HOSPITOUR
Volume I No. I - April 2010
Pemulihan Layanan Pada Perusahaan Jasa Oleh: Tonny Hendratono Abstract Although many service firms delivered services to their customers, however the possibility ofservice failures cannot by wholly eliminated because of the variety of factors that may impact on the delivery service process. Indeed some would see service recovery and complaint handling as a critical moment oftruth for service failures in the service firms' effort to satisfY and keep their customers.
Keywords: service, service recovery, service firm Pendabuluan
Industri jasa merupakan sektor yang paling besar mengalami perubahan (Lovelock, 2004). Akibat dari perubahan tersebut, persaingan pada industri jasa semakin ketat, haJ ini menyebabkan perusahaan berusaha terus memperbaiki dan meningkatkan kualitas layanan untuk menciptakan kepuasan pelanggan dan mempertahankan loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan telah menjadi isu penting, dan banyak perusahaan menginvestasikan sumber daya yang dimiliki dalam upaya mempertahankan loyalitas pelanggan.
Mempertahankan pelanggan yang sudah
ada merupakan upaya strategis dibanding mencari pelanggan baru (Anderson dan Fomet,"1994). Pelanggan loyal memiliki kepekaan relatifkecil terhadap perubahan harga dan menguraI1gi biaya pemasaran (Sharp dan Sharp, I997). Sebaik apapun perusahaan memberikan layanan kepada pelanggan, namun tindakan perusahaan tidal< selalu sukses dalam memberikan layanan. Kegagalan layanan bisa terjadi pada saat moment of truth yaitu suatu titik saat penyerahan layanan dari perusahaan kepada pelanggan. Tjiptono (2007) mengemukakan faktor utama penyebab kegagalan layanan bersifat inherent dalam service encounter adalah karakteristik unik jasa layanan yang membedakan dari barang fisik karena sifat
intangible, perbandingan antara persepsi dengan harapan oleh pelanggan menjadi proses evaluasi sangat subyektif. Berkaitan dengan heteroginitas, dalam proses penyampaian layanan terdapat berbagai variasi dan akibatnya, tidak semua service
encounter sama. Sifatperishabilitymenyebabkan penawaran dan permintaan layanan sulit diselaraskan. Implikasinya, pelanggan sulit mengalami penundaan layanan dari waktu ke waktu. Sementara itu, ada kalanya karyawan kehilangan kesabarannya 127
Pentingnya Pemulihan Layanan Pada Perusahaan Jasa
dalam usahanya memenuhi begitu banyaknya tuntutan pelanggan yang tidak sabar dan panik. Selain itu, karakteristik inseparability menempatkan penyedia layanan interaksi langsung dengan pelanggan. Interaksi langsung dan panisipasi pelanggan dalam proses produksi layanan dapat menimbulkan berbagai masalah terutama menyangkut kualitas layanan. Bilamana perusahaan bersikap menerima kegagalan layanan tersebut sebagai bagian dari kehidupan perusahaan, maka perusahaan tersebut berada pada ujung kehancuran. Tindakan pelanggan yang tidak puas terhadap kegagalan layanan dapat berupa tindakan komplain, penyampaian word of mouth negatif, sampai beralih ke pesaing. Oleh karena itu, jika terjadi kegagalan layanan, maka tidak ada alternatif lain bagi perusahaan, yakni melakukan pemulihan layanan (service recovery) sebagai upaya mempertahankan kepuasan pelanggan dan menciptakan loyalitas pelanggan. Pemulihan Layanan dan Pembahasan
Kontak layanan (service encounter) didefinisikan sebagai hubungan antara karyawan perusahaan dengan pelanggan, sebuah moment of truth yang memuaskan atau justru membawa ketidakpuasan pada pelanggan. Beberapa studi awal bersifat empiris telah mengembangkan beberapa model teori mengenai kegagalan layanan dan pemulihan layanan, yang dihubun~kan dengan keadilan distribusi dan prosedur. Smith (1998) kemudian mengembangkan model teoritis mengenai kegagalan layanan dan pemulihan layanan dengan menambahkan komponen keadilan interaksi. Pelanggan mengevaluasi penyampaian layanan dengall persepsi subyektif, emosional dan tidak dapal' dilihat dan dirasa (intangible). Berbagai peristiwa pemenuhan harapan dan lanpa pemenuhan harapan yang terjadi selama satu kali kontak layanan menghasilkan satu persepsi mengenai keseluruhan kontak (Zeithaml et af., 1990). Layanan sukses didefinisikan sebagai kontak layanan yang memuaskan, yang mencakup usaha pemulihan layanan secara proaktif dan reaktif. Sebuah pemulihan layanan proaktif adalah ketika sebuah kontak layanan sukses terjadi setelah sebuah kegagalan layanan terjadi, kemudian mendorong penyedia layanan melakukan usaha pemulihan. Pemulihan layanan reaktif ketika pelanggan mengajukan keluhan, dan penyedia layanan kemudian melakukan pemulihan berdasarkan kegagalan tersebut (Smith, 1998). Zemke dan Bell (1990) mendefinisikan pemulihan layanan sebagai memperbaiki apa yang salah. Pemulihan layanan positif membuat kegagalan yang 128
HOSPITOUR Volume I No. I - April 20 I0 terjadi di awal menjadi tidak lagi signifikan dalam persepsi pelanggan. Pemulihan layanan yang berhasil memiliki efek memuaskan yang luar biasa pada persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan. Namun terdapat juga par;doks pemulihan layanan yangmenunjukkan pemulihan layanan dapatmembangun loyalitas pelanggan dengan lebih cepat ketimbang layanan tanpa kegagalan sama sekali. Spreng, Harrel dan MacKoy (1996) mengidentifikasikan tiga alasan mengapa pemulihan layanan sukses dapat membatalkan dampak kegagalan layanan, yaitu: I. Pelanggan mulai percaya bahwa bisnis layanan tersebut adil berdasarkan pada komunikasi yang terjadi antara pelanggan dengan penyedia layanan. 2. Pemulihan sukses sehingga membersihkan ingatan terhadap kagagalan layanan. 3. Komunikasi antara pelanggan dengan penyedia layanan menciptakan pengertian terhadap persepsi pelanggan, sehingga pelanggan menghubungkan kegagalan tersebut dengan keadaan-keadaan yang meringankan. Tingkat kepuasan diperoleh dari sebuah pemulihan layanan ditentukan oleh penilaian pelanggan terhadap usaha pemulihan (Bitner, 1990; Bitner el aI., 1990; Bitner dan Hubbert, 1994). Penilaian tersebut sangat subjektif, emosional dan bergantung pada persepsi pelanggan. Menurut Smith (1998), ada beberapa persepsi penilaian pemulihan layanan sebagai berikut: (I) kegagalan lazim; (2) kegagalan mudah diingat; dan (3) kegagalan mengarah pada kerusakan. Berbagai peristiwa kegagalan layanan terjadi di rumah sakit, hotel, restoran, bank, bengkel, perusahaan kartu kredit, dan berbagai bisnis industri layanan lainnya. Penilaian pelanggan terhadap kontak layanan tidak memuaskan, dan tidak ada keluhan yang disampaikan, serta tidak ada usaha pemulihan yang dilakukan, maka terjadilah sebuah kegagalan yang tidak teratasi (Smith dan Bolton, 1998). Banyak sekali pelanggan berekasi terhadap kontak layanan yang tidak memuaskan dengan cara menyampaikan informasi negatif, perubahan perilaku terhadap perusahaan, dan kehilangan kepercayaan serta komitmen pada perusahaan penyedia layanan. Berbagai reaksi menandai ketidakpuasan yang dapat menghilangkan loyalitas pelanggan. Pada akhimya, pelanggan dapat mengakhiri hubungan dengan perusahaan penyedia layanan (Smith, Bolton dan Wagner, 1999). T~rdapat
berbagai alasan mengapa perusahaan tidak memperbaiki
kegaga1an layanannya. Perusahaan mungkin tidak menyadari adanya kegagalan layanan (tidak ada keluhan, dan tidak ada pemberitahuan), perusahaan memilih untuk 129
Pentingnya Pemulihan Layanan Pada Perusahaan Jasa
mengabaikan kegagalan layanan, atau usaha perusahaan tetap gagal memuaskan pelanggan. Perusahaan bisa jadi mengabaikan sebuah keluhan bila perusahaan tidak merasa bertanggungjawab terhadap kegagalan tersebut, ketika /lerusahaan merasa pelanggan bertanggungjawab terhadap kegagalan layanan, atau ketika perusahaan tersebut menyadari perusahaan tidak memperbaiki kegagalan layanan tersebut. Respon perusahaan terhadap kegagalan layanan dapat lebih mengesalkan pelanggan ketimbang kegagalan itu sendiri (Bitner, 1990). Beberapa penelitian mengenai kontak layanan juga setuju dengan pemyataan bahwa mayoritas kegagalan layanan terjadi karena perilaku dan sikap karyawan perusahaan layanan (Bitner, 1990). Bitner (1990) menunjukkan 43% dari pelanggan tidak puas akan tetap tidak puas terhadap kegagalan layanan karena respon negatif karyawan. Pelanggan menggambarkan perilaku buruk tersebut dengan istilah-istilah, antara lain: tidak memberikan perhatian, tidak sopan, tidak memberikan respon dan tidak memiliki pengetahuan (Keaveney, 1995). Beberapa penelitian mengenai kegagalan layanan dan pemulihan layanan dilakukan dengan memanfaatkan pelanggan yang menyampaikan keluhan dan perusahaan yang melakukan pemulihan proaktif (Smith, 1998). Studi tersebut melewatkan kelompok besar pelanggan yang tidak puas, yaitu pelanggan tidak puas yang tidak menyampaikan keluhan kepada perusahaan, dan kemudian menciptakan (Heskett, efek gunung es yang menjadi ancamim . bagi perusahaan di masa depan . Sasser dan Schlesinger, 1997). Pemulihan layanan yang gagal adalah pelanggan tidak mendapatkan kepuasan terhadap usaha pemulihan layanan sebelumnya terjalin kegagalan. Ini terjadi karena usaha pemulihan layanan proaktif dan reaktif mengaJami kegagalan (Smith, 1998). Pelanggan yang tidak puas dapat menyampaikan keluhan yang memicu terjadinya pemlllihan layanan. reaktif karena mengalami kegagalan. Pengetahuan yang dimiliki perusahaan mengenai kegagalan layanan, diikuti dengan respon tidak semestinya, misalnya deviasi ganda terhadap harapan pelanggan (Bitner et al., 1990), semakin mengurangi persepsi pelanggan terhadap k\lalitas layanan dan menghasilkan ketidakpuasan lebih buruk dari yang ditimbulkan oleh kegagalan layanan pertama (Bitner, Booms dan Mohr, 1994). Respon terhadap keadilan interaksi, distribusi, dan prosedur sangat penting untuk mencegah terjadinya kegagaJan dalam pemulihan layanan dan deviasi ganda (Smith, J998).
130
HOSPITOUR
Volume I No. I - April 201 0
Keaveney ( I998)menemukan kegagalan layanan ataukegagalan pemulihan layanan menyebabkan hilangnya enam dari sepuluh pelanggan. Pe~anggan yang tidak puas meninggalkan perusahaan, atau berpindah ke perusahaan lain yang memberikan layanan sarna. Metode pemulihan layanan dilakukan tidaklah sepenting respon staf perusahaan untuk belajar mengenai kegagalan layanan. Penelitian Keaveney (1998), 17% pelanggan melaporkan pelanggan berpindah ke penyedia layanan lain karena buruknya respon staf perusahaan terhadap kegagalan layanan. Keaveney (1998) mengelompokkan respon ke dalam beberapa kategori, yaitu: I) respon menunjukkan keengganan; 2) respon gagal; dan 3) respon negatif. Dalam penelitian yang sarna, lebih 7% pelanggan melaporkan pelanggan pindah ke penyedia layanan lain karena perilaku tidak etis dari staf penyedia layanan sebelumnya, termasuk tidak jujUI', mengancam, praktik-praktik berbahaya dan konflik kepentingan. Banyak peristiwa perpindahan ini terjadi karena ketidakadilan interaksi. Kegagalan layanan dan pemulihan layanan berperan penting untuk menentukan kualitas layanan pelayanan dan kepuasan pelanggan (Smith, 1998). Banyak penelitian mengenai pemasaran layanan membahas tentang kegagalan dan pemulihan layanan dengan cara bersifat anekdot; penelitian tersebut menyarankan beberapa hal yang perlu dilakukan untuk memperbaiki sebuah kegagalan layanan tertentu. Tindakan yang disarankan tersebut antara lain: meminta maaf, mendengarkan, memberikan solusi dengan cepat, berjanji tidak akan mengulangi kesalahan tersebut, menjaga janji, dan menindaklanjuti (Zemke dan Bell, 1990). Penelitian bersifat anekdot ini membantu mengungkapkan keluhan pada pihak manajemen dan menyoroti betapa pentingnya keluhan tersebut (Kelley dan Davis, 1994). Beberapa peneliti (Bitner el al., 1990, 1994; Hoffman el al., 1995; Kelley el al., 1993) mengelompokkan kegagalan layanan dan pemulihan layanan dengan
menggunakan teknik insiden kritis hasil penelitian Flanagan (1954). ·Bitner el al., (1990) mengelompokkan kontak pelayanan di bandara ke dalam tiga jenis perilaku, yaitu: I. Respon karyawan terhadap kegagalan sistem penyampaian layanan; 2. Respon karyawan terhadap kebutuhan dan permintaan pelanggan, termasuk pengelompokan lebih jauh terhadap permintaan khusus dan kesalahan pelanggan yang diakui; dan
131
Pentingnya Pemul)han Layanan Pada Perusahaan Jasa 3. Tindakan karyawan yang tidak segera dan kurang berusaha, yang dikelompokkan lebihjauh ke dalam kelompok salah perintah, tindakan mengutil, mempermalukan yang dilakukan oleh karyawan, dan gagal memberikan perhat1an. Gremler dan Bitner (1992) mendukung tiga kelompok perilaku ini di seluruh jenis industri layanan. Bitner (1990) menggunakan teknik insiden kritis di restoran, hotel, dan industri layanan maskapai penerbangan. Bitner (1990) mengidentifikasikan beberapa pemulihan yang disukai dan tidak disukai (tindakan memuaskan atau tidak memuaskan) dan penyebabnya. Hasil identifikasi ini menyarankan pengenalan terhadap kegagalan layanan, meminta maaf, menjelaskan kegagalan yang terjadi, lalu memberikan penawaran berupa barang sebagai solusi yang dapat diterima, sehingga pada akhirnya terjadilah pemulihan layanan. Hoffman el aI., (1995) menegaskan penawaran dengan keadilan distribusi seperti makanan gratis, voucher hadiah dan pemotongan harga sangat penting dalam pemulihan layanan di restoran. Kelley el aI., (1993) lebih jauh mengembangkan klasifikasi Bitner (1990) dalam dunia eceran (relail) dengan mengidentifikasikan adanya kelompok lebih kecil dalam ketiga jenis perilaku utama yang disebutkan sebelumnya. Kelompok kecil tersebut meliputi kegagalan kebijakan, layanan lambat atau tidak tersedia, kegagalan sistem penetapan harga, kesalahan pengemasan, kehabisan persediaan, kerusakan produk, kekacauan, perubahan dan perbaikan, informasi buruk. Kelley el al.. (1993) mengelompokkan pemulihan layanan yang dapat diterima, yaitu pemotongan harga koreksi, intervensi manajer atau staf perusahaan, penambahan koreksi, penukaran, permintaan maaf, dan pengembalian uang. Kelley el al., (1993) mengelompokkan pemulihan layanan yang tidak dapat diterima menjadi koreksi yang dipicu pelanggan, misalnya pemulihan reaktif, kredit toko, koreksi yang tidak memuaskan, bertambahnya kegagalan (deviasi ganda), dan tidak ada tindakan dari staf layanan. Hoffman el al., (1995) menawarkan sebuah tipologi kegagalan dan pemulihan spesifik untuk restoran. Hoffman el al., (1995) menggunakan tiga kelompok utama yang disebutkan Bitner (1990), dan kelompok kecH yang sedikit berbeda berdasarkan kekhususan restoran. Produk.rusak, layanan lambat dan tidak tersedia, masalah fasilitas, kebijakan tidak jelas, dan kondisi kehabisan persediaan merupakan kegagalan umum terjadi dalam kelompok perilaku pertama. Makanan 132
HOSPlTOUR Volume I No. I - April 2010 tidak matang sesuai pesanan, dan pennintaan tidak dipenuhi saat makanan diantar merupakan kegagalan yang dilaporkan terjadi pada kelompo~ perilaku kedua. Kelompok perilaku ketiga meliputi perilaku staf perusahaan yang tidak pantas, pesanan makanan salah, pesanan hilang, dan pesanan salah harga. Hoffman dan Kelly (2000) mengelompokkan strategi pemulihan layanan menjadi sebagai berikut: pemberian makanan seeara gratis, pemotongan harga, pemberian kupon, intervensi manajemen, menukar makanan, koreksi terhadap kegagalan layanan, dan pennintaan maaf. Hoffman et aI., (1995) menemukan kegagalan penyedia layanan untuk memberikan respon merupakan hal yang tidak dapat diterima pelanggan, dan mengarah kepada ketidakpuasan serta membuka peluang untuk ditinggalkan pelanggan. Meskipun pemulihan biasanya sulit dilakukan pada beberapa kasus kegagalan fasilitas dan perilaku karyawan tidak sepantasnya, namun Hoffman et
ai, (1995) menegaskan pemulihan dapat dilakukan sebagian besar kegagalan tanpa memperdulikan jenis dan seberapa besar kegagalan layanan tersebut. Penelitian mengenai kegagalan layanan dan pemulihan menegaskan dampak pemulihan layanan pada kepuasan' pelanggan, komunikasi dari mulut ke mulut, dan niat untuk kembali membeli (Bitner, 1990; Keaveney, 1995; Spreng et al., 1996). Bitner (1990) menggunakan kualitas layanan dan keeepatan layanan mendemonstrasikan pentingnya pentingnya persepsi pelanggan terhadap usaha pemulihan layanan yang dilakukan untuk mendapatkan kembali kepuasan pelanggan. Bitner (1990) menemukan pelanggan menghubungkan kepuasan lebih tinggi terhadap kontak layanan dengan penyedia layanan yang menawarkan respon sistematis terhadap kegagalan layanan. Zeithaml et al. (1990) menegaskan adanya hubungan positif antara kualitas layanan dan pemulihan layanan. Kegagalan layanan dan pemulihan berhubungan dengan proses (keadilan prosedur), hasil akhir (keadilan distribusi), interaksi (keadilan interaksi), dan efek ditimbulkan pada hasil akhir pemulihan layanan. Goodwin dan Ross (1992) melaporkan efek yang ditimbulkan antara proses dan hasil akhir pemulihan layanan. Penelitian Goodwin dan Ross (1992) menggambarkan rerangka kerja keadilan di empat jenis bisnis layanan yang berbeda. Goodwin dan Ross (1992) memanipulasi hasil akhir pemulihan layanan menjadi yang diinginkan dan yang tidak diinginkan, dan memanipulasi prosesnya dengan melibatkan permintaan maaf perusahaan penyedia layanan dan menetapkan pennintaan maafdisampaikan dengan suara keras (lantang, tanpa pertimbangan, kasar, sikap bennusuhan, kasar), atau dengan suara 133
Pentingnya Pemulihan Layanan Pada Perusahaan Jasa pelan (lembut, baik, sopan, penuh pertimbangan). Hasil penelitian ini menegaskan pentingnya meminta maaf dengan cara sopan ketika sedang melakukan usaha memulihkan kegagalan layanan. Staf perusahaan yang dengan tulu~ berusaha untuk memperbaiki kegagalan layanan, baik akhimya berhasil atau tidak, pasti mendapatkan kepuasan lebih tinggi dibanding karyawan yang tidak berusaha memecahkan masalah pelanggan, atau staf perusahaan mencoba memecahkan masalah pelanggan dengan cara yang tidak dapat diterima. Penelitian menunjukkan proses dan hasil pemulihan bervariasi tergantung padajenis dan sifat layanan. Beberapa hasil penelitian merupakan penentu lebih kuat dalam bidang bisnis layanan bengkel. Beberapa penelitian lain mengenai kegagalan layanan dan pemulihan layanan berdasarkan tipe (hasil dan proses), tingkat kritis, dan kekuatan (Smith, 1998). Hal ini menunjukkan dampak usaha staf perusahaan terhadap kepuasan pelanggan pada saat terjadinya pemulihan layanan. Simpulan
Kegagalan perusahaan penyedia jasa layanan memahami karakteristik layanan bersifat intangible, perishability, inseparability dan heterogenity merupakan faktor penyebab terjadinya kegagalan layanan. Pelanggan bereaksi bilamana terjadi kegagalan dalam kontak layanan dengan perusahaan. Ketidakpuasan yang dialami pelanggan menuai berbagai reaksi seperti menyampaikan keluhan, hilangnya kepercayaan, komitmen, dan Word ofMouth negatifserta dapat mengakhiri hubungan dengan perusahaan, atau bersikap tidak loyal terhadap perusahaan. Oleh karena itu, tidak ada altefuatif lain, perusahaan harus memberikan respon sedini mungkin bilamana terjadi kegagalan dalam layanan. Dengan kata lain, melakukan pemulihan layanan terhadap kegagalan layanan yang dialami pelanggan. Respon cepat dan tepat dalam pemulihan layanan, menciptakan kepuasan pelanggan kembali, bahkan upaya pemulihan layanan digunakan sebagai landasan strategi dalam encounter satisfaction, di mana pemulihan layanan dapat mengubah kegagalan layanan menjadi sebuah kontak layanan yang menyenangkan, serta menciptakan secondary satisfaction bagi pelanggan. Secondary satisfaction yang terjadi dapat menumbuhkan loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Beberapa penelitian menunjukkan tingkat kepuasan pelanggan tinggi menjadi determinan bagi terciptanya loyalitas pelanggan. Manfaat loyalitas pelanggan bagi preusan: (I) diperolehnya peningkatan penjualan; (2) mengurangi 134
HosPITOUR Volume I No. I - April 20 I0 bi"aya operasi; (3) mendapatkan Word of Mouth positif; dan (4) dapat menetapkan harga prem iurn. Dengan demikian, maka pemulihan layanan merupakan tindakan penting pada perusahaan jasa, dan tulisan ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian lanjutan dalam upaya melakukan pemulihan kegagalan layanan serta mempertahankan loyalitas pelanggan. Daftar Pustaka
Anderson, Fornell dan R. R. Lehman.(1994). Customer satisfaction, Market Share, and Profitability L.: Finding from Sweden. Journal ofMarketing, Vol. 58, No 1. Bitner, M. J. and Hubbert, A. R. (1994). Encounter Satisfaction versus Overall Satisfaction versus Quality: The Customer S voice. In Rust, R. and Oliver, R. L. (eds), Service Quality: New Directions in Theory and Practices. Thousand Oaks, CA: Sage Publicati.ons, pp. 72-94. Bitner, M. J. (1990). Evaluating Service Encounter: The Effect of physical Surrounding and Employee Responses. Journal of Marketing, Vol. 54, No.4. Bitner, M. J., Booms, B. H. and Tetreault. (1990). The Service Encounter: Diagnosing Favorable and Unfavorable Incidents. Journal of Marketing. Vol. 54, No.1 (January), pp.71-84. Goodwin, C. and Ross, I. (1989). Salient dimensions of perceived fairness in resolution of service complaint. Journal of Business Research, Vol. 25, pp. 149-163. Gremler, Dwayne D. and Bitner, Mary Jo. (1992). Classifying Service Encounter Satisfaction Across Industries. American Marketing Association, 111-18. Heskett, J. L., W. E. Sassaer, Jr. and C. W. L. Hart. (1990). Service Breakthrough: Changing the rules of the game. Heskett, J. L., W. E. Sasser, Jr., and L. A. Schlesinger (1997). The Service Profit Chain. Hoffman, K. D. and S. W. Kelley. (2000). Perceive Justice needs and Recovery Evaluation: A Contingency Approach. European Journal ofMarketing, Vol. 34.
135
Pentingnya Pemulihan Layanan Pada Perusahaan Jasa
Keaveney, S. M. (1995). Customer Switching Behaviour in Service Industries: An Explanotary Study. Journal ofMarketing, Vo1.59. Lovelock (2004). Service Marketing: People, Technology, Strategy: Prentice Hall. Mittal, B. and J. N. Shet. (2010). Value Space: Winning the battle for the market leadership, lessons from the world most admired company.McGraw-HilI. Kelley, S., Hoffman, D., and Davis (1993). A Typology of retail failures and recoveries. Journal ofRetailing, 69. Price, L. L., Arnould, E. J. and Tierney, P. (1995). Going to extremes: managing service encounters and assessing provider performance. Journal of Marketing, 59, 83-97. Sharp, B. dan Sharp, A. (1997). Loyalty Programs and their impact on repeat purchase loyalty patterns. International Journal ofResearch in Marketing. Vol. 14(5) Smith, J. B. (1998). Buyer-Seller Relationship: similarity, relationship management, and quality. Psychology & Marketing. 15(1). Smith A.K. and Bolton, R. N. (1998). An Experimental investigation of customer reactions to service failure· and recovery encounter: paradox or peril? Journal ofService Research, 1 (August), 65-81. Spreng, R. A., MacKenzie, S. B. and Olshavsky, R. W. (1996). A Reexamination of the Determinants ofConsumer Satisfaction. Journal ofMarketing. Vol. 60, No.3 (July), pp. 15-32. Tjiptono, F. (2007). Pemasaran Jasa. Bayumedia Publising.Cetakan ketiga. Zemke, R and Bell, C. (1990). Service Recovery: Doing it right the second time. Training. Vol. 27, pp. 42-8. Zeithaml, V. A., Berry, L. L. and Parasuraman, A. (1990). Delivering Quality Service. New York: The Free Press.
136