Bab IV Pemodelan
Pemodelan 3 Dimensi Reservoar Lapangan Batang 3
mengintegrasikan
Dimensi
reservoar
hasil-hasil
lapangan
Batang
penelitian-penelitian
dilakukan
geologi,
dengan
geofisika
dan
petrofisika yang sudah dilakukan. Data hasil penelitian stratigrafi berupa marker dan hasil penelitian 3D seismik berupa horizon digunakan sebagai kerangka model 3 dimensi. Data hasil penelitian geologi berupa fasies lingkungan pengendapan dan hasil studi petrofisika batuan berupa properti batuan (porositas, permeabilitas, saturasi air dan lain-lain) digunakan untuk memodelkan properti reservoar dengan metode geostatistik.
Stratigraphic Gridding
Pemodelan 3D Facies Lingkungan Pengendapan
Pemodelan 3D reservoar Porosity Modelling with SGS
Vsh Modelling with SGS
Permeability Modelling with SGS collocated cokriging
SWIRR modelling with SGS collocated cokrigging
Gambar IV.1 Diagram alir pemodelan 3 dimensi reservoar lapangan Batang
IV.1
Stratigraphic Grid
Untuk melakukan pemodelan 3 Dimensi reservoar, terlebih dahulu dilakukan pembuatan grid cube yang biasa disebut Stratigraphic grid (Sgrid). Sgrid merupakan kerangka model 3 dimensi yang digunakan untuk mensimulasikan penyebaran properti-properti batuan lainnya.
24
Sgrid dibuat berdasarkan unit-unit stratigrafi dan struktur geologi berupa sesarsesar yang ada di daerah penelitian. Dalam penelitian ini dibuat Sgrid dengan ukuran cell sebesar 12.5 m X 12. 5 m x 2 ft. Untuk melingkupi luas seluruh daerah penelitian diperlukan cell sejumlah lebih kurang 26.8 juta cell, dengan perincian 404 cell untuk sisi panjang, 224 cell untuk sisi lebar dan 297 cell untuk sisi tinggi (Gambar IV.2)
Gambar IV.2 Sgrid lapangan Batang (kiri) dan perbesaran sayatan dari sgrid yang menunjukkan susunan cellnya (kanan).
IV.2
Pemodelan Lingkungan Pengendapan
Pemodelan lingkungan pengendapan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode geostatistik Multi Point Statistic (MPS). Metode MPS adalah metode statistik untuk memodelkan lingkungan pengendapan yang berusaha menghasilkan bentuk geometri dari lingkungan pengendapan dengan menggunakan training image. Training image adalah suatu contoh konseptual dari geometri lingkungan pengendapan secara 3 dimensi (Hazairin, 2003). Dalam metode MPS ini training image digunakan sebagai kerangka global untuk mencari covariance dari seluruh titik data. Titik data yang dimaksud adalah data jenis
25
lingkungan pengendapan yang sudah diinterpretasikan di sumur-sumur daerah penelitian dengan menggunakan data batuan inti bor dan data log sumur.
Untuk melakukan pemodelan lingkungan pengendapan secara 3 dimensi, terlebih dahulu perlu dilakukan penomoran kode terhadap jenis-jenis lingkungan pengendapan, sehingga dapat menjadi informasi numerik yang dapat dihitung dengan metode geostatistik.
Berikut ini kode numerik dari lingkungan pengendapan di daerah penelitian:
Jenis Lingkungan
Kode Numerik
Pengendapan
Tabel IV.1
Estuarine
1
Mud shelf
2
Tidal Channel
3
Tidal Mudflat
4
Tidal Sand Flat
5
Kode numerik facies lingkungan pengendapan
Pemodelan 3 dimensi lingkungan pengendapan dimulai dengan pembuatan training image yang akan digunakan sebagai referensi atau kerangka untuk memodelkan kode lingkungan pengendapan. Dalam pembuatan training image, informasi yang dimasukkan adalah variabel geometri (lebar, panjang, tebal dan efek sinusitas jika ada) dari masing-masing lingkungan pengendapan.
Informasi geometri dari lingkungan pengendapan didapatkan berdasarkan analisis hasil studi stratigrafi berupa peta distribusi facies lingkungan pengendapan. Peta distribusi facies lingkungan pengendapan lapangan Batang dibahas pada Bab III.1 Tabel IV.1 adalah informasi geometri facies lingkungan pengendapan dan data statistiknya yang digunakan untuk pembuatan training image.
26
D350 & D401 Facies type Estuarine
Facies conceptual description Elongated ellipse
Mud shelf Tidal channel
mostly shale in D 400sd ellipse
1500
280
Tidal mud flat Tidal sand flat
background of d350sand Sheet (eroded by TCh)
300
100
BK440, BK 500, BK 511 Facies conceptual description Facies type ellipse Estuarine Background Mud shelf ellipse Tidal channel Background (sheet eroded by TSF) Tidal mud flat Tidal sand flat Sheet (eroded by TCh)
Facies Facies Prop Facies Prop. STD (mean) (median) Deviasi Length (m) Width (m) Thickness (ft) Orientation Prop. 900 500 24 55 20% 13 8.5 15.6 30
55
5% 60%
41 22
42.5 24
15.7 17.4
55
5% 10%
11 13
9.5 9
8.9 12.3
Facies Facies Prop Facies Prop. STD (mean) (median) Deviasi Length (m) Width (m) Thickness (ft) Orientation Prop. 850 150 20 80 8% 6 0 9.1 only in BK510 with very small portion 3% 3 0 13.9 1850 300 35 70 70% 45 43 24.8
400
200
70
10% 10%
25 21
26 19
14.3 15.5
BK520, BK561 Facies conceptual description Ellipse not appear Ellipse background sheet (eroded by Tch)
Facies Facies Prop Facies Prop. STD (mean) (median) Deviasi Length (m) Width (m) Thickness (ft) Orientation Prop. 650 170 20 80 10% 11 0 14.4 1 0 2.4 1200 350 35 70 60% 47 46 31.7 10% 23 24 13.6 20% 18 16 19.2
BK590, BK620, BK651 Facies conceptual description Facies type Rectangular Estuarine not appear Mud shelf elipse Tidal channel background Tidal mud flat Tidal sand flat sheet
Facies Facies Prop Facies Prop. STD (mean) (median) Deviasi Length (m) Width (m) Thickness (ft) Orientation Prop. 700 700 20 30 40% 13 10 14.5 1 0 4.8 600 350 20 70 30% 46 52 24.4 10% 22 21 16.2 20% 18 18 15.2
Facies type Estuarine Mud shelf Tidal channel Tidal mud flat Tidal sand flat
Tabel IV.2
Informasi geometri lingkungan pengendapan lapangan Batang yang digunakan sebagai input pembuatan training image.
Setelah dibuat training image kemudian data facies lingkungan pengendapan yang sudah di interpretasi pada semua sumur di distribusikan kedalam Sgrid dengan menggunakan training image sebagai kerangka global untuk mencari covariance dari seluruh titik data. Model facies lingkungan pengendapan ini kemudian digunakan sebagai kerangka untuk mendistribusikan properti reservoar lainnya.
27
Gambar IV.3 Facies lingkungan pengendapan hasil pemodelan dalam bentuk full volume (kiri) dan dalam bentuk fence diagram (kanan)
IV.3
Pemodelan 3D Properti Batuan
Untuk melakukan pemodelan 3D properti batuan terlebih dahulu perlu dibuat variogram sebagai fungsi korelasi spasial dari masing-masing properti batuan. Variogram sebagai fungsi korelasi spasial dibahas pada Bab I.7.1. Pemodelan 3D properti batuan dilakukan dengan metode geostatistik dengan menggunakan variogram sebagai fungsi korelasi dan dilakukan dengan hirarki seperti pada gambar IV.4. Pemodelan dilakukan secara terpisah untuk setiap facies lingkungan pengendapan
Pemodelan 3D reservoar Porosity Modelling with SGS
Vsh Modelling with SGS
Permeability Modelling with SGS collocated cokriging
SWIRR modelling with SGS collocated cokrigging
Gambar IV.4 Hirarki pemodelan 3D reservoar Data porositas dan Vsh didistribusikan kedalam sgrid secara independen menggunakan metode sequential gaussian simulation (SGS). pendistribusian
28
dilakukan dengan menggunakan data porositas dan Vsh dari log sumur sebagai hard data dan variogram
porositas dan variogram Vsh sebagai fungsi
korelasinya. Data Permeabilitas batuan didistribusikan kedalam sgrid dengan menggunakan SGS collocated co kriging (SGSCC). Pendistribusian dilakukan dengan menggunakan data log permeabilitas sumur sebagai hard data dan model porositas dan Vsh sebagai soft data serta variogram permeabilitas sebagai fungsi korelasi spasialnya. Data Saturasi air disistribusikan kedalam sgrid dengan menggunakan SGSCC dengan log saturasi air sumur sebagai hard data dan model permeabilitas sebagai soft data serta variogram saturasi air sebagai fungsi korelasi spasialnya.
Gambar IV.5 Hasil Pemodelan 3 dimensi properti reservoar Vsh (kiri), porositas (tengah) dan saturasi air (kanan)
IV.4
Validasi Model 3 Dimensi
Validasi model 3 Dimensi reservoar lapangan batang dilakukan dengan dua cara, yang pertama dengan membandingkan statistik (histogram, mean, mode, standard deviasi dll) data properti reservoar dari log sumur dengan data properti reservoar hasil pemodelan. Cara yang kedua dengan metode blind test well. Metode blind test well dilakukan dengan tidak mengikutkan satu data sumur sebagai hard data dalam pemodelan. Dengan metode blind test well ini sumur yang dikeluarkan dari pemodelan tersebut diasumsikan belum di bor. Setelah proses pemodelan dilakukan
data dari sumur “baru” tersebut dibandingkan dengan data hasil
pemodelan.
29
IV.4.1 Metode Statistik Gambar IV.6 – gambar IV.8 menunjukkan perbandingan distribusi statistik porositas, saturasi air, dan vsh dari data sumur dan data hasil pemodelan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa distribusi data model sudah sama atau mendekati distribusi dari data sumur, hal ini mengindikasikan bahwa pemodelan reservoar 3D sudah benar secara statistik.
Data Model
Data sumur
Gambar IV.6 Perbandingan distribusi statistik porositas data sumur Vs data hasil pemodelan
30
Data Model
Data sumur
Gambar IV. 7. Perbandingan distribusi statistik saturasi air data sumur Vs data hasil pemodelan
Data Model
Data sumur
Gambar IV.8. Perbandingan distribusi data Vsh data sumur Vs data hasil pemodelan
31
IV.4.1 Metode Blind Test Well Untuk validasi pemodelan dengan metode blind test well, satu data sumur yaitu sumur Batang 20 tidak diikutkan dalam pemodelan. Diasumsikan pada saat dilakukan pemodelan sumur Batang 20 ini belum di bor. Gambar IV. 9 – gambar IV.11 menunjukkan perbandingan antara data reservoar properti hasil pemodelan dengan data log pada sumur yang “baru saja” dilakukan pengeboran. a. Menunjukan penampang melintang harga properti reservoar
hasil
pemodelan di sekitar sumur yang “baru saja” di bor dan data properti reservoar pada sumur tersebut (gambar tabung). b. Menunjukan perbandingan antara log sumur tersebut dengan log hasil pemodelan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa data model mampu memprediksi harga properti reservoar
pada lokasi sumur Batang 20
dengan cukup baik dengan tingkat korelasi 76 % untuk porositas reservoar, 65% untuk Vsh dan 95% untuk saturasi air.
Korel.= 0.65
Data log Porositas Data pemodelan porositas b.
a.
Gambar IV.9 Perbandingan data porositas hasil pemodelan Vs. data sumur “baru” (kiri). Perbandingan data log sumur baru Vs. data pseudo log hasil pemodelan (kanan).
32
korel. = 0.76
Data log vsh Data pemodelan vsh a.
b.
Gambar IV.10 Perbandingan data Vsh hasil pemodelan Vs. data sumur “baru” (kiri). Perbandingan data log sumur baru Vs. data pseudo log hasil pemodelan (kanan).
Korel.= 0.9
Data log vsh Data pemodelan vsh a.
b.
Gambar IV.11 Perbandingan data Vsh hasil pemodelan Vs. data sumur “baru” (kiri). Perbandingan data log sumur baru Vs. data pseudo log hasil pemodelan (kanan).
33