1
Pemodelan Link Layer pada Jaringan Nano Furi Diah A.H1), Wirawan2) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] 1),
[email protected] 2) Abstrak— Adanya kompetisi untuk melakukan transfer informasi pada gateway penerima suatu jaringan nano yang menggunakan bakteri ber-flagella sebagai paket dapat dimodelkan sebagai suatu sistem antrian.Tugas akhir ini melakukan pemodelan sistem antrian pada link layer jaringan nano melalui simulasi menggunakan perangkat lunak MATLAB. Pemodelan dilakukan dengan menyesuaikan sistem antrian yang dibuat dengan karakteristik yang dimiliki oleh jaringan nano, yaitu delay propagasi acak yang terdistribusi gamma dan besar buffer antrian yang bergantung pada sisa waktu hidup paket. Pada pemodelan, dilakukan variasi beberapa keadaan pada jaringan nano, seperti waktu antar keberangkatan, waktu hidup paket dan jumlah server di penerima untuk mengetahui pengaruhnya terhadap delay, throughput, dan packet loss. Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa penggunaan bakteri dengan waktu hidup lebih lama menghasilkan throughput maksimal dan packet loss minimal, namun dengan delay pengiriman paket yang lebih besar. Kemudian dapat diketahui bahwa penggunaan dual server di penerima mampu mengurangi prosentase packet loss dan meningkatkan throughput link dengan delay yang lebih kecil dibanding dengan penggunaan single server.
menjadi 3 jenis[3], yaitu komunikasi molekuler jarak pendek (nm-µm), komunikasi molekuler jarak menengah (µm-mm) dan komunikasi molekuler jarak jauh (mm-m).Dalam pengiriman informasinya, digunakan teknik komunikasi molekuler yang sesuai dengan panjang link tersebut. Untuk jarak pendek, digunakan pensinyalan kalsium dan pensinyalan. Untuk jarak menengah menggunakan komunikasi berbasis bakteri ber-flagella dan motor katalitis dan untuk komunikasi jarak jauh dapat menggunakan teknik komunikasi dengan menggunakan feromon. Jaringan nano pada jarak menengah yang menggunakan komunikasi berbasis bakteri ber-flagella pertama kali diperkenalkan pada [6] sebagai solusi untuk pengiriman informasi pada jaringan nano untuk jarak beberapa ratus µm hingga beberapa millimeter, karena komunikasi berbasis molekul menghasilkan delay yang meningkat tajam jarak transmisi tersebut [6].
Kata Kunci – Jaringan Nano, Komunikasi Molekuler, Bakteri ber-flagella, Link Layer, Sistem Antrian I. PENDAHULUAN
Jaringan nano adalah suatu hubungan antar mesin-mesin nano, dimana dalam jaringan nano antar mesin nano dapat saling berkomunikasi dan bertukar informasi, Adanya jaringan nano mampu memperluas jangkauan dan penggunaan dari mesin nano melalui komunikasi multihop. Aplikasi jaringan nano juga bervariasi, mulai bidang biomedis hingga militer. Agar dapat melakukan komunikasi antar perangkat dalam jaringan nano, dikembangkan beberapa metode komunikasi, yaitu komunikasi elektromagnetik, komunikasi akustik, komunikasi mekanik dan ko munikasi molekuler. Dibandingkan dengan ketiga metode komunikasi pertama, komunikasi molekuler memiliki beberapa keunggulan yaitu memiliki biokompatibilitas yang tinggi dan kendala dalam fabrikasi perangkatnya relatif kecil, karena memanfaatkan perangkat-perangkat yang secara alamiah telah tersedia di alam, seperti sel, molekul, ataupun bakteri [4]. Karena keunggulannya tersebut, komunikasi molekuler disebut sebagai komunikasi yang paling menjanjikan pada jaringan nano [3][6][2]. Komunikasi molekuler pada prinsipnya adalah proses pengkodean informasi ke dalam molekul dan pengirimannya dari pemancar ke penerima melalui proses difusi. Penggunaan komunikasi molekuler pada jaringan nano dibedakan berdasarkan jarak antar pemancar dan penerimanya
Gambar 1. Link point-to-point jarak menengah pada jaringan nano Informasi yang dikodekan akan disisipkan ke dalam bakteri melalui proses kontak fisik dengan bakteri, atau yang disebut dengan konjugasi. Di penerima, informasi juga akan ditransferkan dari bakteri ke gateway melalui proses konjugasi.Pemodelan physical layer pada jaringan nano jarak menengah telah dilakukan pada [3][5][6], namun aspek link layer belum banyak diteliti. Tugas akhir ini menitikberatkan kepada pemodelan link layer jaringan nano pada jarak menengah yang menggunakan bakteri ber-flagella sebagai pembawa informasinya.
2 II. PEMODELAN SISTEM
(a)
… (b) Gambar 2. (a) Ilustrasi pengiriman paket pada jaringan nano. Paket-paket yang datang akan berkompetisi untuk melakukan proses konjugasi, yang dapat dimodelkan sebagai sistem antrian dan (b) Model Sistem Antrian pada Link Layer Jaringan Nano Jaringan nano yang menggunakan bakteri ber-flagella sebagai pembawa informasi memiliki beberapa karakteristik khusus yang harus diperhatikan dalam melakukan pemodelan link layer jaringannya. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut: • propagasi bakteri ber-flagella mengikuti pola biased random walks, yang menyebabkan adanya delay propagasi yang acak. • bakteri ber-flagella memiliki waktu hidup tertentu. Apabila bakteri ber-flagella belum mampu melakukan konjugasi ketika waktu hidupnya habis, bakteri akan mati. Proses konjugasi hanya dapat dilakukan melalui kontak fisik dengan p ermukaan tertentu pada nano gateway, sehingga diasumsikan bahwa bakteri ber-flagella yang telah sampai di penerima akan berkompetisi untuk dapat melakukan konjugasi. Proses ini dapat dimodelkan sebagai suatu sistem antrian dengan disiplin pelayanannya adalah first come first served, karena bakteri ber-flagella yang datang pertama akan diproses terlebih dahulu[1]. Tugas akhir ini memodelkan sistem antrian pada suatu link jaringan nano dengan memperhatikan karakteristik perangkat jaringannya, sehingga dapat diperoleh nilai parameter-parameter seperti delay, packet loss dan throughput link sebuah jaringan nano point-to-point. Penjelasan mengenai pemodelan sistem akan dibahas pada bagian II. Bagian III berisi tentang hasil simulasi dan analisa. Bagian IV berisi kesimpulan.
A. Model Sistem Simulasi dilakukan untuk mengetahui nilai parameterparameter seperti delay, throughput, dan packet loss pada jaringan nano. Nilai parameter-parameter tersebut bergantung pada intensitas trafik suatu link. Kemudian, model sistem antrian jaringan nano juga dibuat dengan menyesuaikan karakteristik jaringannya, yaitu memiliki buffer antrian dengan panjang yang berubah-ubah sesuai dengan jumlah paket yang masih hidup. Elemen dari sistem antrian suatu jaringan nano diilustrasikan pada gambar 2. B. Pemodelan Gateway Nano Pemancar Pada gateway nano pemancar, proses keberangkatan paket mengikuti proses poisson dengan laju λ. Pada simulasi akan dikirimkan paket-paket dengan waktu antar keberangkatan 1/λ. Setiap paket yang diberangkatkan akan memiliki waktu hidup α. C. Model Propagasi Paket Propagasi paket mengikuti pola biased random walks yang mengakibatkan adanya delay propagasi P yang acak. Pada [3][5] disebutkan bahwa nilai delay propagasi paket mengikuti distribusi gamma, yang fungsi kepadatan probabilitasnya ditunjukkan pada persamaan (1) 𝑓𝐺 (𝑡) = � 0
1
𝑏 𝑎 Г(𝑎)
𝑡 𝑎−1 𝑒
𝑡� 𝑏
𝑡≥0
𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑖𝑛
(1)
Dimana 𝑎 adalah parameter bentuk dan 𝑏 adalah parameter skala dari distribusi gamma. Г(𝑎) adalah fungsi gamma. Ratarata dan varian distribusi gamma adalah berturut-turut ab dan 𝑎𝑏 2 . Rata-rata P dapat diperoleh dari persamaan [5]: 𝑃 (𝑑) = 1.82𝑑 2 + 4.49𝑑 + 0.17 (2) Dengan d dalam millimeter dan P dinyatakan dalam menit. Pada simulasi akan dibangkitkan bilangan acak terdistribusi gamma yang merepresentasikan delay propagasi paket dengan rata-rata P=ab. D. Gateway Penerima Pada gateway penerima rata-rata waktu konjugasi 𝜏 (transfer informasi) diasumsikan terdistribusi eksponensial[1] dengan rata-rata 1/µ. Intensitas trafik keberangkatan paket dapat diperoleh melalui normalisasi waktu antar keberangkatan paket dengan waktu konjugasi, dinyatakan dalam persamaan: 𝑅=
𝜆
(3) Kemudian akibat dari arah propagasi paket yang mengacu pada pola biased random walks, terdapat beberapa paket yang mati selama propagasi karena waktu propagasi melebihi waktu hidupnya (P>α), yang dinyatakan sebagai 𝛾𝑝 . 𝛾𝑝 =
µ
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑘𝑒𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖
(4) Intensitas trafik pada penerima diperoleh melalui persamaan (7) berikut: 𝜌 = �1 − 𝛾𝑝 �𝑅 (5) 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑘𝑒𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑖𝑟𝑖𝑚𝑘𝑎𝑛
3 60 50 40
Delay (detik)
Packet Loss (%)
a
a
30 Alfa=400
20
Alfa=800
10 0 250
500
750
Jarak (µm)
Alfa=400 Alfa=800 250
1000
500
750
Jarak (µm)
1000
b
b
600
60 Alfa=400
50
500
Alfa=800 Delay (detik)
Packet Loss (%)
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
40 30 20
400 300 200
Alfa=400
100
10
Alfa=800
0 250
0 250
500
750
Jarak (µm)
1000
Gambar 3. prosentase packet loss dengan perbandingan α. (a) dengan R=50% dan (b) R=100% Proses transfer informasi dilakukan melalui proses konjugasi antara paket dengan gateway nano. Proses konjugasi ini memerlukan kontak langsung antara paket dengan permukaan khusus untuk konjugasi pada gateway nano. 𝑊 adalah waktu yang dihabiskan paket untuk menunggu giliran melakukan proses konjugasi. Delay 𝑇 didefinisikan sebagai rata-rata jumlah waktu dari paket yang masih hidup yang dipergunakan untuk propagasi di medium dan waktu tunggu sebelum melakukan transfer informasi, dinyatakan dalam persamaan : 𝑇 = 𝐸[𝑃 + 𝑊 | 𝑃 + 𝑊 ≤ 𝛼] (6) Throughput 𝜃 adalah laju dimana paket dapat dikirimkan dengan sukses hingga ke tujuan dan mampu melakukan transfer informasi, dan dinyatakan dalam persamaan[1]: 𝜃 = (1 − 𝛾)𝜆 (7) Packet loss 𝛾 adalah prosentase jumlah keseluruhan paket yang mati karena waktu hidupnya telah habis, baik selama propagasi (P>α) maupun selama waktu tunggu (P+W>α). Diperoleh dari persamaan 𝛾 = 𝛾𝑝 + 𝛾𝑊 (8) Pada simulasi, paket-paket yang datang akan diurutkan berdasarkan waktu kedatanga dari yang terkecil hingga yang terbesar. Waktu kedatangan diperoleh dari penjumlahan delay propagasi dengan waktu antar keberangkatan paket .
500
750
Jarak (µm)
1000
Gambar 4. Delay pengiriman paket dengan perbandingan α. (a) dengan R=50% dan (b) R=100% Kemudian akan dibangkitkan bilangan acak terdistribusi eksponensial yang merepresentasikan waktu konjugasi paket. Pada tugas akhir ini diasumsikan 2 macam kondisi gateway nano penerima. Kondisi yang pertama adalah gateway nano penerima hanya dapat melakukan transfer informasi dengan 1 paket saja tiap waktunya (single processor[1]), dan kondisi yang kedua adalah gateway nano penerima dapat melakukan transfer informasi dengan 2 pa ket dalam waktu yang bersamaan (dual processor[1]). Pemodelan buffer antrian untuk kedua kondisi tersebut menggunakan algoritma yang sedikit berbeda. Untuk kondisi single server, paket-paket yang telah diurukan waktu antar kedatangannya kemudian akan melakukan proses transfer informasi. Karena hanya ada 1 prosesor maka paket-paket berikutnya akan mengantri sesuai dengan urutan kedatangannya. Untuk kondisi dual server, paket yang datang berikutnya dapat langsung melakukan transfer informasi di server yang kedua. Jika paket berikutnya datang, akan dipilih server mana yang digunakan. Pada simulasi pemilihan server dilakukan dengan seleksi kondisi. Server yang dipilih adalah server yang memiliki estimasi waktu tunggu paket terkecil.
4 0,006
a
50
0,004
40
0,003 Alfa=400
0,002
Alfa=800
0,001
30
Dual
20
0 250
500
750
1000
Jarak (µm)
250
0,012
60
0,01
50
0,008
40
0,006 0,004
Alfa=400 Alfa=800
0,002
500
b
Packet Loss (%)
Throughput (paket/detik)
Single
10
0
b
60
0,005 Packet Loss (%)
Throughput (Paket/ detik)
a
750
Jarak (µm)
1000
Single
30
Dual
20 10
0
0 250
500
750
Jarak (µm)
1000
Gambar 5. Throughput Link dengan perbandingan α. (a)R=50% dan (b) R=100% E. Parameter Simulasi Pada pemodelan sistem tugas akhir ini, digunakan beberapa parameter dan asumsi, yaitu model jaringan nano yang disimulasikan adalah point-to-point, dengan 1 nanogateway pengirim dan 1 nanogateway penerima. Selain itu diasumsikan tidak ada paket yang mati akibat bertabrakan. Jarak antara nanogateway pengirim dan penerima adalah 250 hingga 1000 µm dengan step 250 µm. Rata-rata propagasi untuk setiap step jarak adalah 84, 172, 274, dan 389 detik, yang dihitung melalui persamaan (4). Intensitas trafik yang digunakan adalah 50% dan 100%, nilai ini didapatkan dengan mengeset waktu antar keberangkatan paket 1/λ di pemancar menjadi 200 da n 100 de tik. Kemudian akan dihitung besar delay, throughput, dan packet loss. Simulasi akan dilakukan dengan variasi pada perbandingan intensitas trafik penerima, perbedaan waktu hidup dari paket, dan jumlah server. Hasil yang diperoleh adalah rata-rata dari 3 simulasi yang dilakukan dengan pengiriman 10000 paket. III. HASIL SIMULASI DAN ANALISA Simulasi dilakukan dengan menggunakan 2 pa rameter intensitas trafik pemberangkatan paket, yakni R= 𝜆/µ =100% dan R= 𝜆/µ =50%.
250
500
750
Jarak (µm)
1000
Gambar 6. Packet loss dengan perbandingan jumlah server dengan (a)R=50% dan (b) R=100% A. Pengaruh Waktu Hidup Paket Dilakukan dua jenis simulasi, dimana simulasi jenis pertama menggunakan paket dengan waktu hidup (α) sebesar 400 detik, dan simulasi jenis kedua menggunakan paket dengan α sebesar 800 detik. A.1 Packet loss Berdasarkan hasil simulasi yang terdapat pada gambar 3 dapat diketahui bahwa pengiriman paket dengan α 400 detik menggunakan intensitas pemberangkatan paket R sebesar 50% menghasilkan prosentase packet loss yang lebih kecil dibandingkan dengan pengiriman paket dengan R sebesar 100%. H al ini disebabkan karena pengiriman dengan intensitas trafik yang rendah menghasilkan antrian paket yang tidak begitu panjang jika dibandingkan dengan intensitas trafik yang tinggi. Prosentase packet loss akan meningkat seiring dengan meningkatnya jarak link, karena semakin sedikitnya sisa waktu hidup yang dimiliki untuk mengantri. Pengiriman paket dengan 𝛼 sebesar 800 de tik menghasilkan prosentase packet loss yang lebih rendah dibandingkan dengan pengiriman paket dengan 𝛼 sebesar 400 detik. Karena paket akan memiliki sisa waktu hidup lebih lama yang dapat dipergunakan untuk mengantri.
5 400
a
350
Delay (detik)
300 250 200 150
Single
100
Dual
Throughput(paket/detik)
a
0,006 0,005 0,004 0,003
250
0 250
500
750
Jarak (µm)
500
1000
750
Jarak (µm)
1000
b 0,012
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Single Dual
Throughput(paket/detik)
Delay (detik)
Dual
0,001 0
50
b
Single
0,002
0,01 0,008 0,006
Single Dual
0,004 0,002 0
250
500 Jarak (µm)750
1000
Gambar 7. Delay pengiriman paket d engan perbandingan jumlah server dengan (a)R=50% dan (b) R=100% A.2 Delay Pengiriman Paket Berdasarkan hasil simulasi yang terdapat pada gambar 4 dapat diketahui bahwa pengiriman paket menggunakan intensitas pemberangkatan paket R= 50% menghasilkan delay pengiriman paket yang lebih kecil dibandingkan dengan dengan R sebesar 100%. Hal tersebut dikarenakan pengiriman paket dengan R sebesar 100% menyebabkan banyaknya paket yang mengantri, sehingga menghasilkan waktu tunggu W yang semakin besar. Untuk penggunaan paket dengan waktu hidup= 800 detik menghasilkan delay pengiriman paket yang lebih besar, khususnya untuk intensitas trafik pemberangkatan paket yang tinggi (R= 100%). Hal tersebut terjadi karena paket-paket akan memiliki waktu hidup yang lebih lama untuk mengantri sebelum dapat melakukan proses transfer informasi, sehingga antrian akan semakin panjang. A.3 Throughput Link Dari data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa secara umum, pengiriman paket dengan intensitas trafik pemberangkatan paket yang tinggi (R= 100%) menghasilkan throughput link yang lebih besar dibandingkan dengan pengiriman paket dengan intensitas trafik pemberangkatan paket yang rendah (R=50%).
250
500
750
Jarak (µm)
1000
Gambar 8. Throughput Link dengan perbandingan jumlah server dengan (a)R=50% dan (b) R=100% Hal tersebut diakibatkan karena laju pengiriman data pada R= 100% lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju pengiriman paket pada R= 50%. Selanjutnya dapat diketahui bahwa pengiriman paket dengan waktu hidup yang lebih tinggi mampu menghasilkan throughput link yang lebih tinggi, baik pada pengiriman dengan intensitas trafik pemberangkatan paket yang rendah (R= 50%) maupun pada pengiriman paket dengan intensitas trafik yang tinggi (R=100%). Throughput link yang dihasilkan dengan penggunaan paket dengan waktu hidup 800 detik adalah hampir mendekati throughput link maksimal untuk tiap-tiap intensitas pemberangkatan paket. Hal ini disebabkan prosentase packet loss yang terjadi dengan penggunaan paket dengan waktu hidup yang lama sangat kecil, sehingga menghasilkan throughput yang tinggi. B. Pengaruh Jumlah Server di Penerima Peningkatan luasan permukaan gateway yang digunakan untuk proses konjugasi sehingga mampu melakukan proses konjugasi untuk dua bakteri ber-flagella pada waktu yang sama dapat dimodelkan menjadi suatu sistem dual server. Simulasi dilakukan dengan α paket sebesar 400 detik. B.1 Packet loss Berdasarkan hasil simulasi pada gambar 6 yang didapatkan dapat diketahui bahwa penambahan jumlah server di penerima mampu menurunkan prosentase packet loss, baik
6 untuk intensitas trafik pemberangatan trafik yang rendah (R= 50%) dan yang tinggi (R= 100%). Penurunan prosentase packet loss ini disebabkan karena penggunaan dual server mampu membagi kepadatan trafik di penerima, sehingga prosentase packet lossnya menjadi lebih kecil. Penggunaan penerima dengan kapasitas dual server mampu menghasilkan prosentase packet loss yang sangat kecil, dibawah 1%, pada jarak link 250 hingga 750 mikrometer. Pada pengiriman dengan jarak link 1000 mikrometer, prosentase packet lossnya tetap tinggi karena telah ada paket yang mati selama propagasi sebesar 28.6%. B.2 Delay Pengiriman Paket Dari hasil simulasi pada gambar 7 dapat dianalisa penggunaan sistem dengan dual server mampu mengurangi delay pengiriman paket, baik untuk intensitas trafik pemberangkatan paket yang rendah (R= 50%) maupun untuk intensitas trafik pemberangkatan paket yang tinggi (R=100%). Hal tersebut dikarenakan penggunaan dual server mampu membagi kepadatan intensitas trafik di penerima (ρ), sehingga antrian tidak terlalu panjang, dan waktu yang diperlukan untuk mengantri menjadi lebih sedikit, sehingga total delay pengiriman paketnya pun berkurang, jika dibandingkan dengan penggunaan single server. Penurunan delay pengiriman paket khususnya terjadi pada pengiriman paket dengan jarak link 250 hingga 750 mikrometer. Pada pengiriman paket dengan jarak link 1000 mikrometer, penggunaan dual server penerima kurang mampu mengurangi delay propagasi paket, karena delay pengiriman paket pada jarak 1000 ikrometer didominasi oleh delay propagasinya, dengan rata-rata sisa waktu hidup yang dapat dipergunakan untuk mengantri sangat kecil, yaitu sebesar 400389=11 detik. B3. Throughput Link Dari Gambar 8 dapat terlihat bahwa penambahan jumlah server di penerima mampu meningkatkan throughput link , baik pada pengiriman paket dengan intensitas pemberangkatan paket yang rendah (R= 50%) maupun pada pengiriman paket dengan intensitas trafik yang tinggi (R= 100%). Hal tersebut utamanya dicapai pada pengiriman dengan jarak link yang pendek (250 µm hingga 750 µm). Throughput link yang dihasilkan mendekati nilai throughput maksimum, baik pada pengiriman dengan intensitas trafik yang rendah (R= 50%), yakni mendekati 0.005 paket/detik, dan pada intensitas trafik yang tinggi (R=100%), yakni mendekati nilai 0.01 paket/detik. Pada j arak link yang mencapai 1000 µm, akibat adanya paket yang mati selama propagasi sebesar 28.6%, maka nilai throughput maksimum link tidak bisa dicapai. IV. KESIMPULAN Berdasarkan pemodelan yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengiriman paket dengan model in tensitas trafik keberangkatan yang tinggi (R= 100%) dibandingkan dengan pengiriman paket dengan model intensitas trafik rendah (R= 50%) meskipun menghasilkan throughput link yang lebih tinggi, namun memiliki
2.
3.
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
prosentase packet loss di buffer dan delay pengiriman paket yang lebih tinggi pula. Pada pemodelan dengan menggunakan variabel waktu hidup 400 de tik dan 800 de tik dapat disimpulkan bahwa penggunaan paket dengan waktu hidup yang lebih tinggi mampu mengurangi prosentase packet loss di buffer dan meningkatkan throughput link, namun juga meningkatkan delay pengiriman paket. Pada pemodelan dengan menggunakan variabel jumlah server di penerima, dapat disimpulkan bahwa dibandingkan penggunaan single server, penggunaan dual server di penerima mampu menghasilkan packet loss yang lebih kecil dan throughput link yang lebih besar dengan delay pengiriman paket yang lebih rendah. DAFTAR PUSTAKA
Arifler, Dogu. Link Layer Modelling of Bio-inspired communication in nanonetworks.Nano Communication Networks, vol. 2, pp. 223-229, Oktober 2011. Nakano, T. Moore, M. Wei, F. Vasilakos, A. Shuai, J. Molecular Communication and Networking: Opportunities and Challenges. IEEE Transaction on Nanobioscience, Vol 11. No.2 , 2012 Cobo ,L.C, Akyildiz,I.F. Bacteria-based communication in nanonetworks. Nano Communication Networks, vol.1 , pp.244256, 2010. Akyildiz, I.F. F . Brunetti, C.Blázquez. Nanonetworks: A new communication paradigm. Computer Networks 52, pp.2260-2279, 2008. Gregori, M. Llaster, I. Cabellos-aparicio, A. Alarcon, E..Physical Channel Characterization for medium-range nanonetworks using flagellated bacteria. Computer Networks 55, pp. 779-791, 2010 Gregori, M. Akyildiz, I.F . A new nanonetwork architecture using flagellated bacteria and catalisticnanomotors. IEEE. Journal on Selected Areas in Communication 28, pp. 612-619. 2010. Akyildiz, I.F., Jornet,J.M. Electromagnetic Wireless Nanosensor Networks. Nano Communication Networks vol 1, pp.3-9, 2010. Leon Garcia, A. Widjaja, I. Communication networks. McGrawHill. Ch 5,2004.