Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PEMETAAN WILAYAH SAPI BERPOTENSI BERANAK KEMBAR DI KALIMANTAN TENGAH (Mapping of Twinning Birth for Cattle Beef in Central Kalimantan) SALFINA NURDIN AHMAD, A. BHERMANA dan ADRIAL Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Kotak 122, Palangkaraya 73111
ABSTRACT In order to support adequacy of meat in 2010, domestic beef production is expected to contribute 90 – 95% of the total national requirement. Naturally, the cases of twinning in beef cattle that are occurred in frequency of 0.5%. With twinning birth, it is able to support the achievement of Acceleration Program for Beef Sufficiency (P2SDS). The purpose of assessment is to create a map of the distribution of beef cattle that have the potential of twinning birth, and also to know specific factors that influence twinnign birth process in Central Kalimantan. The assessment is conducted using survey methods and deskwork study in 7 (seven) locations with purposive sampling include Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, Katingan, Seruyan, dan Murung Raya. Primary data collection is based on interviews with farmers. Procedure of mapping process uses geographic information system technology applications (GIS). Results of analysis of data and information during 2004 – 2009, in Central Kalimantan showed that there were 20 parent of cows that able to give twinning with birth percentage value of 0.01 to 0.14% or an average of 0.05% of the population of beef cattle. The result analysis shows that the pattern of territorial distribution in Kalimantan cattle twins are common in wetland areas that are affected by tidal along rivers Key Words: Mapping, Cattle Beef, Twinning Birth, Central Kalimantan ABSTRAK Dalam mendukung program kecukupan daging 2010 diharapkan produksi daging sapi negeri mampu memberikan kontribusi 90 – 95% dari total kebutuhan nasional. Secara alamiah peristiwa kelahiran kembar pada sapi potong yang terjadi frekuensinya hanya 0,5%. Dengan kelahiran anak sapi potong kembar mampu mendukung Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS). Tujuan pengkajian untuk membuat peta wilayah sebaran sapi potong yang berpotensi melahirkan anak kembar dan mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhinya di Kalimantan Tengah. Pengkajian dilakukan dengan menggunakan metode deskwork study dan survei di 7 (tujuh) lokasi secara purposive sampling meliputi Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, Katingan, Seruyan, dan Murung Raya. Pengambilan data primer berdasarkan hasil wawancara dengan peternak. Penyusunan pewilayahan menggunakan aplikasi teknologi sistem informasi geografis (GIS). Hasil analisis data dan informasi selama kurun waktu 2004 – 2009 di Kalimantan Tengah, terdapat 20 ekor jumlah induk sapi potong yang melahirkan kembar dengan nilai 0,01 – 0,14 % atau rata-rata 0,05% dari populasi sapi potong. Hasil analisis secara kewilayahan menunjukkan bahwa pola penyebaran sapi kembar di Kalimantan secara umum terdapat pada kawasan-kawasan yang memiliki agroekosistem lahan basah yang dipengaruhi pasang surut dan terdapat di jalur aliran sungai. Kata Kunci: Pemetaan, Sapi Potong, Kelahiran Kembar, Kalimantan Tengah
PENDAHULUAN Dalam program kecukupan daging 2010 diharapkan daging sapi dalam negeri mampu memberikan kontribusi 90 – 95% dari total kebutuhan nasional, yang pada saat ini baru terpenuhi 70 – 75%, sementara sisanya (25 – 30%) berasal dari sapi bakalan dan daging asal
impor. Untuk mendukung program tersebut perlu dilakukan peningkatan produktivitas dan reproduktivitas sapi lokal melalui program inseminasi buatan (IB) dan introduksi teknologi, antara lain teknologi kelahiran anak kembar. Secara alamiah peristiwa kelahiran kembar pada sapi dapat terjadi namun berpeluangn sangat kecil yaitu pada sapi potong frekuensi
233
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
kelahiran kembar dilaporkan hanya 0,5% dan pada sapi perah 1,0%. Sehingga dalam mendukung prograam percepatan pencapaian swasembada daging sapi (P2SDS), pemanfaatan teknologi kelahiran kembar merupakan peluang yang perlu untuk dipelajari dan bahkan dikembangkan. Kelahiran kembar pada sapi walaupun sudah diyakini dipengaruhi oleh faktor genetik, namun dalam pemunculannya sangat tergantung pada faktor lingkungan, terutama pakan dan pemeliharaan ternak (ECHTERNKAMP, 2002). Berdasarkan hasil penelitian Meat Animal Research Center Nebraska, Amerika Serikat dibuktikan bahwa seleksi sifat kelahiran kembar pada sapi yang disertai dengan perbaikan manajemen pakan dan pemeliharaan dapat meningkatkan peluang kelahiran anak kembar (ECHTERNKAMP et al., 2006a; 2006b). Adanya keterkaitan antara faktor biofisik lingkungan dan keberadaan jenis sapi yang memiliki kemampuan beranak kembar merupakan dasar untuk mengetahui wilayah keberadaan ternak tersebut melalui kajian studi Pemetaan Wilayah Sapi Berpotensi Beranak Kembar. Melalui kegiatan pemetaan ini diharapkan dapat dikenali dan diidentifikasi individu yang memiliki gen pembawa sifat kelahiran kembar di beberapa lokasi berdasarkan pada biofisik lingkungan, jenis/ bangsa sapi dan lingkungan pemeliharaannya. Pengkajian ini bertujuan untuk membuat pewilayahan secara geografis untuk penyebaran sapi yang memiliki potensi beranak kembar. Lebih lanjut, hasil dari pemetaan ini juga dijadikan dasar untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelahiran sapi kembar di Kalimantan Tengah. MATERI DAN METODE Pengkajian dilakukan dengan menggunakan metode survei dan deskwork study pada beberapa lokasi yang dipilih secara “purposive sampling” dengan dasar pertimbangan bahwa pada lokasi-lokasi terpilih terdapat kasus kelahiran kembar hasil studi literatur. Lokasi survei difokuskan di 7 (tujuh) lokasi, yang terdiri dari 5 (lima) kabupaten yang memiliki agroekosistem lahan basah, meliputi Kabupaten Pulang Pisau, Kapuas, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, dan Katingan, dan 2 (dua)
234
kabupaten dengan agroekosistem lahan kering (Kabupaten Seruyan dan Murung Raya). Data sekunder diperoleh melalui studi literatur/dokumen/laporan, sedangkan data primer diperoleh melalui wawancara tatap muka dengan responden (peternak) yang miliki atau menggaduh sapi yang melahirkan anak kembar. Pengumpulan data lapangan dilakukan pada saat survei menggunakan teknik wawancara mendalam dan diskusi fokus group dengan menggunakan form kuesioner terstruktur. Pada induk dan anak sapi lahir kembar dilakukan pengamatan klinis dan pengumpulan data pertumbuhan, serta pengamatan faktor eksternal yang diduga berpengaruh pada kelahiran kembar seperti jenis hijauan, formulasi pakan, lingkungan, cara pemeliharaan dan sistem perkawinan pada ternak. Pemetaaan wilayah menggunakan aplikasi teknologi sistem informasi geografis (GIS). Data dan informasi yang diperoleh dari lapangan, baik data primer maupun sekunder diterjemahkan kedalam bentuk data spasial yang berorientasi pada geografis bumi. Dengan aplikasi GIS juga telah dilakukan analisis hubungan antara data spasial dengan karakteristik wilayah yang mencakup aspek biofisik lingkungan dan sosial ekonomi. Data dan informasi dikompilasi dan disusun kedalam suatu sistem database (pangkalan data) yang tersaji dalam format spasial berupa peta-peta digital dan data tabular sebagi bagian dari sistem informasi geografis. HASIL DAN PEMBAHASAN Kasus kelahiran sapi kembar pada sapi merupakan fenomena unik yang terjadi dalam dunia peternakan yang akhir-akhirnya menjadi perbincangan serius dikalangan para ahli genetik dan penentu kebijakan, khususnya departemen pertanian melalui Badan Litbang Pertanian Indonesia. Bahkan telah dicanangkan program kelahiran kembar atau sering disebut Twinning ini di setiap provinsi untuk mendukung tercapainya program peningkatan percepatan swasembada daging sapi (P2SDS). Hasil dari kombinasi studi literatur dan survei menunjukkan bahwa di wilayah Kalimantan Tengah ternyata telah ditemukan kelahiran sapi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
kembar sebanyak 20 ekor, yang tersebar di beberapa kabupaten. Wilayah Kalimantan Tengah secara umum terbagi menjadi 2 tipologi lahan dengan masing-masing kondisi agroekosistemnya yaitu agroekosistem lahan basah dan agroekosistem lahan kering. Lebih lanjut, hasil survei menunjukkan bahwa pada agroeksistem lahan basah terdapat 19 ekor hasil dari kelahiran kembar (twinning birth), masing-masing yaitu 6 ekor di Kabupaten Pulang Pisau, 5 ekor di. Kapuas, 5 ekor di Kotawaringin Timur, 2 ekor di Kotawaringin Barat dan 1 ekor di Katingan. Sedangkan pada agroekosistem lahan kering hanya dijumpai di Kab. Seruyan yaitu sebanyak 1 ekor sedangkan hasil survei di bagian utara wilayah Kalimantan Tengah yang banyak didominasi lahan-lahan kering seperti di Kabupaten Murung Raya ternyata tidak ditemukan kasus kelahiran anak kembar. Data dan informasi kejadian sapi beranak kembar selama kurun waktu 2004 – 2009 dan hasil penelusuran di lapangan disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis dan pengolahan data menunjukkan kelahiran sapi kembar di Kalimantan Tengah antara 0,01 – 0,14% atau rata-rata 0,05% dari populasi sapi yang ada. Hasil pengamatan terhadap faktor eksternal menunjukan bahwa sapi beranak kembar umumnya dipelihara secara semi intensif, yakni pada siang hari dilepas di lapangan dan pada malam hari dikandangkan, sehingga sapi sangat tergantung pada pakan rumput yang tumbuh di sepanjang jalur aliran sungai. Hasil pengamatan lapangan lebih lanjut menunjukkan bahwa jenis pakan hijauan yang banyak ditemukan di lokasi kelahiran kembar adalah rumput lapang Woro Agung dan rumput unggul Brachiaria huminicola (beha) dan rumput Mentana. Berikut adalah hasil analisis proximat yang dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor untuk menguji dan menunjukkan nilai nutrisi kedua jenis hijauan tersebut (Tabel 2). Berdasarkan data hasil analisis proximat bahan pakan, kedua jenis hijauan pakan tersebut
memiliki kandungan yang cukup baik sebagai pakan ternak. Berdasarkan informasi dari peternak bahwa induk sapi yang melahirkan anak kembar pada umumnya menunjukkan perilaku minta kawin dua kali dalam selang waktu satu bulan, dan selama kebuntingan cenderung mengkonsumsi rumput lapang dalam jumlah berlebih, minimal 25 kg/ekor/hari. Tabel 1. Kejadian/kasus kelahiran sapi kembar di beberapa tempat (kabupaten) di wilayah Kalimantan Tengah
Agroekosistem/ kabupaten
Populasi* (ekor)
Kasus lahir kembar Jumlah (ekor)
(%)
Lahan Basah Pulang Pisau
4.225
6
0,14
Kapuas
7.780
5
0,06
Kotawaringin Timur
7.051
5
0,07
Kotawaringin Barat
4.511
2
0,04
Katingan
7.886
1
0,01
4.741
1
0,02
Lahan Kering Seruyan Murung Raya Jumlah
2.762
-
-
38.956
20
0,05
*) Data diolah berdasarkan data Kalimantan Tengah Dalam Angka 2004 – 2009. BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) PROV. KALIMANTAN TENGAH
Distribusi penyebaran sapi kembar di wilayah Kalimantan Tengah Inventarisasi data dan informasi berkaitan dengan pemetaan wilayah sapi kembar meliputi informasi sumberdaya lahan dan iklim pada suatu hamparan area geografis yang mencerminkan adanya hubungan interaksi
Tabel 2. Hasil analisis proksimat bahan pakan Air (g/100g)
Protein (g/100g)
Lemak (g/100g)
Energi (g/100g)
SK (g/100g)
Abu (g/100g)
Ca (g/100g)
P (g/100g)
Beha/Mentana
47,65
5,61
1,03
2606
16,51
6,47
0,10
0,19
RL Woro Agung
67,86
2,81
0,56
1497
12,23
4,35
0,06
0,10
Jenis rumput
235
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
antara keberadaan sapi kembar dengan biofisik lingkungannya. Hasil inventarisasi data selanjutnya dikompilasi untuk disusun ke dalam suatu sistem database dalam format (1) data tabular sehingga memungkinkan untuk selalu dapat di update untuk kepentingan masa mendatang dan (2) format spasial berupa petapeta digital sebagai hasil digitasi dengan sistem database yang terintegrasi di dalamnya. hasil penyusunan sistem database dalam format spasial dan tabular disajikan pada Gambar 1. Produk pemetaan wilayah untuk sapi kembar berupa peta-peta digital sebagai bagian dari sistem informasi geografis yang menyajikan informasi keberadaan objek yaitu lokasi kejadian sapi kembar dan pola penyebaran secara geografis di sebagian wilayah Kalimantan Tengah. Sedangkan sistem database memuat data dan informasi yang berkaitan dengan keberadaan sapi yang berpotensi beranak kembar. Data dan informasi tersebut meliputi: lokasi (kabupaten, kecamatan dan desa); posisi ordinat bumi; jenis pakan sapi; jenis sapi dan sistem pemeliharaan. Pemetaan wilayah sapi kembar hasil penelusuran lapangan menunjukkan bahwa keberadaan dan kejadian sapi kembar di wilayah Kalimantan Tengah terdapat di 6
(enam) kabupaten pada beberapa desa sebagaimana disajikan pada Gambar 1 dan Lampiran 1. Kawasan-kawasan dimana dijumpai kejadian sapi kembar untuk selanjutnya dapat diarahkan sebagai kawasan konservasi untuk menjaga kelestarian dan keberadaan sapi kembar dengan mempertahankan kondisi biofisik lingkungan yang adaptif untuk perkembangan jenis sapi yang berpotensi melahirkan kembar. Berdasarkan hasil overlay terhadap sistem lahan, lokasi kejadian sapi kembar umumnya terdapat pada sistem lahan Kahayan (KHY). Sistem lahan ini umumnya terdapat pada jalur sungai-sungai besar di bagian selatan Kalimantan Tengah seperti Kapuas, Katingan, Mentaya dan Arut yang masih dipengaruhi pasang surut yang didominasi jenis tanah-tanah Aluvial yang merupakan asosiasi tanah dari ordo Inceptisols dan Entisols dengan great group Tropaquepts, Tropaquent dan Sulfaquents. Tanah-tanah aluvial merupakan jenis tanah yang terbentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian. Tanah-tanah Aluvial memiliki kondisi drainase yang buruk dengan
Gambar 1. Peta penyebaran sapi kembar di lahan basah Kalimantan Tengah
236
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
kemasaman antara 4,0 – 4,5. Kondisi iklim dengan ketinggian tempat < 700 m termasuk kedalam rejim suhu isohyperthermic (panas) dengan kelembaban udic (lembab). Jumlah bulan basah dalam setahun (> 200mm) mencapai 6 – 9 bulan sedangkan jumlah bulan keringnya 0 – 2 bulan secara berturut-turut selama setahun. Bentuk wilayah pada sistem lahan KHY adalah merupakan dataran Aluvial yang terletak diantara rawa dengan kelerengan < 2%. Wilayah-wilayah yang memiliki sistem ini pada umumnya merupakan kawasan-kawasan pemukiman penduduk yang beraktivitas selain pertanian juga peternakan. Hal ini dikarenakan kondisi biofisik lahannya memang mendukung dan pada kawasan-kawasan inilah dijumpai kejadian-kejadian sapi kembar. Hasil penelusuran melalui survei lapangan pada sistem lahan ini dijumpai jenis hijauan rumput lokal pakan ternak sebagai pakan utama ternak sapi. Kelahiran kembar secara umum diyakini merupakan peristiwa yang dipengaruhi sifat genetik kembar yang pemunculannya sangat bergantung pada lingkungan dan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah lingkungan pakan. Seleksi sifat kelahiran kembar dan perbaikan manajemen pakan dan pemeliharaan terbukti dapat meningkatkan peluang kelahiran (LITBANG DEPTAN, 2009). Lebih lanjut, pemberian pakan dengan kandungan mineral, vitamin dan protein tinggi dapat merangsang sapi agar dapat berovulasi lebih dari satu (LITBANG DEPTAN, 2009). Potensi wilayah pengembangan sapi kembar di Kalimantan Tengah Kondisi biofisik lingkungan yang tertuang pada sistem lahan KHY dengan karakteristikkarakteristik yang spesifik merupakan agroekosistem yang sesuai untuk pertumbuhan rumput lapangan sebagai jenis rumput lokal yang banyak dimanfaatkan peternak sebagai pakan ternak. Dengan pendekatan sistem lahan dengan polanya yang dapat berulang dan berdasarkan prinsip ekologi dengan adanya interaksi antara sumberdaya lahan, iklim dan tumbuhan, maka secara geografis dapat ditentukan kawasan-kawasan lainnya dengan sistem lahan yang sama dan sesuai untuk dapat
dikembangkan usaha ternak sapi kembar. Lahan sebagai potensi pengembangan peternakan sebaiknya memiliki 2 aspek yaitu sebagai areal untuk usaha ternak dan penghasil pakan ternak (SIREGAR dan RANGKUTI, 1998). Potensi wilayah pengembangan untuk sapi kembar selain diperuntukan sebagai habitat yang sesuai untuk perternakan sapi dengan managemen pemeliharaan sistem ranch atau ladang penggembalaan (pasture) juga diarahkan untuk pengembangan budidaya jenis rumput lokal spesifik lokasi yang merupakan salah satu faktor alam untuk memicu terjadinya kelahiran kembar pada sapi. Kelahiran kembar secara umum diyakini merupakan peristiwa yang dipengaruhi sifat genetik kembar yang pemunculannya sangat bergantung pada lingkungan dan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah lingkungan pakan (LITBANG DEPTAN, 2009). Selain untuk mengetahui potensi wilayah pengembangan, pewilayahan dan pemetaan sapi kembar juga di diarahkan sebagai kawasan konservasi untuk mempertahankan keberadaan sapi berpotensi beranak kembar. Konsep kawasan konservasi antara lain dapat dilakukan melalui pelestarian secara ex-situ yaitu dengan menetapkan kawasan-kawasan tertentu dengan kondisi biofisik lingkungan yang adaptif sebagai sumber bibit untuk jenis sapi yang berpotensi melahirkan kembar. Berdasarkan peta potensi wilayah, pengembangan sapi kembar yang difokuskan pada budidaya hijauan makanan ternak (HMT) di Kalimantan Tengah dapat diarahkan pada lahan-lahan pasang surut di bagian selatan dengan luas mencapai 1.523.000 Ha atau 9,86% dari luas keseluruhan wilayah Kalimantan Tengah. Kawasan-kawasan ini meliputi kabupaten Sukamara, Kotawaringin Barat, Seruyan, Kotawaringin Timur, Katingan, Pulang Pisau, dan Kapuas. Pengembangan dapat pula diarahkan pada jalur-jalur daerah aliran sungai untuk budidaya HMT sekaligus usaha ternak sapi kembar. Berkaitan dengan potensi lahan pada tipologi lahan basah (pasang surut dan rawa gambut), terdapat beberapa kendala dalam upaya pengembangan budidaya pakan ternak antara lain yaitu kemasaman tanah, kemiskinan unsur hara dan defisiensi berbagai mineral. Beberapa karakteristik lahan yang perlu diperhatikan dalam usaha budidaya hijauan
237
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
pakan ternak (rumput dan legum) meliputi: temperatur, ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, ketebalan gambut, retensi hara, toksisitas, bahaya sulfidik, dan genangan (BALITTANAH, 2003). KESIMPULAN 1. Jumlah rerata kelahiran sapi kembar wilayah Kalimantan Tengah berkisar antara 0,01 – 0,14% atau rata-rata 0,05% dari populasi sapi yang ada. 2. Produk pemetaan wilayah untuk sapi kembar tersaji dalam format spasial berupa peta-peta digital sebagai bagian dari sistem informasi geografis yang menyajikan informasi keberadaan objek yaitu lokasi kejadian sapi kembar dan pola penyebaran secara geografis di sebagian wilayah Kalimantan Tengah dan format tabular berupa sistem database memuat data dan informasi yang berkaitan dengan keberadaan sapi yang berpotensi beranak kembar meliputi: lokasi (kabupaten, kecamatan dan desa); posisi ordinat bumi; jenis pakan sapi; jenis sapi; dan sistem pemeliharaan. 3. Pemetaan wilayah sapi kembar hasil penelusuran lapangan menunjukkan bahwa keberadaan dan kejadian sapi kembar di wilayah Kalimantan Tengah terdapat di 6 (enam) kabupaten yaitu Kapuas, Pulang Pisau, Katingan, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat dan Seruyan. 4. Secara geografis, lokasi penyebaran sapi kembar berada di bagian selatan wilayah Kalimantan Tengah yang secara umum banyak didominasi oleh tipologi lahan basah, terdapat pada jalur sungai-sungai besar di bagian selatan Kalimantan Tengah seperti: Kapuas, Katingan, Mentaya dan Arut yang masih dipengaruhi pasang surut dengan jenis tanah-tanah Aluvial yang merupakan asosiasi tanah dari ordo Inceptisols dan Entisols dengan great group Tropaquepts, Tropaquent dan Sulfaquents. 5. Arah pengembangan sapi kembar yang difokuskan pada budidaya hijauan makanan
238
ternak (HMT) di Kalimantan Tengah dapat diarahkan pada lahan-lahan pasang surut di bagian selatan dengan luas mencapai 1.523.000 Ha atau 9,86% dari luas keseluruhan wilayah Kalimantan Tengah. Kawasan ini meliputi kabupaten Sukamara, Kotawaringin Barat, Seruyan, Kotawaringin Timur, Katingan, Pulang Pisau dan Kapuas. DAFTAR PUSTAKA BALAI PENELITIAN TANAH. 2003. Evaluasi lahan untuk komoditas pertanian. petunjuk teknis. Balai Penelitian Tanah. (154 hal). BPS. 2004 – 2009. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Tengah. ECHTERNKAMP, S.E. and K.E. GREGORY. 2002. Reproductive, growth, feedlot and carcas traits of twin vs single birth in cattle. J. of anim. sci. 80 (E. Suppl.2): E64 – E73. ECHTERNKAMP, S.E., R.A. CUSHMAN and M.F. ALLAN. 2006a. Relationship of circulating progesterone concentrations to ovulation rate and fertility in cattle selected for twin ovulations [abstract]. Biology of Reproduction. (Supplement): 139. Abstract No: 301. ECHTERNKAMP, S.E., K.A. VONNAHME, J.A. GREEN and S.P. FORD. 2006b. Increased vascular endothelial growth factor and pregnancyassociated glycoproteins, but not insulin-like growth factor-I, in maternal blood of cows gestating twin fetuses. J. Animal Science. 84(8): 2057 – 2064. LITBANG DEPTAN. 2009. http://www.ntb.litbang. deptan.go.id/index.php?option=com_content& task=view&id=195&Itemid=1. (Senin 2 Nov 2009 pk 23:19). LITBANG DEPTAN. 2009. http://www.litbang. deptan.go.id/berita/one/731/. (2 Nov 2009). SIREGAR, A.R. dan M. RANGKUTI.1998. Pengembangan produktivitas peternakan berwawasan agribisnis pada lahan rawa sejuta hektar di Kalimantan Tengah. Pros. Seminar Hasil Penelitian/Pengkajian untuk Mendukung Pengembangan Lahan Rawa/Gambut Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah. BPTP Palangkaraya. hlm. 165 – 171.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
LAMPIRAN FOTO
Sapi kembar hasil kawin alam
Kandang individu
239
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Padang pengembalaan
Kebun rumput
240
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
241
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
242