PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010
Pemupukan N, P, dan K pada Kedelai Sesuai Kebutuhan Tanaman dan Daya Dukung Lahan Achmad Ghozi Manshuri Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Kendalpayak km 8 Malang, Jawa Timur
ABSTRACT. N, P, and K Fertilizer Applications for Soybean Based on Plant Requirement and Soil Fertility. In a soil with the nutrient status of N, P, and K varied greatly, the suggested rate of N, P, and K fertilizers is generally inefficient, and is considered to accelerate the degradation of soil fertility, due to the excessive rate of fertilizer. This study was aimed to develop guidelines for N, P, and K fertilizers application standard, according to the soybean crop needs and the nutrient land capacity for soybean crops in the paddy field. Research was conducted in 2007 and 2008 at 21 locations, i.e., 9 locations in Blitar, two locations in Ponorogo, and 10 locations in Madiun, using the omission plot technique. Validation study was conducted in 2009 at 12 locations, i.e., four locations in Blitar for a 3.0 t/ha yield target, four locations in Ponorogo for a 2.5 t/ha yield target, and four locations in Madiun for the 2.0/ha yield target. The results showed that the nutrient ability of lands to provide nutrients N, P, and K varied, ranging from 58-184 kg N/ha, 5-23 kg P/ha, and 8-119 kg K/ha, The N Recovery Efficiency (RNE) ranged from 0.3 - 0.9 kg/kg; the P Recovery Efficiency (PRE) from 0 - 0.3 kg/kg, and the K Recovery Efficiency (KRE) 0.1 - 0.8 kg/kg. Optimum N uptake followed a linear equation YN-Opt = 14.201X; optimum P uptake followed a linear equation of YP-Opt = 133.47X, while the optimal K uptake followed the linear equation of YK-Opt = 23.473X. Guidelines for N, P, and K application for soybean crop in the paddy field according to the crop needs, the nutrient land supporting capacity, and the yield target had been produced. Validation of the model result in yield targeted of 2.0 t / ha in Madiun, the 2.5 t / ha yield in Ponorogo and to the 3.0 t / ha yield in Blitar, each in 50% of the locations. Yield target of 2 t/ha or more was obtained from 50% of the locations in Madiun district; yield targeted of 2.5 t/ha was obtained from 75% of the locations in Ponorogo district, while yield target of 3.0 t/ha was obtained from 58.3% of the locations in Blitar district. Keywords: NPK fertilizer; soybean crop needs, land supporting capacity ABSTRAK. Pada kondisi status hara N, P, dan K tanah yang beragam, pemupukan N, P, dan K yang bersifat umum tidak efisien, bahkan dapat mempercepat degradasi lahan, sebab dosis pupuk yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman dan daya dukung lahan. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun pedoman pemupukan N, P, dan K sesuai kebutuhan tanaman dan daya dukung lahan untuk tanaman kedelai di lahan sawah. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2007 dan 2008 di 21 lokasi, yaitu Blitar 9 lokasi, Ponorogo dua lokasi, dan Madiun 10 lokasi, menggunakan pendekatan petak omisi. Penelitian validasi dilakukan pada tahun 2009 di 12 lokasi, empat lokasi di Blitar untuk target hasil 3,0 t/ha, empat lokasi di Ponorogo untuk target hasil 2,5 t/ha, dan empat lokasi di Madiun untuk target hasil 2,0/ha. Kemampuan lahan menyediakan hara N, P, dan K antarlokasi beragam, berkisar antara 58-184 kgN/ha, 5-23 kg P/ha, dan 8-119 kg K/ha, efisiensi rekoveri N (ERN) berkisar antara 0,30,9 kg/kg, efisiensi rekoveri P (ERP) 0-0,3 kg/kg, dan efisiensi rekoveri K (ERK) 0,1-0,8 kg/kg. Serapan optimal N mengikuti persamaan linier YN-Opt = 14,201X; serapan P optimal mengikuti persamaan linier YP-Opt = 133,47X, sedangkan serapan optimal K mengikuti
persamaan linier YK-Opt = 23,473X. Pedoman pemupukan N, P, dan K pada tanaman kedelai di lahan sawah sesuai kebutuhan tanaman, daya dukung lahan, dan target hasil yang ingin dicapai telah dihasilkan. Hasil validasi menunjukkan bahwa target hasil 2,0 t/ha di Madiun mencapai 50%, target hasil 2,5 t/ha di Ponorogo mencapai 50%, sedangkan target hasil 3,0 t/ha di Blitar mencapai 58,3%. Kata kunci: Pupuk NPK, kebutuhan tanaman kedelai, daya dukung lahan
T
anaman kedelai di lahan sawah umumnya ditanam setelah padi. Terdapat indikasi hara N, P, dan K pada lahan sawah terkuras setelah ditanami padi, yang ditandai oleh produktivitas padi yang cenderung menurun (Abdulrachman 2000). Tanaman padi yang menghasilkan 6 t/ha menyerap hara N, P dan K masing-masing sebesar 90 kg N/ha, 16 kg P/ha, dan 90 kg K/ha, padahal kemampuan tanah sawah menyediakan hara N, P, dan K masing-masing hanya 40-45 kg N/ ha, 12-19 kg P/ha, dan 60-100 K kg/ha, sehingga terjadi kekurangan 50-55 kg N/ha, 0-4 kg P/ha, dan 0-30 kg K/ha (Abdulrachman et al. 2002). Tanaman kedelai yang menghasilkan 4.704 kg/ha memerlukan 403 kg N/ha, 75 kg P2O5/ha, 246 kg K2O5/ha, 31 kg Mg/ha, dan 25 kg S/ha (Snyder 2000). Penelitian jangka panjang merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat keberlanjutan usahatani, karena menyediakan data produktivitas pada masa lampau dan sekarang, sebagai bahan evaluasi untuk menata sistem pengelolaan pertanian berkelanjutan ke depan. Penelitian jangka panjang di 24 lokasi daerah subtropis dan tropis Asia menunjukkan adanya gejala penurunan hasil padi monokultur dengan input N, P dan K konstan sesuai rekomendasi (Dawe et al. 2000). Demikian pula neraca hara lahan sawah irigasi di beberapa lokasi di Bangladesh, Myanmar, Indonesia, Filipina, dan Vietnam yang menunjukkan hara N, P, dan K serta pada kondisi tertentu Ca, mengalami keseimbangan negatif sehingga hara tersebut semakin terkuras (Mutert 2008). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jatim (BPTP Jatim) telah membuat peta status hara tanah sawah untuk 15 Kabupaten di Jawa Timur, hasilnya menunjukkan bahwa: (1) 99% lahan sawah mempunyai kandungan bahan organik rendah dan hanya 1% yang mempunyai bahan organik > 4%, (2) 67% lahan sawah mempunyai status hara P rendah, (3) 171
MANSHURI: PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA KEDELAI
beberapa daerah yaitu Madiun, Ponorogo, Kediri, dan Ngawi memiliki cukup luas lahan sawah dengan status P rendah, (4) 77,6% lahan sawah mempunyai status K rendah (< 0,3 me/100g tanah), dan (5) Kabupaten Pasuruan, Lumajang, dan Banyuwangi mempunyai status hara P dan K tinggi (Suwono et al. 2004; Kartono et al. 2007). Hasil penelitian di beberapa sentra produksi kedelai di Jawa Timur menunjukkan bahwa status N, P, dan K sangat beragam. Kandungan tanah N berkisar antara 0,07-0,36%, P 3-196 ppm, dan K 0,20-2,06 me/100 g tanah (Kuntyastuti dan Adisarwanto 1996, Adisarwanto et al. 2001, Kuntyastuti dan Sunaryo 2000, Kuntyastuti 2001, 2002; Kuntyastuti dan Susanto 2001, Taufiq dan Kuntyastuti 2002). Informasi ini menunjukkan bahwa hara N, P, dan K pada lahan sawah terkuras setelah diusahakan padi, dan sangat beragam antarlokasi. Rekomendasi pemupukan N, P dan K tanaman kedelai di lahan sawah masih bersifat umum, yaitu 25-75 kg urea/ ha + 50-100 kg SP36/ha + 50-100 kg KCl/ha (Musaddad 2008). Pada kondisi status dan keseimbangan hara N, P, dan K beragam, pemupukan N, P, dan K yang bersifat umum tidak efisien, dan bahkan dikhawatirkan dapat mempercepat degradasi lahan, sebab dosis pupuk yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman dan daya dukung lahan. Diperlukan pedoman pemupukan N, P, dan K tanaman kedelai di lahan sawah, sesuai kebutuhan tanaman dan daya dukung lahan, agar neraca hara N, P dan K tidak berjalan ke arah negatif atau semakin terkuras. Beberapa metode telah dikembangkan untuk menduga kemampuan tanah menyediakan hara, antara lain dengan uji cepat ketersediaan hara menggunakan metode teknik pot ganda dan analisis status hara tanah sebagai dasar penetapan kebutuhan pupuk N, P dan K pada tanaman kedelai. Prinsip metode pot ganda adalah perlakuan pengurangan satu jenis hara (minus one element). Unsur hara (larutan Brunt) tidak langsung diberikan pada tanah contoh pada pot I, melainkan dituang pada pot II yang diletakkan di bawah pot I. Pada perlakuan kontrol, pot II diisi larutan Brunt lengkap, sedangkan pada perlakuan tanpa N, P dan K, masingmasing pot II diisi dengan larutan Brunt tanpa N, P dan K. Tingkat ketersediaan masing-masing unsur hara dinyatakan berdasarkan nilai Sufficiency Quotient (SQ), yaitu nisbah bobot kering tanaman pada perlakuan minus one element, dibagi dengan bobot kering tanaman pada perlakuan kontrol. Manshuri (2009) melaporkan terdapat kesesuaian antara nilai SQ unsur hara N, P, dan K dengan respon pemupukan N, P, dan K pada tanaman kedelai di lapang. Franzen (1999) membuat klasifikasi status hara P dan K tanah untuk tanaman kedelai sebagai berikut: a) untuk
172
P, 0-5 ppm P (sangat rendah), 6-10 ppm (rendah), 11-15 ppm (sedang), 16- 20 ppm (tinggi), >20 (sangat tinggi); b) untuk hara K (Bray) 0-40 ppm (sangat rendah), 41-80 ppm (rendah), 81-120 ppm (sedang), 121-160 ppm (tinggi), >160 (sangat tinggi). Menurut Franzen (1999), kebutuhan pupuk P mengikuti hubungan fungsional (1,55-0,1 x status P-Bray tanah) x target hasil yang ingin dicapai (1,55-0,14 x status P-Olsen tanah) x hasil yang ingin dicapai. Kebutuhan pupuk K mengikuti hubungan fungsional (2,2-0,0183 x status K-Bray tanah) x hasil yang ingin dicapai. Status P-Bray dan P-Olsen serta K-Bray dalam ppm, sedangkan target hasil yang ingin dicapai dalam bu/A. Status N tanah tidak boleh < 75 ppm. Kedua metode ini dapat digunakan dalam menentukan jenis hara yang diperlukan tanaman. Walaupun demikian, khususnya untuk uji cepat ketersediaan hara tanah, tidak mampu memberikan informasi jumlah hara N, P dan K yang dibutuhkan tanaman sesuai dengan target hasil yang ingin dicapai. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun pedoman pemupukan N, P, dan K sesuai kebutuhan tanaman kedelai dan daya dukung lahan sawah.
BAHAN DAN METODE Penelitian terdiri atas dua tahapan, masing-masing dilakukan di lahan petani. Penelitian I dilakukan untuk menyusun pedoman pemupukan N, P, dan K sesuai kebutuhan tanaman dan daya dukung lahan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data: (a) total serapan hara N, P, dan K tanaman sesuai dengan taraf hasil. (b) kemampuan lahan menyediakan hara N, P, dan K, dan (c) nilai efisiensi rekoveri hara N, P dan K tanaman yang diperlukan dalam penyusunan pedoman pemupukan N, P, dan K, sesuai kebutuhan tanaman dan daya dukung lahan. Penelitian II merupakan validasi pedoman pemupukan N, P dan K hasil penelitian I. Petak Omisi N, P, dan K untuk Penyusunan Pedoman Pemupukan N, P, dan K Penelitian dilaksanakan pada tahun 2007 dan 2008 di 21 lokasi lahan petani, masing-masing di Blitar sembilan lokasi, Ponorogo dua lokasi, dan Madiun 10 lokasi, menggunakan perlakuan petak omisi N, P dan K (Tabel 1). Ukuran petak percobaan: 5 m x 6 m, dengan tiga ulangan. Varietas yang digunakan adalah Wilis, jarak tanam 40 cm x 10 cm, dua tanaman per lubang. Pupuk diberikan pada waktu tanam secara dilarik, 10 cm di samping tanaman. Pengamatan meliputi hasil biji (2 m x 5 m) dan serapan hara N, P dan K tanaman, kemampuan tanah menyediakan hara dan efisiensi rekoveri N, P, dan K.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010
Konsep dasar pendekatan petak omisi adalah yield gain approval, menambahkan kekurangan hara N, P, dan K sesuai tambahan hasil yang diperoleh, yaitu besarnya hasil yang dicapai sesuai target yang dicapai pada masingmasing petak omisi (Witt et al. 2002, Abdulrachman et al. 2002). Kemampuan tanah menyediakan hara N, P, dan K adalah jumlah hara yang diserap tanaman pada masingmasing perlakuan tanpa N, P dan K. Efisiensi rekoveri adalah jumlah hara yang diserap tanaman, dibagi dengan jumlah hara pupuk yang diberikan. Penggunaan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman dan daya dukung lahan dihitung menggunakan rumus: SN(kg/ha) – S0N(kg/ha) Kebutuhan N…..FN(kg/ha) = ——————————— ERN(kg/kg) SP(kg/ha) – S0P(kg/ha) Kebutuhan P…..FP(kg/ha) = ——————————— ERP(kg/kg) SK(kg/ha) – S0N(kg/ha) Kebutuhan N.....FK(kg/ha) = ——————————— ERK(kg/kg)
pada tanaman yang mendapat perlakuan tanpa N, P dan K. Validasi Pedoman Pemupukan N, P, dan K Penelitian dilaksanakan pada MK II 2009 di Kabupaten Blitar, Ponorogo, dan Madiun. Di masing-masing kabupaten terdapat empat lokasi, setiap lokasi diikuti oleh tiga ulangan untuk pengukuran hasil biji, sehingga kabupaten terdapat 12 ulangan pengukuran hasil biji. Luas petak percobaan: 6 m x 5 m, sedangkan data hasil biji diambil dari petak berukuran 2 m x 5 m. Pupuk N, P, dan K (Tabel 2, 3 dan 4) diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman (Tabel 7), kemampuan lahan menyediakan hara N, P, dan K (Tabel 5), efisiensi rekoveri N, P, dan K (Tabel 6), dan target hasil yang ingin dicapai di masing-masing lokasi. Penelitian validasi ini dilakukan dengan target hasil 2,0 t/ha di Madiun, 2,5 t/ha di Ponorogo, dan 3,0 t/ha di Blitar). Pemilihan lokasi dan target hasil ditentukan berdasarkan hasil yang dapat dicapai petani. Petani di Madiun menghasilkan 1,0 t biji/ ha, di Ponorogo 1,5 t biji/ha, dan 2,0 t biji/ha di Blitar.
Tabel 1. Perlakuan omisi N, P dan K.
di mana: FN,FP,FK adalah kebutuhan pupuk N, P, dan K. ERN, ERP, ERK adalah efisiensi rekoveri N, P, dan K (jumlah hara yang diserap dibagi jumlah hara yang diberikan). SN,SP,Sk adalah jumlah hara N, P, dan K yang diserap tanaman pada taraf hasil tertentu. S0N, S0P, S0K adalah jumlah hara N, P, dan K yang diserap, masing-masing
Perlakuan
Dosis N
Dosis P
Dosis K
NPK NP (tanpa K) NK (tanpa P) PK (tanpa N) Tanpa pupuk
50 kg urea/ha 50 kg urea/ha 50 kg urea/ha -
100 kg SP36/ha 100 kg SP36/ha 100 kg SP36/ha -
100 kg KCl/ha 100 kg KCl/ha 100 kg KCl/ha -
Tabel 2. Dosis urea, SP18, dan KCl untuk target hasil 2,0 t/ha di lahan dawah petani di Kabupaten Madiun, MK II, 2009. Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3
Lokasi 4
Perlakuan
PTT Protokol NPK Tanpa pupuk
Urea
SP18
KCl
Urea
SP18
KCl
Urea
SP18
KCl
Urea
SP18
KCl
50 92 0
200 255 0
100 87 0
50 92 0
200 255 0
100 87 0
50 92 0
200 255 0
100 87 0
50 92 0
200 255 0
100 87 0
Dosis urea, SP18, dan KCl dalam kg/ha.
Tabel 3. Dosis urea, SP18, dan KCl untuk target hHasil 2,5 t/ha di lahan dawah petani di Kabupaten Ponorogo, MK II, 2009. Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3
Lokasi 4
Perlakuan
PTT Protokol NPK Tanpa pupuk
Urea
SP18
KCl
Urea
SP18
KCl
Urea
SP18
KCl
Urea
SP18
KCl
50 115 0
200 382 0
100 65 0
50 115 0
200 382 0
100 65 0
50 115 0
200 382 0
100 65 0
50 115 0
200 382 0
100 65 0
Dosis urea, SP18, dan KCl dalam kg/ha.
173
MANSHURI: PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA KEDELAI
Tabel 4. Dosis urea, SP18, dan KCl untuk target hasil 3,0 t/ha di lahan sawah petani di Kabupaten Blitar, MK II, 2009. Lokasi 1
Lokasi 2
Lokasi 3
Lokasi 4
Perlakuan
PTT Protokol NPK Tanpa pupuk
Urea
SP18
KCl
Urea
SP18
KCl
Urea
SP18
KCl
Urea
SP18
KCl
50 213 0
200 340 0
100 40 0
50 213 0
200 200 0
100 40 0
50 84 0
200 319 0
100 173 0
50 88 0
200 319 0
100 173 0
Dosis urea, SP18, dan KCl dalam kg/ha.
Tabel 5. Kemampuan lahan menyediakan hara N, P, dan K di berbagai lokasi penelitian petak omisi, MK 2007 dan 2008. Kemampuan tanah menyediakan hara (kg/ha) Tahun dan lokasi
Nitrogen
Fosfat
Kalium
Tahun 2007 Blitar-1 Blitar-2 Blitar-3 Blitar-4 Madiun-1 Madiun-2 Madiun-3 Madiun-4 Ponorogo-1 Ponorogo-2
56 110 120 162 109 79 53 67 147 138
10 13 23 14 12 10 5 10 13 13
53 30 115 119 49 32 8 26 73 95
Tahun 2008 Blitar-5 Blitar-6 Blitar-7 Blitar-8 Blitar-9 Madiun-5 Madiun-6 Madiun-7 Madiun-8 Madiun-9 Madiun-10
143 142 184 130 144 124 104 98 85 110 109
14 14 17 13 12 9 13 12 8 8 9
89 84 86 62 49 60 33 25 34 26 39
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Tanah Manyediakan Hara N, P, dan K Kemampuan tanah menyediakan hara tidak hanya ditentukan oleh status hara tanah, melainkan juga oleh hara yang berasal dari lingkungan setempat (air irigasi, dekomposisi sisa tanaman), sehingga bersifat dinamis dan spesifik lokasi. Selain itu, kemampuan tanah menyediakan hara N, P, dan K berhubungan erat dengan ketersediaan hara N, P, dan K dalam tanah, iklim, dan pertumbuhan tanaman. Walaupun ketersediaan hara di tanah tinggi, kondisi iklim dan pertumbuhan tanaman yang tidak optimal dapat menyebabkan serapan hara oleh tanaman rendah. Oleh karena itu faktor lain seperti mutu benih, irigasi, gangguan gulma, dan hama penyakit 174
harus terkendali, agar pengukuran kemampuan tanah menyediakan hara menjadi akurat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan tanah menyediakan hara N, P, dan K untuk tanaman kedelai sangat beragam antarlokasi, berkisar antara 53-184 kg N/ha, 5-23 kg P/ ha, dan 8-119 kg K/ha (Tabel 5). Haefele dan Wofereis (2003) melaporkan bahwa dalam areal seluas tiga ha, kemampuan tanah menyediakan hara N, P, dan K di Senegal Afrika sangat beragam berkisar antara 19-78 kg N/ha; 11-45 kg P/ha, dan 70-150 kg K/ha. Kemampuan tanah menyediakan hara N, P, dan K pada lahan sawah sentra produksi kedelai memang sangat beragam. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa pedoman pemupukan yang bersifat umum tidak efisien, karena tidak mempertimbangkan perbedaan kemampuan lahan menyediakan hara antarlokasi. Nilai Efisiensi Rekoveri Hara N, P dan K Efisiensi rekoveri adalah nisbah antara jumlah hara yang diserap tanaman dibagi dengan jumlah hara yang diberikan. Jumlah hara yang diserap tanaman dihitung berdasar selisih antara hara yang diserap tanaman pada perlakuan lengkap dikurangi dengan hara yang diserap tanaman pada perlakuan tanpa suatu hara. Nilai efisiensi rekoveri N berkisar antara 0,3-0,9 kg/kg, P 0,0-0,3 kg/kg, dan K 0,1-0,8 kg/kg (Tabel 6). Efisiensi rekoveri memberikan informasi berapa kg hara asal pupuk yang diserap tanaman per kg hara pupuk yang diberikan. Nilai rekoveri N pada tanaman kedelai relatif tinggi, diduga disebabkan adanya tambahan N tanaman melalui fiksasi N oleh bakteri Rhizobium. Inokulasi Bradyrhizobium japonicum pada tanaman kedelai dapat meningkatkan serapan N pada biji sebanyak 9% dalam biji dan 122% dalam tajuk (Tahir et al. 2009). Unsur N diperlukan tanaman kedelai sebagai starter pada awal pertumbuhan, terutama bila kondisi lahan tidak kondusif bagi pertumbuhan bintil akar. Kekeringan, suhu tinggi, lahan terlalu basah, dan tanah terlalu padat merupakan kondisi yang dapat menghambat pertumbuhan bintil akar. Apabila pertumbuhan awal akar tidak baik, maka serapan P dan K rendah. Pertumbuhan akar berkorelasi positif dengan kekahatan P dan K,
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010
Analisis Kebutuhan Hara N, P, dan K Tanaman Kedelai Menurut Dobberman dan Cassman (1996), hubungan antara hasil biji dengan serapan hara terpencar di antara dua persamaan linear pengenceran maksimum (maximum dilution) dan akumulasi maksimum (maximum accumulation). Pada kondisi akumulasi maksimum, tanaman mengalami efisiensi fisiologi minimum. Sebaliknya, pada kondisi pengenceran maksimum (maximum dilution) tanaman mengalami efisiensi fisiologi maksimum. Serapan optimal hara berada di antara persamaan fungsi linear maximum dilution (Y D ) dan maximum accumulation (Y A ). Persamaan fungsional linear YD menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman sangat optimal dan tidak dibatasi oleh faktor lain, kecuali keterbatasan hara. Sebaliknya, persamaan fungsional linear YA menunjukkan bahwa sebenarnya suplai hara banyak, serapan dan akumulasi hara juga tinggi, namun karena terdapat faktor lain di luar ketersediaan hara tanah, maka serapan yang tinggi tidak serta merta meningkatkan hasil. Pada kondisi akumulasi maksimum, rendahnya hasil dipengaruhi oleh faktor lain, dan bukan disebabkan oleh ketersediaan hara yang terbatas. Guna mendapatkan informasi tentang jumlah hara yang diperlukan tanaman dalam hubungannya dengan target hasil yang ingin dicapai, maka dibuat grafik hubungan antara tingkat hasil biji (kg/ha) dan jumlah hara N, P, dan K (kg/ha) yang diserap (Gambar 1, 2, dan 3). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serapan optimal N mengikuti persamaan linear YN-Opt = 14,201 X, berada di antara dua fungsi linear pada kondisi pengenceran maksimum, YND = 20,236 X dan persamaan linear tanaman pada kondisi akumulasi maksimum YNA = 11,114 X (Gambar 1). Serapan optimal P mengikuti persamaan linear YP-Opt = 133,47 X, berada di antara dua fungsi linear pada kondisi pengenceran maksimum, YPD = 174,35 X dan persamaan linear saat tanaman pada kondisi akumulasi maksimum YPA = 80,50 X (Gambar 2). Serapan optimal K mengikuti persamaan linear YK-Opt = 23,473 X, berada di antara dua fungsi linear pada kondisi pengenceran maksimum, YPD
= 41,47 X dan persamaan linear saat tanaman pada kondisi akumulasi maksimum YPA = 16,49 X (Gambar 3). Dengan menggunakan informasi hubungan antara hasil biji dengan serapan optimal hara N, P, dan K pada tanaman kedelai (Gambar 1, 2, dan 3), maka dapat disusun kebutuhan hara N, P dan K sesuai target hasil yang diinginkan (Tabel 7). Tabel 6. Nilai efisiensi rekoveri NPK pada berbagai lokasi penelitian petak omisi, MK 2007 dan 2008. Efisiensi rekoveri (kg/kg) Tahun dan lokasi Nitrogen
Fosfat
Kalium
Tahun 2007 Blitar-1 Blitar-2 Blitar-3 Blitar-4 Madiun-1 Madiun-2 Madiun-3 Madiun-4 Ponorogo-1 Ponorogo-2
0,7 0,5 0,4 0,6 0,4 0,6 0,5 0,3 0,7 0,9
0,2 0,3 0,0 0,3 0,3 0,1 0,3 0,1 0,2 0,1
0,7 0,6 0,8 0,8 0,6 0,3 0,5 0,4 0,4 0,8
Tahun 2008 Blitar-5 Blitar-6 Blitar-7 Blitar-8 Blitar-9 Madiun-5 Madiun-6 Madiun-7 Madiun-8 Madiun-9 Madiun-10
0,7 0,7 0,7 0,5 0,3 0,3 0,8 0,8 0,5 0,8 0,7
0,2 0,0 0,2 0,1 0,1 0,3 0,0 0,2 0,3 0,2 0,2
0,4 0,3 0,5 0,2 0,2 0,6 0,1 0,4 0,5 0,6 0,4
YN-Opt = 14,201 X
3000
R2 = 0,884 YND = 20,236 X
2500 Hasil biji (kg/ha)
mempertahankan status P dan K tetap tinggi di sekitar perakaran merupakan cara terbaik untuk mendapatkan hasil yang tinggi (Snyder 2000). Pada kondisi tertentu, pemberian 135 kg N/ha dapat meningkatkan hasil kedelai 928 kg/ha (Franzen 1999). Kombinasi inokulasi rhizobium + 120 kg P2O5/ha meningkatkan hasil kedelai 781 kg/ha (Malik et al. 2006). Tanaman kedelai responsif terhadap pemupukan P dan K. Kombinasi 6 kg P/ha dan 198 kg K/ha meningkatkan hasil hingga menjadi 3.164 kg/ha.
R 2 = 0,9958
2000 YNA = 11,114 X
1500
R 2 = 0,9846
1000 500 0 0
20
40
60
80 100 120 140 160 180 200 Serapan N (kg/ha)
Gambar 1. Hubungan antara hasil biji dengan serapan hara N pada tanaman kedelai varietas Wilis.
175
MANSHURI: PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA KEDELAI
3000
3000 YPD = 174,35 X 2 R = 0,9863
2500
YK-Opt = 23,473 X 2
YP-Opt = 133,47 X 2 R = 0,878
R = 0,6637 YKD = 41,47 X
2500
2
Hasil biji (kg/ha)
Hasil biji (kg/ha)
R = 0,9849
2000 1500 YPA= 80,50 X 2 R = 0,9909
1000
2000 1500 YKA = 16,49 X
1000
500
500
0
0
0
5
10
15
20
25
2
R = 0,9297
0
30
20
40
60
80
100
120
140
Serapan K (kg/ha)
Serapan P (kg/ha)
Gambar 2. Hubungan antara hasil biji dengan serapan hara P pada tanaman kedelai varietas Wilis.
Gambar 3. Hubungan antara hasil biji dengan serapan hara K pada tanaman kedelai varietas Wilis.
Selanjutnya, dengan menggunakan data kebutuhan hara N, P, dan K dalam hubungannya dengan target hasil kedelai (Tabel 7), efisiensi rekoveri N, P, dan K (Tabel 6), dan kemampuan tanah menyediakan hara N, P, dan K (Tabel 5), maka dapat disusun pedoman pemupukan N, P, dan K sesuai kebutuhan tanaman, daya dukung lahan, dan target hasil yang ingin dicapai (Tabel 8, 9, dan 10). Pedoman pemupukan ini sebagai acuan dalam menentukan dosis N, P, dan K, agar peningkatan produksi kedelai di lahan sawah tidak diikuti oleh semakin terkurasnya hara N, P, dan K.
Tabel 7. Kebutuhan hara N, P, dan K dalam hubungannya dengan tingkat hasil kedelai varietas Wilis.
Validasi Pemupukan N, P, dan K
buktikan bahwa pemupukan N, P, dan K pada tanaman kedelai di lahan sawah memang diperlukan. Hasil kedelai 3,0 t/ha di lahan sawah dapat dicapai, namun tidak meliputi seluruh lahan sawah. Selain pupuk, banyak faktor yang dapat mempengaruhi respon pemupukan N, P, dan K pada tanaman kedelai. Hasil penelitian pemupukan kedelai di delapan lokasi, yang mempunyai perbedaan status N, P, pH, bahan organik dan jenis tanaman sebelumnya, menunjukkan ragam hasil antara 1.800 kg sampai 4.290 kg/ha. Seluruh lokasi memperlihatkan respon positif terhadap pemupukan P, dengan peningkatan hasil 87-217 kg/ha (Barbagelata et al. 2002). Data ini memberi indikasi bahwa pedoman pemupukan N, P, dan K sesuai dengan kebutuhan tanaman dan daya dukung lahan dapat memperbaiki kinerja pemupukan pada PTT kedelai di lahan sawah. Untuk target hasil 2,0 t/ha di Madiun meningkat dari 25% menjadi 50%, di Ponorogo untuk target hasil 2,5 t/ha, meningkat dari 50% menjadi 75%, sedangkan di Blitar untuk target hasil 3,0 t/ha, meningkat dari 25% menjadi 58,3%.
Hasil penelitian validasi protokol pemupukan N, P, dan K dengan target hasil 2,0 t/ha di Madiun menunjukkan enam ulangan (50%) memberi hasil biji > 2,0 t/ha. Di Ponorogo dengan target hasil 2,5 t/ha, terdapat sembilan ulangan (75%) yang memberii hasil > 2,5 t/ha. Untuk target hasil 3,0 t/ha di Blitar, sebanyak tujuh ulangan (58,3%) memberi hasil biji > 3,0 t/ha. Pada perlakuan PTT di Madiun, terdapat tiga ulangan (25%) yang memberi hasil > 2,0 t/ha, di Ponorogo terdapat enam ulangan (50%) yang memberi hasil > 2,5 t/ha, dan tiga ulangan (25%) di Blitar memberi hasil 3,0 t/ha (Tabel 11). Keragaman respon tanaman kedelai terhadap pemupukan N, P, dan K sering ditemui. Pemilihan target hasil di Madiun, Ponorogo, dan Blitar juga atas pertimbangan perbedaan hasil tertinggi yang dapat dicapai petani. Faktanya, rata-rata hasil kedelai tanpa pemupukan N, P, dan K di Madiun, Ponorogo dan Blitar, sebagaimana umumnya praktek petani, masing-masing 1,07 t/ha, 1,40 t/ha, dan 1,93 t/ha. Hasil penelitian ini mem-
176
Tingkat hasil kedelai (kg/ha) 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000
Kebutuhan hara N (kg N/ha)
Kebutuhan hara P (kg P/ha)
Kebutuhan hara K (kg K/ha)
70 106 141 176 211
7 11 15 19 22
43 65 86 108 129
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010
Tabel 8. Pedoman menentukan dosis N untuk tanaman kedelai berdasarkan kemampuan tanah menyediakan N, efisiensi rekoveri N, dan kebutuhan N tanaman sesuai dengan target hasil yang ingin dicapai. Target hasil (kg/ha) Kebutuhan hara N (kg/ha) Kemampuan tanah menyediakan N (kg/ha) 75
100
125
150
175
1.000 70
1.250 88
1.500 106
Efisiensi rekoveri N 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
1.750 123
2.000 141
2.250 158
2.500 176
2.750 194
3.000 211
110 88 73 63 55 49 48 38 32 27 24 21
90 72 60 51 45 40
Dosis N (kg/ha) yang diperlukan
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 26 22 19 16 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
78 62 52 44 39 34 15 12 10 9 8 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
58 46 38 33 29 26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
103 82 68 59 51 46 40 32 27 23 20 18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
83 66 55 47 41 37 20 16 13 11 10 9 0 0 0 0 0 0
128 102 85 73 64 57 65 52 43 37 33 29 3 2 2 1 1 1
(-) dosis anjuran tidak diberikan karena target hasil terlalu tinggi untuk kondisi lahan tersebut.
Tabel 9. Pedoman menentukan dosis P untuk tanaman kedelai berdasarkan kemampuan tTanah menyediakan P, efisiensi rekoveri P, dan kebutuhan P tTanaman sesuai dengan target hasil yang ingin dicapai. Target hasil (kg/ha) Kebutuhan hara P (kg/ha) Kemampuan tanah menyediakan P (kg/ha) 5 10 15 20 23
1.000 7
1.250 9
1.500 11
Efisiensi rekoveri P 0,1 0,2 0,3 0,1 0,2 0,3 0,1 0,2 0,3 0,1 0,2 0,3 0,1 0,2 0,3
1.750 13
2.000 15
2.250 17
2.500 19
2.750 21
3.000 22
55 37 60 30 20 10 5 3 0 0 0
60 40 20 10 7 0 0 0
Dosis P (kg/ha) yang diperlukan 20 10 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40 20 13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
60 30 20 10 5 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40 25 30 15 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 33 50 25 17 0 0 0 0 0 0 0 0 0
60 40 70 35 23 20 10 7 0 0 0 0 0 0
47 90 45 30 40 20 13 0 0 0 0 0 0
(-) dosis anjuran tidak diberikan karena target hasil terlalu tinggi untuk kondisi lahan tersebut
177
MANSHURI: PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA KEDELAI
Tabel 10. Pedoman menentukan dosis K untuk tanaman kedelai berdasarkan kemampuan tanah menyediakan K, efisiensi rekoveri K, dan kebutuhan K tanaman sesuai dengan target hasil yang ingin dicapai. Target hasil (kg/ha) Kebutuhan hara K (kg/ha) Kemampuan tanah menyediakan K (kg/ha)
1.000 43
1.250 54
1.500 65
Efisiensi rekoveri K
50
0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
75
100
125
1.750 75
2.000 86
2.250 97
2.500 108
2.750 119
3.000 129
48 38 32 27 24 0 0 0 0 0
73 58 48 41 36 10 8 7 6 5
Dosis K (kg/ha) yang diperlukan
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
38 30 25 21 19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
63 50 42 36 31 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 22 18 16 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
55 44 37 31 28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 16 13 11 10 0 0 0 0 0
(-) dosis anjuran tidak diberikan karena target hasil terlalu tinggi untuk kondisi lahan tersebut
Tabel 11. Hasil kedelai varietas Wilis pada perlakuan PTT, protokol NPK dan tanpa pemupukan. MK II 2009. Ulangan pengambilan hasil biji
Madiun (target hasil 2,0 t/ha) PTT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Rata-rata Simpangan baku
2,20 1,80 1,90 1,90 1,50 1,85 1,80 1,78 2,20 1,75 2,15 1,96 1,90 0,21
Ponorogo (target hasil 2,5 t/ha)
Protokol Tanpa PTT Protokol Tanpa PTT Protokol Tanpa NPK pupuk NPK pupuk NPK pupuk ..........................................................................Hasil biji (t/ha)............................................................................. 2,15 2,15 2,25 1,93 1,98 1,95 1,88 2,20 2,00 1,75 2,20 1,80 2,02 0,17
1,10 1,20 0,90 1,00 1,15 0,90 1,25 1,20 0,75 1,20 0,90 1,25 1,07 0,17
2,60 2,49 2,30 2,54 2,20 2,42 2,55 2,50 2,00 2,20 2,59 2,55 2,41 0,18
KESIMPULAN Telah dihasilkan pedoman pemupukan kedelai di lahan sawah, sesuai dengan kebutuhan tanaman dan daya dukung lahan. Dengan menggunakan pedoman pemupukan N, P, dan K yang sesuai kebutuhan dan daya
178
Blitar (target hasil 3,0 t/ha)
2,60 2,50 2,41 2,59 2,30 2,69 2,68 2,65 2,50 2,60 2,20 2,61 2,53 0,15
1,25 1,77 1,53 1,45 1,80 1,30 1,20 1,16 1,20 1,30 1,60 1,20 1,40 0,22
3,30 2,95 3,20 3,20 2,70 2,65 2,95 2,70 2,70 2,58 2,85 2,50 2,86 0,25
3,10 3,20 3,05 3,25 3,20 3,25 3,05 2,75 2,70 2,90 2,86 2,80 3,00 0,20
2,15 2,30 2,00 2,15 2,10 1,88 1,75 1,88 1,80 1,65 1,90 1,55 1,93 0,21
dukung lahan, hasil kedelai 3,0 t/ha di lahan sawah tertentu dapat dicapai. Pemupukan N, P, dan K pada tanaman kedelai di lahan sawah, sesuai dengan kebutuhan tanaman dan daya dukung lahan, dengan target hasil 2,0 t/ha di Madiun mencapai 50%, di Ponorogo dengan target hasil 2,5 t/ha
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 29 NO. 3 2010
mencapai 75%, sedangkan untuk target hasil 3,0 t/ha di Blitar mencapai 58,3%. Pedoman pemupukan N, P, dan K, sesuai dengan kebutuhan tanaman dan daya dukung lahan, dapat memperbaiki kinerja pemupukan pada PTT kedelai di lahan sawah. Untuk target hasil 2,0 t/ha di Madiun meningkat dari 25% menjadi 50%, di Ponorogo untuk target hasil 2,5 t/ha, meningkat dari 50% menjadi 75%, sedangkan di Blitar untuk target hasil 3,0 t/ha, meningkat dari 25% menjadi 58,3%.
DAFTAR PUSTAKA Abdulrachman, S. 2000. Pengelolaan hara spesifik lokasi pada padi sawah. Makalah pada Lokakarya Nasional Diversifikasi Tanaman: Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani. Puslitbangtanak, Bogor. Abdulrachman, S., C. Witt, T. Fairhurst. 2002. Petunjuk teknis pemupukan spesifik lokasi implementasi omission plot padi. Potash & Phosphate Institute (ESEAP), International Rice Research Institute (IRRI), dan Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa). Adisarwanto, T., H. Kuntyastuti, A.A. Rahmianna, dan Riwanodja. 2001. Optimasi dan efisiensi pengelolaan hara dan bahan organik pada kedelai di lahan sawah. p. 6-56. Dalam: T. Adisarwanto et al. (Eds.). Optimasi pengelolaan fisik tanah dan tanaman serta peningkatan mutu hasil biji kedelai di lahan sawah dan lahan kering. Buku II. Hasil Penelitian Komponen Teknologi Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian Tahun 2001. Balitkabi. Malang.
Kuntyastuti, H. dan L. Sunaryo. 2000. Efisiensi pemupukan dan pengairan pada kedelai di tanah Vertisol kahat K. Hlm. 205216. Dalam: A.A. Rahmianna et al. (Eds.). Pengelolaan sumber daya lahan dan hayati pada tanaman kacangkacangan dan umbi-umbian. Puslitbangtan. Bogor. Kuntyastuti, H. 2001. Pengaruh saat pengairan dan pemupukan KCl, kotoran ayam serta sesbania terhadap kedelai di lahan sawah Vertisol Ngawi. Hlm. 105-112. Dalam: N.K. Wardhani et al. (Eds.). Pros. Seminar Nasional Teknologi Pertanian Pendukung Agribisnis Dalam Upaya Pengembangan Ekonomi Wilayah di Yogyakarta, 14 November 2001. Puslitbangsosek, Bappeda Prop. DIY, dan UPN Veteran Yogyakarta. Kuntyastuti, H. 2002. Penggunaan pupuk KS anorganik dan kotoran ayam pada kedelai di lahan sawah Entisol dan Vertisol. p. 111-117. Dalam: Rob. Mudjisihono et al. (Eds.). Pros. Seminar Nasional Inovasi Teknologi dalam Mendukung Agribisnis. Yogyakarta, 2 November 2002. Puslitbangsosek dan Univ. Muhammadiyah Yogyakarta. Kuntyastuti, H. dan G.W.A. Santoso. 2001. Pemupukan kalium dan sulfur pada kedelai di lahan sawah dan lahan kering. Tropika 9(1):32-44. Legowo, E., Q.D. Emawanto, S.R. Soemarsono, R. Hardiyanto, N. Pangarso, dan H.. Sembiring. 1996. Zonasi agroekologi dan karakteristik wilayah-wilayah kecamatan di Jawa Timur. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangpoloso. Malang. Malik, M.A, M.A. Cheema, H. Z. Khan, and M. Ashfaq W. 2006. Growth and yield response of soybean (Glycine Max L.) to seed innoculation and varying phosphorus levels. J. Agric. Res. 44(1):1-10. Manshuri, A.G. 2009. Pengelolaan hara spesifik lokasi pada tanaman kedelai di lahan sawah. Dalam: Hermanto dan M.M. Adie (Eds.) Risalah Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2007-2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. p. 251-289.
Barbagelata, P., R. Mechiori, and O. Paparotti. 2002. Phosphorus fertilization of soybean in clay soils of entre Rios Province. Better Crops International 16(1):1-3.
Musaddad, A. 2008. Teknologi produksi kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian. Malang.
Casanova, E. 2000. Phosphorus and potassium fertilization and mineral nutrition of soybean. Interciencia 25(2):92-95.
Mutert, E.W. 2008. Plant nutrient balances in Asian and Pasific regions. The consequences for agricultural production. http:/ /www.agnet.org/library/eb/415.
Dawe, D, A. Dobermann, P. Moya, S. Abdulrachman, Bijay Singh, P. Lal, S.Y. Li, B. Lin, G. Panaullah, O. Sariam, Y. Singh, A. Swarup, P.S. Tan, and Q.X. Zhen. 2000. How widespread are yield declines in long-term rice experiments in Asia. Field Crops Research 66:175-193. Franzen, D.W. 1999. Soybean Soil Fertility. File://I:\Adopt\ Soil%20fertility.htm, pp:1-9. Haefele, S. and M. Wofereis. 2003. Spatial variablity of indigenous nutrient supply of N, P, and K and impact on fertilizer strategies for irrigated rice in the West Sahel. Deutcher Tropantag. Kartono, G., M.C. Mahfud, S. Purnomo, Suwono, S. Roesmarkam, dan D.P. Saraswati. 2007. Pengelolaan tanaman padi terpadu pada lahan sawah berpengairan di Jawa Timur. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Malang. Kuntyastuti, H. dan T. Adisarwanto. 1996. Pemupukan kalium pada kedelai di tanah Vertisol dan Regosol. Penel. Pertanian 15(1):10-15.
Snyder, C.S. 2000. Raise soybean yields and profit potential with phosphorus and potassium fertilization. News & Views. Potash & Phosphate Institute (PPI)655 Engineering Drive, Suite 110. Norcross, GA 30092-2837. pp.1-4. Suwono, M. Sholeh, L. Sunaryo, D.P. Saraswati, dan Suyamto. 2004. Pemetaan status hara tanah sebagai penentuan rekomendasi pemupukan padi sawah di Jawa Timur. BPTP Jatim. Malang. Tahir, M.M., M.K. Abassi, N. Rahim, A. Khaliq, and M.H. Kazmi. 2009. Effect of Rhizobium inoculation and N P fertilization on growth, yield and nodulation of soybean (Glycine max L.) in the sub-humid hilly region of Rawalakot Azad Jammu Kashmir, Pakistan. Afr. J. Biotechnol. 8(22):6191-6200. Taufiq, A. dan H. Kuntyastuti. 2002. Pengelolaan drainase dan pupuk kalium untuk kedelai serta efek residunya pada lahan sawah Vertisol. p. 71-86. Dalam: M. Yusuf et al. (Eds.). Teknologi Inovatif Tanaman K acang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Ketahanan Pangan. Puslitbangtan. Bogor.
179