Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PROSPEK PENGGEMUKAN SAPI DI SEKITAR PABRIK KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN TENGAH (Cattle Fattening Prospetive Around Palm Oil Mill in Central Kalimantan) ERMIN WIDJAJA dan BAMBANG NGAJI UTOMO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km. 5 Palangka Raya
ABSTRACT The assessment of fattening cattle was conducted near (about 100 m) oil palm mill of PT Sabut Mas Abadi located in Medang Sari village, West Kotawaringin Barat district of Central Kalimantan Province. Five heads of local cattle was reared during 6 months for fattening purpose who given elephant grass and oil palm by-product namely solid as feed supplement (concentrate). This activity was joint venture between cooperation of oil palm mill and cooperation of oil palm plantation with the agreement of the benefit sharing was respectively 70% and 30%. The objective of the activity was to find out productivity and the prospect of the cattle who were reared near oil palm mill. The result showed that average daily gain of the cattle was 0,516 kg/head/day and giving the benefit Rp. 5.6669.000 per 6 months. Comparred to it was reared by farmer, ADG was only 0,220 kg/head/day and the benefit was Rp. 1.004.000 per 6 months. Key Words: Fattening, Cattle, Oil Palm ABSTRAK Kegiatan pengkajian penggemukan sapi dilaksanakan di dalam areal pabrik pengolah kelapa (PKS) sawit milik PT. Sabut Mas Abadi) yang terletak di desa Medang Sari, Kecamatan Kumai, kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Penggemukan menggunakan 5 ekor sapi lokal Kalimantan Tengah selama 6 bulan dengan pemberian pakan berupa rumput gajah dan pakan tambahan berupa solid sawit sehingga zero cost untuk pakan. Kegiatan penggemukan dilaksanakan antara koperasi pabrik sebagai penyedia kandang, pakan dan tenaga kerja dengan koperasi plasma sebagai penyedia sapi dengan model pembagian keuntungan 70 : 30. Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui produktivitas sapi pola penggemukan serta diversifikasi usaha perkebunan sawit dan pemanfaatan lahan kosong di sekitar PKS. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pertambahan bobot hidup harian (PBHH) sapi mencapai 0,516 kg/ekor/hari dengan keuntungan sebesar Rp. 5.669.200/6 bulan, sedangkan pada pola tradisional yang dipelihara oleh petani PBHH 0,220 kg/ekor/hari dengan keuntungan Rp. 1.004.000/6 bulan. Kata Kunci: Penggemukan, Sapi, Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
PENDAHULUAN Kebijakan pembangunan peternakan di Propinsi Kalimantan Tengah dewasa ini lebih ditekankan pada upaya untuk berswasembada daging. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya program-program terobosan yang mampu memacu khususnya untuk peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak, mengingat saat ini produksi lokal hanya bisa mensuplai 45 – 50%, sementara sisanya masih mendatangkan ternak dari luar Kalimantan Tengah sekitar 7.000 ekor setiap tahunnya (BURHANUDIN, komunikasi pribadi).
110
Sapi masih menjadi komoditas utama di Kalimantan Tengah dalam pemenuhan kebutuhan daging daerah, hal ini tercermin dari jumlah ternak yang dipotong setiap tahunnya (BPS KALTENG, 2000 – 2004). Permasalahan yang dihadapi adalah produktivitas dan populasi rendah, penyediaan bibit masih sangat kurang, baik jumlah maupun mutu. Kondisi ini erat kaitannya dengan angka kelahiran yang rendah, yaitu 13,24% sedangkan parameter angka kelahiran nasional 19,28% dan jarak beranak (calving interval) yang panjang (ratarata > 15 bulan) (UTOMO, 2005). Pemberian pakan oleh peternak yang hanya rumput alam
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
dimana kandungan protein dan energinya rendah (WIDJAJA et al., 2002) diduga berdampak luas bukan hanya pada pertambahan berat badan saja, juga pada reproduktivitas ternak. Pertambahan bobot badan harian ternak rendah di bawah 200 g/ekor/hari (UTOMO dan WIDJAJA, 2004) dan kondisi fisik hewan (induk) skornya dibawah standar sehingga tidak menjamin kebuntingan yang tinggi (fertilitas rendah). Selain itu juga memberikan dampak pada bobot lahir yang rendah, pertumbuhan agak lambat, umur beranak pertama relatif lama, bobot hidup atau bobot potong sapi dewasa menjadi rendah. Permasalahan lain, tingginya angka kematian anak yang diduga juga akibat kekurangan gizi. Kondisi ini mengakibatkan laju peningkatan populasi ternak berjalan lamban, bahkan pada tahun 2002 dilaporkan mengalami penurunan 6,6%. Suksesnya pengembangan ternak salah satu faktor yang dominan adalah ketersediaan sumber pakan baik secara kuantitas maupun kualitas. DIWYANTO (1996) menyatakan bahwa sebagai negara tropis di kawasan katulistiwa dengan areal yang cukup luas, maka persediaan bahan pakan bukan merupakan kendala dalam usaha peternakan sapi potong. Banyak potensi bahan baku pakan lokal yang belum diolah atau dimanfaatkan secara maksimal antara lain berupa limbah industri perkebunan dan tanaman pangan. Pesatnya perkembangan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah mempunyai potensi pengembangan sub sektor peternakan, yaitu ketersediaan sumber pakan dari perkebunan kelapa sawit maupun dari hasil samping pabrik kelapa sawit. Pada tahun 2004 sebagaimana dilaporkan oleh DINAS PERKEBUNAN KALIMANTAN TENGAH (2004) ada 83 buah perusahaan besar swasta (PBS) kelapa sawit yang tersebar di 7 kabupaten dengan target area seluas 697.337 ha dan saat ini sudah tertanam 275.356 ha. Didukung dengan 23 buah pabrik pengolahan dan diantaranya ada 3 buah pabrik yang mengolah minyak inti sawit (palm kernel oil), yaitu terletak di kabupaten Kotawaringin Barat, Seruyan dan Barito Utara. Jumlah pabrik akan makin bertambah seiring meningkatnya luas areal tanam dan produksi tandan buah segar kelapa.
Tanaman perkebunan kelapa sawit sangat dimungkinkan diusahakan secara terpadu dengan komoditas ternak (JALALUDIN, 1997) dan merupakan suatu pola produksi alternatif yang layak dikembangkan di Indonesia (GINTING, 1991; HORN et al., 1994). Kegiatan penelitian mengenai keterpaduan ternak dengan perkebunan kelapa sawit di Sumatera dan Malaysia memberikan dampak yang positif (HORN et al., 1994). Dengan adanya ternak yang dikembangkan di lahan kelapa sawit merupakan usahatani yang sinergis dan bersifat mutualistis dimana limbah kelapa sawit terutama solid dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, kotoran sapi dan limbah pabrik kelapa sawit dapat dijadikan sebagai pupuk organik. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi biaya produksi dalam usahatani perkebunan kelapa sawit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas sapi yang digemukan di dekat pabrik pengolahan minyak kelapa sawit. MATERI DAN METODE Kegiatan dilaksanakan di salah satu pabrik kelapa sawit (PKS), yaitu PT Sabut Mas Abadi di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Di dekat pabrik yang merupakan lahan kosong didirikan kandang khusus untuk penggemukan dengan kapasitas 20 ekor sapi berjarak sekitar 100 m dari pabrik kelapa sawit (PKS). Pertimbangan didirikannya kandang dekat dengan PKS adalah didekatkan dengan sumber pakan tambahan dari hasil samping pengolahan CPO yang berupa solid sawit dan memanfaatkan lahan kosong yang ditumbuhi rumput liar yang ada di sekitar pabrik. Namun untuk menunjang ketersediaan pakan hijauan yang berkualitas dikembangkan pula di sekitar kandang tersebut rumput unggul (rumput gajah). Kekurangan rumput unggul bisa dipenuhi dari rumput alam yang tumbuh subur di sekitar lokasi pabrik tersebut. Sebanyak 5 ekor sapi lokal Kalteng jantan dengan umur sekitar 1 – 1,5 tahun dan rata-rata bobot badan awal sekitar 120 kg digunakan pada kegiatan penelitian ini. Sapi-sapi tersebut disediakan oleh koperasi kebun/plasma, sedangkan pemeliharaannya oleh koperasi PKS
111
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
dengan keuntungan sistem bagi hasil 70% untuk koperasi PKS dan 30% untuk koperasi kebun. Kandang dan kebun rumput disediakan oleh perusahaan. Sapi dipelihara dengan pola penggemukan sistem kereman dengan maksud untuk meningkatkan produksi daging secara maksimal. Sapi dipelihara di kandang secara terus menerus. Pakan yang diberikan adalah campuran rumput liar dan rumput gajah sebagai pakan basal yang diberikan sebanyak 10% dari bobot badan dan sebagai pakan tambahan adalah solid sawit dengan pemberian secara cukup artinya disediakan dalam jumlah banyak. Sebagai pembanding dilakukan monitoring pertambahan berat badan pada pola pemeliharaan peternak di sekitar lokasi yang hanya diberikan pakan rumput alam saja tanpa pakan tambahan. Parameter yang diamati meliputi pertambahan berat badan sapi yang dilakukan melalui penimbangan secara rutin setiap 2 bulan sekali selama 6 bulan masa pemeliharaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan bobot hidup harian sapi Hasil kegiatan penggemukan sapi potong yang dilaksanakan di dekat pabrik kelapa sawit, yaitu di perusahaan PT Sabut Mas Abadi (PT SMA) memberikan rata-rata pertambahan bobot badan harian sapi 0,516 kg/ekor/hari, sedangkan pada pola peternak yang ada di sekitar lokasi 0,220 kg/ekor/hari. Jenis sapi potong yang digunakan pada kegiatan ini adalah sapi lokal yang berat badannya relatif kecil, selain itu juga dari segi umurnya masih relatif muda sehingga pakan yang diberikan sebagian masih digunakan untuk pertumbuhan. Namun demikian pertambahan berat badan yang dihasilkan relatif cukup tinggi. UTOMO dan WIDJAJA (2004) melaporkan pemberian solid sawit sebagai pakan tambahan pada sapi PO jantan memberikan PBHH 0,77 kg/ekor/hari sedangkan pada sapi Madura, WIDJAJA et al. (2000) melaporka rata-rata 0,45 kg/ekor/hari. Sedangkan DIWYANTO dan PRIYANTI (2005)
112
melaporkan pemberian pakan tambahan dari hasil samping kelapa sawit yang lebih variatif terdiri dari pelepah sawit, solid dan bungkil inti sawit dengan perbandingan 1 : 1 : 1 memberikan PBHH sapi 0,335 kg/ekor/hari. Pemberian solid sawit secara tunggal mampu memberikan PBHH secara nyata dibanding apabila hanya diberi rumput saja. Dengan demikian solid sawit bisa dijadikan alternatif sumber pakan tambahan untuk sapi khususnya di Kalimantan Tengah. Bahan pakan tersebut murah karena di pabrik sebagai limbah yang dibuang, produksi kontinyu, aman dikonsumsi ternak dan kandungan nutrisi relatif baik sebagai mana dilaporkan UTOMO dan WIDJAJA (2004) yang mengandung bahan kering 81,56%; protein kasar: 12,63%; serat kasar: 9,98%; lemak kasar: 7,12%; kalsium: 0,03%; fosfor: 0,003% dan energi: 154,52 kal/100 g. Analisa finansial penggemukan Nampak dengan pola penggemukan seperti ini memberikan keuntungan yang lebih besar (Rp. 944.866 per bulan) dibandingkan dengan pola petani (Rp. 167.333). Keuntungan bagi hasil untuk koperasi pabrik adalah sebesar 70% (Rp. 3.968.440) dan untuk koperasi plasma sebesar 30% (Rp. 1.700.760) (Tabel 1). Kegiatan penggemukan sapi di pabrik PT. SMA dilaksanakan antara koperasi pabrik sebagai penyedia kandang dan pakan dengan koperasi plasma kelapa sawit PT. Metco sebagai penyedia sapi, sedangkan tenaga kerja berasal dari tenaga pabrik yang diperbantukan untuk mengurus ternak. Hasil penggemukan 70% untuk koperasi pabrik dan 30% untuk koperasi plasma. Sebenarnya pembagian keuntungan ini kurang baik karena porsi koperasi pabrik terlalu besar, akan tetapi karena ini adalah kegiatan yang tujuan utamanya adalah “pancingan” agar koperasi pabrik bisa melihat dan merasakan hasil dari penggemukan sapi sebagai diversifikasi usaha perkebunan kelapa sawit, sehingga pada akhirnya akan tertarik untuk melaksanakan penggemukan sendiri atau meneruskan apa yang telah dicontohkan di lokasi samping pabrik.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 1. Analisa finansial usaha penggemukan 5 ekor sapi lokal Kalteng selama 6 bulan di PT Sabut Mas Abadi (pola introduksi) dan pola petani, Kotawaringin Barat 2005 Uraian Biaya produksi Pembelian 5 ekor sapi berat badan 591 kg x Rp. 18.000/kg Tenaga kerja 6 bulan x Rp. 425.000/bulan Pakan pola introduksi rumput solid Pakan pola petani Rumput Penyusutan kandang dan peralatan 20% pola introduksi 0,2 x Rp. 7.000.000 : 60 bulan x 6 bulan Penyusutan kandang dan peralatan 20% pola petani 0,2 x Rp. 500.000 : 60 bulan x 6 bulan Jumlah biaya produksi Nilai Produksi Penjualan 5 ekor sapi berat badan 1055,4 kg x Rp 18.000 (ADG 0,516 kg/ekor/hari) Penjualan 5 ekor sapi berat badan 789 kg x Rp 18.000 (ADG 0,220 kg/ekor/hari) Keuntungan Rp. 18.997.200 – Rp. 13.328.000 Rp. 14.202.000 – Rp. 13.198.000 Keuntungan setiap bulan R/C Rasio
Dari hasil percontohan penggemukan selama 6 bulan yang telah dilaksanakan dimana koperasi pabrik mendapat pemasukan Rp. 6.5188.440 (dengan upah tenaga kerja), maka koperasi pabrik berniat melanjutkan usaha penggemukan dengan skala 10 – 20 ekor sapi. Modal pembelian sapi diperoleh dari pinjaman modal dari PT BANK HS berkedudukan di Bandung yang merupakan satu induk perusahaan dengan PT SMA. Pengembalian modal dilakukan dengan sistem potong gaji setiap bulan. Pinjaman tidak menggunakan agunan, khusus untuk koperasi karyawan perusahaan yang berjumlah 90 orang. Koperasi plasma juga akan memasukkan 20 ekor sapi di lokasi pabrik melanjutkan usaha penggemukan yang telah dipanen, demikian juga dengan kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kotawaringin Barat akan memasukkan sapi di lokasi tersebut pada tahun 2006 sebanyak 14 ekor.
Pola introduksi
Pola petani
Rp. 10.638.000 Rp. 2.550.000
Rp. 10.638.000 Rp. 2.550.000
-
-
140.000
-
Rp.
-
Rp.
10.000
Rp. 13.328.000
Rp. 13.198.000
Rp 18.997.200
-
-
Rp. 14.202.000
Rp. 5.669.200 Rp. 944.866 1,43
Rp. 1.004.000 Rp. 167.333 1,08
Keuntungan dengan melaksanakan penggemukan di dekat pabrik, adalah karena pakan tambahan yang berupa limbah pabrik tersedia secara melimpah. Rumput selain rumput unggul yang dikembangkan, tersedia pula rumput alam di sekitar pabrik. Dengan demikian tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak, sehingga akan lebih menguntungkan lagi kalau jumlah sapi yang dipelihara jauh lebih banyak. Untuk kapasitas ternak sapi 20 ekor cukup dengan 1 tenaga kerja, sehingga 1 orang tenaga kerja yang melayani 5 ekor sapi menjadi kurang efisien. PROSPEK PENGGEMUKAN SAPI DI PKS Model penggemukan sapi di PT SMA ini merupakan model baru bagi usaha penggemukan sapi, dimana lokasi kandang dekat dengan sumber pakan baik itu hijauan rumput maupun pakan tambahan solid,
113
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
sehingga “zero cost” untuk pakan. Model ini sangat tepat untuk dikembangkan di semua PKS karena dapat memanfaatkan lahan kosong di sekitar pabrik selain untuk penggemukan sekaligus kebun rumput unggul juga bisa ditanami hortikultura. Kebutuhan karyawan pabrik akan sayur dan buah dapat dipasok dari kebun di sekitar PKS, karena lokasi pabrik sangat jauh dari pasar. Dengan demikian lokasi PKS dapat menjadi lahan pertanian organik yang terpadu antara ternak sapi dan hortikultura, dimana pakan ternak sapi berasal dari limbah PKS, pemupukan lahan juga berasal dari limbah PKS serta kotoran sapi, biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin dan keuntungan menjadi lebih besar. Di Kalimantan Tengah ada sekitar 20 pabrik yang menghasilkan limbah solid sawit yang ternyata bagus untuk pakan tambahan ternak sapi. Rata-rata produksi adalah 20 ton/hari/pabrik sehingga total solid sawit yang dihasilkan adalah mencapai 400 ton/hari. Sejumlah bahan pakan tersebut mampu untuk memberi pakan kepada sapi sebanyak 33.300 ekor/hari. Dengan demikian pengembangan ternak sapi di Kalimantan Tengah sebenarnya tidak masalah dari aspek pakannya dan bukan suatu yang mustahil dengan melihat potensi tersebut dimasa yang akan datang bisa berswasembada ternak (daging). Beberapa perusahaan di Kabupaten Kotawaringin Barat yang sekarang memanfaatkan limbah solid sawit sebagai pakan ternak sapi adalah PT. Sulung Ranch merupakan perusahaan pembibitan sapi Bali yang saat ini baru berjumlah 225 ekor induk dan direncanakan ke depan akan mendatangkan lagi dari Bali sehingga berjumlah 1000 ekor induk, dan PT Korin III walaupun bergerak di bidang HTI namun mengintroduksikan dengan ternak sapi dengan pola pembibitan sapi PO dan sekarang baru berjumlah sekitar 230 ekor. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Barito Utara yang bekerja sama dengan PT Antang Ganda Utama menggunakan solid sebagai pakan sapi pada penyebaran dan pengembangan ternak sapi di masyarakat. KESIMPULAN Penggemukan sapi potong dengan memanfaatkan lahan kosong di dekat pabrik
114
kelapa sawit sebagai diversifikasi usaha perkebunan kelapa sawit mempunyai prospek yang baik karena menguntungkan apalagi kalau jumlah ternak yang dipelihara dalam jumlah banyak. Keuntungan yang diperoleh pada skala pemeliharaan 5 ekor mencapai Rp. 5.6669.200/6 bulan, sedangkan yang umumnya dilakukan petani hanya Rp. 1.004.000/6 bulan Limbah PKS yang berupa solid sawit berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber pakan ternak sapi dalam rangka menunjang swasembada sapi (daging) di Kalimantan Tengah. DAFTAR PUSTAKA BPS KALTENG. 2000. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Palangka Raya. BPS KALTENG. 2001. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Palangka Raya. BPS KALTENG. 2002. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Palangka Raya. BPS KALTENG. 2003. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Palangka Raya. BPS KALTENG. 2004. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Palangka Raya. DINAS PERKEBUNAN PROPINSI KALIMANTAN TENGAH. 2004. Potensi dan peluang investasi pengembangan perkebunan Propinsi Kalimantan Tengah. Palangka Raya. DIWYANTO, K. dan A. PRIYANTI. 2005.Prospek pengembangan ternak pola integrasi berbasis sumberdaya lokal. Pros. Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa sawitSapi. Banjarbaru, 22 – 23 Agustus 2005. DIWYANTO, K., A. PRIYANTI dan D. ZAINNUDIN. 1996. Pengembangan ternak berwawasan agribisnis di pedesaan dengan memanfaatkan limbah pertanian dan pemilihan bibit yang tepat. J. Litbang Pertanian. GINTING, S.P. 1991. Keterpaduan ternak ruminansia dengan perkebunan: 2. Pola pemeliharaan dan produksi ternak. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. X(1): 9 – 12. HORNE, P.M., ISMAIL and CHONG DAI THAI. 1994. Agroforestry Palntation System: Sustainable forage and animal production in rubber and oil palm plantation. Proc. of an International Symposium held in Association with 7th AAAP Animal Science Congress, Bali, Indonesia, and 11 – 16 July 1994.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
JALALUDIN, S. 1997. Integrated animal production in the oil palm plantation. Second FAO Electronic Conference on Tropical Feeds. Livestock Feed Resources within Integrated Farming Systems (9 September 1996 – 28 Februari 1997). Proc. (Acrobat version). MATHIUS, I-W. 2005. Inovasi teknologi pemanfaatan produk samping industri kelapa sawit sebagai pakan ruminansia. Makalah disampaikan pada Workshop Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi di Banjarbaru, 22 – 23 Agustus 2005. UTOMO, B.N. 2005. Laporan Analisis Kebijakan Swasembada Daging di Kalimantan Tengah. BPTP Kalteng.
UTOMO, B.N. dan E. WIDJAJA. 2004. Limbah padat pengolahan minyak sawit sebagai sumber nutrisi ternak ruminansia. J. Litbang Pertanian. 23(1): 22 – 28. WIDJAJA, E., B.N. UTOMO dan R. Ramli. 2002. Potensi limbah solid kelapa sawit sebagai pakan sapi di kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 5(2): 44 – 53. WIDJAJA, E., B.N. UTOMO, R. RAMLI dan WINUGROHO. 2000. Pemanfaatan limbah kelapa sawit berupa solid sebagai pakan sapi Madura. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengkajian Teknologi Pertanian, Kapet Sambun. Sampit, 11 Maret 2000.
115