Penambahan Alginat Sebagai Emulsifier pada Susu dari Kulit Pisang dan Kacang Hijau (Litsang-Ijo) Ani Purwanti1, Nanang Setiawan2, Delli Christina3 Jurusan Teknik Kimia , Fakulas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Kompleks Balapan, Yogyakarta, 55222 E-mail: 1)
[email protected], 2)
[email protected], 3)
[email protected]
1,2,3
Abstrak Kulit pisang merupakan bahan sisa yang belum banyak dimanfaatkan. Selama ini kulit pisang digunakan untuk makanan ternak.Kulit pisang mempunyai kandungan karbohidrat, vitamin, kalsium, protein, dan lemak. Pembuatan susu nabati dengan campuran bahan kulit pisang dan kacang hijau (susu litsang-ijo) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan protein dalam susu tersebut karena kacang hijau merupakan sumber protein yang bagus. Namun susu litsang-ijo ini belum banyak dikenal masyarakat dan kurang diminati karena susu ini mudah mengendap. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan upaya untuk menjaga kestabilan emulsi susu litsang-ijo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menambahkan emulsifier. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh penambahan alginat terhadap konstanta laju pengendapan susu kulit pisang kacang hijau. Dalam penelitian ini dilakukan variasi berat alginat, kecepatan pengadukan, waktu pengadukan, dan suhu pencampuran.Susu yang dihasilkan untuk tiap-tiap percobaan dilakukan pengecekan absorbansinya. Data absorbansi diambil setiap 10 menit untuk menghitung konsentrasi susu kulit pisang kacang hijau dengan bantuan kurva standar. Data tersebut diolah untuk mendapatkan nilai konstanta laju pengendapan. Laju pengendapan susu litsang-ijo terendah (0,00088 ppm/menit) diperoleh pada saat penambahan alginat sebanyak 7% , kecepatan pengadukan 780 rpm, waktu pengadukan 7 menit dan suhu pencampuran 70°C. Kata kunci— alginat, susu, kulit pisang, kacang hijau
Abstract Banana peels as an agro-industrial waste is that contains a lot of carbohydrates, vitamins, calcium, protein, and fat are generally discarded. Making the vegetable milk from the mixture of banana peels and green beans (litsang-ijo milk) is one way alternatives to increase the protein content. Litsang-ijo milk has not been exposed yet and it is less favored because precipitate easily. To overcome these problems, the stability of the emulsion of litsang-ijo milk needs to be maintained by adding emulsifier such alginate. The purpose of this study is to get the effect of alginate on precipitation rate constants of litsang-ijo milk. This research conducted using the variation of alginate’s weight, mixing speed, stirring time, and temperature of mixing. The milk produced for each experiments was measured its adsorbance. The adsorbance was taken every 10 minutes to calculate the concentration of the litsang-ijo milk by a standard curve. These data was liniearized to get the precipitation rate constants value. The lowest precipitation rate constants of litsang-ijo milk (0.00088 ppm/min) was obtained under conditions such as addition of 7% alginate, 780 rpm of mixing speed for 7 minutes, and 700C of mixing temperature. Keywords—alginate, milk, banana peels, green beans SNaTKII II – 10 Oktober 2015
32
1. PENDAHULUAN
K
ulit pisang merupakan salah satu bahan sisa yang belum banyak termanfaatkan. Selama ini kulit pisang digunakan untuk makanan ternak. Kulit pisang mempunyai
kandungan gizi antara lain karbohidrat, vitamin, kalsium, protein, dan lemak. Pembuatan susu nabati dengan campuran bahan kulit pisang dan kacang hijau merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai gizi (protein) dalam susu tersebut karena kacang hijau merupakan bahan pangan yang berasal dari kacang-kacangan sebagai sumber protein yang bagus. Suatu penelitian [1] yang memanfatkan limbah kulit pisang pada daerah sentra industri kripik buah pisang menjadi susu kulit buah pisang dan kacang hijau mempelajari efek dari formulasi susu antara kulit buah pisang dengan kacang hijau yang ditinjau dari tingkat nilai gizi dari susu buah pisang kacang hijau tersebut dan kondisi optimal proses pembuatannya. Kacang hijau merupakan sumber protein nabati, vitamin (A, B1, C dan E), dan beberapa zat lain yangbermanfaat bagi tubuh manusia, seperti amilum, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium, dan niasin. Kacang hijau bermanfaat unntuk melancarkan buang air besar [2].Sedangkan kulit pisang merupakan bahan buangan dari buah pisang. Pada umumnya kulit pisang hanya dibuang sebagai limbah organik atau digunakan sebagai makanan ternak. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan jika bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan [3]. Susu adalah suatu emulsi lemak dalam air, serta larutan berbagai senyawa mineral. Susu dari kulit pisang dan kacang hijau (susu litsang-ijo) memiliki nilai gizi yang tinggi yaitu dengan kandungan karbohidrat sebesar 12,14% dan kadar protein sebesar 8,83%. Nilai gizi tersebut sudah memenuhi standar SNI 01-3830-1995. Kandungan asam amino dalam susu nabati tersebut sama dengan asam amino yang terkandung dalam kacang hijau karena komposisi protein utama berasal dari kacang hijau, sedangkan
kulit pisang
sebagai salah satu bahan formulasinya hanya mengandung protein 0,1356%. Pada pembuatan susu litsang-ijo diperlakuakan proses pasteurisasi dengan suhu tertentu hal ini dapat mematikan bakteri-bakteri sehingga susu lebih awet sampai dengan 2 minggu [1]. Produk hasil penelitian susu dari kulit buah pisang dan kacang hijau yang telah dihasilkan pada penelitian sebelumnya [1] kurang diminati oleh masyarakat karena belum banyak masyarakat yang mengetahui dan masih mudahnya susu tersebut mengendap. Susu dari kulit pisang dan kacang hijau merupakan salah satu bentuk emulsi. Sifat emulsi
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
33
pada susu kulit pisang dan kacang hijau cenderung kurang stabil karena cepat mengalami pengendapan. Endapan yang ada dalam susu kulit pisang kacang hijau merupakan zat yang terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Ketiga zat tersebut merupakan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena
itu diperlukan usaha untuk memperbaiki
kualitas susu kulit pisang dan kacang hijau agar memiliki emulsi yang stabil. Emulsi merupakan sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (emulfisier) dapat mencegah terjadinya proses pemecahan emulsi sehingga dapat menstabilkan emulsi. Bahan pengemulsi yang dapat digunakan antara lain alginat yang merupakan emulsifier alam dari tumbuh-tumbuhan [4]. Alginat dapat diperoleh dari pengendapan rumput laut dengan menggunakan alkohol [5]. Dalam penelitian ini ingin dicari upaya untuk menjaga kestabilan emulsi susu dari kulit pisang dan kacang hijau (susu litsang-ijo). Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menambahkan emulsifier sehingga diperoleh emulsi yang stabil. Emulsifier yang digunakan dalam penelitian ini adalah alginat.Dari penelitian ini diharapkan dapat mengevaluasi pengaruh penambahan alginat terhadap konstanta laju pengendapan susu kulit pisang kacang hijau.
2. METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu litsang-ijo, alginat, dan aquades. Alginat yang digunakan dibuat dalam bentuk larutan memakai pelarut aquades dengan konsentrasi 0,005 gram/mL.Peralatan yang digunakan antara lain gelas beker 250 mL, labu ukur 1000 mL, erlenmeyer 50 mL, termometer, timbangan digital, pipet tetes, magnetic stirrer, dan spektrofotometer. Variabel tetap yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu litsang-ijo 10.000 ppmdan analisa absorbansi menggunakan spektrofotometer dilakukan setiap 10 menit. Variasi proses yang dilakukan adalah variasi volume alginat yang digunakan terhadap volume susu litsang-ijo (3%, 5%, 7%, dan 9%) , kecepatan pengadukan (240 rpm, 420 rpm, 600 rpm, 780 rpm, 960 rpm, dan 1140 rpm), waktu pengadukan (3 menit, 5 menit, 7 menit, dan 9 menit), dan suhu pengadukan (30°C, 50°C, 70°C, dan 80°C).
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
34
Prosedur kerja dimulai dengan membuat kurva standar. Langkah pertama adalah mencari panjang gelombang susu litsang-ijo menggunakan spektrofotometer hingga diperoleh absorbansi maksimum. Setelah itu, mengukur nilai absorbansi larutan susu litsang-ijo dengan konsentrasi (2000 – 10.000) ppm dengan panjang gelombang (λ) sebesar 294 nm. Data absorbansi yang diperoleh dibuat kurva standar konsentrasi susu kulit pisang kacang hijau terhadap absorbansi. Langkah kedua adalah menentukan harga konstanta laju pengendapan susu litsang –ijo. Data absorbansi susu litsang-ijo diambil dengan cara mengukur absorbansinya setiap 10 menit kemudian membaca konsentrasi susu litsang-ijo dengan bantuan kurva standar. Perhitungan untuk mencari konstanta laju pengendapan susu litsang ijo diperoleh dengan rumus reaksi orde pertama [6] sebagai berikut:
(1) (2) -ln (Ca/Ca0)=kt (3) Ca0 –Ca = kt (4) Keterangan : Ca0 Ca t k
:konsentrasi pada awal pembuatan t=0 : konsentrasi pada saat waktu = t : waktu (menit) : konstanta laju pengendapan (ppm/menit)
Perhitungan laku pengendapan dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara waktu pengendapan dengan –ln (Ca/Ca0).Harga konstanta laju pengendapan dievaluasi dari slope garis dari linearisasi grafik tersebut. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai konstanta laju pengendapan susu litsang-ijo pada berbagai variabel dengan menggunakan cara yang sama. 3. HASIL & PEMBAHASAN Pembuatan kurva standar yang dibuat untuk mengevaluasi data percobaan dilakukan dengan membuat susu litsang-ijo dengan konsentrasi yang berkisar antara 2000 ppm – 10.000 ppm. Nilai absorbansi yang diperoleh pada masing – masing konsentrasi susu litsang-ijo terlihat seperti pada Tabel 1 dibawah ini. Dari data tersebut dapat dibuat kurva standar yang menyatakan hubungan antara konsentrasi susu litsang-ijo terhadap SNaTKII II – 10 Oktober 2015
35
absorbansi susu litsang-ijo seperti terlihat pada Gambar 1. Perhitungan konsentrasi susu litsang-ijo untuk beberapa variabel proses yang berbeda dihitung menggunakan persamaan y =0,0001x – 0,0012. Dengan y merupakan absorbansi larutan dan nilai x adalah konsentrasi (ppm) sehingga konsentrasi susu (ppm) dihitung dari rumus . Tabel 1. Nilai absorbansi susu litsang-ijo pada berbagai konsentrasi susu Konsentrasi Susu Absorbansi Litsang-Ijo (ppm) 2000 0,370 3000 0,380 4000 0,456 5000 0,576 6000 0,596 7000 0,913 8000 0,919 9000 1,141 10000 1,347
Gambar 1. Grafik kurva standar susu litsang-ijo 3.1 Percobaan dengan Variasi Jumlah Alginat yang ditambahkan. Percobaan evaluasi pengaruh penambahan alginat terhadap konstanta laju pengendapan litsang-ijo dilakukan pada kondisi kecepatan pengadukan sebesar 240 rpm, waktu pencampuran selama 1 menit, dan suhu pencampuran sebesar 300C. Data yang diperoleh berupa nilai absorbansi seperti Tabel 2 dibawah ini.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
36
Tabel 2. Nilai absorbansi susu litsang-ijo dengan variasi penambahan alginat Waktu Absorbansi (menit) Tanpa Alginat 3% 5% 7% 9% 0 1,347 1,332 1,373 1,373 1,371 10 1,239 1,223 1,273 1,351 1,362 20 1,127 1,213 1,243 1,337 1,282 30 1,107 1,169 1,189 1,329 1,242 40 1,004 1,149 1,157 1,237 1,164 50 0,994 1,128 1,135 1,134 1,137 60 0,988 1,103 1,109 1,122 1,117 70 0,979 0,999 1,106 1,025 1,101 Pengaruh penambahan alginat terhadap konstanta laju pengendapan susu litsang-ijo dapat dilihat dalam Grafik 2. Dari grafik tersebut terlihat bahwa -ln Ca/Ca0 adalah perubahan konsentrasi satuan waktu dan waktu yang digunakan adalah selang 10 menit untuk mengukur nilai absorbansi di tiap penambahan alginat. Dari grafik dapat dilihat bahwa penambahan alginat yang sama, perubahan konsentrasi susu litsang-ijo berbanding lurus dengan waktu. Ca dapat diperoleh dari bantuan persamaan kurva standar dan Ca0 adalah variable tetapnya yaitu 10.000 ppm.
Gambar 2. Grafik hubungan antara -ln Ca/Ca0 terhadap waktu pada berbagai konsentrasi alginat Perhitungan nilai konstanta laju pengendapan (k) dapat diperoleh dari slope linieriasi grafik hubungan antara waktu dan –ln Ca/Ca0 (Gambar 2). Hasil perhitungan nilai k seperti yang disajikan pada Tabel 3 dibawah ini.Dari data penelitian tersebut dapat dibuat grafik hubungan antara jumlah penambahan alginat dan laju pengendapan susu seperti terlihat pada Gambar 3.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
37
Tabel 3. Penambahan alginat dengan laju pengendapan susu litsang-ijo Penambahan Konstanta Laju Pengendapan Alginat Susu Litsang-Ijo (% volume) (ppm/menit) 0 0,00557 3 0,00373 5 0,00366 7 0,00342 9 0,00342
Gambar 3. Grafik konstanta laju pengendapan pada berbagai penambahan jumlah alginat Dari hasil penelitian didapatkan harga konstanta laju pengendapan sebesar 0,00557 ppm/menit untuk susu litsang-ijo tanpa penambahan alginat dan 0,00342 ppm/menit saat penambahan alginat 9% volume. Pada susu litsang-ijo sistem emulsi terjadi perbedaan tegangan bidang batas antara fase tersispersi dan fase kontinyu dalam susu litsang-ijo yang tidak dapat bercampur. Tegangan yang terjadi antara dua fase tersebut dinamakan tegangan bidang batas.Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang batas mengakibatkan kedua fase tersebut semakin sulit bercampur. Penambahan alginat dapat menurunkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua fase tersebut akan mudah bercampur. Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulsifier akan menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur [1]. Dari hasil percobaan ini didapatkan harga konstanta laju pengendapan terendah diperoleh pada penambahan alginat sebesar 7%, sedangkan pada penambahan alginat 9% tidak memberikan hasil yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari laju pengendapan yang hampir sama pada kedua susu yang dihasilkan yaitu sebesar 0,00342 ppm/menit.
3.2 Percobaan dengan Variasi Kecepatan Pengadukan Dari percobaan yang mempelajari pengaruh kecepatan pengadukan terhadap konstanta laju pengendapan susu litsang-ijo diperoleh data absorbansi susu pada berbagai SNaTKII II – 10 Oktober 2015
38
waktu pengendapan seperti pada Tabel 3 di bawah ini. Pada variasi ini digunakan penambahan alginat sebanyak 7% yaitu jumlah alginat yang memberikan nilai konstanta laju pengendapan optimum.Pencampuran alginat dilakukan pada kecepatan pengadukan sebesar 240 rpm, pada suhu 300C, dan dilakukan selama 1 menit. Besarnya kecepatan pengadukan memberikan nilai absorbansi susuyang berbeda-beda, sehingga didapatkan nilai -ln Ca/Ca0 seperti grafik pada Gambar 4 dibawah ini. Nilai -ln Ca/Ca0menunjukkan perubahan konsentrasi untuk selang waktu tertentu (setiap 10 menit)pada pengukuran nilai absorbansi untuk setiap susu yang dihasilkan dengan kecepatan pengadukan yang berbeda. Tabel 3. Nilai Absorbansi Susu Litsang-Ijo yang dibuat pada berbagai Kecepatan Pengadukan Waktu Absorbansi Pengendapan 240 rpm 420 rpm 600 rpm 780 rpm 960 rpm 1140 rpm (menit) 0 1,339 1,376 1,219 1,377 1,419 1,339 10 1,314 1,374 1,212 1,375 1,417 1,339 20 1,311 1,365 1,201 1,375 1,407 1,339 30 1,303 1,359 1,191 1,369 1,407 1,336 40 1,279 1,341 1,184 1,369 1,401 1,333 50 1,264 1,341 1,183 1,366 1,395 1,331 60 1,262 1,321 1,183 1,358 1,389 1,328 70 1,245 1,315 1,174 1,317 1,387 1,323
Gambar 4. Grafik Hubungan antara -ln Ca/Ca0terhadap Waktu Pengendapan Susu pada berbagai Kecepatan Pengadukan Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pada pembuatan susu litsang-ijo dengan menggunakan kecepatan pengadukan yang berbeda memberikan hasil bahwa perubahan konsentrasi susu litsang-ijo berbanding lurus dengan waktu. Perhitungan nilai laju
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
39
pengendapan susu litsang-ijo dapat diperoleh dari slope garis linier pada linieriasi grafik tersebut, seperti yang diajikan pada Tabel 4 dan Gambar 5 dibawah ini. Tabel 4. Pengaruh Kecepatan Pengadukan terhadap Konstanta Laju Pengendapan Susu Litsang-Ijo Kecepatan Pengadukan Konstanta Laju Pengendapan Susu Litsang-Ijo (rpm) (ppm/menit) 240 0,00100 420 0,00060 600 0,00058 780 0,00034 960 0,00033 Pengadukan adalah operasi yang menciptakan terjadinya gerakan di dalam bahan yang diaduk sehingga mengakibatkan terjadinya tumbukan antar zat terlarut. Pengadukan dengan kecepatan tinggi akan memberikan energi kinetik yang dapat mengerakkan cairan sehingga dapat mendispresikan fase terdispresi ke dalam medium dispresinya, dalam hal ini alginat dapat medispersi dengan lebih sempurna ke dalam susu litsang-ijo. Didalam percobaan kali ini didapatkan harga konstanta laju pengendapan berkisar antara 0,001 ppm/menit sampai dengan 0,00033 ppm/menit. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat semakin tinggi kecepatan pengadukan akan memberikan nilai laju pengendapan yang rendah. Konstanta laju pengendapan terendah dimulai pada kecepatan pengadukan 780 rpm. Pada kecepatan pengadukan 960 rpm tidak memberikan pengaruh signifikan sehingga dapat dikatakan pengadukan optimum adalah pada kecepatan 780 rpm.
Gambar 5. Grafik Konstanta Laju Pengendapan Terhadap Jumlah Kecepatan Pengadukan
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
40
3.3 Percobaan dengan Variasi Waktu Pengadukan Untuk mempelajari pengaruh waktu pengadukan terhadap laju pengendapan susu litsang-ijo digunakan data kecepatan pengadukan yang memberikan nilai konstanta laju pengendapan yang optimum, yaitu sebesar 780 rpm.Dari hasil percobaan dengan penambahan jumlah alginat sebesar 7%,kecepatan pengadukan sebesar 240 rpm, suhu pencampuran 300C dan waktu pencampuran selama 1 menit diperoleh data absorbansi seperti tercantum dalam Tabel 5 dibawah ini. Dari tabel tersebut dapat dibuat grafik hubungan antara -ln Ca/Ca0 terhadap waktu pengadukan seperti terlihat pada Gambar 6 di bawah ini. Nilai -ln Ca/Ca0 merupakan perubahan konsentrasi satuan waktu dan waktu yang digunakan adalah selang 10 menit untuk mengukur nilai absorbansi di tiap waktu pengadukan. Tabel 5. Nilai Absorbansi Susu Litsang-Ijo yang dihasilkan pada Variasi Waktu Pengadukan Waktu Absorbansi pada masing-masing Waktu Pengadukan (menit) 3 menit 5 menit 7 menit 9 menit 0 1,438 1,503 1,56 1,41 10 1,426 1,499 1,56 1,391 20 1,414 1,499 1,558 1,384 30 1,414 1,488 1,548 1,379 40 1,408 1,476 1,536 1,377 50 1,391 1,466 1,525 1,369 60 1,379 1,442 1,49 1,367 70 1,379 1,429 1,487 1,36
Gambar 6. Grafik Hubungan -ln Ca/Ca0terhadap Waktu pada berbagai Waktu Pengadukan Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa susu litsang-ijo dengan waktu pengadukan yang berbeda, perubahan konsentrasi susu litsang-ijo berbanding lurus dengan waktu pengendapannya. Perhitungan nilai konstanta laju pengendapan dapat diperoleh dari slope linieriasi grafik tersebut, seperti yang disajikan pada Tabel 6 dibawah ini. Pengaruh waktu pengadukan terhadap konstanta laju pengendapan susu litsang-ijo dapat dilihat dalam Gambar 7. SNaTKII II – 10 Oktober 2015
41
Tabel 6. Data Konstanta Laju Pengendapan Susu Litsang-Ijo pada berbagai Waktu Pengadukan Waktu Pengadukan Laju Konstanta laju Pengendapan Susu Litsang Ijo (menit) (ppm/menit) 3 0,00063 5 0,00059 7 0,00058 9 0,00057
Gambar 7. Grafik Hubungan antara Konstanta Laju Pengendapan dan Waktu Pengadukan Semakin lama waktu pengadukan emulsi memberikan nilai laju pengendapan yang rendah. Laju pengendapan terendah diperoleh dengan waktu pengadukan selama 7 menit. Pengadukan selama 9 menit kurang memberi hasil yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari nilai laju pengendapan yang hampir sama yaitu 0,00057 ppm/menit. Pengadukan mengakibatkan terjadinya tumbukan antar partikel terdispresi. Semakin lama waktu pengadukan maka tumbukan antar partikel terdispresi akan semakin banyak. Bila tumbukan terjadi terus menerus maka akan mengakibatkan ukuran partikel menjadi semakin kecil. Ukuran partikel yang kecil biasanya sukar homogen karena gaya kohesitasnya tinggi sehingga cenderung memisah [7].
3.4 Percobaan dengan Variasi Suhu Pencampuran Alginat Percobaan untuk mempelajari pengaruh suhu pencampuran alginat ke dalam susu terhadap laju pengendapan susu litsang-ijo dilakukan dengan variabel tetap jumlah alginat yang ditambahkan sebesar 7% (volume), pengadukan pada pencampuran alginat dilakukan pada kecepatan pengadukan sebesar 780 rpm selama 7 menit. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh data absorbansi seperti terlihat pada Tabel 7.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
42
Tabel 7. Nilai Absorbansi Susu Litsang-Ijo yang dibuat pada Berbagai Suhu Pencampuran Waktu Absorbansi pada masing-masing Suhu Pencampuran (menit) 30°C 50°C 70°C 80°C 0 1,42 1,437 1,469 1,462 10 1,391 1,394 1,455 1,448 20 1,373 1,37 1,424 1,417 30 1,345 1,357 1,423 1,416 40 1,31 1,341 1,412 1,405 50 1,302 1,334 1,404 1,397 60 1,296 1,325 1,397 1,389 70 1,293 1,312 1,389 1,388 Dari tabel absorbansi diatas dapat dibuat grafik hubungan antara -ln Ca/Ca0 terhadap waktu pengendapan seperti terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Hubungan antara-ln Ca/Ca0 terhadap Waktu Pengendapan pada Variasi Suhu Pencampuran Alginat Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pada berbagai suhu pencampuran yang berbeda, perubahan konsentrasi susu litsang-ijo berbanding lurus dengan waktu pengendapan. Perhitungan nilai laju pengendapan dapat diperoleh dari slope linieriasi grafik tersebut, sehingga diperoleh nilai konstanta laju pengendapan seperti Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Pengaruh Suhu Pencampuran Terhadap Konstanta Laju Pengendapan Susu Litsang-Ijo Suhu(°C) Laju Pengendapan Susu Litsang-Ijo (ppm/menit) 30 0,00157 50 0,00147 70 0,00088 80 0,00087 Suhu fase kontinyu, dalam hal ini adalah air mempengaruhi kelarutan fase terdispresi yaitu lemak. Kenaikan suhu akan menaikkan kelarutan fase terdispresi. Pada tabel diatas, pada saat terjadi peningkatan suhu pencampuran ternyata nilai laju pengendapan turun. Peningkatan suhu dalam emulsi menimbulkan semakin banyak fase SNaTKII II – 10 Oktober 2015
43
terdispresi yang terlarut sehingga menjadi lebih stabil. Gerak Brown terjadi sebagai akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul medium terhadap partikel koloid. Makin tinggi suhu koloid makin cepat gerak Brown karena energi kinetik molekul medium meningkat sehingga menghasilkan tumbukan yang kuat. Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid karena bergerak terus-menerus, maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga tidak mengendap. Dengan adanya gerak Brown ini maka partikel koloid terhindar dari pengendapan karena terus-menerus bergerak, sehingga koloid menjadi stabil [7]. 3.5 Penentuan Nilai Konstanta Laju Pengendapan Pada Susu Bubuk Dari hasil percobaan dengan metode yang sama pada susu bubuk yang ada dipasaran, didapatkan nilai konstanta laju pengendapan diperoleh sebesar 0,000293 ppm/menit. Nilai konstanta laju pengendapan yang diperoleh pada susu bubuk tersebut lebih kecil dari susu litsang-ijo karena susu bubuk selain sebagai pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier dalam proses emulsi suatu bahan pangan yang sangat bagus [7]. Susu bubuk merupakan emulsifier yang baik dari segi tekstur, kemantapan emulsi, ukuran dispresi, maupun rasa. Hal ini dikarenakan susu bubuk merupakan emulsifier yang lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) sehingga dapat lebih embantu terjadinya disperse minyak dalam air dan menyebabkan terjadinya emulsi minyak dalam air. Bahan pangan yang dalam pembuatanya ditambahkan susu sebagai emulsifier akan menghasikan tekstur, aroma, dan rasa yang lebih bagus dibandingkan dengan bahan pangan yang sama yang tidak ditambahkan emulsifier susu. Emulsifier susu bubuk dapat membuat tekstur zat terdispresi menjadi lunak, butiran zat terdispresi menjadi halus, dan meningkatkan kemantapan emulsi [7]. 4. KESIMPULAN
1.
Alginat merupakan emulsifier yang baik untuk susu litsang ijo.
2.
Laju pengendapan susu litsang-ijo dapat di pengaruhi oleh penambahan alginat, kecepatan pengadukan, waktu pengadukan dan suhu pengadukan.
3.
Konstanta laju pengendapan susu litsang-ijo terendah sebesar 0,00088 ppm/menit diperoleh pada saat penambahan alginat 7%, kecepatan pengadukan 780 rpm, waktu pengadukan 7 menit, dan suhu pencampuran 70°C.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
44
DAFTAR PUSTAKA [1] Kusmartono, B. dan Wijayati, M. I, 2012, Pembuatan Susu dari Kulit Pisang dan Kacang Hijau, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III, Yogyakarta, 3 November 2012. [2] Purwono dan Hartono, R., 2012, Kacang Hijau, Penebar Swadaya, Jakarta. [3] Susanti, L., 2006, Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata, Skripsi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang, Semarang. [4] Andrea, 2009, Tugas Kuliah (Emulsi dan Suspensi), http://andre774158.wordpress.com, (diakses tanggal 7 Okotober 2014). [5] Winarno, F.G., 1990, Teknologi Pengolahan Rumput Laut, Edisi I, Pustaka Sinar. [6] Levenspiel, 1972, Chemical Reaction Engineering, John Wiley & Sons, New York. [7] Kurniasari, K. dan Fithri, D. N., 2010, Optimasi Penambahan Alginat Sebagai Emulsifier pada Susu Kedelai dengan Variasi Kecepatan, Waktu dan Suhu Pengadukan, Skripsi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
45