PEMETAAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI MAHAKAM DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
Oleh :
ARDIANSYAH NIM. 130500176
PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016
PEMETAAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI MAHAKAM DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
Oleh :
ARDIANSYAH NIM. 130500176
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016
PEMETAAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI MAHAKAM DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
Oleh :
ARDIANSYAH NIM. 130500176
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI GEOINFORMATIKA JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
:
Pemetaan Tutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Mahakam Di Kabupaten Kutai Kartanegara
Nama
: Ardiansyah
NIM
:
Program Studi
: Geoinformatika
Jurusan
: Manajemen Pertanian
130500176
Pembimbing,
Penguji I,
Penguji II,
Ir. Suparjo, MP NIP. 196208171989031003
Husmul Beze, S.Hut, M.Si NIP. 197906132008121003
Radik Khairil Insanu, ST, MT NIP. 199010122014041002
Menyetujui, Ketua Program Studi Geoinformatika
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Husmul Beze, S. Hut, M.Si NIP. 197906132008121003
Ir. M. Masrudy, MP NIP. 196008051988031003
ABSTRAK ARDIANSYAH, Pemetaan Tutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Mahakam Di Kabupaten Kutai Kartanegara (dibawah bimbingan SUPARJO). Di kabupaten Kutai Kartanegara mengalir sungai Mahakam yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Air hujan yang jatuh di daerah sekitar sungai Mahakam akan dialirkan ke sungai ini .Daerah yang merupakan wilayah pengaliran sungai Mahakam yang dibatasi oleh kondisi topografi dinamakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam. Posisi kabupaten ini terletak di wilayah hulu kota Samarinda, maka peran DAS Mahakam di kabupaten Kutai Kartanegara menjadi sangat penting. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memetakan tutupan lahan Daerah Aliran Sungai Mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara dan memberikan informasi luasan dari masing-masing jenis tutupan lahan yang dipetakan. Penelitian dilakukan menggunakan citra satelit Landsat 8 path/row 116/60, 116/61, 117/59, 117/60. dan 118/60 liputan tahun 2016. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan algoritma kemiripan maksimum (maximum likelihood). Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa luas dari masing-masing jenis tutupan lahan adalah vegetasi dengan luas 1.850.427 ha, lahan terbuka dengan luas 181.540 ha, perairan dengan luas 43.361 ha, awan 188.904 ha serta bayangan awan dengan luas 17.158 ha. Kata Kunci : Jenis Tutupan Lahan, Citra Satelit Landst 8, Klasifikasi Maximum Likelihood
RIWAYAT HIDUP ARDIANSYAH, lahir pada tanggal 22 Mei 1995 di Desa Tengku Dacing, Kecamatan Tana Lia Kabupaten Tana Tidung Provinsi Kalimantan Utara. Merupakan anak ke tujuh dari 9 bersaudara pasangan Usman dan Jubaidah. Pendidikan dasar dimulai di Sekolah Dasar Negeri 002 Tana Lia pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2007, pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tana Lia dan lulus pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun yang sama melanjutkan ke bangku Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tana Lia dan memperoleh ijazah pada tahun 2013. Pendidikan tinggi dimulai pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Manajemen Pertanian, Program Studi Geoinformatika tahun 2013. Aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa (HIMA) Geoinformatika sebagai Koordinator Divisi Pengembangan Potensi Mahasiswa periode 2013, Koordinator Divisi Sosial, Agama dan Budaya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2014 dan Sekretaris Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bulutangkis periode 2015. Pada tanggal 29 Maret-31 Mei 2016 mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. Mahakam Sumber Jaya yang berlokasi di Desa Separi Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini. Keberhasilan dan kelancaran dalam Penulisan Karya Ilmiah ini juga tidak terlepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua Orang tua dan saudara yang telah banyak memberikan dukungan, baik dari segi moril maupun materil. 2. Bapak Ir. Suparjo, MP selaku dosen pembimbing. 3. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Timur Bidang Sumber Daya Air. 4. Bapak Husmul Beze, S.Hut, M.Si selaku dosen penguji l. 5. Bapak Radik Khairil Insanu, ST, MT selaku dosen penguji II. 6. Bapak
Husmul
Beze,
S.
Hut,
M.Si
selaku
Ketua
Program
Studi
Geoinformatika. 7. Bapak Ir. Masrudy, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian. 8. Bapak Ibu Dosen, Seluruh staf dan teknisi Program Studi Geoinformatika. 9. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Geoinformatika yang telah membantu dalam Penulisan Karya Ilmiah ini. Semoga amal baik dan keikhlasannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu Penulis berharap kritik dan saran dari para pembaca untuk kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis Kampus Sei Keledang, Mei 2016
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
I.
1
PENDAHULUAN
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tutupan Lahan B. Daerah Aliran Sungai C. Penginderaan Jauh D. Sistem Informasi Geografis E. Interpretasi Citra F. Klasifikasi Citra G. Peta
3 3 4 9 17 19 23 27
III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Alat dan Bahan Penelitian C. Prosedur Penelitian
32 32 32 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil B. Pembahasan
40 40 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran
43 43 43
DAFTAR PUSTAKA
44
LAMPIRAN
45
DAFTAR GAMBAR
No
Tubuh Utama
Halaman
1.
33
2.
46
3.
47
DAFTAR LAMPIRAN
No
Lampiran
Halaman
1.
Peta Tutupan Lahan DAS Mahakam Kabupaten Kutai Kartanegara
46
DAFTAR TABEL
No
Tubuh Utama
Halaman
1.
Karakteristik dari tiap nilai Rb
6
2.
7
3.
Karakteristik dari nilai indeks kerapatan sungai (Dd) Karakteristik dari nilai Basin circularity
4.
Saluran Citra Landsat TM
13
5.
Spesifikasi Kanal-kanal Spektral Sensor Citra Landsat 8
16
7
6.
41
7.
41
BAB I PENDAHULUAN
Kabupaten
Kutai
Kartanegara
merupakan
sebuah
kabupaten
di
Kalimantan Timur. Ibu kota kabupaten ini berada di Kecamatan Tenggarong. Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 2.726.310 ha yang dibagi dalam 18 wilayah kecamatan dan 225 desa atau kelurahan. Secara geografis Kabupaten Kutai Kartanegara terletak antara 115°26'28" BT - 117°36'43" BT dan 1°28'21" LU - 1°08'06" LS. Di kabupaten Kutai Kartanegara mengalir sungai Mahakam yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Air hujan yang jatuh di daerah sekitar sungai Mahakam akan dialirkan ke sungai ini. Daerah yang merupakan wilayah pengaliran sungai Mahakam yang dibatasi oleh kondisi topografi dinamakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam. Posisi kabupaten ini terletak di wilayah hulu kota Samarinda, maka peran DAS Mahakam di kabupaten Kutai Kartanegara menjadi sangat penting. Karena posisinya yang sangat penting yaitu berada di hulu sungai, maka DAS yang ada di Kutai Kartanegara sebagian merupakan daerah konservasi yaitu melindungi wilayah yang ada di bawahnya. Perubahan tutupan lahan yang terjadi di kabupaten Kutai Kartanegara akan berdampak besar bagi wilayah hilirnya terutama terhadap debit aliran sungai. Oleh karena itu keberadaan vegetasi penutup tanah di kabupaten Kutai Kartanegara sangat penting untuk dijaga kelestariannya. Berdasarkan uraian diatas maka penulis akan menyusun karya ilmiah yang berjudul Pemetaan tutupan lahan di sekitar DAS Mahakam dalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.
2
Tujuan penelitian ini yaitu untuk Memetakan Tutupan Lahan di sekitar DAS Mahakam yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara menggunakan bantuan data citra satelit Landsat 8 path/row 116/60, 166/61, 117/59, 117/60 dan 118/80. Hasil dari penelitian ini adalah peta tutupan lahan di sekitar DAS Mahakam di Kabupaten Kutai Kartanegara.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tutupan Lahan
1. Pengertian tutupan lahan Menurut (Budiono,2008 dalam Triawan, 2013) lahan adalah tanah yang sudah ada peruntukkannya dan umumnya ada pemiliknya, baik perorangan atau lembaga. Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand dan Kiefer, 1990 dalam Afdal,
2014 ).
Ada
juga
yang
menyebutkan
bahwa
penutupan
lahan
menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Secara umum ada tiga kelas data yang mencakup penutupan lahan, yaitu: a. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia b. Fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang c. Tipe pembangunan Menurut Lo (1995) satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Skema klasifikasi yang baik harus sederhana di dalam menjelaskan setiap kategori penggunaan dan penutupan lahan. Anderson (1971) dalam Lo (1995) menganggap bahwa pendekatan fungsional atau pendekatan berorientasi kegiatan akan lebih sesuai digunakan untuk citra satelit ruang angkasa sebagai skema klasifikasi tujuan umum.
4
Penutup lahan merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan suatu kenampakan lahan secara fisik, baik kenampakan alami maupun kenampakan buatan manusia, misalnya persawahan. Penutup lahan yang menampakkan persawahan disebut tutupan vegetasi padi. Istilah lain dalam penutup lahan ada berbagai macam, yaitu tutupan vegetasi jarang, tutupan vegetasi rapat, tanah kosong, tubuh air, dan tutupan bangunan. Penggunaan lahan merupakan suatu bentuk pemanfaatan atau fungsi dari perwujudan suatu bentuk
penutup
lahan.Istilah
penggunaan
lahan
didasari
pada
fungsi
kenampakan penutup lahan bagi kehidupan, baik itu kenampakan alami atau buatan manusia. Suatu kenampakan vegetasi rapat, dalam istilah penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi hutan maupun perkebunan. Berbagai bentuk mata pencaharian menghasilkan beragam penggunaan lahan. Selain mata pencaharian, faktor kebutuhan juga akan memunculkan bentuk penggunaan lahan. Seperti kebutuhan rumah memunculkan kawasan permukiman. Dari perbedaan pola penggunaan lahan juga akan memunculkan istilah pedesaan dan perkotaan karena pola penggunaan lahannya berbeda. B. Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) atau drainage basin adalah suatu daerah yang terhampar di sisi kiri dan dan kanan dari suatu aliran sungai, dimana semua anak sungai yang terdapat di sebelah kanan dan kiri sungai bermuara ke dalam suatu sungai induk. Seluruh hujan yang terjadi didalam suatu drainage basin, semua airnya akan mengisi sungai yang terdapat di dalam DAS tersebut. Oleh sebab itu, areal DAS juga merupakan daerah tangkapan hujan. Semua air yang mengalir melalui sungai bergerak meninggalkan daerah-daerah tangkapan
5
sungai (DAS) dengan atau tanpa memperhitungkan jalan yang ditempuh sebelum mencapai limpasan (Mulyo, 2004). Daerah Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh didalamnya akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada sungai tersebut, atau merupakan sat uan hidrologi yang menggambarkan dan menggunakan satuan fisik-biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam (Suripin, 2001). Menurut Sandy (1985), seorang Guru Besar Geografi Universitas Indonesia Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah bagian dari muka bumi yang airnya mengalir ke dalam sungai yang bersangkutan apabila hujan jatuh. Sebuah pulau selamanya terbagi habis ke dalam daerah-daerah aliran sungai. Antara DAS yang satu dengan DAS yang lainnya dibatasi oleh titik-titik tertinggi muka bumi berbentuk punggungan yang disebut stream devide atau batas daerah aliran (garis pemisah DAS). Bila suatu stream devide itu merupakan jajaran pebukitan disebut stream devide range (Hallaf H.P., 2006). Morfomeri Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif, keadaan yang dimaksud untuk analisa aliran sungai antara lain meliputi : 1. Luas Garis batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagia air hujan ke masing-masing daerah aliran sungai. Garis batas tersebut ditentukan berdasarkan perubahan kontur dari peta tofografi sedangkan luas daerah aliran sungainya dapat diukur dengan alat planimeter.
6
2. Panjang dan lebar Panjang DAS adalah sama dengan jarak datar dari muara sungai ke arah hulu sepanjang sungai induk. Sedangkan lebar daerah aliran sungai adalah perbandingan antara luas DAS dengan panjang sungai induk. 3. Orde dan tingkat percabangan sungai a. Orde Sungai Alur sungai dalam suatu DAS dapat dibagi dalam beberapa orde sungai. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai di dalam suatu DAS. b. Tingkat percabangan sungai Untuk menghitung tingkat percabangan sungai dapat digunakan rumus: Rb = Nu/Nu+1 Keterangan: Rb = Indeks tingkat percabangan sungai Nu = jumlah alur sungai untuk orde ke u Nu + 1 = jumlah alur sungai untuk orde ke u + 1 Tabel 1. Karakteristik dari tiap nilai Rb No
Rb
Keterangan Kenaikan muka air banjir dengan cepat, sedangkan 1 <3 penurunannya berjalan cepat Kenaikan muka air banjir tidak terlalu cepat, sedangkan 2 3-5 penurunannya tidak terlalu cepat juga (sedang) Kenaikan muka air banjir dengan cepat, sedangkan 3 >5 penurunannya berjalan lambat (abnormal) Sumber : Soewanro, 1991 4. Kerapatan sungai Kerapatan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu daerah aliran sungai.
7
Tabel 2. Karakteristik dari nilai indeks kerapatan sungai (Dd) No
Dd (Km/Km²)
Kelas Kerapatan
1
<0,25
Rendah
2
0,25-10
Sedang
3
10-25
Tinggi
4
>25
Sangat Tinggi
Keterangan Alur Sungai melewati batuan dengan restitensi keras, maka angkutan sedimen yang terangkut aliran sungai lebih kecil jika dibandingkan pada alur sungai yang melewati batuan dengan restistensi yang lebih lunak, apabila kondisi lain yang mempengaruhinya sama Alur sungai melewati batuan dengan restistensi yang lebih lunak, sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran akan lebih besar Alur sungai melewati batuan dengan restistensi yang lunak, sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran akan lebih besar Alur sungai melewati batuan yang kedap air. Keadaan ini akan menunjukkan bahwa air hujan yang menjadi aliran akan lebih besar jika dibandingkan suatu daerah dengan Dd rendah melewati batuan yang permeabelitas besar
Sumber : Soewarno, 1991 5. Bentuk Daerah Aliran Sungai Pola sungai menentukan bentuk suatu daerah aliran sungai. Bentuk daerah aliran sungai mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap kecepatan terpusat aliran. Tabel 3. Karakteristik dari nilai Basin circularity No
Rc
Keterangan Bentuk daerah aliran sungai membulat, debit puncak 1 >0,5 datangnya lama, begitu juga penurunannya Bentuk daerah aliran sungai memanjang, debit puncak 2 <0,5 datangnya cepat, begitu juga penurunannya Sumber : Soewarno, 1991
8
6. Pola Pengairan Sungai Sungai di dalam semua daerah aliran sungai mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran sungai dihubungkan oleh suatu jaringan suatu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk pola tertentu. Pola itu tergantung dari pada kondisi topografi, geologi, iklim dan vegetasi. Adapun jenis-jenis pola pengairan sungai yaitu : a. Pola trellis dimana memperlihatkan letak anak sungai yang paralel menurut strike atau topografi yang paralel. Anak sungai bermuara pada sungai induk secara tegak lurus. Pola pengaliran trellis mencirikan daerah pegunungan lipatan (folded mountains). Induk sungai mengalir sejajar dengan strike, mengalir di atas struktur synclinal, sedangkan anak sungainya mengalir sesuai deep dari sayap synclinal dan anticlinal-nya. Jadi, anak sungai juga bermuara tegak lurus terhadap induk sungainya. b. Pola Rektanguler dicirikan oleh induk sungainya memiliki kelokan-kelokan ± 90°, arah anak sungai (tributary) terhadap sungai induknya berpotongan tegak lurus. Biasanya ditemukan di daerah pegunungan patahan (block mountains). Pola seperti ini menunjukkan adanya pengaruh joint atau bidang-bidang dan atau retakan patahan escarp atau graben yang saling berpotongan. c. Pola Denritik, yaitu pola sungai dimana anak sungainya (tributaries) cenderung sejajar dengan induk sungainya. Anak sungainya bermuara pada induk sungai dengan sudut lancip. Model pola denritis seperti pohon dengan tatanan dahan dan ranting sebagai cabang dan anak sungainya.
9
Pola ini biasanya terdapat pada daerah berstruktur plain, atau pada daerah batuan yang sejenis (seragam) dengan penyebaran yang luas. d. Pola Radial Sentripugal, Pola pengaliran beberapa sungai di mana daerah hulu sungai-sungai itu saling berdekatan seakan terpusat pada satu titik tetapi muaranya menyebar, masing-masing ke segala arah. Pola pengaliran radial terdapat di daerah gunung api atau topografi bentuk kubah seperti pegunungan dome yang berstadia muda, hulu sungai berada di bagian puncak, tetapi muaranya masing -masing menyebar ke segala arah. e. Pola Radial Sentripetal, Kebalikan dari pola radial yang menyebar dari satu pusat, pola sentripetal ini justru memusat dari banyak arah. Pola ini terdapat pada satu cekungan, dan biasanya bermuara pada satu danau. Di daerah beriklim kering dimana air danau tidak mempunyai saluran pelepasan ke laut karena penguapan sangat tinggi, biasanya memiliki kadar garam yang tinggi sehingga terasa asin. f.
Pola Paralel, Adalah pola pengaliran yang sejajar. Pola pengaliran semacam ini menunjukkan lereng yang curam. Beberapa wilayah di pantai barat Sumatera memperlihatkan pola pengaliran paralel.
g. Pola Annular, Pola pengaliran cenderung melingkar seperti gelang, tetapi bukan meander. Terdapat pada daerah berstruktur dome (kubah) yang topografinya telah berada pada stadium dewasa. Daerah dome yang semula tertutup oleh lapisan-lapisan batuan endapan yang berselangseling antara lapisan batuan keras dengan lapisan batuan lembut.
10
C. Penginderaan Jauh
Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990 dalam Afdal, 2014). Pengambilan data Penginderaan Jauh dilakukan dari jarak jauh, oleh karena itu diperlukan tenaga penghubung yang membawa data objek ke sensor, tenaga inilah yang digunakan dalam Penginderaan Jauh. Tenaga ini dapat dibedakan atas : 1. Tenaga alam, yaitu tenaga yang berasal dari alam. Misalnya sensor matahari, emisi/pancaran suhu benda-benda di permukaan bumi. Biasanya tenaga ini digunakan untuk Penginderaan Jauh sistem pasif. 2. Tenaga buatan, yaitu tenaga yang dibuat untuk mendukung sistem Penginderaan Jauh, contohnya pulsa radar.
Biasanya digunakan untuk
Penginderaan Jauh aktif. Konsep dasar penginderaan jauh terdiri atas beberapa komponen yang meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan objek di permukaan bumi, sensor, sistem pengolahan data dan berbagai pengguna data. Komponen penginderaan jauh menurut Lillesand dan Kiefer (1990) dalam Afdal (2014) antara lain adalah : 1. Sumber tenaga Sumber tenaga dibedakan menjadi dua yaitu tenaga aktif (apabila sumber tenaga berasal dari matahari) dan tenaga pasif (apabila sumber tenaga berasal dari tenaga buatan).
11
2. Atmosfer Atmosfer
pada
dasarnya
mempunyai
sifat
menyerap,
memantulkan,
menghamburkan dan melewatkan radiasi elektromagnetik pengaruh atmosfer ini tidak sama bagi bagian spektrum yang berbeda. 3. Interaksi antara tenaga dan obyek Tiap obyek dimuka bumi ini memantulkan spektrum elektromagnetik yang diterima atau akan memancarkan spektrum elektromagnetik dari dalam obyek tersebut. Radiasi dari tiap obyek diterima dan direkam oleh sensor dan sesudah diproses akan terbentuk citra. 4. Sensor Sensor menerima dan merekam radiasi yang datang dari obyek. Sensor pada dasarnya dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu kamera atau sensor fotografi dan sensor bukan kamera atau non-fotografi. Kamera beroperasi pada bagian spektrum tampak mata, sedangkan sensor non-fotografi dapat beroperasi pada bagian spektrum yang jauh dan lebih luas yakni dari sinar X hingga panjang gelombang radio. 5. Perolehan data dan penggunaan data Perolehan data penginderaan jauh dapat dilakukan dengan interpretasi manual ataupun digital dan data ini dapat dimanfaatkan oleh pengguna untuk berbagai aplikasi penginderaan jauh. Data penginderaan jauh diperoleh dari suatu satelit, pesawat udara, balon udara atau wahana lainnya. Data-data tersebut berasal dari rekaman sensor yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian yang akhirnya menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang dihasilkan (Richards dan Jia, 2006 dalam Triawan, 2013).
12
Penginderaan jauh menyediakan bentuk tutupan lahan yang penting yaitu luasan, pemetaan dan klasifikasi seperti vegetasi, tanah, air dan hutan. Citra digital yang diperoleh dari perekaman oleh sensor pada dasarnya tidak lepas dari kesalahan, karena kondisi topografi permukaan bumi yang bervariasi serta luas permukaan
bumi.
Wahana
dan
sistem
penginderaan
jauh
mempunyai
keterbatasan dalam resolusi spasial, spectral, temporal maupun radiometri. Resolusi yang biasanya digunakan sebagai parameter kemampuan sensor terbagi menjadi 4 macam yang mempunyai definisi masing-masing sebagai berikut: 1. Resolusi Spasial yaitu ukuran obyek terkecil yang masih dapat disajikan, dibedakan dan dikenali pada citra. Resolusi spasial menunjukkan level dari detail yang ditangkap oleh sensor. Semakin detail sebuah studi semakin tinggi resolusi spasial yang digunakan. 2. Resolusi Spectral yaitu daya pisah obyek berdasarkan besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk merekam data. Resolusi spektral menunjukkan lebar kisaran dari masing-masing band specral yang diukur oleh sensor. 3. Resolusi Radiometrik yaitu kemampuan sistem sensor untuk mendeteksi perbedaan pantulan terkecil atau kepekaan sensor terhadap perbedaan terkecil kekuatan sinyal. 4. Resolusi Termal yaitu keterbatasan sensor penginderaan jauh yang merekam pancaran tenaga termal atau perbedaan suhu yang masih dapat dibedakan oleh sensor penginderaan jauh secara termal (Aftriana, 2013 dalam Wibowo, 2015).
13
Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumber daya bumi yang dikembangkan oleh NASA dan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat. Citra. Data Landsat TM (Thematic Mapper) diperoleh pada tujuh saluran spektral yaitu tiga saluran tampak, satu saluran inframerah dekat, dua saluran inframerah tengah, dan satu saluran inframerah thermal . Lokasi dan lebar dari ketujuh saluran ini ditentukan dengan mempertimbangkan kepekaannya terhadap fenomena alami tertentu dan untuk menekan sekecil mungkin pelemahan energi permukaan bumi oleh kondisi atmosfer bumi. Tabel 4. Saluran Citra Landsat TM Kisaran Gelombang No Saluran (mikro meter) 1
1
0,45
0,52
2
2
0,52
0,60
3
3
0,63
0,69
4
4
0,76
0,90
5
5
1,55
1,75
6
6
2,08
2,35
7
7
10,40
12,50
Kegunaan Utama Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan. Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembapan tanah. Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal. Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembapan tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal.
14
No
Saluran
Kisaran Gelombang (micro meter)
Kegunaan Utama
Studi kota, penajaman batas linier, analisis tata ruang Sumber : (Lillesand dan Kiefer, 1979 dengan modifikasi) 8
8
Pankromatik
Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi landsat yang untuk pertama kali menjadi satelit pengamat bumi sejak 1972 (Landsat 1). Landsat 1 yang awalnya bernama Earth Resources Technology Satellite 1 diluncurkan 23 Juli 1972 dan mulai beroperasi sampai 6 Januari 1978. Generasi penerusnya adalah Landsat 2 yang diluncurkan 22 Januari 1975 yang beroperasi sampai 22 Januari 1981. Landsat 3 diluncurkan 5 Maret 1978 berakhir 31 Maret 1983, Landsat 4 diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982 lalu dihentikan pada tahun 1993. Landsat 5 diluncurkan 1 Maret 1984 masih berfungsi sampai dengan saat ini namun mengalami gangguan berat sejak November 2011. Akibat gangguan ini pada tanggal 26 Desember 2012, USGS mengumumkan bahwa Landsat 5 akan dinonaktifkan, berbeda dengan generasi pendahulunya, landsat 6 yang diluncurkan 5 Oktober 1993 gagal mencapai orbit. Sementara Landsat 7 yang diluncurkan 15 Desember 1999 masih berfungsi walaupun mengalami kerusakan sejak Mei 2003. Satelit Landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal -kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7. Jenis kanal, panjang kanal dan resolusi spasial setiap band pada landsat 8 dibandingkan dengan landsat 7 tertera pada tabel. Citra multi spektral Landsat dengan resolusi spasial 30m memiliki beberapa band yang karakteristiknya berbeda-beda:
15
1. Band 1 0.45-0.52 mikro meter (mm) Band biru ini memiliki informasi yang tinggi terhadap tubuh air jadi sangat sesuai untuk penggunaan lahan, tanah dan vegetasi. 2. Band 2 0.52-0.60 mikro meter (mm) Band hijau ini memiliki informasi mengenai vegetasi selain cocok untuk penggunaan lahan, jalan dan air namun sesuai pula untuk diskriminasi dan assesmen vegetasi. Dimana tanaman-tanaman yang kurang sehat dapat diketahui karena absorbsi cahaya merah oleh klorofil menurun atau refleksi pada daerah merah naik sehingga menyebabkan daun berwarna kuning. 3. Band 3 0.63-0.69 mikro meter (mm) Band merah ini memiliki informasi mengenai perbedaan antara vegetasi dan non vegetasi, misalnya dapat dilihat adanya perbedaan antara vegetasi dengan tanah khususnya pada daerah urban. 4. Band 4 0.76-0.90 mikro meter (mm) Band inframerah dekat ini memiliki informasi mengenai varietas tanamtanaman serta adanya perbedaan antara unsur air dengan unsur tanah, oleh karena itu dapat dilihat garis pantai dengan jelas. 5. Band 5 1.55-1.75 mikro meter (mm) Band inframerah gelombang pendek ini memiliki informasi mengenai perbedaan warna antara tanah terbuka dengan objek -objek lain. Band ini sesuai untuk studi kandungan air tanah, air pada tanam-tanaman, formasi batu-batuan dan geologi pada umumnya
16
6. Band 6 10.40-12.50 mikro meter (mm) Band inframerah thermal ini memiliki informasi tentang studi kandungan air tanah, serta dapat membedakan kelembaban tanah dan fenomena-fenomena thermal. 7. Band 7 2.08-2.35 mikro meter (mm) Band inframerah gelombang pendek ini memiliki informasi mengenai tanah terbuka sama halnya dengan band 5 akan tetapi lebih mengacu pada studi geologi maupun formasi batu-batuan. Untuk memudahkan dalam melihat serta menganalisa wilayah yang akan dikaji maka perlu dilakukan penggabungan tiga band (saluran) dari citra satelit Landsat. Penggabungan saluran ini menggunakan format RGB (Red Green Blue) yang nantinya bisa menghasilkan gambar
atau
. True
color adalah gambar yang dihasilkan dari penggabungan band yang hasilnya memiliki warna yang sama dengan yang dilihat mata manusia. Kombinasi yang digunakan untuk menghasilkan image true color adalah RGB (6,5,4). Tabel 5. Spesifikasi Kanal-kanal Spektral Sensor Citra Landsat 8
No 1 2 3 4
Kanal
Kisaran spektral (mm)
Biru 433-453 Biru 450-515 Hijau 525-600 Merah 630-680 Inframerah 5 dekat 845-885 (NIR) 6 SWIR 2 1560-1660 7 SWIR 3 2100-2300 8 PAN 500-680 9 SWIR 1360-1390 Sumber : (Ayuindra, 2013)
GSD (resolusi spasial) 30 m
30 m (Kanalkanal warisan TM)
15 m 30 m
ZAEsAYÐG ;t ?w ????w ?? l?ÐsÐAu
^EZ ;l?ÐsÐAu?
40 40 30 22
130 130 100 90
14
90
4 1.7 23 6
100 100 80 130
17
D. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Menurut Prahasta (2011) Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu kesatuan formal yang terdiri atas berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. Secara teknis SIG mengorganisasikan dan memanfaatkan data dari peta digital yang menggambarkan posisi dari ruang (space) dan klasifikasi, atribut data dan hubungan antar item data.
Kerincian dalam SIG ditentukan oleh besarnya
satuan pemetaan terkecil yang dihimpun dalam basis data (Budiyanto, 2009). Sistem Informasi Geografi s terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut : 1. Perangkat keras (Hardware) Perangkat keras yang sering dipergunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, plotter dan scanner. 2. Perangkat lunak (Software) SIG merupakan system perangkat lunak yang tersusun secara modular di mana basis data memegang peranan kunci. 3. Data dan informasi geografi SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan. 4. Manajemen (Brainware) Suatu proyek SIG akan berhasil jika di manage dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki kehlian yang tepat pada semua tingkatan. SIG dapat dibagikan kedalam beberapa sub-sistem berikut. a. Input Data Subsistem ini berperan untuk memasukkan data dan mengubah data asli ke bentuk yang dapat diterima dan dipakai dalam SIG. Semua data
18
dasar geografi diubah dulu menjadi data digital, sebelum dimasukkan ke komputer. Data digital memiliki kelebihan dibandingkan dengan peta (garis, area) karena jumlah data yang disimpan lebih banyak dan pengambilan kembali lebih cepat. Ada dua macam data dasar geografi, yaitu data spasial dan data atribut sebagai berikut : 1) Data spasial (keruangan), yaitu data yang menunjuk kan ruang, lokasi atau tempat-tempat di permukaan bumi. Data spasial berasal dari peta analog, foto udara dan penginderaan jauh dalam bentuk cetak kertas. 2) Data atribut (deskriptis), yaitu data yang terdapat pada ruang atau tempat. Atribut menjelaskan suatu informasi. Data atribut diperoleh dari statistik, sensus, catatan lapangan dan tabular (data yang disimpan dalam bentuk tabel) lainnya. Data atribut dapat dilihat dari segi kualitas, misalnya kekuatan pohon. Selain itu dapat dilihat dari segi kuantitas, misalnya jumlah pohon. Data spasial dan data atribut tersimpan dalam bentuk titik (dot), garis (vektor), poligon (area) dan pixel (grid). Data dalam bentuk titik (dot), meliputi ketinggian tempat, curah hujan, lokasi dan topografi. Data dalam bentuk garis (vektor), meliputi jaringan jalan, pipa air minum, pola aliran sungai dan garis kontur. Data dalam bentuk poligon (area), meliputi daerah administrasi, geologi, geomorfologi, jenis tanah dan penggunaan tanah, sedangkan data dalam bentuk pixel (grid), meliputi citra satelit dan foto udara. b. Manajemen Data
19
Subsistem ini bertugas mengorganisasi baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di update, dan di edit. c. Manipulasi dan Analisa Data Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu subsistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. d. Output Data Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruhnya, atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy. Subsistem output data berfungsi menayangkan informasi geografi sebagai hasil analisis data dalam proses SIG. Informasi tersebut ditayangkan dalam bentuk peta, tabel, bagan, gambar, grafik dan hasil perhitungan. E. Interpretasi Citra Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Estes dan Simonett, 1975 dalam Triawan 2013). Proses di dalam interpretasi citra sekaligus berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan menilai arti pentingnya obyek yang tergambar pada citra. Sehingga penafsir citra berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi dan disiplin ilmu lainnya (Sutanto, 1986).
20
Menurut Lintz Jr. dan Simonett (1976) dalam Triawan (2013) ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra yaitu: a. Deteksi adalah pengamatan adanya suatu obyek. b. Identifikasi adalah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. c. Analisis yaitu pengumpulan keterangan lebih lanjut. Deteksi berarti penentuan ada atau tidak adanya suatu obyek pada citra. Deteksi merupakan tahap awal dalam interpretasi citra, keterangan yang didapat pada tahap deteksi bersifat global. Keterangan yang didapat pada tahap interpretasi selanjutnya yaitu pada tahap identifikasi bersifat setengah rinci. Keterangan rinci diperoleh dari tahap akhir interpretasi, yaitu pada tahap analisis (Lintz dan Simonett, 1976 dalam Triawan, 2013). Lo (1976) menjelaskan bahwa pada dasarnya kegiatan menginterpretasi citra terdiri atas dua tingkat, yakni tingkat pertama berupa pengenalan obyek melalui proses deteksi dan identifikasi dan tingkat kedua yang berupa penilaian atas pentingnya obyek yang telah dikenali tersebut yaitu arti pentingnya tiap obyek dan kaitan antar obyek tersebut. Tingkat pertama berarti perolehan data sedangkan tingkat kedua berupa interpretasi atau analisis data. Pengenalan
obyek
adalah
bagian
penting
dalam
upaya
untuk
menginterpretasikan citra. Tidak akan dilakukan proses analisis ketika tidak mengenali identitas dan jenis obyek yang tergambar pada citra. Prinsip pengenalan obyek pada citra berdasarkan penyidikan karakteristik atau atribut pada citra. Karakteristik obyek yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali obyek disebut unsur interpretasi citra (Sutanto, 1986).
21
Menurut (Sutanto, 1986) pengenalan obyek merupakan bagian paling vital dalam interpretasi citra. Foto udara sebagai citra tertua di dalam penginderaan jauh memiliki unsur interpretasi yang paling lengkap dibandingkan unsur interpretasi pada citra lainnya. Unsur-unsur interpretasi citra terdiri dari: 1. Rona dan Warna Rona merupakan tingkat kecerahan citra/foto sedangkan warna merupakan wujud yang tampak dengan mata. Kemampuan mata manusia dapat membedakan 200 rona dan 20.000 warna. Hal ini berarti bahwa membedakan obyek foto berwarna lebih mudah dibandingkan dengan membedakan foto hitam putih. Hal-hal yang mempengaruhi rona dan warna yaitu karakteristik obyek, letak obyek pada waktu pemotretan dan ketinggian. 2. Bentuk Bentuk merupakan variabel kuantitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka pada suatu obyek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja, seperti pohon jati dapat diinterpretasi melalui tajuk berbentuk bundar dan tak beraturan. 3. Ukuran Ukuran merupakan atribut obyek antara lain berupa jarak yang berfungsi untuk menentukan skala yang berhubungan dengan peta, tinggi yang berfungsi untuk menentukan kelerengan/kemiringan dengan peta topografi, luas dan volume untuk mengetahui suatu potensi. Ukuran obyek pada citra/foto merupakan fungsi skala, maka ukuran dalam unsur interpretasi harus selalu diingat skalanya.
22
4. Tekstur Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dengan ungkapan kasar, sedang dan halus. 5. Pola Pola atau susunan keruangan merupakan cirri yang menandai banyak obyek bentukkan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah. Pemukiman dapt dikenali dengan pola yang teratur, yaitu dengan rumah yang ukuran dan jaraknya seragam. 6. Bayangan Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. 7. Situs dan asosiasi Situs merupakan letak suatu obyek. Menurut Sutanto (1994) bahwa situs bukan merupakan ci ri obyek secara langsung melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Contohnya yakni situs kebun kopi terletak di tanah miring, karena kebun kopi menghendaki pengaturan air yang baik. Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan yang lain, misalnya stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang). F. Klasifikasi Citra
Klasifikasi adalah teknik yang digunakan untuk menghilangkan informasi rinci dari data input untuk menampilkan pola-pola penting atau distribusi spasial untuk mempermudah interpretasi citra dan analisis citra sehingga dari citra tersebut diperoleh informasi yang bermanfaat. Untuk pemetaan tutupan lahan,
23
hasilnya bias diperoleh dari proses klasifikasi multispectral citra satelit. Klasifikasi multispectral sendiri adalah algoritma yang dirancang untuk menyajikan informasi tematik dengan cara mengumpulkan fenomena berdasarkan satu kriteria yaitu nilai spektral. Sebelum melakukan proses klasifikasi diperlukan melakukan kegiatan koreksi geometrik. Koreksi geometrik dilakukan karena terdapat kesalahan geometrik yang terjadi pada saat perekaman. Koreksi geometrik bertujuan untuk merektifikasi atau membenarkan koordinat citra agar sesuai dengan koordinat geografis. Sebagaimana diketahui, data mentah dari citra penginderaan jauh masih memiliki sejumlah kesalahan. Data hasil rekaman sensor pada satelit merupakan representasi dari bentuk permukaan bumi yang tidak beraturan. Meskipun kelihatannya merupakan daerah yang datar, tetapi area yang direkam mengandung kesalahan (distorsi) yang diakibatkan pengaruh kelengkungan bumi atau sensor itu sendiri (Jaya, 2010 dalam Mentari, 2013) . Penentuan sistem koordinat, proyeksi dan datum sistemkoordinat yang dipilih untuk koreksi ini adalah Universal Tranverse Mercator (UTM) zona 50. Pemilihan proyeksi ini disesuaikan dengan pembagian area pada sistem UTM. Kabupaten Kutai Kartanegara termasuk wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang terletak pada zona UTM 50, sedangkan datum yang digunakan adalah World Geographic System 84 (WGS 84). Citra Landsat 8 sudah terorthorektifikasi L-1T artinya data standard correction (koreksi tegak) berdasarkan data DEM dari GLS2000 yang terdiri dari data SRTM, NED, CDED, DTED termasuk GTOPO 30 untuk koreksi sistematik nya (USGS 2013), tetapi pada penelitian ini tetap dilakukan koreksi geometrik dengan menggunakan peta batas administrasi Kabupaten Kutai Kartanegara.
24
Dalam melakukan transformasi koordinat, terdapat beberapa macam transformasi polinominal yang satu dengan yang lain memberikan ketelitian yang berbeda-beda (Jensen, 1996 dalam Rahman, 2011) yaitu: 1. Transformasi affine, yaitu memerlukan minimal 4 titik kontrol untuk mengubah posisi geometrik citra sama dengan posisi geometrik referensi (peta). Transformasi ini lebih sesuai untuk daerah yang bertopografi relatif datar atau landai. 2. Transformasi orde dua, yang dapat dijalankan minimal dengan 6 titik control atau 12 parameter dengan dengan ketelitian yang pada umumnya lebih akurat dibandingkan dengan transformasi affine. 3. Transformasi orde tiga, yang dapt dijalankan minimal dengan 10 titik kontrol atau 20 parameter dan lebih tepat untuk daerah dengan variasi topografi yang besar. Transformasi ground control point (GCP) merupakan proses koreksi geometrik citra dengan cara membandingkan posisi yang berada pada citra, dengan posisi yang ada di lapangan/peta yang sudah tersedia sebelumnya. Ground control point, GCP adalah suatu lokasi pada permukaan bumi yang dapat diidentifikasi pada citra dan sekaligus dikenali posisinya pada peta (Jensen, 2005 dalam Wibowo 2015). Klasifikasi multispektral diawali dengan menentukan nilai piksel tiap objek sebagai sampel. Selanjutnya, nilai piksel dari tiap sampel tersebut digunakan sebagai masukkan dalam proses klasifikasi. Perolehan informasi tutupan lahan diperoleh berdasarkan warna pada citra, analisis statik dan analisis grafis. Analisis statik digunakan untuk memperhatikan nilai rata-rata, standar deviasi dan varian dari tiap kelas sampel yang diambil guna menentukan perbedaan
25
sampel. Analisis grafis digunakan untuk melihat sebaran-sebaran piksel dalam satu kelas. 1. Metode Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) Pada metode supervised ini, analisis terlebih dahulu menetapkan beberapa training area pada citra sebagai kelas lahan tertentu. Penetapan ini berdasarkan pengetahuan analis terhadap wilayah dalam citra mengenai daerah-daerah tutupan lahan. Nilai piksel dalam daerah contoh kemudian digunakan oleh komputer sebagai kunci untuk mengenali piksel lain. Daerah yang memiliki nilai piksel sejenis akan dimasukkan kedalam kelas lahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi, dalam metode supervised ini analis mengidentifikasi kelas informasi terlebih dulu yang kemudian digunakan untuk menentukan kelas spektral yang mewakili kelas informasi tersebut (Indriasari, 2009 dalam Ayuindra, 2013). 2. Metode Klasifikasi Tak Terbimbing (Unsupervised Classification ) Cara kerja metode unsupervised ini merupakan kebalikan dari metode supervised, dimana nilai-nilai piksel dikelompokkan terlebih dahulu oleh komputer kedalam kelas-kelas spektral menggunakan algoritma klusterisasi (Indriasari, 2009 dalam Ayuindra, 2013). Dalam metode ini, diawal proses biasanya analis akan menentukan jumlah kelas (cluster) yang akan dibuat. Setelah mendapatkan hasil, analis menetapkan kelas-kelas lahan terhadap kelas-kelas spektral yang telah dikelompokkan oleh komputer. Dari kelaskelas (cluster) yang dihasilkan, analis bis menggabungkan beberapa kelas yang dianggap memiliki informasi yang sama menjadi satu kelas. Pada metode unsupervised tidak sepenuhnya tanpa campur tangan manusia.
26
Beberapa algoritma yang bias digunakan untuk menyelesaikan metode unsupervised ini diantaranya adalah K-Means dan ISODATA. Cara kerja Algoritma K-Means yaitu: a. Pusat -pusat gugusan ditetapkan secara acak b. Piksel-piksel akan ditempatkan ke pusat-pusat terdekat c. Setiap gugusan berpindah/bergeser ke pusat tengah rataan semua pikselnya d. Semua pusat gugusan telah stabil, lalu menetapkan jenis-jenis kelas untuk gugusan spektral (Danoesoebroto, 2010 dalam Wibowo, 2015). Sedangkan cara kerja algoritma ISODATA yaitu: a. Mengkalkulasikan standar deviasi untuk semua gugusan b. Menggabungkan gugusan jika pusat-pusatnya berdekatan c. Membagi gugusan dengan standar deviasi d. Menghilangkan gugusan yang terlalu kecil e. Mengklasifikasikan kembali setiap piksel-piksel dan mengulang kembali f.
Berhenti pada literasi maksimum atau penentuan batas ambang
g. Menetapkan jenis-jenis kelas untuk gugusan spektral (Danoesoebroto, 2010 dalam Wibowo, 2015). G. Peta
Anonim (2011), menyatakan bahwa peta adalah refresentatif atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi, atau benda angkasa dan umumnya digambarkan dalam suatu bidang datar dan di skalakan sehingga memudahkan penggambaran baik di darat maupun di laut seperti pada keadaan sesungguhnya di dunia nyata.
27
Berdasarkan kegunaanya peta dibagi menjadi 5 yaitu : peta umum, peta topografi, peta Chorografi, peta tematik dan peta Khusus. 1. Peta umum Menurut Hartono (2010), peta umum adalah peta yang menggambarkan permukaan bumi secara umum, peta umum ini memuat semua penampakan
yang terdapat di suatu daerah, baik kenampakan alam maupun kenampakan sosial budaya. Kenampakan fisis misalnya sungai, gunung, laut, danau, dan lainya.
Kenampakan sosial budaya misalnya jalan raya, jalan kereta api,
pemukiman kota dan lainya. Peta umum ada dua jenis yaitu : peta topografi dan peta chorografi. 2.
Peta Topografi Menurut Fransiskus (2007), peta topografi adalah suatu representasi di
atas bidang datar tentang seluruh atau sebagian permukaan bumi yang terlihat dari atas, diperkecil dengan perbandingan ukuran tertentu. Peta topografi menggambarkan secara proyeksi dari sebagian fisik bumi, sehingga dengan peta ini bisa diperkiraan bentuk permukaan bumi. Bentuk relief bumi pada peta topografi digambarkan dalam bentuk garis kontur. Peta topografi menampilkan semua unsur yang berada di atas permukaan bumi, baik unsur alam maupun buatan manusia. Peta jenis ini biasa dipergunakan untuk kegiatan di alam bebas, termasuk peta untuk kepentingan militer, teknik sipil dan arkeologi. 3.
Peta Chorografi Menurut
Sulistyo
(2010),
peta
chorografi
adalah
peta
yang
menggambarkan seluruh atau sebagian permukaan bumi dengan skala yang lebih kecil yakni antara 1 : 250.000 sampai 1 : 1000.000 atau bahkan lebih. Perbedaan chorografi dengan topografi terletak pada penggunaan garis - garis
28
kontur, kerena peta topografi itu lebih kepada penggambaran bentuk relief (tinggi rendahnya) permukaan bumi, skala yang digunakan sendiri lebih kepada skala besar. Peta chorografi mengambarkan daerah yang luas, misalnya provinsi, negara, benua bahkan dunia. Dalam peta chorografi digambarkan semua kenampakan yang ada pada suatu wilayah diantaranya pegunungan, gunung sungai, danau, jalan raya, jalan kereta api, batas wilayah, kota, garis pantai, rawa dan lain-lain. 4.
Peta Tematik Menurut Diki (2009), peta tematik juga disebut sebagai peta statistik
ataupun peta khusus, yaitu peta dengan obyek khusus. Tujuan utamanya adalah untuk secara spesifik mengkomunikasikan konsep data. Contoh peta tematik yang biasa digunakan dalam perencanaan termasuk peta kadastral (batas kepemilikan), peta zona (peta rancangan legal penggunaan lahan), peta tata guna lahan, peta kepadatan penduduk, peta kelerengan, peta geologi, peta curah hujan dan peta produktivitas pertanian. Pemilihan sumber data disesuaikan dengan maksud dan tujuan pembuatan peta serta keadaan medan yang dihadapi. Terdapat beberapa sumber data yang digunakan pada pemetaan yaitu dengan pengamatan langsung di lapangan, dengan pengindraan jauh atau dari peta yang sudah ada. Secara khusus, peta pengelolahan hutan berisikan tentang kejelasan pemilikan (batas-batas kadastral maupun administrasi), wilayah itu sendiri dan hasil inventarisasi yang menujukan unit tegakan yang seragam. Kerena kegiatan survey lapangan umumnya sangat mahal, maka peta hutan biasanya digambarkan dari potret udara dengan penafsiran kegiatan di lapangan hanya diperlukan untuk pembuktian apakah penafsiran sudah betul
29
apa belum dan juga melengkapi rincian di lapangan yang tidak dapat dilihat secara langsung pada potret. 5. Peta Khusus Peta khusus adalah peta yang menampakan suatu keadaan atau kondisi khusus suatu daerah tertentu atau keseluruhan daerah bumi. Contohnya adalah peta persebaraan hasil tambang, peta curah hujan, peta pertanian perkebunan, peta iklim, dan lain sebagainya. Disebut Peta khusus atau tematik kerena peta tersebut hanya menggambarkan satu atau dua kenampakan pada permukaan bumi yang ingin ditampilkan dengan kata lain, yang ditampilkan berdasarkan tema tertentu. Peta khusus adalah peta yang menggambarkan kenampakankenampakan (fenomena geosfer) tertentu, baik kepadatan penduduk, peta penyebaran hasil pertanian, peta penyebaran hasil tambang, chart (peta jalur penerbangan atau pelayaran) (Anonim, 2011). Syarat-syarat yang harus ada pada peta : 1. Judul Peta Judul peta menggambarkan isi sekaligus tipe peta. Penulisan biasanya di bagian atas tengah, atas kanan atau bawah. Walaupun demikian seda pat mungkin diletakkan di kanan atas. 2. Skala Peta Skala peta adalah perbandingan jarak pada peta dengan jarak sesungguhnya dengan satuan atau teknik tertentu. Skala terbagi atas 3 jenis, yaitu : a. Skala Angka Perbandingan/skala pecahan (1 : 1000 yang berarti 1 cm di peta sama dengan 1000 cm jarak di lapangan).
30
b. Skala Satuan (1 inci to 5 mil dengan arti 1 inci di peta adalah sama dengan 5 mil pada jarak sebenarnya). c. Skala Garis (skala garis menampilkan suatu garis dengan beberapa satuan jarak yang menyatakan suatu jarak pada tiap satuan jarak yang ada). 3. Petunjuk Arah Mata Angin Pada umumnya arah utara ditunjukkan oleh tanda panah ke arah atas peta. 4. Legenda Peta Legenda merupakan keterangan dari simbol-simbol yang ada di peta sebagai kunci untuk memahami dalam pembacaan peta. 5. Warna Peta Warna peta digunakan untuk membedakan kenampakan atau objek di permukaan bumi, memberikan kualitas atau kuantitas simbol di peta dan untuk keperluan estetika. Warna simbol ada lima yaitu hijau, kuning, coklat, biru muda dan biru tua. 6. Tipe Huruf Lettering berfungsi untuk mempertebal arti dari simbol yang ada. Macammacam penggunaan Lettering: a. Objek Hipsografi ditulis dengan huruf tegak, contoh : Surakarta. b. Objek Hidrografi ditulis dengan huruf miring, contoh : Laut Jawa. 7. Garis Astronomis Garis astronomis terdiri atas garis lintang dan garis bujur yang digunakan untuk menunjukkan letak suatu tempat atau wilayah yang dibentuk secara berlawanan arah satu sama lain sehingga membentuk vector yang menunjukkan letak astronomis.
31
8. Insert Insert adalah peta kecil yang disisipkan di peta utama. Macam-macam insert antara lain : a. Insert petunjuk lokasi, berfungsi menunjukkan letak daerah yang belum dikenali. b. Insert penjelas, berfungsi untuk memperbesar daerah yang dianggap penting. c. Insert penyambung, berfungsi untuk menyambung daerah yang terpotong di peta utama. 9. Sumber dan Tahun Pembuatan Sumber peta adalah dari mana dan tahun berapa peta tersebut di buat. 10. Garis Tepi Peta Garis tepi peta merupakan garis untuk membatasi ruang peta dan untuk meletakkan garis astronomis, secara beraturan dan benar pada peta. Fungsi dan Manfaat Peta 1. Letak relatif suatu daerah terhadap daerah lainya di permukaan bumi. Letak dapat dibedakan seperti : letak astronomis, letak geografis, dan letak administrasi. 2. Ukuran wilayah, misalnya : jarak (panjang), lebar dan luas wilayah, isi atau volume waduk, volume tanah yang harus digali dan arah atau sudut. 3. Kondisi fisik dan non-fisik suatu daerah, misalnya jumlah penduduk, kepadatan bangunan dan sebagainya. (Anonim, 2009).
32
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kutai Kartanegara dan di Laboratorium Geomatika Program Studi Geoinformatika Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini selama 8 (delapan) bulan pada bulan Januari sampai bulan Agustus 2016 meliputi penyusunan proposal, pengambilan data, pengolahan data dan penyusunan Karya Ilmiah. B. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Komputer untuk mengolah data b. Software Envi 4.6 c. Software ArcGIS 10.2 2. Bahan Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Peta administrasi Kabupaten Kutai Kartanegara, Dinas Perencanaan Umum Provinsi Kalimantan Timur. b. Peta Daerah Aliran Sungai Mahakam, Dinas Perencanaan Umum Provinsi Kalimantan Timur. c. Citra Landsat path/row 116/60 bulan Februari tahun 2016. d. Citra Landsat path/row 116/61 bulan Februari tahun 2016.
33
e. Citra Landsat path/row 117/59 bulan Juni tahun 2016. f. Citra Landsat path/row 117/60 bulan Mei tahun 2016. g. Citra Landsat path/row 118/60 bulan Agustus tahun 2015. C. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur kerja dalam kegiatan penelitian ini meliputi: 1. Persiapan Persiapan penelitian ini meliputi penyusunan proposal dan pengurusan surat perizinan dari kampus yang ditujukan ke Kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Timur bidang Sumber Daya Air Provinsi Kalimantan Timur Kota Samarinda untuk melakukan pengambilan data penelitian. 2. Pengolahan Data Pada tahap pengolahan data dijabarkan secara lengkap pada diagram alir sebagai berikut: Citra Landsat 8 Import Data
Pengolahan Data
Peta Administrasi Kab. Kutai Kartanegara
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mosaicking Layer Stacking Koreksi Geometrik Cloud Masking Cropping Klasifikasi Supervised Layout Peta Tutupan Lahan DAS Mahakam Kab. Kutai Kartanegara
Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Data
Peta DAS Mahakam
34
Adapun penjelasan dari gambar yang berupa diagram alir atau tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut: a. Sumber Data Citra yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah citra saatelit Landsat 8 path/row 116/60, 116/61, 117/59, 117/60, 118/60 liputan tahun 2016. b. Penggabungan Citra (Mosaicking) Mosaick citra merupakan proses penggabungan beberapa citra secara bersamaan membentuk satu kesatuan (satu lembar) peta atau citra yang kohesif. Data asli citra Landsat 8 path/row 116/60, 116/61, 117/59, 117/60 dan 118/60 dimosaick menjadi satu scene untuk mendapatkan daerah penelitian. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Membuka software Envi, memilih Map lalu Mosaicking kemudian memilih Georeferenced 2) Mengklik Import kemudian memilih Import Files 3) Memilih File citra yang akan di mosaick 4) Mengatur scene yang berada di posisi atas, dengan menggunakan fasilitas mengklik kanan di atas scene yang diinginkan. Memilih rise image to the top atau lower image to the bottom. 5) Menghilangkan background hitam. Mengklik kanan pada scene lalu memilih Edit Entry 6) Memilih menu File lalu Apply kemudian menyimpan File. c. Komposit Band (Layer Stacking) Komposit band dilakukan untuk melakukan penggabungan beberapa saluran. Kegiatan penggabungan dilakukan untuk menampilkan warna
35
natural pada citra. Komposit citra untuk citra landsat 8 adalah band 6, 5, dan 4. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : 1) Mempersiapkan File data yang akan dilakukan proses stacking. 2) Membuka software
ENVI, Mengklik menu Basic Tools, Memilih Layer
Stacking. 3) Melakukan Import File, Mengklik tombol Open, Memilih New File. 4) Memasukkan band 1 sampai band 11 dengan menggunakan pilihan New File. 5) Mengarahkan pilihan pada UTM, memilih kode zona sesuai dengan lokasi area citra yang di download. Memilih lokasi penyimpanan output data dan memberikan nama File output tersebut. d. Koreksi Geometrik Dalam kegiatan penelitian ini tidak dilakukan koreksi radiometrik tetapi hanya melakukan koreksi geometrik. Koreksi geometrik dilakukan karena terdapat kesalahan geometrik yang terjadi pada saat perekaman. Koreksi geometrik bertujuan untuk merektifikasi at au membenarkan koordinat citra agar sesuai dengan koordinat geografis. Sebagaimana diketahui, data mentah dari citra penginderaan jauh masih memiliki sejumlah kesalahan. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Memasukkan data citra landsat yang akan dikoreksi 2) Melalui menu bar memilih File, kemudian mengklik Open Image File lalu memilih data yang akan digunakan. 3) Membuat display baru dengan nama yang sama lalu masukkan data vector yang akan dijadikan sebagai acuan untuk melakukan koreksi geometrik.
36
e. Perbaikan Tutupan Awan (Cloud Masking) 1) Membuka program ENVI 4.6.1 2) Dari menu bar program ENVI, mengklik File lalu memilih Open Image File kemudian memasukkan data citra yang akan di Cloud Mask. 3) Dari kotak dialog Available Bands List mengklik RGB kemudian memilih B6, B5 dan B4 lalu mengklik load band. 4) Dari kotak dialog Available Bands List, mengklik tombol Display#1, kemudian memilih New Display. 5) Dari kotak dialog Available Bands List mengklik Gray Scale lalu memilih Band 4 kemudian load band pada Display#2. 6) Mengk lik Tools pada menu bar Display#2 kemudian memilih Link lalu mengklik Link Display. 7) Pada jendela link display memilih link size/position lalu mengklik display 2. 8) Mengk lik kanan pada Display#2 lalu memilih Cursor Location Value. 9) Mengarahkan Cursor ke obyek awan, kemudian mencatat Maximum Value awan dan Minimum Value awan. 10) Dari menu bar ENVI, memilih Basic Tools lalu memilih Masking kemudian memilih Build Mask lalu memilih Display#2 kemudian mengklik OK. 11) Dari jendela Mask Definition, mengklik Options lalu memilih Import Data Range lalu pastikan bahwa hanya band 4 yang terpilih kemudian mengklik OK. 12) Memasukkan data Maximum Value dan data Minimum Value yang telah dicatat sebelumnya.
37
13) Membuat Display#3 lalu mengklik load Cloud Mask ke display#3 kemudian menghubungkan semua display lalu lakukan pengecekan apakah semua awan sudah di mask. f.
Pemotongan Citra (Cropping) Pemotongan citra (cropping) dilakukan untuk mendapatkan areal yang menjadi fokus penelitian yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara. Citra dipotong menggunakan peta batas administrasi Kabupaten Kutai Kartanegara. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Membuka citra yang akan di potong (cropping). Setelah citra terbuka, pada jendela layer mengklik menu Overlay, lalu memilih Vectors. Setelah jendela Vector Parameter muncul, mengklik menu File,
kemudian
memilih Open Vector Layer. Muncul jendela Selector Vector Filenames lalu memilih File yang akan dibuka. 2) Pada format File, memilih shapefile (shp). ENVI hanya mengolah File yang berformat Evf. Oleh karena itu File shp tadi harus di konversi dahulu ke Evf. 3) Pada jendela Vector Parameters, mengklik menu File, Export Active Layer to ROI's. Kemudian memilih Convert all records of an EVF layer to one ROI. 4) Pada menu utama ENVI, mengklik Basic Tools, lalu memilih Subset data via ROI kemudian memilih File citranya. 5) Pada jendela Spatial Subset via ROI Parameters, mengklik input ROI-nya kemudian mengk lik tanda panah pada Mask pixels outside of ROI agar menjadi YES lalu menentukan nama dan tempat penyimpanannya.
38
g. Klasifikasi Metode yang digunakan dalam kegiatan klasifikasi adalah klasifikasi terbimbing
(supervised
classification)
dengan
algoritma
kemungkinan
kemiripan maksimum (maximum likelihood). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Membuka File yang akan diklasifikasi kemudian mengatur RGB sesuai kebutuhan kemudian mengklik menu ROI Tool. 2) Membuat kelas tutupan lahan sesuai kebutuhan. 3) Melakukan digitasi dengan mengk lik kanan pada wilayah pengambilan training sample. 4) Jika training sample sudah selesai dibuat maka selanjutnya adalah mengklik File kemudian memilih Save ROI. 5) Selanjutnya adalah tahapan pengolahan training sample agar diklasifikasi oleh software. 6) Memilih File yang akan diklasifikasi kemudian menentukan nama dan tempat penyimpanan File. h. Export data hasil klasifikasi 1) Membuka Menu Classification lalu memilih Post Classification kemudian mengklik Classification to Vector. 2) Pada jendela Raster to Vector Input Band, memilih hasil klasifikasi yang akan dijadikan vector, s etelah itu mengklik OK. 3) Pada jendela Raster To Vector Parameters, memilih kelas klasifikasi yang telah dibuat sebelumnya, kemudian menentukan nama dan tempat penyimpanan lalu mengk lik OK.
39
4) Pada Jendela Available Vector List, memilih RTV nama klasifikasi, kemudian pada jendela Available Vector List mengklik menu File kemudian memilih Export Layer to Shapefile lalu mengklik OK. 5) Tentukan tempat penyimpanan File kemudian mengklik OK. i.
Layout citra hasil klasifikasi Membuat layout citra dilakukan menggunakan software ArcGIS 10.2. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1) Membuka software ArcGIS 10.2 kemudian memasukkan data hasil klasifikasi, data Peta administrasi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, data Peta administrasi Kabupaten Kutai Kartanegara dan data Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam. 2) Memilih menu layout di ArcGIS. 3) Menentukan jenis kertas yang akan digunakan pada menu File lalu mengklik Page and Print Setup. 4) Membuat Judul Peta, Arah Mata Angin (North Arrow), Skala Batang (Bar Scale) dan Skala Teks. 5) Membuat Legenda Peta. 6) Membuat Inset Peta. 7) Menambahkan Sumber Data, Sistem Proyeksi, Grid Peta, Datum, Nama pembuat, Logo serta Nama Perguruan Tinggi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Koreksi Geometrik Untuk melakukan koreksi geometrik dibuat minimal 4 titik GCP dengan nilai RMS Errornya tidak boleh lebih besar dari 1 piksel (Wibowo, 2015). Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 8 titik GCP dan diperoleh nilai rata-rata RMSE (Root Means Square Error) sebesar 0,2. Dengan demikian proses georeference citra ini sudah mencapai akurasi yang baik. Nilia RMSE setiap GCP sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Koordinat GCP dan RMSE. Base X
Base Y
Warp X
Warp Y
Predict X
4990 8135 8604 11289 13001 11441 7511 6772
6128 3740 7452 6939 9118 13393 9350 8074
4990 8135 8604 11289 13000 11442 7511 6772
6128 3741 7452 6940 9118 13394 9351 8075
4990 8135 8604 11289 13001 11441 7511 6772
Predict Y 6128 3740 7453 6940 9119 13393 9350 8074
Error X
Error Y
0,28 -0,23 -0,34 0,18 0,19 -0,12 0,007 0,02
0,32 -0,34 0,11 0,05 0,23 -0,17 -0,05 -0,16
RMS 0,43 0,41 0,36 0,19 0,29 0,20 0,05 0,16
2. Klasifikasi Proses klasifikasi jenis tutupan lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam dilakukan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan algoritma maximum likelihood classification dengan pembagian kelas menjadi 5 kelas.
41
Tabel 7. Hasil Klasifikasi Luas No 1 2 3 4 5
Kelas Awan Bayangan Awan Lahan Terbuka Perairan Vegetasi Total
Hektar (Ha)
Persentase (%)
188.904 17.158 181.540 43.361 1.850.427 2.281.390
8,3 0,75 7,95 1,9 81,1 100
B. Pembahasan
Dilihat dari tabel bahwa hasil klasifikasi terbagi menjadi 5 kelas tutupan lahan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Dari 5 jenis tutupan lahan tersebut terlihat bahwa vegetasi memiliki luas terbesar yaitu 1.850.427 Ha atau 81, 1% dari total wilayah studi. Kelas tutupan lahan yang memiliki luas terkecil adalah bayangan awan dengan luas 17.158 ha atau 0,75% dari total wilayah studi sedangkan untuk luas kelas tutupan lahan lainnya adalah awan dengan luas 188.904 ha atau 8,3%, lahan terbuka dengan luas 181.540 ha atau 7,95% dan perairan dengan luas 43.361 ha atau 1,9%. Jumlah total luas kelas tutupan lahan yaitu 2.281.390 ha sedangkan luas total wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara adalah 2.726.310 ha. Dari perbedaan total luas kelas tutupan lahan dengan wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara menunjukkan bahwa luas area yang tidak te rklasifik asi sebesar 449.920 ha. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa area yang tercover hanya sebesar 83,5%. Pada dasarnya awan/bayangan awan bukan merupakan jenis tutupan lahan, namun dalam proses klasifikasi harus dibuat kelas tersendiri karena tidak dapat mendeteksi kelas tutupan lahan yang berada di bawah tutupan awan.
42
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tutupan lahan yang berada di bawah tutupan awan tidak ada data. Berdasarkan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 7, maka dapat dikatakan bahwa citra yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kualitas yang baik karena liputan awan kurang dari 10%. Dari aspek lingkungan dapat dikatakan bahwa kondisi wilayah studi masih baik karena didominasi oleh tutupan vegetasi. Meskipun demikian dalam hasil penelitian ini masih belum dapat dijelaskan bagaimana kondisi kerapatan vegetasi. Sebagaimana diketahui bahwa kerapatan vegetasi dapat didekati dari nilai NDVI-nya. Dalam proses klasifikasi ini hanya mampu membuat lima kelas tutupan lahan dengan pertimbangan bahwa penel iti belum pernah orientasi ke lokasi studi. Sementara dalam proses klasifikasi seyogyanya penulis telah memiliki pengetahuan lapangan tentang wilayah studi sehingga dapat membantu dalam proses klasifikasi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
penelitian
didapatkan
beberapa
kesimpulan
diantaranya : 1. Tutupan lahan yang dihasilkan dari pengolahan citra terbagi menjadi 3 yakni tutupan lahan vegetasi, lahan terbuka dan perairan. 2. Tutupan lahan vegetasi memiliki luas 1.850.427 ha atau 81,1%, lahan terbuka dengan luas 181.540 ha atau 7,95% dan perairan dengan luas 43.361 ha atau 1,9% dari total wilayah studi.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk penelitian sejenis disarankan untuk menggunakan citra dengan kualitas yang lebih baik.
2.
Disarankan agar kelas vegetasi dapat dijabarkan menjadi beberapa kelas sesuai dengan nilai kerapatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Afdal, M. 2014. Perubahan Hutan Kota di Kecamatan Samarinda Seberang dan Loa Janan Ilir dari Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014. Anonim. 2002. Peta Lingkungan Bandar Udara Indonesia. Badan Standarisasi Nasional. Indonesia. Anonim. 2009. Syarat -syarat peta dan fungsinya. http:// id.wikipedia. org/wiki/ Syarat-syarat_peta_dan_fungsinya. (diunduh pada tanggal 11 Juni 2016). Anonim, 2011. Morofometri Daerah Aliran Sungai. http://uthamiy.blogspot.com/2011/05/morfometri daerah aliran sungai.html (diunduh pada tanggal 11 Juni 2016). Ayuindra, M. 2013. Analisa Tutupan Lahan Menggunakan Klasifikasi Supervised dan Unsupervised. Budiyanto, E. 2009. Sistem Informasi Geografis dengan Arcview GIS. ANDI. Yogyakarta. Diki. 2009. Peta. http:// id. wikipedia. org/ wiki/ Peta_ tematik . (diunduh pada tanggal 11 Juni 2016). Fransiskus. 2007. Peta Topografi. http://id.wikipedia.org/wiki/Peta_Topografi. (diunduh pada tanggal 11 Juni 2016). Hallaf, H.P. 2006. Geomorfologi Sungai dan Pantai. Jurusan geografi FMIPA UNM. Makassar . Hartono. 2010. Peta Umum. http://id.wikipedia.org/wiki/Peta_Umum. (diunduh pada tanggal 11 Juni 2016). Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Mentari, B. 2013. Identifikasi Karakteristik Dan Pemetaan Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat 8 (OLI) Di Kabupaten Bogor . Mulyo, A. 2004. Pengantar Ilmu Kebumian,Pengetahuan Geologi Untuk Pemula. Bandung:Pustaka Setia. Prahasta, E. 2011. Konsep-konsep Informatika. Bandung.
Dasar
Sistem
Informasi
Geografi.
Rahman, A. 2011. Modul Ajar Pengolahan Citra Digital Dan Aplikasinya dengan Menggunakan Envi. Sandy, I Made. 1985. Republik Indonesia Geografi Regional. Jakarta:Puri Margasari.
45
Soewarno. 1991. Hidrologi: Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Nova.Bandung. Sulistyo. 2010. Peta. http://id.wikipedia.org/wiki/Peta. (diunduh pada tanggal 11 Juni 2016). Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta. Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid II, Edisi Kedua. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Triawan, D.N. 2013. Analisa Tutupan Lahan di Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2000 Dengan Menggunakan Citra Ikonos. Wibowo, A. 2015. Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Tahun 2002, 2008 dan 2015 Dengan Metode Penginderaan Jauh Menggunakan Algoritma Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Di Kota Samarinda.
46
Gambar 2. Tabel ROI Tools
47
Gambar 3. Citra Daerah Penelitian