PEMODELAN ARIMA UNTUK KANAL HF LINK MALANG - SURABAYA Lissa Rosdiana Noer, Achmad Mauludiyanto. Program Studi Telekomunikasi Multimedia – Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember - ITS Surabaya Email:
[email protected] Abstrak– Dalam tugas akhir ini, pengukuran karakteristik propagasi merupakan kegiatan dasar yang penting dalam perancangan pembangunan suatu sistem komunikasi. Pengukuran karakteristik propagasi komunikasi melalui kanal HF dan pengukuran parameterparameter propagasi yang berpengaruh pada komunikasi radio HF dengan pendekatan dengan pemodelan ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) merupakan hal yang sangat penting sebagai acuan penentuan seberapa besar pengaruh parameter-parameter tersebut sehingga dapat dirancang suatu sistem dengan performansi optimal dan didapatkan karakteristik propagasi di lokasi pengukuran. Saluran HF yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada data pengukuran kanal dari Malang ke Surabaya, dengan jarak 82,4 km pada frekuensi 6,3 MHz. Pemodelan pada kanal HF menggunakan pendekatan statistik yang diperoleh dari pengukuran. Pengukuran time series ini dibagi menjadi beberapa segmen dengan durasi 10 menit. Dari hasil pengukuran, level redaman kanal HF sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi waktu, dimana level redaman pada siang hari lebih tinggi dibandingkan pada waktu malam hari. Kata Kunci: Kanal HF, Frekuensi, Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) 1. PENDAHULUAN Kanal radio frekuensi tinggi antara 3-30 MHz merupakan media komunikasi radio yang telah lama diteliti dan digunakan sebagai media komunikasi dua arah untuk keperluan sipil dan militer dan media komunikasi penyiaran berita atau broadcast. Analisa runtun waktu merupakan salah satu metode peramalan yang menjelaskan bahwa deretan observasi pada suatu variabel dipandang sebagai realisasi dari variabel acak berdistribusi bersama. Dimana distribusi bersama tersebut terdiri dari dua jenis yaitu Gerakan musiman dan gerakan random. Data redaman kanal HF adalah data runtun waktu yang berbentuk musiman, yakni cenderung mengulangi pola tingkah gerak dalam periode musiman, adanya korelasi beruntun yang kuat pada jarak semusim yaitu waktu yang berkaitan dengan banyak observasi per periode musim. Asumsi yang penting yang harus dipenuhi dalam memodelkan runtun waktu adalah asumsi
kestasioneran. Apabila asumsi stasioner belum dipenuhi maka deret belum dapat dimodelkan. Namun, deret yang nonstasioner dapat ditransformasikan menjadi deret yang stasioner. 2. PEMILIHAN MODEL ARIMA ARIMA (Autoregresive Integrated Moving Average) adalah model statistik yang digunakan untuk melakukan analisa sifat-sifat dari data runtun waktu terhadap data-data yang telah lalu, sehingga didapatkan suatu persamaan model yang menggambarkan hubungan dari data runtun waktu tersebut. Pendekatan model dengan menggunakan ARIMA dapat dilakukan dengan proses pemilihan model dengan mengamati distribusi dari koefisien autokorelasi (ACF) dan koefisien parsial autokorelasi (PACF). Pada pemodelan ARIMA, Stasioneritas adalah istilah penting dalam analisis time series. Suatu deret pengamatan atau data yang diperoleh dikatakan stasioner jika proses tidak berubah seiring perubahan waktu. Dimana rata-rata deret pengamatan disepanjang waktu selalu konstan. Apabila data belum stasioner terhadap varians maka perlu dilakukan transformasi, dimana salah satu transformasi yang dapat digunakan adalah transformasi Box-Cox. Namun bila data belum stasioner terhadap mean, maka dilakukan proses differencing. Untuk mendapatkan validasi model maka terlebih dahulu kita melakukan proses transformasi boxcox untuk menentukan nilai dari tiap data pembangkitan apakah telah stationer ataukah belum. Apabila data tersebut belum stationer maka diperlukan transformasi λ. Transformasi tergantung dari nilai λ yang di tentukan: 0,maka Zt = ln Zt λ (lambda) 0,5 maka Zt = Zt0,5 - 0,5 maka Zt = 1/ Zt0,5 1 maka tidak perlu transformasi Proses differencing adalah suatu proses untuk membuat data agar stasioner terhadap mean. Metode ini mempunyai prinsip yaitu dengan mecari selisih dari satu periode data terhadap data berikutnya, hingga diperoleh data baru hasil differencing yang stasioner terhadap mean. Fungsi korelasi atau ACF adalah suatu regresi dimana menunjukkan hubungan antara dua variasi data, sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan apa yang terjadi pada satu variabel bila terjadi perubahan pada variabel yang lain. 1
3. METODOLOGI Setelah nilai tengah level tegangan pengukuran dirubah melalui range tengah level tegangan pengukuran sehingga didapatkan redaman kanal HF, maka selanjutnya adalah melakukan pemodelan ARIMA. Gambar 1a merupakan diagram alir dari pemodelan ARIMA, sedangkan gambar 1b adalah untuk menentukan model yang terbaik dengan nilai MSE terkecil. Dimana kedua proses tersebut didekati dengan menggunakan software Minitab. Minitab adalah sistem software yang didesain khusus untuk pengolahan statistik data. Minitab dapat memberikan kemudahan bagi siapapun yang akan mengolah data sesuai dengan yang dibutuhkan. Data yang diolah tersebebut dapat ditampilkan berdasarkan predefine selected dari sebuah menu untuk menghasilkan model berupa teks maupun grafik.
Identifikasi model dilakukan dengan menganalisa kestasioneran data redaman kanal HF, baik dalam mean maupun varians. Kestasioneran data dalam varians dicek dengan cek lambda Box-Cox. Sedangkan kestsioneran data dalam mean dicek dengan cek ACF maupun PACF. Dan setelah estimasi model didapatkan, dilakukan uji normalisasi residual Kolmogorov Smirnov Time Series Plot 170
DATA REDAMAN(dB)
Fungsi autokorelasi parsial atau PACF yaitu mengukur tingkat keeratan hubungan antara Xt dengan Xt-k. Sedangkan Pengaruh dari timelag 1,2,3.... dan seterusnya sampai k-1 dianggap konstan. Dengan kata lain koefisien autokorelasi parsial mengukur derajat hubungan antara nilai sekarang dengan nilai sebelumnya (untuk timelag tertentu), sedangkan pengaruh nilai variabel timelag yang lain dianggap konstan.
160
150
140
130 38 9.
AM
55 9.
AM
3 .1 10
AM
1 .3 10
AM
9 .4 10
AM
PM PM PM AM AM AM 7 9 1 3 5 7 .3 .1 .0 .4 .2 .0 12 12 12 11 11 11 WAKTU
Gambar 2. Grafik time series data redaman tanggal 23 Jan 2009 Box-Cox Plot of DATA REDAMAN Lower CL
2.28
Upper CL Lambda (using 95.0% confidence)
2.26
StDev
2.24
Estimate
2.47
Lower CL Upper CL
1.09 3.80
Rounded Value
2.00
2.22 2.20 2.18 Limit 2.16 -5.0
-2.5
0.0 Lambda
2.5
5.0
Gambar 3. Box-cox sebelum transformasi dengan lamda 2.00 Box-Cox Plot of C4 Lower C L
Upper C L
780
Gambar 1a. Diagram Alir Pemodelan ARIMA [3]
Lambda (using 95.0% confidence)
760
Dugaan ARIMA StDev
740
Estimasi Parameter : delta & phi Cek p-value < 0.05
Tidak
Ya
Diagnosa *Uji Ljung-Box : White noise residual p-value > 0.05
Ya Diagnosa **Uji normalisasi residual kolmogorov Smirnov p-value > 0.05
Gambar 1b. Diagram Alir Penentuan Model ARIMA
1.23
Lower C L Upper C L
0.57 1.88
Rounded Value
1.00
720
700 Limit
680 -5.0
Tidak
Estimate
-2.5
0.0 Lambda
2.5
5.0
Gambar 4. Box-cox setelah transformasi dengan lamda 1.00 Salah satu event data redaman kanal ditunjukkan pada gambar 2. Berdasarkan gambar 2 terlihat ada peningkatan pada data redaman kanal HF mulai jam 9.38 pagi dan kembali turun setelah jam 12.37 siang. Selanjutnya untuk mengetahui apakah data redaman kanal HF tersebut stasioner dalam varian maka 2
pengecekan nilai lamda sangat berpengaruh dalam melakukan pendekatan model ARIMA. Hasil tes boxcox dari data trafik pada gambar 3 menunjukkan bahwa nilai lamda 2.00 (dua). Hal ini berarti bahwa data belum stasioner terhadap varian. Maka sesuai dengan langkah transformasi maka data Zt harus dipangkatkan 2.00(dua) terlebih dahulu sampai hasil dari lamda sama dengan 1 sehingga tidak diperlukan ditransformasi lagi. Untuk memastikan bahwa nilai lamda setelah ditransformasi sudah bernilai 1, maka perlu dicek lagi box-cox seperti gambar 4. Tabel 2. Identifikasi ACF dan PACF Model
ACF
MA (q) : moving average of order q AR (p) : autoregressive of order p ARMA (p,q) : Mixed autoregressive-moving average of order (p,q) AR (p) or MA (q)
Cuts off after lag q Dies down
Dies down
Dies down
Dies down
Cuts of after lag q No spike
Cuts of after lag p
No order AR or MA (white noise or random process)
PACF Cuts of after lag p
No spike
Gambar 5. PACF Dies down setelah lag 1 Autocorrelation Function for C5
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
10
20
30
40
50 Lag
60
70
80
90
100
Gambar 6. ACF Cut off setelah lag 1 Tahap selanjutnya adalah menguji apakah Zt telah stasioner terhadap mean dengan melihat polt Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF). Dimana arti stasioner adalah apabila suatu data runtut waktu
memiliki rata-rata dan memiliki kecenderungan bergerak menuju rata-rata. Berdasarkan diagram alir model ARIMA, check ACF dan PACF diperlukan dalam menentukan pendekatan model dugaan ARIMA. Dari tabel 2 pembacaan ACF dan PACF ini terdiri dari dua macam, yaitu: • Cuts off ACF dan PACF dikatakan cuts off apabila digambar terhadap sumbu waktu akan stasioner pada lags yang cukup kecil. Gambar 6 merupakan contoh dari ACF atau PACF dengan nilai cuts off pada lag pertama (lag 1). •
Dies Down Apabila plot ACF atau PACF mencapai nilai stasioner pada lags yang cukup besar (>5) atau bisa dikatakan turun lambat, maka kondisi ini dikatakan mengalami dies down. Gambar 5 merupakan contoh dies down.
Dari data yang sudah stasioner terhadap varian yaitu diperoleh setelah transformasi sampai lamda bernilai 1. Kemudian grafik plot ACF pada gambar 6 menunjukkan Zt telah stasioner dengan cut off pada lag 1. Dimana nilai lag pada gambar ACF mewakili untuk dugaan ARIMA dengan nilai MA sama dengan 1 sehingga diperoleh dugaan ARIMA 0 1 1. Diperlukan adanya penambahan differencing dikarenakan pada data sbelumnya ACF dan PACF tidak stasioner terhadap mean. Sedangkan untuk mengetahui nilai AR pada ARIMA maka menggunakan lag pada grafik PACF, seperti gambar 5 menunjukkan Zt telah stasioner dengan dies down pada lag 1. Ini berarti nilai AR sama dengan 1, sehingga didapat dugaan ARIMA 1 1 0. Dalam menentukan dugaan ARIMA dimungkinkan terdapat dua atau lebih pemodelan dalam satu event dimana p-value harus memenuhi sesuai dengan syarat, maka dipilih MSE terkecil sebagai model yang mendekati. Dari contoh ACF dan PACF pada gambar diatas maka ada dua dugaan model ARIMA yaitu untuk AR 1 maka dugaan ARIMA 1 1 0, dan untuk MA 1 maka dugaan ARIMA 0 1 1. Dari hasil estimasi ARIMA 1 1 0 pada gambar 7 dapat dilihat untuk p-value Ljung box tidak memenuhi syarat yaitu lebih dari 0,05, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai model ARIMA. Sedangkan untuk hasil estimasi ARIMA 0 1 1 sesuai gambar 8, menunjukkan memenuhi syarat yaitu kurang dari 0,05 dan p-value Ljung box juga memenuhi syarat yaitu lebih dari 0,05. Jadi pemodelan data event ini hasilnya adalah ARIMA 0 1 1 dengan koefisien 0.6335 dan MS 0.204. Dari hasil dugaan ARIMA, juga terdapat data residual dimana merupakan nilai kesalahan yang muncul akibat pemodelan. Data residual ini yang digunakan untuk uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov. Dimana residual dikatakan 3
memenuhi uji normalitas apabila p-value > 0,05. Namun bila ternyata nilai p-value kurang dari 0,05 dugaan ARIMA masih tetap bisa dipakai tetapi terdapat distribusi probabilitas data yang agak jauh terhadap garis normal probabilitas. Dari hasil grafik pada gambar 9 terlihat nilai pvalue kurang dari 0,05. Hal ini berarti bahwa residual white noise tidak mengikuti distribusi garis normal.
pemodelan ARIMA dibandingkan pemodelan ARMA menunjukkan bahwa model ARIMA yang didapat selama pemodelan yaitu ARIMA (0 1 1) adalah yang paling dominan dengan persentase 21,59%, sedangkan ARIMA yang tidak dapat dimodelkan sebanyak 78,41%. Sedangkan dibandingkan dari hasil rekapitulasi persentase pemodelan ARMA didapatkan persentase dimana data redaman kanal HF hanya dapat dimodelkan sebanyak enam model yaitu ARMA (1 0 0) sebanyak 4,54%, ARMA (2 0 0) sebanyak 2,27%, ARMA (0 0 1), ARMA (0 0 2),ARMA (1 0 1) dan ARMA (2 0 2) dimana masing-masing mempunyai nilai persentase 1,14%, sedangkan ARMA yang tidak dapat dimodelkan sebesar 88,63%. Tabel 2. Rekapitulasi pemodelan ARIMA dan pemodelan ARMA No Pemodelan 1
ARIMA
2
ARMA
Gambar 7. Hasil dugaan ARIMA 1 1 0
Model (0 1 1) tdk dapat dimodelkan (1 0 0) (2 0 0) (0 0 1) (0 0 2) (1 0 1) (2 0 2) tdk dapat dimodelkan
Event 19 69 4 2 1 1 1 1 78
Persentage 21,59% 78,41% 4,54% 2,27% 1,14% 1,14% 1,14% 1,14% 88,63%
Tabel 3. Persentase Pemodelan ARIMA Data Nilai Tengah Level Tegangan Pengukuran dengan Data Redaman dan ARMA No
Gambar 8. Hasil dugaan ARIMA 0 1 1
Gambar 9. Probabilitas kolmogorov-smirnov 4. HASIL PEMODELAN ARIMA Untuk dapat mencapai tujuan tugas akhir ini, yaitu mendapatkan model terbaik untuk memodelkan data redaman kanal HF link Malang- Surabaya, maka sesuai dengan metode dan langkah-langkah pemodelan ARIMA diperoleh hasil pemodelan ARIMA. Dimana sesuai tabel 2 hasil rekapitulasi
Pemodelan
Model (0 1 1) (0 1 2) 1 ARIMA (Nilai Tgh Lev Teg) (2 1 0) tdk dapat dimodelkan (0 1 1) 2 ARIMA (Redaman) tdk dapat dimodelkan (1 0 0) (2 0 0) (0 0 1) 3 ARMA (Anita) (0 0 2) (1 0 1) (2 0 2) tdk dapat dimodelkan
Event 34 3 3 82 19 103 4 2 1 1 1 1 112
Persentage 27,87 % 2, 46 % 2, 46 % 67,21 % 15,57% 84,43% 3,28 % 1,64 % 0,82 % 0,82 % 0,82 % 0,82 % 91,8 %
Data redaman pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebesar 19 event, ada 8 event didalamnya yang overflow sehingga jika dibangkitkan maka akan mendapatkan pola yang tidak sesuai dengan data asli,akan tetapi data overflow tersebut memenuhi alur flowchart dugaan ARIMA dan dapat memenuhi syarat pemodelan. Pada Tabel 3, pemodelan ARIMA data nilai tengah level tegangan pengukuran memiliki 40 event yang dapat dimodelkan dibandingkan dengan pemodelan ARIMA pada redaman kanal HF hanya memiliki 19 event yang dapat dimodelkan. Hal ini disebabkan pada perubahan dari data nilai tengah level tegangan pengukuran ke data redaman melalui konversi S meter, pada waktu konversi didapatkan range level tegangan pengukuran. Sehingga berapapun nilai tengah level tegangan pengukuran selama masih 4
ada disekisar nilai pada range level tegangan pengukuran, maka nilai redaman tetap sama sesuai range level tegangan pengukuran tersebut. Sehingga grafik pada data redaman seolah-olah terkesan seperti tertahan atau di filter.
Empirical CDF Normal
Percent
80
5. PEMBANGKITAN DATA PEMODELAN Dari hasil pemodelan ARIMA setiap event perlu dilakukan proses validasi dengan membandingkan data hasil pembangkitan dengan data asli pengukuran. Dalam proses pembangkitan data ini dilakukan dengan 3 metode pendekatan sekaligus untuk melihat variasi hasilnya. Ketiga metode tersebut adalah: 1. Metode estimasi Merupakan nilai prediksi yang diperoleh dasri hasil fitting pada storage ARIMA. Setiap nilai fit akan mendekati nilai data asal pada saat proses ARIMA. Sebagai catatan apabila pada saat proses ARIMA data asal sudah mengalami perubahan baik distasionerkan ataupun proses differencing, maka nilai fit harus diinvers terhadap data asli sehingga pendekatan nilainya tetep sesuai dengan data asli pengukuran. Untuk melakukan invers diperoleh dengan persaaman yaitu:
Metode formulasi residu Pendekatan nilai residu diperlukan untuk perhitungan nilai perkiraan data. Nilai residu itu sendiri didapatkan dari selisih nilai data asli terhadap nilai fit ARIMA. Sedangkan untuk memperoleh data hasil pembangkitan model maka diperoleh dengan persamaan yaitu: Time Series Plot 200 Data Redaman(dB)
2.
Variable DATA REDAMAN(dB) PEMBANGKITAN RESIDU PEMBANGKITAN ESTIMASI PEMBANGKITAN NORMAL
150 100 50 0 08 09 09 09 09 09 09 09 09 09 09 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 R RI RI RI RI RI RI RI RI RI T BE UA UA UA UA UA UA UA UA UA RE EM A N A N A N A N AN BR BR BR BR MA S J J J E E E E 4 J J E D 7 8 15 20 23 8 F 0 F 2 F 3 F 2 2 2 31
Tanggal
Gambar 10 Grafik Series Data Redaman Kanal HF Vs Pembangkitan Estimasi, Residu, Normal ARIMA (0 1 1) Gabungan bulan Januari-Maret 2009
Mean 147.3 7.862 87.44 9.528
60 40
StDev 40.84 12.63 75.22 12.19
N 11880 11864 11875 11875
20 0 -100
0
100 200 Data Redaman(dB)
300
Gambar 11. Grafik ECDF Data pengukuran Vs pembangkitan ARIMA
Z t 1Z t 1 ... p Z t p at
atau
Z t at 1at 1 ... q at q
Dimana: Zt = nilai variabel dependent pada waktu t a t = Residual pada waktu t p = Nilai koefisien dari AR (p)
q
Yt X t ' X t 1
Dimana: Y(t) adalah data hasil bangkitan model X(t)’ adalah nilai fits pembangkitan model X(t-1) adalah data awal yang digunakan sebelum proses differencing
Variable DATA REDAMAN(dB) PEMBANGKITAN RESIDU PEMBANGKITAN ESTIMASI PEMBANGKITAN NORMAL
100
3.
= Nilai koefisien dari MA(q)
δ = konstanta Metode distribusi normal Nilai dari distribusi normal ini dibangkitkan secara acak berdasarkan nilai mean dan standar deviation hasil tes probabilitas kolmogorovsmirnov. Dimana mean adalah nilai rata rata dari data yang diproses, sedangkan standart deviation adalah suatu sample yang memberikan ukuran penyebaran data. Sebagai ciri dari pembangkitan normal ini setiap nilai yang dibangkitkan antara satu dengan yang lain tidak memiliki hubungan pola keterkaitan data. Sehingga pola dari nilai distribusi normal akan berbeda dengan nilai data asli pengukuran. Untuk nilai yang hasilnya negatif maka untuk penyesuaian data trafik maka di buat nol dengan asumsi tidak ada trafik. Pergeseran real dan perubahan pola antara nilai data hasil pembangkitan dengan data asli pengukuran bisa dilihat pada gambar 10 grafik series model. Dan untuk melihat pola distribusi data dapat menggunakan grafik ECDF (Empirical Comulative Distribution Function) pada gambar 11.
6. KESIMPULAN Dari hasil proses pengumpulan data redaman kanal HF dan pemodelan ARIMA serta analisa data yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa data redaman kanal HF menunjukkan terdapat variasi rata-rata pada redaman lintasan yang disebabkan oleh kesensitifan frekuensi HF terhadap perubahan ionosfer dan waktu pada tiap-tiap harinya. Data redaman kanal HF dapat didekati dengan metode ARIMA, dari 88 5
event selama Januari-Maret 2009 yang dapat dimodelkan hanya 19 event redaman kanal HF dimana didalamnya terdapat 8 event yang overflow, sehingga jika dibangkitkan akan mendapatkan pola yang tidak sesuai dengan data asli, tetapi data overflow tersebut memenuhi alur flowchart dugaan ARIMA dan dapat memenuhi syarat pemodelan. Sedangkan pemodelan ARMA hanya mempunyai 10 event redaman kanal HF yang dapat dimodelkan. Hal ini ditunjukkan dari rekapitulasi pemodelan selama Januari-Maret 2009, dimana ARIMA 0 1 1 dengan persentase 21,59% dan 78,41% tidak dapat dimodelkan. Pada pemodelan ARMA terdapat 6 model yaitu ARMA 1 0 0 dengan persentase 4,54%, ARMA 2 0 0 dengan persentase 2,27%, ARMA 0 0 1 dengan persentase 1,14%, ARMA 0 0 2 dengan persentase 1,14%, ARMA 1 0 1 dengan persentase 1,14%,ARMA 2 0 2 dengan persentase 1,14% dan 88,63% tidak dapat dimodelkan. Dalam validasi hasil pemodelan ARIMA dengan membandingkan data asli pengukuran dan data hasil pembangkitan menunjukkan bahwa metode estimasi paling mendekati data aslinya baik secara pola maupun distribusi data. Dibandingkan pemodelan ARIMA data redaman kanal HF, pemodelan ARIMA data nilai tengah level tegangan pengukuran memiliki 40 event yang dapat dimodelkan. Hal ini disebabkan karena pada perubahan dari data nilai tengah level tegangan pengukuran ke data redaman melalui konversi S meter, dimana terdapat range level tegangan pengukuran yang berperan dalam menentukan nilai redaman. Sehingga grafik pada data redaman seolah-olah terkesan seperti tertahan atau di filter. 7. DAFTAR PUSTAKA [1] S.Gokhun Tanyer, “Broadcast Analysis and prediction in HF Band”, IEEE 1998. [2] K.S.B, You, “Investigation on Fading of Hight Frequency Radio Signals Propagation in Ionosphere”, School of Electrical and Electronic Engineering, the University of Adealaide, Australia [3] A.Mauludiyanto, G.Hendrantoro,M.H.Purnomo,Suhartono.”Pe modelan ARIMA dan Deteksi Outlier Data Curah Hujan Sebagai Evaluasi Sistem Radio”.Juti(Jurnal ilmiah Teknologi Informasi) volume7,nomor 3,januari 2009. [4] A.Mauludiyanto, G.Hendrantoro,M.H.Purnomo, T.Ramadhany.”Pemodelan ARIMA untuk Redaman Hujan pada Lintasan Radio Terestrial 28 GHz di Surabaya”.Jurnal Penelitian Telekomunikasi,Desember 2009 Volume 14-Nomor 2. [5] A. Mauludiyanto, G.Hendrantoro, M.H.Purnomo, T.Ramadhany, A.Matsushima. “ARIMA Modeling of Tropical Rain
Attenuation on a Short 28-GHz Terrestrial Link”. IEEE ANTENNAS AND WIRELESS PROPAGATION LETTERS, VOL9,20010. [6] A.Fauziah. “Pemodelan ARMA untuk Kanal HF link Malang-Surabaya”.TESIS,juli,2010. [7] C.J Colemen,” A Propagation Model for Radiowave System,”IEEE1994. [8] Australian Government, IPS Radi and Space Service,”Introduction of HF”. [9] Wei, William W.S,“Time Series AnalysisUnivariate and Multivariate Methods”, Second Edition, Addison-Wesley Publishing Company, USA, 2005. [10] Siana Halim, Diktat-Time Series Analysis, Jurusan Teknik Industri - UK. Petra, Surabaya, 19 Januari 2006. [11] Iriawan, N., Astuti, S.P., “Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14”, Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006 [12] Spyros M., Steven C. W., Victor E. Mc Gee, “Metode dan Aplikasi Peramalan Jilid 1 Edisi Kedua”, Diterjemahkan oleh Untung S. A., Ahmad B., Erlangga, Jakarta, Hal. 332, 1999. [13] Setiawan, M., Univariate ARIMA (Box-Jenkin Methodology) Modelling, Workshop “Analisis Etika Untuk Bisnis” Program Pengembangan Kompetensi Bisnis Divisi Pengkajian dan Pengembangan Bisnis Program Magister Manajemen Universitas Padjadjaran, 28-29 September 2004. [14] Townsend, A. A. R. , “Digital Line-of-Sight Radio Links”, Prentince Hall, UK,1988. [15] UU No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi. [16] Israhadi, A.,” Pengukuran Karakteristik Kanal Frekuensi Tinggi(HF) Surabaya-Malang, 2009. [17] Halim, Siana., “Diktat-Time Series Analysis”, Handout Kuliah Teknik Peramalan, UK. Petra-Surabaya, 2006 [18] Minitab Statistical Software, “Tutorial and Guide Minitab”, Minitab,2004 [19] Hakim, Fadil., “PEMODELAN TRAFIK GSM DI AREA SURABAYA MENGGUNAKAN METODE ARIMA”, 2009. RIWAYAT PENULIS Lissa Rosdiana Noer, lahir di kota Surabaya, 18 Nopember 1988. Menyelesaikan pendidikan di SDN Lowokwaru VI Malang, kemudian meneruskan pendidikan di SLTPN 5 Malang dan SMAN 1 Malang, lulus pada tahun 2007. Diterima di Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS pada bulan Juli 2007 melalui Program Reguler S1, mengambil Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia. 6