PENAKARAN SIFAT BOROS DALAM AL-QUR`AN
Muzakir Sulaiman FITK UIN Ar-Raniry Banda Aceh Kop'anelma Darussalam Kota Banda Aceh
ABSTRACT Waste is reprehensible attitude in Islam. Islam strictly prohibits this attitude is because he is close friend Satan. This attitude tends to cause people to dispose of the property as well as spending by ignoring the guidance of Personality'. Boros was covering the areas of food, drink, clothing, shelter, transportation, traveling and so forth. This profligacy will bring its owner hated by men and loved by Allah and Shaytan and his brothers. He will be a disease of society. Kata Kunci: Boros, mubazir, al-Qur'an Pendahuluan Boros adalah suatu sikap yang sangat dilarang dalam Islam karena hal tersebut akan banyak menimbulkan tidak seimbangan keuangan seseorang muslim. Gaya hidup boros sering terlihat dalam masyarakat zaman sekarang. Walaupun sering terlihat pada orang mewah ekonominya, namun tidak sedikit boros juga terdapat pada orang ekonomi sedang atau bahkan ekonomi rendah penghasilannya. Boros adalah sifat kecenderungan pada manusia yang menggunakan hartanya secara tidak terencana tanpa memperhatikan orang sekitarnya. Boros itu kawan dekat mewah. Yang dimaksud dengan kemewahan adalah menenggelamkan diri dalam kenikmatan dan bermegah-megah.1 Oleh karena itu sedapat mungkin seorang muslim menghindari kemewahan. Salah satu cara menghindari kemewahan adalah tidak terlalu sering (kalau bisa tidak berhubungan sama sekali) dengan orang-orang yang mewah. Jika sering berkawan (khusus orang Aceh sering minum kopi, berkolega, sering mengadakan diskusi, berpergian dengan mereka yang bergaya mewah) akan menular sifat boros tersebut. Sifat ini sangat cepat menular sebagaimana menular penyakit jasmani. Selanjutnya salah satu gejala yang dapat menimbulkan gejolak sosial adalah adanya sebagian orang dengan cenderung bertindak boros tanpa melihat kehidupan orang lain di sekitarnya. Penggunaan harta2 oleh pemiliknya yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan terjadinya kecemburuan-kecemburuan sosial, bahkan terkadang dapat menimbulkan gejolak-gejolak yang berkepanjangan. Jika _____________ 1
Yusuf Qadhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifin dan Dahlia Husin, cet. 4, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 151. 2 Sulit membuat definsi harta secara tepat dan baku.Ini dikarenakan harta memiliki sifat dan khusus yang berbeda-beda dengan akibat pula kita memandangnya. Lihat Faruq an-Nabahan, Sistem Ekonomi Islam: Pilihan setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis, Terj. Muhadi Zainuddin dan Bahauddin Nursalim, cet. 3, (Yogyakarta: UII Press Yogaykarta, 2002),27. Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 1, Januari 2014
95
ini terjadi maka harta yang tadinya berfungsi sebagai sarana membahagiakan pemilkinya berubah menjadi malapetaka dan terkadang mencelakakan dirinya. Berikutnya, pemborosan terdiri dari boros harta pribadi, perusahaan, masyarakat atau negara. Sifat boros adalah mengeskploitasikan uang atau sumber-sumber alam secara berlebihan dan tidak memperhatikan kelestrarian lingkungan (ekologi). Oleh karena itu Islam sangat melarang pemborosan, sebagaimana digambarkan dalam ayat-ayat berikut ini.
ِ ِ ِ السبِ ِيل َوََل تُبَ ِذ ْر تَْب ِذ ًيرا َّ ني َوابْ َن َ وات َذا الْ ُقْرََب َح َّقهُ َوالْم ْسك
Artinya:Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (QS. Al-isra: 26)
ِِ ِ ِ ِ ِِ ِِ ورا ً ين َكانُوا إ ْخ َوا َن الشَّيَاطني َوَكا َن الشَّْيطَا ُن لَربه َك ُف َ إ َّن الْ ُمبَذر
Artinya: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Al-isra: 27). Kedua ayat di atas memberikan pengertian bahwa penggunaan harta tidak boleh melebih-lebihkan, hidup mewah, karena hal tersebut ia saudara syaitan, mendatangkan murka Allah SWT dan serta menimbulkan kecemburuan dalam kehidupan. Oleh karena itu boros yang dikaji dalam tulisan ini menjangkau penakaran dan pemahaman kehidupan muslim untuk menjauhinya sesuai dengan al-Qur`an. Pemahaman tentang boros menjadi penting karena ia adalah sifat dibenci oleh syara`. Disamping itu, sebagain orang juga menamakan pembahasan ini dengan nama Fiqh Boros. Fiqh boros adalah Ilmu yang mempelajari tata kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidunpnya dalam mencapai ridha Allah SWT.3 Ekonomi Islam dalam mempelajarinya ada 3 domain yang mencakup, yaitu; Domain tata kehidupan, pemenuhan kebutuhan dan mencapai ridha Allah SWT.4 Dengan demikian yang ingin dicapai oleh penakaran dan pemahaman boros pada hakikatnya adalah cara mendapatkan rezeki dan penggunaannya untuk mengabdi kepada Allah SWT dengan jalan yang diridhai syara`. Berikutnya, dalam rangka pemberdayaan ekonomi secara Islami maka dalam persfektif ekonomi Islam, ekonomi kerakyatan dapat dikatakan suatu sistem pemberdayaan masyarakat dalam mencukupkan kebutuhannya dengan cara dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menuju mardhatillah.5 Satu kewajiban seorang muslim adalah memberikan nafkah kepada keluarga yang meliputi isteri, anak-anak dan orang yang menjadi tanggungannya lainya. 6 Dengan usaha yang kita lakukannya, maka dapatlah dicapai keuntungan dan sejumlah laba, yang _____________ 3
Murasa Sarkani Putra, Relevation–Based Meassurement:Pendekatan keterpaduan antara Mantik Rasa dan Mantik Akal dari Ibnu Sina, Edisi Revisi, cet. 2, (Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakartam 2004), 3-4. 4 Murasa Sarkaniputra, Adil dan Ihsan dalam Persfektif Ekonomi Islam, Implementasi Mantik Rasa dalam Model Kofigurasi Tehnologi al-Ghazali-As Syatibi-Leontif-Sraffa cet. 1, (Jakarta: Pusa Kajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), hal. 5. 5 Ibid, 29. 6 Hamzah Ya’qub, Fiqih Muamalat, Kode Etik Dagang menurut Islam, pola pembinaan hidup dalam berekonomi ,cet. 2, (Bandung: Diponogoro, 1992), 43. 96
Muzakkir: Penakaran Sifat Boros dalam al-Qur'an…
dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Jika kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi, maka diharapkan ketenangan dan kenteraman jiwa dapat pula di capai. Suasana keamanan jiwa dapat meningkatkan frekuensi ibadah manusia pada Khaliknya. Islam membenarkan pengikutnya menikmati kebaikan dunia. Prinsip ini bertolak belakang dengan sistem kerahiban (kepasturan) Kristen, manuiesme parsi, Sufisme brahma dan sistem lainnya yang memandang kehidupannya dunia sisnis.7 Oleh karena itu dalam tulisan ini akan di bahasan mengenai boros dengan penekanan atau pembatasannya kriteria-kriterianya saja, dengan harapan akan ada suatu kriteria baku untuk memberikan penilaian pada seseorang boros atau tidak dalam hidupnya menurut al-Qur`an. Pengertian boros Boros ada beberapa macam seperi boros makan, boros pakai dan boros beli. Menurut sebagian orang, menghambur-hamburkan uang selalu berkaitan dengan sikap boros dalam membelanjakan harta, yang lain berpendapat bahwa hal itu berkaitan dengan membelanjakan uang yang haram. Pendapat terkuat adalah berkaitan dengan segala jenis pembelanjaan yang tidak diizinkan oleh syara' untuk kepentingan agama ataupun kepentingan dunia. Sebab Allah SWT menjadikan harta sebagai sarana untuk menegakkan kemaslahatan hamba Nya. Sikap mubazir akan menghilangkan kemaslahatan, baik kemaslahatan pribadi ataupun orang lain. Lain halnya jika uang atau harta dinafkahkan untuk kebaikan dan untuk memperolah pahala, dengan tidak mengabaikan tanggungan yang lebih penting.8 Al-Qur’an melarang kita membelanjakan harta dan menikmati kehidupan ini dengan boros. lebih dari itu, Allah SWT sendiri tidak menyukai para pemboros. Sikap boros adalah sikap manusia melampaui batas kewajaran sehingga al-Qur`an mencap orang-orang kafir sebagai melampaui batas. 9 Boros artinya berlebih-lebihan dalam pemakaian uang, barang, dan sebagainya, (memboroskan) memakai (mengeluarkan) uang barang dan sebagainya secara berlebih-lebihan, menghambur-hamburkan.10 Menurut Imam al-Mawardi, boros dan royal adalah sikap seseorang yang melampaui batas kemurahan hati, maka ia disebut royal dan boros dan layak dicela.11 Ibnu Katsir telah menukilkan beberapa pendapat ulama telah menafsirkan ayat ”Janganlah kamu menghamburkan harta secara boros”, Ia mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud mengatakan “Tabzir atau boros” adalah membelanjakan harta bukan untuk kebenaran. Hal tersebut dikemukakan juga oleh Ibnu Abbas. Sedangkan Mujahid berkata ”Jika manusia membelanjakan hartanya untuk kebenaran, maka hal itu bukanlah boros, tetapi jika ia membelanjakan bukan untuk kebenaran meskipun hanya satu MUD (cupak-bons) maka ia adalah pemboros”. Sementara Qatadah berkata “Boros atau Tabzir adalah membelanjakan harta untuk maksiat kepada Allah SWT, bukan jalan kebenaran.12 Islam mengharamkan berlebih-lebihan dan kemewahan karena bahaya _____________ 7
Yusuf Qardhawi, Norma dan…, 148. Yusuf Qardhawi, Norma dan…, 157 9 Ibid, 155. 10 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi. 2, cet. 7, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), 127. 11 Al-Imam Mawardi, Kenikmatan kehidupan Dunia dan Agama, Etika dan Pergaulan, terj./Pentahqiq. Kamaluddin Sa'diyatulharamain, cet.1, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), hal. 264. 12 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir; Juz 3, 159 8
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 1, Januari 2014
97
kemewahan di bidang ekonomi dan sosial dalam hubungan dengan individu maupun dengan orang banyak adalah sama. Islam melarang kemewahan karena: 1. Kemewahan menyebabkan adanya sifat-sifat foya-foya; 2. Kemewahan menyebabkan semakin adanya jurang antara sikaya dan simiskin. Dari sini muncul dengki, dendam dan perpecahan yang membuka pintu lebar-lebar pertentangan antar golongan dalam masyarakat; 3. Kemewahan menyebabkan pengeluaran harta untuk hal yang tidak berguna.13 Islam menganggap orang banyak bertanggung jawab atas gejala kemewahan, sebab Ia memandang kemewahan bukan sekedar aib (kejelekan) akhlak individu tetapi merupakan aib (kejelekan) ssistem ekonomi dan sosial seluruh bangsa. Itulah orang banyak berkewajiban menentukan ikatan-ikatan yang dapat menjamin tercegahnya kemewahan. Cara yang terpenting adalah mendekatkan perbedaan antara diantar lapisan-lapisan bangsa sedapat mungkin.14 Boros itu meliputi 3 macam, diantaranya, boros makan, boros beli dan boros pakai. Sikap boros yang berbahaya adalah merusak harta, meremehkannya atau kurang merawatnya sehingga rusak dan binasa. Perbuatan ini termasuk kriteria menghambur-hamburkan uang yang sangat di larang Nabi Muhammad SAW.15 Setelah memperhatikan beberapa pendapat, maka dapat disimpulkan bahwa boros adalah suatu sikap yang menunjukan penempatan sesuatu bukan menurut tempatnya. Berdasarkan definisi ini akan ditelusuri dan memahami kriteri-kriteria boros secara lebih luas. B. Kriteria boros Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu.16 Pemborosan banyak sekali terjadi dalam kehidupan masyarakat, namun paling kurang ada 7 bidang yaitu: bidang makanan, pakaian, perumahan, perhiasan, kebun (ladang, sawah, tanah), alat transportasi (kendaraan) dan hiburan. Ketujuh tempat ini merupakan tempat atau arena yang selalu berkisar pada manusia dan sangat mudah terlihat serta terpantau oleh orang lain. Secara umum al-Qur'an telah memberikan gambaran mengenai kriteria boros, namun tidak merincinya. Kriteria-kriteria boros tersebut terlihat dalam ayat-ayat berikut.
ُِِ ََيبَ ِ َام َ ُخ ُذوا ِيََ َ ُك ْْ َِْ َ ُك ِل ََ ْس ِا َ َوُكبُ وا َوا ْت َربُوا َوََل تُ ْس ِرُوا إِنَّ هُ ََل ِ ني َ الْ ُم ْس ِر
Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (al-A'raf: 31)
ِ والَّ ِذين إِ َذا أَنْ َف ُقوا ََل يس ِرُوا وََل ي ْق روا وَكا َن ب ك قَ َو ًاَا َ ني َذل َ ْ َ َ ُُ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ _____________ 13
Ahmad Muhammad al-'Assal dan Fathi Muhammad Abdul Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, terj. Imam Saefudin, cet. 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 99. 14 Ibid, 100. 15 Yusuf Qadhawi, Norma dan…, .157. 16 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar…, 446. 98
Muzakkir: Penakaran Sifat Boros dalam al-Qur'an…
Artinya:Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (al-Furqan:67).
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. (An-Nur: 31). Berdasarkan nas-nas di atas tergambar bahwa boros dapat terjadi pada semua orang dan tingkatan dalam berbagai bentuk dan coraknya. Ini memberikan indikasi bahwa pemborosan dapat dengan mudah terjadi dan dimana saja. Hal ini harus menjadi perhatian muslim agar dapat menghindarinya. Oleh karena itu dengan menganalisa dan menakar nas-nas tersebut, kiranya dapat digambarkan kriteria-kritetia boros secara sederhana. Adapun kriteria-kriterinya diuraikan berikut ini. 1. Bersikap konsumtif Orang suka rakus dakam berbelanja padahal kebutuhannya sudah terpenuhi, namun karena banyak uang, apa saja yang dilihat ingin beli, dirasa, dicoba. Misalnya, beli baju, sepatu dan barang-barang lain, sekali atau 2 kali pakai langsung di buang (tidak pakai lagi) lalu kemudian beli lagi. Ini sangat boros. Menghambur-hamburkan uang adalah menelantarkan tanah kebun dengan tidak menanamnya, menelantarkan alat-alat yang bisa meningkatkan produksi baik secara kualiatas maupun kuanitas, menelantarkan sumber daya hewani padaha kulit, susu atau lain sebagainya bisa dimanfaatkan sebagaimanan diisyaratkan oleh al-Qur'an.17 Sebagian orang suka membeli-beli saja (pakaian, perhiasan dan lain-lain) hanya sekali atau dua kali pakai kemudian dibuang atau tidak dipakai lagi. 2. Membelanjakan sesuatu yang tidak disyariatkan Menghindari berbelanja barang-barang yang tidak diperintahkan agama (disyariatkan) karena hal ini akan menimbulkan pemborosan, seperti: alat-alat permainan yang tidak diperintahkan agama membeli makanan/minumam yang merusak seperti daging babi, minuman yang beralkohol, candu, barang mewah luar negeri.18 Semua barang tersebut tidak disyariatkan atau terkadang membeli burung yang harganya 10 juta atau lainya. Hal-hal ini sering terlihat zaman modern sekarang, dimana seseorang bisa saja belanja sesuatu yang tidak perlu hanya ikut mode. 3. Membeli barang mewah Kebiasaan lagi ada orang yang berduiat membeli barang mewah dengan tidak jelas manfaatnya lebih dari kebutuhannya, misalnya memiliki 5 mobil _____________ 17
Yusuf Qadhawi, Norma dan…, 157 Yusuf Qardhawi, Norma dan…, 80-81.
18
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 1, Januari 2014
99
mewah. Sejumlah orang memang mempunyai hobi mengkoleksi benda-benda klasik, antik atau dianggap sesuatu menarik seperti bab mandi, kramik mahal dan lain sebagainya. Semua barang-barang itu sesungguhnya tidak penting dan tidak ada anjuran syara`. Namun karena ikut mode, maka terbelilah dengan tidak jelas manfaat dan penggunaanya. 4. Berlebih-lebihan dalam pembelanjaan Setiap muslim hendaknya dalam berbelanja bersikap tidak berlebihlebihan dan kikir, namun diperhatikan tingkat kebutuhan yang diinginkan. Hal ini sebagaimana disinggung dalam al-Qur`an. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengahtengah antara demikian. (al-Furqan: 67). Dalil ini menandaskan bahwa tamuIslam harus memiliki kiat-kiat sendiri dalam mengolah ekonominya sehingga tidak menjurus pada sikap boros dan kikir. Setiap muslim maupun keluarganya hendaknya memiliki manajemen yang barbasis syara` dalam mengatur keuangan, termasuk dalam berbelanja, sehingga apa yang dibelinya bermuara pada pencapaian tujuan syara` bukan sekedar belanja. 5. Tidak adanya keseimbangan Dalam berbelanja harus ada keseimbangan, tanpanya maka akan terjadi kekecauan pengaturan ekonomi. Ini termasuk juga usah agar tidak boros. Abu Bakar pernah berkata: Sesungghunya Aku membenci yanmg mengbelanjakan atau menghabiskan bekal untuk bebarapa hari dalam satu hari saja.19 Pada dasarnya perekonomian rumah tangga muslim memegang prinsip mengutamakan kebutuhan primer dalam membelanjakan harta. Kebutuhankebutuhan primer harus lebih didahului dari kebutuhan sekunder. Pengutamaan ini dilakukan agar terwujud syara' sehingga dapat memelihara, jiwa, akal dan harta.20 Dengan demikian orang yang punya bekal lebih dan bisa disimpan untuk hari mendatang, namun dihabiskannya dalam sesaat menjadilah boros. Orang semacam ini akan cenderung untuk berbelanja secara sepihak karena tidak ada rasa keseimbangan belanja dirinya maupun keluarganya. Kesimpulan Setelah memahami mengenai kriteri-kriteria boros dari uraian di atas, maka sayugianya orang mukmin itu memperhatikan dengan sungguh tentang pemborosan ini, karena ia akan berakibat dimurkai oleh Allah SWT secara vertikal namun juga akan memperoleh kemudaratan, kecemburuan sosial dalam masyarakat secara horizontal. Pada dasarnya perekonomian rumah tangga muslim memegang prinsip mengutamakan kebutuhan primer dalam membelanjakan harta. Kebutuhan-kebutuhan primer harus lebih didahului dari kebutuhan sekunder. Pengutamaan ini dilakukan agar terwujud syara' sehingga dapat memelihara, jiwa, akal dan harta. _____________ 19
Husein Syatahah, Ekonomi Rumah Tangga Islam, terj. Dudung rahmat Hidayat dan Idhoh Anas, cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), 77. 20 Ibid, 54. 100
Muzakkir: Penakaran Sifat Boros dalam al-Qur'an…
Islam sangat mencerca terhadap orang yang boros, karena boros itu dapat merusak kehidupan beragama dan juga sosial dan bahakan dengan boros itu kecemburuan yang diikuti dengan rasa dengki sangat mudah subur ditengahtengah masyarakat. Agar dapat menghindar dari boros, maka harus diikuti langkah-langkah untuk menghindari pemborosan yaitu: 1. Bersifat pertengahan dan seimbang, 2, memprioritaskan kebutuahn primer, 3. seimbang antara pendapatan dan pengeluaran, 4. menghindari belanja barang mewah, 5. Tidak ber belanja barang yang tidak disyariatkan. Dengan demikian boros itu adalah perbuatan yang harus di jauhi baik kecil maupun besar, karena akan di murkai oleh Allah (merusak hubungan kita dengan Allah dan juga hubungan sesama manusia yang berujung pada kebinasaan dan kecemburuan dalam masyarakat.
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 1, Januari 2014
101
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Muhammad al-'Assal dan Fathi Muhammad Abdul Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, terj. Imam Saefudin, cet. 1, Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz. 5, Beirut: Daral-Fikri, 1995. Al-Imam Mawardi, Kenikmatan kehidupan Dunia dan Agama, Etika dan Pergaulan, terj./Pentahqiq. Kamaluddin Sa'diyatulharamain, cet.1, Jakarta: Pusataka Azzam, 2001. Ali Hasballah, Ushul tasyri’ al-Islam, cet. 6, kairo: Darul Fikri al-Arabi, 1982. Hendio Suhendi, Figh Muamalah, Membahas Ekonomi Islam, cet. 1, Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2002. Hamzah Ya’qub, Fiqih Muamalat, Kode Etik Dagang menurut Islam, pola pembinaan hidup dalam berekonomi, cet. 2, Bandung: Diponogoro, 1992. Husein Syatahah, Ekonomi rumaha tangga Islam, terj. Dudung rahmat Hidayat dan Idhoh Anas, cet.1, Jakarta: Gema Insani Press, 1998. Murasa Sarkani Putra, Dkk, Epistomologi Ekonomi Islam (Tinjauan Kurikulum Terpadu), Jakarta: Tim Konsentrsasi Ekonomi Islam UNI, 2003. ……….., Relevation–Based Meassurement:Pendekatan keerpaduan antara Mantik Rasa dan Mantik Akal dari Ibnu Sina, Edisi Revisi, cet. 2, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2004. ……….., Adil dan Ihsan dalam Persfektif Ekonomi Islam, Implementasi Mantik Rasa dalam Model Kofigurasi Tehnologi al-Ghazali-As Syatibi-LeontifSraffa cet. 1, Jakarta: Pusa Kajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. Nasrun Harun, Ushul Fiqh, cet. 2, Jakarta: Logos, 19970. Quraish, M Shihab, Wawasan al-Qur’ān, cet. 7, Bandung: Mizan,1998. Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifin dan Dahlia husin, cet. 4. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Sayy īd al-Bakrī, I‘natuTalibīn, juz: 1, Semarang: T oha Putra Semarang 102
Muzakkir: Penakaran Sifat Boros dalam al-Qur'an…
Wahbah Zuhaily, Ushul Fiqh Islamy, cet. 1, Juzu'. 1, Damaskus: Darul Fikri, 1986. …….., Al-Fiqih al-Islamy Wa Adillatihu, cet. 4, Juzu' .1, Beirut: Dar-al-fikri alMa'shir, 1997.
Al-Mu‘ashirah Vol. 11, No. 1, Januari 2014
103