DEGRADASI TANAH DI LAHAN KERING WILAYAH BARITO KALIMANTAN TENGAH M. A. Firmansyah1, R.Y. Galingging1, Suparman1 dan A. Krismawati2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Degradasi tanah di Indonesia umumnya terjadi di lahan kering yang dipicu oleh erosi tanah dan salah kelola tanah. Tujuan tulisan ini untuk menunjukkan besarnya erosi yang terjadi pada berbagai sistem usahatani eksisting antara lain: padi gogo, jagung, kacang tanah, ubi kayu, dan karet rakyat. Lokasi penelitian dilaksanakan di Lagan (kemiringan 6%) di Kabupaten Barito Timur dan Jingah (kemiringan 16%) di Kabupaten Barito Utara. Hasil analisis menunjukkan bahwa Jingah mengalami erosi lebih besar dibandingkan Lagan, hal ini disebabkan oleh tingginya faktor erosivitas hujan, kemiringan lereng, dan teknik konservasi tanah yang buruk. Erosi potensial di Jingah mencapai 1.497 t/ha/th sedangkan di Lagan mencapai 431 t/ha/th. Kondisi tersebut menyebabkan kedua lokasi tergolong memiliki Indeks Bahaya Erosi (IBE) ekstrem, dengan nilai 47,4 untuk Jingah dan 11,2 untuk Lagan. Erosi aktual pada sistem usahatani di Jingah tertinggi pada karet rakyat mencapai 954 t/ha/th (91 mm/th), begitu juga di Lagan mencapai 183 t/ha/th (14 mm/th). Erosi aktual terendah pada sistem usahatani kacang tanah, di Jingah mencapai 505 t/ha/t (48 mm/th) dan di Lagan mencapai 97 t/ha/th (8 mm/th). Erosi yang terjadi dikedua lokasi jauh melampaui Eosi yang Diperbolehkan (EDP) yang hanya mencapai 3 mm/th. Erosi yang terjadi berdampak terhadap kehilangan produktivitas cukup besar di Jingah yaitu 21% pada karet rakyat, dan terendah sebesar 2% di Lagan untuk padi gogo dan kacang tanah. Guna mencegah erosi yang besar, maka dikedua lokasi perlu dilakukan perbaikan terutama pada pengelolaan teknik konservasi tanah. Kata kunci: Degradasi tanah, sistem usahatani, Kalimantan Tengah PENDAHULUAN Pengertian degradasi tanah menurut Wood (1983 dalam FAO, 1992) adalah suatu proses yang mengakibatkan pemburukan (deterioration) tanah melalui penurunan ketebalan tanah (erosi) atau kualitas tanah sebagai akibat aksi air, angin, gravitasi, dan suhu yang ditunjukkan melalui penurunan produktivitas vegetasi sebagai pendukung tanah. FAO (1977) mendefinisikan degradasi sebagai suatu proses penurunan kemampuan potensial tanah saat ini untuk menghasilkan barang dan jasa. Degradasi tanah memicu memburuknya sifat fisik dan kimia tanah (Armanto, 2001; Driessen et al., 1976; Handayani, 1999; Tian, 1998), memacu hilangnya keragaman hayati tanah (Elliot dan Lynch, 1994; Lavelle et al., 1994; Tian, 1998), dan menurunkan produksi (McAlister et al., 1998; Eswaran et al., 2001). Menurut Suwardjo dan Neneng (1994) degradasi tanah di Indonesia kebanyakan terjadi di areal pertanian lahan kering, akibat erosi tanah dan pengelolaan tanah yang tidak tepat. Tujuan penelitian ini untuk menunjukkan besarnya
531
degradasi lahan melalui pendugaan erosi tanah pada berbagai sistem usahatani di lahan kering hingga guna menduga dampak negatif degradasi tanah. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Bulan September 2009 pada dua lokasi di lahan kering yaitu Desa Lagan, Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Barito Timur; dan Desa Jingah, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Data sifat fisik dan kimia tanah berasal dari dua kedalaman tanah yaitu 020 cm dan 20-50 cm. Analisis sifat fisika tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan - FP, IPB Bogor; sedangkan analisis kimia tanah dilakukan di Laboratorium Analitik Universitas Palangka Raya. Selain itu digunakan data diskripsi lahan di lapangan berupa struktur tanah, kemiringan dan panjang lereng di lahan penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan berupa data iklim terutama curah hujan 10 tahun (1999-2008), untuk lokasi Desa Lagan digunakan dari data curah hujan BPP Ampah, Kec Dusun Tengah, sedangkan curah hujan di Desa Jingah digunakan data dari Bandara Beringin Muara Teweh, Kec Teweh Tengah. Degradasi tanah pada penelitian ini digunakan pendugaan erosi tanah baik potensial maupun aktual (A). Pendugaan erosi tanah aktual menggunakan persamaan metode USLE (Wishmeier and Smith, 1978): A = R•K•LS•C•P dimana A = banyaknya tanah yang tererosi, R = faktor erosivitas hujan, K = faktor erodibilitas tanah, LS = faktor panjang dan kemiringan lereng, C = faktor tanam-an, P = faktor teknik konservasi tanah. Erosi potensial diduga dengan meniada-kan pengaruh faktor tanaman (C) dan faktor teknik konservasi tanah (P). Erosi-vitas hujan (R) didekati dengan persamaan Lenvain (1975 dalam Bols, 1978): Rm = 2,21 • (Rain)m1,39 dimana: Rm = erosivitas hujan bulanan (t m/ha/cm hujan), (Rain)m = curah hujan bulanan (cm). Erodibilitas tanah (K) didekati menggunakan persamaan Wischmier and Smith (1978): 100K = 2,1•M1,14(10-4)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3), dimana K = erodibilitas tanah, a = bahan organik tanah (%), dan M = (% pasir sangat halus + % debu) x (100 - % liat). Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) didekati dengan persamaan Arsyad (1989): LS = X0,5(0,0138 + 0,00965s + 0,00138s2) dimana: LS = faktor panjang dan kemiringan lereng, X = panjang lereng (m), dan s = kemiringan lereng (%). Faktor tanaman (C) didasarkan pada konstanta padi ladang (0,56), jagung (0,64), kacang tanah (0,45), ubi kayu (0,65), dan karet rakyat (0,85) (Hammer, 1981). Faktor teknik konservasi tanah (P) didasarkan pada sistem usahatani yang berkembang di lokasi penelitian yaitu pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur (Arsyad, 1989). Nilai faktor P di Desa Lagan dengan kemiringan 6 % sebesar 0,5, sedangkan Desa Jingah dengan kemiringan lereng 16 % sebesar 0,75. Guna mengetahui dampak erosi terhadap kelestarian tanah dihitung pula besarnya erosi yang diperbolehkan (Tolerable Soil Loss) atau EDP atau nilai T, yaitu
532
kedalaman tanah ekuivalen dibagi dengan umur guna tanah; sedangkan indeks bahaya erosi (Erosion Hazard Index) atau IBE dihitung menggunakan erosi potensial dibagi dengan erosi yang diperbolehkan. Dampak erosi terhadap kehi-langan umur guna produksi (Production Resource Life) atau UGP didekati dengan membagi antara kedalaman ekuivalen dengan kehilangan tanah aktual; sedangkan persentase kehilangan hasil (Productivity Loss) atau KP diduga dengan persamaan Shah (1982): Y = 100,25[1-exp(-0,025622x)] dimana Y adalah kehilangan hasil (%), dan x adalah erosi aktual (cm).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Iklim Curah hujan berdampak besar terhadap kejadian degradasi tanah dengan salah satu indikatornya adalah erosi tanah. Daya merusak hujan terhadap tanah (erosivitas hujan) memegang peranan penting terhadap terjadinya erosi tanah di Indonesia. Lokasi Jingah memiliki jumlah hujan dan hari hujan masing-masing 3.068 mm/th dan 201 hari hujan, sedangkan Lagan memiliki curah hujan dan hari hujan lebih rendah berturut-turut 2.481 mm/th dan 115 hari hujan (Tabel 1). Data besarnya curah hujan bulanan tersebut menunjukkan bahwa bulan basah (> 200 mm) di Lagan dan Jingah berturut-turut sebesar 6,1 dan 7,7; bulan lembab (100 – 200 mm) sebesar 3,1 dan 2,7; sedangkan bulan kering (<100 mm) masing-masing 2,8 dan 1,6. Berdasarkan bulan basah dan bulan kering maka dapat digolongkan ke dalam zona agroklimat Oldeman. Lokasi Lagan memiliki tipe zona agroklimat B2 dan lokasi Jingah memiliki tipe zona agroklimat B1. Tabel 1. Data rata-rata Curah Hujan, Hari Hujan, dan Erosivitas Hujan, Lokasi Lagan dan Jingah selama 10 tahun (1999 – 2008). Lokasi Jan Peb Lagan 276 Jingah 300
Mar
208 297
300 368
13 21
11 18
12 21
Lagan 222 Jingah 250
150 246
250 332
Lagan Jingah
Bulan Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Total Jumlah curah hujan rata-rata (mm) 273 202 121 89 53 122 219 275 343 2481 324 274 174 125 132 139 219 341 375 3068 Hari hujan 10 7 7 5 5 7 10 13 13 115 20 17 13 12 11 10 15 21 21 201 Erosivitas hujan (Rm) 219 144 71 46 22 72 161 221 301 1.880 278 220 117 74 80 86 161 298 341 2.483
Apr
Curah hujan yang tinggi berpengaruh terhadap kemampuannya merusak atau menimbulkan erosi tanah (erosivitas hujan). Bulan Desember saat curah hujan maksimal menunjukkan erosivitas hujan terbesar, 1.880 dan 2.483 t m/ha/cm hujan masing-masing di lokasi Lagan dan Jingah. Sifat fisik dan Kimia Tanah Lokasi Penelitian Sifat fisik tanah lokasi Desa Lagan memiliki BD lebih tinggi daripada Desa Jingah, hal disebabkan lahan Lagan dilakukan pengolahan dengan mekanisasi dan dibuka lebih dari 10 tahun sedangkan lokasi Jingah baru dialihkan dari hutan kurang dari 3 tahun lalu (Tabel 2). Tekstur tanah lokasi Lagan tergolong berdebu halus, sedangkan lokasi Jingah masuk kedalam kelas tekstur berlempung halus.
533
Kemampuan menahan air tersedia di antara kedua lokasi adalah 12-15 %, dengan kesuburan tanah tergolong rendah-sangat rendah (Tabel 2 dan Tabel 3). Tabel 2. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah Lokasi Lagan dan Jingah
Dalam (cm)
Lokasi
Pori Drainase
Parameter yang dianalisis AT Permea(%) bilitas (cm/jam) PK 1,08 5,04 12,38 13,95 0,71 4,72 15,16 2,26 16,14 13,11 1,99 14,6
Tekstur (%) Porositas (%) SC C L PSH D LK LH 6,09 58,72 13,01 17,14 Lagan 0-20 1,21 54,32 4,62 6,32 8,25 8,09 58,72 13,73 19,74 Lagan 20-50 1,33 49,87 2,03 3,78 5,18 Jingah 0-20 1,01 61,83 8,50 13,19 3,23 11,64 49,00 4,56 18,06 Jingah 20-50 1,08 59,12 6,12 8,97 7,02 9,06 51,41 7,78 17,12 Dianalisis di Laboratorium Fisika Tanah FP-IPB Bogor. Keterangan: BD=Bulk Density, SC=Sangat Cepat, C=Cepat, L=Lambat, PK=Pasir Kasar, PSH=Pasir Sangat Halus, D=Debu, LK=Liat Kasar, LH=Liat Halus, AT = Air Tersedia. BD (g/cc)
Tabel 3. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah Lokasi Lagan dan Jingah Parameter yang dianalisis H-dd KB Al-dd KTK Ca-dd Mg-dd Na-dd P- K-dd N-Tot C pH pH (%) (me/10 (me/ (me/ (me/ (me/ (me/ Bray I (me/ (%) Org KCl H2O 100g) 0g) 100g) (ppm) 100g) 100g) 100g) 100g) (%) (1:2,5) (1:2,5) Lagan 0-20 4,30 3,69 0,11 1,05 14,39 0,07 0,45 0,29 0,03 13,44 6,17 0,64 0,21 Lagan 21-50 4,11 3,68 0,19 0,74 7,98 0,02 0,06 0,07 0,02 19,65 0,87 0,54 0,21 Jingah 0-20 4,27 3,72 0,11 0,78 9,12 0,05 0,15 0,08 0,03 18,68 1,63 0,53 0,32 Jingah 21-50 4,39 3,73 0,10 0,62 7,12 0,01 0,11 0,03 0,02 20,73 0,86 0,60 0,24 Dianalisis di Laboratorium Analitik Universitas Palangka Raya. Lokasi
Dalam (cm)
Tabel 4. Kriteria Sifat Kimia Tanah Lokasi Lagan dan Jingah Parameter yang dianalisis Lokasi
Dala m (cm)
KB KTK NaMgP- K-dd Ca-dd N-Tot C pH pH (%) (me/ dd (%) Org Bray I (me/1 (me/10 dd H2O KCl 100g) (me/ (me/ 0g) (%) (ppm) 00g) (1:2, (1:2,5 100g) 100g) 5) ) Lagan 0-20 sm r r r sr sr sr sr r sr Lagan 21-50 sm r sr sr sr sr sr sr s sr Jingah 0-20 sm r sr sr sr sr sr sr s sr Jingah 21-50 sm r sr sr sr sr sr sr s sr Keterangan: sm=sangat masam, sr=sangat rendah, r=rendah, s=sedang, t=tinggi.
Kejenuhan Al (%) nilai
38 59 46 59
t t t t
Tanah kedua lokasi penelitian tergolong sangat masam dengan KTK rendah hingga sedang, dan kejenuhan Al tergolong tinggi. Berdasarkan data analisis kimia tanah ini kedua lokasi baik Lagan dan Jingah termasuk lahan kering marjinal. Degradasi Tanah Potensial dan Aktual Faktor-faktor erosi menujukkan perbedaan yang mencolok pada erosivitas hujan (R), faktor lereng (LS), dan faktor tindakan konservasi tanah (P), sedangkan faktor erodibilitas tanah cukup kecil, dan faktor tanaman adalah serupa (Tabel 5) Tabel 5. Faktor-faktor Degradasi Tanah di Lokasi Lagan dan Jingah Parameter erosi Lokasi Lagan Jingah
R 1.880 2.483
K 0,22 0,17
LS 1,04 3,54
Pg 0,56 0,56
Jg 0,64 0,64
C Kt 0,45 0,45
Uk 0,65 0,65
Kr 0,85 0,85
P 0,50 0,75
Keterangan: R = faktor erosivitas hujan (t m/ha/cm hujan), K = faktor erodibilitas tanah, LS = faktor kemiringan dan panjang lereng, C = faktor tanaman, P = faktor teknik konservasi tanah, Pg = Padi gogo, Jg = Jagung, Kt = Kacang tanah, Uk = ubi kayu, Kr = Karet rakyat.
534
Lokasi Jingah memiliki degradasi potensial lebih besar (1.491 t/ha/th) daripada Lagan (431 t/ha/th), karena lokasi Jingah memiliki erosivitas hujan tinggi dan kemiringan lereng lebih curam (Tabel 6). Dengan pemanfaatan jenis tanaman pada sistem usahatani menunjukkan rosi aktual di lokasi Lagan lebih rendah dibandingkan Jingah. Sistem usahatani karet rakyat menyumbangkan erosi terbsar 183 t/ ha/th di Lagan dan 954 t/ha/th di Jingah. Penanaman kacang tanah memiliki dampak erosi paling rendah (Tabel 6). Tabel 6. Degaradasi Tanah Potensial dan Aktual di Lokasi Lagan dan Jingah Lokasi
Degradasi Potensial Degradasi Aktual (t/ha/th) (t/ha/th) Pg Jg Kt Uk Kr Lagan 431 121 138 97 140 183 Jingah 1.497 629 718 505 730 954 Keterangan: Pg = Padi gogo, Jg = Jagung, Kt = Kacang tanah, Uk = Ubi kayu, Kr = Karet rakyat.
Kondisi Kelestarian Tanah Jika kehilangan tanah melalui erosi jauh melebihi laju pembentukan tanah, maka tanah akan cepat mengalami degradasi. Erosi yang diperbolehkan (EDB) dengan menggunakan umur guna 400 tahun dan kedalaman ekuivalen 1.200 mm, menunjukkan bahwa tanah yang hilang dapat ditoleransi sebesar 3 mm/th, atau 38 t/ha/th di lokasi Lagan dan 32 t/ha/th di Jingah (Tabel 7). Tabel 7. Kondisi Tanah dan Penggunaannya terhadap Kelestarian di Lokasi Lagan dan Jingah Lokasi
EDB IBE UGP (th) KP (%) mm/th t/ha/th Nilai kelas Pg Jg Kt Uk Kr Pg Jg Kt Uk Kr Lagan 3,0 38 11,2 Ekstrim 77 68 96 67 51 2 3 2 3 4 Jingah 3,0 32 47,4 Ekstrim 15 13 16 13 10 14 16 12 16 21 Keterangan: EDP = Erosi Diperbolehkan, IBE = Indeks Bahaya Erosi, UGP = Umur Guna produksi, KP = Kehilangan Produktivitas, Pg = Padi gogo, Jg = Jagung, Kt = Kacang tanah, Uk = ubi kayu, Kr = Karet rakyat.
Indeks Bahaya Erosi (IBE) kedua lokasi tergolong sangat tinggi atau ekstrim, terutama di lokasi Jingah. Kondisi prediksi erosi aktual yang terjadi pada berbagai sistem usahatani dan lokasi seluruhnya melampaui jumlah erosi yang diperbolehkan. Hal ini menunjukkan bahwa sistem usahatani perlu diperbaiki melalui perbaikan teknik konservasi tanah, selanjutnya juga pemilihan komoditas dalam sistem usahatani. Walaupun hal terakhir ini akan sulit mengubah kebiasaan petani untuk menanam komoditas lain, karena berhubungan dengan faktor ekonomi. Umur guna pro-duksi (UGP) untuk masing-masing sistem uasahatani juga menunjukkan perbedaan. Sistem usahatani kacag tanah, padi gogo, jagung, ubi kayu, dan karet rak-yat berturut-turut dari yang terlama hingga yang tersingkat. Persentase kehila-ngan produktivitas (KP) menunjukkan bahwa lokasi Lagan lebih kecil dibanding-kan lokasi Jingah. Prosentase kehilangan produktivitas di lokasi Lagan pada ber-bagai sistem usahatani < 10%, sedangkan lokasi Jingah mencapai 12 – 21 %.
KESIMPULAN 1. Erosi potensial di Jingah sebesar 431 t/ha/th dan di Lagan sebesar 1.497 t/ha/th, sehingga tergolong memiliki Indeks Bahaya Erosi ekstrem. 2. Usahatani eksisting yang berdampak terkecil hingga terbesar pada erosi berturut-turut kacang tanah, padi gogo, jagung, ubi kayu dan karet rakyat. 535
3. Kehilangan produktivitas akibat erosi yang terbesar hingga terkecil yang dialami sistem usahatani berturut-turut karet rakyat, ubu kayu, jagung, padi gogo, dan kacang tanah. DAFTAR PUSTAKA Armanto, M.E. 2001. Karakteristik sifat-sifat tanah yang diusahakan sebagai kebun tebu, hutan dan alang-alang. J. Tanah Trop. 12:107-115. Arsyad, S. 1989. Konservasi tanah dan air. IPB Press. Bogor. 290hal. Bols, P.L. 1978. The iso-irodent map of Java and Madura. Report Belgian Technical Assistance Project ATA 105-Soil Research Institute, Bogor. Indonesia. Driessen, P.M., P. Buurman, dan Permadhy. 1976. The influence of shifting cultivation on a Podzolic Soil from Central Kalimantan. Proceedings Peat and Podzolic Soils and Their Potential for Agriculture in Indonesia. Bulletin 3. Soil Research Institut. p:95-114. Elliot, L.F., and J.M. Lynch. 1994. Biodiversity and soil resilience. In Greenland , D.J., and I. Szabolcs (eds). Soil resilience and the sustainable land. CAB International. p:353-364. Eswaran,H., R.Lal, and P.F. Reich. 2001. Land degradation: an overview. In Bridges, E.M.,I.A.Hannan,L.R.Oldeman,F.W.T.P.de Fries,S.J.Scheer,and S. Sombatpanit (eds).Response to land degradation. Sci.Publishers, Inc. P:20-35. FAO. 1977. Assesing soil degradation. FAO Soil Bulletin 34. Rome. 83p. ____. 1992.Report of the regional expert consultation on environmental issues in land and water development. Bangkok, 10-13 September 1991. 248p. Hamer, W.I. 1981. Second soil conservation consultant report. AGOF/INS/78/006. Technical Note No. 10. Ministry of Agriculture Goverment of Indonesia and UNDP and FAO. 98p. Handayani, I.P. 1999. Kualitas dan variasi nitrogen tersedia pada tanah setelah penebangan hutan. J. Tanah Trop. 8:215-226. Lavelle, P., C. Gilot, C. Fragoso, and B. Phasanasi. 1994. Soil fauna and sustainable land use in the humid tropics. In Greenland, D.J., and I. Szabolcs (eds). Soil resilience and the sustainable land. CAB International. p:291-308. McAlister, J.J., B.J. Smith, and B. Sanchez. 1998. Forest clearence: impact of landuse change on fertility status of soils from the Sao Francisco area of Niteroi, Brazil. Land Degrad. Develop. 9:425-440. Shah, M.M. 1982. Economic aspects of soil erosion and conservation. AGOF/INS/78/006. Technical Note No. 27. Ministry of Agriculture Goverment of Indonesia and UNDP and FAO. 19p. Suwardjo, H. dan N.L. Neneng. 1994. Land degradation in Indonesia: data collection and analysis. In Report of the expert consultation of the Asian network on problem soil. Bangkok, 25-29 October 1993. RAPA Publication: 1994/3. FAO. p:121-136. Tian, G. 1998. Effect of soil degradation on leaf decomposition and nutrient release under humid tropical condition. Soil Sci. 163(11):897-906. Wischmeier, W.H. and D.D. Smith. 1978. Predicting rainfall erosion losses: a guide to conservation planning. U.S. Departement of Agriculture. Agriculture Handbook No. 537. 58p.
536