Pemodelan Kanal Komunikasi Akustik pada Perairan Dangkal Taufani Rizal Nofriansyah, Wirawan, Endang Widjiati Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Abstrak – Komunikasi melalui medium air
kecepatan suara di laut mempengaruhi semua fenomena akustik yang ada . Kecepatan suara tersebut ditentukan oleh distribusi kerapatan di laut, dimana kerapatan air laut dipengaruhi suhu dan salinitas [2]. Air laut merupakan media yang kompresibel. Kompresibilitas dari air laut dapat dinyatakan dalam koefisien kompresibilitas yang berhubungan dengan perubahan volume air secara fraksional sehubungan dengan perubahan tekanannya. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif di bawah air telah memberikan manfaat yang besar pada banyak peneliti untuk membuat dan mengimplementasikan pada banyak aspek kehidupan, sebut saja para peneliti armada laut, peneliti oseanografi, komersial operator kelautan, industri minyak lepas pantai, organisasi pertahanan, dan lainnya. Hal ini dikarenakan gelombang elektromagnetik yang biasa digunakan di udara tidak dapat tersebar dengan jarak yang jauh di dalam air. Solusi yang ada adalah dengan menggunakan komunikasi akustik bawah air sebagai satu – satunya cara untuk dapat mengimplementasikan teknologi – teknologi tersebut. Komunikasi akustik bawah air memiliki karakteristik kanal yang unik seperit fading, extended multipath, dan refractive properties dari kanal suara [5]. Upaya untuk mengadaptasi teknik komunikasi yang dikembangkan pada kanal lain telah memiliki kesuksesan pada implementasi perairan sangat dalam¸ namun memiliki keterbatasan pada perairan dangkal [5]. Walaupun progres yang diberikan pada komunikasi perairan dangkal telah terjadi lebih dari satu dekade, namun pada kanal jarak menengah (medium range channel) dari perairan sangat dangkal yang umumnya berada pada wilayah pesisir tropis, masih memiliki banyak tantangan pada kebanyakan komunikasi. Kanal komunikasi akustik perairan dangkal memberikan dua fitur, extensive time varying multipath dan high levels of non-Gaussian ambient noise due to snapping shrimp, dimana keduanya menyebabkan keterbatasan pada performa teknik komunikasi pada umumnya. Pemahaman yang baik pada kanal komunikasi sangat penting untuk dapat mendesain suatu sistem komunikasi, hal tersebut membantu pada pengembangan teknik signal processing sesuai dengan teknik pengetesan melalui simulasi.
memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan komunikasi pada medium udara secara umum. Gelombang elektromagnetik tidak dapat digunakan di bawah air dikarenakan air menghasilkan redaman yang sangat besar. Sebagai solusi dari hal tersebut digunakanlah gelombang akustik yang memiliki karakteristik dapat merambat dengan jarak yang jauh pada medium air. Medium air sebagai tempat merambatnya sinyal akustik juga memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan medium udara. Pada medium air, perbedaan kedalaman, perbedaan salinitas, perbedaan suhu, dan lainnya merupakan beberapa parameter penting yang dapat mempengaruhi sinyal akustik yang merambat di dalamnya. Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk memodelkan kanal perairan dangkal sehingga dapat menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi merambatnya sinyal pada medium air tersebut dan sehingga nantinya kedepan pemodelan ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam melakukan pengukuran maupun perbandingan dari hasil pengukuran. Pemodelan kali ini menggunakan software MatLab. Dengan menganalisis hasil simulasi, dapat diketahui bahwa pengaruh jarak dan kedalam berbanding lurus terhadap pengurangan amplitudo sinyal. Selain itu, waktu kedatangan terkecil yang didapat pada pengamatan pertama pada R = 100 m dan h = 10 m dengan nilai 0,0729 s serta waktu kedatangan terbesar terdapat pada R = 200 dan h = 14,5 m dengan nilai 0,1384 s. Kata Kunci : akustik bawah air, kanal, perairan dangkal Kata kunci : akustik bawah air, kanal, perairan dangkal I.
II.
PENDAHULUAN
2.1
PEMODELAN KANAL
Parameter Kanal Komunikasi Bawah Air Variasi dari kecepatan suara c di lautan relatif kecil. Kecepatan suara di lautan hanya berada antara 1450 dan 1540 m/s. Walaupun begitu, perubahan kecil dari c mempengaruhi propagasi suara di lautan secara signifikan.
Oseanografi akustik menggambarkan peran laut sebagai media akustik. Berkaitan dengan properti oseanografis, terdapat beberapa parameter akustik di bawah air seperti propagasi, noise dan gema. Variabel akustik yang paling penting di laut adalah kecepatan suara. Distribusi
1
Kecepatan suara dapat diukur langsung dengan menggunakan velocimeters atau menggunakan rumus jika temperatur T, salinitas S, dan tekanan hidrostatis P (atau kedalaman z) dapat diketahui. Kesalahan dari pengukuran yang dilakukan velocimeters moderen biasanya berkisar antara 0,1 m/s. Akurasi dari kalkulasi dengan menggunakan formula empiris yang paling lengkap pun memiliki hasil yang salah. Bagaimanapun juga, formula ini menyediakan akurasi yang lebih tinggi. Namun, karena kecepatan suara pada perairan dangkal tidak berubah secara signifikan oleh kedalaman, kecepatan suara pada perairan dangkal hanya dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas air laut [1], sehingga persamaan kecepatan suara pada perairan dangkal dapat dijelaskan:
√
)(
(2)
)
Asumsikan Dsb sebagai jarak yang dilalui pada jalur yang berasal dari atas dengan pantulan permukaan s dan pantulah dasar b. Untuk jalur tersebut, dimana 0 ≤ s – b ≤ 1, maka: √
[
(
]
)
(3)
Asumsikan Dsb adalah jarak yang dilalui pada jalur yang berasal dari bawah dengan pantulan permukaan s dan pantulan dasar b. Untuk jalur tersebut, dimana 0 ≤ b – s ≤ 1 maka:
(1) (
(
√
)
[
(
]
)
(4)
Diasumsikan bahwa sumber adalah bersifat omnidirectional dan menghasilkan gelombang depan pada medium isovelocity. Intensitas energi pada titik manapun sepanjang gelombang depan akan mereduksi kuadratnya dari jarak yang berjalan oleh gelombang. Faktor yang merepresentasikan loss dalam tekanan amplitudo pada spherical spreading sepanjang jalur dari panjang D dapat dirumuskan [4]:
Propagasi akustik di laut dijelaskan melalui persamaan gelombang. Sebagai solusi untuk persamaan gelombang yang sulit untuk dicari generalisasinya, pendekatan sering digunakan untuk memodelkan propagasi tersebut. Teori ray menyediakan sebuah pendekatan, biasanya digunakan pada frekuensi tinggi untuk pemodelan propagasi.
√
(5)
Ketika suara terpropagasi di lautan, sebagian dari energi akustik secara kontinyu mengirimkan panas. Penyerapan secara umum bergantung pada viskositas volume sebagai hasil dari proses relaksasi dalam perairan laut. Pendekatan empiris untuk koefisien atenuasi β (in dB/km) pada frekuensi f (dalam kHz, diantara 3 kHz dan 500 kHz), salinitas S (dalam ‰) dan tekanan hidrostatis P (dalam kg/cm2) diberikan [3]:
Gambar 1. Skema yang menjelaskan pemodelan kanal WSWA [1] Pada pemodelan ray, energi suara dikonseptualisasikan terpropagasi melewati ray, jalur propagasinya lurus disebabkan oleh kecepatan medium fluida. Beberapa propagasi akan mengalami pantulan dan beberapa lainnya akan mengalami penghamburan ketika mengalami keadaan kecepatan suara yang tidak kontinyu. Asumsi isovelocity untuk perairan laut dijelaskan sebagai kanal perairan dangkal yang biasanya tergabung dan mempunyai peningkatan relativitas yang kecil pada tekanan di kedalaman pada kolom perairan. Pada Gambar 1, dapat diasumsikan bahwa d1 adalah kedalaman dari sumber, d2 adalah kedalaman dari penerima, h adalah ketinggian dari kolom air dan R adalah jarak transmisi. Jarak yang dilalui oleh suara melalui beberapa jalur dapat dikomputasikan menggunakan metode di gambar. Jarak yang ditempuh melalui jalur lurus dapat dinotasikan sebagai D00, dimana:
(
)(
)
(6)
Dimana,
(
)
Pada kedalaman 10 m, tekanan hidrostatis P diperkirakan 2 × 105 Pa (i.e. 2 kg/cm2) [1]. Didasarkan pada koefisien atenuasi, faktor loss (pada amplitudo tekanannya) dapat dikomputasikan ke akun penyerapan pada jarak D sepanjang jalur tempuhnya [1]:
2
(
( )
dengan membiarkan beberapa tambahan faktor loss konstan dari LBR per interaksi dasar laut.
)
[
]
2.2 *
*
(
(
Variasi Waktu Keterlambatan waktu kedatangan untuk setiap jalur bergantung pada kedatangan langsung yang direlasikan pada perbedaan jarak sepanjang jalur yang ditempuh. Bagaimanapun juga, waktu kedatangan berlaku variasi setiap waktu, kemungkinannya bergantung pada pergerakan dari sumber, penerima dan permukaan. Stabilitas dari keterlambatan waktu kedatangan dipengaruhi oleh perubahan kecil pada posisi sumber atau penerima yang dapat dianalisa menggunakan model ray. Anggap τsb adalah keterlambatan waktu kedatangan dari jalur Dsb dan τsb adalah keterlambatan waktu kedatangan dari jalur Dsb. Sehingga didapatkan:
)+
)+
(7)
Koefisien atenuasi tidak berubah secara signifikan dengan perubahan yang kecil pada kedalaman. Kedalaman tersebut dibatasi pada kanal perairan dangkal, sehingga ini dapat digunakan pada pemodelan kanal perairan dangkal tanpa akurasi loss yang signifikan. Impedansi yang tidak cocok antara perairan laut dan udara menyebabkan permukaan laut menjadi reflektor yang sangat baik. Jika permukaan laut tenang, pantulannya mendekati sempurna, namun menyertakan pergeseran fase sebanyak π radian, sebagai asumsi bahwa koefisien refleksi adalah -1 [3]. Jika permukaan kasar (disebabkan oleh gelombang), sedikit loss akan terjadi pada setiap interaksi permukaan. Kali ini, pemodelan loss diasumsikan dengan membiarkan faktor konstan loss dari LSR per interaksi permukaan. Impedansi yang tidak cocok antara perairan laut dan dasar laut menyebabkan dasar laut dapat memantulkan beberapa suara yang datang. Asumsikan bahwa ρ dan c adalah kerapatan dan kecepatan suara pada perairan laut serta ρ1 dan c1 adalah kerapatan dan kecepatan suara pada dasar laut. Untuk dasar laut yang lembut, pantulan adalah sudut dependen, dan dijelaskan oleh koefisien refleksi Rayleigh sebagai [3]: ( )
√
|
Dengan memasukkan persamaan (2) – (4), maka didapatkan:
( )
∑ ∑
)
( ( )
)
(
) ( )
(
)
(
)(
)
(
)
(
)
(
)(
)
(
)
(
( )) ( )
(
) ( ))
(9) (
) +
Pemodelan Kanal Anggap x(t) adalah sinyal yang ditransmisikan melewati kanal dan y(t) adalah sinyal diterima, maka dapat dituliskan y(t) dan x(t) sebagai [1]:
∑ ∑
(
(
(11)
]
)
2.3
Sudut kedatangan θ dapat dikomputasikan berdasarkan geometri dari gelombang Pekeris. Anggap sudut θsb berhubungan dengan jalur Dsb dan sudut θsb berhubungan dengan jalur Dsb , dan didapatkan: )
) + (
√
]
)
(
[
*√
( )
(
( √
Dimana,
(
[
*√
(8)
|
√
(10)
(13)
)
III. 3.1
SIMULASI
Metodologi Penelitian Setelah proses pembangkitan sinyal inputan, pemilihan dan pembuatan parameter kanal dibuat semirip
Untuk dasar laut yang kasar dan menyerap, tambahan loss pantulan dapat diberikan. Pemodelan loss ini dilakukan
3
mungkin sehingga dapat menyerupai kondisi aslinya. Setelah pembuatan parameter kanal telah dilakukan, maka ditentukan lamanya waktu pengamatan proses yang akan berlangsung. Penentuan lama waktu pengamatan ini juga merepresentasikan banyaknya pantulan permukaan maupun dasar yang terjadi di dalam kanal tersebut. Setelah beberapa hal penting diatas telah terpenuhi, maka simulasi pun dapat dijalankan. Setelah proses simulasi telah melakukan perhitungan, proses pengolahan data diperlukan untuk mempermudah analisis dan salah satu contoh pengolahan data adalah dengan melakukkan plotting hasil perhitungan yang telah dijalankan sebelumnya. Plotting bertujuan untuk merubah hasil perhitungan menjadi bentuk grafik sehingga mudah untuk dibaca dan dianalisis.
Tabel 1 Nilai Parameter Simulasi Parameter Simbol Nilai Jarak R 100 m dan 200 m Kedalaman laut h 10 m dan 14,5 m Kedalaman sumber d1 3m Kedalaman penerima d2 2m Frekuensi f 3000 Hz Frekuensi sampling fs 200.000 Hz Loss Permukaan Lsr 3 dB Loss Dasar Lbr 10 dB Kepadatan air ρ 1023 kg/m3 Kepadatan dasar laut ρ1 1500 kg m3 Kecepatan suara dasar laut c1 1650 m/s Suhu air T 27°C Salinitas S 35 ppt Banyak pantulan N 5
Mulai
Hal yang sama untuk profil kecepatan suara, data yang diambil juga berada pada perairan Singapura yang dijelaskan pada Gambar 3.
Pembangkitan sinyal
Parameter kanal
Penentuan waktu pengamatan
Penambahan noise
Simulasi
N Berjalan?
Gambar 3 Profil kecepatan suara pada perairan Singapura yang menunjukkan variasi kurang dari 1 m/s [1]
Y Plotting hasil
Sinyal yang dibangkitkan menggunakan sinyal sinusoidal, dimana sinyal sinusoidal adalah sinyal dasar yang nantinya dapat dengan mudah diketahui perubahan yang terjadi di dalamnya setelah dipengaruhi oleh serangkain parameter kanal.
Selesai
Gambar 2 Flowchart simulasi Simulasi dilakukan dengan menggunakan software MatLab untuk memodelkan kanal perairan dangkal. Tabel 1 di bawah merupakan nilai masukan awal yang didapat dari hasil eksperimen pada kondisi perairan dangkal di Singapura [1]. Khusus untuk jarak dan kedalaman, pada penelitian kali ini memberikan nila variasi yang berbeda sebagai perandingan.
Gambar 4 Sinyal inputan sinusoidal
4
Sinyal sinusoidal yang dibangkitkan menggunakan konfigurasi frekuensi sebesar 3000 Hz dengan frekuensi sampling sebesar 200.000 Hz. Hal ini didasarkan pada kondisi penggunaan sinyal frekuensi tinggi pada pemodelan kanal perairan dangkal Fungsi sinyal sinusoidal: ( )
(
didapatkan nilai 0,0812 s dan terus meningkat sejalan dengan jarak tempuhnya hingga pada nilai 0,1878 s pada waktu kedatangan kelima. Tabel 4 Nilai parameter pada R = 200 m dan h = 10 m Waktu Jarak Kedatangan Tempuh Kedatangan 1 337,5082 0,1340 2 343,3479 0,1397 3 351,5724 0,1477 4 361,9829 0,1578 5 374,3581 0,1699
)
IV. ANALISA HASIL SIMULASI Analisis hasil keluaran difokuskan pada waktu kedatamgan dan amplitudo. Analisis dilakukan dengan memberikan variasi pada jarak (R) antara sumber dan penerima serta kedalaman (h) dari laut itu sendiri. Jarak yang diamati adalah 100 m dan 200 m serta kedalaman yang diamati adalah 10 m dan 14,5 m. Nilai yang didapatkan bergantung pada interval kedatangan yang diamati. Pada penelitian kali ini, interval pengamatan dilakukan sebanyak lima kali, yang mana interval pengamatan ini juga merepresentasikan jumlah interval pantulan yang terjadi. Berikut adalah hasil waktu pengamatan yang didapat yang divariasikan pada jarak dan kedalaman yang berbeda:
Pada Tabel 4, pergerakan jarak tempuh dimulai pada nilai 337,5082 m pada pengamatan pertama dan terus meningkat hingga 374,3581 pada pengamatan kelima. Pergerakan waktu kedatangan dimulai pada nilai 0,1340 s pada kedatangan pertama dan terus meningkat hingga 0,1699 s pada kedatangan kelima. Tabel 5 Nilai parameter pada R = 200 m dan h = 14,5 m Waktu Jarak Kedatangan Tempuh Kedatangan 1 342,0867 0,1384 2 354,0193 0,1501 3 370,4334 0,1661 4 390,6517 0,1858 5 414,0129 0,2085
Tabel 2 Nilai parameter pada R = 100 m dan h = 10 m Waktu Jarak Kedatangan Tempuh Kedatangan 1 174,8151 0,0729 2 3 4 5
185,6784 200,1344 217,3421 236,6050
0,0835 0,0976 0,1144 0,1332
Pada Tabel 5, jarak tempuh yang didapat dimulai pada nilai 342,0867 m pada pengamatan pertama dan terus meningkat hingga pada nilai 414,0129 m pada pengamatan kelima. Sejalan dengan jarak tempuh, waktu kedatangan yang didapat juga memiliki pergerakan yang sama dan lebih besar dari pada kedalaman sebelumnya. Hasil waktu kedatangan yang didapat dimulai pada nilai 0,1384 s pada kedatangan pertama dan terus meningkat hingga nilai 0,2085 s pada kedatangan kelima. Dapat disimupulkan pada Tabel 2 hingga Tabel 5 diatas bahwa pergerakan jarak tempuh berbanding lurus dengan waktu kedatangan. Pada Tabel 6 di bawah bahwa perubahan jarak antara sumber dan penerima serta perubahan jarak dari kedalaman laut itu sendiri berpengaruh besar terhadap amplitudo sinyal yang didapat oleh penerima. Terlihat jelas bahwa semakin jauh jarak sumber dan penerima, semakin besar pula redaman yang terjadi pada sinyal tersebut. Sejalan dengan hal itu, semakin dalam kedalaman sebuah lautan, maka juga semakin besar redaman yang diberikan.
Pada Tabel 2, jarak tempuh rata – rata yang dilalui pada kedatangan pertama adalah 174,8151 m dan terus meningkat hingga pada jarak tempuh rata – rata 236,6050 m pada kedatangan kelima. Sejalan dengan hal tersebut, rata – rata kedatangan yang didapat pada waktu kedatangan pertama adalah 0,0729 s dan terus meningkat hingga 0,1332 s pada waktu kedatangan kelima. Tabel 3 Nilai parameter pada R = 100 m & h = 14,5 m Waktu Jarak Kedatangan Tempuh Kedatangan 1 183,3386 0,0812 2 204,2058 0,1016 3 230,5331 0,1272 4 260,4354 0,1564 5 292,6770 0,1878 Pada Tabel 3, jarak tempuh rata – rata pada kedalaman 14,5 m dimulai pada nilai 183,3386 m pada kedatangan pertama dan terus meningkat hingga 292,6770 m pada kedatangan kelima. Waktu kedatangan yang didapat juga memiliki pergerakan yang sama, pada kedatangan pertama
5
Tabel 6 Perbandingan Hasil Amplitudo Sinyal Keluaran Sinyal Jarak dan Sinyal Amplitudo Output + Kedalaman Output Noise 4,7499 9,9135 Max. × 10-3 × 10-3 R = 100 m, h = 10 m -4,3411 -8,5511 Min. × 10-3 × 10-3 4,4023 6,6240 Max. × 10-6 × 10-6 R = 100 m, h = 14,5 m -5,2633 -9,5768 Min. × 10-6 × 10-6 6,4686 6,8934 Max. × 10-8 × 10-8 R = 200 m, h = 10 m -4,6746 -6,8226 Min. × 10-8 × 10-8 4,2401 8,4261 Max. × 10-11 × 10-11 R = 200 m, h = 14,5 m -4,6170 -8,7113 Min. × 10-11 × 10-11 V.
3.
Meneliti karakteristik noise yang sering terjadi di salah satu kondisi perairan di Indonesia juga dapat dilakukan sebagai pemodelan kanal dengan kondisi noise yang terjadi pada kenyataannya.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3]
[4]
[5]
PENUTUP [6]
5.1
Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap pemodelan kanal komunikasi akustik pada perairan dangkal dengan mempertimbangkan pada beberapa parameter – parameter yang ditentukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil perhitungan, didapatkan waktu kedatangan terkecil terdapat pada R = 100 m dan h = 10 m serta waktu kedatangan terbesar terdapat pada R = 200 dan h = 14,5 m. 2. Perbandingan antara amplitudo sinyal pada jarak 100 m dan 200 m serta kedalaman 10 m dan 14,5 m menunjukkan bahwa redaman amplitudo sinyal berbanding lurus dengan peningkatan jarak maupun kedalaman. 3. Pemberian noise dengan SNR sebesar 5 dB menyebabkan peningkatan amplitudo pada sinyal yang didapat.
Chitre, Mandar., (2006) Underwater Acoustic Communications in Warm Shallow Water Channels, PhD Thesis, Electrical & Computer Engineering National University Of Singapore. Etter, Paul C., (1996) Underwater Acoustic Modelling, 2nd edition. Chapman & Hall. London.. Brekhovskikh, L.M., Lysanov, Yu.P., (2003) Fundamental of Ocean Acoustic. American Institute of Physics, New York. Jensen, F.B., Kuperman, W.A., Porter, M.B. and Schmidt, H. (1994) Computational Ocean Acoustics. American Institute of Physics, New York. Stojanovic, M. 1996. “Recent advances in high-speed underwater acoustic communications,” IEEE J. Ocean. Eng. 21, 125–136. Jesus, S.M., Porter, M.B., Stephan, Y., Demoulin, X., Rodriguez, O., Coelho, E., (2001) “Single Hydrophone Source Localization”, IEEE Journal of Ocean Engineering.
BIODATA PENULIS Taufani Rizal Nofriansyah dilahirkan di kota udang Sidoarjo pada tanggal 24 November 1990. Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Hidup di banyak kota membuat penulis memiliki wawasan yang luas. Memulai pendidikan sekolah dasar di SDN 001 Rintis Pekanbaru pada tahun 1996. Lulus SD pada tahun 2002, penulis lalu melanjutkan jenjang pendidikannya ke sekolah menengah pertama di SMPN 4 Pekanbaru. Setelah lulus SMP pada tahun 2004, penulis berpindah kota dan melanjutkan jenjang pendidikannya ke sekolah menengah atas di SMAN 4 Medan. Lulus pada tahun 2007, penulis melanjutkan jenjang pendidikannya ke Institut Teknologi Sepuluh Nopember dengan mengambil Jurusan Teknik Elektro bidang studi Telekomunikasi Multimedia.
5.2
Saran Dari hasil analisis kesimpulan yang dilakukan selama penelitian ini berlangsung, didapatkan beberapa saran yang dapat digunakan sebagai landasan untuk pengembangan penelitian selanjutnya, yaitu: 1. Penggunaan data karakteristik salah satu kondisi perairan di Indonesia dapat digunakan pada penelitian berikutnya sebagai data acuan dan data masukan untuk mengembangkan kanal komunikasi akustik pada perairan dangkal Indonesia. 2. Melakukan pengukuran pada kondisi nyata sehingga dapat membandingkan hasil keluaran sinyal secara simulasi dan pengukuran.
6