PENGARUH PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA DUA VARIETAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TERHADAP KANDUNGAN ANTOSIANIN DAN HUBUNGANNYA DENGAN VIGOR BENIH
SOPHIA FITRIESA A24070079
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Effect of N, P, and K Fertilization in Two Varieties of Soybeans (Glycine max (L) Merr.) Seeds on Anthocyanin Content in Relation to Seed Vigor 1
Sophia Fitriesa1, Maryati Sari2 , M.R. Suhartanto2 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB (A24070079) 2 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
Abstract The purpose of this research was to study the effect of N, P, and K fertilization on the content of anthocyanin and seed vigor on two soybean varieties in order to look for a correlation between them. The research was conducted at IPB Experiment Station in Leuwikopo and Seed Technology Laboratory AGH, IPB on Februari until July 2011. The design which used in this experiment is Split Plot Design. The first factor is soybean varieties (Anjasmoro and Detam 1). The second factor is NPK fertilization (no fertilizer, NPK, NP, NK, and PK). Observations included vegetative observations and production of seed, anthocyanin content of seed, seed viability, vigor of growth strength and storability vigor of the seeds. The result of this study showed that varieties effect on anthocyanin content of seed. Varieties Detam 1 shows the anthocyanin content is higher than Anjasmoro varieties. Application of fertilizer effect on storability vigor of soybean seeds through controlled deterioration. Application of NPK and NK fertilizer give the highest value for storability vigor of the seeds (83.33% and 80.00%) higher than the lowest storability vigor of the seeds produced by no fertilizer treatment (61.33%). Electroconductivity is not affected by the provision of fertilizer and varieties but affected by the interaction of both. Correlation was not found between anthocyanin content and seed vigor. Keywords: Anjasmoro Soybean, Detam 1 soybean, NPK Fertilization, Anthocyanin, Controlled Deterioration
RINGKASAN
SOPHIA FITRIESA. Pengaruh Pemupukan N, P, dan K pada Dua Varietas Benih Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) terhadap Kandungan Antosianin dan Hubungannya dengan Vigor Benih. (Dibimbing oleh MARYATI SARI dan M. R. SUHARTANTO).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemupukan N, P, dan K terhadap kandungan antosianin dan vigor benih pada dua varietas kedelai serta keeratan hubungan antara kandungan antosianin benih dengan vigor benih. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, serta Laboratorium Analisis Tanaman dan Kromatografi, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Februari sampai Juli 2011. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) yang disusun secara Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Faktor pertama sebagai petak utama adalah varietas benih kedelai yang terdiri atas benih kedelai Varietas Anjasmoro (V1) dan benih kedelai Varietas Detam 1 (V2). Faktor kedua sebagai anak petak adalah jenis pemupukan yang digunakan, yang terdiri dari tanpa pupuk (P0), pupuk N, P, dan K (P1), pupuk N dan P (P2), pupuk N dan K (P3), serta pupuk P dan K (P4). Pupuk N yang digunakan adalah urea dengan dosis 50 kg urea ha-1, pupuk P menggunakan SP-36 dengan dosis 150 kg SP-36 ha-1, dan pupuk K menggunakan KCl dengan dosis 100 kg KCl ha-1. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga didapatkan sebanyak 30 satuan percobaan. Penelitian ini terdiri atas dua tahap penelitian. Tahap pertama adalah pelaksanaan produksi benih di lapang. Pengamatan pada tahap ini terdiri dari komponen pertumbuhan vegetatif dan produksi benih. Tahap kedua merupakan tahapan pengujian kandungan antosianin dan pengujian mutu benih di laboratorium. Pengujian terhadap kandungan antosianin benih dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer yang menggunakan aseton dan tris sebagai absorbannya. Pengujian mutu benih dilakukan untuk mengetahui viabilitas potensial, vigor kekuatan tumbuh, dan vigor daya simpan benih. Vigor daya
simpan benih kedelai dilakukan dengan metode pengusangan cepat terkontrol (Controlled deterioration) dan pengujian Daya Hantar Listrik (DHL). Hasil pengujian kandungan antosianin benih kemudian dikorelasikan dengan vigor daya simpan benih. Hasil pelaksanaan tahap I pada komponen vegetatif dan produksi benih menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan dan interaksi antara varietas dengan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah pengamatan. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (3 - 6 MST), jumlah daun (2 - 3 MST), dan bobot benih per tanaman. Varietas Anjasmoro menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan bobot benih per tanaman yang nyata lebih baik dibandingkan dengan Varietas Detam 1. Hasil pelaksanaan tahap II terhadap mutu dan kandungan antosianin benih menunjukkan bahwa pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih tetapi berpengaruh nyata pada vigor daya simpan melalui pengusangan cepat terkontrol. Pemupukan lengkap N, P, dan K serta N dan K akan menghasilkan benih dengan vigor daya simpan yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk, sedangkan pemupukan N dan P serta P dan K tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pupuk. Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan antosianin benih. Varietas Detam 1 memiliki kandungan antosianin yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan Varietas Anjasmoro. Interaksi antara varietas dan pemupukan berpengaruh nyata terhadap DHL. Pada Varietas Anjasmoro, kurangnya unsur K dalam pemupukan menyebabkan tingginya nilai DHL yang menunjukkan tingginya tingkat kebocoran elektrolit pada benih dan mengindikasikan vigor daya simpan benih yang rendah. Dalam penelitian ini juga dapat diketahui bahwa tidak ada korelasi antara kandungan antosianin benih dengan vigor daya simpan benih baik melalui metode pengusangan cepat terkontrol maupun dengan uji daya hantar listrik. .
PENGARUH PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA DUA VARIETAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TERHADAP KANDUNGAN ANTOSIANIN DAN HUBUNGANNYA DENGAN VIGOR BENIH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
SOPHIA FITRIESA A24070079
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: PENGARUH PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA DUA VARIETAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TERHADAP
KANDUNGAN
ANTOSIANIN
DAN
HUBUNGANNYA DENGAN VIGOR BENIH Nama
: SOPHIA FITRIESA
NIM
: A24070079
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Maryati Sari, SP, MSi NIP. 19700918 200003 2 001
Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi NIP. 19630923 198811 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1989 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Syamsuri dan Ibu Tilawati. Penulis lulus dari SDN Serua 6 Tangerang Selatan pada tahun 2001, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan SMP di SMPN 2 Pamulang. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 1 Tangerang Selatan pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian pada tahun 2008 - 2009 sebagai staf Divisi Informasi dan Komunikasi. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Dasar Ilmu dan Teknologi Benih pada tahun 2011.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan yang setinggi-tingginya kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemupukan N, P, dan K pada Dua Varietas Benih
Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) terhadap Kandungan Antosianin dan Hubungannya dengan Vigor Benih”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan bertujuan untuk mempelajari
pengaruh pemupukan N, P, dan K terhadap kandungan antosianin dan vigor benih pada dua varietas kedelai serta keeratan hubungan antara kandungan antosianin benih dengan vigor benih. Penulis menyadari apa yang telah penulis peroleh tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Maryati Sari, SP, MSi dan Dr. Ir. M. R. Suhartanto, MSi yang telah membimbing penulis sejak awal penentuan topik hingga selesainya penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Abdul Qadir, MS. selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji penulis pada ujian skripsi dan telah memberikan banyak masukan yang bersifat membangun atas perbaikan skripsi ini. 3. Kedua orang tua dan seluruh keluarga atas do’a, perhatian, dukungan moril dan materil serta kasih sayang yang telah diberikan. 4. Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bantuan, masukan, dan saran atas kemajuan akademik penulis. 5. Vicky, Elizabet, Dini, Pitri, Wiwid, dan teman-teman di keluarga besar AGH 44 atas kebersamaan, semangat, motivasi, dan bantuan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu, penulis sampaikan terima kasih atas do’a, bantuan, dan persaudaraan yang telah terjalin. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Bogor, Desember 2011 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................
vii
PENDAHULUAN .......................................................................... Latar Belakang .................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................. Hipotesis .............................................................................
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. Produksi Benih Kedelai ....................................................... Pemupukan .......................................................................... Antosianin ........................................................................... Vigor Daya Simpan Benih ...................................................
4 4 5 8 9
BAHAN DAN METODE ............................................................... Tempat dan Waktu .............................................................. Bahan dan Alat .................................................................... Metode Percobaan ............................................................... Pelaksanaan Penelitian......................................................... Pengamatan .........................................................................
12 12 12 12 13 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... Pertumbuhan Vegetatif dan Produksi Benih ......................... Viabilitas dan Vigor Benih yang Dihasilkan ........................ Kandungan Antosianin ........................................................ Hubungan antara Kandungan Antosianin dengan Vigor Daya Simpan Benih ...................................................
19 20 23 28
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... Kesimpulan ......................................................................... Saran ...................................................................................
32 32 32
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................
33
LAMPIRAN ...................................................................................
38
30
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Kriteria Panen Kedelai Varietas Anjasmoro dan Detam 1......
14
2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Pengamatan Vegetatif dan Produksi Benih..................................................
20
3. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemupukan..............................................
21
4. Bobot Benih per Tanaman dan Bobot Benih per Petak pada Berbagai Perlakuan Varietas dan Pemupukan........................
22
5. Mutu Fisiologi Benih Kedelai pada Berbagai Perlakuan Varietas dan Pemupukan........................................................
24
6. Interaksi Perlakuan Pemupukan dan Varietas pada Daya Hantar Listrik Benih Kedelai..................................................
28
7. Kandungan Antosianin Benih Kedelai...................................
29
8. Nilai Korelasi Kandungan Antosianin dengan Vigor Daya Simpan Benih..........................................................................
30
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro...................................
39
2. Deskripsi Kedelai Varietas Detam 1.......................................
40
3. Kadar Air Benih Kedelai........................................................
41
4. Kadar Air Benih setelah Pengusangan Cepat Terkontrol.......
41
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri pangan dan nonpangan. Industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat, beragam makanan hasil komoditi ini sangat disukai oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan konsumsi kedelai untuk bahan pangan masyarakat Indonesia dan pakan ternak meningkat setiap tahunnya. Produksi kedelai di tahun 2010 sebesar 908 111 ton dan diperkirakan meningkat pada tahun 2011 menjadi 934 003 ton, akan tetapi kenaikan produksi tersebut masih belum bisa memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat yang mencapai 2.2 juta ton per tahun (BPS, 2011). Hingga saat ini Indonesia masih tergantung pada impor untuk pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri. Dalam rangka mewujudkan swasembada kedelai yang ditargetkan tercapai pada tahun 2015 perlu adanya peningkatan produksi melalui upaya-upaya seperti peningkatan luas areal pertanaman (ekstensifikasi) dan juga penerapan teknologi budidaya kedelai yang dapat meningkatkan produktivitasnya (intensifikasi). Ketersediaan benih bermutu menjadi bagian penting dalam rangka intensifikasi kedelai. Kurang tersedianya benih bermutu menjadi salah satu sebab rendahnya rata-rata produktivitas kedelai. Kini rata-rata produktivitas kedelai nasional baru mencapai 1.37 ton ha-1 (BPS, 2011), sementara potensi produksi beberapa varietas unggul sebenarnya cukup tinggi misalnya Varietas Detam 1 mempunyai potensi produksi sebesar 3.5 ton ha-1, Detam 2 sebesar 3 ton ha-1, Wilis sebesar 1.6 ton ha-1, Cikuray sebesar 1.7 ton ha-1, dan Anjasmoro sebesar 2.3 ton ha-1 (Balitkabi, 2008). Cepatnya kemunduran benih merupakan masalah utama dalam produksi benih (Copeland dan McDonald, 2001). Penyimpanan benih kedelai dengan kadar air awal 8% pada ruang biasa dapat disimpan hingga tiga tahun tanpa menurunkan perkecambahannya, sedangkan benih kedelai dengan kadar air awal lebih dari 12% daya kecambah akan turun menjadi 60% setelah disimpan satu tahun dan menjadi 0% setelah tiga tahun (Kartono, 2004). Pada kenyataannya, daya simpan
2 benih kedelai sangat rendah, sehingga BPSB hanya menerapkan masa berlaku label selama tiga bulan (Deptan, 2010). Permasalahan mengenai rendahnya daya simpan benih kedelai menjadi hambatan dalam pengadaan benih bermutu dari varietas unggul. Salah satu yang diduga dapat menunda kemunduran benih adalah keberadaan antosianin. Hasil penelitian Mitrowihardjo (1997) menunjukkan bahwa antioksidan yaitu α-tocopherol dan butylated hydroxytoluene (BHT) berpengaruh nyata pada kemunduran buatan dan kemunduran alami pada benih kedelai. Antosianin merupakan salah satu jenis antioksidan. Futura et al. (2002) menyatakan bahwa kedelai berkulit hitam mengandung banyak antosianin. Menurut Purwanti (2004) vigor kedelai hitam lebih tinggi dibandingkan dengan vigor kedelai kuning. Hal ini menguatkan dugaan bahwa kandungan antosianin yang tinggi pada kedelai hitam dapat meningkatkan vigor daya simpan benih. Hasil penelitian Pavla dan Pokluda (2008)
pada buah kubis dan
mentimun, menunjukkan bahwa perbedaan pemupukan akan mempengaruhi tingkat kapasitas antioksidan total. Penelitian mengenai hubungan antara antioksidan dengan pemupukan juga dilakukan Mualim et al. (2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi antosianin daun kolesom dipengaruhi oleh pemupukan. Pemupukan N dan P (tanpa K) menghasilkan rata-rata produksi antosianin daun kolesom terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan pada penelitian tersebut unsur K sebagai faktor pembatas produksi antosianin daun kolesom. Pada penelitian ini akan dipelajari pengaruh setiap unsur dalam pemupukan terhadap kandungan antioksidan, khususnya antosianin serta melihat pengaruhnya terhadap vigor daya simpan benih kedelai. Deteksi vigor dilakukan melalui metode pengusangan cepat terkontrol dan pengujian daya hantar listrik. Metode pengusangan cepat terkontrol dipilih karena menurut Powell dan Matthews (2005) dapat mengindikasikan vigor daya simpan benih, sedangkan menurut Sadjad et al. (1999) pengujian daya hantar listrik juga dapat mengindikasikan vigor daya simpan benih.
3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemupukan N, P, dan K terhadap kandungan antosianin dan vigor benih pada dua varietas kedelai serta keeratan hubungan antara kandungan antosianin benih dengan vigor benih. Hipotesis 1.
Terdapat variasi kandungan antosianin dan vigor benih pada kedua varietas kedelai.
2.
Terdapat variasi kandungan antosianin dan vigor benih pada perlakuan pemupukan yang berbeda.
3.
Terdapat interaksi antara pengaruh varietas dan pemupukan terhadap vigor dan kandungan antosianin benih kedelai.
4.
Terdapat korelasi positif antara kandungan antosianin dengan tingkat vigor benih.
TINJAUAN PUSTAKA
Produksi Benih Kedelai Tanaman kedelai sangat sesuai dan tumbuh optimal dengan produktivitas maksimal (sekitar 2 ton ha-1 biji kering) jika ditanam di wilayah yang memiliki ketinggian tempat 1 - 700 m di atas permukaan laut (Sumarno dan Manshuri, 2007). Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan bagi tanaman kedelai, curah hujan rata-rata untuk kedelai adalah 1 000 – 1 500 mm tahun-1 (Arsyad dan Syam, 1998). Pertumbuhan kedelai optimal pada suhu antara 25 - 27oC, kelembaban udara rata-rata 65%, penyinaran matahari 12 jam hari-1 (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Sumarno dan Manshuri (2007) menyatakan bahwa faktor kesuburan tanah (solum, tekstur, pH, ketersediaan hara, kelembaban tanah, bahan organik dalam tanah, drainase dan aerasi tanah, serta mikroba tanah) juga menjadi faktor penentu. Penggunaan benih bermutu tinggi merupakan salah satu persyaratan mutlak dalam budidaya tanaman kedelai terutama untuk mencapai populasi tanaman yang optimal (350 000 – 500 000 tanaman ha-1), pertumbuhan yang seragam, dan produksi yang tinggi. Kebutuhan benih kedelai yaitu 40 - 60 kg ha-1, bergantung pada ukuran biji (Irawan dan Sunandar, 2009). Pengolahan tanah dilakukan sekali hingga dua kali (tergantung kondisi tanah). Pada lahan yang baru pertama kali ditanami kedelai, benih perlu ditambahkan dengan rhizobium, apabila tidak tersedia inokulan rhizobium (seperti Rhizoplus atau Legin) dapat digunakan tanah bekas tanaman kedelai yang ditaburkan pada barisan tanaman. Saluran drainase diperlukan untuk mengalirkan air ke areal pertanaman guna menjaga kelembaban tanah agar pertumbuhan tanaman kedelai optimal (Irawan dan Sunandar, 2009). Tanaman kedelai memerlukan air sekitar 300 - 450 mm selama masa pertumbuhannya. Bila air tidak tersedia, pertumbuhan kedelai akan mengalami empat tahap fase kritis, yaitu selama fase pertumbuhan awal, saat berbunga, pembentukan polong, dan pengisian biji. Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur 30 – 35 hari. Bila kondisinya masih kurang baik, maka penyiangan dilakukan lagi pada umur 55 hari. Pemupukan untuk lahan tegalan yang berpotensi sedang dilakukan pada
5 saat tanam dengan cara larikan di samping tanaman dengan jarak sekitar 5 - 7 cm dengan dosis 25 kg urea ha-1, 150 kg SP-36 ha-1, dan 100 kg KCl ha-1, selain itu juga diperlukan pupuk kandang sebanyak 2 - 5 ton ha-1 dan kaptan (kapur) pada pra tanam sebanyak 1 000 kg ha-1 (Balai Penelitian Tanah, 2010). Roguing yang merupakan teknik untuk menjaga kemurnian varietas dilakukan sebanyak tiga kali yakni pertama pada fase juvenil (tanaman muda) yang dilakukan pada saat tanaman berumur 15 – 20 HST dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseragaman warna hipokotil, kedua pada saat awal berbunga dengan melakukan pemeriksaan terhadap warna bunga, warna batang, bentuk percabangan, bulu pada batang, dan waktu berbunga, ketiga pada saat fase masak fisiologi dengan melakukan pemeriksaan terhadap warna dan bentuk polong (Rahayu et al., 2009). Pemanenan dilakukan dengan kriteria panen yaitu sebagian daun telah kering dan menguning, batang berwarna kuning sampai coklat, polong mengering dengan warna kuning sampai coklat serta kadar air telah mencapai 18 – 20%. Brangkasan kedelai yang baru dipanen dijemur di bawah matahari hingga kadar airnya 15% selama 3 - 4 hari. Brangkasan yang telah kering dipukul hingga calon benih terpisah dari batang dan kotoran lainnya (Wirawan dan Wahyuni, 2002). Kadar air yang aman untuk penyimpanan benih kedelai dalam suhu kamar selama 6 - 10 bulan adalah tidak lebih dari 11% (Purwanti, 2004). Pemupukan Pupuk Nitrogen Tanaman kedelai memerlukan 16 nutrisi untuk pertumbuhan dan produksi benih. Tingkat nutrisi sangat membatasi pertumbuhan tanaman dan hasil biji yang optimum. Kebutuhan N tanaman kedelai dapat mencapai 92 g (kg biji)-1 untuk hasil biji yang optimum. Penggunaan N oleh tanaman kedelai dari berbagai sumber, termasuk materi organik tanah termineralisasi, penambatan N secara simbiosis, dan N dari jaringan tanaman. Sebagai tanaman musiman, kedelai menyerap N, P, dan K dalam jumlah yang relatif besar, sehingga untuk setiap hektar pertanaman kedelai jumlah N yang digunakan lebih besar daripada tanaman lainnya (Pasaribu dan Suprapto, 1995). Hasil penelitian Soedradjad dan
6 Avivi (2005) menunjukkan bahwa pemupukan NPK dengan setengah kali dosis pupuk normal atau 0.437 g per tanaman mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah polong isi per tanaman, tetapi tidak untuk peubah pertumbuhan dan produksi yang lain. Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagianbagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar. Namun bila terlalu banyak dapat menghambat tumbuhnya bunga dan pembuahan pada tanaman (Anwar, 2008). Penambahan pupuk NPK dapat meningkatkan kandungan N total tanah dalam berbagai bentuk anorganik seperti NH4+ atau NH3 atau NO3 (Syukur dan Harsono, 2008). Pupuk, tumbuhan yang mati, mikroorganisme, dan hewan, merupakan sumber penting nitrogen yang dikembalikan ke tanah, tapi sebagian besar nitrogen tersebut tidak larut dan tidak segera tersedia bagi tumbuhan. Hampir semua tanah mengandung sedikit asam amino yang dihasilkan terutama dari perombakan bahan organik oleh mikroba, tapi juga dari pengeluaran dari akar (Salisbury dan Ross, 1995). Pupuk urea adalah pupuk buatan senyawa kimia organik dari CO(NH2)2. Pupuk ini merupakan pupuk padat berbentuk butiran bulat kecil (diameter sekitar 1 mm), mempunyai kadar N 45 - 46%. Urea larut sempurna dalam air dan tidak mengasamkan tanah (Hasibuan, 2008). Pupuk Fosfor Fosfor merupakan salah satu unsur yang esensial bagi tanaman yang berfungsi dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur fosfor umumnya diserap tanaman sebagai orto fosfat primer (H 2PO4) atau sekunder (HPO4). Kemasaman tanah sangat menentukan rasio serapan kedua bentuk fosfor tersebut (Salisbury dan Ross, 1995). Fungsi unsur fosfat antara lain merangsang perkembangan akar, sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, mempercepat masa panen dan menambah nilai gizi dari biji (Suprapto, 1999). Salah satu fungsi P adalah mempercepat terjadinya pembelahan sel (Hardjowigeno, 2003). Cepatnya pembelahan sel pada jaringan
meristematik
bagian ke arah pembentukan akar (hipokotil) akan menyebabkan cepatnya
7 pembentukan dan perkembangan akar tanaman. Selain itu, cepatnya pembelahan sel pada jaringan meristematik bagian ke arah pembentukan batang (bagian atas tanaman) akan menyebabkan pembentukan dan perkembangan batang dan daun kecambah tanaman lebih cepat. Pasaribu dan Suprapto (1983) menyatakan bahwa diantara tiga unsur hara penting (N, P, dan K), pemberian unsur fosfor sering menunjukkan pengaruh yang nyata pada tanaman kedelai. Hasil percobaan pemupukan fosfor terhadap tanaman kedelai menunjukkan bahwa pemberian unsur fosfor nyata meningkatkan hasil kedelai per hektar. Ketersediaan fosfor yang cukup menyebabkan aktivitas metabolisme tanaman meningkat dan salah satu diantaranya adalah proses fotosintesis. Polakitan et al. (2004) melaporkan bahwa jika tanaman kahat hara P, maka gejala yang ditunjukkan yaitu daun mengalami klorosis, ujung daun mengalami nekrosis, serta warna daun dan batang menjadi ungu pada bagianbagian tanaman.
Pupuk Kalium Kalium diabsorpsi oleh tanaman dalam bentuk K+. Penambahan K ke dalam tanah dilakukan dalam bentuk pupuk yang larut dalam air, yaitu KCl, K2SO4, KNO3, dan K-Mg-Sulfat (Leiwakabessy, 1988). Peranan K dalam tanaman adalah sebagai aktivator beberapa enzim, mentranslokasi hasil asimilasi, dan berperan dalam pembentukan protein serta tepung (karbohidrat). Ketersediaan dan penyerapan K yang cukup, menyebabkan tanaman lebih tahan terhadap serangan penyakit, merangsang pertumbuhan akar, sehingga akar tanaman dapat berpijak dengan kuat ke tanah, meningkatkan penyerapan hara, air dan mineral yang dibutuhkan oleh tanaman (Soepardi, 1983). Pupuk KCl (Kalium Khlorida) mengandung 45% K2O dan khlor, bereaksi agak asam, dan bersifat higroskopis, khlor berpengaruh negatif pada tanaman yang tidak membutuhkannya, misalnya kentang, wortel, dan tembakau (Novizan, 2007). Unsur hara kalium merupakan agen katalis yang berperan dalam proses metabolisme tanaman, seperti: (1) meningkatkan aktivasi enzim, (2) mengurangi kehilangan air transpirasi melalui pengaturan stomata, (3) meningkatkan produksi adenosine triphosphate (ATP), (4) membantu translokasi asimilat, dan (5)
8 meningkatkan serapan N dan sintesis protein (Havlin et al., 1999). Bila ketersediaan kalium tanah rendah maka pertumbuhan tanaman terganggu dan tanaman akan memperlihatkan gejala kekahatan. Suyamto et al. (1994) menyatakan bahwa pada tanaman kedelai gejala kekahatan kalium ditunjukkan oleh adanya pertumbuhan tanaman yang terhambat. Mulai umur 21 - 25 hari daun tua menguning selanjutnya gejala menguning meluas ke daun-daun muda sehingga hasilnya sangat rendah. Antosianin Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air, berwarna jingga, merah, dan biru yang tergabung dalam kelompok besar pigmen flavanoid (Sudiatsa, 2001). Flavanoid biasanya terikat pada sel epidermis dan terhimpun pada vakuola tengah maupun disintesis di luar vakuola (Salisbury dan Ross, 1995). Flavanoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan terdapat dalam semua tumbuhan hijau kecuali alga. Secara struktur flavanoid merupakan turunan dari flavon dan biasanya terdiri dari beberapa bagian. Telah ada sepuluh kelompok flavanoid yang dikenali. Flavanoid pada umumnya dapat larut dalam air (Harbone, 1984). Flavanoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji. Menurut Salisbury dan Ross (1995), flavanoid mampu menyerap cahaya tampak dan membuatnya berwarna. Fungsi antosianin dalam tanaman adalah dalam hal resistensi terhadap penyakit (Salisbury dan Ross, 1995), sedangkan bagi manusia antosianin mampu menghambat pertumbuhan sel kanker diantaranya sel kanker perut, usus besar, kanker payudara, dan kanker paru-paru (Zhang et al., 2005). Kemampuan antosianin dalam mencegah reaksi oksidasi membuatnya sangat baik untuk mencegah aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah) dan sangat efektif dalam penyembuhan penyakit
diabetes dan komplikasinya.
Antosianin
juga
dimanfaatkan dalam pembuatan suplemen nutrisi karena memiliki banyak dampak positif bagi kesehatan manusia. Antosianin juga banyak digunakan di industri makanan dan minuman sebagai pewarna alami.
9 Antioksidan diduga berguna untuk mempertahankan viabilitas benih karena memiliki kemampuan untuk mengurangi efek radikal bebas yang terbentuk selama benih dalam penyimpanan. Hasil penelitian Agustin (2010) menyatakan bahwa kandungan antosianin pada seed coat kedelai bervariasi dengan kisaran kandungan tertinggi pada Varietas Detam 1 yaitu 0.112 nmol cm-2 hingga terendah pada Varietas Anjasmoro yaitu 0.011 nmol cm-2. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa terdapat korelasi nyata antara kandungan antosianin dengan daya hantar listrik yang menunjukkan korelasi negatif dan erat (r = -0.65), artinya semakin besar kandungan antosianinnya maka semakin rendah daya hantar listriknya atau sebaliknya. Semakin rendah daya hantar listrik mengindikasikan vigor daya simpan yang makin baik. Menurut Agustin (2010) kandungan antosianin yang bervariasi pada berbagai varietas kedelai tidak berkolerasi dengan ketahanan benih terhadap pengusangan cepat. Sebaliknya, Purwanti (2004) menyatakan bahwa pada tolok ukur daya tumbuh dan vigor, memiliki hubungan dengan kulit benih kedelai yakni kedelai hitam lebih baik daya tumbuh dan vigornya dibanding kedelai kuning. Futura et al. (2002) mengemukakan bahwa kedelai hitam diketahui mempunyai kandungan antosianin yang tinggi. Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa adanya antosianin menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi vigor benih. Menurut hasil penelitian Jeppson (2000) pada Black chokeberry (Aronia melanocarpa), peningkatan aplikasi pupuk dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan hasil sedangkan kandungan antosianin dan keasaman total menurun. Korelasi positif ditemukan antara tinggi tanaman dan hasil, antara tinggi tanaman dan indeks kematangan, dan antara kadar antosianin dan keasaman total. Korelasi negatif ditemukan antara tinggi tanaman dengan kandungan antosianin dan keasaman total. Produksi antosianin maksimum pertanaman diperoleh dengan dosis 50 kg N ha-1, 44 kg P ha-1, dan 100 kg K ha-1. Vigor Daya Simpan Benih Vigor daya simpan ialah suatu parameter vigor benih yang ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk dapat disimpan dalam keadaan suboptimum pula (Sadjad et al., 1999). Vigor benih sewaktu disimpan merupakan faktor penting
10 yang mempengaruhi umur simpannya (Justice dan Bass, 2002).
Menurut
Copeland dan McDonald (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit, dan kadar air benih awal sedangkan faktor eksternal mencakup kemasan benih, komposisi gas, suhu, dan kelembaban ruang simpan. Uji vigor benih yang termasuk dalam metode pengusangan buatan adalah metode Accelerated Ageing Test dan metode pengusangan cepat terkontrol (PCT). Controlled Deterioration merupakan metode pengujian vigor yang dapat menggambarkan daya simpan benih (Powell dan Matthews, 2005). Pada uji pengusangan Controlled Deterioration kadar air benih ditingkatkan terlebih dahulu sebelum dilakukan uji pengusangan dan selanjutnya dipertahankan selama periode kemunduran (Wahyuni, 2011). Menurut
penelitian
Wafiroh (2010)
pada
benih
wijen,
metode
pengusangan cepat terkontrol dengan kadar air benih 20% dan lama penderaan 24 jam merupakan kondisi yang sesuai untuk menguji vigor lot benih di laboratorium. Metode pengusangan cepat terkontrol yang digunakan oleh Wahyuni (2011) pada suhu 41 oC dengan kadar air 22% menunjukkan bahwa lama penderaan selama 48 jam merupakan perlakuan yang paling efektif untuk membedakan vigor ketahanan benih kedelai terhadap deraan suhu dan kadar air tinggi. Hasil Penelitian Rodo dan Filho (2003) menyatakan bahwa penggunaan PCT dengan tingkat kadar air benih 24% dan periode penderaan 24 jam pada suhu 45oC dapat digunakan untuk mengetahui potensi fisiologi benih bawang. Hasil penelitian Demir dan Mavi (2008) pada benih mentimun (Cucumis sativus L.) menunjukkan bahwa kadar air benih 20% dan periode penderaan selama 48 jam pada suhu 45oC merupakan kondisi yang optimum untuk menguji vigor benih mentimun. Pengujian Daya Hantar Listrik (DHL) juga merupakan salah satu parameter yang dapat mengindikasikan vigor daya simpan benih. Sadjad (1994) mengemukakan adanya peningkatan daya hantar listrik menunjukkan telah terjadi kebocoran elektrolit. Semakin tinggi nilai DHL benih, berarti semakin besar
11 kebocoran elektrolit yang selanjutnya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kemunduran benih. Hasil sebaliknya bila nilai DHL semakin rendah berarti tingkat kemunduran benih semakin kecil. Salah satu penyebab perbedaan permeabilitas kulit benih adalah adanya perbedaan karakter kandungan lignin setiap kultivar. Benih yang daya hantar listrik dan tingkat kebocoran kalium lebih rendah diduga mempunyai kandungan lignin lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Marwanto (2003) pada benih kedelai. Kultivar kedelai yang kandungan lignin pada kulit benihnya lebih tinggi mempunyai daya simpan yang lebih baik.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari sampai Juli 2011. Penanaman benih kedelai dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Bogor. Pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Analisis kandungan antosianin dilakukan di Laboratorium Analisis Tanaman dan Kromatografi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai kuning Varietas Anjasmoro dan kedelai hitam Varietas Detam 1 yang diperoleh dari BB Biogen. Bahan lainnya yang diperlukan yakni pupuk kandang, pupuk urea, KCl, SP-36, kapur pertanian, Furadan 3G dengan bahan aktif karbofuron, plastik, substrat kertas merang, dan bahan-bahan kimia untuk analisis antosianin seperti aseton dan tris. Alat-alat yang digunakan meliputi alat-alat pertanian, water-bath, oven, timbangan digital, spektrofotometer UV-Vis,
germinator tipe IPB 72-1, dan
electric conductivity meter model 30. Metode Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) yang disusun secara Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri dari dua faktor. Faktor pertama sebagai petak utama adalah varietas benih kedelai yang terdiri atas benih kedelai Varietas Anjasmoro (V1) dan Detam 1 (V2). Deskripsi varietas dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Faktor kedua sebagai anak petak adalah jenis pemupukan yang digunakan, yang terdiri dari tanpa pupuk (P0), pupuk N, P, dan K (P1), pupuk N dan P (P2), pupuk N dan K (P3), dan pupuk P dan K (P4). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga didapatkan sebanyak 30 satuan percobaan.
13 Perlakuan pemupukan yang diberikan disusun menggunakan minus one test. Tujuan dari pengaplikasian minus one test pada perlakuan pemupukan adalah untuk mengetahui unsur yang menjadi faktor pembatas dalam pembentukan kandungan antosianin benih. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat kombinasi antara pemupukan N, P, dan K dengan menghilangkan salah satu unsur dari ketiga unsur tersebut sehingga didapatkan perlakuan yang memberikan hasil terendah. Perlakuan yang terdiri atas dua unsur yang memberikan hasil terendah memberikan indikasi bahwa unsur yang hilang merupakan faktor pembatas pembentukan kandungan antosianin benih. Model statistik yang digunakan sebagai dasar analisis adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + δ ij + τk + (ατ)ik + εijk Keterangan : Yijk
= pengaruh perlakuan varietas ke-i, kelompok ke-j, dan jenis pemupukan ke-k
µ
= nilai tengah umum
αi
= pengaruh perlakuan varietas ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke-j
τk
= pengaruh jenis pemupukan ke-k
(ατ)ik = pengaruh interaksi perlakuan varietas ke-i dan jenis pemupukan ke-k δ ij
= pengaruh galat percobaan pada perlakuan varietas ke-i dan kelompok ke-j
εijk
= pengaruh galat percobaan perlakuan varietas ke-i, kelompok ke-j, dan jenis pemupukan ke-k Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam (uji F). Apabila
hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf kesalahan 5%. Uji korelasi juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kandungan antosianin dengan vigor benih. Pelaksanaan Penelitian Produksi Benih Lahan diolah dan diberi pupuk kandang dengan dosis 3 ton ha-1 dan dilakukan pengapuran dengan dosis 1 ton ha -1. Setiap satuan percobaan ditanam
14 pada petak berukuran 2 m x 4.5 m. Jarak antar petak adalah 0.75 m. Perlakuan P0 merupakan kontrol yakni perlakuan tanpa pemupukan N, P, dan K. Perlakuan P1 merupakan perlakuan pemupukan N, P, dan K. Perlakuan P2 merupakan perlakuan pemupukan N dan P. Perlakuan P3 merupakan perlakuan pemupukan N dan K, dan perlakuan P4 merupakan perlakuan pemupukan P dan K. Pupuk N yang digunakan adalah urea dengan dosis 50 kg urea ha-1, pupuk P yang digunakan adalah SP-36 dengan dosis 150 kg SP-36 ha-1, pupuk K yang digunakan adalah KCl dengan dosis 100 kg KCl ha-1. Jarak tanam yang digunakan adalah 40 cm x 20 cm dengan dua benih per lubang dan diberikan Furadan 3G sebagai insektisida. Pemupukan dilakukan pada saat penanaman. Perlakuan pemupukan diberikan pada alur yang dibuat 5 cm dari sisi baris penanaman benih. Penyulaman tidak dilakukan untuk menghindari tingkat kemasakan yang tidak seragam. Penyiangan dilakukan setiap minggu dan dilakukan pencabutan pada tanaman yang terserang penyakit. Pemanenan dilakukan saat masak fisiologi. Kriteria panen pada kedua varietas dapat dilihat pada Tabel 1. Brangkasan kedelai yang telah dipanen dijemur di bawah matahari hingga polong mudah pecah atau biji kering rontok sekitar 3 - 4 hari. Benih dibersihkan dari kotoran dan sisa polong lainnya, kemudian dijemur kembali hingga kadar air 9 - 10% (Lampiran 3). Tabel 1. Kriteria Panen Kedelai Varietas Anjasmoro dan Detam 1 Varietas Anjasmoro 1. warna kulit polong coklat kekuningan 2. warna batang pada tanaman kuning keemasan 3. warna kulit benih kuning
Varietas Detam 1 1. warna kulit polong coklat gelap 2. warna batang pada tanaman kuning kecoklatan 3. warna kulit benih hitam
Pengujian Kandungan Antosianin Benih Pengujian kandungan antosianin benih dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan menggunakan aseton dan tris sebagai absorbannya (Sims dan Gamon, 2002). Sampel yang digunakan adalah benih hasil panen dengan kadar air 9 - 10% yang diambil secara acak. Bahan kimia acetris (aseton dan tris 1% pH 8 dengan perbandingan 85:15) digunakan sebagai pelarut ekstraksi. Cara
15 ekstraksinya adalah dengan melakukan penepungan pada sampel benih lalu setiap 3 g benih yang telah dihaluskan ditambahkan dengan 5 ml acetris, kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi dan disentrifugasi (14 000 rpm) selama 10 menit. Sebanyak
1 ml supernatan dimasukan ke dalam microtube dan
selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 537 nm, 647 nm, dan 663 nm (Sims dan Gamon, 2002).
Pengujian Viabilitas Potensial dan Vigor Kekuatan Tumbuh Pengujian mutu benih yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengamati Viabilitas Potensial (VP) dengan tolok ukur Daya Berkecambah (DB) dan Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) dengan tolok ukur Kecepatan tumbuh (KCT) dan Indeks Vigor (IV).
Pengujian Vigor Daya Simpan Pengusangan Cepat Terkontrol (PCT). Pengujian vigor daya simpan dilakukan dengan pengusangan cepat terkontrol, dengan menaikkan kadar air benih kedelai menjadi 22% melalui penambahan air. Benih kedelai sebanyak 100 butir benih untuk setiap satuan percobaan dan air yang telah ditentukan volumenya dimasukkan dalam kantong aluminium foil.
Kantong alumunium
ditutup rapat kemudian dibiarkan selama 24 jam pada suhu 5 oC agar tercapai kadar air yang diinginkan. Benih kemudian diinkubasi dalam water-bath pada suhu 41oC selama 48 jam (Wahyuni, 2011). Benih yang telah diusangkan lalu dikecambahkan dengan metode Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKDdp) sebanyak 25 butir untuk setiap satuan percobaan pada germinator IPB 72-1, kemudian dilakukan pengamatan terhadap VPCT. Nilai VPCT menunjukkan persentase kecambah normal benih setelah didera dengan suhu dan kadar air tinggi. Perhitungan jumlah air yang ditambahkan adalah sebagai berikut: 100 − A × W1 100 − B Keterangan: A = Kadar air benih berdasarkan bobot basah (%) W2 =
B = Kadar air benih yang diinginkan berdasarkan bobot basah (%) W1= Berat benih awal yang diketahui (g) W2 = Berat benih dengan kadar air yang diinginkan (g)
16 Pengujian Daya Hantar Listrik (DHL). Menurut Sadjad et al. (1999) nilai DHL merupakan salah satu penduga vigor daya simpan benih. Pengujian ini dilakukan dengan membilas terlebih dahulu benih yang akan diuji dengan menggunakan aquabides, kemudian 50 butir benih ditimbang dan direndam pada 100 ml air bebas ion selama 24 jam. Air rendamannnya diukur dengan menggunakan alat electric conductivity meter, sebagai blanko digunakan air bebas ion yang juga telah disimpan di dalam glassjar selama 24 jam.
Pengamatan Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1) Pertumbuhan dan Produksi Benih Peubah pertumbuhan diamati setiap minggu mulai dari 2 - 6 minggu setelah tanam (MST). Peubah yang diamati antara lain tinggi tanaman dan jumlah daun per tanaman, sedangkan peubah yang diamati untuk produksi benih antara lain bobot benih per tanaman dan bobot benih per petak.
2) Kandungan Antosianin Benih Kandungan antosianin diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 537 nm, 647 nm, dan 663 nm (Sims dan Gamon, 2002). Rumus perhitungan kandungan antosianin adalah sebagai berikut: Antosianin= (0.08137 x A537) - (0.00697 x A647) – (0.002228 x A663) Keterangan: A537, A647, dan A663 : nilai absorban pada panjang gelombang masing-masing 537 nm, 647 nm, dan 663 nm.
3) Viabilitas Potensial Benih Viabilitas potensial benih diukur dengan tolok ukur daya berkecambah. Persentase daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah persentase kecambah normal pada pengamatan pertama yang dilakukan pada hari ke-3 dan pengamatan kedua pada hari ke-5. Daya berkecambah (DB) diukur berdasarkan persentase kecambah normal.
17 DB % =
KN I + KN II × 100% benih yang ditanam
Keterangan: ∑ KN I
: Jumlah kecambah normal pengamatan pertama (3 HST)
∑ KN II : Jumlah kecambah normal pengamatan kedua (5 HST)
4) Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) Vigor Kekuatan Tumbuh yang diamati pada penelitian ini antara lain sebagai berikut: a. Kecepatan Tumbuh (KCT) Kecepatan tumbuh merupakan tolok ukur untuk mengetahui vigor kekuatan tumbuh. Pengamatan kecepatan tumbuh dilakukan setiap hari dan dihitung dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum. Kecepatan tumbuh dihitung dengan menggunakan rumus: 5
KCT =
di i=0
Keterangan: KCT : kecepatan tumbuh i
: kurun waktu perkecambahan (etmal)
di : tambahan persentase kecambah normal setiap etmal (1 etmal= 24 jam) b. Indeks Vigor (IV) Indeks vigor dihitung berdasarkan persentase kecambah normal pada hitungan pertama. IV % =
KN hitungan I × 100% benih yang ditanam
5) Vigor Daya Simpan (VDS) Vigor daya simpan benih diamati dengan tolok ukur sebagai berikut: a. Viabilitas setelah Pengusangan Cepat Terkontrol (VPCT) VPCT adalah persentase kecambah normal pada hitungan pertama dan kedua pengamatan perkecambahan dari benih yang telah didera dengan
18 metode pengusangan cepat terkontrol pada suhu 41oC, kadar air 22%, dan lama penderaan 48 jam. b. Daya Hantar Listrik (DHL) Nilai DHL merupakan salah satu tolok ukur untuk menentukan vigor daya simpan berdasarkan pada bocoran elektrolit dari benih, nilai ini dinyatakan dalam satuan μmhos cm-1 g-1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanaman kedelai dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga, Bogor. Masa penelitian di lapang dilakukan selama tiga bulan mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2011. Benih kedelai yang ditanam menggunakan benih kuning Varietas Anjasmoro dan benih hitam Varietas Detam 1. Perlakuan pemupukan terdiri atas perlakuan tanpa pemupukan, N, P, dan K, N dan P, N dan K, serta P dan K. Pupuk N yang digunakan adalah urea dengan dosis 50 kg urea ha-1, pupuk P menggunakan SP-36 dengan dosis 150 kg SP-36 ha-1, dan pupuk K menggunakan KCl dengan dosis 100 kg KCl ha-1, dosis ini didasarkan atas rekomendasi Balai Penelitian Tanah (2010). Musim hujan berlangsung selama penelitian, sehingga di daerah penelitian masih mendapatkan curah hujan yang tinggi. Penyiraman hanya dilakukan selama beberapa hari setelah tanam. Pengendalian gulma di lahan penelitian dilakukan secara manual. Gulma yang banyak ditemui di lapang antara lain: (1) rumput: Axonopus compressus, (2) gulma berdaun lebar: Mimosa pudica, Ageratum conyzoides, Caladium sp, Oxalis barrelieri, dan Cleome rutidospermae. Hama yang menyerang tanaman kedelai selama penelitian antara lain belalang (terutama dari jenis Valanga sp.), kepik hijau (Nezara viridula) dan kepik polong (Riptortus linearis). Selama pertanaman ditemukan juga penyakit seperti karat daun dan virus mosaik kuning. Serangan hama cukup sedikit dan tidak mengganggu pertanaman secara luas sehingga tidak dilakukan penyemprotan hama sedangkan untuk penyakit dilakukan pencabutan pada tanaman yang terserang. Pengamatan keadaan vegetatif tanaman di lahan dimulai saat 2 MST dan pengamatan berakhir saat tanaman memasuki masa generatif (6 MST). Tanaman kedelai mulai berbunga pada 35 HST, hal ini sesuai dengan deskripsi varietas (Balitkabi, 2005). Panen dilakukan ketika telah mencapai masak fisiologi berdasarkan kriteria tertentu (Tabel 1). Pemanenan dilakukan sebanyak dua kali karena tingkat kemasakan antar petak tidak sama, panen pertama dilakukan pada 85 HST sedangkan panen kedua dilakukan pada 91 HST. Pada Varietas Anjasmoro, hal ini sesuai dengan perkiraan umur panen berdasarkan deskripsi
20 varietas (Balitkabi, 2005), yakni 82.5 - 92.5 HST, akan tetapi pada Varietas Detam 1 hal ini melebihi umur panen yang seharusnya 82 HST. Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan vegetatif dan produksi benih serta mutu benih yang dihasilkan, termasuk kandungan antosianin yang diduga berkorelasi dengan vigor daya simpan benih. Pertumbuhan Vegetatif dan Produksi Benih Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi benih dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan dan interaksi antara varietas dengan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah pengamatan. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (3 - 6 MST), jumlah daun (2 - 3 MST), dan bobot benih per tanaman. Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Pengamatan Vegetatif dan Produksi Benih Peubah pengamatan Tinggi tanaman 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST Jumlah daun 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST Bobot benih per tanaman Bobot benih per petak
V
Perlakuan P V*P
tn * * * *
tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn
4.67 5.78 10.63 10.02 10.78
* ** tn tn tn * tn
tn tn tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn tn tn
15.17 9.08 12.21 18.22 17.34 11.72 24.61
KK (%)
Keterangan: tn = tidak nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% * = nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% V = Varietas; P= Pemupukan; V*P=Interaksi antar faktor KK= Koefisien keragaman
Perbedaan yang terdapat antara Varietas Anjasmoro dan Detam 1 dalam penelitian ini terkait dengan sifat genetik antar varietas yang berbeda-beda dan memiliki karakteristik tersendiri seperti yang dijabarkan pada deskripsi
21 varietasnya masing-masing (Lampiran 1 dan 2). Perbedaan varietas dimaksudkan terutama untuk mengetahui faktor-faktor yang belum ada pada deskripsi terkait vigor daya simpan benih dan kandungan antosianin serta ada atau tidaknya interaksi perlakuan pemupukan dengan varietas terhadap peubah-peubah yang diamati. Pertumbuhan tanaman terjadi karena adanya proses-proses pembelahan sel dan pemanjangan sel. Proses-proses tersebut memerlukan karbohidrat dalam jumlah besar. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan dan hasil suatu tanaman dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuhnya. Salah satu faktor lingkungan tumbuh yang penting bagi pertumbuhan tanaman adalah ketersediaan unsur hara dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap komponen pertumbuhan kedelai disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemupukan Perlakuan pemupukan Tanpa pupuk N, P, dan K N dan P N dan K P dan K Tanpa pupuk N, P, dan K N dan P N dan K P dan K
Umur tanaman (minggu setelah tanam) 2 3 4 5 6 -----------------------------Tinggi tanaman (cm)----------------------10.63 15.28 29.65 39.91 51.75 10.89 15.44 30.77 41.89 54.46 10.46 15.66 30.75 41.45 52.04 10.60 15.10 28.66 38.97 51.36 10.40 15.03 26.89 36.53 47.64 ---------------------------Jumlah daun (helai)-------------------------1.40 2.98 5.84 9.17 13.77 1.53 2.99 5.91 9.96 14.54 1.54 3.08 6.12 9.88 13.65 1.36 2.93 5.78 8.92 12.71 1.57 2.96 5.72 8.85 13.12
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada komponen pengamatan vegetatif yaitu tinggi tanaman dan jumlah daun mulai dari awal pertumbuhan sampai dengan akhir masa vegetatif secara umum meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan pemupukan pada petak perlakuan mampu mendukung masa vegetatif tanaman kedelai. Perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun. Hal ini diduga karena hara di dalam tanah telah mampu menyuplai hara sesuai kebutuhan
22 tanaman, terutama untuk mendukung pertumbuhan tinggi tanaman dan penambahan jumlah daun. Ketersediaan hara yang cukup di dalam tanah sebelum penanaman diduga menjadi penyebab tidak adanya respon yang cukup nyata pada perlakuan pemupukan yang berbeda. Masing-masing unsur N, P, dan K memiliki peran dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara yang penting untuk proses metabolisme dan membangun struktur anatomi tanaman, Fosfor berperan mempercepat terjadinya pembelahan sel yang menyebabkan pembentukan dan perkembangan batang dan daun kecambah tanaman lebih cepat (Hardjowigeno, 2003), sedangkan kalium berperan penting dalam fotosintesis, meningkatkan pertumbuhan tanaman, indeks luas daun, dan meningkatkan translokasi hasil fotosintesis keluar daun (Gardner et al., 1991). Berdasarkan Tabel 4 bobot benih per petak Varietas Anjasmoro tidak berbeda nyata dengan Varietas Detam 1 tetapi memiliki bobot benih per tanaman yang nyata lebih tinggi dibandingkan Varietas Detam 1. Varietas Anjasmoro memiliki bobot benih per tanaman sebesar 11.42 g sedangkan Varietas Detam 1 hanya 9.09 g. Tabel 4. Bobot Benih per Tanaman dan Bobot Benih per Petak pada Berbagai Perlakuan Varietas dan Pemupukan Perlakuan Varietas Anjasmoro Detam 1 Pemupukan Tanpa pupuk N, P, dan K N dan P N dan K P dan K
Bobot benih per tanaman (g)
Bobot benih per petak (g)
11.42a 9.09b
1612.85 1598.29
10.36 10.79 10.82 10.04 9.29
1537.9 1652.2 1912.4 1434.2 1491.1
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Pertumbuhan organ vegetatif akan mempengaruhi hasil tanaman. Semakin besar pertumbuhan organ vegetatif yang berfungsi sebagai penghasil asimilat (source) akan meningkatkan pertumbuhan organ pemakai (sink) yang akhirnya akan memberikan hasil yang semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan hasil
23 penelitian yang menunjukkan bahwa keragaan agronomis pada Varietas Anjasmoro (tinggi tanaman dan jumlah daun) relatif lebih baik pertumbuhannya dibandingkan dengan Varietas Detam 1 sehingga menyebabkan produksi (bobot benih per tanaman) yang lebih baik pada Varietas Anjasmoro dibandingkan dengan Varietas Detam 1. Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa P sangat berperan dalam pembentukan komponen produksi, seperti pembentukan bunga, buah, dan biji. Akan tetapi perlakuan pemupukan pada penelitian ini
tidak memberikan
pengaruh yang nyata pada kedua komponen produksi, baik bobot benih per tanaman maupun bobot benih per petak (Tabel 4). Pemberian hara diduga sudah melebihi batas kritis sehingga tanaman tidak memberikan respon terhadap perlakuan pemupukan. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan tanpa pemupukan pun sudah dapat menghasilkan produksi sebesar 10.36 g tan-1 atau sebesar 2.5 ton ha-1. Viabilitas dan Vigor Benih yang Dihasilkan Viabilitas Potensial Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa perlakuan varietas, pemupukan maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur DB. Daya berkecambah merupakan tolok ukur viabilitas benih yang memperkirakan parameter viabilitas potensial benih dari lot benih. Pada Tabel 5 terlihat bahwa secara keseluruhan viabilitas potensial benih cukup bagus karena seluruhnya memiliki nilai DB lebih dari 80%.
Vigor Kekuatan Tumbuh Indeks vigor dan kecepatan tumbuh menggambarkan vigor kekuatan tumbuh benih. Benih yang memiliki vigor yang tinggi akan tahan terhadap deraan sehingga tetap mampu menghasilkan kecambah normal sedangkan benih yang memiliki vigor rendah tidak tahan terhadap deraan suhu dan kadar air tinggi sehingga banyak menghasilkan kecambah abnormal atau mati. Indeks vigor merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dalam pengujian viabilitas. Nilai indeks
24 vigor yang tinggi mengindikasikan vigor benih yang tinggi pula, sedangkan kecepatan tumbuh digunakan untuk mengetahui kekuatan tumbuh benih di lapangan yang suboptimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas maupun pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai IV dan KCT. Tidak ada pengaruh interaksi antara kedua perlakuan tersebut baik terhadap IV maupun KCT. Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan pada benih kedelai menghasilkan variasi IV berkisar antara 67.33 - 78.67% dan variasi kecepatan tumbuh berkisar antara 27.72 - 30.30% etmal-1. Tabel 5. Mutu Fisiologi Benih Kedelai pada Berbagai Perlakuan Varietas dan Pemupukan
Perlakuan
Varietas Anjasmoro Detam 1 Pemupukan Tanpa pupuk N, P, dan K N dan P N dan K P dan K Interaksi KK (%)
Viabilitas Potensial (VP)
Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT)
Vigor Daya Simpan (VDS)
DB (%)
KCT (% etmal-1)
IV (%)
80.00 86.93
28.64 28.44
69.07 77.33
74.13 72.53
85.33 88.67 81.33 82.00 80.00 tn 9.20
27.78 28.86 30.30 27.72 28.07 tn 9.73
78.00 78.67 71.33 70.67 67.33 tn 14.68
61.33 83.33 70.00 80.00 72.00 tn 16.51
VPCT (%)
b a ab a ab
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; tn = tidak nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%
Vigor Daya Simpan berdasarkan Metode Pengusangan Cepat Terkontrol Kondisi tanah tidak hanya mampu mendukung pertumbuhan vegetatif yang optimal tetapi juga produksi benih serta mutu benih saat panen, baik viabilitas potensial maupun vigor kekuatan tumbuhnya. Benih yang diproduksi tidak selalu segera ditanam tetapi seringkali harus disimpan sehingga vigor daya simpan benih menjadi hal yang penting diperhatikan dalam produksi benih. Pada penelitian ini untuk menggambarkan vigor daya simpan benih dilakukan dengan menggunakan metode Controlled Deterioration sehingga hal ini dapat menduga perbedaan viabilitas benih setelah melewati suatu periode
25 penyimpanan. Pengusangan cepat terkontrol atau Controlled Deterioration dilakukan dengan menggunakan waterbath dengan menggunakan suhu 41oC selama 48 jam pada benih yang telah ditingkatkan kadar airnya hingga 22%. Nilai pengukuran kadar air selama penderaan selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Harrington (1972) menyatakan bahwa suhu dan kadar air tinggi merupakan faktor penyebab menurunnya daya berkecambah dan vigor. Benih yang memiliki vigor daya simpan yang tinggi akan tetap memiliki peformansi yang baik dibandingkan benih yang bervigor rendah meskipun didera pada suhu dan kadar air yang tinggi. Metode pengusangan cepat terkontrol sudah banyak digunakan pada berbagai penelitian dan terbukti mampu membedakan benih yang memiliki vigor tinggi dengan benih yang bervigor rendah. Penelitian Wahyuni (2011) membuktikan bahwa metode ini dapat menunjukkan adanya variasi ketahanan terhadap pengusangan cepat diantara lot benih yang diuji baik berdasarkan tolok ukur DB, IV maupun KCT. Pengujian setelah pengusangan menunjukkan bahwa lot yang satu mempunyai ketahanan lebih tinggi dibandingkan lot yang lain. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa saat tanaman berkecambah dan mulai membentuk perakaran, semua hara yang dibutuhkan untuk aktivitas disuplai oleh biji, kemudian begitu akar mulai berpenetrasi ke dalam tanah, sebagian hara yang dibutuhkan diserap dari tanah dan sekeliling akar (rhizosfer). Persentase penyerapan hara ini makin meningkat selaras dengan habisnya cadangan hara di biji. Selanjutnya tanaman bergantung pada unsur hara tanah dan udara. Pada tahap ini dan selanjutnya maka pengaruh pemupukan dapat dilihat. Mutu benih tidak berpengaruh nyata dalam hal viabilitas potensial yang ditunjukkan dengan tolok ukur DB, maupun vigor kekuatan tumbuh yang ditunjukkan dengan tolok ukur KCT dan IV, walaupun demikian pemupukan ternyata berpengaruh nyata terhadap VPCT yang mengindikasikan vigor daya simpan benih (VDS). Berdasarkan Tabel 5, pemupukan lengkap N, P, dan K (83.33%) serta N dan K (80.00%) menghasilkan benih dengan vigor daya simpan yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk (61.33%), sedangkan pemupukan N dan P serta P dan K tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan.
26 Tercukupinya kebutuhan hara di dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan vegetatif bahkan produksi benih hingga viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih, belum cukup untuk menghasilkan benih yang tahan terhadap deraan, khususnya deraan terhadap pengusangan cepat terkontrol. Penambahan hara N dan K dapat meningkatkan VPCT secara nyata. N dan K adalah unsur yang paling perlu ditambahkan pada tanah. Pada penelitian ini ketersediaan P pada tanah diduga sudah cukup dan mampu menyuplai kebutuhan hara P bagi tanaman, karena penambahan N dan K (tanpa P) (VPCT = 80.00%) sudah mampu memberikan peningkatan yang nyata dibandingkan dengan kontrol (VPCT = 61.33%) dan tidak berbeda nyata dengan pemupukan N, P, dan K (VPCT = 83.33%). Sesuai dengan mekanisme dan proses pertumbuhan tanaman, secara fisiologis tumbuhnya benih memiliki keeratan hubungan dengan aspek tersedianya hara di dalam tanah. Sumarna (2008) menjelaskan bahwa pada awal pertumbuhan tersedianya hara untuk tumbuhnya benih didukung oleh kandungan hara pada keping lembaga (cotyledone) yang sangat terbatas hingga benih menghasilkan organ tanaman dan anakan tingkat semai, pertumbuhan selanjutnya akan sangat ditentukan oleh tersedianya energi hara dari lahan. Masing-masing unsur N, P, dan K memiliki peran dalam mendukung terbentuknya benih yang bermutu baik. Ketersediaan P berperan dalam pembelahan inti sel untuk membentuk sel-sel baru dan memperbesar sel itu sendiri (Yamin, 1986), sedangkan menurut Sirappa (2002), nitrogen juga merupakan hara esensial yang berfungsi sebagai bahan penyusun komponen inti sel. Unsur kalium sendiri menurut Havlin et al. (1999) dapat meningkatkan produksi adenosine triphosphate (ATP). Menurut Akil (2009), kandungan ATP dalam benih berkaitan dengan vigor benih, apabila kandungan ATP menurun, maka vigor juga semakin menurun. ATP diperlukan untuk biosintesis sel-sel baru, berkurangnya ATP ditunjukkan oleh daya berkecambah dan vigor rendah.
Vigor Daya Simpan berdasarkan Nilai Daya Hantar Listrik (DHL) Sifat genetik benih antara lain tampak pada permeabilitas dan warna kulit benih yang berpengaruh terhadap daya simpan benih kedelai. Daya simpan
27 merupakan perkiraan waktu benih mampu untuk disimpan. Benih yang mempunyai daya simpan lama berarti mampu melampaui periode simpan yang panjang dan benih yang setelah penyimpanan masih memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi dikatakan memiliki vigor daya simpan (VDS) yang tinggi (Sadjad et al. 1999).
Pengujian
DHL
merupakan
salah
satu
parameter
yang
dapat
mengindikasikan vigor daya simpan benih. Menurut ISTA (2007) semakin tinggi nilai daya hantar listriknya maka viabilitas benih semakin menurun, hal ini diakibatkan karena makin besar pula kebocoran elektrolit pada benih. Masing-masing unsur N, P, dan K memiliki peran dalam mendukung permeabilitas benih. Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan pentingnya unsur K dalam meningkatkan kadar lignin. Dalam hal ini Marwanto (2003) menyatakan bahwa benih kedelai yang memiliki kandungan lignin lebih tinggi mempunyai vigor daya simpan yang lebih baik. Menurut Hartawan et al. (2011) kandungan protein berkorelasi negatif dengan nilai DHL. Kandungan protein yang tinggi pada membran sel akan meningkatkan integritas membran sel sehingga tidak banyak mengalami kebocoran. Peningkatan protein pada benih kedelai dipengaruhi oleh serapan nitrogen oleh bakteri rhizobium dan fiksasi nitrogen. Dalam hal ini, unsur P berperan penting sebagai komponen ATP yang merupakan sumber energi dalam fiksasi nitrogen dan sebagai komponen penyusun protein. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa varietas maupun pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap DHL akan tetapi terdapat interaksi antara varietas dengan pemupukan yang berpengaruh nyata terhadap DHL. Tabel 6 menunjukkan adanya interaksi antara varietas dan perlakuan pemupukan. Berdasarkan nilai rataan yang diperoleh, Varietas Detam 1 memiliki nilai DHL yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan Varietas Anjasmoro. Perbedaan nyata antara kedua varietas terlihat pada perlakuan pemupukan N dan P yang menunjukkan bahwa Varietas Detam 1 memiliki nilai DHL yang lebih rendah dengan 108.68 μmhos cm-1 g-1 berbeda nyata dengan Varietas Anjasmoro yang memiliki nilai DHL 172.88 μmhos cm-1 g-1. Hal ini menunjukkan bahwa Varietas Detam 1 (kedelai hitam) cenderung memiliki nilai DHL yang lebih rendah dibandingkan dengan Varietas Anjasmoro (kedelai kuning), artinya permeabilitas
28 membran dan vigor daya simpan pada kedelai hitam khususnya pada perlakuan N dan P lebih baik dibandingkan dengan kedelai kuning. Pada Tabel 6 juga dapat dilihat bahwa Varietas Anjasmoro pada perlakuan pemupukan N dan P memiliki nilai DHL paling tinggi (172.88 μmhos cm-1 g-1) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada Varietas Anjasmoro, kurangnya unsur K dalam pemupukan menyebabkan tingginya nilai DHL yang menunjukkan
tingginya
tingkat
kebocoran
elektrolit
pada
benih
dan
mengindikasikan vigor daya simpan benih yang rendah. Hal ini diduga sebab makin banyak kandungan K pada benih makin banyak pula kandungan lignin yang merupakan komponen penyusun dinding sel yang berfungsi melindungi cadangan makanan dan embrio sehingga vigor daya simpan semakin baik. Tabel 6. Interaksi Perlakuan Pemupukan dan Varietas pada Daya Hantar Listrik Benih Kedelai Perlakuan Tanpa pupuk N, P, dan K N dan P N dan K P dan K Rataan
Daya Hantar Listrik (μmhos cm-1 g-1) Anjasmoro Detam 1 139.34 b 127.93 b 134.28 b 139.51 b 172.88 a 108.68 b 107.57 b 118.01 b 126.44 b 125.31 b 136.10 a 123.89 a
Rataan 133.64 136.90 140.78 112.79 125.88
ab a a b ab
Keterangan: Angka pada kolom dan baris yang berbeda dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Kandungan Antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan. Antioksidan diduga berguna untuk mempertahankan viabilitas benih karena memiliki kemampuan untuk mengurangi efek radikal bebas yang terbentuk selama penyimpanan. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa kandungan antosianin berbeda sangat nyata pada varietas yang diuji. Kandungan antosianin pada varietas kedelai hitam yaitu Detam 1 (1.308 μmol 100g-1 ) nyata lebih tinggi dibandingkan pada kedelai kuning yaitu Anjasmoro (0.418 μmol 100g-1). Hal ini sesuai dengan pernyataan Futura et al. (2002) yang menyatakan bahwa kedelai hitam mengandung banyak antosianin. Adanya perbedaan kandungan antosianin benih diakibatkan karena faktor genetik
29 pada benih kedelai oleh warna kulit benihnya. Hasil tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian Agustin (2010) yang menyatakan bahwa kandungan antosianin pada kedelai hitam Varietas Detam 1 nyata lebih tinggi dibandingkan kedelai kuning Varietas Anjasmoro. Tabel 7. Kandungan Antosianin Benih Kedelai Perlakuan
Kandungan antosianin (μmol 100g -1) Rata-rata ± standar deviasi Uji DMRT
Anjasmoro Tanpa pupuk N, P, dan K N dan P N dan K P dan K
0.519 0.566 0.371 0.282 0.354 0.418
± ± ± ± ± ±
0.0963 0.5658 0.1380 0.0992 0.1014 0.1196
Tanpa pupuk N, P, dan K N dan P N dan K P dan K
1.151 1.373 1.225 1.779 1.011 1.308
± ± ± ± ± ±
0.4110 0.1656 0.2106 0.6979 0.1138 0.2939
Rata-rata Detam 1
Rata-rata
0.418b
1.308a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Berdasarkan analisis statistik perlakuan pemupukan maupun interaksi antara varietas dengan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan antosianin benih. Penelitian lain pada tanaman Aglaonema menyebutkan bahwa perlakuan pemberian nutrien memberikan hasil bahwa peningkatan konsentrasi nitrogen atau fosfor dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kadar klorofil daun, tetapi menurunkan kadar antosianin pada daun (Widiatningrum, 2008). Antosianin merupakan salah satu jenis metabolit sekunder yang banyak dihasilkan pada tanaman dan biosintesisnya diinduksi oleh berbagai cekaman biotik dan abiotik. Salah satu jenis cekaman abiotik adalah cekaman hara, misalnya dengan cara pengaturan pemupukan. Pada beberapa penelitian lainnya dilaporkan bahwa unsur N dan atau P yang terbatas diketahui dapat menginduksi akumulasi antosianin (Gould, 2004). Perbedaan hasil yang terjadi pada penelitian ini diduga karena tanah telah menyediakan kandungan hara yang cukup bagi pertumbuhan kedelai, sehingga
30 baik unsur N, P, maupun K tidak menjadi faktor pembatas pembentukan antosianin. Menurut Delgado et al. (2006) aplikasi K dalam dosis yang tinggi bahkan dapat menurunkan kandungan antosianin. Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam pembentukan antosianin tanaman kedelai kurang respon terhadap pemupukan. Hubungan antara Kandungan Antosianin dengan Vigor Daya Simpan Benih Tingginya kandungan antosianin dan permeabilitas benih yang lebih baik (nilai DHL rendah) pada kedelai hitam seharusnya mengindikasikan vigor daya simpan yang baik pula. Menurut Purwanti (2004), kebocoran membran sel akibat deteriorasi menyebabkan penurunan vigor dipercepat. Semakin lama benih disimpan semakin bertambah tua sel-sel dalam benih. Proses penuaan pada kedelai kuning yang disimpan pada suhu tinggi nampak dipercepat dibanding kedelai hitam, sehingga kebocoran membran sel-sel benih semakin tinggi dan permeabilitas sel juga meningkat. Heatherly et al. (1995) juga menyatakan bahwa benih yang memiliki kulit yang kurang permeabel lebih mampu mempertahankan viabilitas dan vigor benih, namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa VPCT Anjasmoro yang tidak berbeda nyata dengan VPCT Detam 1. Hal ini diduga bahwa VPCT yang digunakan tidak cukup peka untuk membedakan vigor daya simpan antar varietas tetapi lebih peka dalam membedakan vigor daya simpan antar perlakuan pemupukan. Berdasarkan hasil ini maka uji korelasi dilakukan pada masing-masing varietas secara terpisah. Hasil korelasi antara kandungan antosianin benih dengan vigor daya simpan benih melalui pengusangan cepat terkontrol dan uji DHL dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Korelasi Kandungan Antosianin dengan Vigor Daya Simpan Benih Tolok ukur Pengusangan Cepat Terkontrol (%) Daya Hantar Listrik (μmhos cm-1 g-1)
Varietas Anjasmoro Detam 1 --------Koefisien Korelasi (r)----------0.035tn 0.273tn tn 0.102 0.090tn
Keterangan: tn = tidak nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%
31 Aktivitas antioksidan yang dimiliki antosianin diduga dapat meningkatkan vigor daya simpan benih, namun hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa kandungan antosianin tidak berkolerasi dengan vigor daya simpan benih baik melalui pengusangan cepat terkontrol pada Varietas Anjasmoro (r = 0.035tn) dan Varietas Detam 1 (r = 0.273tn) maupun melalui uji DHL pada Varietas Anjasmoro (r = 0.102tn) dan Varietas Detam 1 (r = 0.090tn) (Tabel 8). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan antosianin pada Varietas Anjasmoro maupun Detam 1 tidak bisa menduga vigor daya simpan benih kedelai yang dipengaruhi perlakuan pemupukan (mutu fisiologis) baik melalui uji pengusangan cepat terkontrol maupun melalui uji DHL. Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7 dapat dilihat indikasi bahwa kandungan antosianin Varietas Anjasmoro dan Detam 1 berbanding terbalik dengan nilai daya hantar listriknya. Varietas Detam 1 memiliki kandungan antosianin yang tinggi dengan nilai DHL yang rendah, sebaliknya Varietas Anjasmoro memiliki kandungan antosianin yang rendah dengan nilai DHL yang tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Agustin (2010) yang menyatakan bahwa kandungan antosianin pada berbagai varietas kedelai hitam dan kuning (mutu genetik) memiliki korelasi negatif dan erat terhadap tolok ukur daya hantar listrik (r = -0.65).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi pemupukan N, P, dan K berpengaruh nyata terhadap vigor daya simpan benih melalui pengusangan cepat terkontrol. Pemupukan lengkap N, P, dan K serta N dan K akan menghasilkan benih dengan vigor daya simpan yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk. Pemupukan N, P, dan K tidak berpengaruh nyata pada kandungan antosianin pada kedua varietas. Varietas Detam 1 memiliki kandungan antosianin yang nyata lebih tinggi dibanding Varietas Anjasmoro. Sebaliknya, pada pengujian DHL terdapat interaksi yang menunjukkan indikasi bahwa Varietas Detam 1 memiliki nilai DHL yang lebih rendah dibandingkan dengan Varietas Anjasmoro sehingga diduga Varietas Detam 1 memiliki vigor daya simpan yang lebih baik. Pada Varietas Anjasmoro, kurangnya unsur K dalam pemupukan menyebabkan tingginya nilai DHL yang menunjukkan tingginya tingkat kebocoran elektrolit pada benih. Pada penelitian ini juga diketahui bahwa tidak ada korelasi nyata antara kandungan antosianin dengan vigor daya simpan benih berdasarkan perlakuan pemupukan baik pada Varietas Anjasmoro maupun Varietas Detam 1. Saran Sebelum melakukan perlakuan pemupukan sebaiknya menggunakan lahan yang telah dibera agar respon perlakuan pemupukan dapat terlihat. Pemupukan harus disesuaikan dengan kebutuhan hara tanaman yang didasarkan atas hasil uji tanah sehingga dapat mengoptimalkan produksi dan memberikan dampak yang menguntungkan terhadap sifat tanah dan lingkungan. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan pada tanaman kedelai yang menggunakan sistem hidroponik untuk mengetahui unsur pemupukan yang menjadi faktor pembatas dalam pembentukan kandungan antosianin karena kondisi lingkungan pada sistem tersebut lebih terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, H. 2010. Hubungan antara Kandungan Antosianin dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat Beberapa Varietas Kedelai. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 39 hal. Akil, M. 2009. Peningkatan Kualitas Benih melalui Pengelolaan Hara yang Optimal. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Vol.1:206-217. Anwar, K. 2008. Kombinasi Limbah Pertanian dan Peternakan sebagai Alternatif Pembuatan Pupuk Organik Cair melalui Proses Fermentasi Anaerob. Prosiding Seminar Nasional Teknoin. Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Vol.1:95-100. Arsyad, D. M. dan Syam. 1998. Kedelai : Sumber Pertumbuhan, Produksi dan Budidaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Bogor. Badan
Pusat Statistik. 2011. Produksi padi, http://www.bps.go.id. [22 Oktober 2011].
jagung,
dan
kedelai.
Balai Penelitian Tanah. 2010. Rekomendasi pemupukan tanaman kedelai pada berbagai tipe penggunaan lahan. http://balittanah.litbang.deptan.go.id. [1 Januari 2011]. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian [Balitkabi]. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi. Malang. 170 hal. Balitkabi. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 171 hal. Copeland, L. O. and M. B. McDonald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. New York. 467 p. Delgado R., M. Gonzalez, and P. Martin. 2006. Interaction effects of nitrogen and potassium fertilization on anthocyanin composition and chromatic features of tempranillo grapes. Int. J. Vine Wine. Sci. 40:141-150. Departemen Pertanian [Deptan]. 2010. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian. Jakarta. 86 hal.
34 Demir, I. and K. Mavi. 2008. Seed vigour evaluation of cucumber (Cucumis sativus L.) seeds in relation to seedling emergence. Journal of Seed Science 1(1):19-25. Futura, M., Yano, Y. Gabazza, and Araki-Sasaki, R. 2002. The potential of anthocyanin from black soybean seed coat. http://onlinelibrary.wiley.com. [ 29 Januari 2011]. Gardner, F. P., R. B. Pearce, and R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi tanaman budidaya. (diterjemahkan dari : Physiology of Crop Plants, penerjemah : Susilo H). UI Press. Jakarta. 428 hal. Gould, K. S. 2004. Nature’s Swiss Army knife: the diverse protective roles of anthocyanins in leaves. J. Biomedic. Biotechnol 5:314-320. Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo. Jakarta. Harbone, J. B. 1984. Phytochemical Methods : A Guide to Modern Plants. Jhon Willey and Sons. New York. 338 p. Hardjowigeno, S. 2003. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo, Jakarta. Harrington, J. F. 1972. Seed Storage and Longevity, Seed Biology. Vol. III, In Ed Kozlowsky, T.T., Academic Press. New York. Hartawan, R., Z. R. Djafar, Z. P. Negara, M. Hasmeda, dan Zulkarnain. 2011. Pengaruh panjang hari, asam indol asetat, dan fosfor terhadap tanaman kedelai dan kualitas benih dalam penyimpanan. J. Agron. Indonesia 39 (1):7- 12. Hasibuan, B. E. 2008. Pupuk dan Pemupukan. Fakultas Pertanian. USU. Medan. Havlin, J. L., J. D. Beaton, S. L. Tisdale, and W. L. Nelson. 1999. Soil Fertility and Fertilizers an Introduction to Nutrient Management. 6th ed. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. 497 p. Heatherly, L. G., M. M. Kenthy, and T. C. Killen. 1995. Effect of storage environment and duration on permeable seed coat in soybean. Field Crops. Res. 40 (1):57-62. Irawan, B. dan N. Sunandar. 2009. Petunjuk Teknis PTT Kedelai. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jawa Barat. 20 hal. ISTA. 2007. International Rules for Seed Testing. Edition 2007. International Seed Testing Association. Zurich. Switzerland.
35 Jeppson, N. 2000. The effects of fertilizer rate on vegetative growth, yield and fruit quality, with special respect to pigments, in black chokeberry (Aronia melanocarpa) cv. `Viking'. Scientia Horticulturae 83:127-137. Justice, O. L. dan L. N. Bass. 2002. Prinsip dan Teknik Penyimpanan Benih. Grafindo. Jakarta. 446 hal. Kartono. 2004. Teknik penyimpanan benih kedelai varietas Wilis pada kadar air dan suhu penyimpanan berbeda. Bul. Tek. Pertanian 9:79-82. Leiwakabessy, F. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 294 hal. Marwanto. 2003. Hubungan antara kandungan lignin kulit benih dengan permeabilitas dan daya hantar listrik rendaman benih kedelai. Jurnal Akta Agrosia 6(2):51-54. Mitrowihardjo, S. 1997. Inhibition of soy bean (Glycine max (L.) Merr.) seed deteration using antioxidant under different accelerated and natural aging. Ilmu-ilmu Pertanian 6(1): 8-16. Mualim, L., S. A. Aziz, dan M. Melati. 2009. Kajian pemupukan NPK dan jarak tanam pada produksi antosianin daun kolesom. J. Agron. Indonesia 37(1):55–61. Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. Pasaribu, D. dan S. Suprapto. 1983. Pemupukan NPK pada kedelai, hal.159-169. Dalam Sadikin Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S. O. Manurung, dan Yuswadi (Eds.). Kedelai. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. ________. 1995. Pemupukan NPK pada Kedelai. Balittan Pangan IPB. Bogor. Pavla, B. and R. Pokluda. 2008. Influence of alternative organic fertilizers on the antioxidant capacity in head cabbage and cucumber. Not. Bot. Hort. Agrobot. Cluj 36(1): 63-67. Polakitan, A., R. Kaunang, D. Polakitan, dan L. Taulu. 2004. Respon Tanaman Jagung (Zea mays L.) terhadap Pemupukan P pada Tanah Podzolik Merah Kuning. Prosiding Seminar Nasional Klinik Teknologi Pertanian sebagai Basis Pertumbuhan Usaha Agribisnis menuju Petani Nelayan Mandiri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Vol.1:820-824. Powell, A. A. and S. Matthews. 2005. Towards the validation of the controlled deterioration vigour test for small seeded vegetables. Seed Testing Int. ISTA News Bull. 129:21-21.
36 Purwanti, S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai hitam dan kedelai kuning. Ilmu Pertanian 11(1): 22-31. Rahayu, M., Sudarto, K. Puspadi, dan I. Mardian. 2009. Paket Teknologi Produksi Benih Kedelai. Departemen Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Nusa Tenggara Barat. 48 hal. Rodo, A. B. and J. M. Filho. 2003. Accelerated aging and controlled deterioration for the determination of the physiological potential of onion seeds. Scientia Agricola. 60(2):465-469. Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 224 hal. Rukmana, R. dan Y. Yuniarsih. 1996. Kedelai. Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. 92 hal. Sadjad., S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Grasindo. Jakarta. 145 hal. _______., E. Muniarti, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo.Jakarta. 185 hal. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisologi Tumbuhan. Jilid 3. ITB Press. Bandung. 173 hal. Sims, D. A. and J. A. Gamon. 2002. Relationships between leaf pigment content and spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures and developmental stages. Remote Sensing of Environment 81:337– 354. Sirappa, M. P. 2002. Penentuan batas kritis dan dosis pemupukan untuk tanaman jagung di lahan kering pada tanah typic usthorthents. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 3 (2):25-37. Soedradjad, R. dan S. Avivi. 2005. Efek aplikasi Synechococcus sp. pada daun dan pupuk NPK terhadap parameter agronomis kedelai. Bul. Agron 33 (3):17–23. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal. Sudiatsa, S. 2001. Tanaman Penghasil Zat Warna dan Tanin. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 33 hal. Sumarna, Y. 2008. Pengaruh jenis media dan pupuk nitrogen, posfor, dan kalium (NPK) terhadap pertumbuhan bibit pohon penghasil gaharu jenis karas (Aquilaria malaccensis Lamk). Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 5 (2): 193-199. Sumarno dan A. G. Manshuri. 2007. Persyaratan tumbuh dan wilayah produksi kedelai di Indonesia, hal. 74-103. Dalam Sumarno, Suyamto, A.
37 Widjono, Hermanto, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai : Teknik Produksi dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Suprapto, H. S. 1999. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. 73 hal. Suyamto, A. T., Sudaryono dan Suwono. 1994. Peranan Pupuk Kalium terhadap Peningkatan Hasil Tanaman Pangan di Tanah Vertisol Kabupaten Ngawi, Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang, Edisi khusus Ballitan. Malang. 21-23 hal. Syukur, A. dan Harsono, E. S. 2008. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan NPK Terhadap Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Tanah Pasir Pantai Samas Bantul. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 8(2):138-145. Wafiroh, S. 2010. Pengujian Vigor Benih Menggunakan Metode Pengusangan Cepat Terkontrol dan Korelasinya terhadap Daya Tumbuh dan Vigor Bibit Wijen (Sesamum indicum L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 49 hal. Wahyuni, A. 2011. Hubungan antara Kandungan Klorofil dengan Ketahanan Benih terhadap Pengusangan Cepat pada beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merr). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 43 hal. Widiatningrum, T. 2008. Pengaruh Konsentrasi Nitrogen dan Fosfor terhadap Kualitas Aglaonema Var Pink Beauty. Tesis. Program Magister Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati. ITB. Wirawan, B. dan S. Wahyuni. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penebar Swadaya. Jakarta. 120 hal. Yamin, M. 1986. Pengaruh Pemberian Pupuk P, Pupuk Kandang dan Kapur terhadap Serapan P dan Produksi Jagung Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Sukamandi. Zhang, Y., S. K. Vareed, and M. G. Nair. 2005. Human tumor tell growth inhibition by nontoxic anthocyanidins, the pigmen in fruits and vegetables. Life Science 75:1465-1472.
LAMPIRAN
39 Lampiran 1. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro (Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2005) Anjasmoro merupakan hasil seleksi massa dari populasi galur murni MANSURIA Galur
: Mansuria 395-49-4
Warna hipokotil
: ungu
Warna epikotil
: ungu
Warna daun
: hijau
Warna biji
: kuning
Warna bulu
: putih
Warna bunga
: ungu
Warna kulit polong masak
: coklat muda
Warna kulit biji
: kuning
Warna hilum
: kuning kecoklatan
Tipe tumbuh
: semi determinate
Bentuk daun
: oval
Ukuran daun
: lebar
Perkecambahan
: 76 - 78%
Tinggi tanaman
: 64 - 68 cm
Jumlah cabang
: 2.9 - 5.6
Jumlah buku batang utama
: 12.9 - 14.8
Umur berbunga
: 35.7 – 39.4 hari
Umur polong masak
: 82.5 – 92.5 hari
Kandungan protein
: 41.78 - 42.05%
Bobot 100 biji
: 14.8 - 15.3 gram
Kandungan lemak
: 17.12 - 18.6%
Produktivitas
: 2.03 - 2.25 ton/ha
40 Lampiran 2. Deskripsi Kedelai Varietas Detam 1 (Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2005) Nomor galur
: 9837/K-D-8-185
Asal
: Seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan Kawi
Tipe tumbuh
: Determinit
Warna hipokotil
: Ungu
Warna epikotil
: Hijau
Warna bunga
: Ungu
Warna daun
: Hijau tua
Warna bulu
: Coklat muda
Warna kulit polong
: Coklat tua
Warna kulit biji
: Hitam
Warna hilum
: Putih
Warna kotiledon
: Kuning
Bentuk daun
: Agak bulat
Bentuk biji
: Agak bulat
Kecerahan kulit biji
: Mengkilap
Umur bunga (hari)
: 35
Umur masak (hari)
: 82
Tinggi tanaman (cm)
: 58
Berat 100 biji (g)
: 14.84
Potensi hasil (t/ha)
: 3.45
Hasil biji (t/ha)
: 2.51
Protein (% bk)
: 45.36
Lemak (% bk)
: 33.06
Ulat grayak
: Peka
Pengisap polong
: Agak tahan
41 Lampiran 3. Kadar Air Benih Kedelai Varietas dan Jenis Pemupukan Varietas Anjasmoro, tanpa pupuk Varietas Anjasmoro, pupuk N, P, dan K Varetas Anjasmoro, pupuk N dan P Varietas Anjasmoro, pupuk N dan K Varietas Anjasmoro, pupuk P dan K Varietas Detam 1, tanpa pupuk Varietas Detam 1, pupuk N, P, dan K Varietas Detam1, pupuk N dan P Varietas Detam 1, pupuk N dan K Varietas Detam 1, pupuk P dan K
KA (%) 9.49 9.14 9.24 9.22 8.79 10.5 8.66 9.04 8.83 8.40
Lampiran 4. Kadar Air Benih setelah Pengusangan Cepat Terkontrol Varietas dan Jenis Pemupukan Varietas Anjasmoro, tanpa pupuk Varietas Anjasmoro, pupuk N, P, dan K Varetas Anjasmoro, pupuk N dan P Varietas Anjasmoro, pupuk N dan K Varietas Anjasmoro, pupuk P dan K Varietas Detam 1, tanpa pupuk Varietas Detam 1, pupuk N, P, dan K Varietas Detam1, pupuk N dan P Varietas Detam 1, pupuk N dan K Varietas Detam 1, pupuk P dan K
KA (%) 21.46 21.15 22.51 23.12 20.65 21.45 26.17 22.87 21.42 23.19