton yang kemudian akan dimangsa oleh ikan dan predator lainnya sehingga mengantarkan energi dan materi ke jenjang trofik yang lebih tinggi. Komponen komunitas fitoplankton dalam suatu perairan senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu sehingga akan menimbulkan proses suksesi. Jenis tertentu pada suatu saat akan muncul, kadang-kadang terjadi ledakan populasi dan pada saat yang lain jenis tersebut akan berkurang atau hilang sama sekali dan posisinya akan digantikan oleh jenis yang lain (Nybakken 1992). Banyaknya fitoplankton di perairan biasanya berhubungan dengan konsentrasi fosfat, nitrat, silikat dan unsur hara lain. Dalam kondisi tertentu unsur
10
hara ini akan menurun jika populasi fitoplankton naik, demikian pula sebaliknya unsur hara akan meningkat saat populasi fitoplankton (Prescod 1973). Parsons et al. (1977) mengelompokkan alga yang mewakili fitoplankton di lautan terdiri atas delapan kelas yaitu Cyanophyceae (alga biru-hijau), Rhodophyceae (alga merah), Dynophyceae (dinoflagellata), Haptophyceae (termasuk
cocolithophora),
Chrysophycae
(alga
kuning-kecoklatan),
Xanthophyceae (alga kuning), Chlorophyceae (alga hijau) dan Bacillariophyceae (diatom). Diantara kelas-kelas tersebut, Bacillariophyceae dan Dynophyceae merupakan alga yang umum di laut. Lebih lanjut dikatakan bahwa distribusi fitoplankton yang tidak merata disebabkan oleh beberapa faktor antara lain angin, masukan air sungai, up welling, variasi unsur hara, kedalaman perairan, adanya arus bawah, aktivitas pemangsaan dan adanya percampuran massa air. Zooplankton merupakan anggota plankton yang bersifat hewani, jenisnya sangat beranekaragam dan terdiri dari berbagai macam larva dan plankton bentuk dewasa yang dimiliki oleh hampir seluruh filum hewan (Newell dan Newell 1977). Nybakken (1992) membedakan zooplankton berdasarkan daur hidupnya menjadi dua kelompok yaitu : (1) holoplankton, merupakan organisme plankton yang seluruh daur hidupnya bersifat plankton yang meliputi Copepoda, rotatoria dan chaetognata; dan (2) meroplankton, merupakan organisme yang hanya sebagian daur hidupnya bersifat plankton yaitu masa larva yang meliputi larva ikan, larva krustasea dan larva moluska. Umumnya perairan yang mempunyai kandungan zooplankton yang tinggi, memakan fitoplankton sedemikian cepatnya sehingga fitoplankton tidak memiliki kesempatan untuk melakukan pembelahan sel. Bila jumlah zooplankton menurun dan menjadi sedikit, kondisi ini memberikan kesempatan kepada fitoplankton untuk tumbuh sehingga menghasilkan konsentrasi yang tinggi (Nybakken 1992). Lebih lanjut dijelaskan bahwa siklus pembelahan sel fitoplankton relatif lebih cepat dari siklus reproduksi zooplankton sehingga fitoplankton dapat bertambah dalam waktu yang relatif lebih cepat. Walaupun zooplakton akan memakan fitoplankton, namun karena siklus reproduksinya lebih lama maka untuk mencapai jumlah maksimum dibutuhkan waktu.
11
Hubungan antara fitoplankton dan zooplankton terjadi di dalam rantai makanan dimana zooplankton memakan fitoplankton, proses ini dinamakan grazing (pemangsaan). Grazing (pemangsaan) tidak hanya sebagai penyebab mortalitas fitoplankton tetapi juga merubah komposisi fitoplankton. Adanya grazing inilah yang menyebabkan perubahan biomassa fitoplankton di perairan (Frost 1977). Nybakken (1992) menyatakan bahwa laju siklus reproduksi fitoplankton jauh lebih cepat dari pada zooplankton dan proses pemangsaan terjadi terus menerus sehingga komposisi fitoplankton tetap stabil. Hal ini berlangsung dalam jumlah yang tetap sepanjang tahun, sehingga proses pemangsaan tersebut tidak banyak mempengaruhi jumlah fitoplankton secara keseluruhan. Tomascik et al. (1997) menyatakan bahwa jumlah plankton di permukaan perairan pada pagi hari berbeda dengan siang hari. Hal ini penting untuk melihat migrasi vertikal, dimana plankton-plankton hewani cenderung berpindah di kedalaman yang lebih dalam selama siang hari dan menuju ke permukaan pada malam hari (Basmi 1990). Banyak plankton hewani yang menghindari sinar matahari yang terlampau kuat di permukaan pada siang hari dan menyusup ke lapisan yang lebih dalam, baru setelah malam hari plankton tersebut kembali ke permukaan, sedangkan pada perairan yang lebih dangkal banyak yang bermigrasi dekat dasar perairan selama siang hari dan akan mucul ke permukaan pada malam hari. Migrasi vertikal bukan saja pada holoplankton seperti Copepoda, tetapi juga pada meroplankton seperti pada bermacam- macam mikroplankton (Tomascik et al. 1997). 2.4
Kebiasaan Makanan Menurut Effendie (1997) yang dimaksud dengan kebiasaan makanan (food
habits) adalah jenis, kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan. Ketersedian makanan merupakan faktor yang menentukan ukuran populasi, pertumbuhan, reproduksi dan dinamika populasi serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan (Nikolsky 1963). Makanan yang telah digunakan oleh ikan akan mempengaruhi sisa ketersediaan makanan, sebaliknya dari makanan yang diambil tersebut akan mempengaruhi keberhasilan hidupnya. Adanya makanan yang
12
tersedia dalam perairan selain dipengaruhi oleh kondis i biotik seperti tersebut diatas, ditentukan pula oleh kondisi abiotik lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan (Effendie 1997). Jumlah makanan yang dibutuhkan oleh suatu jenis ikan tergantung pada macam makanan, kebiasaan makanan, kelimpahan ikan, suhu air dan kondisi ikan yang bersangkutan. Jenis-jenis makanan yang dimakan oleh suatu spesies ikan biasanya biasanya tergantung pada umur ikan, tempat dan waktu (Effendie 1997). Adapun struktur pencernaan yang berperan dalam adaptasi makanan adalah mulut, gigi, tapis insang, lambung dan usus (Lagler 1972). Makanan yang dimanfaatkan oleh ikan, pertama-tama digunakan untuk memelihara tubuh dan menggantikan organ-organ tubuh yang rusak, kelebihan makanan digunakan untuk pertumbuhan. Menurut Nikolsky (1963) bahwa urutan kebiasaan makanan ikan dibedakan kedalam 4 kategori berdasarkan persentase bagian terbesar yang terdiri dari makanan utama, yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah besar; makanan pelengkap, yaitu makanan dalam saluran pencernaan dalam jumlah yang lebih sedikit; dan makanan tambahan, yaitu makanan yang ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit; selain itu terdapat juga makanan pengganti, yaitu makanan yang dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia. Effendie (1997) mengelompokkan ikan berdasarkan makanannya sebagai ikan sebagai pemakan plankton, pemakan tanaman, pemakan dasar, pemakan detritus, ikan buas dan pemakan campuran. Selanjutnya berdasarkan kepada jumlah variasi dari makanan tadi, ikan dapat dibagi menjadi eurypagic yaitu ikan pemakan bermacam- macam makanan, stenophagic yaitu ikan pemakan makan yang macamnya sedikit atau sempit dan monophagic yaitu ikan yang makanannya terdiri dari satu macam makanan saja. Effendie (1997) mengemukakan jika ditelaah makanan ikan itu sejak dari awal pembentukannya sampai ke makanan yang dimakan oleh ikan, sebenarnya merupakan mata rantai yang dinamakan rantai makanan (food chains). Plankton tumbuh-tumbuhan melalui proses fotosintesis dapat memproduksi bahan organik dari bahan anorganik (produsen primer), organisme yang memakan nprodusen primer dinamakan konsumer primer, organisme yang memakan konsumer primer dinamakan konsumer skunder, dan seterusnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
13
panjang pendeknya rantai makanan tergantung dari macam, uk uran atau umur ikan, namun kenyataannya dalam interaksi makan-pemakan terjadi tumpang tindih, dimana satu jenis konsumen memakan beberapa jenis makanan dan satu jenis produsen di makan oleh beberapa jenis konsumen sehingga membentuk suatu jaringan yang dinamakan jaring- jaring makanan (food webs). Popova (1978) mengemukakan bahwa komposisi makanan konsumer tergantung dari sifat-sifat morfologi, pola hidup dan tingkah laku pemangsa. Ketersediaan makanan untuk ikan ditentukan oleh berbagai faktor dan yang terutama adalah kehadiran dan kelimpahan relatif dari tipe makanan tertentu. Bila salah satu macam makanan ikan tersedia dalam jumlah melimpah pada suatu perairan, belum tentu makanan tersebut menjadi bagian penting dalam susunan makanan ikan. Jika makanan yang disukai tidak ditemukan, ikan akan mengganti organisme makanannya walaupun kelimpahan organisme makanan ini rendah. Dikemukakan lebih lanjut bahwa selain kelimpahan, pemangsaan juga tergantung pada distribusi spesies makanan dalam perairan, tingkah laku, aktivitas dan ukuran makanan maupun ikan pemangsa. Mempelajari makanan ikan- ikan pemangsa dapat melalui: (1) penentuan komposisi spesies dan ukuran dari organisme makanan yang ditemukan dalam saluran pencernaan; (2) penentuan laju pencernaan; dan (3) penentuan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh ikan. Menurut Hyslop (1980), studi tentang makanan ikan didasarkan pada analisis isi saluran pencernaan saat ini merupakan standar dalam ekologi ikan. Berbagai metode digunakan untuk menentukan makanan yang dominan dikonsumsi oleh ikan. Metode tersebut mencakup frekuensi kejadian, metode jumlah, metode volumetrik dan metode gravimetrik (Popova 1978). Analisis isi saluran pencernaan yang dilakukan di alam berdasarkan pada kelebihan dan kelemahan metode yang ada (Hyslop 1980). Menurut Effendie (1979) keuntungan menggunakan metode frekuensi kejadian adalah organisme makanan dengan mudah diidentifikasi, cepat dan membutuhkan peralatan yang minimum. Kelemahannya metode ini kurang memberikan indikasi tentang jumlah relatif jenis makanan yang terdapat dalam lambung. Metode jumlah merupakan metode yang relatif cepat dan mudah dikerjakan serta memberikan identifikasi spesies yang jelas. Kelemahan dari
14
metode ini adalah organisme makanan yang berukuran kecil yang mungkin lebih cepat dicerna tidak tercatat. Dengan analisis volumetrik, volume total dari kategori makanan yang dikonsumsi oleh ikan ditentukan sebagai persentase total volume dari semua lambung. Perhitungan dari rata-rata dimensi spesies makanan didasarkan pada jumlah individu yang selanjutnya akan menentukan volume ratarata. Kelebihan dari metode volumetrik adalah dapat digunakan khusus untuk organisme makanan dengan variasi makanan yang dimakan berukuran besar. 2.5
Pemangsaan (Predasi) Pemangsaan mempunyai arti pengrusakan dengan cara dimakan atau
dimangsa, sedangkan ikan pemangsa (predator) biasanya diartikan sebagai musuh. Hal yang perlu diketahui dalam hubungan mangsa pemangsa adalah jenis, jumlah dan ukuran ikan yang dimangsa serta bagaimana frekuensi pemangsa mengambil mangsanya (Effendie 1997). Umumnya para ahli biologi menganggap bahwa predator semuanya spesies karnivor, termasuk ikan pemakan ikan (piscivor) dan pemakan bermacammacam invertebrata mulai dari berukuran kecil sampai berukuran besar. Menurut Weatherley dan Gill (1987) ada 11 prinsip mengenai hubungan mangsa dan pemangsa pada ikan : 1)
Jumlah ikan yang dimakan oleh piscivor lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikan yang ditangkap oleh nelayan.
2)
Ukuran mangsa yang dimakan oleh pemangsa semakin bertambah besar dengan bertambah besarnya ukuran pemangsa.
3)
Pemangsa memiliki kesukaan (preferensi) pada spesies mangsa dengan ukuran tertentu.
4)
Pemangsa umumnya mengambil bermacam- macam mangsa.
5)
Pemangsaan terhadap suatu jenis mangsa memungkinkan terjadi perubahan terhadap kepadatan mangsa.
6)
Pemangsa mungkin mengganti makanannya dengan spesies lain dalam suatu suatu kesetimbangan biologi.
7)
Jumlah mangsa berkurang akibat pemangsaan oleh tekanan pemangsa.
8)
Komposisi komunitas mangsa dipengaruhi oleh pemangsa.
15
9)
Populasi mangsa yang melimpah dapat merangsang pertumbuhan dan densitas pemangsa.
10)
Persaingan
antara
spesies
pemangsa
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan dan densitas populasi. 11)
Pemangsaan terhadap mangsa tertentu dapat menurunkan persaingan diantara spesies mangsa sehingga dapat penambahan keragaman komunitas mangsa.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa kebanyakan spesies ikan memiliki kebiasaan makan yang bervariasi. Umumnya ikan memperlihatkan tingkat kesukaan makan terhadap organisme makanan tertentu dan hal ini terlihat dalam organisme makanan yang predominan dalam lambungnya Teri adalah ikan pemakan plankton. Pada ukuran < 40 mm, teri umumnya memakan fitoplankton dan zooplankton berukuran kecil, sedangkan pada ukuran > 40 mm, ikan teri memanfaatkan zooplankton (Copepoda) berukuran besar (Hutomo et al. 1987). Berdasarkan kajian isi lambung teri dalam beberapa interval waktu pada malam hari (Sudirman 2003) diketahui bahwa ikan ini aktif mencari makan sebelum tengah malam (pukul 22:00), dimana tingkat kepenuhan isi lambung selama waktu itu lebih tinggi dibandingkan 2 waktu lainnya (pukul 01:00 dan 05:00).
3 METODE 3.1
Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pengambilan
data lapangan yang berlangsung selama 2 bulan dari akhir bulan Mei sampai dengan awal bulan Juli 2005, dan tahap analisis sampel di laboratorium. Pengambilan data lapangan dilakukan di 8 stasion penelitian pada periode waktu yang berbeda dalam selang waktu satu minggu (Tabel 1). Pengambilan data mingguan ini mengikuti saran Margalef (1978) agar dapat mengamati peristiwaperistiwa yang terjadi di alam selama selang waktu tersebut. Lokasi penelitian dilaksanakan di daerah penangkapan ikan (fishing ground) bagan rambo di perairan Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan, pada bagian timur Selat Makassar (Gambar 5). Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Ekologi Laut Universitas Hasanuddin dan Laboratorium Mikro Biologi Institut Pertanian Bogor. Tabel 1 Waktu dan posisi pengambilan data lapangan Stasion Penelitian Stasion 1
Posisi Waktu 29 Mei 2005
Lintang
Bujur
o
119 36'53" BT
o
4 19'12" LS
o
Stasion 2
04 Juni 2005
4 20'38" LS
119o 36'15" BT
Stasion 3
10 Juni 2005
4o 21'50" LS
119o 32'01" BT
Stasion 4
17 Juni 2005
4o 20'16" LS
119o 34'48" BT
Stasion 5
27 Juni 2005
4o 18'03" LS
119o 33'07" BT
Stasion 6
01 Juli 2005
4o 16'09" LS
119o 35'12" BT
Stasion 7
08 Juli 2005
4o 14'33" LS
119o 35'29" BT
Stasion 8
15 Juli 2005
4o 13'19" LS
119o 36'46" BT
17
PETA LOKASI PENELITIAN PERAIRAN KABUPATEN BARRU SULAWESI SELATAN
Gambar 5 Peta lokasi pengambilan data lapangan.
18
3.2
Alat dan Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan untuk mengambil sampel
air laut, ikan hasil tangkapan, pengukuran beberapa parameter lingkungan dan analisis sampel di laboratorium (Tabel 2). Tabel 2 Alat dan bahan penelitian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 13. 14. 1. 2. 3. 4.
3.3
Alat dan Bahan Alat 1 unit bagan rambo Unit titrasi Winkler Salinometer Termometer Plankton net Pompa air Mistar ukur Botol sampel Mikroskop Peralatan bedah Pipet Sedgwick Rafter counting Object glass GPS Buku identifikasi Bahan Spesies target Aquades Formalin 5 % Lugol 2 %
Fungsi instrumen kegiatan penelitian mengukur oksigen terlarut mengukur salinitas mengukur suhu mengambil sampel plankton mengambil sampel plankton di kedalaman mengukur panjang ikan menyimpan sampel air dan ikan mengamati plankton/material makanan membedah material isi perut mengambil sampel air mencacah plankton mengamati komposisi makanan Teri menentukan koordinat lokasi penelitian mengidentifikasi sampel plankton/ikan obyek penelitian membuat pengenceran mengawetkan sampel ikan mengawetkan sampel plankton
Metode Pengambilan Data Pengambilan data lapangan dilakukan pada malam hari dalam waktu dan
lokasi yang berbeda mengikuti operasi satu unit bagan rambo dalam selang waktu satu minggu. Penggunaan satu unit bagan rambo dimaksudkan untuk mengetahui alur penangkapan yang dilakukan dan menghindari bias data komposisi hasil tangkapan karena perbedaan faktor pencahayaan bagan rambo. Selang waktu satu minggu berarti juga mengikuti satu fase bulan, yaitu bulan gelap, bulan seperempat, bulan terang dan bulan tigaperempat. Pada setiap stasion penelitian
19
dilakukan pengukuran kualitas perairan, pengambilan sampel air untuk pengamatan plankton, pengambilan sampel ikan untuk identifikasi jenis dan analisis interaksi pemangsaan, serta mencatat hasil tangkapan yang disesuaikan dengan waktu hauling. Waktu hauling dibagi menjadi tiga, yaitu hauling I (jam 21:00-22:00), hauling II (jam 01:00-02:00) dan hauling III (jam 04:30-05:00). 3.3.1
Kelimpahan plankton Pengukuran kelimpahan plankton dilakukan terhadap fitoplankton dan
zooplankton pada setiap waktu hauling dalam tiga kedalaman yaitu 0 meter (permukaan perairan), 5 meter dan 10 meter. Pengukuran kelimpahan plankton pada ketiga kedalaman tersebut disesuaikan dengan posisi vertikal schooling teri di kolom perairan selama proses setting bagan rambo. Posisi schooling ini didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudirman (2003) yang mendeteksi tingkah laku teri dengan alat hidroakustik selama proses setting bagan rambo yang menemukan bahwa schooling teri umumnya ditemukan pada kedalaman 10 meter sampai ke arah permukaan. Sampel air laut disaring sebanyak 60 liter dengan plankton net (Gambar 6), kemudian ditempatkan dalam botol sampel sebanyak 30 ml dan diawetkan dengan larutan lugol 2%. Penyaringan sampel air laut menggunakan dua jenis plankton net, yaitu plankton net mesh size 60 µm untuk pengamatan fitoplankton dan plankton net mesh size 90 µm untuk pengamatan zooplankton. Sampel air laut di kedalaman 5 dan 10 meter diambil menggunakan pompa sehingga plankton yang teramati adalah plankton pada kedalaman tersebut.
Gambar 6 Pengambilan sampel air untuk pengamatan plankton
20
Hasil saringan sampel air laut kemudian diambil sebanyak 1 ml menggunakan pipet dan diletakkan dalam Sedgwick Rafter counting, selanjutnya diperiksa menggunakan mikroskop, diidentifikasi dan dihitung jumlah individu organisme per liter air laut. Pemeriksaan diulang sebanyak tiga kali dan nilai yang diperoleh dirata-ratakan. Identifikasi genus menggunakan buku identifikasi Newell dan Newell (1977), yaitu dengan menyesuaikan bentuk anatomi yang tampak melalui pengamatan mikroskop dengan gambar dan keterangan yang ada dalam buku identifikasi. 3.3.2
Hasil tangkapan Ikan Bagan rambo menangkap berbagai macam jenis ikan pelagis. Dalam
penelitian ini hasil tangkapan dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu : (1) kelompok ikan tangkapan utama yang berarti jenis ikan yang tertangkap pada semua atau hampir semua waktu pengambilan sampel; (2) kelompok ikan lain yang berarti jenis ikan yang tertangkap pada waktu-waktu tertentu. Berat hasil tangkapan diestimasi dari volume ikan yang diukur dari satuan keranjang, dimana berat 1 keranjang ikan diasumsikan sama dengan 10 kg (Gambar 7a). Pengambilan sampel hasil tangkapan dilakukan pada setiap ikan yang secara visual tampak berbeda sehingga diduga mempunyai perbedaan jenis (Gambar 7b). Selanjutnya diidentifikasi di laboratorium.
.
(a)
(b)
Gambar 7 Estimasi berat ikan untuk menduga total hasil tangkapan (a) Hasil tangkapan dalam 1 hauling; (b) Hasil tangkapan dalam 1 keranjang.
21
3.3.3
Interaksi pemangsaan teri terhadap plankton Interaksi
pemangsaan
teri
terhadap
plankton
dilakukan
melalui
pengamatan komposisi makanan teri. Jenis teri yang dianalisis adalah jenis yang ditemukan paling dominan selama penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dalam setiap hauling dengan mengambil secara acak masing- masing 10 ekor sampel teri yang mempunyai ukuran tubuh relatif hampir sama (Gambar 8). Sampel diawetkan menggunakan larutan formalin 5% dan selanjutnya dibawa ke laboratorium. Pengambilan sampel teri dengan ukuran tubuh yang relatif sama dilakukan untuk menghindari bias data terhadap perubahan kebiasaan makanan karena perbedaan ukuran tubuh, seperti yang diungkapkan oleh Effendie (1997) bahwa pada ikan jenis yang sama dapat berbeda kebiasaan makanannya antara lain disebabkan oleh perbedaan umur dan ukuran tubuh.
Gambar 8 Sampel teri (Stolephorus spp.) untuk analisis komposisi makanan. Pengukuran panjang total tubuh teri dilakukan dengan cara menghitung panjang dari ujung kepala terdepan sampai sirip ekor paling belakang. Bagian perut teri dibedah yaitu dari bagian anus ke arah perut bagian atas. Seluruh makanan yang ada dalam saluran pencernaan selanjutnya dikeluarkan, diencerkan dengan aquades, digerus dan ditempatkan pada Sedgwick Rafter counting untuk kemudian diamati menggunakan mikroskop. Perhitungan jumlah organisme makanan teri dilakukan secara subyektif
terutama pada organisme makanan
dengan bagian tubuh yang tidak utuh, dimana organisme ya ng berukuran setengah
22
dari ukuran tubuh dihitung sebagai 1 organisme makanan sedangkan
bagian
tubuh lain yang terpisah seperti kaki dan antena tidak dihitung. 3.3.4
Interaksi pemangsaan teri oleh ikan pemangsa Analisis interaksi pemangsaan teri oleh ikan pemangsa dilakukan pada
ikan-ikan yang diduga memangsa teri yang tertangkap dengan bagan rambo. Pengambilan sampel dilakukan dalam setiap sampling pada beberapa jenis ikan secara acak kelompok yaitu 2 jenis dari kelompok ikan tangkapan utama dan 5 jenis dari kelompok ikan tangkapan lain. Hal ini dilakukan karena komposisi jenis tangkapan teri yang sangat beranekaragam. Sampel ikan yang diambil mempunyai ukuran tubuh yang relatif hampir sama. Selanjutnya diawetkan dengan larutan formalin 5% dan dibawa ke laboratorium. Sampel ikan masing- masing diukur panjang total tubuhnya dengan cara menghitung panjang dari ujung kepala terdepan sampai sirip ekor paling belakang. Dibedah pada perutnya dari bagian anus menuju bagian atas perut ikan di bawah gurat sisi sampai ke operculum ikan bagian belakang, kemudian lambung dan usus diambil dan ujung bagian usus diikat untuk menghidari adanya material yang hilang. Volume lambung dan usus dihitung dan dikeluarkan seluruh makanan yang ada. Makanan berupa teri dan bukan teri dipisahkan, selanjutnya makanan berupa teri dihitung jumlah dan volumenya. Selain itu juga dihitung jumlah lambung yang berisi teri dan tidak berisi teri. 3.4
Analisis Data
3.4.1
Kelimpahan plankton Kelimpahan fitoplankton dan zooplankton (jumlah individu per liter air
laut) dihitung dengan rumus (Hariyadi et al. 2002) : ∑ ind ltr = n x A x C x 1 p B D E
…………….…………………………………(1)
Keterangan : n p A B C
= = = = =
jumlah individu yang teramati jumlah kotak yang diamati (40 kotak) luas Sedgwick Rafter cell (20 x 50 mm = 1000 mm2 ) luas 1 kotak Sedgwick Rafter cell ( 1 mm2 ) volume air yang tersaring (30 ml)
23
D = volume air yang diamati (1 ml) E = volume air yang disaring (60 ltr) Kelimpahan pada kedalaman 0 meter, 5 meter dan 10 meter dirataratakan dan hasilnya diasumsikan
sebagai kelimpahan fitoplankton dan
zooplankton dalam kolom perairan dari kedalaman 0 – 10 meter Kelimpahan fitoplankton dan zooplankton disajikan dalam bentuk grafik berdasarkan stasion penelitian, kategori dominan yang ditemukan dan waktu hauling. Untuk melihat perbedaan rata-rata kelimpahan antar waktu hauling dan perbedaan rata-rata kelimpahan antar kedalaman digunakan analisis sidik ragam (one way ANOVA). Sebelumnya dilakukan uji kenormalan data, dimana data yang tidak normal ditransformasikan dengan logaritma natural. Jika terdapat perbedaan nyata maka dilakukan uji lanjut Bonferroni untuk mengetahui populasi yang berbeda 3.4.2
Hasil tangkapan ikan Data hasil tangkapan ikan disajikan dalam bentuk grafik berdasarkan fase
bulan atau stasion penelitian dan waktu hauling. Analisis hasil tangkapan dilakukan dengan membandingkan hasil tangkapan rata-rata antar periode hauling dan antar stasion penelitian dengan analisis sidik ragam. Selanjutnya dilakukan analisis regresi linear sederhana untuk melihat fungsi antara hasil tangkapan teri dengan kelimpahan fitoplankton dan hasil tangkapan teri dengan kelimpahan zooplankton yang masing- masing dihitung dengan rumus (Walpole 1995) : y = a + bx ................................................................................................(2)
Keterangan : y x
= jumlah teri yang tertangkap (ekor) = kelimpahan fitoplankton dan kelimpahan zooplankton (jumlah individu/liter) a dan b = koefesien regresi Untuk mengetahui apakah terdapat keterkaitan antara jumlah hasil tangkapan teri dengan hasil tangkapan ikan lainnya (layang, kembung, cumi, tembang, japuh, peperek, selar, ikan lain) masing- masing dilakukan analisis korelasi yaitu dengan
24
melihat nilai koefesien korelasi (r) antara 2 variabel (x = tangkapan teri dan y = tangkapan ikan lain ) dengan rumus (Walpole 1995) :
r=
3.4.3
n n n n∑ xi yi − ∑ xi ∑ yi i =1 i=1 i=1 ..................................... (3) n 2 n 2 n 2 n 2 n∑ xi − ∑ xi n∑ yi − ∑ yi i =1 i =1 i =1 i =1
Interaksi pemangsaan teri terhadap plankton Jumlah dan jenis plankton yang dikonsumsi oleh teri dihitung dengan
metode frekuensi kejadian dan metode jumlah. Pendekatan metode frekuensi kejadian adalah mencatat jumlah lambung teri yang mengandung masing-masing organisme makanan, sedangkan pendekatan dengan metode jumlah adalah mencatat jumlah plankton yang terdapat dalam masing- masing saluran pencernaan teri berdasarkan kategori tertentu. Nilai yang diperoleh dengan metode jumlah selanjutnya dikonversi menjadi volume dengan cara pembobotan masing- masing organisme makanan. Pembobotan dilakukan secara subyektif, yaitu dengan membandingkan ukuran masing- masing organisme makanan dimana organisme yang terkecil diberi bobot dengan nilai terendah. Komposisi makanan teri dihitung dengan index of preponderence (IP) atau indeks bagian terbesar dengan rumus (Natarajan dan Jhingran 1961 yang diacu oleh Effendie 1979) :
IPi =
Vi.Oi n
∑ (V .O ) i =1
i
x100% .......................................................................... (4)
i
Keterangan : i = IPi = Vi = Oi = ? Vi.Oi =
jumlah jenis makanan index of preponderence proporsi volume satu macam makanan proporsi frekuensi kejadian satu macam makanan jumlah Vi.Oi dari semua macam makanan
Hasil analisis memberikan informasi tentang jenis dan komposisi makanan yang dimakan oleh teri yang kemudia n dideskripsikan dalam bentuk grafik.
25
Komposisi fitoplankton dan zooplankton yang terdapat dalam makanan teri dan yang terdapat dalam perairan dibanding dalam bentuk tabel absentpresent, yaitu : (1) komponen fitoplankton dan zooplankton yang terdapat dalam makanan teri dan perairan; (2) komponenen fitoplankton dan zooplankton yang terdapat dalam makanan teri tetapi tidak terdapat dalam perairan; dan (3) komponen fitoplankton dan zooplankton yang tidak terdapat dalam makanan teri tetapi terdapat dalam perairan. Selanjutnya untuk mengetahui apakah suatu jenis plankton merupakan pilihan utama dari makanan teri dilakukan analisis indeks pilihan yaitu membandingkan jumlah plankton yang terdapat dalam makanan
teri dengan
kelimpahan jenis plankton di perairan dengan rumus (Effendie 1979) :
E=
ri − pi ............................................................................................. (5) ri + p i
Keterangan : E ri pi
= indeks pilihan = jumlah relatif jenis organisme yang dimakan = jumlah relatif jenis organisme yang terdapat di perairan
Nilai indeks pilihan (E ) berkisar antara -1 sampai +1 yang menunjukkan semakin mendekati +1 maka suatu jenis plankton merupakan pilihan utama makanan teri. Keterkaitan antara jumlah fitoplankton dan zooplankton yang terdapat dalam makanan teri dengan kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di perairan dinyatakan dalam bentuk fungsi regresi linear sederhana dan analisis korelasi seperti pada dalam rumus (2) dan (3). 3.4.4 Interaksi pemangsaan teri oleh ikan pe mangsa Analisis interaksi teri sebagai makanan pemangsa dihitung dengan metode volumetrik (V). Pendekatan metode volumetrik adalah menghitung proporsi volume teri sebagai makanan dengan volume total lambung pemangsa teri (Effendie 1979). Untuk mengetahui apakah terdapat keterkaitan antara proporsi volume teri sebagai makanan dan proporsi frekuensi kejadian pemangsaan teri dengan jumlah tangkapan teri oleh bagan rambo dinyatakan dalam bentuk fungsi regresi linear sederhana dan analisis korelasi seperti dalam persamaan (2) dan (3).
4 HASIL 4.1
Gambaran Umum Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Kondisi perairan di lokasi penelitian digambarkan melalui data-data suhu,
salinitas, kecepatan arus dan oksigen terlarut (DO) yang diperoleh melalui hasil pengukur an malam hari di permukaan perairan pada 8 stasion pengambilan data. Suhu perairan rata-rata adalah 27,6o C dengan nilai minimum dan maksimum masing- masing sebesar 27o C dan 28o C yang menggambarkan kondisi suhu perairan yang relatif homogen (Tabel 3). Suhu maksimum terjadi pada semua stasion penelitian tetapi pada periode hauling yang berbeda (Gambar 9). Salinitas perairan rata-rata adalah 29,6‰ (Tabel 3), salinitas maksimum mencapai 31‰ yang umumnya diperoleh pada pengukuran di hauling III (jam 04:30-05:00), sedangkan salinitas yang rendah terjadi pada hauling I (jam 21:0022:00) mencapai 28‰. Pada stasion 3 dan 4 yang terletak lebih jauh dari daratan utama ditemukan kecenderung salinitas lebih tinggi dibandingkan stasion 1, 2, 6, 7 dan 8 yang terletak lebih dekat dengan daratan, utama nya pada stasion 1 dan 8 yang terletak dekat dengan muara sungai (Gambar 9). Tabel 3 Nilai rata-rata, minimum dan maksimum parameter suhu, kecepatan arus, salinitas, dan oksigen terlarut (DO) di perairan Kabupaten Barru Parameter Rata-rata Minimum Maksimum
Suhu (o C) 27,6 27 28
Salinitas (‰) 29,6 28 31
Kec. arus (m/detik) 0,07 0,05 0,11
DO (mgO 2 /l) 5,69 4,36 7,14
Kecepatan arus permukaan berkisar antara 0,05 – 0,11 m/detik dengan rata-rata sebesar 0,07
m/detik (Tabel 3). Kecepatan arus yang lebih besar
biasanya terjadi pada hauling I (jam 21:00-22:00) sedangkan pada hauling II (jam 01:00-02:00) dan III (jam 04:30-05:00) kecepatan arus relatif lebih rendah kecuali pada stasion 8 dimana kecepatan arus pada waktu hauling I lebih rendah dari pada hauling III (Gambar 10).
27
Suhu Perairan di Lokasi Penelitian 29.0 28.5
suhu (°C)
28.0
Hauling 1 Hauling 2 Hauling 3
27.5 27.0 26.5 26.0 25.5 25.0 St 1
st 2
st 3
st 4
st 5
st 6
st 7
st 8
st 7
st 8
Salinitas di Lokasi Penelitian 32.0
Salinitas (ppt)
31.5 31.0 30.5 30.0
Hauling 1 Hauling 2 Hauling 3
29.5 29.0 28.5 28.0 27.5 27.0 St 1
st 2
st 3
st 4
st 5
st 6
Gambar 9 Kondisi suhu dan salinitas perairan Kabupaten Barru. Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) memperlihatkan nilai yang cukup besar. Rata-rata nilai oksigen terlarut adalah 5,69 mgO 2 /liter, nilai maksimum diperoleh pada pengukuran di stasion 6 yang mencapai 7,14 mgO 2 /liter dan nilai minimum pada stasion 4 sebesar 4,36 mgO 2 /liter (Tabel 3). Oksigen terlarut pada hauling III cenderung lebih rendah dibandingkan hauling I dan II, kecuali pada stasion 2 (Gambar 10).
28
Kecepatan Arus di Lokasi Penelitian
Kec. arus (mtr/dtk)
0.12
Hauling 1 Hauling 2 Hauling 3
0.1
0.08 0.06 0.04 0.02 0 St 1
st 2
st 3
st 4
st 5
st 6
st 7
st 8
Oksigen Terlarut (DO) di Lokasi Penelitian 8.0 7.5
DO (mgO2/L)
7.0
Hauling 1 Hauling 2 Hauling 3
6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 St 1
st 2
st 3
st 4
st 5
st 6
st 7
st 8
Gambar 10 Kondisi kecepatan arus dan oksigen terlarut (DO) perairan Kabupaten Barru. 4.2
Komposisi dan Kelimpahan Plankton Komposisi fitoplankton yang ditemukan terdiri dari 3 kelas, yaitu
Bacillariophyceae (diatom), Chrysophyseae dan Dynophyceae (dinoflagellata) yang masing- masing terdiri dari 19 genus, 2 genus dan 12 genus. Pada setiap stasion penelitian kelas Bacillariophyceae ditemukan paling melimpah, kecuali
29
pada stasion 8, sedangkan
kelas Chrysophyseae selalu ditemukan dalam
kelimpahan yang kecil bahkan pada stasion 1 tidak ditemukan sama sekali (Gambar 11). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa komponen terpenting fitoplankton adalah kelas Bacillariophyceae dan Dynophyceae pada semua stasion penelitian. Bacillariophyceae yang banyak teramati terdiri dari
genus
Chaetoceros, Bidulphia, Coscinodiscus, Leptocylindricus dan Rhizosolenia. Meskipun demikian terdapat beberapa genus yang ditemukan dalam jumlah yang relatif lebih sedikit yaitu Asterionella, Bacillaria, Fragilaria, Nitzschia, Paralia, Pleurosigma, Skeletonema dan Thalassiosira. Selain itu terdapat beberapa genus yang juga teramati tetapi dalam jumlah dan frekuensi kemunculan yang sangat kecil seperti Dytilum, Eucampia, Guinardia, Lauderia, dan Streptotecha. Untuk kelas Dynophyceae yang umum ditemukan adalah Ceratium, Dinophysis, Gymnodinium (Lampiran 1).
Kelimpahan (x100 ind/ltr)
Bacillariophyceae
Chrysophyceae
Dynophyceae
120 100 80 60 40 20 0 st 1
st 2
st 3
st 4
st 5
st 6
st 7
st 8
Stasion penelitian
Gambar 11 Kelimpahan rata-rata fitoplankton pada setiap stasion penelitian (garis vertikal pada tiap titik menunjukkan simpangan baku). Komposisi zooplankton
dibedakan dalam 10 kategori. Terdapat
5
kategori utama yang banyak ditemukan yaitu Ciliata, Copepoda, Malocostraca, Rhyzopodea serta larva dan telur, sedangkan kategori yang paling sedikit ditemukan adalah Hydrozoa. Jika kategori didasarkan pada kelas maka didapatkan kelas Crustaceae (Copepoda, Nauplius, Rhizopodea, Malacostraca) yang
30
mendominasi seluruh stasion penelitian. Setiap kategori tidak selalu ditemukan dalam tiap stasion, seperti Hydrozoa yang hanya ditemukan pada stasion 2, 3, 4 dan 5, selain itu Branchiopoda, Nauplius serta telur dan larva tidak ditemukan pada beberapa stasion penelitian, sedangkan Ciliata, Rhizopodea, Copepoda dan Malocostraca
ditemukan
pada
semua
stasion
penelitian (Gambar 12).
Selama penelitian ditemukan 46 genus zooplankton. Genus yang umum ditemukan
adalah
Strombilidium,
Tintinnopsis,
Calanus,
Microcalanus,
Pseudocalanus, Meganyctiphanes, Balanus naupli, Calanus naupli serta telur ikan (Lampiran 1).
2000 1800
Ciliata Copepoda Nauplius
Rhizopodea Malacostraca Telur dan Larva
Hydrozoa Moluska
st 3
st 5
Branchiopoda Polychaeta
Kelimpahan (ind/ltr)
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
st 1
st 2
st 4
st 6
st 7
st 8
Stasion penelitian
Gambar 12 Kelimpahan rata-rata zooplankton pada setiap stasion penelitian. Hasil pengamatan plankton selama penelitian menunjukkan bahwa ratarata kelimpahan fitoplankton pada 8 stasion penelitian masing- masing di tiga kedalaman adalah 13.420 individu/liter, sedangkan rata-rata kelimpahan zooplankton sebesar 1.271 individu/liter dengan nilai simpangan baku masingmasing sebesar 3.084 individu/liter dan 352 individu/liter yang menunjukkan perbedaan yang cukup besar nilai tengah kelimpahan plankton antar stasion penelitian (Tabel 4). Kelimpahan fitoplankton selalu ditemukan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan zooplankton.
31
Tabel 4 Kelimpahan plankton secara vertikal pada kedalaman 0, 5 dan 10 meter serta kelimpahan rata-rata ± simpangan baku (sb) selama penelitian Plankton Kedalaman 0 meter 5 meter 10 meter Rata-rata
Fitoplankton 12.827 ± 3.098 13.357 ± 3.418 14.075 ± 2.699 13.420 ± 3.084
Zooplankton 1.237 ± 355 1.339 ± 359 1.237 ± 346 1.271 ± 352
Terdapat variasi kelimpahan fitoplankton dan zooplankton antar stasion penelitian. Kelimpahan fitoplankton tertinggi ditemukan pada stasion 5 dan terendah pada stasion 7, sedangkan untuk zooplankton kelimpahan tertinggi pada stasion 6 dan terendah stasion 4 (Gambar 13). Hasil sidik ragam kelimpahan fitoplankton berdasarkan stasion penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal yang sama pada sidik ragam zooplankton menunjukkan perbedaan nyata kelimpahan berdasarkan stasion penelitian. Uji lanjut sidik ragam metode Bonferroni menunjukkan stasion penelitian mana saja berbeda nyata rata-rata kelimpahan fitoplankton dan zooplankton yang disajikan dalam Lampiran 2.
240 Bulan 3/4 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 St1
Bulan gelap
Bulan 1/4
St2
St3
St = Stasion penelitian
Bulan terang
St4
Bulan 3/4
St5
Bulan gelap
St6
Zooplankton
Bulan 1 /4
St7
Bulan terang
24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Zooplankton (x100 ind/liter)
Fitoplankton (x100 ind/liter)
Fitoplankton
St 8
Stasion Penelitian
Gambar 13 Kelimpahan rata-rata plankton setiap stasion penelitian dan fase bulan (garis vertikal pada tiap titik menunjukkan simpangan baku).
32
Kelimpahan rata-rata fitoplankton tertinggi berdasarkan waktu hauling ditemukan pada waktu hauling II (jam 01:00 – 02:00) mencapai 13.744 individu/liter dan terendah pada waktu hauling I (jam 20:30 – 21:30) sebesar 12.840 individu/liter, sedangkan kelimpahan rata-rata zooplankton tertinggi ditemukan pada waktu hauling III (jam 04:30 – 05:00) yang mencapai
1.308
individu/liter dan terendah pada waktu hauling I sebesar 1.225 individu/liter (Gambar 14). Namun demikian, Hasil sidik ragam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata kelimpahan rata-rata baik fitoplankton maupun zooplankton atau variasi kelimpahan pada ketiga waktu hauling relatif kecil (Lampiran 2).
Zooplankton 20
150
15
100
10
5
50
Zooplankton (x100 ind/ltr)
Fitoplankton (x100 ind/ltr)
Fitoplankton 200
0
0
I (jam 21:00-22:00)
II (jam 01:00-02:00)
III (jam 04:30-05:00)
Waktu Hauling
Gambar 14 Kelimpahan rata-rata plankton berdasarkan waktu hauling.
4.3
Hasil Tangkapan Ikan Jenis ikan yang tertangkap oleh bagan rambo selama penelitian sebanyak
58 jenis (Lampiran 3) dengan total berat tangkapan sebesar 6.070 kg. Kelompok ikan yang paling sering dan banyak tertangkap adalah kelompok teri yang terdiri dari 4 jenis yaitu teri hitam (Stolephorus insularis), teri merah (Stolephorus buccaneri), teri put ih (Stolephorus heterolobus) dan teri (Stolephorus indicus) dengan jumlah berat tangkapan sebesar 1.745 kg atau 28,75% dari total tangkapan (Tabel 5). Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, terdapat juga satu jenis teri yaitu Stolephorus tri yang biasa tertangkap oleh bagan rambo tetapi selama penelitian ini tidak ditemukan. Selain itu kelompok ikan lain yang relatif banyak
33
tertangkap adalah layang (Decapterus ressulli, D. macrosoma), kembung (Rastrelliger kanugarta, R. neglectus), cumi (Loligo chinensis, L. duvaucelli, L. edulis, Sebroteithis lessoniana), tembang (Sardiniella spp., S. fibriata, S. sirm), japuh (Dussumieria acuta), peperek (Leionathus aureus, L. spelenden, L. equulus, Gazza minuta), dan selar (Selar Crumenopthalmus, Selaroides leptolepis, Megalapsis cordila) (Lampiran 3 dan 4). Tabel 5 Jumlah, rata-rata dan rasio jenis ikan yang tertangkap oleh bagan rambo selama penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Ikan Teri (Stolephorus spp.) Layang (Decapterus spp.) Kembung (Rastrelliger spp.) Cumi-cumi (Loligo spp.) Tembang (Sardiniella spp.) Japuh (Dussumieria acuta ) Peperek (Leiognathus spp.) Selar (Selar spp.) Ikan lain-lain Jumlah
Ikan- ikan lain yang
Jumlah (kg) 1.745 765 590 480 550 175 690 365 710 6.070
Rata-rata (kg) 218,1 85,6 73,8 60,0 68,8 21,9 86,3 45,6 88,8 758,8
Rasio (%) 28,8 12,6 9,7 7,9 9,1 2,9 11,4 6,0 11,7 100,0
tertangkap oleh bagan rambo selama penelitian
tetapi dalam jumlah yang relatif sedikit adalah kwee (Caranx para, C. bucelentus, C. sexfasciatus, Carangoides ciliarius), ikan bulan (Mane maculata), cipa-cipa (Atropus atropus), alu-alu (Sphyraena jello, S. genie), kucul (Sphyraena obtusata), cendro (Tylosurus crocodilus), julung-julung (Hemichampus far), layur (Trichiurus savala), rambeng (Dipterygonosus spp.), kerong-kerong (Therapon theraps, T. jarpua), samu-samu (Rabdania spp.), ikan terbang (Cypsilurus poecilopterus), kuniran (Parupeneus barberinus, Upenus mollucensis), buntal (Arothron immaculatus, A. hispidus, Diodon halocanthus, D. liturosus), triger (Pseudobalistes fuscus, Rhinechanthus verrucosus), baronang (Siganus spinus), ekor kuning (Caesio lunaris), lolosi biru (Caesio caerulaurea), jenaha (Lutjanus russeli), bambangan (Lutjanus sanguineus), lencam (Letrinus lentjen, L. nebulosus) dan beseng-beseng (Apogon deoderleni, A. fragilis).
34
Jumlah dan komposisi hasil tangkapan selama penelitian menunjukkan adanya perbedaan berdasarkan stasion penelitian atau fase bulan. Tangkapan yang relatif besar diperoleh pada stasion 3 (bulan ¼), stasion 6 (bulan gelap) dan stasion 7 (bulan ¼) masing- masing sebesar 1.260 kg, 1.190 kg dan 1.080 kg (Gambar 15; Lampiran 5). Sedangkan hasil tangkapan paling sedikit di peroleh pada stasion 8 (bulan terang) sebesar 255 kg, dimana pada stasion penelitian ini hanya dilakukan dua kali hauling karena hasil tangkapan yang sedikit pada hauling I. Terlihat bahwa ada perbedaan komposisi tangkapan dominan antara fase bulan terang dengan fase bulan lain. Pada fase bulan terang (stasion 4 dan stasion 8) tangkapan yang lebih besar dari kelompok cumi dengan proporsi masing- masing sebesar 37,4 % dan 66,7% dari total tangkapan saat itu, sedangkan pada fase bulan lain hasil tangkapan yang dominan umumnya dari kelompok teri (Lampiran 5).
Tangkapan bukan teri (kg)
400
Bulan terang
Teri
Bulan 3/4 Bulan gelap Bulan 1 /4
Bulan terang
200
350
175
300
150
250
125
200
100
150
75
100
50
50
25
0
St 1
St 2
St 3
St 4
St 5
St 6
St 7
St 8
Tangkapan teri (kg)
Bukan teri Bulan 3/4 Bulan gelap Bulan 1/4
0
Stasion Penelitian
Gambar 15 Hasil tangkapan rata-rata berdasarkan stasion penelitian dan fase bulan selama penelitian. Analisis hasil tangkapan menurut waktu hauling
menunjukkan
perbedaan hasil tangkapan setiap waktu hauling. Tangkapan rata-rata tertinggi diperoleh pada hauling III yaitu menjelang pagi hari (jam 04.30 - 05.00) sebesar 354,4 kg, kemudian hauling I (sebelum tengah malam jam 20.00 - 22.00) sebesar 271,9 kg dan terendah pada hauling II (tengah malam jam 01.00 - 02.30) sebesar 151,4 kg (Gambar 16). Walaupun secara rata-rata hasil tangkapan tertinggi diperoleh pada hauling III tetapi pada kenyataannya pada beberapa stasion
35
penelitian yaitu stasion 2 dan 3 ditemukan tangkapan tertinggi diperoleh pada hauling I, sedangkan tangkapan terendah selalu terjadi pada hauling II. Untuk jenis teri, hasil tangkapan rata-rata tertinggi juga terjadi pada hauling III sebesar 113,4 kg, kemudian hauling I sebesar 74,6 kg dan terendah pada hauling II sebesar 27,9 kg, bahkan pada stasion 1 hasil tangkapan teri di hauling II hanya 5 kg. Hasil sidik ragam terhadap rata-rata hasil tangkapan setiap waktu hauling, baik tangkapan semua jenis ikan dan teri menunjukkan perbedaan yang nyata. Uji lanjut sidik ragam memperlihatkan trend yang sama yaitu berbeda nyata antara hauling I dengan II dan antara hauling II dan III, sedangkan antara hauling I dan III tidak berbeda nyata (Lampiran 5).
Semua Jenis Tangkapan
Tangkapan Teri
Jumlah tangkapan (kg)
600 500 354,4
400 300
27,.9
200
15,.4 113,4
100
74,6 27,9
0 I (jam 20:30-21:30)
II (jam 01:00-02:00)
III (jam (04:30-05:00)
Waktu hauling Gambar 16 Jumlah tangkapan rata-rata semua jenis ikan dan jenis teri setiap waktu hauling selama penelitian. Uji korelasi hasil tangkapan teri hubungannya dengan kelimpahan plankton di perairan (masing- masing terhadap kelimpahan fitoplankton dan zooplankton) menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara kelimpahan fitoplankton di perairan dengan jumlah tangkapan teri, sedangkan hubungan kelimpahan zooplankton dengan jumlah tangkapan teri menunjukkan adanya korelasi dengan tingkat signifikan a = 0,05. Fungsi regresi antara kelimpahan fitoplankton dan hasil tangkapan teri tidak menunjukkan hubungan yang linear (Gambar 17). Fungsi regresi antara kelimpahan zooplankton di perairan dan
36
jumlah tangkapan teri menunjukkan suatu hubungan linear dapat dijelaskan
Hasil tangkapan teri (kg)
dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.4031 (Gambar 18).
350 300 250
y = -0,0066x + 164,55
200
2
R = 0,0537
150 100 50 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Fitoplankton di perairan (ind/liter)
Hasil tangkapan teri (kg)
Gambar 17 Fungsi regresi antara kelimpahan fitoplankton di perairan dan hasil tangkapan teri
350 300
y = 0,1552x - 121,46
250
R2 = 0,4032
200 150 100 50 0 0
500
1000
1500
2000
2500
Zooplankton di perairan (individu/liter)
Gambar 18 Fungsi regresi antara kelimpahan zooplankton di perairan dan hasil tangkapan teri Hasil tangkapan teri yang dihubungkan dengan jumlah tangkapan ikan lain menunjukkan adanya trend yang hampir sama, dimana kenaikan hasil tangkapan teri diikuti oleh kenaikan hasil tangkapan kelompok ikan lain. Fungsi regresi
37
antara hasil tangkapan teri dan tangkapan ikan kelompok lain menunjukkan hubungan linear dapat dijelaskan dengan koefisien determinasi sebesar 0,4533 (Gambar 19) . Uji korelasi antara hasil tangkapan teri dengan ikan lain selain teri yaitu layang, kembung, cumi, tembang, japuh, peperek, selar, dan ikan lain menunjukkan bahwa hasil tangkapan teri berkorelasi positif dengan hasil tangkapan layang, tembang, peperek, selar dan ikan lain (Lampiran 5).
tangkapan ikan selain teri (kg)
400 350 300 250 200
y = 0,7066x + 134,44
150
R 2 = 0,4533
100 50 0 0
50
100
150
200
250
300
350
Tangkapan teri (kg)
Gambar 19 Fungsi regresi antara hasil tangkapan teri dengan hasil tangkapan ikan selain teri
4.4
Pemangsaan Teri Hitam (Stolephorus insularis) terhadap Plankton Analisis makanan teri yang dilakukan pada jenis teri hitam menunjukkan
bahwa seluruh komponen makanannya adalah plankton. Berdasarkan nilai indeks bagian terbesar (Indeks of preponderence), kelompok zooplankton lebih banyak ditemukan yaitu sebesar 94%, sedangkan fitoplankton hanya sebesar 6% (Gambar 20a).
Terdapat
3
kelas
kelompok
fitoplankton
yang
ditemukan
yaitu
Bacillariophyceae (diatom), Dynophyceae (dinoflagellata) dan Chrysophyceae tetapi Chrysophyceae ditemukan dalam nilai yang sangat kecil. Kelompok zooplankton terdiri dari Ciliata, Rhizopodea, Hydrozoa, Branchipoda, Copepoda, Malacostraca, Nauplius, larva dan telur, serta plankton lain. Hasil analisis juga
38
menunjukkan bahwa terdapat 5 komponen plankton yang dominan dari makanan teri hitam yaitu Copepoda (50%), Malacostraca (27%), telur dan larva (9%), Nauplius (5%) dan diatom (4%) (Gambar 20b).
Fitoplankton
Zooplankton
Plankton lain
Diatom
Malacostraca
Copepoda
Nauplius
Telur/larva
6%
9% 5%
5% 4%
27%
94%
(a)
50%
(b)
Gambar 20 Indeks bagian terbesar (Index of preponderence) makanan teri hitam. Analisis indeks pilihan makanan yang membandingkan antara plankton yang terdapat dalam makanan teri hitam dengan kelimpahan plankton di perairan menunjukkan seluruh komponen fitoplankton memberikan kecenderungan nilai negatif sebaliknya seluruh komponen zooplankton memberikan kecenderungan nilai positif utamanya Copepoda dan Malacostraca (Tabel 6, Lampiran 7). Nilai indeks pilihan makanan untuk kelompok fitoplankton masing- masing adalah Bacillariophyceae -0,17; Chrysophyceae -0,77; Dynophyceae -0,30. sedangkan untuk kelompok zooplankton adalah Rhizopodea 0,76; Branchiopoda
0,70;
Copepoda 0,81; Malacostraca 0,82; Nauplius 0,75; serta larva dan telur 0,75. Semakin besar nilai positif menunjukkan tingkat preferensi teri hitam terhadap suatu organisme makanan. Perbandingan antara plankton yang terdapat dalam makanan teri dengan plankton dalam perairan pada tingkat komposisi genus menunjukkan bahwa terdapat beberapa genus yang ditemukan dalam makanan teri hitam namun tidak ditemukan dalam pemeriksaan komposisi plankton di perairan tetapi dalam jumlah dan frekuensi kemunculan yang sangat kecil (Lampiran 8). Jumlah makanan teri hitam setiap waktu hauling secara umum tidak jauh berbeda. Jumlah organisme makanan teri hitam setiap waktu hauling menunjukkan bahwa jumlah makanan pada hauling III (jam 04:30 – 05:00) lebih
39
besar dibandingkan hauling lainnya, kemudian hauling I (jam 2`:00 – 22:00) dan terkecil pada hauling II (jam 01:00 – 02:00) (Gambar 21). Jika dibandingkan dengan kelimpahan plankton di perairan pada setiap waktu hauling, ternyata menunjukkan pola yang berbeda, dimana untuk kelompok fitoplankton kelimpahan tertinggi diperoleh pada hauling II dan terendah pada hauling I, sedangkan kelimpahan zooplankton tertinggi ditemukan pada hauling III dan terendah pada hauling I. Uji sidik ragam jumlah makanan teri terhadap waktu hauling menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara ketiga waktu hauling ( Lampiran 9). Tabel 6 Indeks pilihan makanan (E) teri hitam Plankton Fitoplankton Bacillariophyceae Chrysophyceae Dynophyceae Zooplankton Ciliata Rhizopodea Hydrozoa Branchiopoda Copepoda Malacostraca Nauplius Telur dan Larva
Indeks Pilihan Makanan -0.17 -0.77 -0.30 0.59 0.76 0.53 0.70 0.81 0.82 0.75 0.75
Organisme makanan (individu)
1500
1000
500
0 I (jam 21:00-22:00)
II (jam 01:00-02:00)
III (jam 04:30-05:00)
Waktu Hauling
Gambar 21 Jumlah makanan teri hitam dalam setiap waktu hauling
40
Uji korelasi antara kelimpahan fitoplankton di perairan dan jumlah plankton dalam makanan teri hitam menunjukkan tidak ada korelasi yang nyata, sedangk an uji korelasi antara kelimpahan zooplankton dalam perairan dengan jumlah zooplankton dalam makanan teri hitam menunjukkan adanya korelasi yang nyata (Lampiran 9). Analisis regersi antara kelimpahan fitoplankton di perairan dan jumlah fitoplankton dalam makanan teri hitam menunjukkan suatu hubungan yang tidak linear dengan nilai koefesien determinasi sebesar 0,0013 (Gambar 22). Analisis regresi antara kelimpahan zooplankton di perairan dengan jumlah zooplankton dalam makanan teri hitam memperlihatkan suatu hubungan linear positif yang dapat dijelaskan dengan koefesien determinasi sebesar (R2 ) 0,64 (Gambar 23). Hubungan positif tersebut dapat diartikan sebagai kenaikan kelimpahan zooplankton di perairan akan meningkatkan jumlah konsumsi teri hitam terhadap zooplankton, dan sebaliknya penurunan jumlah kelimpahan
Fitoplankton dalam makanan teri (individu)
zooplankton akan menurunkan jumlah konsumsi zooplankton oleh teri hitam.
600 500 400 300
y = 0,0012x + 375,57 200
R2 = 0,0013
100 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Fitoplankton dalam perairan (individu/liter)
Gambar 22 Hubungan kelimpahan fitoplankton di perairan dan makanan teri hitam.
Zooplankton dalam makanan teri (individu)
41
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
y = 0,3514x + 17,193 R2 = 0,6429
0
500
1000
1500
2000
2500
Zooplankton dalam perairan (individu/liter)
Gambar 23 Hubungan kelimpahan zooplankton di perairan dan makanan teri hitam. Komposisi makanan teri hitam pada setiap stasion penelitian menunjukkan perbedaan pada jenis makanan dominan yang ditemukan. Namun demikian, secara umum nilai index of preponderence menunjukkan terdapat dua sub kelas dari kelompok zooplankton yang ditemukan dominan pada setiap stasion penelitian yaitu Copepoda dan Malacostraca (Gambar 24). Copepoda paling dominan dibandingkan plankton lain ditemukan pada stasion 2, 3, 4, 5 dan 6, bahkan pada stasion 4 jumlahnya mencapai 70%. Malacostraca ditemukan paling banyak pada stasion 1 dan 8. Telur dan larva juga ditemukan dominan, tetapi pada stasion 1 dan 2 terdapat dalam jumlah yang sangat kecil. Selain itu, terdapat beberapa jenis plankton yang cukup banyak ditemukan dalam makanan teri hitam, yaitu Rhizopodea (stasion 1 dan 5), diatom (stasion 1, 2, 5 dan 7), Nauplius (stasion 2 dan 4), Branchiopoda (stasion 3, 6 dan 8) serta dinoflagellata (stasion 5).
42
Rhizopodea 3%
Diatom 4%
Nauplius 12%
Copepoda 34%
Diatom 6%
Malacostraca 21%
Malacostraca 56% Plankton lain 3%
Stasion 1
Copepoda 57%
Plankton lain 4%
Stasion 2
Telur/larva 6%
Branchiopoda 5% Telur/larva 26%
Nauplius 6%
Malacostraca 10% Plankron lain 8% Copepoda 42%
Malacostraca 21%
Copepoda 70%
Plankton lain 6%
Stasion 3
Telur/larva 21%
Stasion 4
Diatom Dinoflagellata 4% 4% Rhizopodea 5%
Malacostraca 23%
Stasion 5
Copepoda 40%
Plankton lain 3%
Telur/larva 19%
Diatom 5% Copepoda 16%
Copepoda 37%
Malacostraca 25%
Stasion 6
Branchiopoda 12%
Plankton lain 7%
Telur/larva 20%
Branchiopoda 9% Copepoda 17%
Telur/larva 38% Plankton lain 5%
Plankton lain 6%
Stasion 7
Gambar 24
Malacostraca 36%
Malacostraca 48%
Stasion 8
Komposisi makanan teri hitam berdasarkan indeks bagian terbesar (Index of preponderence) pada setiap stasion penelitian
43
4.5
Pemangsaan Teri (Stolephorus spp.) oleh Ikan Pemangsa Pengamatan pemangsaan teri oleh ikan-ikan pemangsa dilakukan pada 8
jenis ikan yaitu peperek, selar, alu-alu, buntal, kwee, kerong-kerong, bambangan dan lencam. Tetapi hanya dua jenis ikan yang dapat dianalisis pada semua stasion penelitian yaitu peperek dan selar. Berdasarkan proporsi volume makanan leiognathus, menunjukkan bahwa proporsi jumlah teri lebih besar dari makanan selain teri (Lampiran 10). Hal ini menunjukkan bahwa isi la mbung peperek sebagian besar terdiri dari teri. Proporsi volume makanan berupa teri dalam total makanan peperek bervariasi setiap stasion penelitan, proporsi terbesar teri sebagai organisme makanan pada stasion 3 dan 7 masing- masing mencapai 80% dan terendah pada stasion 8 sebesar 53%. Analisis regresi antara jumlah tangkapan teri oleh bagan rambo dengan jumlah teri dalam makanan peperek menunjukkan adanya korelasi positip dengan koefesien determinasi sebesar 0,1915 (Gambar 25).
Proporsi volume teri dalam total makanan peperek (%)
100
y = 0,0275x + 64,049 R 2 = 0,1915
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Tangkapan teri (kg)
Gambar 25 Hubungan jumlah tangkapan teri dan proporsi teri dalam makanan peperek selama penelitian Jumlah teri yang dikonsumsi oleh selar berkisar antara 12 sampai 29 ekor teri (Lampiran 10). Variasi nilai ini berbeda untuk setiap stasion dan ukuran tubuh selar. Jumlah makanan terbesar diperoleh pada stasion 3 sedangkan jumlah terkecil pada stasion 7. Analisis frekuensi kejadian makanan menunjukkan bahwa
44
pada sebagian besar stasion penelitian yaitu stasion 2, 3, 4, 6 dan 8 seluruh lambung ikan selar terdapat teri, sedangkan pada stasion lain proporsi frekuensi kejadian mencapai 80%. Analisis regresi antara jumlah tangkapan teri oleh bagan rambo dengan jumlah teri dalam makanan selar peperek menunjukkan adanya korelasi positip dengan koefesien determinasi sebesar 0,681 (Gambar 26). Hal ini dapat diartikan bahwa kenaikan jumlah tangkapan teri oleh bagan rambo berarti
Proporsi volume teri dalam total makanan selar (%)
juga menunjukkan semakin banyak teri yang dikonsumsi oleh selar.
100 90 80 70 60 50 40 30
y = 0,021x + 81,198 R 2 = 0,681
20 10 0 0
100
200
300
400
500
600
Tangkapan teri (kg)
Gambar 26 Hubungan jumlah pemangsaan teri oleh selar dan jumlah tangkapan teri selama penelitian Komposisi makanan alu-alu, buntal, kwee, kerong-kerong, bambangan dan lencam keseluruhannya berisi organisme teri masing- masing pada semua stasion penelitan. Untuk buntal frekuensi kejadian makanan mencapai 100% pada stasion 2 dan 3. Jenis ikan yang paling banyak memanfaatkan teri sebagai makanannya adalah jenis kwee yang mencapai 36 ekor teri pada stasion 1 (Gambar 27).
45
40
alu-alu kerong-kerong
Jumlah Teri (ind)
35
buntal bambangan
kwee lencam
30 25 20 15
`
10 5 0 St 1
St 2
St 3
St 4
St 5
Stasion Penelitian
Gambar 27 Jumlah teri yang dimangsa oleh ikan lain
St 6
St 7
St 8
5 PEMBAHASAN 5.1
Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Perairan Kabupaten Barru terletak di pantai barat pulau Sulawesi dan
merupakan bagian dari Selat Makassar. Perairan ini merupakan salah satu pintu masuk arus lintas Indonesia (ARLINDO) dari arah ut ara sehingga secara umum kondisi perairannya banyak dipengaruhi oleh massa air laut
dari Samudera
Pasifik. Hasil pengukuran beberapa parameter perairan selama penelitian menunjukkan bahwa kondisi perairan Kabupaten Barru relatif homogen dimana fluktuasi nilai- nilai yang diperoleh relatif kecil. Pengukuran suhu dan salinitas perairan menunjukkan nilai maksimum umumnya terjadi pada hauling III menjelang pagi hari (jam 04:30-05:00). Salinitas maksimum pada hauling III
dapat disebabkan kondisi pasang yang
terjadi menjelang pagi hari dimana massa air bergerak dari arah lautan dengan salinitas yang lebih tinggi menuju ke arah daratan, sebaliknya salinitas pada hauling I (jam 21:00-22:00) ditemukan salinitas lebih rendah mencapai 28‰, dimana pada waktu ini terjadi surut dan massa air banyak mendapat pengaruh dari massa air daratan utama sehingga salinitasnya lebih rendah. Pada stasion 3, 4 yang terletak lebih jauh dari daratan utama ditemukan kecenderung salinitas lebih tinggi dibandingkan stasion 1, 2, 6, 7 dan 8 yang terletak lebih dekat pantai. Hal ini disebabkan pengaruh masukan massa air dari daratan utama dengan salinitas yang lebih rendah pada stasion dekat pantai utamanya pada stasion 1 dan 8 yang terletak dekat dengan muara sungai (Gambar 9). Kecepatan arus yang lebih besar biasanya terjadi pada hauling I yang dapat disebabkan pengaruh angin yang bertiup cukup kencang pada saat itu. Walaupun arus untuk arus daerah dekat pantai umumnya pengaruh pasang surut lebih besar dibandingkan pengaruh angin, namun pengukuran yang dilakukan hanya pada arus permukaan sehingga pengaruh angin dapat lebih dominan. Umumnya arus pada musim barat lebih kencang daripada arus yang terjadi pada musim timur. Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) memperlihatkan nilai yang cukup besar. Konsentrasi DO di perairan ini berada di atas batas minimum untuk
47
mendukung kehidupan di perairan seperti yang disebutkan oleh Prescot (1973) yaitu sebesar 2,0 mgO2 /liter. 5.2
Komposisi dan Kelimpahan Plankton Keterkaitan yang erat antara fitoplankton sebagai sumber energi di lautan
dengan zooplankton merupakan tahap awal penghantaran energi ke jenjang trofik yang lebih tinggi. Tidak teridentifikasinya korelasi nyata antara kelimpahan fitoplankton dan zooplankton yang berarti bahwa peningkatan kelimpahan fitoplankton tidak disertai dengan peningkatan kelimpahan zooplankton saat itu yang dapat disebabkan adanya time lag karena zooplankton membutuhkan waktu untuk tumbuh mengikuti pertumbuhan fitoplankton. Jika diamati lebih seksama, terdapat trend bahwa peningkatan kelimpahan fitoplankton dalam suatu periode pengambilan data akan diikuti oleh kenaikan kelimpahan zooplankton setelah pengambilan data selanjutnya (Gambar 13). Fenomena ini masih perlu dikaji lagi karena selama penelitian stasion pengambilan data berada pada lokasi yang berbeda. Hubungan yang tidak nyata antara kelimpahan fitoplankton dan zooplankton juga ditemukan oleh Hauhamu (1995) di teluk Ambon dan Umar (2002) di teluk Siddo yang menemukan perbedaan temporal keaneragaman dan dominansi antara fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton yang ditemukan adalah kelas Bacillariophyceae (diatom), Dynophyceae (dinoflagellata) dan Chrysophycae, dimana kelas Bacillariophyceae adalah yang paling umum ditemukan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Parson et al. (1977), yang mengelompokkan fitoplankton di lautan menjadi delapan kelas yaitu Cyanophyceae, Rhodophyceae, Dynophyceae, Haptophyceae, Chrysophycae, Xanthophyceae, Chlorophyceae dan Bacillariophyceae (diatom). Diantara kelas-kelas itu, kelas Bacillariophyceae dan Dynophyceae merupakan fitoplankton yang umum ditemukan di laut. Dalam perairan tropis, umumnya Bacillariophyceae ditemukan dalam kelimpahan yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan kelas Bacillariophyceae memiliki laju penggandaan ya ng relatif cepat dari kelas lainnya, tetapi dalam kasus tertentu, Dynophyceae dapat dijumpai dalam kelimpahan yang tinggi dan mampu menghambat pertumbuhan plankton
48
sehingga terjadi blooming spesies tertentu seperti yang terjadi pada kasus red tide. Penelitian ini hanya menemukan 3 kelas fitoplankton, sementara Parson et al. (1977) menyatakan bahwa terdapat 8 kelas fitoplankton di lautan. Hal ini disebabkan oleh faktor waktu pengambilan sampel plankton yang dilakukan pada waktu malam hari sehingga berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis yang diperoleh. Anakotta (2002) dalam penelitiannya di teluk Kupang dan menemukan komposisi dan kelimpahan fitoplankton pada malam hari lebih kecil dibandingkan pada siang hari. Komposisi jenis zooplankton lebih banyak ditemukan dibandingkan fitoplankton, anggota kelompok zooplankton jumlahnya lebih besar dari kelompok fitoplankton. Zooplankton itu sendiri terdiri dari berbagai macam organisme akuatik hewani
baik yang bersifat holoplankton seperti Copepoda
maupun meroplankton seperti larva ikan, larva moluska dan lain- lain. Selain itu faktor migrasi vertikal zooplankton yang cenderung naik ke permukaan pada malam hari menyebabkan jenis zooplankton lebih banyak ditemukan pada penelitian ini. Kelimpahan zooplankton secara umum didominasi oleh sub kelas Copepoda, namun demikian terdapat variasi kelimpahan berdasarkan komposisi jenis pada setiap stasion penelitian. Beberapa jenis melimpah pada stasion penelitian tertentu tetapi kemudian tidak ditemukan pada stasion yang lain. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan komunitas yang dinamis, sehingga suatu jenis dapat lebih dominan dari yang lainnya pada interval waktu tertentu tetapi kemudian menjadi langka pada interval waktu yang lain. Seperti yang ditunjukkan oleh larva dan telur ikan, ditemukan cukup dominan pada stasion 1, 6, 7 dan 8 tetapi pada stasion 2 dan 4 menjadi langka bahkan pada stasion 3 tidak ditemukan sama sekali. Selain itu sub kelas Malacostraca ditemukan dalam jumlah yang sedikit pada stasion 4 tetapi kemudian dominan stasion 7 dan 8 (Gambar 12).
49
5.3
Hasil Tangkapan Ikan Hasil tangkapan bagan rambo sangat beranekaragam, terdiri dari berbagai
spesies. Secara umum jumlah hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan tangkapan utama seperti teri, kembung, laya ng, cumi, tembang, japuh, peperek dan selar yang mencapai 88,3% dari total hasil tangkapan (Tabel 5), selebihnya adalah ikan lain yang termasuk by-catch dan discard. Jenis ikan tangkapan utama tersebut termasuk ikan demersal dan pelagis yang berukuran kecil yang dimungkinkan karena bagan rambo menggunakan jaring dengan mesh size yang berukuran kecil.
Keanekaragaman jenis tangkapan dapat dikatakan sebagai
konsekuensi dari fishing ground di daerah tropis yang memiliki variasi jenis ikan yang lebih banyak dibandingkan daerah lain. By-cath dapat diartikan sebagai hasil tangkapan samp ingan dan masih bernilai ekonomis. Termasuk kelompok ini dalam hasil tangkapan bagan rambo adalah kwee (Caranx), alu-alu (Sphyraena), baronang (Siganus), bambangan (Lutjanus) dan beberapa jenis ikan lain. Discard adalah hasil tangkapan sampingan yang tidak bernilai ekonomis dan biasanya dibuang kembali ke laut karena tidak dimanfaatkan. Termasuk dalam kelompok ini adalah buntal (Diodon, Arothron), beseng-beseng (Apogon) dan lain- lain. Berdasarkan pengamatan di lapangan, jumlah hasil tangkapan
sampingan yang termasuk discard hampir
ditemukan setiap waktu hauling tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit atau dapat dikatakan hampir semua tangkapan bagan rambo dimanfaatkan. Jumlah hasil tangkapan yang diperoleh dapat dijadikan gambaran besarnya schooling ikan yang masuk pada catchable area bagan rambo. Jenis dominan yang paling banyak ditangkap adalah teri (Stolephorus) yang mencapai 28,8% dari total total hasil tangkapan (Tabel 5). Terdapat variasi hasil tangkapan teri pada setiap stasion penelitian. Tangkapan yang relatif besar ditemukan pada stasion 3, 6 dan 7 (Gambar 15). Pada stasion ini kelimpahan zooplankton juga ditemukan relatif tinggi. Terdapat dugaan bahwa hasil tangkapan teri berhubungan dengan kelimpahan zooplankton pada saat itu, dengan pertimbangan bahwa salah satu tujuan teri memasuki catchable area bagan rambo adalah untuk mencari makan dan makanan teri adalah zooplankton, dimana kondisi perairan yang lebih terang karena cahaya lampu bagan rambo menjadi daya tarik dalam membantu teri untuk
50
menangkap mangsanya. Hal ini juga berkaitan dengan migrasi verikal zooplankton yang berada disekitar permukaan perairan pada saat malam hari. Namun demikian, proses ini tidak sesederhana penjelasan di atas dan masih terdapat faktor-faktor lain
yang bersama-sama memberi pengaruh dalam
menentukan jumlah tangkapan teri oleh bagan rambo. Korelasi positif hasil tangkapan teri dengan kelimpahan zooplankton di perairan menunjukkan bahwa kelimpahan zooplankton di perairan memberikan kontribusi terhadap jumlah hasil tangkapan sebanyak 40,3%; selain itu masih terdapat faktor- faktor lain yang tidak terukur dalam penelitian ini. Faktor lain tersebut diduga adalah kondisi fisik-kimia perairan dan pencahayaan bagan rambo, diduga memberikan kontribusi dalam menentukan variasi jumlah tangkapan. Selain itu faktor teknis penangkapan seperti pelolosan ikan pada saat proses hauling dapat juga memberi pengaruh jumlah hasil tangkapan.
Oleh
karena itu perlu dikaji lebih lanjut sejauh mana pengaruh kondisi fisik-kimia perairan dan teknis penangkapan terhadap hasil tangkapan ikan bagan rambo. Data jumlah hasil tangkapan teri berdasarkan waktu hauling menunjukkan bahwa tangkapan terbesar umumnya terjadi di hauling III (jam 04:30 – 05:00), kemudian pada hauling I (jam 21:00 – 22:00) dan terendah terjadi pada hauling II (jam 01:00 – 02:00) (Gambar 16). Hal ini dapat diartikan bahwa penangkapan efektif teri oleh bagan rambo dapat dilakukan pada hauling III dan I. Jika hal ini dihubungkan dengan kelimpahan plankton sebagai makanan teri, ternyata jumlah tangkapan tidak berkorelasi dengan besarnya kelimpahan plankton yang relatif sama pada setiap waktu hauling (Gambar 14). Selain itu, jika dihubungkan dengan faktor cahaya lampu bagan sebagai daya tarik ikan untuk masuk ke catchable area ternyata juga tidak berkorelasi karena besarnya intensitas lampu selalu sama tetapi diperoleh hasil tangkapan yang berbeda-beda. Terdapat beberapa dugaan yang dapat menyebabkan perbedaan hasil tangkapan pada setiap hauling, diantaranya adalah kebiasaan waktu makan ikan (feeding periodicity) dan kondisi lingkungan. Feeding periodicity dapat diartikan sebagai periode (waktu) ikan mengambil makanannya dalam waktu 24 jam (Effendie, 1997). Ikan teri melakukan aktivitas mencari makan pada malam hari yaitu saat menjelang malam hari sampai menjelang pagi hari, namun dari hasil
51
analisis makanan diketahui bahwa tingkat kepenuhan isi perut teri yang banyak berisi zooplankton ditemukan pada hauling III sehingga dapat diartikan bahwa teri aktif mengambil makanannya menjelang pagi hari. Kondisi perairan juga diduga mempengaruhi hasil tangkapan teri utamanya suhu dan salinitas, dimana terjadi peningkatan suhu dan salinitas menjelang pagi hari yang berkesesuaian dengan peningkatan hasil tangkapan. Hal ini seperti yang
dinyatakan oleh Hauhamu
(1995) bahwa peningkatan suhu sampai batas tertentu akan merangsang hewan air untuk makan dan meningkatkan aktivitas fisiologi seperti metabolisme dan pencernaan makanan. Perbandingan antara hasil tangkapan teri dengan hasil tangkapan ikan selain teri menunjukkan trend yang hampir sama. Keberadaan teri dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi ikan- ikan lain utamanya untuk jenis ikan yang bukan fototaksis positif unt uk masuk dalam catchable area bagan rambo. Jumlah tangkapan teri menunjukkan korelasi positif dengan beberapa jenis ikan tangkapan utama
lain
yaitu
layang
(Decapterus),
tembang
(Sardinella),
peperek
(Leiognathus), selar (Selar) dan ikan lain dimana kenaikan jumlah tangkapan teri juga diikuti oleh kenaikan jumlah tangkapan ikan selain teri pada saat itu. 5.4
Pemangsaan Individu- individu mahkluk hidup dihubungkan oleh adanya interaksi
makan-memakan. Interaksi ini terjadi karena individu- individu memiliki keinginan untuk selalu ingin hidup dan berjuang untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk mempertahankan jenisnya, (Ediyono et al. 1999 diacu oleh Sudirman 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa semua mahkluk hidup yang hidup bersama-sama pada suatu habitat atau ekosistem yang sama akan berinteraksi satu dengan lainnya. Interaksi yang terjadi dapat bersifat menguntungkan (mutualisme dan komensalisme), merugikan (predasi, kompetisi, parasitisme) atau bersifat netral yang tidak saling mengganggu antar populasi walaupun berada dalam habitat yang sama dan memiliki kebutuhan yang sama karena tercukupinya kebutuhan. Effendie (1997) mengungkapkan bahwa jika ditelaah makanan ikan sejak dari awal pembentukannya sampai ke makanan yang dimakan oleh ikan,
52
sebenarnya merupakan rantai makanan (food chain). Fitoplankton dapat memproduksi bahan organik dari bahan anorganik (produsen primer) yang dimangsa oleh zooplankton (konsumer primer) dan selanjutnya zooplankton akan dimangsa oleh ikan kecil seperti teri sebagai (konsume r sekunder) dan teri akan dimangsa juga oleh ikan yang lebih besar dari trofik level yang lebih tinggi. Dapat juga interaksi makan-pemakan terjadi tumpang tindih, dimana satu jenis produsen dimangsa oleh beberapa jenis konsumen dan satu jenis konsumen memakan beberapa jenis makanan sehingga terbentuk suatu jaringan makanan (food webs). Hal ini juga ditunjukkan dalam penelitian ini, dimana teri selain memangsa zooplankton juga memangsa fitoplankton, selain itu teri sebagai produsen juga dimangsa oleh beberapa jenis ikan pemangsa seperti selar, peperek, buntal, kwee dan ikan-ikan lain. 5.4.1
Pemangsaan teri hitam (Stolephorus insularis) terhadap plankton Kelimpahan teri selain disebabkan oleh faktor lingkungan juga oleh
ketersediaan
makanannya
di
perairan.
Hasil
penelitian
yang
diperoleh
menunjukkan bahwa makanan teri jenis Stolephorus insularis keseluruhannya adalah plankton. Berdasarkan analisis indeks pilihan makanan terlihat bahwa kecenderungan Stolephorus insularis lebih banyak memilih zooplankton dari pada fitoplankton utamanya zooplankton dari kelompok Copepoda, Malacostraca, Polychaeta, Nauplius dan Branchiopoda. Hal ini menunjukkan tingkat preferensi Stolephorus insularis terhadap makanannya yang lebih menyukai zooplankton daripada fitoplankton. Hutomo et al. (1987) menyatakan bahwa teri termasuk ikan bersifat selective feeder yang memanfaatkan jenis-jenis makanan yang menjadi kesukaannya dan sesuai dengan kebutuhannya. Preferensi
makanan Stolephorus spp.
terhadap
zooplankton
juga
disebutkan oleh Burhanuddin et al. (1975) yang memeriksa komposisi makanan teri jenis Stolephorus devisi dan mendapatkan Copepoda dan fragmen crustacea lain sebagai kelompok dominan yang banyak ditemukan. Selain itu Hauhamu (1995) pada jenis Stolephorus spp. dan Sudirman (2003) pada teri jenis Stolephorus insularis serta beberapa penelitian lainnya mendapatkan hasil yang sama.
53
Pemangsaan fitoplankton oleh teri kemungkinan lebih disebabkan karena keberadaan fitoplankton di perairan dalam kelimpahan yang besar, sehingga lebih memudahkan teri memangsa fitoplankton. Hal ini lebih jelas jika melihat komposisi makanan dari kelompok fitoplankton yang banyak ditemukan adalah kelas Bacillorophyceae, sedangkan kelas Bacillorophyceae itu sendiri merupakan komponen utama plankton di perairan. Kelas Bacillorophyceae yang dominan ditemukan adalah dari genus Chaetoceros, Coscinodiscus, Leptocylinricus dan Rhizosolenia. Hasil yang hampir sama diperoleh oleh Sumadhiharga (1978) dan Manuhutu (1988) pada penelitiannya di Teluk Ambon yang melaporkan bahwa dalam lambung Stolephorus spp.
ditemukan
fitoplankton
dari
genus
Trichodesmium,
Coscinodiscus dan Rhizosollenia. Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil tangkapan teri banyak dipengaruhi faktor ketersediaan makanan (pemangaan teri terhadap zooplankton), namun kesimpulan sementara ini perlu dikaji lebih jauh. Penelitian selanjutnya diharapkan mengkaji hubungan hasil tangkapan dengan faktor lain yang diduga mempengaruhi hasil tangkapan seperti kondisi perairan, pencahayaan lampu bagan rambo dan beberapa faktor lain. 5.4.2
Pemangsaan teri (Stolephorus spp.) oleh ikan pemangsa Keberadaan teri dalam food web di lautan sangat penting karena
merupakan penghubung antara plankton dengan ikan- ikan lain. Teri sebagai konsumer tingkat pertama akan dimangsa oleh ikan kecil sebagai konsumer tingkat kedua yang selanjutnya dimangsa lagi oleh ikan- ikan pada trofik level yang lebih tinggi sampai pada top konsumer sehingga terbentuk rantai makanan. Dapat juga terjadi teri dimangsa oleh ikan pada tingkat trofik leve l lain sehingga terbentuk suatu jaringan makanan dan terjadi tumpang tindih relung makanan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa teri dimangsa oleh beberapa jenis predator yang masuk pada catchable area bagan rambo. Hal ini dapat diartikan bahwa kedatangan ikan- ikan tertentu pada area penangkapan bagan rambo selain disebabkan oleh ketertarikan ikan oleh cahaya lampu, juga karena keberadaan teri sebagai daya tarik ikan lain. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil
54
pemerikasaan isi perut pada beberapa jenis ikan hasil tangkapan dimana ditemukan teri sebagai organisme makanan yang dominan. Analisis isi perut dalam penelitian ini hanya dilakukan pada beberapa jenis ikan tangkapan utama yaitu selar dan peperek secara kontinyu sehingga tidak bisa menjelaskan interaksi pemangsaan teri oleh ikan- ikan lain seperti kembung, layang, cumi, tembang, dan beberapa ikan jenis lain yang masuk di catchable area bagan rambo. Namun demikian, berdasarkankan uji korelasi antara hasil tangkapan teri dengan beberapa kelompok ikan yang tertangkap oleh bagan rambo terlihat bahwa hasil tangkapan teri secara signifikan berkorelasi dengan tangkapan layang, tembang, peperek, selar dan ikan lain. Hasil pemeriksaan isi perut juga menunjukkan beberapa jenis ikan yang masuk dalam kelompok ikan lain yang diketahui secara pasti melakukan aktivitas pemangsaan terhadap teri selama berada di catchable area bagan rambo adalah alu-alu, buntal, kwee, kerong-kerong, bambangan dan lencam. Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan secara kont inyu selama penelitian karena jenis ikan-ikan tersebut hanya tertangkap pada periode tertentu. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat memeriksa secara kontinyu semua jenis ikan yang tertangkap oleh bagan rambo sehingga diketahui dengan baik motivasi kedatangannya pada catchable area bagan rambo apakah karena mencari makan, faktor cahaya atau faktor lain. Hasil analisis statistik juga memperlihatkan bahwa semakin banyak teri yang masuk di catchable area bagan rambo maka semakin banyak pula teri dimangsa oleh ikan- ikan pemangsa. Hal ini disebabkan kemudahan ikan-ikan pemangsa untuk menangkap mangsanya. Selain itu jika melihat dalam skala yang lebih luas maka hal ini juga menunjukkan sifat ikan- ikan pemangsa untuk memanfaatkan potensi sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan makanannya yang secara maksimal. Secara umum keberadaan teri pada catchable area bagan rambo mempunyai peran yang sangat penting atas kehadiran ikan- ikan pemangsa, sehingga populasi ikan teri di daerah fishing ground akan sangat menentukan populasi ikan- ikan lainnya. Ditinjau dari segi kelestarian ikan- ikan lain seperti
55
selar dan peperek
di fishing ground tersebut maka populasi ikan teri perlu
dipertahankan. Hal yang menarik, kaitannya pemangsaan teri oleh ikan pemangsa dengan penangkapan teri oleh manusia (nelayan) terdapat suatu kompetisi tidak langsung antara ikan pemangsa dengan nelayan dalam pemanfaatan sumberdaya yang sama. Eksploitasi secara berlebihan teri oleh nelayan akan mengurangi sumber makanan bagi ikan- ikan lain
dan dapat mempengaruhi pertumbuhannya yang akhirnya
akan mengurangi potensi sumberdaya perikanan untuk kebutuhan manusia itu sendiri. Oleh karena itu perlu pengkajian lebih lanjut terhadap persaingan secara tidak langsung antara ikan pemangsa teri dengan nelayan serta bagaimana dampaknya terhadap potensi sumberdaya teri tersebut maupun kedua kompetitor itu sendiri. Pengelolaan perikanan tangkap haruslah berkesinambungan yaitu dengan mempertimbangan keseimbangan potensi sumberdaya yang ada. Menurut Kaswadji (2006 komunikasi pribadi) disebutkan bahwa keseimbangan potensi suatu sumberdaya perikanan secara umum tergantung dari 2 faktor, yaitu (1) faktor yang dapat menambah stok ikan (input) yaitu rukruitmen dan pertumbuhan; dan (2) faktor yang dapat mengurangi stok ikan (output) yaitu mortalitas alami dan penangkapan. Stok ikan akan mengalami penurunan jika faktor input lebih kecil dari output, sebaliknya jika input lebih besar dari output maka terjadi surplus stok ikan. Pemanfaatan yang optimal terjadi jika input seimbang dengan output. Rukruitmen, pertumbuhan dan mortalitas ikan merupakan proses alami dan sangat sulit kontrol oleh manusia, sedangkan penangkapan merupakan faktor yang dapat kontrol.
Dengan
demikian
pengelolaan
perikanan
tangkap
yang
berkesinambungan akan lebih bijaksana jika dilakukan dengan pengaturan sistem penangkapan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Terjadi interkasi pemangsaan teri selama proses penangkapan ikan dengan bagan rambo, dimana teri memangsa plankton dan dimangsa oleh beberapa ikan pemangsa. Komposisi makanan teri hitam (Stolephorus insularis) terdiri dari zooplankton (94%) dan fitoplankton (6%) yang menunjukkan preferensi teri hitam yang lebih memilih zooplankton sebagai makanan utamanya. Hal ini juga ditunjukkan oleh indeks pilihan makanan yang menunjukkan nilai positif untuk makanan zooplankton dan nilai negatif untuk fitoplankton. Jenis makanan yang banyak dimangsa oleh teri hitam yaitu Copepoda (50%) dan Malacostraca (27%), telur/larva (9%), nauplius (5%) dan diatom (4%) sedangkan kumulatif plankton lain hanya sebesar 5%. Terdapat korelasi positif antara jumlah zooplankton dalam makanan teri hitam terhadap kelimpahan zooplankton di perairan dengan koefesien determinasi (R2 ) sebesar 0,643, tetapi tidak terhadap fitoplankton. Selain itu terdapat korelasi positif antara jumlah tangkapan teri hitam dengan kelimpahan zooplankton di perairan dengan nilai koefesien determinasi (R2 ) sebesar 0,403. Teri (Stolephorus spp.) dimangsa oleh beberapa ikan pemangsa seperti peperek, selar, alu-alu, buntal, kwee, kerong-kerong, bambangan dan lencam. Proporsi valome teri dalam total makanan peperek dan selar diatas 50% pada semua stasion penelitian, juga menunjukkan korelasi positif dengan jumlah tangkapan teri saat itu, dengan nilai koefesien determinasi masing- masing sebesar 0,192 dan 0,681. Selain itu jumlah tangkapan teri berkorelasi dengan jumlah tangkapan layang, tembang, peperek, selar dan ikan lain.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang dapat memeriksa secara kontinyu semua
jenis ikan yang tertangkap oleh bagan rambo dan beberapa
parameter lingkungan sehingga dapat diketahui dengan baik motivasi kedatangan ikan pada catchable area bagan rambo apakah karena mencari makan, cahaya lampu atau karena faktor lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anakotta ARF. 2002. Studi Kebiasaan Makanan Ikan-ikan yang Tertangkap di Sekitar Ekosistem Mangrove Pantai Oesapa dan Oebelo Teluk Kupang Nusa Tenggara [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. 103 hal. Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor. Yayasan Dewi Sri. 90 hal. Baskoro MS. 1999. Capture Process of The Floated Bamboo-Platform Liftnet With Light Attraction (Bagan) [Disertasi]. Doctoral Course of Marine Sciences and Technology Graduate School of Fisheries. Tokyo. Tokyo University of Fis heries. 149 hal. Basmi J. 1990. Makanan Plankton dan Plankton sebagai Makanan. Bogor. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 52 hal. Burhanuddin, Hutomo M dan S Martosewojo. 1975. A Priliminary Study on the Growth and Food of Stolephorus spp. from the Jakarta Bay. Jakarta. Marine Research in Indonesia. 30 hal. Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor. Yayasan Dwi Sri. 112 hal. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta. Yayasan Pustaka Nusatama. 163 hal. Ediyono SH, Hendrawad DI, Nugroho AS, dan Yusuf M. 1999. Prinsip-prinsip Lingkungan dalam Pembangunan Berkelnjutan. Jakarta. Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 196 hal. Frost BW. 1977. Grazing: the Physiological Ecology of Plankton. London. Blackwell Scientific Publication. 491 hal. Hall SJ. 1999. The Effects of Fishing on Marine Ecosystem and Communities. London. Blackwell Science Ltd. 274 hal. Haryadi S, Suryadiputra INN dan Widigdo B. 2002. Limnologi Metode Analisis Kualitas Air. Bogor. Laboratorium Limnologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 124 hal. Hauhamu S. 1995. Hubungan antara Kelimpahan Ikan Teri (Stolephrus spp.) dengan Kelimpahan Plankton [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 107 hal.
58
Hutomo M, Burhanuddin dan Martosewojo S. 1987. Sumberdaya Ikan Teri di Indonesia. Jakarta. Seri sumberdaya alam. 80 hal. Hyslop EJ. 1980. Stomach Content Analysis, A Review of Methods and Their Aplication. Journal Fisheries Biology. hal 411-429. Kaswadji RF, Chaeruddin A, Naulita Y, dan Natih MNM. 1995. Dinamika Fitoplankton permukaan di Teluk Pelabuhan Ratu dan kaitannya dengan Rantai Makanan di Laut dan Musim Ikan [Laporan Penelitian]. Bogor. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 25 hal. Laevastu T, dan Hayes ML. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Farnham. Fishing News Book Ltd. 238 hal. Lagler KF. 1972. Freshwater Biology. Dubuque. MMC Brown Comp. Publsh. 545 hal. Mallawa A. 1991. Studi Mengenai Perikanan Bagan Rambo di Perairan Barru Selat Makassar [Laporan Penelitian]. Ujung Pandang. Pusat Lembaga Penelitian, Universitas Hasanuddin. 40 hal. Margalef R. 1978. Sampling Design; some Examples. Phytoplankton Manual. Monogragraf on Oceanographyc Methodology. Paris. UNESCO. hal 17–31. Manuhutu R. 1988. Studi Biologi Ikan Puri Putih (Stolephorus indicus) dengan Penekanan pada Pertumbuhan dan Makanan di Sekitar Perairan Paperu, Teluk Saparua. Ambon. Fakultas Perikanan. Universitas Pattimura. 75 hal. Munro ISR. 1967. The Fishes of New Guinea. Port Moresby. Deparment Agriculture Stock Fish. 650 hal. Nadir M. 2000. Teknologi Light Fishing di Perairan Barru Selat Makassar; Deskripsi, Sebaran Cahaya dan Hasil Tangkapan [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 87 hal. Natarajan AV dan Jhingran AG. 1961. Index of Preponderence: a Method of Grading the Food Element in the Stomach of Fishes. 8 (1): hal 54 – 59. Newell GE, Newell RC. 1977. Marine Plankton; A Practical Guide, Fifth Edition. Hutchinson Ed ucation. 244 hal. Nikolsky GW. 1963. The Ecology of Fishes. London. Academic Press. 352 hal. Nontji A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta. Penerbit Djambatan. 364 hal.
59
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut; suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta. PT Gramedia. 549 hal. Omori M dan Ikeda T. 1984. Methods in Marine Zooplankton Ecology. New York. A Willey inc. Publ John Willey and Sons. 331 hal. Parson TR, Hargrave B dan Takahashi M. 1977. Biological Oceanographyc Processes. New York-Toronto. Pergamon Press. 271 hal. Popova LA. 1978. The Role of Predaceous Fish in Ecosystem. London. Blackwell Scientific Publication. hal 251-249. Prescot MB. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries. Bangkok. Asian Institute Technology. 59 hal. Romimohtarto K dan Juwana S. 2001. Biologi Laut; Ilmu Pengetahuan tentang Laut. Jakarta. Djambatan. 540 hal. Subani W, Barus HR. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut, Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. Departemen Pertanian. 248 hal. Sudirma n. 2003. Analisis Tingkah Laku Ikan untuk Mewujudkan teknologi Ramah Lingkungan dalam Proses Penangkapan pada Bagan Rambo [Desertasi]. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 307 hal. Sumadiharga OK. 1978. Beberapa Aspek Biologi Ikan Puri Stolephorus heterolobus (Rupello) di Teluk Ambon. Ambon. Jurnal Oseanologi Indonesia. hal 29-41. Tomascik T, Mah AJ. Nontji A dan Mossa MK. 1997. The Ecology of the Indoneian Seas, Part 2. The Ecology of Indoensian Series. Jakarta. Periplus Edition (KH) Ltd. 670 hal. Umar NA. 2002. Komposisi dan Kelimpahan Fitoplankton Hubungannya dengan Kelimpahan Zooplankton (Kopepoda) dan Larva Kepiting Bakau (Scylla spp.). [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana Institut Pertananian Bogor. 144 hal. von Brandt A. 1985. Fish Catching Methods of the World. Third Edition. Farnham. Fishing News Books Ltd. 418 hal. Walpole RE. 1995. Pengantar statistika; Edisi ketiga. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 515 hal. Weatherly AH dan Gill HS. 1987. The Biology of Fish Growth. London. London Academic Press. 443 hal.
LAMPIRAN
61 Lampiran 1 Komposisi dan kelimpahan plankton per hauling pada setiap stasion penelitian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
No 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Bacillariophyceae Asterionella Bacillaria Bidulphia Cerataulina Chaetoceros Coscinodiscus Ditylum Eucampia Fragilaria Guinardia Lauderia Leptocylindricus Nitzschia Paralia Pleurosigma Rhizosolenia Skelatonema Streptotheca Thalassiosira Chrysophyceae Halosphaera Phaeocytis Dynophyceae Alexandrium Ceratium Dinophysis Goniaulax Gymnodinium Gyrodinium Noctiluca Peridinium Phalacroma Polykrikos Prorocentrum Protoperidinium JUMLAH
Hauling 1 7370 407 447 0 0 979 1468 0 0 482 0 0 1460 0 174 315 1386 128 0 125 0 0 0 5574 279 1176 2099 205 1530 235 0 0 0 50 0 0 12944
Hauling 2 7191 211 370 0 0 708 1509 0 0 287 0 0 1017 0 193 253 1685 445 195 317 0 0 0 4901 0 0 266 1526 1360 290 1059 270 0 0 0 130 12092
Hauling 3 7736 290 483 0 0 905 1325 0 0 379 0 0 855 0 275 175 2258 404 260 125 0 0 0 4390 289 1471 1104 368 1158 0 0 0 0 0 0 0 12126
Hauling 1 8828 79 118 476 0 560 0 0 0 239 0 0 0 626 1364 1802 2699 407 0 458 1965 0 1965 3472 0 0 1955 0 0 276 0 0 0 0 338 903 14265
Hauling 2 8350 154 260 344 236 264 0 0 0 79 140 0 0 330 1579 1186 3237 405 0 135 1354 0 1354 5580 0 0 2742 0 0 0 0 182 0 0 278 2379 15284
Hauling 3 6881 204 0 611 0 413 0 0 0 0 205 0 0 0 1383 1446 1918 353 0 349 930 0 930 5804 0 0 2201 0 0 0 0 393 0 0 843 2367 13615
Zooplankton Ciliata Condonella Epiplocyloides Flavella Helicostomella leprotitinnis Ptychocylis Strombilidium Tintinnopsis Rhizopodea Acanthochiasma Globigerina Hexacontium Thalassicolla
Hauling 1 117 0 0 39 0 31 12 26 9 149 78 71 0 0
Stasion 1 Hauling 2 120 0 0 36 0 47 9 18 9 158 79 79 0 0
Hauling 3 117 0 0 38 0 41 10 19 10 168 91 77 0 0
Hauling 1 175 151 0 13 0 0 0 0 11 0 0 0 0 0
Stasion 2 Hauling 2 142 66 0 19 57 0 0 0 0 40 0 0 40 0
Hauling 3 224 29 0 49 55 0 0 0 91 108 31 0 78 0
62 Lampiran 1 (lanjutan)
No 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Zooplankton Hydrozoa Agalma sp Chelophyes Eucodonium Eudoxides Branchiopoda Conchoecia Copepoda Anomalocera Calanus Candacia Microcalanus Parathalestris Pseudocalanus Rhincalanus Temora Malacostraca Hyperia Meganyctiphanes Mesopodopsis Plesionika Schistonaysis Siriella Thysanoessa Moluska Salpa Spiratella Larva gastropoda Polychaeta Nereid Proceraca Larva Spionid Larva Nepthid Nauplius Balanus naupli Calanus naupli Telur dan Larva Larva ikan Telur ikan Sisik ikan Larva Echinodermata Spisula Larva bivalvia Unindentified form JUMLAH
Hauling 1 0 0 0 0 0 0 0 208 0 0 0 72 16 36 11 73 180 72 40 0 0 0 0 67 0 0 0 0 63 9 34 20 0 36 23 13 232 101 131 0 0 0 0 4 989
Stasion 1 Hauling 2 0 0 0 0 0 0 0 203 0 0 0 80 15 36 7 65 150 53 30 0 0 0 0 66 0 0 0 0 72 18 35 19 0 41 31 10 214 98 116 0 0 0 0 1 957
Hauling 3 0 0 0 0 0 0 0 237 0 0 0 84 20 40 0 92 157 42 31 0 0 0 0 84 0 0 0 0 93 24 41 28 0 32 21 11 225 99 126 0 0 0 0 0 1029
Hauling 1 50 0 0 50 0 0 0 364 0 87 0 151 0 126 0 0 73 0 0 0 0 0 73 0 0 0 0 0 16 0 16 0 0 225 40 185 25 0 25 0 0 0 0 0 928
Stasion 2 Hauling 2 65 24 0 0 41 0 0 313 5 64 0 171 0 74 0 0 210 15 53 0 0 0 90 53 0 0 0 0 84 29 55 0 0 147 37 110 70 38 31 0 0 0 0 0 1071
Hauling 3 0 0 0 0 0 0 0 287 0 69 0 175 0 43 0 0 317 53 108 0 0 0 80 76 0 0 0 0 99 99 0 0 0 98 0 98 49 0 49 0 0 0 0 0 1182
63 Lampiran 1 (lanjutan)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
No 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Fitoplankton Bacillariophyceae Asterionella Bacillaria Bidulphia Cerataulina Chaetoceros Coscinodiscus Ditylum Eucampia Fragilaria Guinardia Lauderia Leptocylindricus Nitzschia Paralia Pleurosigma Rhizosolenia Skelatonema Streptotheca Thalassiosira Chrysophyceae Halosphaera Phaeocytis Dynophyceae Alexandrium Ceratium Dinophysis Goniaulax Gymnodinium Gyrodinium Noctiluca Peridinium Phalacroma Polykrikos Prorocentrum Protoperidinium JUMLAH
Hauling 1 7450 205 78 630 0 350 1038 0 138 485 0 0 1457 233 405 208 1220 344 0 658 1847 464 1383 4078 0 757 1007 292 858 0 313 0 0 214 385 253 13375
Stasion 3 Hauling 2 7928 93 171 800 0 458 1072 0 553 161 0 0 1389 586 401 47 1723 403 0 72 968 202 767 4860 0 760 1240 364 589 0 279 122 0 629 590 288 13757
Hauling 3 7206 221 339 557 0 361 688 0 450 643 0 0 1122 701 506 92 1216 201 0 111 829 212 617 4444 0 700 787 314 944 0 123 136 0 432 581 428 12479
Hauling 1 7003 0 0 753 170 790 915 0 493 325 370 0 1077 615 481 0 749 184 0 83 1620 660 961 2721 117 743 713 0 601 0 100 0 0 179 269 0 11345
Stasion 4 Hauling 2 6461 0 0 568 448 600 1075 309 0 0 112 0 485 317 176 275 1506 408 0 183 1586 710 876 2605 174 211 338 0 449 822 163 0 0 224 225 0 10652
Hauling 3 6214 0 0 582 421 478 1055 414 0 0 0 0 790 0 75 351 1465 414 0 168 1388 647 741 2920 148 210 545 55 513 639 223 0 0 318 269 0 10521
Zooplankton Ciliata Condonella Epiplocyloides Flavella Helicostomella leprotitinnis Ptychocylis Strombilidium Tintinnopsis Rhizopodea Acanthochiasma Globigerina Hexacontium
Hauling 1 226 0 29 94 34 0 0 70 0 168 0 129 39
Stasion 3 Hauling 2 261 0 71 64 6 0 0 121 0 221 0 166 54
Hauling 3 276 0 33 98 48 0 0 97 0 140 0 93 47
Hauling 1 273 45 0 0 26 0 0 153 49 59 0 59 0
Stasion 4 Hauling 2 291 50 0 0 36 0 0 0 205 134 0 29 46
Hauling 3 252 34 0 0 76 0 0 27 115 69 0 14 30
64 45
Thalassicolla
0
0
0
0
59
25
Hauling 1 41 0 0 37 4 187 187 400 0 0 49 187 0 153 0 11 188 33 105 0 33 12 5 0 70 0 0 70 85 12 51 0 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1365
Stasion 3 Hauling 2 66 0 0 48 18 185 185 468 0 0 46 228 0 150 0 43 78 0 43 0 10 7 18 0 47 0 0 47 82 15 62 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1408
Hauling 3 41 0 0 21 20 190 190 416 0 0 64 182 0 157 0 13 294 50 171 0 50 16 6 0 91 0 0 91 72 18 44 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1518
Hauling 1 0 0 0 0 0 0 0 175 0 46 76 52 0 0 0 0 118 57 20 0 0 0 41 0 0 0 0 0 7 0 0 0 7 84 65 18 51 41 0 10 0 0 0 3 768
Stasion 4 Hauling 2 22 0 0 0 22 42 42 193 0 98 33 0 0 47 0 15 25 0 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 5 3 0 0 13 0 13 4 0 0 4 0 0 0 0 732
Hauling 3 0 0 0 0 0 73 73 296 4 58 118 27 0 67 0 22 34 22 13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 70 0 70 58 43 7 8 0 0 0 0 852
Lampiran 1 (lanjutan)
No 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Zooplankton Hydrozoa Agalma sp Chelophyes Eucodonium Eudoxides Branchiopoda Conchoecia Copepoda Anomalocera Calanus Candacia Microcalanus Parathalestris Pseudocalanus Rhincalanus Temora Malacostraca Hyperia Meganyctiphanes Mesopodopsis Plesionika Schistonaysis Siriella Thysanoessa Moluska Salpa Spiratella Larva gastropoda Polychaeta Nereid Proceraca Larva Spionid Larva Nepthid Nauplius Balanus naupli Calanus naupli Telur dan Larva Larva ikan Telur ikan Sisik ikan Larva Echinodermata Spisula Larva bivalvia Unindentified form JUMLAH
65 Lampiran 1 (lanjutan)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
No 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Fitoplankton Bacillariophyceae Asterionella Bacillaria Bidulphia Cerataulina Chaetoceros Coscinodiscus Ditylum Eucampia Fragilaria Guinardia Lauderia Leptocylindricus Nitzschia Paralia Pleurosigma Rhizosolenia Skelatonema Streptotheca Thalassiosira Chrysophyceae Halosphaera Phaeocytis Dynophyceae Alexandrium Ceratium Dinophysis Goniaulax Gymnodinium Gyrodinium Noctiluca Peridinium Phalacroma Polykrikos Prorocentrum Protoperidinium JUMLAH Zooplankton Ciliata Condonella Epiplocyloides Flavella Helicostomella leprotitinnis Ptychocylis Strombilidium Tintinnopsis Rhizopodea Acanthochiasma Globigerina Hexacontium
Hauling 1 10416 0 447 0 0 1306 1513 1169 1089 0 0 0 2231 0 0 405 2256 0 0 0 2177 693 1484 7944 344 1083 1865 180 1320 0 518 1321 0 666 649 0 20538
Stasion 5 Hauling 2 10978 0 833 519 363 822 1772 0 0 1581 0 0 1216 889 486 0 1302 288 0 909 1699 640 1058 6372 103 1077 1306 526 583 579 687 0 226 860 425 0 19049
Hauling 1 264 70 0 0 0 56 0 75 63 117 24 93 0
Stasion 5 Hauling 2 219 42 0 0 0 49 0 80 48 119 24 94 0
Hauling 3 10449 0 794 428 547 771 1218 0 0 1036 0 0 1001 1388 739 0 1958 471 0 101 1533 499 1034 6512 278 1123 1159 639 1021 463 176 0 252 901 503 0 18495 Hauling 3 190 47 0 0 0 31 0 73 40 113 27 86 0
Hauling 1 8215 0 0 491 0 350 938 443 0 336 438 149 1013 911 773 718 1525 0 130 0 1377 405 972 5343 0 0 1258 976 1468 0 143 0 0 887 611 0 14935
Stasion 6 Hauling 2 8343 0 0 305 37 393 495 383 495 741 616 0 1549 700 425 785 1214 0 107 100 1074 619 455 6048 37 0 1405 772 1352 0 118 0 0 1093 1273 0 15465
Hauling 3 9594 0 0 808 550 787 1078 0 0 566 529 404 708 1254 474 954 1404 0 77 0 1037 508 528 4172 71 0 983 102 1041 0 575 0 0 828 573 0 14803
Hauling 1 311 78 0 63 59 0 0 112 0 131 0 65 0
Stasion 6 Hauling 2 384 96 0 73 69 0 0 146 0 173 0 68 0
Hauling 3 325 103 0 61 65 0 0 97 0 146 0 73 0
66 45
Thalassicolla
0
0
0
66
105
73
Hauling 1 88 43 18 0 27 0 0 325 0 93 0 114 0 70 45 4 114 0 92 16 7 0 0 0 0 0 0 0 120 0 49 71 0 126 47 79 95 0 95 0 0 0 0 0 1248
Stasion 5 Hauling 2 115 60 34 0 22 0 0 338 0 110 0 124 0 55 46 3 146 0 128 12 5 0 0 0 0 0 0 0 114 0 44 70 0 126 54 73 96 0 96 0 0 0 0 0 1272
Hauling 3 91 56 25 0 9 0 0 318 0 104 0 111 0 57 42 5 131 0 113 12 5 0 0 0 0 0 0 0 111 0 44 67 0 125 54 71 92 0 92 0 0 0 0 0 1172
Hauling 1 0 0 0 0 0 159 159 379 0 101 94 0 0 103 82 0 149 69 45 0 0 0 35 0 245 76 30 138 54 54 0 0 0 87 22 65 78 86 33 0 0 33 13 0 1678
Stasion 6 Hauling 2 0 0 0 0 0 194 194 473 0 182 67 0 0 153 72 0 199 95 47 0 0 0 57 0 209 73 40 96 95 79 17 0 0 74 28 46 70 91 45 0 0 15 9 0 1962
Hauling 3 0 0 0 0 0 178 178 458 0 122 105 0 0 130 101 0 156 63 53 0 0 0 40 0 250 89 36 125 70 56 14 0 0 70 6 63 131 76 58 0 0 60 13 0 1858
Lampiran 1 (lanjutan)
No 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Zooplankton Hydrozoa Agalma sp Chelophyes Eucodonium Eudoxides Branchiopoda Conchoecia Copepoda Anomalocera Calanus Candacia Microcalanus Parathalestris Pseudocalanus Rhincalanus Temora Malacostraca Hyperia Meganyctiphanes Mesopodopsis Plesionika Schistonaysis Siriella Thysanoessa Moluska Salpa Spiratella Larva gastropoda Polychaeta Nereid Proceraca Larva Spionid Larva Nepthid Nauplius Balanus naupli Calanus naupli Telur dan Larva Larva ikan Telur ikan Sisik ikan Larva Echinodermata Spisula Larva bivalvia Unindentified form JUMLAH
67 Lampiran 1 (lanjutan)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
No 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Fitoplankton Bacillariophyceae Asterionella Bacillaria Bidulphia Cerataulina Chaetoceros Coscinodiscus Ditylum Eucampia Fragilaria Guinardia Lauderia Leptocylindricus Nitzschia Paralia Pleurosigma Rhizosolenia Skelatonema Streptotheca Thalassiosira Chrysophyceae Halosphaera Phaeocytis Dynophyceae Alexandrium Ceratium Dinophysis Goniaula x Gymnodinium Gyrodinium Noctiluca Peridinium Phalacroma Polykrikos Prorocentrum Protoperidinium JUMLAH Zooplankton Ciliata Condonella Epiplocyloides Flavella Helicostomella leprotitinnis Ptychocylis Strombilidium Tintinnopsis Rhizopodea Acanthochiasma Globigerina Hexacontium
Hauling 1 4323 86 0 1888 0 233 672 0 0 300 100 0 850 0 50 0 143 0 0 0 467 0 467 4822 100 2450 0 0 1317 0 0 50 150 55 700 0 9611
Stasion 7 Hauling 2 5256 0 0 1688 0 303 618 0 0 90 222 0 1517 0 819 0 0 0 0 0 917 0 917 3743 196 1135 0 188 1186 0 113 513 0 113 301 0 9916
Hauling 1 201 0 0 12 0 69 0 78 42 134 0 56 0
Stasion 7 Hauling 2 177 0 0 0 0 53 0 70 54 124 0 51 0
Hauling 3 4714 125 0 1164 0 418 882 0 0 0 0 0 2070 0 55 0 0 0 0 0 1034 0 1034 3736 174 1542 0 218 940 0 88 325 0 263 188 0 9484
Stasion 8 Hauling 1 Hauling 3 4590 4560 0 0 214 203 289 0 204 150 376 363 38 768 0 363 0 494 539 0 0 0 0 0 667 1107 0 0 0 0 754 513 1438 600 24 0 49 0 0 0 940 0 225 0 715 0 7178 6640 24 97 607 300 1676 2183 214 60 570 113 164 0 0 0 217 263 0 0 911 250 1308 1947 1488 1428 12708 11199
Hauling 3 199 0 0 0 0 65 0 73 61 172 0 73 0
Stasion 8 Hauling 1 Hauling 3 130 196 0 0 0 0 0 0 0 8 54 85 0 0 44 73 31 31 95 122 0 0 61 122 0 0
68 45
Thalassicolla
78
73
99
Hauling 1 0 0 0 0 0 74 74 135 0 62 21 53 0 0 0 0 372 0 133 100 0 20 0 118 163 0 0 163 174 0 63 111 0 0 0 0 410 76 124 0 0 88 123 0 1663
Stasion 7 Hauling 2 0 0 0 0 0 71 71 111 0 46 12 52 0 0 0 0 345 0 129 87 0 25 0 104 136 0 0 136 171 0 64 107 0 0 0 0 431 76 102 0 0 95 158 0 1566
Hauling 3 0 0 0 0 0 49 49 128 0 67 10 51 0 0 0 0 358 0 139 91 0 18 0 110 129 0 0 129 178 0 73 105 0 0 0 0 463 101 145 0 0 80 138 0 1676
34
0
Lampiran 1 (lanjutan)
No 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Zooplankton Hydrozoa Agalma sp Chelophyes Eucodonium Eudoxides Branchiopoda Conchoecia Copepoda Anomalocera Calanus Candacia Microcalanus Parathalestris Pseudocalanus Rhincalanus Temora Malacostraca Hyperia Meganyctiphanes Mesopodopsis Plesionika Schistonaysis Siriella Thysanoessa Moluska Salpa Spiratella Larva gastropoda Polychaeta Nereid Proceraca Larva Spionid Larva Nepthid Nauplius Balanus naupli Calanus naupli Telur dan Larva Larva ikan Telur ikan Sisik ikan Larva Echinodermata Spisula Larva bivalvia Unindentified form JUMLAH
Stasion 8 Hauling 1 Hauling 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 56 73 56 73 123 223 0 0 67 102 33 121 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 241 251 17 80 103 121 51 0 0 0 8 0 0 0 62 50 82 0 0 0 0 0 82 0 139 106 0 0 70 83 68 23 0 0 34 81 0 0 34 81 262 124 39 0 87 82 0 6 0 0 48 0 87 36 2 3 1164 1178
69 Lampiran 2. Hasil sidik ragam terhadap data plankton per hauling pada setiap stasion penelitian
a. Sidik ragam untuk mengidentifikasi perbedaan kelimpahan fitoplankton berdasarkan stasion penelitian Sumber Keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Nilai tengah 186623415,031 Galat 6847374,553 Total 193470789,584 * Berbeda pada taraf nyata 0,05
Kuadrat tengah
7 15 22
F hitung
26660487,862 456491,637
Signifikan 0,0000*
58,403
b. Uji lanjut sidik ragam metode Bonferroni untuk mengidentifikasi perbedaan kelimpahan fitoplankton antar stasion penelitian Perbandingan antar stasion
*
Stasion 1
Stasion 2
Stasion 3
Stasion 4
Stasion 5
Stasion 6
Stasion 7
Stasion 1 Stasion 2 Stasion 3 Stasion 4
1,00 0,07 1,00 0,37
1,00 1,00 0,00*
1,00 0,01*
1,00
Stasion 5 Stasion 6
0,00* 0,06
0,00* 1,00
0,00* 0,11
0,00* 0,00*
1,00 0,00 *
1,00
Stasion 7
0,05
0,00*
0,00*
1,00
0,00 *
0,00 *
1,00
1,00
*
*
0,06
Stasion 8 1,00 Berbeda pada taraf nyata 0,05
*
0,03
1,00
0,00
0,00
Stasion 8
1,00
c. Sidik ragam untuk mengidentifikasi perbedaan kelimpahan zooplankton antar stasion penelitian Sumber Keragaman
Jumlah kuadrat
Nilai Tengah 2523667,275 Galat 109133,333 Total 2632800,609 * Berbeda pada taraf nyata 0,05
Derajat bebas 7 15 22
Kuadrat tengah 360523,869 7275,556
F hitung 49,553
Signifikan 0,000*
70 Lampiran 2. (lanjutan)
d. Uji lanjut sidik ragam metode Bonferroni untuk mengidentifikasi perbedaan kelimpahan zooplankton antar stasion penelitian Perbandingan antar stasion
*
Stasion 1
Stasion 2
Stasion 3
Stasion 4
Stasion 5
Stasion 1 Stasion 2
1,00 1,00
1,00
Stasion 3 Stasion 4
0,00* 0,26
0,02* 0,04*
1,00 0,00*
1,00
Stasion 5 Stasion 6 Stasion 7
0,10 0,00* 0,00*
0,76 0,00* 0,00*
0,33 0,00* 0,28
0,00* 0,00* 0,00*
Stasion 8 1,00 Berbeda pada taraf nyata 0,05
1,00
*
0,13
0,00
1,00 0,00 * 0,00 * 1,00
Stasion 6
1,00 0,35 0,00
*
Stasion 7
Stasion 8
1,00 0,00 *
1,00
e. Sidik ragam untuk mengidentifikasi perbedaan kelimpahan fitoplankton antar waktu hauling Sumber Keragaman Jumlah kuadrat Nilai tengah 4123779,4 Galat 189348541,3 Total 193472320,7 ** Tidak berbeda pada taraf nyata 0,05
Derajat bebas 2 20 22
Kuadrat tengah 2061890 9467427
F hitung 0,218
Signifikan 0,806 **
f. Sidik ragam untuk mengidentifikasi perbedaan kelimpahan zooplankton antar waktu hauling Sumber Keragaman
Jumlah kuadrat
Nilai tengah 28393,2 Galat 2604081,1 Total 2632474,3 ** Tidak berbeda pada taraf nyata 0,05
Derajat bebas 2 20 22
Kuadrat tengah 14196,6 130204,1
F hitung 0,109
Signifikan 0,897 **
71 Lampiran 3. Komposisi jenis ikan hasil tangkapan bagan rambo per hauling di setiap stasion penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Spesies Stolephorus buccaneri Stolephorus heterolobus Stolephorus indicus Stolephorus insularis Sardiniella fibriata Sardiniella sirm Sardiniella sp. Rastrelliger kanugarta Rastrelliger neglectus Loligo chinensis Loligo duvaucelli Loligo edulis Sebroteithis lessoniana Decapterus ressulli Decapterus macrosoma Dussumieria acuta Leiognathus aureus Leiognathus spelenden Leiognathus equulus Gazza minuta Mene maculata Caranx para Carranx bucelentus Carans sexfasciatus Carangoides ciliarius Atropus-atropus Selar crumenopthalmus Selaroides leptolepis Megalapsis cordyla Sphyraena jello Sphyraena genie Sphyraena obtusata Tylosurus crocodilus Hemichampus far
Nama Indonesia Teri Teri Teri Teri hitam Tembang Tembang Tembang masa Kembung lelaki Kembung perempuan Cumi-cumi Cumi-cumi Cumi-cumi Cumi-cumi Layang Layang deles Japuh Peperek Peperek Peperek Peperek Ikan bulan Kwee Kwee Kwee Kwee Cipa-cipa Selar bentong Selar kuning Selar tetengkek Alu-alu Alu-alu Kucul Cendro Julung-julung
Stasion1 1 2 3 v
v
v
v v v
v v v
v v v
v
v
v
v v
v v
v v
v
v
v v v
v v v
Stasion2 1 2 3
v v v v v
v v v
v v v
v v v
v v
v v
v v
v v v v v
v v v v v
Stasion3 1 2 3 v v v v v v
Stasion4 1 2 3
v v v
v v v
v v v
v v v
v v
v v v
v v
v
v v
v v
v v
v v
v
v
v
v
v
v
v v
v v
v v v
v v v
v v v
v v v v v
v v v v v
v v v v v
v v v v v
v v v v
v v v v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v v v v v
v v v v v
Stasion5 1 2 3
v v v
v v
v
v v v v
v v v v
v v v v
v
v v
v
v
v v v
v
v v
v
v
v v v
v
v
v
v
v
v
v
v
Stasion6 1 2 3 v v v v v v v v
v v v v v v v v
v v
v v v v v v v v v v
v v v v v
v v v v v
v v v v v
v v v
v v
v v
v v v v v v
v v v
v v v
Stasion7 1 2 3 v v v
Stasion8 1 3 v v
v v
v v
v v
v v
v v
v v
v v
v v
v v
v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v v v
v v v v
v v v v
v
v
72 Lampiran 3 (lanjutan) No 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58
Spesies Dipterygonosus sp Therapon theraps Therapon jarpua Rabdania sp. Trichiurus savala Cypsilurus poecilopterus Parupeneus barberinus Upenus molluccensis Arothron immaculatus Arothron hispidus Diodon halocanthus Diodon liturosus Pseudobalistes fuscus Rhinecanthus verrucosus Siganus spinus Caesio lunaris Caesio caerulaurea Lutjanus russeli Lutjanus sanguineus Lethrinus lentjen Lethrinus obseletus Lethtrinus nebulosus Apogon deoderleini Apogon fragilis
Nama Indonesia Rambeng Kerong-kerong Kerong-kerong Samu -samu Layur ikan terbang Kuniran Kuniran Buntal Buntal Buntal duri Buntal duri Triger Triger Baronang Ekor kuning Lolosi biru Jenaha Bambangan Lencam matahari Lencam merah Lencam Beseng-beseng Beseng-beseng
Stasion1 1 2 3 v v v
v
v
Stasion2 1 2 3 v v v v
Stasion3 1 2 3
Stasion5 1 2 3
v v v
v
Stasion4 1 2 3
v
Stasion7 1 2 3
Stasion8 1 3
v v
v v
v
Stasion6 1 2 3
v
v
v
v
v
v v v v
v v v
v v v
v v
v
v
v
v
v
v
v v v v v
v v
v
v v
v
v v v v v v v
v
v
v v v
v
v
v
73 Lampiran 4. Jumlah ikan hasil tangkapan bagan rambo per hauling pada setiap stasion penelitian
Berat Tangkapan (kg) Stasion 2 Stasion 3
Stasion 1 N o
Nama Indonesia
Nama lokal
1
2
3
Jumlah
1
2
3
Jumlah
1
Teri
Lure
10
5
30
45
70
10
40
120
2 3 4 5 6 7 8 9
Layang Kembung Cumi-cumi Tembang Japuh Peperek Selar Ikan lain-lain
Gappo lajang Gappo banyara Cumi Tembang Jampu-jampu Bete-bete Katombong
20 15 60 15 5 20 20 20 18 5
10 5 50 5 5 10 5 10 10 5
15 5 90 20 5 25 15 40 24 5
45 25 200 40 15 55 40 70
30 50 5 80 20 10 20 35 32 0
5 5 10 20 5 10 0 35 10 0
50 70 10 20 5 15 25 50 28 5
85 125 25 120 30 35 45 120
Total
535
Nama Indonesia
Nama lokal
1
2
1 2 3
Teri Layang Kembung
Lure Gappo lajang Gappo banyara
15 5 5
25 0 5
4 5 6 7 8
Cumi-cumi Tembang Japuh Peperek Selar
Cumi Tembang Jampu-jampu Bete-bete Katombong
70 5 15 40 0
20 0 10 10 0
3 20 5 5 11 0 10 5 60 15
21 0 16 0 85 5 35 5 30 15 15 56 0
2
3
1
2
3
Jumla h
40
105
355
40
15
70
125
40 60 0 30 5 20 15 30 24 0
150 80 5 5 5 45 20 45
350 225 10 70 15 95 50 90
50 5 5 10 5 5 20 30
45 5 0 30 5 40 10 10
125 20 20 45 15 70 40 65
460
1260
30 10 15 5 5 25 10 25 16 5
145
215
525
1
Stasion 8 Jumla 3 h
Berat Tangkapan (kg) Stasion 6 Stasion 7
Stasion 5 N o
705
1
Stasion 4 Jumla h
Jumlah
1
2
3
Jumlah
1
2
3
Jumla h
490 110 115
16 0 5 20
60 5 5
260 20 5
480 30 30
10 5 5
60 5 30
70 10 35
20 50 70 100 85
5 50 0 15 30
0 50 0 20 10
0 80 0 150 20
5 180 0 185 60
0 20 0 15 20
0 10 0 25 10
0 30 0 40 30
60 10 15
90 30 60
80 20 20
32 0 60 35
200 15 30 110 15
15 15 40 40 10
0 15 10 20 15
5 20 20 40 60
74 9
Ikan lain-lain Total
30 18 5
20 90
15 24 5
65 520
50 35 0
30 21 0
70 63 0
150 1190
40 32 5
20 17 0
50
110
10
30
40
585
1
85
170
255
75
Lampiran 5. Hasil sidik ragam dan analisis korelasi hasil tangkapan ikan antar waktu hauling dan antar stasion penelitian a. Sidik ragam hasil tangkapan ikan untuk mengidentifikasi perbedaan hasil tangkapan antar stasion penelitian Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai tengah 1 Galat 1 Total 2 ** Tidak berbeda pada taraf nyata 0,05
Derajat bebas 7 15 22
Kuadat Tengah 0 0
F hitung 2,019
Signifikan 0,120**
b. Sidik ragam hasil tangkapan ikan untuk mengidentifikasi perbedaan hasil tangkapan antar waktu hauling Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai tengah 0,464 Galat 0,931 Total 1,395 * Berbeda pada taraf nyata 0,05
Derajat bebas 2 20 22
Kuadat Tengah 0,232 0,047
F hitung 4,985
Signifikan 0,017*
c. Uji lanjut Bonferroni untuk mengidentifikasi perbedaan ragam tangkapan ikan antar waktu hauling Hauling 1 Hauling 2 Hauling 3
Hauling 1 1 0,1853563 0,733938
Hauling 2
Hauling 3
1 0,0155776
1
d. Sidik ragam hasil tangkapan teri untuk mengidentifikasi perbedaan hasil tangkapan antar stasion penelitian Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai tengah 3,378 Galat 1,938 Total 5,317 * Berbeda pada taraf nyata 0,05
Derajat bebas 7 15 22
Kuadat Tengah 0,483 0,129
F hitung 3,734
Signifikan 0,015*
e. Uji lanjut sidik ragam metode Bonferroni mengidentifikasi perbedaan ragam tangkapan teri antar stasion penelitian stasion 1 stasion 2 stasion 1 1,000 stasion 2 0,823 1,000 stasion 3 0,093 0,686 stasion 4 0,719 0,999 stasion 5 0,991 0,997 stasion 6 0,039* 0,415 stasion 7 0,037* 0,395 stasion 8 0,966 0,999 * Berbeda pada taraf nyata 0,05
stasion 3
1,000 0,795 0,329 0,999 0,999 0,625
stasion 4
1,000 0,986 0,526 0,503 0,999
stasion 5
1,000 0,160 0,150 0,999
stasion 6
1,000 1,000 0,387
stasion 7
1,000 0,370
stasion 8
1,000
76
Lampiran 5. (lanjutan)
f. Sidik ragam hasil tangkapan teri untuk mengidentifikasi perbedaan hasil tangkapan antar waktu hauling Keragaman Jumlah Kuadrat Nilai tengah 1,642 Galat 4,568 Total 6,211 Berbeda pada taraf nyata 0,05
*
Derajat bebas 2 20 22
Kuadat Tengah 0,821 0,228
F hitung 3,595
Signifikan 0,041*
g. Uji lanjut sidik ragam metode Bonferroni untuk mengidentifikasi perbedaan ragam tangkapan teri antar waktu hauling Hauling 1 Hauling 1 1,000 Hauling 2 0,299 Hauling 3 1,000 * Berbeda pada taraf nyata 0,05
Hauling 2
Hauling 3
1,000 0,041*
1,000
h. Uji korelasi antara tangkapan teri dengan fitoplankton dan zooplankton Korelasi Korelasi Parsons Signifikan N Berkorelasi pada taraf nyata 0,05 Tidak berkorelasi pada taraf nyata 0,05
teri
* **
teri 1 . 23
fitoplankton -0,232 0,144** 23
zooplankton 0.604 0.002* 23
i. Uji korelasi antara hasil tangkapan teri dengan ikan selain teri Korelasi layang teri Korelasi Parsons 0,422 Signifikan 0,045* N 23 * Berkorelasi pada taraf nyata 0,05
kembung 0,323 0,132* 23
cumi -0,375 0,078 23
tembang 0,462 0,026* 23
japuh 0,141 0,520 23
peperek 0,545 0,007* 23
selar 0,678 0,000* 23
ikanlain 0,581 0,004* 23
77 Lampiran 6. Index of Preponderence makanan teri hitam (Stolephorus insularis) per hauling pada setiap stasion penelitian Stasion 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Komposisi makanan Diatom Bacillaria Biddulphia Chaetoceros Coscinodiscus Fragilaria Leptocylindricus Nitschia Paralia Pleurosigma Rhizosolenia Skeletonema Thalassiosira Chrysophyceae Halosphaera Phaeocytis Dinoflagellata Ceratium Dynophisis Goniulax Gymnodinium Phalacroma Prorocentrum Ciliata Codonella Petalotricha Strombilidium Tintinopsis Rhizopodea Globigerina Hydrozoa Eucondonium Obelia Uedoxides
Stasion 2
Stasion 3
Hauling 1
Hauling 2
Hauling 3
Hauling 1
Hauling 2
Hauling 3
Hauling 1
Hauling 2
Hauling 3
4,3 0,1 0,0 0,5 0,4 0,0 1,1 0,3 0,0 0,0 1,7 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 0,0 0,3 0,0 0,1 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,1 0,0 4,1 4,1 2,3 0,0 2,3 0,0
4,9 0,0 0,0 0,7 1,0 0,0 0,0 0,2 0,0 0,0 2,8 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 4,1 4,1 0,0 0,0 0,0 0,0
4,3 0,2 0,0 0,0 0,4 0,0 1,8 0,0 0,0 0,0 1,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,2 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,5 1,5 0,0 0,0 0,0 0,0
5,6 0,0 0,0 1,2 0,8 0,0 1,9 0,0 0,0 0,0 1,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,9 0,3 0,2 0,0 0,5 0,0 0,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,2 2,2 0,0 0,0
6,3 0,0 0,0 1,1 0,0 0,0 2,4 0,0 0,0 0,0 2,8 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 2,4 0,1 0,1 0,0 0,5 0,0 1,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,0 0,4 0,0 1,6
5,0 0,0 0,1 0,9 0,4 0,0 1,9 0,0 0,1 0,0 1,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,8 0,3 0,0 0,0 0,1 0,0 1,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
3,3 0,0 0,0 0,6 0,5 0,0 1,2 0,0 0,2 0,0 0,8 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,6 2,6 0,0 0,0 0,0 0,0
1,7 0,0 0,0 0,2 0,1 0,0 0,0 0,0 0,2 0,0 1,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,4 0,0 0,3 0,0 0,1 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,1 0,0 0,6 0,6 1,0 1,0 0,0 0,0
3,5 0,0 0,0 0,0 0,4 0,0 1,2 0,0 0,2 0,0 1,6 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,7 0,0 0,3 0,0 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,3 2,3 0,1 0,1 0,0 0,0
Hauling 1 1,1 0,0 0,0 0,5 0,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 1,7 0,0 0,0 0,7 1,0 4,1 4,1 0,0 0,0 0,0 0,0
Stasion 4 Hauling 2 1,9 0,0 0,0 0,1 0,6 0,2 0,5 0,0 0,0 0,0 0,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,9 0,0 0,5 0,0 0,4 0,0 0,0 3,4 0,0 0,0 0,0 3,4 0,5 0,5 0,0 0,0 0,0 0,0
Hauling 3 8,4 0,0 0,0 0,7 1,0 0,0 3,3 0,0 0,0 0,0 3,3 0,0 0,0 0,2 0,0 0,2 0,8 0,0 0,6 0,0 0,2 0,0 0,0 1,2 0,0 0,0 0,0 1,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
78 Lampiran 6 (lanjutan) Stasion 1 No 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
Komposisi makanan Branchiopoda Conchoecia Philomedes Copepoda Calanus Candacia Cyclopina Microcalanus Pseudocalanus Rhincalanus Temora Malacostraca Athanas Corystes Hyperia Meganytiphanes Pagurus Paratemisto Siriella Thysanoessa Nauplius Balanus naupli Calanus Naupli Telur/larva larva gastropoda Larva ikan Telur ikan Larva polychaeta Unidentified form Total
Stasion 2
Stasion 3
Hauling 1
Hauling 2
Hauling 3
Hauling 1
Hauling 2
Hauling 3
Hauling 1
Hauling 2
Hauling 3
0,0 0,0 0,0 39,6 0,0 0,0 0,0 16,1 23,5 0,0 0,0 47,6 0,0 0,1 21,8 11,4 0,0 0,3 0,0 14,1 0,9 0,7 0,2 0,7 0,0 0,6 0,0 0,0 0,0 100,0
0,0 0,0 0,0 41,8 0,0 0,0 0,0 25,4 16,4 0,0 0,0 47,7 0,0 0,0 32,1 13,7 2,0 0,0 0,0 0,0 0,3 0,3 0,0 1,1 0,0 0,0 0,0 1,1 0,0 100,0
0,0 0,0 0,0 20,1 0,0 0,8 0,0 0,0 15,1 0,0 4,2 71,6 0,5 0,0 32,1 26,2 0,0 0,3 0,0 12,6 0,0 0,0 0,0 2,4 0,0 0,0 0,0 2,4 0,0 100,0
0,0 0,0 0,0 59,0 24,0 0,0 0,0 25,4 9,6 0,0 0,0 16,2 0,0 0,0 1,0 1,5 0,0 0,0 13,7 0,0 15,1 0,0 15,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0
0,0 0,0 0,0 71,8 22,8 0,0 0,0 27,3 21,8 0,0 0,0 2,8 0,0 0,0 2,4 0,5 0,0 0,0 0,0 0,0 12,9 0,0 12,9 1,9 0,0 0,2 0,0 1,6 0,0 100,0
0,0 0,0 0,0 41,6 11,4 0,0 0,0 17,6 12,6 0,0 0,0 44,6 0,0 0,0 6,3 15,5 0,0 0,0 0,0 22,8 6,8 0,0 6,8 0,1 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 100,0
8,2 8,2 0,0 42,9 0,0 4,8 0,0 15,8 21,6 0,0 0,7 19,1 0,0 0,0 0,0 19,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 23,1 17,1 0,0 0,0 6,0 0,4 100,0
4,1 4,1 0,0 38,6 0,0 6,8 0,0 16,7 13,6 0,0 1,6 21,5 0,1 0,0 0,0 21,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 32,0 25,4 0,0 0,0 6,6 0,0 100,0
1,5 1,5 0,0 46,2 0,0 8,2 0,4 12,7 19,6 0,0 5,3 21,0 0,0 0,0 0,0 20,6 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 24,7 17,1 0,0 0,0 7,7 0,0 100,0
Hauling 1 0,0 0,0 0,0 57,8 38,6 1,7 0,0 17,4 0,0 0,0 0,0 16,3 0,0 0,0 15,8 0,5 0,0 0,0 0,0 0,0 7,8 3,4 4,4 11,0 0,0 11,0 0,0 0,0 0,0 100,0
Stasion 4 Hauling 2 0,0 0,0 0,0 77,0 69,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 7,2 13,5 0,0 0,0 0,0 13,5 0,0 0,0 0,0 0,0 2,4 0,0 2,4 0,3 0,0 0,2 0,0 0,2 0,2 100,0
Hauling 3 0,0 0,0 0,0 73,5 61,7 1,1 0,0 2,8 0,0 0,0 7,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 9,1 0,0 9,1 6,8 4,5 2,3 0,0 0,0 0,0 100,0
79 Lampiran 6 (lanjutan)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Komposisi makanan Diatom Bacillaria Biddulphia Chaetoceros Coscinodiscus Fragilaria Leptocylindricus Nitschia Paralia Pleurosigma Rhizosolenia Skeletonema Thalassiosira Chrysophyceae Halosphaera Phaeocytis Dinoflagellata Ceratium Dynophisis Goniulax Gymnodinium Phalacroma Prorocentrum Ciliata Codonella Petalotricha Strombilidium Tintinopsis Rhizopodea Globigerina Hydrozoa Eucondonium Obelia Uedoxides
Hauling 1
Stasion 5 Hauling 2
Hauling 3
Hauling 1
Stasion 6 Hauling 2
Hauling 3
Hauling 1
Stasion 7 Hauling 2
Hauling 3
8,2 0,3 0,0 0,3 0,7 0,0 3,2 0,0 0,0 0,5 3,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,5 0,2 1,8 0,0 1,5 0,0 0,0 0,7 0,0 0,0 0,7 0,0 1,4 1,4 0,0 0,0 0,0 0,0
1,6 0,0 0,0 0,5 1,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 4,5 0,7 1,6 0,0 0,0 0,0 2,2 0,9 0,0 0,0 0,6 0,3 8,4 8,4 0,0 0,0 0,0 0,0
3,5 0,0 0,0 0,9 0,2 0,0 0,3 0,0 0,0 0,0 2,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,9 0,4 0,0 0,0 1,2 0,0 1,3 0,4 0,0 0,0 0,0 0,4 6,6 6,6 0,0 0,0 0,0 0,0
2,5 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 1,2 0,0 0,0 0,0 0,7 0,0 0,0 0,1 0,0 0,1 0,9 0,3 0,5 0,0 0,1 0,0 0,0 1,9 0,7 0,0 1,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
3,1 0,2 0,0 0,5 0,0 0,0 1,2 0,0 0,0 0,0 1,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,9 0,0 0,8 0,0 0,0 0,1 0,0 1,0 0,3 0,0 0,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
2,1 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 0,0 0,0 0,0 0,9 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,5 0,0 0,4 0,0 0,1 0,0 0,0 0,3 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
4,3 0,0 0,1 0,9 0,0 0,0 1,4 0,0 0,0 0,0 1,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,8 0,0 1,4 0,1 1,3 0,0 0,0 0,3 0,0 0,0 0,1 0,2 3,6 3,6 0,0 0,0 0,0 0,0
4,9 0,0 0,1 0,6 0,6 0,0 1,9 0,0 0,0 0,0 1,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3,0 0,0 1,4 0,5 1,2 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,1 0,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
4,4 0,0 0,0 0,7 0,5 0,0 1,6 0,0 0,1 0,0 1,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,7 0,0 1,3 0,1 1,3 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,1 0,4 1,8 1,8 0,0 0,0 0,0 0,0
Stasion 8 Hauling 1 Hauling 3 5,1 0,0 1,2 0,1 0,7 0,0 1,6 0,0 0,0 0,0 1,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 2,2 0,1 0,9 0,0 0,0 0,0 1,2 0,1 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
3,1 0,0 0,9 0,0 0,6 0,0 0,1 0,1 0,0 0,0 1,4 0,0 0,0 0,1 0,0 0,1 1,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,1 0,4 0,0 0,0 0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
80 Lampiran 6 (lanjutan)
No 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
Komposisi makanan Branchiopoda Conchoecia Philomedes Copepoda Calanus Candacia Cyclopina Microcalanus Pseudocalanus Rhincalanus Temora Malacostraca Athanas Corystes Hyperia Meganytiphanes Pagurus Paratemisto Siriella Thysanoessa Nauplius Balanus naupli Calanus Naupli Telur/larva larva gastropoda Larva ikan Telur ikan Polychaeta Unidentified form Total
Hauling 1
Stasion 5 Hauling 2
Hauling 3
Hauling 1
Stasion 6 Hauling 2
Hauling 3
Hauling 1
Stasion 7 Hauling 2
Hauling 3
0,0 0,0 0,0 42,4 0,0 0,0 0,0 16,1 1,5 3,8 21,0 19,3 0,0 0,0 18,7 0,6 0,0 0,0 0,0 0,0 1,2 1,2 0,0 23,2 0,0 9,5 7,0 6,7 0,1 100,0
0,0 0,0 0,0 35,2 0,0 0,0 0,0 14,4 1,8 0,0 19,0 26,6 0,0 0,0 21,3 0,3 0,0 0,0 0,0 5,1 0,6 0,6 0,0 22,0 0,0 6,0 4,8 11,2 0,2 100,0
0,0 0,0 0,0 42,1 0,0 0,0 0,0 12,8 13,2 3,4 12,8 23,6 0,0 0,0 1,8 0,0 0,0 0,0 0,0 21,8 4,5 4,5 0,0 16,3 0,0 2,1 3,1 11,1 0,0 100,0
9,9 9,9 0,0 40,4 18,0 0,3 0,0 0,0 14,5 7,5 0,0 20,1 0,0 0,0 12,3 6,7 0,0 0,0 1,0 0,0 0,5 0,5 0,0 23,8 19,9 0,9 0,8 2,2 0,0 100,0
16,9 10,6 6,4 40,7 20,1 2,2 0,0 0,0 18,4 0,0 0,0 33,0 0,0 0,0 20,6 12,2 0,0 0,0 0,2 0,0 2,1 1,8 0,2 2,3 0,0 1,8 0,0 0,5 0,0 100,0
10,0 6,3 3,6 30,5 12,5 4,2 0,1 0,0 13,7 0,0 0,0 23,2 0,0 0,0 12,6 10,6 0,0 0,0 0,0 0,0 3,7 3,7 0,0 29,7 16,4 10,1 0,0 3,2 0,0 100,0
0,0 0,0 0,0 23,3 0,0 7,9 0,0 15,5 0,0 0,0 0,0 42,4 0,0 0,0 0,0 29,2 0,0 0,0 0,0 13,2 0,0 0,0 0,0 23,3 0,0 6,0 8,4 8,9 0,0 100,0
0,0 0,0 0,0 8,7 0,1 5,1 0,0 3,5 0,0 0,0 0,0 35,9 0,0 0,0 0,0 31,8 0,0 0,0 0,0 4,1 0,0 0,0 0,0 47,0 33,7 0,0 8,3 5,0 0,0 100,0
0,0 0,0 0,0 17,5 0,0 0,0 0,0 17,5 0,0 0,0 0,0 28,9 0,0 0,0 0,0 28,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 44,2 30,1 0,0 7,8 6,2 0,0 100,0
Stasion 8 Hauling 1 Hauling 3 9,1 9,1 0,0 8,2 2,7 0,9 0,0 4,6 0,0 0,0 0,0 44,4 0,0 0,0 0,4 38,4 0,0 0,0 0,0 5,6 0,0 0,0 0,0 30,7 15,9 0,1 3,1 11,6 0,2 100,0
9,5 9,5 0,0 25,7 20,0 5,7 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 50,1 0,0 0,0 22,9 25,4 0,0 0,0 0,0 1,8 0,0 0,0 0,0 9,4 0,0 0,3 2,6 6,6 0,4 100,0
81
82 Lampiran 7. Indeks pilihan makanan teri hitam (Stolephorus insularis) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Plankton Bacillariophyceae Bacillaria Bidulphia Chaetoceros Coscinodiscus Fragilaria Leptocylindricus Nitzschia Paralia Pleurosigma Rhizosolenia Skelatonema Thalassiosira Chrysophyceae Halosphaera Phaeocytis Dynophyceae Ceratium Dinophysis Goniaulax Gymnodiniu m Phalacroma Prorocentrum Ciliata Condonella Strombilidium Tintinnopsis Rhizopodea Globigerina Hydrozoa Eucodonium Eudoxides Branchiopoda Conchoecia Copepoda Calanus Candacia Microcalanus Pseudocalanus Rhincalanus Temora Malacostraca Hyperia Meganyctiphanes Siriella Thysanoessa Nauplius Balanus naupli Calanus naupli Telur dan Larva Larva ikan Telur ikan Larva polychaeta Larva gastropoda
pi 0,455 0,019 0,038 0,038 0,059 0,024 0,069 0,025 0,032 0,030 0,096 0,014 0,011 0,072 0,019 0,053 0,237 0,045 0,079 0,020 0,055 0,002 0,036 0,010 0,003 0,004 0,003 0,005 0,005 0,001 0,000 0,000 0,004 0,004 0,019 0,004 0,002 0,006 0,004 0,001 0,001 0,011 0,002 0,005 0,001 0,002 0,004 0,001 0,003 0,016 0,003 0,004 0,006 0,003
ri 0,321 0,010 0,010 0,055 0,059 0,002 0,068 0,007 0,016 0,005 0,077 0,011 0,002 0,009 0,000 0,009 0,128 0,010 0,044 0,005 0,035 0,002 0,032 0,039 0,005 0,017 0,016 0,033 0,033 0,003 0,002 0,001 0,025 0,025 0,177 0,036 0,025 0,054 0,044 0,004 0,015 0,112 0,036 0,054 0,003 0,020 0,030 0,013 0,017 0,111 0,014 0,023 0,048 0,027
ri - pi -0,135 -0,009 -0,028 0,017 0,000 -0,023 -0,001 -0,019 -0,015 -0,025 -0,019 -0,004 -0,010 -0,063 -0,019 -0,044 -0,109 -0,035 -0,035 -0,015 -0,020 0,000 -0,004 0,029 0,002 0,013 0,014 0,028 0,028 0,002 0,002 0,000 0,021 0,021 0,158 0,031 0,023 0,048 0,040 0,003 0,014 0,101 0,033 0,049 0,001 0,017 0,026 0,012 0,014 0,095 0,011 0,019 0,042 0,024
Keterangan : pi : jumlah relatif jenis organisme yang terdapat di perairan ri : jumlah relatif jenis organisme yang dimakan E : index of preponderence
ri + pi 0,776 0,029 0,048 0,093 0,118 0,026 0,137 0,032 0,048 0,035 0,173 0,025 0,013 0,082 0,019 0,063 0,365 0,055 0,122 0,026 0,090 0,003 0,068 0,048 0,008 0,021 0,019 0,037 0,037 0,004 0,003 0,001 0,030 0,030 0,196 0,040 0,028 0,059 0,048 0,006 0,016 0,123 0,038 0,059 0,004 0,022 0,035 0,015 0,020 0,127 0,017 0,027 0,054 0,030
E -0,174 -0,301 -0,574 0,181 0,001 -0,874 -0,007 -0,587 -0,316 -0,728 -0,111 -0,144 -0,764 -0,771 -0,995 -0,703 -0,300 -0,646 -0,287 -0,577 -0,223 -0,060 -0,054 0,594 0,263 0,598 0,733 0,755 0,755 0,533 0,655 0,292 0,698 0,698 0,806 0,784 0,821 0,809 0,819 0,573 0,870 0,824 0,888 0,828 0,333 0,788 0,751 0,828 0,696 0,747 0,660 0,689 0,781 0,790
83 Lampiran 8. Perbandingan plankton yang terdapat dalam perairan dan makanan teri
Plankton Bacillariophyceae Asterionella Bacillaria Bidulphia Cerataulina Chaetoceros Coscinodiscus Ditylum Eucampia Fragilaria Guinardia Lauderia Leptocylindricus Nitzschia Paralia Pleurosigma Rhizosolenia Skelatonema Streptotheca Thalassiosira Chrysophyceae Halosphaera Phaeocytis Dynophyceae Alexandrium Ceratium Dinophysis Goniaulax Gymnodinium Gyrodinium Noctiluca Peridinium Phalacroma Polykrikos Prorocentrum Protoperidinium Ciliata Condonella Epiplocyloides Flavella Helicostomella leprotitinnis Petalotricha Ptychocylis Strombilidium Tintinnopsis Rhizopodea Acanthochiasma Globigerina Hexacontium Thalassicolla sp
Perairan
Teri
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
X v v X v v X X v X X v v v v v v X v
v v
v v
v v v v v v v v v v v v
X v v v v X X X v X v X
v v v v v X v v v
v X X X X v X v v
v v v v
X v X X
Plankton Hydrozoa Agalma sp Chelophyes Eucodonium Eudoxides Obelia Branchiopoda Conchoecia Philomedes Copepoda Anomalocera Calanus Candacia Cyclopina Microcalanus Parathalestris Pseudocalanus Rhincalanus Temora Malacostraca Athanas Coristes Hyperia Meganyctiphanes Mesopodopsis Pagurus Paratemisto Plesionika Schistonaysis Siriella Thysanoessa Nauplius Balanus naupli Calanus naupli Telur dan Larva Larva ikan Telur ikan Sisik ikan Larva gastropoda Larva polychaeta Larva Echinodermata Spisula Larva bivalvia
Keterangan : Ditemukan Tidak ditemukan
Perairan
Teri
v v v v X
X X v v v
v X
v v
v v v X v v v v v
X v v v v X v v v
X X v v v X X v v v v
v v v v X v v X X v v
v v
v v
v v v v v v v v
v v X v v X X X
v X
84 Lampiran 9. Hasil sidik ragam dan analisis korelasi jumlah makanan teri hitam (Stolephorus insularis)
a. Sidik ragam untuk mengidentifikasi perbedaan jumlah makanan teri hitam antar waktu hauling Sumber keragaman Nilai tengah Galat Total
Jumlah Kuadrat 87316,180 708048,429 795364,609
Derajat bebas 2 20 22
Kuadrat tengah 43658,090 35402.421
F hitung 1,233
F tabel
Sig. 0,313*
*Tidak berbeda pada taraf nyata 0,05
b. Korelasi plankton dalam perairan dengan plankton dalam makanan teri hitam Korelasi Fitoplankton dalam makananTeri
Korelasi Pearson Signifikan N Korelasi
Zooplankton dalam makananTeri
Korelasi Pearson Signifikan N * Berkorelasi pada taraf nyata 0,05 ** Tidak berkorelasi pada taraf nyata 0,05
Fitoplakton dalam makananTeri
Fitoplankton dalam Perairan
1 . 23 Zooplankton dalam makananTeri
-0,037 0,434** 23 Zooplankton dalam perairan
1 . 23
0.802 0.000* 23
85
Lampiran 10. Pemangsaan teri (Stolephorus spp.) oleh beberapa ikan pemangsa
Parameter Stasion 1 Jumlah sampel (individu) Panjang tubuh (cm) Jumlah (N) Proporsi frekuensi pemangsaan (% F) Proporsi volume teri (% V) Stasion 2 Jumlah sampel (individu) Panjang tubuh (cm) Jumlah N Proporsi frekuensi pemangsaan (% F) Proporsi volume teri (% V) Stasion 3 Jumlah sampel (individu) Panjang tubuh (cm) Jumlah N Proporsi frekuensi pemangsaan (% F) Proporsi volume teri (% V) Stasion 4 Jumlah sampel (individu) Panjang tubuh (cm) Jumlah N Proporsi frekuensi pemangsaan (% F) Proporsi volume teri (% V)
Peperek
Jenis ikan Kwee Kerong-kerong
Selar
Alu-alu
Buntal
Bambangan
Lencam
10 12,3 15
5 14,7 16
5 29,1 13
5 11,3 13
80 54,2
80 77,8
100 43,2
60 72,5
10 15,7 20
5 18,7 20
5 32,3 16
5 10,8 15
3 29,3 36
5 16,3 13
80 73,3
100 85,7
100 50,8
100 80,5
100 60,8
100 89,3
10 16,3 28
5 20,3 29
5 37,3 29
5 11,5 16
3 25,4 31
5 16,8 16
5 24,2 31
100 80,0
100 90,9
100 83,01
100 83,3
100 87,1
100 86,2
100 88,4
10 11,6 15
5 14,7 23
5 11,4 13
5 19,6 24
3 24,9 21
90 65,2
100 85,7
80 72,1
100 91,5
100 53,3
86
Lampiran 10. (lanjutan)
Parameter Stasion 5 Jumlah sampel (individu) Panjang tubuh (cm) Jumlah N Proporsi frekuensi pemangsaan (% F) Proporsi volume teri (% V) Stasion 6 Jumlah sampel (individu) Panjang tubuh (cm) Jumlah N Proporsi frekuensi pemangsaan (% F) Proporsi volume teri (% V) Stasion 7 Jumlah sampel (individu) Panjang tubuh (cm) Jumlah N Proporsi frekuensi pemangsaan (% F) Proporsi volume teri (% V) Stasion 8 Jumlah sampel (individu) Panjang tubuh (cm) Jumlah N Proporsi frekuensi pemangsaan (% F) Proporsi volume teri (% V)
Alu-alu
Buntal
Jenis ikan Kwee Kerong-kerong
Peperek
Selar
10 12 16
5 16,6 14
5 10,6 12
90
80
60
85,0
80,0
73,7
10 13,2 26
5 15,1 16
5 30,8 23
3 25,6 24
5 15,7 12
100 70,0
100 91,3
100 81,6
100 57,1
100 84,6
10 13,1 29
5 15,3 12
5 30,3 20
100 80,0
100 88,9
100 86,4
10 10,8 9
5 15,4 14
50 52,6
80 85,7
Bambangan 5 20,1 21 100 67,8
Lencam
87
88 Lampiran 11 Gambar beberapa genus plankton yang ditemukan dalam perairan dan makanan teri hitam (Stolephorus insularis).
(a) Ceratium
(b) Chaetoceros
(c) Leptocylindricus
(d) Dinophysis
(e) Coscinodiscus
(f) Calanus
89
Lampiran 11. (lanjutan)
(g) Larva gastropoda
(i) Tintinopsis
(h) Nauplius Calanus
(j) Temora