Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
ANALISA PERHITUNGAN LINK BUDGET SISTEM KOMUNIKASI ANTAR PELABUHAN MENGGUNAKAN KANAL HF Lucita Spica Arsasiwi1, Julius Maju Bonatua2, Hani’ah Mahmudah3, Ari Wijayanti4 Program Studi Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Politeknik Elektronika Negeri Surabaya 1
[email protected], 2
[email protected], 3
[email protected],
[email protected] Abstract Indonesia is the world largest archipelagic state where its sea territoty is very broad, stretches from Sabang to Merauke. Regarding that, Indonesia requires an effective inter-island communication system. Moreover, the need for wireless communications is very high so it requires a wireless communication network planning. In the process for planning a maritime wireless communication system, it needed a link budget calculation. Link budget calculation has an important role in order to design communication networks so it can achieve optimum results and efficient both in terms of technical reliability and cost. In relation to that, this paper discuss about link budget calculation of communication system between Port of Tanjung Perak Surabaya and Port of Soekarno-Hatta Makassar using High Frequency (HF). High Frequency Radio (HF Radio) widely used for long distance communication. HF Radio communication in maximum condition was affected by many things, such as location, frequency and transmitting time. Beside that, it can also be affected by interference of ionosphere. This paper discuss about calculation of received power with using three types of antenna transmitters and three types of antenna receiver. The smallest receiving power is when HF Radio communication being used in elevation angle 18,1° at noon and 29,5° at night. The results of this calculation can be said that the best transmitter antenna and receiver antenna is pairing of CV430B and 258F-1 because its margin value is the best among the other antennas. Keywords : HF Communication System, Link Budget, Received Power
1. Pendahuluan Indonesia merupakan Negara maritim yang terdiri dari gugusan ribu pulau. Kekayaan alam ini menuntut Indonesia akan sistem komunikasi serta transportasi maritim antar pulau yang memadai. Indonesia saat ini mempunyai beberapa pelabuhan di setiap provinsi, diantaranya terdapat lima pelabuhan besar yaitu Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Perak di Surabaya, Soekarno-Hatta di Makassar dan Pelabuhan Sorong di Sorong. Pelabuhan-pelabuhan ini merupakan rencana restrukturisasi di Indonesia, terutama di bidang komunikasi [2]. Kondisi ini pula yang mendorong Indonesia kian giat membangun sebuah sistem komunikasi maritim jarak jauh yang terjangkau dan dapat diandalkan untuk berkomunikasi antar pelabuhan. Salah satu sistem komunikasi yang dapat digunakan adalah sistem komunikasi HF (High Frequency). Komunikasi radio frekuensi tinggi atau High Frequency (HF) bekerja pada frekuensi 2 - 30 MHz adalah sistem yang relatif murah melebihi aplikasi line of sight. Sistem komunikasi radio HF memiliki kelebihan yakni dapat digunakan untuk hubungan jarak jauh (1500 Km) dan beberapa percakapan sekaligus tanpa saling mengganggu. Media untuk komunikasi radio HF adalah ionosfer yang memiliki karakteristik propagasi berbeda
D - 79
berdasarkan tempat dan waktu, tetapi jika dapat memperhitungkan waktu dan lokasi yang tepat, komunikasi jarak jauh bisa dilakukan. Radio komunikasi HF merupakan salah satu perangkat telekomunikasi yang mengambil peran sebagai solusi dari infrastruktur telekomunikasi di Indonesia yang tidak merata. Gelombang HF memiliki beberapa sifat yang unik, disepakati bahwa hal itu merupakan kekurangan dan membatasi kegunaan maksimumnya sebagai sarana yang efektif untuk komunikasi jarak jauh. Kondisi ionosfer yang berubah secara cepat dan pengguna gelombang HF hanya memiliki beberapa kesempatan, dalam hal ini pemilihan waktu dan penyesuaian frekuensi yang akan digunakan. Oleh karena itu, pengukuran karakteristik propagasi merupakan kegiatan dasar yang cukup penting untuk rancang bangun suatu sistem komunikasi sehingga dapat dirancang suatu sistem dengan performansi optimal. Sehubungan dengan hal tersebut maka pada penelitian kali ini akan dilakukan penelitian mengenai mode propagasi serta analisa link budget pada kanal HF dengan maksud agar dapat mengetahui tentang model propagasi yang terjadi antara pemancar dan penerima sehingga dapat dimaksimalkan dan digunakan pada pengembangan komunikasi maritim sebagai dasar analisa perhitungan untuk pengembangan teknologi
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
kanal HF di pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia. 2. Perencanaan Link Budget Pada penelitian ini dilakukan perhitungan link budget antar pelabuhan ke pelabuhan menggunakan kanal HF. Perhitungan link budget mempunyai peranan penting agar rancangan jaringan komunikasi dapat mencapai hasil yang optimum dan efisien baik dari segi kehandalan teknis maupun biaya. Adapun diagram alir perhitungan link budget yang ditunjukkan pada Gambar 1. Survey Data
Free space loss Loss ground
5-20 0-3 per pantulan
Loss polarization
3-6
Loss sporadic E
0-9
Redaman absorption terjadi adanya penyerapan daya di lapisan E sehingga daya tidak dapat diteruskanke lapisan F. Rugi ini dapat dihitung dengan persamaan linier [3]: La =
1
/f
2
(2)
Analisis Karakteristik Propagasi
dengan merupakan nilai dari frekuensi kerja dalam MHz yang digunakan dalam sistem komunikasi.
Perhitungan Pathloss
Propagasi ruang bebas (free space) terjadi ketika sinyal yang dipancarkan langsung diterima oleh antena penerima sehingga tidak ada rugi yang disebabkan oleh obstacle. Berikut persamaan dari redaman free space (1.7)[3],
Parameter Input Perhitungan PR
LFSL = 32,4 + 20 log d + 20 log f
Analisa Link Budget
Gambar 1. Diagram alir perhitungan link budget Input yang digunakan untuk simulasi pada software Proplab Pro adalah hasil survey data, yaitu koordinat longitude dan latitude di dua pelabuhan yang dijadikan model yakni Pelabuhan Tanjung Perak dengan koordinat longitude 112.7270651 , latitude -7.2078353 dan Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar dengan koordinat longitude 119.405 dan latitude -5.130. Frekuensi kerja yang digunakan adalah 5,316 MHz. Waktu yang dipilih untuk pengamatan mode propagasi ionosfer adalah siang hari pukul 12.00 WIB sedangkan malam hari pukul 00.00 WIB. Jika daya minimum yang dapat diterima oleh penerima adalah PR (watt) dan PT (watt) adalah daya pancar serta LS (dB) adalah jumlah rugi sistem pada suatu link radio HF point to point, maka redaman total PL (dB) dapat ditulis sebagaimana persamaan (1) berikut [3]: PL = PT – PR - LS
(3)
dimana: d = jarak antara pemancar dan penerima (km) f = frekuensi kerja (MHz)
Hasil
Mode propagasi ini digunakan untuk memprediksi kekuatan sinyal yang diterima ketika pemancar dan penerima memiliki lintasan segaris pandang tanpa ada halangan di antara keduanya. Redaman ground reflection dipengaruhi oleh nilai konduktivitas dan dielektrik dari pantulan gelombang di permukaan bumi. Biasanya untuk pantulan di permukaan air laut, jauh lebih kecil dibanding permukaan bumi yang kering (sekitar 0 dan 3 dB). Total redaman pada lintasan komunikasi HF dapat ditulis dengan persamaan (4) [3]: PL = La + LFSL + Lg + Lp + Lq
(4)
Perhitungan link budget dimaksudkan untuk dapat menghitung atau merencanakan kebutuhan daya sehingga kualitas sinyal dipenerima memenuhi standar yang diinginkan. Daya terima dapat ditulis dengan persamaa (5) [4].
(1)
Pada link komunikasi HF terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi redaman lintasan (path loss). Hal itu ditunjukkan pada Tabel 1.
Simbol
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
Tabel 1 Jenis Redaman [3] Jenis Redaman Nilai Tipikal Redaman (dB) Loss absorption 0-20 per hop
D - 80
PR = PT + GT + GR – PL – Lf - Lcable dimana: PR = Daya terima (dBm) PT = Daya pancar (dBm) GT = Gain antena pemancar (dBi) GR = Gain antena penerima (dBi) PL = Path Loss (dB) Lf = Loss Fading (dB) Lcable = Loss Cable (dB)
(5)
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
Tabel 3 Spesifikasi Antenna Pemancar dan Penerima 3. Perancangan Sistem Perhitungan link budget sistem komunikasi antar pelabuhan menggunakan kanal HF ini dilakukan dengan menganalisa jarak antara dua pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan SoekarnoHatta Makassar serta dengan menggunakan software simulator PropLab-Pro dan MATLAB. 3.1. Proplab-Pro Proplab-Pro merupakan sebuah software simulator yang dapat digunakan sebagai model propagasi dan kondisi suatu kanal radio Ionosphere. Proplab-Pro memodelkan ray tracing lapisan ionosfer yang menghitung propagasi sinyal berdasarkan tracing sinyal melalui ionosfer. Untuk dapat memodelkan ray tracing lapisan ionosfer, dibutuhkan peta lokasi berdasarkan letak koordinat posisi transmiter dan receiver.
Antenna HW330-3 HD220-2 CV430B WD230-1 320D-1 258F-1
Freq. Range 4 - 30MHz 3 - 30 MHz 3,6 - 30 MHz 2 - 30 MHz 2,7 - 28 MHz 3 - 30 MHz
Gain 3 - 6dBi 2 - 4 dBi 4 -7 dBi 3 - 6 dBi 4 - 6 dBi 11 - 12 dBi
Semua radio mempunyai titik minimal, dimana jika sinyal yang diterima lebih rendah dari titik minimal tersebut maka sinyal yang dikirim tidak dapat diterima. Titik minimal sensitivity penerima ini didefinisikan dalam dBm atau W. Spesifikasi perangkat penerima ditunjukkan pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Spesifikasi Perangkat Penerima Nama Perangkat MF/HF Receiver NRD 610 Frequency Range 1,6 to 29,999999 MHz Sensitivitas Penerima 3 µV = -97,4575749056 dBm
Gambar 1 Tampilan Map Option pada Proplab-Pro Gambar 1 merupakan tampilan map option pada simulator Proplab-Pro yang menunjukkan posisi koordinat lintang dan bujur yang diinginkan. Karena lapisan ionosfer dipengaruhi oleh aktivitas matahari yang disebabkkan oleh banyaknya kerapat elektron, maka pada setiap titik koordinat tertentu mempunyai nilai kerapatan elektron yang berbeda. 3.1 Spesifikasi Perangkat Untuk mengirim sinyal dibutuhkan daya pancar yang tepat. Daya pancar yang digunakan diperoleh dari spesifikasi perangkat yang digunakan. Dari survey data yang dilakukan, perangkat yang digunakan untuk memperoleh daya pancar adalah JRS-713 kW HF Transmitter. Spesifikasi dari Spesifikasi JRS-713 kW HF Transmitter ditunjukkan pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Spesifikasi JRS-713 kW HF Transmitter Nama Perangkat Frequency Range
JRS-713 kW HF Transmitter 1,6000 to 29,9999 MHz
RF Power
1000 W = 60 dBm
Beberapa parameter link budget diperoleh dari perangkat yang digunakan seperti daya pancar, gain antenna dan sensitivitas penerima. Spesifikasi antenna pemancar dan penerima ditunjukkan pada Tabel 3 di bawah ini.
D - 81
4. Hasil dan Analisa 4.1 Mode Propagasi Pada saat simulasi menggunakan software Proplab, sinyal yang dikirimkan oleh transmitter bisa diterima oleh receiver setelah sinyal tersebut dipantulkan ke lapisan ionosfer. Jumlah dari pantulan sinyal ini bervariasi, bergantung pada sudut elevasi yang digunakan. Kualitas sinyal yang terbaik, selalu didapat pada variasi dengan jumlah pantulan yang sedikit. Semakin banyak jumlah pantulan, maka kulalitas sinyal yang diterima oleh receiver akan semakin memburuk. Jumlah pantulan yang didapatkan mempengaruhi jalur propagasi yang mana berpengaruh pada nilai daya terima. Berdasarkan simulasi, tidak semua sinyal yang dikirimkan dapat diterima oleh receiver, hanya beberapa variasi sudut elevasi tertentu yang mengakibatkan sinyal bisa diterima. Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan hasil simulasi variasi sudut elevasi untuk jumlah pantulan serta panjang mode propagasi (km) pada siang dan malam hari. Tabel 5 Hasil Simulasi Variasi Sudut Elevasi untuk Jumlah Pantulan pada Siang Hari Sudut Elevasi (o) 11,8 26,5 45 68,8 73,1 73,2 85,64
Jumlah Pantulan 1 2 1 3 4 4 15
Panjang Mode Propagasi (km) 808 876 888 1220 1628 2052 2568
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
Tabel 6 Hasil Simulasi Variasi Sudut Elevasi untuk Jumlah Pantulan pada Malam Hari
daya sinyal yang didapat berakibat pada makin besarnya nilai pathloss.
Sudut Elevasi (o ) 29,5 52,4 63,9 70,1 74,3 76,1 79
2. Pengukuran malam hari (00.00 WIB) a Sudut 29,50
Jumlah Pantulan 1 2 3 4 5 6 8
Panjang Mode Propagasi (km) 904 1248 1684 2132 2616 3092 3588
Pada Tabel 5 dan Tabel 6 panjang mode propagasi dipengaruhi oleh besar sudut elevasi. Semakin besar sudut elevasi maka semakin banyak pantulan gelombang HF untuk mencapai antenna penerima. Hal itu mempengaruhi panjang mode propagasi (km) yang mana semakin panjang mode propagasi maka semakin besar nilai pathloss. Parameter waktu juga sangat berpengaruh terhdapat mode propagasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 sampai Gambar 5 di bawah ini.
Gambar 4. Mode Propagasi saat Malam pada Sudut Elevasi 29,50 Gambar 4 diatas menunjukkan bahwa jalur mode propagasi jika dilakukan pada malam hari dengan sudut elevasi 29,50 untuk 1 pantulan adalah sepanjang 904 km. b. Sudut 790
1. Pengukuran siang hari (12.00 WIB) a. Sudut 11,80 Gambar 5 Mode Propagasi saat Malam pada Sudut Elevasi 790
Gambar 2 Mode Propagasi saat Siang pada Sudut Elevasi 11,80
Gambar 2 menunjukkan bahwa jalur mode propagasi jika dilakukan pada siang hari dengan sudut elevasi 11,80 untuk 1 pantulan adalah sepanjang 808 km. b. Sudut 85,640
Gambar 3 Mode Propagasi saat Siang pada Sudut Elevasi 85,640
Sedangkan menurut Gambar 3 diatas, hasil simulasi mode propagasi dengan input sudut elevasi 85,540 di siang hari yaitu sepanjang 2568 km dengan mengalami 15 pantulan gelombang. Hal ini mengakibatkan daya sinyal yang diterima oleh receiver lebih kecil dibandingkan daya sinyal yang diterima oleh receiver pada jumlah mode propagasi 1 pantulan gelombang. Hal ini membuktikan bahwa jalur mode propagasi yang semakin panjang mengakibatkan daya sinyal yang diterima oleh receiver menjadi semakin buruk. Semakin buruknya
Sedangkan menurut Gambar 5, hasil simulasi mode propagasi dengan input sudut elevasi 790 di malam hari yaitu sepanjang 3588 km dengan mengalami 8 pantulan gelombang. Melalui simulasi yang dilakukan baik siang hari maupun malam hari diketahui bahwa jalur mode propagasi dipengaruhi oleh sudut elevasi yang digunakan untuk transmit. Semakain besar sudut maka semakin jauh mode propagasi. Mode propagasi yang panjang mengakibatkan daya terima yang sampai pada receiver kecil. Secara tidak langsung kondisi ini mengakibatkan nilai pathloss yang terhitung semakin besar. 4.2. Perhitungan Path Loss Berdasarkan rumus perhitungan pada persamaan (4), nilai path loss diperoleh dengan parameter-parameter loss absorption, free space loss, loss ground, loss polarization dan loss sporadic E. Nilai path loss dapat dilihat pada Tabel 7.
D - 82
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
Tabel 7 Nilai Path Loss terhadap Jarak
Kondisi
Siang
Malam
Sudut (O)
Jumlah Pantulan
Jalur Mode Propagasi (km)
Path Loss (dB)
3
4
11,8
1
808
95,59
26,5
2
876
99,3021556
45
1
888
96,41
68,8
3
1220
103,9402
73,1
4
1628
107,6955
73,2
4
2052
109,7059
85,64
15
2568
117,3946
29,5
1
904
96,565142
52,4
2
1248
102,376365
63,9
3
1684
106,7398
70,1
4
2132
110,0381
74,3
5
2616
112,7848
76,1
6
3092
115,0281
5
6
GT (dBi) 3
4
5
6
-41,1106 -40,1106 -39,1106 -41,1106 -40,1106 -39,1106 -38,1106 -40,1106 -39,1106 -38,1106 -37,1106 -39,1106 -38,1106 -37,1106 -36,1106
GR (dBi) 3 4 5 6 3 4 5 6 3 4 5 6 3 4 5 6
Daya Terima (dB) -42,0866 -41,0866 -40,0866 -39,0866 -41,0866 -40,0866 -39,0866 -38,0866 -40,0866 -39,0866 -38,0866 -37,0866 -39,0866 -38,0866 -37,0866 -36,0866
Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan bahwa antenna pemancar HW330-3 dan antenna penerima WD230-1 paling baik digunakan untuk sistem komunikasi kanal HF pada saat gain kedua antenna 6 dBi dengan sudut elevasi 11,80 (siang hari) dan sudut 29,50 (malam hari) karena memiliki sensitivitas margin paling baik yakni sebesar 61,3464 dB dan 61,3704 dB.
4.3. Link Budget Dari rumus perhitungan link budget untuk mencari nilai PR dari persamaan (5), didapat beberapa nilai daya terima. Nilai ini diperoleh karena perubahan nilai gain antena pemancar dan gain antenna penerima.
4.3.2 HD220-2 dan 320D-1 Pada antenna pemancar HD220-2, gain antennanya adalah 2-4 dBi. Sedangkan pada antenna penerima 320D-1 memiliki gain antenna sebesar 4-6 dBi. Nilai daya terima pada antenna HD220-2 dan 320D-1 saat kondisi siang dan malam ditunjukkan pada Tabel 10 dan Tabel 11 dibawah ini.
4.3.1 HW330-3 dan WD230-1 Pada antenna pemancar HW330-3, gain antennanya sebesar 3-6 dBi. Begitu pula dengan antenna penerima WD230-1 gain antennanya pun juga sebesar 3-6 dBi. Nilai daya terima pada antenna HW330-3 dan WD230-1 saat kondisi siang dan malam ditunjukkan pada Tabel 8 dan Tabel 9 dibawah ini.
Tabel 10 Nilai Daya Terima pada Kondisi Siang pada Sudut 11,80 dengan 1 (satu) Pantulan
Tabel 8 Nilai Daya Terima pada Kondisi Siang Hari pada Sudut 11,80 dengan 1 (satu) Pantulan GR (dBi) 3
4 5 6 3 4 5 6 3 4 5 6 3 4 5 6
Tabel 9 Nilai Daya Terima pada Kondisi Malam pada Sudut 29,50 dengan 1 (satu) Pantulan
Tabel 7 merupakan hasil simulasi Matlab yang menunjukan nilai path loss dengan nilai jalur mode propagasi berbeda-beda. Pada kondisi siang dengan 1 pantulan memiliki nilai path loss lebih rendah sedangkan pada kondisi malam dengan 8 pantulan memiliki nilai path loss tertinggi. Untuk kondisi siang dengan 2 pantulan memiliki nilai path loss lebih besar daripada nilai path loss pada kondisi malam dengan 1 pantulan. Ini sesuai dengan teori bahwa pada siang hari nilai path loss lebih besar dari kondisi malam walaupun jalur mode propagasi lebih kecil dari kondisi malam.
GT (dBi)
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
GT (dBi) 2
Daya Terima (dB) -42,1106
D - 83
GR (dBi) 4 5 6 4
Daya Terima (dB) -42,1106 -41,1106 -40,1106 -41,1106
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang
3
4
5 6 4 5 6
-40,1106 -39,1106 -40,1106 -39,1106 -38,1106
Tabel 11 Nilai Daya Terima pada Kondisi Malam pada Sudut 29,50 dengan 1 (satu) Pantulan GT (dBi) 2
3
4
GR (dBi) 4 5 6 4 5 6 4 5 6
Daya Terima (dB) -43,0866 -42,0866 -41,0866 -42,0866 -41,0866 -40,0866 -41,0866 -40,0866 -39,0866
Tabel 10 dan Tabel 11 menunjukkan bahwa antenna pemancar HD220-2 dan antenna penerima 320D-1 paling baik digunakan untuk sistem komunikasi kanal HF pada saat gain pemancar 4 dBi dan gain penerima 6 dBi dengan sudut elevasi 11,80 (siang hari) dan sudut 29,50 (malam hari) karena memiliki sensitivitas margin paling baik yakni sebesar 59,3464 dB dan 58,3704 dB. 4.3.3 CV430B dan 258F-1 Pada antenna pemancar CV430B, gain antennanya sebesar 4-7 dBi. Sedangkan pada antenna penerima 258F-1 memiliki gain antenna sebesar 11-12 dBi. Nilai daya terima pada antenna CV430B dan 258F-1 saat kondisi siang dan malam ditunjukkan pada Tabel 12 dan Tabel 13 dibawah ini. Tabel 12 Nilai Daya Terima pada Kondisi Siang pada Sudut 11,80 dengan 1 (satu) Pantulan GT (dBi) 4 5 6 7
GR (dBi) 11 12 11 12 11 12 11 12
Daya Terima (dB) -33,1106 -32,1106 -32,1106 -31,1106 -31,1106 -30,1106 -30,1106 -29,1106
Tabel 13 Nilai Daya Terima pada Kondisi Malam pada Sudut 29,50 dengan 1 (satu) Pantulan GT (dBi) 4 5 6 7
GR (dBi) 11 12 11 12 11 12 11 12
Daya Terima (dB) -34,0866 -33,0866 -33,0866 -32,0866 -32,0866 -31,0866 -31,0866 -30,0866
D - 84
Volume 8 – ISSN: 2085-2347
Tabel 12 dan Tabel 13 menunjukkan bahwa antenna pemancar CV430B dan antenna penerima 258F-1 paling baik digunakan untuk sistem komunikasi antar pelabuhan menggunakan kanal HF pada saat gain pemancar 7 dBi dan gain penerima 12 dBi dengan sudut elevasi 11,80 (siang hari) dan sudut 29,50 (malam hari) karena memiliki sensitivitas margin paling baik yakni sebesar 68,3464 dB dan 67,3704 dB. 5. Kesimpulan Setelah melakukan perancangan sistem yang mengacu pada asumsi dan skenario yang telah ditentukan serta analisis data, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Sistem komunikasi HF baik dilakukan ketika siang hari dengan memakai sudut elevasi 18,1° dan sedangkan ketika malam hari sistem komunikasi HF bekerja dengan baik di sudut elevasi 29,5° karena memiliki pathloss paling kecil. 2. Antenna terbaik untuk digunakan di stasiun radio pemancar pada sistem komunikasi menggunakan kanal HF adalah CV430B dan 258F-1 pada saat gain pemancar 7 dBi dan gain penerima 12 dBi karena memiliki sensitivitas margin paling baik yakni sebesar 68,3464 dB dan 67,3704 dB. Daftar Pustaka: [1] Wijoyo, Pius Honggo. “Tinjauan Umum Pelabuhan Sebagai Prasarana Transportasi”. Tinjauan Umum, halaman 15-27. http://ejournal.uajy.ac.id/159/3/2TA12921.pdf [2] 5 Pelabuhan Penting di Indonesia. https://www.selasar.com/ekonomi/5pelabuhan-penting-di-indonesia [3] McNamara, Leo. F. “Prediction for HF Communications”. Chapter 4, pg 87. Krieger Publishing Company. 1991. [4] Adhitya, Aryo Darma, “Sub-Sistem Penerima Pada Sistem Pengukuran Kanal HF Pada Lintasan Merauke-Surabaya”, 2014. [5] Australian Goverment. “IPS Radio and Space Services, Introduction to HF Radio Propagation.pdf” Sidney, Australia. 2007. [6] McNamara, “The Ionosphere:Communications, Surveillance, and Direction Finding, 1991 [7] Davies, Kenneth. “Ionospheric Radio”. Peter Peregrinus Ltd, London, UK. 1990. [8] Appleton, “Wireless Studies of The Ionosfer”, Lecture delivered before the wireless section.1932 [9] B. Nathan, P.Eugeniu, “Ionosphere And Applied Aspects of Radio Communications And Radar”, CRC Press, United States of America, 2008.