PENAMBAHAN ADSORBEN KAPUR DAN ZEOLIT PADA BIOMINERAL CAIRAN RUMEN TERHADAP POPULASI BAKTERI DAN PROTOZOA RUMEN
FARIS SETYADI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan Adsorben Kapur dan Zeolit pada Biomineral Cairan Rumen terhadap Populasi Bakteri dan Protozoa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Faris Setyadi NIM D24070259
ABSTRAK FARIS SETYADI. Penambahan Adsorben Kapur dan Zeolit pada Biomineral Cairan Rumen terhadap Populasi Bakteri dan Protozoa Rumen. Dibimbing oleh ANITA S. TJAKRADIDJAJA dan DEWI APRI ASTUTI . Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan bahan adsorben CaCO3 dan zeolit pada biomineral terhadap populasi protozoa, bakteri rumen dan sintesis protein mikrobanya. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial 5x4, dengan 4 ulangan. Faktor A adalah penambahan bahan adsorben, yaitu A1:Biomineral kontrol, A2:A1+CaCO3 3%, A3:A1+CaCO3 6%, A4:A1+zeolit 3%, A5:A1+zeolit 6%, dan faktor B adalah waktu inkubasi yang terdiri dari waktu inkubasi 0,1, 2, dan 3 jam. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penamabahan bahan adsorben tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap seluruh peubah, sedangkan waktu inkubasi berpengaruh nyata (P<0.05) pada jumlah populasi bakteri amilolitik dan sangat berbeda nyata (P<0.01) terhadap jumlah populasi bakteri proteolitik, selulolitik, dan sintesis protein mikroba. Interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah yang diamati. Penambahan zeolit dan kapur tidak menyebabkan gangguan dalam proses fermentasi dan degradasi biomineral, waktu inkubasi 3 jam menunjukkan hasil terbaik. Kata kunci: populasi bakteri, populasi protozoa, taraf biomineral, waktu inkubasi
ABSTRACT FARIS SETYADI. Limestone and Zeolite Addition as Adsorbent for Rumen Fluid Biomineral on Ruminal Bacterial and Protozoal Population. Supervised by ANITA S. TJAKRADIDJAJA and DEWI APRI ASTUTI. The objective of this experiment was to evaluated the effect of adsorbent addition on biomineral for rumen bacteria and protozoa population including microbial protein synthesis. This experiment used Factorial Randomized Block Design 5x4 with four replicates. Factor A was biomineral treatment : A1:Biomineral control, A2:A1+CaCO3 3%, A3:A1+CaCO3 6%, A4:A1+Zeolite 3%, A5:A1+Zeolite 6% and factor B was incubation times (0,1,2, and 3 hours). All of variable in those experiment were not significant (P>0.05) with the addition of adsorbents, but amilolitik were significant (P<0.05) and selulolitik, proteolitik bacteria population and microbial protein synthesis were very significant (P<0.01) with incubation time. The interaction between two factor were not significant. It was concluded that the addition of CaCO3 and zeolite in biomineral not caused trouble for rumen fermentation and degradable. Incubation 3 hours were the best among 0, 1, and 2 hours. Key words : bacteria population, biomineral level, incubation time, protozoa population
PENAMBAHAN ADSORBEN KAPUR DAN ZEOLIT PADA BIOMINERAL CAIRAN RUMEN TERHADAP POPULASI BAKTERI DAN PROTOZOA RUMEN
FARIS SETYADI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Penambahan Adsorben Kapur dan Zeolit Pada Biomineral Cairan Rumen Terhadap Populasi Bakteri dan Protozoa Rumen : Faris Setyadi Nama : D24070259 NIM
Disetujui oleh
,~
~---=:::=~
Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M. Rur. Sc. Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. Pembimbing II
Dr. Ir. Idat GaH Permana, MSc Agr Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
Judul Skripsi : Penambahan Adsorben Kapur dan Zeolit Pada Biomineral Cairan Rumen Terhadap Populasi Bakteri dan Protozoa Rumen Nama : Faris Setyadi NIM : D24070259
Disetujui oleh
Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M. Rur. Sc. Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc Agr Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian ini adalah mikrobiologi nutrisi, dengan judul Penambahan Adsorben Kapur dan Zeolit pada Biomineral Cairan Rumen terhadap populasi Bakteri dan Protozoa Rumen. Pemanfaatan kembali limbah rumah potong hewan untuk kebutuhan ternak sedang marak dilakukan. Ketersediaan limbah rumah potong hewan berupa cairan rumen yang melimpah setiap hari sepanjang tahun menjadikan perlunya diberikan suatu perlakuan pada limbah tersebut sebelum digunakan pada ternak. Biomineral cairan rumen menjadi teknologi pemanfaatan kembali limbah cairan rumen untuk dijadikan alternatif ataupun suplemen tambahan. Hal tersebut diharapkan mampu memperbaiki produktifitas ternak. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013 Faris Setyadi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODE
2
Waktu dan Lokasi
2
Bahan
2
Alat
2
Prosedur
2
Rancangan dan Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Komposisi Nutrien Biomineral
7
Protozoa Total
9
Bakteri Amilolitik
10
Bakteri Proteolitik
11
Bakteri Selulolitik
12
Bakteri Total
14
Sintesis Protein Mikroba
15
SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
16
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
25
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Penambahan kapur atau zeolit dalam biomineral Analisis proksimat biomineral Hasil analisis mineral pada biomineral Rataan protozoa total pada perlakuan in vitro Rataan bakteri amilolitik pada perlakuan in vitro Rataan bakteri proteolitik pada perlakuan in vitro Rataan bakteri selulolitik pada perlakuan in vitro Rataan bakteri total pada perlakuan in vitro Sintesis protein mikroba perlakuan in vitro
4 7 9 10 11 12 13 14 15
DAFTAR GAMBAR 1 Proses pembuatan biomineral 2 Biomineral perlakuan
3 4
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Komposisi dan pembuatan media tumbuh bakteri total (100 ml) Komposisi media tumbuh bakteri amilolitik (100 ml) Komposisi media tumbuh bakteri selulolitik (100 ml) Komposisi media tumbuh bakteri proteolitik (100 ml) Media stock untuk 100 ml Komposisi dan cara pembuatan larutan McDougall (1 l) Komposisi dan cara pembuatan larutan TCA (tricloro acetic acid)-SSA (sulfo salicylic acid) 200 ml Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa total Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri amilolitik Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri proteolitik Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri selulolitik Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap sintesis protein mikroba
20 20 20 20 21 21 22 22 22 23 23 23 24
PENDAHULUAN Suplementasi adalah penambahan zat makanan yang defisien dalam ransum ternak sehingga ransum dapat dimanfaatkan oleh ternak secara efisien dan optimal. Suryahadi et al. (2003) menjelaskan bahwa suplementasi dapat meningkatkan kemampuan cerna hewan melalui perbaikan metabolisme dan kemampuan mikroba rumen dalam saluran pencernaan ternak. Suplemen yang diberikan harus dapat memenuhi kebutuhan nutrien ternak baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, juga harus mudah didapat dan murah, tetapi tidak mengurangi nilai nutrisi yang terkandung di dalamnya. Cairan rumen dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan suplemen karena memiliki kandungan nutrisi seperti mineral dan vitamin. Suplemen yang menggunakan bahan dasar cairan rumen dikenal dengan nama biomineral. Biomineral merupakan hasil inkoorporasi protein mikroba yang dipanen dengan cara pengendapan, penambahan bahan carrier dan pengeringan (Tjakradidjaja et al. 2007). Penggunaan cairan rumen sebagai bahan suplemen mineral telah diteliti sebelumnya (Tjakradidjaja et al. 2007), namun biomineral yang berbahan dasar cairan rumen ini, diketahui mudah didegradasi dan difermentasi di dalam rumen, sehingga manfaatnya menjadi kurang optimal. Hungate (1966) manjelaskan bahwa apabila proses degradasi protein lebih cepat dibandingkan sintesis protein, maka amonia akan terakumulasi dalam cairan rumen sehingga konsentrasinya berlebihan, ammonia kemudian akan diserap ke dalam darah, dibawa ke hati dan diubah menjadi urea. Sebagian besar diekskresikan melalui urin. Hal tersebut akan mengakibatkan bakteri rumen yang terdiri dari bakteri selulolitik, proteolitik, amilolitik dan lipolitik yang memanfaatkan amonia (NH3) sebagai hasil degradasi untuk membentuk protein tubuhnya menjadi kurang berkembang. Kondisi tersebut perlu diperbaiki agar penggunaan biomineral lebih efisien sebagai suplemen mineral, yaitu dengan menambahkan bahan yang memiliki kemampuan memperlambat pelepasan amonia di dalam rumen seperti zeolit dan kapur. Zeolit mampu meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen (N) di dalam ransum ataupun rumen. Zeolit memiliki kemampuan menarik sejumlah ion-ion positif, misalnya NH4+. Ion tersebut dapat diikat dan dilepas lagi, tergantung pada kondisi lingkungan disekitarnya. Proses tersebut di dalam rumen dapat terjadi melalui proses pertukaran dengan kation-kation asal saliva yang memasuki rumen selama proses fermentasi setelah makan (Mumpton dan Fishman 1977). Kapur juga memiliki kemampuan kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi. Menurut Sumarwoto (2004), KTK tanah meningkat dari 24.16 pada tanah yang tidak diberi kapur menjadi 34.47 pada tanah yang diberi kapur 20 ton ha-1. Kapur juga diketahui mengandung ion Ca2+. Charlena et al. (2006) melaporkan bahwa 1 mol Ca2+ akan mencegah pelepasan 2 mol gas NH3. Kapur pun berperan dalam menghilangkan bau. Sumarwoto (2004) menerangkan bahwa pemberian kapur pada pupuk kandang dapat menurunkan tingkat bau dibandingkan dengan pupuk kandang yang tidak diberi kapur. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan level optimum dari penggunaan zeolit dan kapur pada suplemen biomineral cairan rumen berdasarkan aspek mikrobiologis, yaitu populasi bakteri dan protozoa rumen.
2
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Februari 2012 di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cairan rumen, dengan bahan tambahan berupa HCl 10%, agar-agar, zeolit, bubuk kapur (CaCO3), tepung terigu, larutan McDougall, larutan HgCl2 jenuh, larutan Na2CO3, asam borak (H3BO3), gliserol, H2SO4 0.005 N, H2SO4 15%, HCl 0.5 N, gas CO2, trypan blue formal salin (TBFS), carboxyl methyl celluloce (CMC), pati, glukosa, resazurin, hemin, brain heart infusion (BHI) powder, thricloroacetic acid (TCA), sulfosalicylic acid (SSA), cystein, kasein, aquades, dan air panas. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain termos, kain penyaring, shaker water bath, tabung fermentor, autoklaf, sentrifuge, tabung sentrifuge, pipet, oven 60 dan 105C, timbangan digital, botol Schott, magnetic stirrer, spoit, inkubator, alumunium foil, vortex, freezer, kulkas, rak tabung reaksi, gelas ukur, spatula, pengaduk kaca, kain penyaring, bulp, pipet volumetrik, kantung plastik tahan panas, termos, counting chamber, mikroskop, tabung hungate, dan penangas air. Prosedur Pembuatan biomineral dan penerapan penambahan pelakuan Bahan utama yang digunakan yaitu cairan rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan Bubulak, Bogor. Proses pembuatan biomineral cairan rumen mengacu pada prosedur yang dikembangkan oleh Tjakradidjaja et al. (2007), ditunjukkan pada Gambar 1. Pembuatan biomineral cairan rumen dimulai dengan : isi rumen segar diperas untuk menghasilkan cairan rumen, selanjutnya ditambahkan dengan larutan HCl 10% hingga pH rumen menjadi 5.5. Setelah cairan tersebut memiliki pH yang diharapkan, cairan rumen disaring kembali. Setelah disaring larutan tersebut diendapkan selama 1-2 hari dan diambil padatannya atau endapannya. Cairan yang berada diatas endapan dibuang sedikit demi sedikit dengan maksud agar endapan tersebut tidak kembali larut dan tercampur dalam cairan. Endapan yang diperoleh sebanyak 8 % dari total cairan rumen kemudian dicampur dengan bahan carrier. Pada tahap ini juga sekaligus dilakukan penambahan bahan adsorban berupa kapur (CaCO3) atau zeolit sesuai perlakuan. Bahan carrier yang digunakan berupa agar-agar yang telah dilarutkan dalam air mendidih dan
3 dicampur dengan terigu. Bahan campuran tersebut selanjutnya dikeringkan dengan dijemur dibawah matahari selama 5-7 hari (sampai kering), kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven 60C selama 1-2 hari. Bahan yang telah kering tersebut digiling hingga berbentuk serbuk.
Isi rumen diperas
Cairan rumen
Ditambah dengan larutan HCl 10% hingga pH 5,5
Disaring
Endapan cairan rumen
Diambil padatan yang telah mengendap
Dicampur bahan carrier dan penambahan zeolit untuk P2 dan P3; dan penambahan kapur untuk P4 dan P5
Dikeringkan dengan sinar matahari 5-7 hari dan dengan oven 60˚C selama 2-3 hari
Digiling
Biomineral
Gambar 1 Proses Pembuatan Biomineral (Tjakradidjaja et al. 2007)
4 Produk biomineral yang dihasilkan berupa biomineral tanpa penambahan bahan adsorben, biomineral dengan penambahan bahan adsorben kapur, dan biomineral dengan penambahan bahan adsorben zeolit (Gambar 2). (a)
(b)
(c)
Gambar 2 Biomineral Perlakuan: (a) Biomineral kontrol (tanpa penambahan); (b) Biomineral dengan penambahan kapur; (c) Biomineral dengan penambahan zeolit. Perlakuan Penelitian ini menggunakan dua faktor perlakuan yaitu biomineral dengan berbagai perlakuan penambahan bahan adsorben dan waktu inkubasi. Perlakuan berdasarkan waktu inkubasi berturut-turut yaitu 0, 1, 2 dan 3 jam, dan perlakuan penambahan bahan adsorben (kapur dan zeolit) pada biomineral (Tabel 1). Tabel 1 Penambahan Kapur atau Zeolit dalam Biomineral Perlakuan
Biomineral
P1 P2 P3 P4 P5
kontrol Penambahan kapur 3% Penambahan kapur 6% Penambahan zeolit 3% Penambahan zeolit 6%
Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Populasi protozoa total 2. Populasi bakteri total 3. Populasi bakteri selulolitik 4. Populasi bakteri amilolitik 5. Populasi bakteri proteolitik 6. Sintesis protein mikroba 7. Proksimat dan kandungan mineral Perhitungan populasi protozoa (Ogimoto dan Imai 1981) Perhitungan populasi protozoa dilakukan pada counting chamber. Sampel cairan rumen dari proses fermentasi dicampur dengan larutan garam (4% v/v) formalin dengan rasio 1:1. Larutan garam formalin (4% v/v) dibuat dengan mencampurkan formalin (4 ml) dengan larutan NaCl fisiologis 0.9% hingga 100 ml, kemudian sebanyak 2 tetes campuran tersebut ditempatkan pada counting chamber dengan ketebalan 0.1 mm, luas kotak terkecil 0.0625 mm2 yang terdapat
5 16 kotak dan jumlah kotak yang dibaca sebanyak 5 kotak. Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan mikroskop pada pembesaran 40 kali. Populasi protozoa dapat dihitung dengan rumus: Protozoa/ml cairan rumen =
1 x 1000 x C x FP (0.1 x 0.0625 x 16 x 5)
C = Jumlah protozoa terhitung dalam counting chamber FP = Faktor pengenceran Perhitungan populasi bakteri total, selulolitik, amilolitik dan proteolitik (Ogimoto dan Imai 1981) Populasi bakteri dihitung dengan metode pencacahan koloni bakteri hidup (Ogimoto dan Imai, 1981). Prinsip perhitungannya adalah cairan rumen diencerkan secara serial lalu dibiakkan dalam tabung Hungate. Media BHI adalah media tumbuh yang digunakan untuk menghitung populasi bakteri total. Media ini disiapkan dengan cara mencampur bahan-bahan seperti tepung BHI dengan bahan nutrisi mikroba lainnya, kemudian dimasukkan ke dalam botol yang telah diautoklaf. Campuran tersebut dipanaskan perlahanlahan sambil dialiri gas CO2 sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi merah dan berubah lagi menjadi coklat muda, lalu didinginkan. Media lalu dimasukkan ke dalam tabung Hungate (5 ml per tabung) yang sebelumnya telah diisi agar Bacto (0.15 g). Media selanjutnya disterilkan dengan autoklaf (suhu 121 o C; 15 menit; tekanan 1.2 Kgf/cm3). Setelah siap, media digunakan untuk pembiakan bakteri, media agar dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu 47 o C dan diinokulasi dengan kultur bakteri contoh. Pada prinsipnya perhitungan populasi bakteri amilolitik, selulolitik dan proteolitik sama seperti perhitungan populasi bakteri total. Perbedaan terdapat pada penggunaan medium yang disesuaikan dengan bakteri-bakteri tersebut. Medium tumbuh bakteri selulolitik ditambah dengan CMC, medium tumbuh bakteri amilolitik ditambah dengan pati, medium tumbuh bakteri proteolitik ditambah dengan kasein atau susu skim. Menurut Ogimoto dan Imai (1981), contoh kultur bakteri diencerkan terlebih dahulu, dengan media pengenceran. Pengenceran dilakukan sebagai berikut : 0.05 ml contoh kultur dimasukkan ke dalam 4.95 ml media pengencer pertama. Sebanyak 0.05 ml diambil dari tabung tersebut, lalu dimasukkan ke dalam 4.95 ml media pengencer berikutnya; perlakuan tersebut dilakukan sampai 4 kali (4 seri tabung). Sampel dari masing-masing tabung diambil (0.1 ml per tabung) dan diinokulasikan ke media agar, lalu diputar sambil dialiri air supaya inokulum dan media padat menyebar secara merata pada dinding tabung. Kultur diinkubasikan secara anaerob pada suhu 39 oC selama 1-3 hari. Populasi bakteri dapat dihitung dengan rumus : Populasi bakteri = n x 10x/0.05 x 0.1 CFU/ml n = jumlah koloni yang terdapat pada tabung seri pengenceran ke-x
6 Perhitungan sintesis protein mikroba (Shultz dan Shultz 1969) Sintesis protein mikroba dilakukan dengan menggunakan metode Schultz (Shultz and Shultz 1969). Metode tersebut menggunakan bahan TCA dan SSA sebagai media tumbuhnya. 20% TCA dan 2% SSA masing-masing dilarutkan dengan aquades yang lalu dicampurkan di dalam sebuah tabung. Larutan campuran tersebut kemudian dimasukkan ke tabung yang lebih kecil sebanyak 9 ml. Perbandingan antara larutan TCA dan SSA dengan cairan rumen adalah 9:1. Tabung yang telah berisi campuran larutan TCA, SSA dan cairan rumen kemudian dihomogenkan dengan vortex. Tabung tersebut kemudian ditimbang. Penimbangan berfungsi untuk memasangkan tabung ketika di sentrifuge. Tabung yang telah dihomogenkan kemudian di sentrifuge (kecepatan 3000 rpm; 15 menit). Sentrifuse berfungsi untuk memisahkan endapan dan supernatantnya. Cairan kemudian dipisahkan sehingga tersisa endapan sebanyak 1ml. Endapan tersebut kemudian ditambahkan larutan TCA SSA sebanyak 6ml dan aquades sebanyak 3ml. Kemudian dilakukan proses yang sama dimulai dari homogenisasi dengan vortex sampai pemisahan cairan dan endapan. Endapan tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui kandungan proteinnya dengan metoda Kjeldhal. Analisis dilakukan di Laboratorium Biologi Hewan PAU IPB. Rancangan dan analisis data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) berpola faktorial 5 x 4 dengan faktor A adalah biomineral dengan berbagai perlakuan (Tabel 1) dan faktor B adalah waktu inkubasi, yaitu 0, 1, 2 dan 3 jam. Masing-masing dengan empat kelompok cairan rumen sapi sebagai ulangan. Model matematis dari rancangan adalah sebagai berikut : Yijk = + i + j + k + jk + ijk Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan kelompok ke-i, faktor A ke-j dan faktor B ke-k = Rataan umum pengamatan i = Pengaruh kelompok (cairan rumen) ke-i j = Pengaruh faktor A (biomineral dengan berbagai perlakuan) ke-j k = Pengaruh faktor B (waktu inkubasi) ke-k jk = Pengaruh interaksi faktor A ke-j dan fator B ke-k ijk = Galat percobaan untuk kelompok ke-i, faktor A ke-j dan faktor B ke-k Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam (Analysis of Variance, ANOVA) dan perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji ortogonal kontras dan polynomial (Steel dan Torrie 1993).
7 HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biomineral Kandungan nutrien biomineral dicantumkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Hasil analisis menunjukkan penambahan bahan adsorben meningkatkan bahan kering biomineral, semakin tinggi kadar kapur atau zeolit yang ditambahkan, maka kadar air bahan akan semakin berkurang. Mumpton dan Fishman (1977) menjelaskan bahwa zeolit yang dipanaskan memiliki kemampuan menyerap gas atau cairan. Kusnoputranto dan Jaya (1984) juga menjelaskan bahwa semakin tinggi dosis kapur yang diberikan maka kadar air akan semakin menurun.
Nutrien BK (%) Abu (% BK) PK (% BK) LK (% BK) SK (% BK) BETN (% BK)
Tabel 2 Kandungan nutrien biomineral (BK) Perlakuan P1 P2 P3 P4 86.50 89.30 90.20 89.47 21.47 31.04 31.35 37.13 15.36 10.56 9.11 10.93 4.92 3.48 2.24 3.76 4.32 3.16 1.87 3.27 53.92 51.76 55.42 44.91
P5 90.67 43.95 8.68 1.96 1.21 44.19
Hasil Analisa Proksimat Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2011). P1: Biomineral (tanpa perlakuan tambahan) 0%; P2: P1 + Kapur 3%;P3: P1 + Kapur 6%; P4: P1 + Zeolit 3%; P5: P1 + Zeolit 6%; PK:Protein Kasar; LK:Lemak kasar; SK:Serat Kasar; BETN:Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen; BETN = 100% - (PK+LK+SK+Abu)
Penambahan bahan adsorben dapat meningkatkan kandungan mineral biomineral (Tabel 2). Penelitian Suganda (2009) memperoleh kadar abu pada biomineral yang telah ditambahkan bahan carrier yaitu 4.18%. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan kadar abu pada seluruh biomineral perlakuan pada penelitian ini. Hal tersebut menggambarkan bahwa penurunan kandungan mineral biomineral akibat penambahan bahan carrier dapat diatasi dengan menambahkan sumber mineral seperti kapur dan zeolit. Kandungan bahan organik seperti protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar pada biomineral yang ditambahkan bahan adsorben mengalami penurunan jika dibandingkan dengan biomineral kontrol (Tabel 2), hal tersebut disebabkan bahan adsorben yang ditambahkan merupakan sumber mineral, sedangkan kandungan BETN biomineral hanya menurun setelah ditambahkan zeolit 3% dan 6%. Kandungan BETN biomineral yang ditambahkan kapur 6% mengalami peningkatan yaitu 55.42%. Kandungan BETN pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan kandungan BETN biomineral tanpa bahan carrier pada penelitian Permana (2010) yaitu 20.46%. Penambahan bahan carrier terbukti dapat meningkatkan kandungan BETN biomineral, hal tersebut karena bahan carrier berupa tepung terigu dan agar merupakan sumber karbohidrat mudah tercerna yang mampu menyediakan prekursor energi untuk mikroba rumen (Doepel et al. 2009). Biomineral merupakan pakan sumber mineral karena memiliki kandungan mineral makro dan mineral mikro (Tabel 3). Biomineral tanpa penambahan carrier pada penelitian Tjakradidjaja et al. (2007) memiliki kandungan mineral
8 makro diantaranya Ca 0.40%, P 2.21%, K 0.49%, Na 6.49%, S 0.31%, dan Mg 0.04%. Mineral mikro memiliki kandungan diantaranya Fe 8982 ppm, Mn 637 ppm, Cu 50 ppm, Zn 632 ppm, Co 1.6 ppm, dan Cr 6.2 ppm. Biomineral mengindikasikan bahwa dalam cairan rumen tersebut mengandung berbagai mineral yang dapat digunakan sebagai salah satu suplemen mineral yang ekonomis, meskipun perlu diketahui bahwa kandungan dalam cairan rumen dipengaruhi oleh jenis ternak, pakan yang dikonsumsi dan juga ekosistem dalam rumen itu sendiri. Biomineral dengan perlakuan penambahan kapur dan zeolit menghasilkan peningkatan kadar mineral pada produknya. Mineral makro diantaranya adalah Ca, K, dan Mg serta mineral mikro adalah Cr, sedangkan untuk mineral lainnya jumlahnya berfluktuasi bergantung kepada taraf penggunaan bahan adsorben dan bahan adsorben itu sendiri. Fluktuasi pada beberapa mineral tersebut dapat terjadi karena adanya pertukaran kation dari bahan adsorben yang ditambahkan dengan kation mineral yang terkandung dalam produk biomineral. Hal ini menunjukkan bahwa kapur dan zeolit memiliki susunan partikel yang terdiri atas mineral. Penambahan kapur dan zeolit meningkatkan kandungan mineral Ca dari biomineral perlakuan kontrol (Tabel 3). Ca merupakan mineral yang banyak dibutuhkan tubuh sehingga perlu ditambahkan dalam ransum. Hal ini karena 75% dari mineral yang berada dalam tubuh adalah Ca dan P, dan 90% kerangka tubuh terdiri dari Ca dan P (Aksi Agraris Kanisius 1986). Beberapa mineral mempunyai peran penting dalam meningkatkan aktivasi mikroba di dalam rumen. Mineral tersebut adalah sulfur (S), zinc (Zn), selenium (Se), kobalt (Co) dan natrium (Na) (Arora 1989). Zn mampu mempercepat sintesa protein oleh mikroba melalui pengaktifan enzim mikroba. Suplementasi Zn mampu meningkatkan ketahanan tubuh ternak terhadap penyakit (Muktiani 2002). Mineral Co mempunyai peran dalam sintesis vitamin B12. Mineral Cu dan Co bekerja sama dalam memperbaiki daya cerna serat kasar. Mineral di dalam rumen dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk pembentukan vitamin B dan protein. Mineral seng mempunyai peran dalam sintesis dan transkripsi protein, yaitu dalam regulasi gen. Mineral Ca, P dan Mg adalah mineral makro yang mempunyai peranan yang saling berkaitan. Mineral Ca dibutuhkan sebagai pembentuk dan pemelihara tulang dan gigi, sebagai pengaktif enzim tertentu seperti enzim lipase dari pancreas dan mengurangi aktivitas neuro muskulus dalam cairan tubuh, oleh karena itu mineral Ca mempunyai peranan penting dalam kontraksi otot dan fungsi otot jantung. Mineral P dan Mg mempunyai peranan dalam melakukan proses metabolism karbohidrat dan protein serta dalam sintesa protein, DNA dan RNA. Mineral K dan Na mempunyai peranan dalam sel, seperti mengatur tekanan osmose dan mengatur keseimbangan asam dan basa. Selain itu, mineral K dan Na diperlukan dalam metabolisme karbohidrat khususnya dalam proses pengambilan glukosa oleh sel dan juga mempermudah pemasukan glukosa ke dalam sel. Mineral ini juga diperlukan dalam proses metabolisme asam amino. Kekurangan mineral K dan Na dalam tubuh dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dikarenakan berkurangnya penggunaan protein dan energi yang pada akhirnya menyebabkan hambatan pada semua fungsi produksi (Tilman et al.1998).
9
Mineral Mineral makro P2O5 K2O CaO MgO Na S Cl Mineral mikro Fe Al Mn Cu Zn Co Ni Cr Mo Se
Tabel 3 Hasil analisis mineral pada biomineral Perlakuan P1 P2 P3 P4 % Bahan kering 1.10 0.00 0.78 0.16 1.37 0.17 1.81
0.75 1.05 12.72 0.18 1.18 0.11 1.30
654.0 178.0 345.0 4.0 80.0 1.5 td 1.0 td td
366.0 179.0 358.0 3.0 68.0 1.1 0.5 3.0 td td
0.48 0.82 15.55 0.20 1.16 0.10 1.90 ppm 30.0 26.0 290.0 4.0 51.0 0.4 td 1.0 td td
P5
0.70 1.06 1.64 0.30 1.24 0.11 1.38
0.57 0.86 2.12 0.42 1.29 0.07 2.01
3229.0 1304.0 365.0 7.0 67.0 1.6 td 3.0 2.0 td
4822.0 2302.0 287.0 10.0 60.0 2.6 td 3.0 td td
Hasil Analisa Proksimat Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2011). P1: Biomineral (tanpa perlakuan tambahan) 0%; P2: P1 + Kapur 3%;P3: P1 + Kapur 6%; P4: P1 + Zeolit 3%; P5: P1 + Zeolit 6%; td: tidak terdeteksi
Berdasarkan kebutuhan mineral ternak sapi perah dalam NRC (2000), seluruh biomineral pada penelitian ini terbukti memenuhi kebutuhan mineral makro Ca, P, dan Na sapi perah jantan, dara, saat laktasi, maupun ketika kering, sedangkan untuk kebutuhan mineral mikro biomineral pada penelitian ini juga terbukti dapat memenuhi kebutuhan mineral Fe, Mn dan Zn. Hal tersebut menandakan bahwa biomineral merupakan suplemen sumber mineral yang dapat memenuhi kebutuhan sapi perah. Hal tersebut juga berlaku pada kebutuhan mineral sapi pedaging. Seluruh biomineral pada penelitian ini mampu memenuhi kebutuhan mineral makro Ca, P, dan Na serta mineral mikro Fe, Mn, dan Zn pada sapi pedaging baik dalam masa growing maupun finishing, sapi pedaging yang masih dara, maupun sapi yang sedang memasuki awal laktasi. Protozoa Total Protozoa merupakan salah satu mikroba dalam rumen yang memiliki peranan penting dalam proses pencernaan ruminansia terutama pencernaan protein dan karbohidrat (Bach et al. 2005). Populasi protozoa total yang ditemukan pada penelitian ini dicantumkan pada Tabel 4. Populasi protozoa pada penelitian ini tidak dipengaruhi secara nyata oleh penambahan bahan adsorben maupun perbedaan waktu inkubasi, begitu pula interaksi keduanya. Rataan populasi protozoa pada ternak ruminansia adalah 104106 (Kamra 2005). Rataan populasi protozoa pada penelitian ini lebih rendah yaitu
10 102-103 cfu/sel cairan rumen. Rataan populasi protozoa yang lebih rendah disebabkan karena rendahnya kandungan BETN bahan pada perlakuan P4 dan P5. Saragi (2012) menyatakan bahwa peningkatan populasi dan aktivitas mikroba pencerna karbohidrat mudah dicerna seperti protozoa sangat dipengaruhi oleh ketersediaan karbohidrat mudah dicerna (BETN) dan kecukupan akan mineral untuk aktivitasnya. Berkurangnya aktivitas protozoa dapat meningkatkan populasi bakteri rumen, terutama bakteri amilolitik dan bakteri selulolitik yang dapat menggantikan kerja protozoa (Kamra 2005), namun populasi protozoa tetap diperlukan karena protozoa bersama bakteri amilolitik berperan sebagai pencerna gula dan pati-patian dan untuk menjaga kestabilan pH dalam rumen (Kung 1999). Meskipun populasi protozoa pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan yang dilaporkan Kamra (2005), namun berdasarkan uji statistik populasi protozoa tidak menurun secara nyata dengan semakin lamanya waktu inkubasi, yang berarti pencernaan karbohidrat (serat kasar dan pati atau BETN) tetap stabil pada tingkatan yang sama. Keberadaan protozoa yang tidak berubah berkaitan dengan waktu inkubasi akan tetap mempertahankan peran protozoa yang mempertahankan kestabilan pH dalam rumen dan pemangsa bakteri (Kamra 2005), dan sebagai penyuplai protein pada usus halus yaitu sebesar 11% (Shabi et al. 2000; Bach et al. 2005). Tabel 4 Rataan protozoa total pada perlakuan in vitro Inkubasi 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam Rataan± SD
P1 4.12±0.16 2.86±1.92 3.67±0.15 3.09±2.08
Penambahan bahan adsorben P2 P3 P4 (log sel/ml cairan rumen) 3.93±0.51 2.92±1.95 2.92±1.95 1.85±2.14 2.80±1.87 1.89±2.19 3.87±0.22 2.82±1.91 2.82±1.91 2.92±1.97 2.80±1.88 2.90±1.95
P5 2.82±1.89 1.82±2.11 2.62±1.75 0.95±1.90
Rataan± SD 3.34±1.29 2.24±2.05 3.16±1.19 2.53±1.96
3.44±1.08 3.14±1.21 2.84±1.90 2.63±2.00 2.05±1.91 2.82±1.62
P1= Biomineral kontrol (tanpa penambahan kapur atau zeolit); P2= P1 + kapur 3%; P3= P1 + kapur 6%; P4= P1 + zeolit 3%; P5= P1 + zeolit 6%
Bakteri Amilolitik Bakteri amilolitik mempunyai tugas secara khusus untuk memfermentasi pati. Hasil fermentasi pati berupa asam propionat yang nantinya akan dikonversi menjadi glukosa di dalam hati ruminansia dan juga sebagai energi. Oleh karenanya asam propionat merupakan asam yang bersifat glukogenik (Kung 1999). Pada umumnya glukosa digunakan oleh ruminansia sebagai sumber energi utama bagi organ-organ tubuhnya. Penambahan bahan adsorben dan waktu inkubasi terhadap rataan populasi bakteri amilolitik mempunyai efek seperti terlihat pada Tabel 5. Hasil sidik ragam memperlihatkan rataan populasi bakteri amilolitik tidak dipengaruhi secara nyata oleh seluruh taraf penambahan kapur dan zeolit pada biomineral, dan tidak dipengaruhi oleh interaksi antara kedua faktor. Rataan
11 populasi bakteri amilolitik tersebut mengalami peningkatan jumlah berdasarkan waktu inkubasi (P<0.05). Waktu inkubasi 0 dan 1 jam berbeda nyata (P<0.05) dengan waktu inkubasi 2 dan 3 jam terhadap populasi bakteri amilolitik. Tabel 5 Rataan bakteri amilolitik pada perlakuan in vitro Inkubasi
0 jam 1 jam 2 jam 3 jam Rataan± SD
P1 5.97±0.34 6.03±0.50 6.45±0.25 6.33±0.53
Penambahan bahan adsorben P2 P3 P4 (log sel/ml cairan rumen) 6.40±0.39 6.48±0.22 6.23±0.34 6.08±0.25 6.61±0.43 6.23±0.38 6.42±0.36 6.23±0.32 6.55±0.49 6.55±0.42 6.70±0.42 6.44±0.39
P5 6.34±0.74 5.96±0.29 6.22±0.59 6.58±0.31
Rataan±SD
6.28±0.41b 6.18±0.37b 6.38±0.40a 6.52±0.41a
6.19±0.41 6.36±0.36 6.51±0.35 6.36±0.40 6.28±0.48 6.34±0.40
Superskrip huruf kecil pada kolom yang sama berbeda pada P<0.05; P1= Biomineral kontrol (tanpa penambahan kapur atau zeolit); P2= P1 + kapur 3%; P3= P1 + kapur 6%; P4= P1 + zeolit 3%; P5= P1 + zeolit 6%
Peningkatan populasi bakteri amilolitik dengan meningkatnya waktu inkubasi sesuai dengan pendapat Nsereko (2001) yang menyebutkan bahwa jumlah mikroba selain protozoa di dalam rumen ruminansia akan meningkat 3-4.5 jam setelah makan. Rataan populasi bakteri amilolitik pada ruminansia adalah 3.0x106 cfu/ml (Suminar 2005). Kisaran tersebut hampir sama dengan kisaran populasi bakteri amilolitik pada penelitian ini yaitu 6.34 log sel/ml cairan rumen atau 2.2x106 cfu/ml cairan rumen. Sutardi (1980) menjelaskan bahwa mikroba rumen membutuhkan ammonia antara 4-12 mM untuk pertumbuhannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2012) pada bahan yang sama dengan penelitian ini diketahui bahwa konsentrasi amonia yang dihasilkan meningkat seiring dengan lamanya waktu inkubasi. Konsentrasi amonia rataan perlakuan berkisar antara 3.821-10.893 mM (Hapsari 2012). Nilai tersebut dapat dikatakan cukup untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen yang berkisar antara 4-12 mM (Sutardi 1980). Penelitian Hapsari (2012) juga menunjukkan konsentrasi VFA meningkat setelah dilakukan penambahan bahan adsorben. Kadar VFA yang meningkat mengindikasikan bahwa karbohidrat yang ada di dalam biomineral mudah untuk difermentasi oleh mikroba rumen. Sinkronisasi protein dan energi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba, jumlah bakteri rumen meningkat melalui sinkronisasi ketersediaan N dan karbohidrat (Henning et al. 1991). Hal tersebut membuktikan bahwa penambahan bahan adsorben meningkatkan populasi bakteri amilolitik melalui sinkronisasi ketersediaan N dan karbohidrat, walaupun secara statistik hal tersebut tidak dipengaruhi secara nyata. Proteolitik Bakteri proteolitik di dalam cairan rumen mempunyai fungsi untuk mendegradasi protein yang masuk ke dalam rumen sehingga nantinya dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak (Lee 2009). Bakteri proteolitik ini menghasilkan enzim protease dan juga enzim peptidase. Enzim tersebut mempunyai fungsi
12 memecah ikatan protein untuk menghasilkan asam amino yang nantinya digunakan oleh induk semang dan dirinya sebagai pembentuk protein tubuhnya (Dehority dan Burk 2004). Saragi (2012) melaporkan rataan populasi bakteri proteolitik pada rumen yang diberi biomineral dengan penambahan mineral makro adalah 6.985 log sel/ml cairan rumen, sedangkan rataan populasi bakteri proteolitik pada penelitian ini yaitu 6.26 log sel/ml cairan rumen. Penambahan bahan adsorben dan waktu inkubasi terhadap rataan populasi bakteri proteolitik mempunyai efek seperti terlihat pada Tabel 6.
Inkubasi 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam Rataan± SD
Tabel 6 Rataan bakteri proteolitik pada perlakuan in vitro Penambahan bahan adsorben P1 P2 P3 P4 P5 (log sel/ml cairan rumen) 5.93±0.32 5.89±0.63 6.10±0.54 6.17±0.45 5.91±0,73 5.99±0.71 5.95±0.31 6.32±0.54 6.12±0.43 5.94±0,31 6.09±0.43 6.32±0.26 6.52±0.56 6.74±0.53 6.43±0,39 6.25±0.36 6.60±0.41 6.79±0.41 6.52±0.34 6.54±0.32
Rataan±SD 6.00±0.53b 6.07±0.46b 6.42±0.43a 6.54±0.37a
6.06±0.46 6.19±0.40 6.44±0.51 6.39±0.44 6.20±0.44 6.26±0.45
Superskrip huruf kecil pada kolom yang sama berbeda pada P<0.01; P1= Biomineral kontrol (tanpa penambahan kapur atau zeolit); P2= P1 + kapur 3%; P3= P1 + kapur 6%; P4= P1 + zeolit 3%; P5= P1 + zeolit 6%
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan populasi bakteri proteolitik tidak dipengaruhi secara nyata oleh penambahan seluruh taraf kapur atau zeolit pada biomineral. Interaksi antara penambahan bahan adsorben dengan waktu inkubasi juga tidak mempengaruhi populasi bakteri proteolitik. Sigit (1995) menyatakan bahwa ransum sapi perah laktasi yang disuplementasi zeolit beramonium dapat meningkatkan sintesis protein mikroba seiring meningkatnya taraf yang diberikan (0; 1.5; dan 3%). Hal ini dibuktikan oleh data rataan populasi bakteri proteolitik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan data kontrol. Rataan populasi bakteri proteolitik dengan penambahan bahan adsorben memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol sehingga pemakaian amonia oleh bakteri proteolitik dapat dikatakan lebih efisien setelah penambahan bahan adsorben. Waktu inkubasi yang berbeda diketahui sangat nyata mempengaruhi populasi bakteri proteolitik (P<0.01). Populasi bakteri proteolitik pada waktu inkubasi 2 dan 3 jam nyata memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan populasi bakteri proteolitik yang diperoleh pada waktu inkubasi 0 dan 1 jam. Sigit et al. (1993) menyatakan bahwa konsentrasi amonia dipengaruhi oleh waktu inkubasi. Produksi amonia pada umumnya tercapai pada waktu 2-4 jam setelah pemberian pakan dan juga bergantung kepada sumber protein yang diberikan serta mudah tidaknya protein tersebut didegradasi (McDonald et al. 2002). Bakteri Selulolitik Hasil analisis sidik ragam yang dilakukan menunjukkan bahwa populasi bakteri selulolitik tidak dipengaruhi secara nyata oleh penambahan seluruh taraf kapur dan zeolit pada biomineral (Tabel 7). Waktu inkubasi yang berbeda pada proses in vitro sangat nyata meningkatkan populasi bakteri selulolitik. Waktu
13 inkubasi 0 dan 1 jam berbeda sangat nyata (P<0.01) dengan waktu inkubasi 2 dan 3 jam terhadap populasi bakteri selulolitik. Waktu inkubasi 2 dan 3 jam diketahui memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai yang diperoleh pada 0 dan 1 jam. Populasi bakteri selulolitik tidak dipengaruhi oleh interaksi antara faktor penambahan bahan adsorben dengan waktu inkubasi. Tabel 7 Rataan bakteri selulolitik pada perlakuan in vitro Penambahan bahan adsorben Inkubasi P1 P2 P3 P4 P5 (log sel/ml cairan rumen) 0 jam 5.93±0.65 6.24±0.73 6.20±0.43 6.14±0.56 6.33±0.44 1 jam 6.01±0.51 5.81±0.41 6.11±0.82 6.20±0.55 5.67±0.49 2 jam 6.14±0.47 6.24±0.20 6.00±0.50 6.62±0.53 6.31±0.46 3 jam 6.39±0.33 6.51±0.38 6.65±0.41 6.52±0.28 6.59±0.35 Rataan±SD 6.12±0.49 6.20±0.43 6.24±0.54 6.37±0.48 6.23±0.43
Rataan±SD 6.17±0.56b 5.96±0.55b 6.26±0.43a 6.53±0.35a 6.23±0.47
Superskrip huruf kecil pada kolom yang sama berbeda pada P<0.01;P1= Biomineral kontrol (tanpa penambahan kapur atau zeolit); P2= P1 + kapur 3%; P3= P1 + kapur 6%; P4= P1 + zeolit 3%; P5= P1 + zeolit 6%
Penambahan bahan adsorben belum mampu meningkatkan populasi bakteri selulolitik secara nyata, hal tersebut dikarenakan menurunnya kandungan serat kasar bahan dari perlakuan biomineral kontrol terhadap perlakuan biomineral dengan penambahan kapur atau zeolit (Tabel 2). Bakteri selulolitik yang merupakan bakteri pencerna selulosa yang berasal dari serat kasar akan berkurang fungsinya akibat kurangnya kandungan serat kasar dalam bahan, namun perlakuan penambahan biomineral menunjukkan rataan populasi yang lebih besar, hal tersebut dimungkinkan karena ketersediaan NH3 yang dilepaskan perlahan pada perlakuan dengan penambahan kapur atau zeolit sehingga bakteri mampu berkembang dengan cukup baik. Kandungan NH3 pada bahan yang sama yang dilaporkan oleh Hapsari (2012) adalah P1:10.89; P2:7.10; P3:4.04; P4:5.10; dan P5:3.82. Populasi bakteri selulolitik pada penelitian ini juga tidak jauh berbeda dibandingkan rataan populasi bakteri selulolitik yang dilaporkan oleh Saragi (2012) yaitu sebesar 6.758 log sel/ml cairan rumen. Rataan populasi bakteri selulolitik dipengaruhi secara sangat nyata (P<0.01) oleh waktu inkubasi, populasi bakteri selulolitik meningkat dimulai dari waktu inkubasi 0 jam sampai waktu inkubasi 3 jam. Waktu inkubasi 3-4.5 jam merupakan puncak aktivitas mikroba cairan rumen dalam memfermentasi pakan untuk menghasilkan produk fermentasi seperti VFA yg optimal. Peningkatan aktifitas enzim selulase yang dihasilkan bakteri selulolitik akan meningkatkan optimalisasi penggunaan pakan (Sutardi 1980). Inkubasi 3 jam mempunyai nilai populasi bakteri selulolitik tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral di dalam biomineral telah dapat digunakan dengan baik oleh bakteri selulolitik untuk mendukung hidup dan aktifitasnya. Mineral essensial diperlukan oleh mikroba rumen untuk fungsi sel, aktivitas selulolitik, dan pertumbuhan, ditambah lagi mineral juga berkontribusi sebagai kapasitas buffer (Serra 1996). Secara langsung mineral digunakan sebagai bahan sel tubuh seperti mineral S dan P. Mineral S sebagai komponen asam amino sel seperti metionin, cystein, dan sistin serta vitamin B, tiamin, dan biotin (NRC 2000). Mineral P digunakan sebagai bahan utama dinding sel yaitu fosfolipid (Ruckebusch dan Thivend 1980).
14 Mineral P esensial untuk semua mikroorganisme karena merupakan bagian integral dari nukleotida dan beberapa koenzim. Kandungan mineral P hasil analisa cenderung lebih tinggi daripada yang diharapkan yaitu pada kisaran 0.48-1.10% setelah penambahan bahan adsorben. Kebutuhan mineral P optimal mikroba rumen adalah 0.4% (Zulkamaini 2009). Peningkatan bakteri selulolitik sampai waktu inkubasi 3 jam dinyatakan mampu mendukung pencernaan karbohidrat kompleks dari pakan dengan kadar serat tinggi dengan lebih baik dan cepat. Karbohidrat kompleks dirubah menjadi VFA oleh bakteri selulolitik untuk kemudian digunakan sebagai kerangka karbon pembentuk protein tubuhnya dan juga sumber energi inang. Peningkatan bakteri selulolitik sampai waktu inkubasi 3 jam menunjukkan hal yang positif dalam memperbaiki produksi ternak ruminansia. Bakteri Total Pengukuran bakteri total dilakukan untuk melihat secara umum bagaimana aktivitas seluruh bakteri yang ada dalam rumen. Bakteri total meliputi keseluruhan bakteri yang terdapat di dalam rumen yang memiliki fungsi berbeda sesuai dengan enzim yang dihasilkan. Berdasarkan jenis bahan yang digunakan dan hasil akhir fermentasi, macam-macam bakteri dalam rumen meliputi : bakteri pemanfaat selulosa, bakteri pemanfaat hemiselulosa, bakteri pemanfaat pati, bakteri penghasil metan, bakteri pemanfaat gula, bakteri pemanfaat asam, bakteri pemanfaat protein, bakteri pemanfaat lipid (Dehority dan Burk 2003). Penambahan bahan adsorben dan waktu inkubasi terhadap rataan populasi bakteri proteolitik mempunyai efek seperti terlihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rataan bakteri total pada perlakuan in vitro Penambahan Bahan Adsorben Inkubasi P1 P2 P3 P4 P5 (log sel/ml cairan rumen) 0 jam 6.37±0.36 6.11±0.87 6.34±0.35 6.48±0.55 6.12±0.78 1 jam 6.17±0.71 5.96±0.43 6.30±0.88 6.28±0.38 6.07±0.40 2 jam 5.98±0,77 6.18±0.21 6.13±0.50 6.67±0.52 6.46±0.77 3 jam 6.38±0,49 6.57±0.39 6.74±0.39 6.41±0.50 6.47±0.33 Rataan±SD 6.23±0.56 6.21±0.48 6.38±0.53 6.46±0.49 6.28±0.57
Rataan± SD 6.29±0.56 6.16±0.56 6.28±0.56 6.51±0.42 6.31±0.53
P1= Biomineral kontrol (tanpa penambahan kapur atau zeolit); P2= P1 + kapur 3%; P3= P1 + kapur 6%; P4= P1 + zeolit 3%; P5= P1 + zeolit 6%
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan bahan adsorben berupa kapur atau zeolit pada biomineral tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap populasi bakteri total. Hal tersebut sejalan dengan hasil yang diperoleh pada rataan populasi bakteri amilolitik (Tabel 5), proteolitik (Tabel 6), dan bakteri selulolitik (Tabel 7) yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata akibat adanya penambahan bahan adsorben. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi biomineral kontrol tidak berbeda jauh dibandingkan biomineral yang ditambahkan bahan adsorben kapur atau zeolit. Kondisi tersebut diperkuat dengan hasil yang diperoleh pada rataan populasi protozoa total yang tidak berbeda nyata (Tabel 4). Populasi protozoa yang berlebih akan berdampak pada pertumbuhan bakteri.
15 Seperti yang telah diterangkan bahwa bakteri merupakan sumber protein bagi protozoa (Bach et al. 2005). Perbedaan waktu inkubasi dan interaksi penambahan bahan adsorben dan waktu inkubasi, juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap populasi bakteri total. Waktu inkubasi 3 jam populasi bakteri total memiliki nilai yang paling tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nsereko (2001) yang menyebutkan bahwa jumlah mikroba selain protozoa di dalam rumen ruminansia akan meningkat 3-4.5 jam setelah makan. Saragi (2012) melaporkan rataan populasi bakteri total pada cairan rumen yang diberi biomineral dengan penambahan mineral makro adalah 7.06 log sel/ml cairan rumen. Rataan populasi bakteri total pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan yang dilaporkan Saragi (2012). Hal ini disebabkan oleh ekosistem populasi bakteri yang berbeda pada setiap cairan rumen berdasarkan kondisi pakan yang diberikan. Sintesis Protein Mikroba Sintesis protein mikroba merupakan suplai protein bagi induk semang (ternak ruminansia) yang diserap di usus halus. Sintesis protein mikroba sangat bergantung kepada jumlah karbohidrat yang memadai dan tipe dari karbohidrat itu sendiri sebagai sumber energi pada proses sintesis (Bach et al. 2005). Pati dan gula merupakan tipe sumber karbohidrat yang lebih efektif untuk pertumbuhan mikroba rumen dibandingkan tipe lainnya seperti selulosa (Stern dan Hoover 1979). Selain itu faktor penting lainnya yaitu seberapa banyaknya kandungan amonia dalam rumen. Amonia diperlukan oleh bakteri sebagai sumber N untuk membangun selnya (Preston dan Leng 1987). Sintesis protein mikroba pada penelitian ini dicantumkan pada Tabel 9.
Inkubasi
0 jam 1 jam 2 jam 3 jam Rataan± SD
Tabel 9 Sintesis protein mikroba perlakuan in vitro Penambahan Bahan Adsorben P1 P2 P3 P4 P5 mg N/g BO 70.64± 52.22± 78.58± 56.00± 56.42± 16.84 27.33 5.50 13.0 19.63 49.65± 68.15± 40.60± 44.52± 63.00± 33.94 28.54 6.80 3.00 33.61 83.45± 66.95± 93.24± 107.00± 66.60± 70.53 26.35 63.25 96 25.60 99.42± 79.07± 89.28± 76.00± 117.50± 51.05 40.09 55.40 22.30 48.81 75.79± 66.60± 75.42± 71.00± 76.00± 43.10 30.60 45.24 33.60 32.00
Rataan± SD 62.80± 26.50b 53.20± 21.20b 83.45± 56.35a 92.25± 43.53a 72.92± 36.90
Superskrip huruf kecil pada kolom yang sama berbeda pada P<0.01; P1= Biomineral kontrol (tanpa penambahan kapur atau zeolit); P2= P1 + kapur 3%; P3= P1 + kapur 6%; P4= P1 + zeolit 3%; P5= P1 + zeolit 6%
Amonia merupakan sumber N utama dan penting untuk sistem protein mikroba (Sakinah, 2005). Menurut Astuti et al. (1993), sumbangan NH3 pada ternak ruminansia sangat penting mengingat bahwa prekursor protein mikroba adalah amonia dan senyawa sumber karbon, semakin tinggi kadar NH3 di rumen
16 maka kemungkinan semakin banyak protein mikroba yang dibentuk sebagai sumber protein dalam tubuh. Pathak (2008) melaporkan bahwa rataan sintesis protein mikroba adalah 20.80 mg N/g BO pada pakan berbasis hijauan, 28.16 mg N/BO pada pakan berbasis campuran antara hijauan dan konsentrat dan 21.12 mg N/BO pada pakan berbasis konsentrat, sedangkan rataan sintesis protein mikroba pada penelitian ini adalah 72.92 mg N/g BO. Hal ini disebabkan karena konsentrasi amonia yang dihasilkan dari degradasi biomineral juga sangat mempengaruhi sintesis protein mikroba. Hal tersebut didukung oleh hasil yang dilaporkan oleh Hapsari (2012) yang mengukur konsentrasi amonia dari biomineral kontrol dan biomineral dengan penambahan bahan adsorben kapur atau zeolit dan melakukan pengukuran dengan waktu inkubasi 0, 1, 2 dan 3 jam, dengan hasil semakin lama waktu inkubasi maka semakin tinggi pula amonia yang dihasilkan. Konsentrasi amonia yang meningkat sejalan dengan waktu inkubasi dapat meningkatkan jumlah sintesis protein mikroba. Berdasarkan hasil sidik ragam, diketahui bahwa sintesis protein mikroba tidak dipengaruhi oleh adanya penambahan bahan adsorben berupa zeolit atau kapur pada biomineral. Begitu juga dengan interaksi antara penambahan bahan adsorben dan waktu inkubasi, diketahui tidak berbeda nyata. Namun, perbedaan waktu inkubasi diketahui memberikan pengaruh yang nyata (P<0.01) terhadap sintesis protein mikroba. Inkubasi 0 dan 1 jam berbeda sangat nyata (P<0.01) dengan inkubasi 2 dan 3 jam. Semakin lama waktu inkubasi maka hasil sintesis protein mikroba akan semakin tinggi. Hal tersebut sejalan dengan pertumbuhan populasi bakteri. Seluruh bakteri rumen pada penelitian ini, baik itu bakteri amilolitik (Tabel 5), bakteri proteolitik (Tabel 6), maupun bakteri selulolitik (Tabel 7) memiliki nilai tertinggi pada waktu inkubasi 3 jam. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Bach et al. (2005), bahwa degradasi protein dipengaruhi oleh kerja dari enzim protease, amilase, dan selulase. Assoumani et al. (1992) menyatakan bahwa penambahan enzim amilase dapat meningkatkan degradasi protein ruminal total pada sereal grain yang diberikan sebanyak 6-20%. Sedangkan Deboras dan Blanchart (1993) memperoleh bahwa protein baru didegradasi oleh bakteri proteolitik hanya setelah depolimerisasi protein telah dilakukan oleh bakteri selulolitik. Kohn dan Allen (1995) juga melaporkan bahwa penambahan enzim selulase pada pencernaan proteolitik yang dilakukan in vitro dapat meningkatkan degradasi protein dari 42.4 menjadi 53.1%.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penambahan kapur atau zeolit pada biomineral tidak mempengaruhi populasi mikroba dan sintesis protein mikroba dalam rumen. Populasi bakteri amilolitik, selulolitik dan proteolitik, dan sintesis protein mikroba meningkat dengan lamanya waktu inkubasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa bakteri akan bekerja lebih maksimal 3 jam pasca makan.
17 Saran Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai taraf penambahan kapur dan zeolit pada biomineral mengingat sifatnya yang basa. Selain itu penelitian dengan mengkombinasikan kapur atau zeolit dengan mineral lain seperti Zn yang mempunyai kemampuan mempercepat sintesa protein oleh mikroba melalui pengaktifan enzim-enzim mikroba yang mungkin dapat membantu meningkatkan populasi mikroba rumen perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA Aksi Agraris Kanisius. 1986. Kawan Beternak. Yogyakarta (ID): Kanisius. Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Hewan Ruminansia. Penerjemah : R. Muwarni. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Assoumani MBF, Vedeau LJ, Sniffen CJ. 1992. Refinement of an enzymatic method for estimating the theoretical degradability of proteins in feedstuffs for ruminants. Anim Feed Sci Technol. 39:357–368. Astuti DA, Sastradipradja D, Kiranadi B, Budiarti E. 1993. Pengaruh perlakuan jerami jagung dengan asam asetat terhadap metabolisme in vitro dan in vivo pada kambing laktasi. [laporan penelitian]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bach A, Calsamiglla S, Stern MD. 2005. Nitrogen metabolism in the rumen. J Dairy Sci 88 (E.Suppl) : E9-E21 Debroas D, Blanchart G. 1993. Interactions between proteolytic and cellulolytic rumen bacteria during hydrolysis of plant cell wall protein. Reprod Nutr Dev. 33:283–288. Dehority BA. 2004. Rumen Microbiology. 1st Edition. ISBN 1-897676-99-9. Nottingham (GB): Nottingham University Press. Doepel L, Cox A, Hayirli A. 2009. Effects of increasing amounts of dietary wheat on performance and ruminal fermentation of Holstein cows. J Dairy Sci. 92: 3825-3832. Charlena, Irma HS, Humaidi MF. 2006. Pengaruh penambahan kapur terhadap gas NH3 pada manur ayam petelur. [Prosiding]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Hapsari SS. 2012. Penambahan kapur dan zeolit sebagai bahan adsorben terhadap fermentabilitas dan kecernaan in vitro suplemen biomineral cairan rumen. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Henning PH, Steyn DG, Meissner HH. 1991. The effect of energy and nitrogen supply pattern on rumen bacterial growth in vitro. Anim Prod. 53:165-175. Hungate RE. 1966. The Rumen and It's Microbes. Newyork (US): Academic Press. Ivan M, Charmley LL, Neill L, Hidiroglu M. 1991. Metabolic changes in the rumen following protozoal inoculation of fauna-free sheep fed a corn silage diet supplemented with casein or soybean meal. Ann Rech Vet. 22:227–238. Kamra DN. 2005. Rumen microbial ecosystem. Current Science 89 : 1-2.
18 Kohn RA, Allen MS. 1995. In vitro protein degradation of feeds using concentrated enzymes extracted from rumen contents. Anim Feed Sci Technol. 52:15–28. Kung L. 1999. The Role of Fiber in Ruminant Ration Formulation. Delaware (BE): University of Delaware. Kusnoputranto H, Jaya IM. 1984. Khasiat pembubuhan kapur tohor dalam hal daya membunuh mikroorganisme E-coli dan peningkatan alkalinitas pada lumpur tinja dari septik tank jamban jamak di DKI Jakarta. Depok (ID): Universitas Indonesia. Lee IC. 2009. Animal Nutrition Handbook. Second revision. [Internet]. [diunduh 2010 Nov17]. Tersedia pada: http://arbl.cvmbs.colostate.edu/. McDonald PRA, Edwards JFD, Greenhalgh, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. Harlow (GB): Pearson Education Ltd. Muktiani A. 2002. Penggunaan hidrolisat bulu ayam dan sorgum serta suplemen kromium organik untuk meningkatkan produksi susu pada sapi perah. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mumpton FA, Fishman PH. 1977. The apllication of natural zeolit in animal science and aquaculture. J Anim Sci. 45: 1188. National Research Council. 2000. National Research Council Nutrient Requirenment of Beef Cattle. 7th rev. ed. Washington (US): National Academy of Science. Nsereko VL, Beauchemin KA, Morgavi DP, Rode LM, Furtado AF, McAllister T, Iwaasa. 2002. Effect of a fibrolytic enzyme preparation from Trichoderma longibrachiatum on the rumen microbial population of dairy cows. Canadian J Microbio 48: 14-20. Ogimito K, Imai S. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Tokyo (JP): Japan Scientific Societies Press. Pathak AK. 2008. Various factors affecting microbial protein synthesis in the rumen. Vet world. Vol.1(6): 186-189. Permana Z. 2010. Konsumsi, kecernaan dan performa tikus putih (Ratus norvegicus) yang diberi ransum disuplementasi biomineral cairan rumen. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Piliang WG. 2002. Nutrisi Mineral. Edisi ke-Lima. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Preston TR, Leng RA. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resource in The Tropic. Armidale (AU): Penambul Book. Ruckebush Y, Thievend P. 1980. Digestive Physiology and Metabolism in Ruminants. Connecticut (US): Avi Publishing. Russell JB, Rychlik JL. 2001. Factors that alter rumen microbial ecology. Science 292:1119–1122. Sakinah D. 2005. Kajian suplementasi probiotik bermineral terhadap produksi VFA, NH3, dan kecernaan zat makanan pada domba. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saragi MP. 2012. Perbaikan mutu biomineral cairan rumen dengan penambahan mineral makro terhadap aspek populasi bakteri dan protozoa rumen. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Serra SD, Serra AB, Ichinohe T, Fujuhara T. 1996. Ruminal solubilization of macrominerals in selected Philippine forages. J Anim Sci. 9:75-81.
19 Shabi Z, Tagari H, Murphy MR, Bruckental I, Mabjeesh SJ, Zamwel S, Celik K, Arieli A. 2000. Partitioning of amino acids flowing to the abomasum into feed, bacterial, protozoal, and endogenous fractions. J Dairy Sci. 83:2326– 2334. Shultz TA, Shultz E. 1969. Estimation of rumen microbial nitrogen by three analytical methods. J Dairy Sci 53: 781-784. Sigit NA, Erwanto, Sutardi T. 1993. Penggunaan zeolit dalam ransum tinggi konsentrat untuk meningkatkan prestasi produksi dan kualitas susu sapi perah. [laporan penelitian]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sigit NA. 1995. Penggunaan zeolit beramonium dan analog hidroksi metionin dalam ransum sapi perah laktasi. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta(ID): PT.Gramedia, Pustaka Utama. Stern MD, Hoover WH. 1979. Methods for determining and factors affecting rumen microbial protein synthesis. J Anim Sci. 49:1590–1603. Suganda. 2009. Performa sapi jantan Frisien-Holstein lepas sapih yang diberi ransum mengandung suplemen biomineral isi rumen. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumarwoto. 2004. Pengaruh pemberian kapur dan ukuran bulbil terhadap pertumbuhan iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) pada tanah ber-Al tinggi. Ilmu Pertanian 11 (2) : 45-53. Susilawati. 2008. Efektivitas penyerapan Ca dan P, kadar air dan kandungan amonia manur ayam petelur dengan ransum berzeolit dan rendah Ca. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suryahadi, Bakrie B, Amrullah BV, Lotulung, Laside R. 2003. Kajian Teknik Suplementasi Terpadu untuk Meningkatkan Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah di DKI Jakarta. [internet]. [diunduh 2013jun13]. Tersedia pada http://web.ipb.ac.id/lppm/. Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two-stage technique for the in-vitro digestion of forage crops. J British Grassland Soc. 18 : 104-111. Tillman E, Hartadi H, Reksohadipradjo S, Labdosoeharjo S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Tjakradidjaja AS, Bakrie B, Suryahadi. 2007. Pengolahan dan pemanfaatan cairan rumen limbah rumah potong hewan di DKI Jakarta sebagai biomineral. Laporan Hasil Penelitian KKP3T. Bogor (ID): Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB bekerjasama dengan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Zulkarnaini. 2009. Pengaruh suplementasi mineral P dan S pada jerami padi amoniasi terhadap kecernaan NDF, ADF, selulosa dan hemiselulosa. J Ilmiah Tambua 8: 473-477.
20 Lampiran 1 Komposisi dan Pembuatan Media Tumbuh Bakteri Total 100 ml (Ogimoto dan Imai 1981) Bahan yang digunakan untuk membuat media tumbuh bakteri total antara lain : BHI powder 3.70 g, glukosa 0.05 g, CMC 1 ml, starch 0.05 g, cystein-HCl 0.05 g, hemin (0.05 %) 0.5 ml, resazurin 0.05 ml dan aquades sampai 100 ml. Cara pembuatan : Semua bahan dimasukkan ke dalam botol Scotch kecuali cystein-HCl, kemudian ditambahkan aquades sampai volume 100 ml. Larutan tersebut dimasak sampai mendidih dan didinginkan sambil dialiri gas CO2. Setelah larutan dingin, cystein-HCl dimasukkan. Larutan dicek pHnya, pH yang diinginkan adalah 7, kemudian dialiri gas CO2 hingga berubah warna dari merah menjadi kuning. Larutan media (5 ml) dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang terlebih dahulu telah ditambahkan dengan 2 sendok muncung (0.15 g) agar bacto, dan dimasukkan dalam autoclave selama15 menit. Cara pembuatan media tumbuh amilolitik, selulolitik, dan proteolitik sama dengan cara pembuatan media tumbuh bakteri total; namun demikian komposisi media tumbuhnya berbeda. Lampiran 2 Komposisi Media Tumbuh Bakteri Amilolitik 100 ml (Ogimoto dan Imai 1981) Bahan yang digunakan untuk membuat media tumbuh bakteri amilolitik antara lain : BHI powder 3.70 g, starch 0.05 g, cystein-HCl 0.05 g, hemin (0.05 %) 0.5 ml, resazurin 0.05 ml dan aquades sampai 100 ml. Lampiran 3 Komposisi Media Tumbuh Bakteri Selulolitik 100 ml (Ogimoto dan Imai 1981) Bahan yang digunakan untuk membuat media tumbuh bakteri selulolitik antara lain : BHI powder 3.70 g, CMC 10 ml, cystein-HCl 0.05 g, hemin (0.05 %) 0.5 ml, resazurin 0.05 ml dan aquades sampai 100 ml. Lampiran 4 Komposisi Media Tumbuh Bakteri Proteolitik 100 ml (Ogimoto dan Imai 1981) Bahan yang digunakan untuk membuat media tumbuh bakteri proteolitik antara lain : BHI powder 3.70 g, glukosa 0.05 g, susu skim 1 g, cystein-HCl 0.05 g, hemin (0.05 %) 0.5 ml, resazurin 0.05 ml dan aquades sampai 100 ml.
21 Lampiran 5 Media stock untuk 100 ml (Ogimoto dan Imai 1981) Bahan untuk membuat media stock antara lain : Larutan Mineral 1 7.5 ml, larutan mineral 2 7.5 ml, cystein-HCl 0.05 g, Na2CO3 0.3 g, resazurin (0.1 %) 0.1 ml, gliserol (80 %) 0.1 ml dan aquades sampai 100 ml. Cara pembuatan : Semua bahan dicampur, setelah itu dialiri gas CO2 sampai berubah warna dari biru menjadi bening. Campuran bahan ini dimasukkan ke dalam tabung reaksi (terlebih dahulu telah diisi gliserol 0,1 ml untuk setiap tabung) masing-masing sebanyak 4.85 ml ditutup rapat dan dibungkus dengan isolasi, kemudian disterilkan dalam autoclave 121 oC selama 15 menit. Bahan untuk membuat larutan mineral 1 dan mineral 2 media stock antara lain : a. Larutan Mineral 1: K2HPO4 0.6 g lalu aquades sampai 100 ml. b. Larutan Mineral 2: KH2PO4 0.6 g, NaCl 1.2 g, CaCl2 0.12 g, (NaH4)2SO4 1.2 g, MgSO4.7H2O 0.25 g dan aquades sampai 100 ml. Cara pembuatan : Semua bahan langsung dicampurkan, tetapi dipisahkan wadahnya antara larutan mineral 1 dan 2. Untuk larutan mineral 2 CaCl2 dicampurkan terakhir. Pembuatan media pengencer sama dengan pembuatan media stock, tetapi tidak menggunakan gliserol dan volume yang dimasukkan ke dalam setiap tabung reaksi adalah 4.95 ml. Lampiran 6 Komposisi dan Cara Pembuatan Larutan McDougall 1 l (Ogimoto dan Imai 1981) Bahan yang digunakan untuk membuat larutan McDougall antara lain : NaHCO3 9.8 g, Na2HPO4.7H2O 7 g, KCl 0.57 g, NaCl 0.47 g, MgSO4.7H2O 0.12 g dan CaCl2 0.004 g. Cara pembuatan : Semua bahan dicampurkan dalam labu Erlenmeyer, tetapi CaCl2 dimasukkan terakhir saat semua bahan telah larut. Semua bahan dihomogenkan dengan magnetic stirrer dan aliri terus dengan gas CO2. Hangatkan pada suhu 37 oC sebelumnya cek pHnya harus pada kisaran 6.8-7.
22 Lampiran 7 Komposisi dan Cara Pembuatan Larutan TCA – SSA untuk Analisis Sintesis Protein Mikroba 200 ml (Shultz dan Shultz 1969) Bahan yang digunakan untuk membuat larutan TCA-SSA antara lain : TCA 20 g dan SSA 2 g Cara pembuatan : TCA dilarutan ke dalam akuades 100 ml, ditempat terpisah SSA juga dilarutkan ke dalam aquades 100 ml. Setelah homogen, larutan TCA dan SSA dicampurkan ke dalam satu wadah dan dihomogenkan lagi. Lampiran 8 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa total SK Perlakuan Faktor perlakuan Faktor inkubasi Interaksi A*B Kelompok Galat Total
Db 19 4 3 12 3 57
JK 44.76 17.67 16.05 11.04 12.42 173.84
79
231.02
KT 2.356 4.418 5.350 0.920 4.140 3.050
Fhit 0.772 1.449 1.754 0.302 1.358
F0.05 1.772 2.534 2.766 1.926 2.766
F0.01 2.241 3.667 4.145 2.513 4.145
keterangan tn tn tn tn tn
tn: tidak nyata
Lampiran 9 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri amilolitik SK Perlakuan Faktor perlakuan Faktor inkubasi 0.1 vs 2.3 Interaksi A*B Kelompok Galat Total
Db 19 4 3 1 12 3 57
JK 3.61 0.87 1.24 0.93 1.49 1.42 9.00
79
14.03
KT 0.19 0.22 0.41 0.93 0.12 0.47 0.16
Fhit 1.20 1.38 2.62 5.88 0.79 2.99
F0.05 1.77 2.53 2.77 4.01 1.93 2.77
*: berbeda nyata (P<0.05); ***: berbeda nyata (P<0.1), tn: tidak nyata
F0.1 1.560 2.046 2.182 2.796 1.663 2.182
keterangan tn tn *** * tn *
23 Lampiran 10 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri proteolitik SK Perlakuan Faktor perlakuan Faktor inkubasi Interaksi A*B Kelompok Galat Total
Db 19 4 3 12 3 57
JK 6.40 1.50 4.19 0.72 2.50 10.67
79
19.57
KT 0.34 0.38 1.40 0.06 0.83 0.19
Fhit F0.05 1.80 1.77 2.01 2.53 7.45 2.77 0.32 1.93 4.46 2.77
F0.01 2.24 3.67 4.15 2.51 4.15
keterangan * tn ** tn **
** : sangat berbeda nyata; *: berbeda nyata; tn: tidak nyata
Lampiran 11 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri selulolitik SK Perlakuan Faktor perlakuan Faktor inkubasi Interaksi A*B Kelompok Galat Total
Db 19 4 3 12 3 57
JK 5.46 0.53 3.34 1.59 2.96 11.77
79
20.19
KT 0.29 0.13 1.11 0.13 0.99 0.21
Fhit F0.05 F0.01 keterangan tn 1.39 1.77 2.24 tn 0.64 2.53 3.67 ** 5.39 2.77 4.15 tn 0.64 1.93 2.51 ** 4.78 2.77 4.15
** : sangat berbeda nyata; tn: tidak nyata
Lampiran 12 Analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total SK Perlakuan Faktor perlakuan Faktor inkubasi Interaksi A*B Kelompok Galat Total tn: tidak nyata
Db 19 4 3 12 3 57
JK 3.64 0.73 1.34 1.58 1.14 17.80
79
22.58
KT 0.19 0.18 0.45 0.13 0.38 0.31
Fhit 0.61 0.58 1.43 0.42 1.22
F0.05 1.77 2.53 2.77 1.93 2.77
F0.01 keterangan tn 2.24 tn 3.67 tn 4.15 tn 2.51 tn 4.15
24 Lampiran 13 Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Sintesis Protein Mikroba SK Perlakuan Faktor perlakuan Faktor inkubasi Interaksi A*B Kelompok Galat Total
Db 19 4 3 12 3 57
JK 0.94 0.03 0.62 0.30 0.69 2.25
79
3.88
** : sangat berbeda nyata; tn: tidak nyata
KT 0.05 0.01 0.21 0.02 0.23 0.04
Fhit 1.26 0.16 5.25 0.63 5.82
F0.05 1.77 2.53 2.77 1.93 2.77
F0.01 2.24 3.67 4.15 2.51 4.15
keterangan tn tn ** tn **
25
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada 19 Mei 1989 di kota Jakarta, DKI Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Noorchamid dan Liestya Sugiarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SD Mutiara 17 Agustus Bekasi Utara, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Bani Saleh 1 Bekasi, dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Korpri Bekasi. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB 2007. Penulis aktif di UKM Futsal IPB dan mengikuti kegiatan Lifuma (liga futsal mahasiswa) pada periode 2008 – 2012. Penulis juga mnegikuti kegiatan magang di Balai Inseminasi Buatan Lembang pada tahun 2009. UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Anita S Tjakradidjaja, M.Rur. Sc. dan Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS selaku pembimbing. Terima kasih kepada Ir. Lilis Khotijah, MS selaku dosen pembahas seminar, Ir. Lidy Herawati, MS selaku panitia seminar, Dr. Ir. Didid Diapari, MS dan Muhammad Baihaqi S.Pt M.Sc selaku dosen penguji sidang serta Dilla Mareistia Fassah S.Pt M.Sc sebagai perwakilan dari departemen INTP yang telah meberi kritik, saran dan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan sripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Yani dari Laboratorium Biokimia Fisiologi dan Metabolisme yang telah banyak membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Fatmi, Ardya, Nadia, Lani, Juanda, Awi, Ade, Sapril, Mega, dan teman teman ANTHRAX 44 lainnya atas keceriaan dan ilmu nya. Rasa bangga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan bimbingannya. Atas berkat rahmat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah mempertemukan penulis dengan pihak-pihak tersebut di atas, puji dan syukur penulis limpahkan hanya kepada Allah atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.