KERAGAAN DUA VARIETAS KEDELAI PADA ENAM KONSENTRASI KOLKISIN Sutrisno dan Heru Kuswantoro Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak. KM 8. Kotak Pos 66 Malang; e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kedelai tipe ideal yang didefinisikan sebagai tanaman dengan biomassa melimpah, jumlah polong banyak, dan hasil biji tinggi selalu menjadi tujuan utama dalam program perbaikan varietas kedelai. Perbaikan varietas kedelai dapat dilakukan salah satunya melalui ploidisasi sel. Senyawa kolkisin merupakan senyawa kimia yang umum digunakan dalam program ploidisasi sel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis kolkisin yang mampu membentuk sel tanaman poliploid. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Balitkabi pada bulan Juli hingga November 2013. Perlakuan terdiri atas dua varietas kedelai (Tanggamus dan Detam-1) yang direndam dalam enam dosis kolkisin (0 mg/l, 10 mg/l, 20 mg/l, 30 mg/l, 40 mg/l, dan 50 mg/l). Komponen tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah biji, ukuran biji, dan hasil biji per tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis kolkisin tidak berpengaruh terhadap komponen tanaman kedelai, kecuali terhadap jumlah cabang. Perbedaan komponen tanaman hanya dipengaruhi oleh perbedaan varietas kedelai. Varietas Tanggamus menghasilkan keragaan tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, dan jumlah biji lebih banyak tetapi menghasilkan biji lebih kecil sehingga hasil biji per tanaman juga lebih kecil. Dosis kolkisin 20 mg/l merupakan dosis terbaik untuk menginduksi tanaman kedelai poliploid. Hal ini ditunjukkan oleh pertambahan jumlah cabang paling tinggi dibandingkan dengan dosis perlakuan lainnya. Kata kunci: kolkisin, ploidisasi sel, kedelai, varietas
ABSTRACT Performance of two soybean variety at six colchicines concentration. Ideal type of soybean is defined as a abundant biomass plant, more number of pods, and high grain yield always has been a major goal in soybean genotypes improvement program. One of the way in Improvement of soybean genotypes is polyploidy cell. Colchicines is a chemical compound that is commonly used in cell polyploidy program. This study aims to determine the best dose of colchicines is capable of forming a polyploidy plant cell. The experiment was conducted in greenhouse Balitkabi from July to November 2013. The treatment consists of two soybean varieties (Tanggamus and Detam-1) were soaked in six colchicines dosages (0 mg/l, 10 mg/l, 20 mg/l, 30 mg/l, 40 mg/l, and 50 mg/l). Plant components were observed plant height, number of branches, number of nodes, number of pods, number of empty pods, number of seeds, seed size and seed yield per plant. The results showed that the dose of colchicines had no effect on soybean plant components, except the number of branches. Differences crop component is only affected by differences in soybean varieties. The Tanggamus variety produce high variability of plant, number of branches, number of nodes, number of pods, number of empty pods, and number of seeds produce more but the seed size was smaller. Seed yield per plant of both varieties was not differ. The results concluded that colchicine doses of 20 mg/l can induce polyploidy cells were shown in the number of branches in the highest compared to all treatments. Keywords: colchicines, polyploidy cell, soybean, variety
128
Sutrisno dan Kuswantoro: Keragaan Dua Varietas Kedelai pada Enam Konsentrasi Kolkisin
PENDAHULUAN Kedelai tipe ideal yang didefinisikan sebagai tanaman dengan biomassa melimpah, jumlah cabang dan polong isi lebih banyak, ukuran biji lebih besar, dan hasil biji lebih tinggi selalu menjadi tujuan utama dalam program perbaikan varietas tanaman. Upaya memperoleh kedelai tipe ideal telah dilakukan secara konvensional maupun inkonvensional. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam memperoleh kedelai tipe ideal adalah melalui ploidisasi sel. Ploidisasi sel merupakan proses penggandaan kromosom yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah kromosom sel tanaman dua, tiga, atau empat kali lebih banyak dari tanaman awal. Dengan memiliki kromosom ganda, tanaman diharapkan memiliki keragaan lebih besar daripada keragaan tanaman aslinya. Banyak hasil penelitian menemukan bahwa tanaman poliploid memiliki keragaan lebih tinggi, ukuran daun lebih besar, jumlah cabang lebih banyak, dan hasil biji juga lebih banyak daripada tanaman normal (Glowacka et al. 2010, Wiendra et al. 2011, Anggraito 2012). Proses ploidisasi merupakan proses rumit. Tidak semua tanaman yang mengalami ploidisasi dapat memiliki keragaan lebih baik daripada tanaman aslinya. Tanaman poliploid dapat mengalami malformasi, polen steril, kemunduran pertumbuhan tanaman, bahkan mengalami kematian (Mohammadi et al. 2007, Lehrer et al. 2008, Satpute dan Fultambkar 2012). Selain itu perubahan keragaan tanaman dapat bervariasi dalam satu genotipe yang mengalami ploidisasi. Misalnya ketika ukuran tanaman menjadi lebih pendek tetapi panjang ruas batang justru menjadi lebih panjang (Bewal et al. 2009). Penelitian lain menemukan tanaman yang mengalami ploidisasi menghasilkan ukuran tanaman lebih pendek, jumlah buah lebih sedikit tetapi ukuran daun, umur masak dan ukuran biji menjadi lebih besar (Mensah et al. 2007). Adanya fakta berbeda dari keragaan tanaman akibat ploidisasi dapat disimpulkan bahwa pengaruh ploidisasi pada masing-masing tanaman akan berbeda sesuai dengan reaksi gen dan reaksi fisiologis tanaman tersebut. Selain dipengaruhi oleh genotipe tanaman, keberhasilan proses ploidisasi juga dipengaruhi oleh teknik ploidisasi. Teknik ploidisasi biasanya dilakukan dengan cara merendam benih menggunakan senyawa kolkisin dengan dosis dan waktu tertentu. Konsentrasi kolkisin dan lama perendaman menjadi faktor penting dalam keberhasilan ploidisasi. Penetapan dosis kolkisin pada setiap tanaman sangat berbeda karena terkait dengan sifat genetik dan fisiologi masingmasing genotipe. Konsentrasi kolkisin untuk memperoleh tanaman poliploid berkisar antara 0,001–1% dengan lama perendaman 3–24 jam (Suryo 1995). Konsentrasi terbaik untuk menginduksi mutan tanaman Sesame indicum L. adalah kurang dari 0,125% (Mensah et al. 2007). Peneliti lain menemukan bahwa konsentrasi kolkisin 0,2% telah mampu membentuk tanaman kacang hijau mengalami ploidisasi (Haryanti et al. 2009). Timbulnya perbedaaan konsentrasi yang efektif dalam membentuk tanaman poliploid menjadi permasalahan menarik untuk diketahui konsentrasi yang tepat dalam menghasilkan tanaman poliploid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh perbedaan genotipe terhadap aplikasi kolkisin, hubungan antarkomponen hasil tanaman kedelai, dan pengaruh dosis kolkisin terhadap keragaan tanaman kedelai.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
129
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi pada bulan Juli–November 2013. Bahan yang digunakan terdiri atas varietas Tanggamus dan Detam-1, dan senyawa kolkisin murni. Alat yang digunakan antara lain neraca analitik, aquades, gelas ukur, tabung ukur, gelas aqua, media perkecambahan, dan polibag.
Metode Pembuatan Larutan Kolkisin Larutan kolkisin stok dibuat dengan air aquades sebelum digunakan untuk aplikasi pada benih kedelai. Kolkisin ditimbang sebanyak 50 mg kemudian dilarutkan pada air aquades hingga volumenya 500 ml yang digunakan sebagai larutan stok. Larutan stok memiliki konsentrasi 100 mg/l. Larutan stok kemudian dicampur dengan aquades untuk membuat larutan perlakuan. Pada perlakuan 0 mg/l, larutan terbuat dari aquades murni, 10 mg/l = 10 ml stok + 90 ml aquades, 20 mg/l = 20 ml stok + 80 ml aquades, 30 mg/l = 30 ml stok + 70 ml aquades, 40 mg/l = 40 ml stok + 60 ml aquades, dan 50 mg/l = 50 ml stok + 50 ml aquades.
Rancangan Perlakuan Perlakuan terdiri atas dua faktor yaitu varietas kedelai sebagai faktor pertama dan dosis kolkisin sebagai faktor kedua. Varietas kedelai yang digunakan adalah Tanggamus dan Detam-1 sedangkan dosis kolkisin yang diperlakukan adalah 0 mg/l, 10 mg/l, 20 mg/l, 30 mg/l, 40 mg/l, dan 50 mg/l. Jumlah perlakuan terdiri atas 36 perlakuan (3 x 2 x 6). Setiap perlakuan terdiri atas 20 benih yang direndam dalam gelas air mineral. Benih direndam dengan larutan kolkisin sesuai perlakuan. Volume larutan kolkisin pada setiap satuan percobaan sebanyak 5 ml atau sebatas benih kedelai dapat terendam. Benih ditempatkan pada posisi gelap dan direndam selama 2 hari. Setelah 2 hari benih sudah mulai memunculkan epikotil dan kemudian disemai pada bak pasir. Persemaian disiram setiap hari dan setelah berumur 14 hari dilakukan transplanting ke media polibag. Setiap polibag terdiri atas dua tanaman dan setiap satuan percobaan terdiri atas enam tanaman atau tiga polibag.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Perlakuan diterapkan pada rancangan kelompok acak lengkap dengan tiga kelompok. Data dianalisis dengan analisis ragam kemudian dilanjutkan dengan uji pemeringkatan BNT pada taraf nyata 5%. Pengamatan dilakukan pada saat panen. Komponen yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah biji, ukuran biji, dan hasil biji per tanaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa setiap varietas menunjukkan perbedaan pada tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah polong hampa, dan 130
Sutrisno dan Kuswantoro: Keragaan Dua Varietas Kedelai pada Enam Konsentrasi Kolkisin
ukuran biji tetapi tidak menunjukkan perbedaan pada karakter jumlah polong isi, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Perbedaan dosis kolkisin berpengaruh pada pembentukan jumlah cabang tetapi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah buku subur, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah biji tanaman, ukuran biji, dan hasil biji per tanaman. Interaksi antara varietas dengan konsentrasi kolkisin juga tidak berbeda (Tabel 1). Amiri et. al. (2010) menyatakan bahwa pemberian kolkisin mengurangi pertumbuhan tinggi tanaman tetapi meningkatkan pertumbuhan jumlah cabang, bobot kering, dan kandungan klorofil daun. Tabel 1.
Kuadrat tengah analisis ragam keragaan dua varietas kedelai pada enam taraf kolkisin. Balitkabi, November 2013.
Sumber keragaman
dB
Kelompok
2
Tinggi tan
51,2
ns
Jmlh cabangx 0,0
ns
1,5
**
Jmlh buku 2,0
ns
Jmlh polong isix 0,3 ns
Jmlh polong hampaxx 0,0 ns
Jmlh biji/tanx
Bobot 100 biji (g) 1,9 **
1,2
ns
*
17,9
Bobot biji/ tanx (g) 0,2
ns
Varietas Kolkisin
1
1169,7
5
5,0
Interaksi
5
27,7 ns
Error KK
22
21,7
0,0
8,0
0,7
0,0
1,3
0,2
0,1
10,1
8,7
16,0
14,0
13,3
13,6
5,2
16,0
ns
**
0,1 * 0,0
ns
2,3
ns
5,1
ns
0,0
ns
4,2
ns
0,1
ns
0,0
ns
0,2
ns
0,3
ns
0,0
ns
4,2
ns
0,3
ns
0,0
ns
0,6
ns
0,3
ns
0,1
ns
669,6
**
0,2
**
Keterangan : xx : transformasi akar kuadrat 2x; x : transformasi akar kuadrat 1x; * signifikan pada taraf 5%; ** signifikan pada taraf nyata 1%; ns : tidak signifikan.
Keragaan Varietas Varietas Tanggamus memiliki tanaman lebih tinggi, jumlah cabang, jumlah buku subur, dan jumlah polong hampa lebih banyak daripada varietas Detam-1. Varietas Detam-1 menghasilkan ukuran biji lebih besar daripada varietas Tanggamus. Terhadap jumlah polong isi, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per tanaman, kedua varietas memperlihatkan perbedaan tidak nyata (Tabel 2). Perbedaan keragaan antarvarietas disebabkan oleh perbedaan genetik varietas. Perbedaan genetik akan menentukan aktivitas metabolisme dan fisiologi tanaman yang kemudian menentukan fenotipe tanaman. Pada tanaman jagung, tinggi tanaman dikendalikan oleh gen qPH3.1 (Teng, et al. 2013). Pada tanaman padi, tinggi tanaman dikendalikan oleh gen (SPS;EC2.4.1.14) (Ishimaru, et al. 2004). Tinggi tanaman biasanya akan diikuti jumlah cabang dan buku subur yang lebih banyak. Karakter ukuran biji juga dikendalikan oleh faktor genetik. Pada tanaman chickpea (Cicer arietinum L), ukuran biji dikendalikan oleh gen mayor yang diidentifikasi sebagai gen LG 4 (QTL^sub 1^) dan LG 1 (QTL^sub 2^) yang keduanya berperan dalam menentukan ukuran dan bobot biji (Hossain et al. 2010). Gen yang mengendalikan ukuran biji tanaman kedelai berjumlah enam gen yaitu SS-1, SS-2, SS-3, SS-4, QTL SS-5, dan SS-6 dan SS-7) Hyten, et al. 2004). Oleh karena itu, meskipun bobot 100 biji dapat berubah karena modifikasi lingkungan tetapi karakter fenotipe tetap dipengaruhi oleh faktor genetik. Perbedaan keragaan antartanaman karena faktor genetik telah dikemukakan oleh banyak peneliti yang menyatakan bahwa setiap genotipe tanaman memiliki tinggi yang berbeda (Zhe et al. 2010, Kobraee and Shamsi 2011, Cavassim et al. 2013).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
131
Tabel 2. Pemisahan nilai tengah komponen hasil dua varietas kedelai. Varietas
Tinggi tan (cm)
Jmlh cabangx
Jmlh buku
Jmlh polong isix
Jmlh plng hampaxx
Jmlh biji/ tanx
bobot 100 biji (g)
52 a 41 b
2,21 a 1,81 b
22,08 a 13,26 b
6,23 a 5,74 a
1,48 a 1,32 b
8,88 a 8,14 a
7,75 b 9,16 a
Tanggamus Detam-1
Bobot biji/ tanx (g) 2,31 a 2,40 a
Keterangan xx : transformasi balik akar kuadrat 2X; x : transformasi balik akar kuadrat 1x; nilai tengah sejalur yang diikuti oleh huruf yang sama dinyatakan tidak berbeda berdasarkan uji BNT pada taraf nyata 5%.
Pengaruh Kolkisin pada Keragaan Tanaman Pemberian kolkisin pada saat perendaman benih dua varietas kedelai tidak memberikan pengaruh nyata. Tinggi tanaman, jumlah buku subur, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, jumlah biji, bobot 100 biji, dan hasil biji tidak berbeda nyata pada semua konsentrasi yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kolkisin 10–50 mg/l belum bisa mempengaruhi aktivitas pembelahan sel. Sel tanaman tetap tumbuh dan membelah secara normal sehingga pertumbuhan organ tanaman berlangsung normal. Pengaruh nyata konsentrasi kolkisin tampak pada pertambahan jumlah cabang. Jumlah cabang terbanyak 4,95 batang diperoleh pada perlakuan kolkisin 20 mg/l yang kemudian diikuti oleh perlakuan kolkisin 10 mg/l dan tanpa kolkisin. Pemberian kolkisin lebih besar dari 20 mg/l menghasilkan jumlah cabang lebih sedikit. Perlakuan kolkisin paling tinggi menghasilkan jumlah cabang paling sedikit. Tabel 4. Pemisahan nilai tengah komponen hasil varietas kedelai pada enam taraf kolkisin. Dosis Kolkisin (mg/l) 0 10 20 30 40 50
Tinggi tan (cm)
Jmlh cabangx
Jmlh buku
Jmlh polong isix
Jmlh polong hampaxx
Jumlah biji/ tanx
Bobot 100 biji (g)
Bobot biji/tanx (g)
45 a 48 a 47 a 45 a 47 a 47 a
4,12 ab 4,33 ab 4,95 a 3,92 bc 3,84 bc 3,23 c
17,21 a 18,71 a 18,50 a 17,93 a 16,85 a 16,80 a
33,93 a 35,56 a 38,80 a 37,07 a 34,82 a 34,88 a
3,73 a 4,92 a 4,15 a 4,19 a 3,01 a 3,20 a
67,36 a 71,94 a 73,82 a 75,51 a 75,10 a 70,96 a
8,82 a 8,41 a 8,57 a 8,40 a 8,37 a 8,18 a
5,63 a 5,91 a 5,84 a 5,67 a 5,23 a 5,06 a
Keterangan: xx : transformasi balik akar kuadrat 2x; x : transformasi balik akar kuadrat 1x; nilai tengah selajur yang diikuti huruf sama dinyatakan tidak berbeda berdasarkan uji BNT pada taraf nyata 5%.
Timbulnya pengaruh kolkisin terhadap pertambahan jumlah cabang menunjukkan bahwa konsentrasi kolkisin pada taraf 20 mg/l mampu mendorong tanaman untuk menginduksi dan memacu tunas tumbuh lebih banyak. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Haryanti et al. (2009) yang menyatakan bahwa dosis kolkisin 0,20% mempengaruhi pertumbuhan sel tanaman kacang hijau. Tanaman mengalami peningkatan aktivitas metabolisme yang memacu pertumbuhan cabang lebih banyak dibanding dosis yang lebih rendah. Pada dosis yang semakin meningkat, pemberian kolkisin menyebabkan aktivitas metabolisme tanaman menjadi terhambat bahkan menurun dan stagnan. Akibatnya, induksi jumlah cabang terhenti bahkan mengalami penurunan, penghambatan pertumbuhan cabang atau kematian cabang. Pertambahan jumlah cabang pada kedua varietas menunjukkan bahwa aplikasi kolkisin kemungkinan mempengaruhi aktivitas gen yang memacu aktivitas hormon seperti giberelin (Elfvinga et al. 2011), sitokinin, atau menghambat 132
Sutrisno dan Kuswantoro: Keragaan Dua Varietas Kedelai pada Enam Konsentrasi Kolkisin
produksi auksin (Ongaro and Leyser 2008). Hasil penelitian lain menyatakan bahwa aplikasi kolkisin dapat memacu induksi tunas dan pertumbuhan tunas tanaman Colophospermum mopane (Rubuluza et al. 2007), serta memacu pertumbuhan jumlah cabang tanaman tomat (Adelanwa et al. 2011).
KESIMPULAN 1. Keragaan varietas Tanggamus lebih baik daripada varietas Detam-1, kecuali pada komponen ukuran biji. 2. Aplikasi kolkisin pada varietas Tanggamus dan Detam-1 meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui peningkatan jumlah cabang tanaman, tetapi tidak meningkatkan tinggi tanaman, jumlah polong, jumlah biji, ukuran biji, dan hasil biji. 3. Dosis kolkisin terbaik untuk ploidisasi sel tanaman kedelai adalah 20 mg/l.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Prof. Dr. I Wayan Rusastra yang telah membimbing penulisan karya tulis ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA Adelanwa, M. A., M. L. Habeeb, E. B. Adelanwa. 2011. Morphological Studies of The Effect of Colchicine and Paradichlorobenzene on Tomato (Lycopersicon esculentum). J. of Environmental Issues and Agriculture in Developing Countries 3(2): 122–127 Amiri, S., S. K. Kazemitabaar, G. Ranjbar, and M. Azadbakht. 2010. The Effect of Trifluralin and Colchicine Treatments on Morphological Characteristics of Jimsonweed (Datura stramonium L.). Trakia J. of Sci. 8(4): 47–61. Anggraito, Y. U. 2012. Identifikasi Berat, Diameter, dan Tebal Daging Buah Melon (Cucumis melo, L.) Kultivar Action 434 Tetraploid Akibat Perlakuan Kolkisin. Berkala Penelitian Hayati. J. of Biological Res. 10(1): 37–42 Bewal, S., J. Purohit, A. Kumar, R. Khedasana, S.R. Rao. 2009. Cytogenetical Investigations in Colchicine-induced. Czech J. Genet. Plant Breed 45(4): 143–154. Cavassim, J. E., J. C. B. Filho, L.F. Alliprandini, R.A. de Oliveira, E. Daros, E.P. Guerra. 2013. Stability of Soybean Genotypes and Their Classification into Relative Maturity Groups in Brazil. Am. J. of Plant Sci. 4(11): 2060–2069. Elfvinga, D.C., D.B. Visser, J.L. Henry. 2011. Gibberellins Stimulate Lateral Branch Development in Young Sweet Cherry Trees in the Orchard. Internat. J. of Fruit Sc. 11(1): 41–54. Głowacka, K., S. Jezowski, Z. Kaczmarek. 2010. In Vitro Induction of Polyploidy by Colchicine Treatment of Shoots and Preliminary Characterisation of Induced Polyploids in Two Miscanthus species. Industrial Crops and Products 32: 88–96. Haryanti, S., R.B. Hastuti, N. Setiari, A. Banowo. 2009. Pengaruh Kolkisin terhadap Pertumbuhan, Ukuran Sel Metafase dan Kandungan Protein Biji Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata (L) Wilczek). Jurnal Penelitian Sains & Tek. 10(2): 112–120. Hossain, S., R. Ford, D. McNeil, C. Pittock, J. F. Panozzo. 2010. Inheritance of Seed Size in Chickpea (Cicer arietinum L.) and Identification of QTL Based on 100-Seed Weight and Seed Size Index. Australian J. of Crop Science 4(2): 126–135. Hyten, D. L., V. R. Pantalone, , C. E. Sams, A. M. Saxton, D. Landau-Ellis, T. R. Stefaniak, M. E. Schmidt, . 2004. Seed Quality QTL in a Prominent Soybean Population. TAG.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2014
133
Theoretical and Applied Genetics. Theoretische Und Angewandte Genetik 109(3): 552– 561. Ishimaru, K., K. Ono, T. Kashiwagi. 2004. Identification of a New Gene Controlling Plant Height in Rice Using the Candidate-gene Strategy. Planta 218(3): 388–395. Kobraee, S. and K. Shamsi 2011. Evaluation of Soybean Yield Under Drought Stress by Path Analysis. Australian Journal of Basic and Applied Sciences 5(10): 890–895. Lehrer, J. M., M. H. Brand, J.D. Lubell. 2008. Induction of Tetraploidy in Meristematically Active Seeds of Japanese Barberry (Berberis thunbergii var. atropurpurea) Through exposure to colchicines and oryzalin. Scientia Horticulturae 119: 67–71. Mensah, J., B. Obadoni, P.A Akomeah. 2007. The Effects of Sodium Azide and Colchicine Treatments on Morphological and Yield Traits of Sesame Seed (Sesame indicum L.). African J. of Biotechnology 6(5). Mohammadi, P. P., A. Moieni, M.J. Javaran. 2007. Colchicine Induced Embryogenesis and Doubled Haploid Production in Maize (Zea mays L.) Anther Culture. Iranian J. of Biotechnology 5(3): 140–146. Ongaro, V. and O. Leyser (2008). Transport of Plant Growth Regulators Special Issue. J. of Experimental Botany 59(1): 67–74 Rubuluza, T., R. V. Nikolova, M. T. Smith, K.Hannweg. 2007. In vitro induction of tetraploids in Colophospermum mopane by colchicine. South African J. of Botany 73(2): 259–261. Satpute, R. A. dan R. V. Fultambkar 2012. Effect of Mutagenesis on Germination, Survival and Pollen Sterility in M1 Generation of Soybean [Glycine max (L.) Merill]. International J. of Recent Trends in Science And Technology 2(3): 30–32. Suryo. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Teng, F., L. Zhai, R. Liu, W. Bai, L. Wang, D. Huo, Y. Tao, Y. Zheng, Z. Zhang. 2013. ZmGA3ox2, a Candidate Gene for a Major QTL, qPH3.1, for Plant Height in Maize. The Plant Journal: For Cell and Molecular Biology 73(3): 405–416. Wiendra, N. M. S., M. Pharmawati, NPA. Astiti. 2011. The Induction of Polyploidy in Impatiens balsamina by Colchicine with Different Period of Immersion. Jurnal Biologi 15(1): 9–14. Zhe, Y., J. G. Lauer, R. Borges, N. de Leon. 2010. Effects of Genotype × Environment Interaction on Agronomic Traits in Soybean. Crop Science 50(2): 696–702.
DISKUSI Pertanyaan: Tinuk Sri Wahyuni (Balitkabi): Bagaimana proses perlakuan benih? Jawaban: Benih direndam kolkisin selama 8 jam, ditanam di media pasir, setelah satu minggu ditanam di pot.
134
Sutrisno dan Kuswantoro: Keragaan Dua Varietas Kedelai pada Enam Konsentrasi Kolkisin