Animal Agriculture Journal 4(1): 63-68, April 2015 On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj
KANDUNGAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN BAKTERI SELULOLITIK PADA POLLARD YANG DIFERMENTASI Content Of Lactid Acid Bacteria And Cellulolytic Bacteria On The Pollard Fermentation N. Nurhalimah, Widiyanto dan B. Sulistiyanto* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang *
[email protected]
ABSTRAK Penelitian untuk mengetahui kandungan bakteri asam laktat (BAL) dan bakteri selulolitik pada pollard yang difermentasi dengan cairan rumen dan Cairan Limbah Sayur Fermentasi (CLSF). Pembuatan CLSF dengan mencampur limbah sayuran kubis 80% dan sawi 20%, serta garam 8% dan molases 6,4% dari total limbah sayur, kemudian diperam selama 6 hari dan diperas untuk diambil ekstraknya. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x4 dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah pemeraman 0 dan 48 jam dan faktor kedua adalah rasio ELSF:cairan rumen 0:0 (B0); 20:10 (B1); 20:20 (B2) dan 10:20 (B3). Analisis bakteri asam laktat dan bakteri selulolitik menggunakan metode hitungan cawan tuang (Standard Plate Count).Data dianalisis menggunakan analisis ragam.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan pemeraman sangat nyata (p<0,05) terhadap kandungan BAL. Fermentasi ELSF:cairan rumen pada pemeraman 48 jam dan perlakuan B3 terbukti mampu mempengaruhi jumlah kandungan BALyaitu sebesar 4,05 x 107sel/g, jumlah ini lebih besar dibandingkan pada saat pemeraman 0 jam dengan perlakuan yang sama yaitu sebesar 0,075x 107sel/g. Simpulan penelitian ini adalah lama waktu fermentasi dapat meningkatkan jumlah BAL dan jumlah nutrisi yang masih memungkinkan untuk berlangsungnya metabolisme BAL, namun pada perlakuan dan pemeraman yang sama bakteri selulolitik tidak mampu untuk tumbuh. Perlukajian lanjut terhadap kemungkinan penambahan rasio CLSF dan cairan rumen serta lama waktu fermentasi agar bakteri selulolitik mampu berproliferasi. Kata Kunci:starter, CLSF, cairan rumen, bakteri asam laktat, bakteri selulolitik. ABSTRACT Experimentto determine the content of lactic acid bacteria (LAB) and cellulolytic bacteria tothe pollard fermentation with rumen fluid and extractoffermentedvegetablewastes(EFVW). Making the EFVW, mixing the wastes of cabbage 80% and mustard 20% with salt 8% and molasses 6.4% of the total vegetable wastes, then cured for 6 days, and it was mechanically exctrcated to get the EFSW. This research using a complety randomized design (CRD) factorial (2x4) with 4 replication. The first factor are incubation times, 0 and 48
Animal Agriculture Journal 4(1): 63-68, April 2015
hours, second factors ratio of EFVW:rumen fluid (B0); 20:10 (B1); 20:20 (B2) and 10:20 (B3). Analyzes of lactid acid bacteria (LAB) and cellulolytic bacteria (CB)were conducted by themethod of standard plate count. Data were analyzed of analyst variant. The result showed that there was interaction of treatment is significant (p<0,05) on the content of LAB. Fermentation of EFVW:rumen fluid in 48 hours incubationof B3-treatment afford affect the content with the number 4.05 x 107cell/g the number is greater than 0 hours with time the same is 7.5 x 105. This result indicate that a timeof fermentation can increase the number of bacteria and the nutrient still allows of the LAB-metabolism, however treatments of ratio EFVW:RF as well as time of curing made the cellulolytic bacteria have not proliferate. Keywords: starter, EFVW, rumen fluid, lactis acid bacteria, cellulolityc bacteria PENDAHULUAN Limbah sayur merupakan kumpulan berbagai macam sayuran yang telah disortir karena sudah tidak layak jual, biasanya didominasi oleh kubis dan sawi.Limbah sayur selain dapat digunakan sebagai pakan ternak juga dapat dimanfaatkan sebagai supplemen sumber starter.Starter merupakan populasi mikrobia dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi.Selain limbah sayur, pembuatan starter dapat memanfaatkan limbah Rumah Potong Hewan (RPH) berupa cairan rumen yang telah umum dimanfaatkan dalam pembuatan starter fermentasi.Starter berbahan dasar cairan rumen dilakukan dengan memanfaatkan mikroba rumen sebagai sumber inokulan.Cairan rumen dapat dimanfaatkan sebagai starter fermentasi karena mengandung populasi mikroba yaitu bakteri, protozoa, dan fungi dalam jumlah yang tinggi. Bakteri asam laktat (BAL) dan bakteri selulolitik adalah mikrobia yang terkandung dalam starter fermentasi dan merupakan mikrobia
yang menguntungkan apabila terkandung dalam sebuah starter. Bakteri asam laktat (BAL) dapat bersifat kompetitor dan menekan pertumbuhan Aspergillusflavus walau diinokulasikan ke dalam medium yang telah berisi mikroba lain, sedangkan bakteri selulolitik dengan dosis 30% mampu menurunkan kandungan serat kasar. Pembuatan stater memerlukan media sebagai tempat tumbuh mikrobia. Pollard merupakan limbah penggilingan gandum yang mempunyai potensi sebagai pakan ternak. Pollard dapat digunakan sebagai media fermentasi karena dapat memacu pertumbuhan awal mikrobia pencerna serat, karena kandungan protein yang cukup tinggi pada pollard merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan massa sel mikrobia (Prayuwidayati dan Muhtarudin, 2006). Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan starter fermentasi berbahan dasar ELSF dan cairan rumen yang dilihat dari kandungan BAL dan bakteri selulolitik.Hasil terbaik dapat diaplikasikan sebagai starter dalam
64
Animal Agriculture Journal 4(1): 63-68, April 2015
fermentasi pakan maupun bahan pakan. MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2013. Alat yang digunakan pada penelitian meliputi termos tempat cairan rumen, kain bersih, timbangan analitik, gelas ukur, pisau dan peralatan-peralatan analisis bakteri asam laktat dan bakteri selulolitik yang meliputi : tabung reaksi, rak tabung, bunsen, batang triangle, cawan petri, mikro pipet 1000 µl, mikro pipet 100 µl, inkubatordan kertas label. Bahan yang digunakan adalah limbah sayuran yang terdiri dari limbah kubis dan limbah sawi, serta molases, garam, cairan rumen, pollard, dan aquadest. Bahan untuk analisis sampel adalah NaCl fisiologis steril dan medium agar. Analisis bakteri asam laktat menggunakan medium MRS (Man deRogosa Sharpe) dan analisis bakteri selulolitikditambah CMC (Carboxy Methyl Cellulose). Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial (2x4) dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah faktor lama
pemeraman (0 dan 48 jam) dan faktor kedua adalah persentase pemberian CLSF dan cairan rumen yaitu B0 (persentase ELSF:cairan rumen 0:0%), B1 (persentase ELSF:cairan rumen 20:10%), B2 (persentase CLSF:cairan rumen 20:20%), B3 (persentase CLSF:cairan rumen 10:20%). Penelitian dilaksanakan dengan tiga tahap. Pertama pembuatan CLSF, penyiapan cairan rumen, pembuatan starter dengan bahan CLSF, cairan rumen dan pollard, dan analisis starter. Analisis starter dilakukan untuk mengukur kandungan bakteri asam laktat dan bakteri selulolitik yang diperam selama 0 dan 48 jam.Analisis bakteri asam laktat dan bakteri selulolitikdilakukan denganmenggunakan metode hitungan cawan yaitu metode cawan tuang (Standard Plate Count) menurut Fardiaz (1989).Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan Uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perlakuan penambahan ELSF dan cairan rumen terhadap kandungan bakteri asam laktat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Total Bakteri Asam Laktat. Pemeraman
Rasio CLSF:cairan rumen (%) 20:10 20:20
Rataan
(Jam)
0:0
10:20
0
0
0
0,9× 107a
0,3× 10 7b
0,3 × 10 7x
48
1,12 × 107b
2,65 × 107a
2,55 × 107a
4,05 × 107a
2,6 × 10 7y
Rataan
0,56 × 107m
1,33 × 107n
1,73 × 10 7o
2,18 × 107
Cfu/g
a, b
Superskrip berbeda pada rataan untuk menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05). Superskrip berbeda pada rataan menunjukkan perbedaan nyata pada pemeraman (p<0,05). m, n , o, p Superskrip berbeda rataan menunjukkan perbedaan nyata pada perlakuan (p<0,05). x, y
65
Animal Agriculture Journal 4(1): 63-68, April 2015
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan CLSF dan cairan rumen serta interaksi antara kedua faktor tersebut menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) terhadap kandungan bakteri asam laktat (BAL). Kandungan BAL pada pemeraman 0 jam dengan perlakuan B0 (0:0%) dan B1 (20:10%) menunjukkan tidak terdapat kandungan BAL pada kedua perlakuan tersebut. Hal ini disebabkan dalam perlakuan B0 tidak terdapat inokulan sebagai sumber mikrobia.Perlakuan B1 (20:10%) yang sudah terdapat inokulan bakteri juga belum mampu menunjukkan adanya BAL.Hal ini bisa disebabkan karena bakteri belum membentuk koloni sehingga bakteri tidak dapat terdeteksi serta belum mengalami pemeraman sehingga bakteri belum berkembangbiak.Penambahan rasio inokulan pada perlakuan B2 (20:20%) kandungan BAL sudah terdeteksi.Diduga BAL berasal dari cairan rumen, namun pada perlakuan B3 (10:20%) atau penurunan rasio CLSF, kandungan BAL ikut mengalami penurunan juga.Hal ini diduga karena kandungan BAL yang terdapat pada CLSF terhambat oleh metabolit sisa yang berasal dari cairan rumen.Muktianiet al.(2008)
menyatakan bahwa bolus rumen sapi memiliki kemampuan mencerna zat gizi tinggi karena mengandung mikrobia campuran seperti bakteri, protozoa dan fungi. Perlakuan yang sama pada pemeraman 48 jam terdapat kandungan BAL sebesar 1,12×107 untuk B0 dan 2,65×107 untuk B1. Mikroba berkembang setelah mengalami pemeraman.Hal ini sesuai dengan pendapat Suprihatin dan Purwitasari (2010) bahwa lama waktu fermentasi dapat meningkatkan jumlah bakteri dan kondisi substrat yang mendukung berlangsungnya metabolisme bakteri.Yuliana (2009) menyatakan bahwa setiap mikroba yang lingkungan hidupnya sesuai dengan kondisi awalnya akan memperngaruhi pertumbuhannya. Menurut Suprihatin (2010), semakin baik zat nutrisi didalam substrat mengakibatkan pertumbuhan bakteri semakin cepat. Peningkatan rasio penambahan CLSF dan cairan rumen pada pemeraman 48 jam mengakibatkan kandungan BAL pada perlakuan menjadi B2A2 sebesar 2,55 × 107dan B3A2 sebesar 4,05 × 107,yang tidak nyata berbeda dengan B1A2. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuliana (2009) yang menyatakan bahwa setiap bakteriakan menunjukkan
Tabel 2. Total Bakteri Selulolitik Lama
Perlakuan (perbandingan CLSF:cairan rumen) Rataan
P emeraman
0:0
20:10
20:20
10:20
0
1
1
1
1
1
48
1
1
1
1
1
Rataan
1
1
1
1
Skor : 1 : T ida k a da bakteri selulolitik 2 : T erdapat b akteri selulo litik < 10 2 cfu/g 3 : Terdapat bakteri selulolitik > 102 cfu/g
66
Animal Agriculture Journal 4(1): 63-68, April 2015
perbedaan pola pertumbuhan dilihat dari periode waktu yang diberikan untuk tumbuh dan beradaptasi serta metabolit yang dihasilkan. Hasil analisis mikrobiologi menunjukkan bahwa tidak terdapat kandungan bakteri selulolitik pada pollard yang difermentasi seperti yang tersaji pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis mikrobiologi tidak terdapat interaksi kombinasi perlakuan penambahan CLSF:cairan rumen dan lama pemeraman terhadap kandungan bakteri selulolitik. Beberapa faktor yang mempengaruhi tidak tumbuhnya bakteri selulolitikantara lain suhu dan pH. Suhu pada saat pemeraman berkisar 29-30oC.Hal ini menunjukkan bahwa suhu tersebut tidak mendukung pertumbuhan bakteri selulolitik.Zakariah (2012) menyatakan bahwa bakteri selulolitik rumen memiliki kisaran suhu optimum 38-42oC.Faktor pH juga berpengaruh terhadap tumbuhnya bakteri selulolitik.Nilai pH pada sebelum pemeraman sebesar 5,58 dan setelah proses pemeraman nilai pH menjadi turun menjadi 3,8-4. Hal ini yang menyebabkan bakteri selulolitiktidak dapat tumbuh, karena bakteri selulolitikmembutuhkan pH netral untuk dapat bertahan hidup.Nilai pH optimum untuk hidup bakteri selulolitik adalah 6,8. Hendraningsih (2006) menyatakan bahwa bakteri selulolitik membutuhkan air dalam jumlah yang banyak (80-90%) walaupun kondisi fisiknya mendukung, keterbatasan air menyebabkan bakteri tidak dapat melakukan metabolisme pertukaran zat.Krisnanet al. (2009) menyatakan bahwa rataan nilai pH rumen yang normal berada pada kisaran antara 6-
7, sedangkan kisaran pH yang ideal untuk percernaan selulosa antara 6,46,8. Kesesuaian nilai pH dapat membantu kolonisasi bakteri pada dinding sel tanaman dan mendorong aktivitas selulase bakteri. Hendraningsih (2006) menyatakan bahwa bakteri tidak mampu berkembang bila kondisi lingkungan tidak sesuai dan nutrisi yang dibutuhkan untuk berkembang tidak terpenuhi.Hal ini terjadi pada saat fase pertumbuhan bakteri. Lama waktu fermentasi dan jumlah substrat yang diberikan juga dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri selulolitik. Berdasarkan hasil penelitian Lamid et al.(2005) jerami padi yang difermentasi selama tujuh hari menggunakan bakteri selulolitik dengan dosis 30% mampu menurunkan kandungan serat kasar dari 39,71% menjadi 34,60%. Sementara pada penelitian yang dilaksanakan lama waktu fermentasi yang diberikan selama 0 dan 48 jam dan dosis yang diberikan sebesar 10% dan 20% bakteri selulolitik tidak mampu untuk tumbuh. SIMPULAN DAN SARAN Disimpulkan bahwa rasio CLSF dan cairan rumen dengan lama waktu fermentasi secara interaktif meningkatkan jumlah kandungan bakteri asam laktat tetapi tidak terhadap bakteri selulolitik. Perlukajian lanjut terhadap kemungkinan penambahan rasio CLSF dan cairan rumen serta lama waktu fermentasi agar bakteri selulolitik mampu berproliferasi.
67
Animal Agriculture Journal 4(1): 63-68, April 2015
DAFTAR PUSTAKA Chotimah, S. C. 2009. Peranan Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus dalam proses pembuatan yogurt. J. Ilmu Peternakan 4 (2) : 47-52. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hendraningsih, L. 2006. Daya hidup bakteri selulolitik asal probiotik yoghurt sapi pada media pembawa pollard.Fakultas Peternakan dan Perikanan.Universitas Muhammadiyah Malang. Krisnan, R. B. Haryanto dan K. G. Wiryawan. 2009. Pengaruh kombinasi penggunaan probiotik mikroba rumen dengan supplemen katalitik dalam pakan terhadap kecernaan dan karakteristik rumen domba. JITV.14 (4) : 262-269. Lamid, M. Kusriningrum. Mustikoweni dan S. Chusniati.2005. Revitalisasi Bidang Kesehatan Hewan dan Manajemen Peternakan Menuju Ekonomi Global.Prosiding Seminar Nasional Surabaya. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya Muktiani A, B.I.M. Tampoebolon dan J. Achmadi. 2007. Fermentabilitas rumen secara
In Vitro terhadap sampah sayur yang diolah. J. Indon Trop Anim Agric. 32 (1) : 44-50. Prayuwidayati, M. dan Muhtarudin. 2006. Pengaruh berbagai proporsi dedak gandum dalam fermentasi terhadap kadar protein dan kecernaan secara in vitro pada bagas tebu teramoniasi. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31 (3) : 147-151. Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Unesa University Press. Suprihatin dan D. S. Purwitasari. 2010. Pembuatan asam laktat dari limbah kubis. Prosiding Ketahanan Pangan dan Energi, UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya, 24 Juni 2010.F2 1F2 8. Utama, C.S.dan A. Mulyanto. 2009. Potensilimbahpasarsayursebag ai starter fermentasi. J. Kesehatan. 2 : 1-13. Yuliana. N. 2009. Viabilitas inokulum Bakteri Asam Laktat (BAL) yang dikeringkan secara kemoreaksi dengan kalsium oksida (CaO) dan aplikasinya pada tempoyak.J. Teknologi Industri dan Hasil Pertanian.14 (1) : 24-37. Zakariah, M. A. 2012. Penggunaan hijauan makanan ternak yang tepat untuk pengembangan peternakan di Indonesia. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
68