BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Perusahaan Jasa Migas merupakan kegiatan usaha jasa layanan di bidang energi minyak dan gas bumi, dalam Kegiatan Usaha Hulu untuk penanganan pekerjaan bangunan atau konstruksi atau wujud fisik lainnya dan pekerjaan lainnya dalam menunjang kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Dalam aktivitas operasional pekerjaan yang dilakukan perusahaan jasa migas sangat bergantung dengan kondisi alam dan lingkungan kerja serta perilaku sosial masyarakat yang berbeda-beda di suatu daerah tempat lokasi pekerjaan, hal tersebut menjadi tolak ukur lamanya waktu yang diperkirakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Oleh karena itu sangat perlu dan penting sekali untuk memperhatikan keselamatan pekerja serta memperhitungkan resiko-resiko kerugian ataupun beban yang akan timbul di luar dari aktivitas operasional normal pekerjaan.
1
2
Hal tersebut menjadi sangat perlu diperhatikan oleh perusahaan karena sesuai dengan peraturan Pedoman Tata Kerja BPMIGAS No.:007 Revisi2/PTK/I/2011, didalam pembahasan bagian sanksi atas pelanggaran dibagi menjadi 3 Kategori, yaitu kategori kuning, merah dan hitam. Kategori hitam adalah pelanggaran terberat, di butir kedelapan dinyatakan bahwa “Dalam pelaksanaan pekerjaan mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian pekerja Penyedia Barang/Jasa maupun orang lain, sebagai akibat kelalaian
pekerja
sendiri
ataupun
kelalaian
perusahaan
Penyedia
Barang/Jasa”. Sehingga memberikan dorongan kepada perusahaan menjadi sangat peduli untuk memperhatikan keselamatan nyawa pekerja dan penilaian resiko saat melakukan pekerjaan serta kondisi lingkungan kerja.
Regulasi tersebut mungkin menjadi suatu fenomena permasalahan di beberapa perusahaan
pertambangan, karena setelah diberlakukannya
peraturan tersebut dibeberapa perusahaan dengan data laporan keuangan tahun 2011 sampai dengan 2013 mengalami kerugian hingga puluhan miliar lebih, diantaranya terlihat pada Laporan Laba Rugi Komprehensif Emiten BORN, BRAU, BUMI, BYAN, CKRA, DOID dan ELSA.
3
Sumber: Lampiran 10
Gambar 1.1 Fenomena Laporan Laba rugi Komprehensif Emiten Tahun 2011 – 2013 Di dalam buku (Ankarath, Mehta, Ghosh, Alkafaji 2010) hasil terjemahan tentang Memahami IFRS (International Financial Reporting Standar) atas Standar Pelaporan Keuangan Internasional menyatakan bahwa “Akuntansi adalah bahasa bisnis”, selanjutnya entitas bisnis seluruh dunia tidak dapat berbicara di dalam bahasa yang berbeda antara yang satu dengan lainnya pada saat menukar atau membagi hasil keuangan dari aktivitas bisnis internasionalnya dan juga pelaporan hasil bisnis, dan perdagangan kepada pihak internasional yang mempunyai kepentingan.
4
Bahasa bisnis di dalam laporan keuangan harus dapat menggambarkan kondisi ekonomi perusahaan sebenarnya, agar para investor, manajemen dan pihak-pihak berkepentingan tidak salah dalam pengambilan keputusan, yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Maka hal-hal yang perlu dilakukan estimasi biaya, harus dibuat perhitungannnya dan disajikan di dalam laporan keuangan.
Untuk memperhitungkan atau memperkirakan besaran estimasi yang dilakukan atas kerugian – kerugian yang dapat timbul dalam operasionalnya perusahaan melalui pendekatan dengan penerapan PSAK 25 yang didalamnnya membahas tentang Perubahan Estimasi Akuntansi yang perlu dilakukan perusahaan sehingga sesuai dengan kondisi bisnis dan keadaan yang sebenarnya dalam periode Laporan Keuangan Perusahaan. Karena adanya perbedaan realisasi pengakuan provisi kerugian atau beban yang timbul sehingga dalam perpajakannya diperhitungkan juga nilai pajak tangguhannya. Kedua hal tersebut memberikan efek kepada hasil Laporan Kinerja perusahaan yang tercermin dalam saldo Laba Bersih perusahaan.
5
Sejalan dengan perkembangan ilmu akuntansi dan bisnis di dunia, sehingga pada Tahun 2009 Lembaga IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) melakukan revisi atas PSAK Tahun 1994, salah satunya yang direvisi adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No : 25 tentang Kebijakan Akuntansi , Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan yang diberlakukan untuk tahun buku 2011, menjadi wajib diterapkan untuk periode tahunan atau tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011. PSAK 25 menjadi sangat penting karena karena dirujuk oleh PSAK-PSAK lain dan juga menjelaskan definisi dari kata “tidak praktis” yang sering digunakan oleh PSAK lainnya. Pernyataan standar akuntasi ini bertujuan untuk menentukan kriteria dalam pemilihan dan perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan koreksi kesalahan. Penyampaian pernyataan standar akuntansi ini dimaksudkan untuk meningkatkan relevansi dan keandalan laporan keuangan entitas, daya banding laporan keuangan sepanjang waktu dan daya banding laporan keuangan entitas dengan laporan keuangan entitas lainnya.
Pemilihan kebijakan akuntansi dalam suatu perusahaan dapat diartikan bahwa kebijakan akuntansi adalah sejumlah prinsip, dasar, konvensi, aturan dan praktik tertentu yang diterapkan oleh suatu entitas dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Dalam memilih kebijakan akuntansi, PSAK 25 mengatur bahwa apabila terdapat standar akuntansi yang secara khusus
6
mengatur tentang suatu transaksi, peristiwa, maupun kondisi lainnya, maka kebijakan akuntansinya harus ditentukan dengan menerapkan Standar Akuntansi tersebut dan memperhatikan serta mengikuti segala petunjuk penerapannya. Dan apabila tidak ada Standar tertentu yang secara khusus mengatur tentang adanya suatu transaksi, peristiwa, maupun kondisi lainnya, maka perusahaan atau manajemen harus menggunakan judgment untuk menentukan penilainnya dalam membuat dan menerapkan kebijakan akuntansi yang menghasilkan informasi yang relevan dengan kebutuhan pembuat keputusan sebagai pihak-pihak pengguna laporan keuangan dan andal yang artinya bahwa laporan keuangan menyajikan hasil dan posisi laporan keuangan entitas itu secara tepat, sehingga mencerminkan substansi gambaran ekonomi dari peristiwa dan transaksi, bukan hanya bentuk formalnya saja, bersifat netral atu tidak mengandung bias, terbuka dan lengkap terbebas dari salah saji yang material.
Perubahan kebijakan akuntansi dalam suatu perusahaan dapat diartikan mencakup pergantian dari suatu prinsip Standar Akuntansi yang berlaku umum atau “General Accepted Accounting Principles (GAAP)” ke GAAP lainnya. Dengan demikian hal-hal yang tidak dianggap sebagai perubahan kebijakan yaitu penerapan suatu kebijakan akuntansi atas suatu transaksi, peristiwa atau kondisi yang sebelumnya secara substantif berbeda dari sebelumnya, penerapan kebijakan baru terhadap transaksi atau peristiwa baru
7
dan pergantian dari satu kebijakan akuntansi ke kebijakan lainnya akibat perubahan estimasi. Perubahan kebijakan akuntansi seharunya dilakukan jika perubahan tersebut disyaratkan oelh PSAK atau regulasi lainnya dan memungkinkan laporan keuangan untuk memberikan informasi yang andal dan lebih relevan.
PSAK 25 mengatur bahwa perubahan kebijakan akuntansi harus diperhitungkan untuk perubahan akuntansi yang mengharuskan penerapan standar akuntansi baru, PSAK 25 mengatur bahwa perubahan tersebut diperhitungkan sesuai dengan ketentuan masa transisi, jika ada dari standar akuntansi tersebut. Untuk perubahan kebijakan akuntansi dalam kondisi lainnya, PSAK 25 mensyaratkan bahwa perubahan tersebut diperhitungkan secara retospektif dan untuk perubahan kebijakan akuntansi yang dianggap tidak
praktis
dalam
menentukan
dampak
kumulatif,
PSAK
25
memperbolehkan perubahan tersebut untuk diperhitungkan secara prospektif sejak menjadi praktis.
Perbaikan kesalahan yang dimaksud dalam PSAK 25 adalah kesalahan material yang ditemukan pada tahun berjalan yang sedemikian signifikan sehingga laporan keuangan untuk satu atau lebih periode sebelumnya tidak lagi dapat dianggap andal pada tanggal terbitnya pelaporan keuangan. Kesalahn tersebut mencangkup dampak kesalahan matematis, penerapan
8
kebijakan akuntansi yang kekeliruan dan penipuan. PSAK 25 mengatur bahwa perbaikan kesalahan harus diperhitungkan secara retrospektif. Namun jika dalam perbaikan kesalahan penentuan dampak kumulatif dianggap tidak praktis, PSAK 25 memperbolehkan perbaikan tersebut diperhitungkan secara prospektif.
Perubahan estimasi merupakan bagian integral dari proses akuntansi. Akuntansi untuk estimasi mensyaratkan digunakan penilaian terhadap kondisi dan peristiwa di masa depan. Meski demikian, kondisi dimasa depan tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karenanya, perubahan estimasi tidak dapat dihindari dan lazim dilakukan seiring terjadinya peristiwa baru atau diperolehnya informasi baru. PSAK 25 mensyaratkan bahwa perubahan estimasi akuntansi diperhitungkan secara prospektif. PSAK 25 juga mengatur bahwa jika perubahan estimasi akuntansi berdampak material dalam periode berjalan, atau dapat berdampak material pada periode setelahnya, sifat dan dampak perubahan tersebut harus diungkapkan . Jika dampak itu dianggap tidak praktis untuk dikuantifikasi, maka fakta ini harus diungkapkan pula. Oleh karena diperhitungkan secara prospektif, perubahan estimasi akuntansi lazimnya tidak diungkapkan secara terpisah dalam laporan keuangan.
9
Setelah suatu kebijakan Standar Akuntansi dipilih oleh perusahaan atau manajemen, PSAK 25 mensyaratkan bahwa kebijakan tersebut harus diterapkan secara konsisten.
Dengan adanya penerapan PSAK 25, dapat menimbulkan efek kepada perhitungan aset pajak tangguhan dan pajak penghasilan yang harus diakui dalam laporan keuangan sehingga memberikan dampak terhadap laba bersih perusahaan yang dihasilkan didalam suatu periode pelaporan akuntansi keuangan.
Bahwa perusahaan diharuskan atau wajib untuk mengakui aset pajak tangguhan dengan besaran jumlah penuh yang diakibatkan oleh seluruh perbedaan sementara yang dapat dikurangkan dari penghasilan dan mengevaluasi besaran jumlah saldo akun tersebut setiap tanggal neraca berdasarkan judgment atas dasar pengujian, bahwa laba periode mendatang cukup untuk menutup pembebanan saldo akun tersebut. Hal ini dapat memberikan kebebasan manajemen dalam menentukan pilihan kebijakan akuntansi dalam menentukan besarnya aset pajak tangguhan. Fenomena yang terjadi pada perusahaan publik di sektor pertambangan pada tahun 2011 sampai dengan 2013 umumnya perusahaan memiliki aset pajak tangguhan yang bermanfaat sebagai pengurang pajak di masa yang akan datang. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
10
Sumber : Lampiran 10 Gambar 1.2 Fenomena Nilai Pajak Tangguhan Emiten Tahun 2011 – 2013 Sebuah analisa yang memadai untuk mengukur pengaruh pajak tangguhan dan laba bersih perusahaan sehingga mudah digunakan sebagai instrumen earning perusahaan. Saat ini, penilaian yang memadai atas pajak tangguhan telah ada pedoman yang mengaturnya; dan bukti empiris yang menunjukkan bahwa bagaimana suatu perusahaan sebenarnya memiliki pengaruh terhadap mengimplementasikan standar akuntansi keuangan untuk penghasilan bersih perusahaan.
Oleh sebab itu, nilai dari pajak tangguhan sangat mempengaruhi dalam laporan keuangan perusahaan sehingga menunjukan laba atau rugi bersih.
11
B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan adanya peraturan Pedoman Tata Kerja BPMIGAS No.:007 Revisi-2/PTK/I/2011
yang
harus
diperhatikan
perusahaan
terhadap
keselamatan dan keamanan suatu proyek pekerjaan, maka perusahaan memperhitungan biaya yang kemungkinan akan terjadi melalui penerapan estimasi akuntansi dalam PSAK No.25, sehingga latar belakang penelitian dapat diketahui beberapa permasalahan sebagai berikut : 1.
Apakah ada pengaruh penerapan PSAK No.25 atas Cadangan Piutang Tak Tertagih terhadap pajak tangguhan?
2.
Apakah ada pengaruh penerapan PSAK No.25 atas Cadangan Piutang Tak Tertagih terhadap laba bersih perusahaan?
3.
Apakah ada pengaruh penerapan PSAK No.25 atas Provisi Kewajiban Biaya Proyek terhadap pajak tangguhan?
4.
Apakah ada pengaruh penerapan PSAK No.25 atas Provisi Kewajiban
Biaya Proyek terhadap laba bersih perusahaan? 5.
Apakah ada pengaruh pajak tangguhan terhadap laba bersih perusahaan?
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Dengan adanya permasalahan tersebut penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis faktor – faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan pengaruhnya (prediktor) dalam penerapan PSAK
12
No. 25 dan pajak tangguhan terhadap hasil laba bersih perusahaan pertambangan yang listing di BEI (Bursa Efek Indonesia) dalam kurun waktu tahun 2011–2013. Dengan adanya pengujian ini diharapkan dapat diperoleh bukti empiris variabel yang menjadi pengaruh laba bersih perusahaan atas diterapkannya PSAK 25 yang penulis fokuskan tentang perubahan estimasi akuntansi. Sehingga dengan diterapkannya PSAK tersebut, dapat meningkatkan relevansi dan kehandalan laporan keuangan entitas, daya banding laporan keuangan sepanjang waktu dan daya banding laporan keuangan entitas dengan laporan keuangan entitas lainnya berdasarkan kondisi bisnis yang terjadi. Dan tujuan dari pengujian variabel-variabel ini untuk melihat hasil: a) Adanya pengaruh antara penerapan PSAK No.25 atas Cadangan Piutang Tak Tertagih terhadap pajak tangguhan. b) Adanya pengaruh antara penerapan PSAK No.25 atas Cadangan Piutang Tak Tertagih terhadap laba bersih perusahaan. c) Adanya pengaruh antara penerapan PSAK No.25 atas Provisi Kewajiban Biaya Proyek terhadap pajak tangguhan. d) Adanya pengaruh antara penerapan PSAK No.25 atas Provisi Kewajiban Biaya Proyek terhadap laba bersih perusahaan. e) Adanya pengaruh antara pajak tangguhan terhadap laba bersih perusahaan.
13
2.
Kontribusi Penelitian a) Bagi pelaku bisnis dan praktisi keuangan, hasil dari studi ini diharapkan dapat menjadi informasi yang menarik dan menjadi salah satu masukan dalam mempertimbangakan keputusan investasi. b) Bagi akademisi dan peneliti di bidang keuangan di Indonesia, hasil studi ini dapat dijadikan salah satu masukan bahwa kebijakan atau peraturan dari suatu lembaga dapat memberikan pengaruh kepada kinerja atau laba bersih entitas bisnis dalam menyampaikan informasi keuangannya melalui penerapan PSAK 25. c) Bagi para pembuat kebijakan (pemerintah), penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan akan pemahaman atas pengaruhnya suatu kebijakan lembaga pemerintah dan penerapan standar akuntansi terhadap kegiatan di pasar modal.