PEMETAAN HABITAT PERAIRAN DANGKAL KARANG LEBAR, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA DENGAN CITRA LANDSAT-7 ETM+ SLC-OFF DAN LANDSAT-8 OLI
LA ODE ABDUL HAFID
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Habitat Perairan Dangkal Karang Lebar, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan Citra Landsat-7 ETM+ SLC-Off dan Landsat-8 OLI adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014 La Ode Abdul Hafid NIM C54070080
ABSTRAK LA ODE ABDUL HAFID. Pemetaan Habitat Perairan Dangkal Karang Lebar, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan Citra Landsat-7 ETM+ SLC-Off dan Landsat-8 OLI. Dibimbing oleh JAMES PARLINDUNGAN PANJAITAN. Terumbu karang saat ini terus mengalami degradasi sehingga diperlukan suatu manajemen terpadu untuk pelestariannya. Salah satu upaya yang dilakukan dengan memetakan habitat perairan dangkal ekosistem terumbu karang. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kelayakan pakai citra Landsat-7 SLC-Off. Metode localized linear histogram match digunakan dalam pengisian gap citra SLC-Off. Jenis habitat dasar diekstrak dengan metode Lyzenga dan diklasifikasi dengan klasifikasi tak terselia ke dalam empat kategori yaitu karang hidup, karang mati, pasir dan lamun. Pengukuran akurasi menggunakan matriks klasifikasi dengan input 251 data survei. Uji statistik digunakan uji-t sampel bebas dan uji-z dengan level kepercayaan 95%. Dari hasil pengukuran akurasi, citra Landsat-7 diperoleh OA = 55,11% dan Khat = 0,34 di mana memiliki nilai rata-rata overall accuracy dan koefisien Kappa yang lebih tinggi dibanding Landsat-8 dengan OA = 53,65% dan Khat = 0,30. Namun dari hasil uji statistik terhadap nilai overall accuracy dan koefisien Kappa tersebut, baik uji-t sampel bebas maupun uji-z, keduanya menunjukkan hasil yang tidak signifikan sehingga disimpulkan bahwa citra Landsat-7 SLC-Off masih dapat dipergunakan untuk kajian pemetaan habitat perairan dangkal ekosistem terumbu karang. Kata kunci: pemetaan terumbu karang, citra Landsat-7 dan Landsat-8, akurasi peta tematik, uji-t dan uji-z
ABSTRACT LA ODE ABDUL HAFID. Shallow Water Habitat Mapping in Karang Lebar, Thousand Islands, DKI Jakarta using Landsat-7 ETM+ SLC-Off and Landsat-8 OLI Images. Supervised by JAMES PARLINDUNGAN PANJAITAN. Coral reefs continue to be degraded over past decades due to human activities so we need a unified management related its preservation. One effort proposed is to conduct shallow water habitat mapping of coral reef ecosystems. This study aimed to examine the usage feasibility of Landsat-7 SLC-Off images. LLHM method was used to fill the gaps of SLC-Off images. Bottom habitat types were extracted by using Lyzenga’s method and classified by using unsupervised classification into four categories (i.e live coral, dead coral, sand, and seagrass). Accuracy measurement used classification matrix with 251 survey data. Statistical test used independent samples t-test and z-test with 95% confidence level. From the result of accuracy measurement, Landsat-7 yielded OA = 55.11% and Khat = 0.34 had an average value of overall accuracy and Kappa coefficient higher than Landsat-8 as OA = 53.65% and Khat = 0.30. However, from statistical test results conducted on those OA and Khat, either independent samples t-test or z-test, where both showed not significant results. Thus it is concluded that the Landsat-7 SLC-Off images are still can be utilized in shallow water habitat mapping of coral reef ecosystems. Keywords: coral reefs mapping, Landsat-7 and Landsat-8 images, thematic map accuracy, t-test and z-test
PEMETAAN HABITAT PERAIRAN DANGKAL KARANG LEBAR, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA DENGAN CITRA LANDSAT-7 ETM+ SLC-OFF DAN LANDSAT-8 OLI
LA ODE ABDUL HAFID
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pemetaan Habitat Perairan Dangkal Karang Lebar, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan Citra Landsat-7 ETM+ SLC-Off dan Landsat-8 OLI Nama : La Ode Abdul Hafid NIM : C54070080
Disetujui oleh
Dr. Ir. James Parlindungan Panjaitan, M.Phil Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 30 April 2014
PRAKATA Pada tanggal 31 Mei 2003, satelit Landsat-7 ETM+ mengalami kerusakan instrumen SLC (Scan Line Corrector) yang merupakan pengoreksi hasil sampling cermin scan utama. Hal ini mengakibatkan setiap satu path/row citra yang dipotret setelah tanggal tersebut kehilangan data sekitar 22%. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah citra ini masih dapat untuk digunakan dalam pemetaan habitat perairan dangkal di sekitar terumbu karang maka penulis mencoba membandingkan dengan citra hasil pemotretan satelit Landsat-8 yang memiliki orbit dan spesifikasi sensor serupa. Topik penelitian yang diajukan penulis terkait isu di atas diberi judul “Pemetaan Habitat Perairan Dangkal Karang Lebar, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan Citra Landsat-7 ETM+ SLC-Off dan Landsat-8 OLI”. Penelitian ini merupakan tugas akhir yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Dalam penyusunannya, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. James Parlindungan Panjaitan, M.Phil selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan bimbingannya selama penyusunan skripsi. 2. Bapak Dr. Ir. Vincentius P. Siregar selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Hawis H. Madduppa, S.Pi, M.Si selaku dosen perwakilan Gugus Kendali Mutu (GKM) yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini. 4. Rekan-rekan ITK yang telah membantu dan memberikan sumbang saran dalam pengolahan data dan penyusunan skripsi. 5. Kedua orang tua, kakak, dan adik atas segala dukungannya selalu. 6. Pihak lain yang secara tidak langsung ikut memberikan kontribusi dalam pengumpulan dan pengolahan data. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi informasi dan wawasan yang berguna bagi penulis dan pihak yang membacanya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dapat digunakan penulis untuk perbaikan skripsi ini.
Bogor, Maret 2014 La Ode Abdul Hafid
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan
3
Pra-Pengolahan Citra
3
Koreksi Radiometrik dan Geometrik
3
Pengisian Gap Citra Landsat-7 SLC-Off
4
Penggabungan Band dan Pemotongan (Cropping) Citra
5
Transformasi Lyzenga
6
Klasifikasi Citra
7
Pengukuran Akurasi
7
Uji Statistik
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Citra Asli Landsat-7 SLC-Off dan Landsat-8
11
Pengisian Gap Citra Landsat-7 SLC-Off
12
Transformasi Lyzenga
13
Klasifikasi Citra
18
Pengukuran Akurasi
22
Uji Statistik
26
SIMPULAN DAN SARAN
28
Simpulan
28
Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
60
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Metadata citra Landsat-7 ETM+ dan Landsat-8 OLI 4 Matriks klasifikasi 8 Formula yang digunakan dalam perhitungan matriks klasifikasi 8 Jumlah piksel gap citra Landsat-7 untuk lokasi penelitian 12 Koefisien atenuasi 14 Karakteristik panjang gelombang sensor ETM+ satelit Landsat-7 14 Karakteristik panjang gelombang sensor OLI satelit Landsat-8 15 Jumlah habitat berbeda hasil transformasi Lyzenga 18 Luas tutupan jenis habitat masing-masing citra 22 Producer accuracy, user accuracy, overall accuracy (OA), dan koefisien Kappa (Khat) 23 26 11 Hasil uji-t sampel bebas pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) 12 Hasil uji-z pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) 27
DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi penelitian di Perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu beserta 251 data titik survei lapang 2 2 Ilustrasi moving window dalam metode LLHM (Scaramuzza et al., 2004) 5 3 Spatial subset using map ENVI 5.0 6 4 Diagram alir pengolahan data 10 5 Citra asli Landsat-7 komposit RGB321 dan Landsat-8 komposit RB432 11 6 Hasil pengisian gap citra Landsat-7 RGB321 dan Landsat-8 komposit RGB432 13 7 Bi-plot transformasi ln band 1/2 (Landsat-7); band 2/3 (Landsat-8) 16 8 Hasil transformasi Lyzenga Landsat-7 (kiri) dan Landsat-8 (kanan) 17 9 Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-7 akuisisi 29 Mei 2013 18 10 Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-7 akuisisi 1 Agustus 2013 19 11 Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-7 akuisisi 18 September 2013 19 12 Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-8 akuisisi 8 Juli 2013 20 13 Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-8 akuisisi 25 Agustus 2013 20 14 Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-8 akuisisi 10 September 2013 21 15 Nilai producer accuracy untuk berbagai tipe perairan dangkal 24 16 Nilai user accuracy untuk berbagai tipe perairan dangkal 24 17 Nilai overall accuracy (OA) dan koefisien Kappa (Khat) untuk setiap citra Landsat-7 dan Landsat-8 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 Formula yang digunakan dalam perhitungan z-skor (uji-z) 31 2 Hipotesis penelitian dan pedoman pengambilan keputusan untuk uji-t sampel bebas dan uji-z 32 3 Ilustrasi posisi gap piksel band 1 dan band 2 data citra Landsat-7 SLCOff beserta hasil pengisian gap-nya 33 4 Contoh perhitungan nilai gap citra utama menggunakan metode localized linear histogram match (LLHM) 34 5 Contoh perhitungan nilai koefisien atenuasi (digunakan data citra 8 Juli 2013) 37 6 Histogram frekuensi hasil transformasi Lyzenga 38 7 Contoh perhitungan akurasi klasifikasi (digunakan matriks klasifikasi citra 8 Juli 2013) 39 8 Matriks klasifikasi 40 9 Hasil uji-t sampel bebas (overall accuracy dan koefisien Kappa) 41 10 Contoh perhitungan uji-z antara matriks klasifikasi Landsat-7 akuisisi 29 Mei 2013 (atas) dan Landsat-8 akuisisi 8 Juli 2013 (bawah) 42 11 Tutorial pengolahan data 44
PENDAHULUAN Latar Belakang Terumbu karang merupakan suatu ekosistem di perairan tropis yang terdiri dari biota laut penghasil kapur, khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar laut lainnya (Sukarno, 1995). Berdasarkan hasil estimasi tahun 2003 menunjukkan bahwa terumbu karang dunia bisa menghasilkan keuntungan bersih sebesar 29,8 trilyun US dollar per tahun yang berasal dari perikanan, perlindungan pantai, pariwisata, dan nilai biodiversitas terumbu karang itu sendiri (Cesar et al., 2003). Namun demikian, saat ini terumbu karang terus mengalami degradasi di mana 27% terumbu karang dunia telah hilang secara permanen dan akan meningkat menjadi 30% pada 30 tahun mendatang (Cesar et al., 2003). Oleh karena itu perlu dilakukan manajemen terpadu terkait upaya pelestariannya. Beberapa informasi penting dan mendasar terkait upaya pelestarian ekosistem terumbu karang di antaranya informasi luasan tutupan dan daerah sebarannya di suatu daerah. Informasi ini dapat diekstrak menggunakan data citra satelit. Kutcher et al. (1986) mengatakan bahwa dalam kondisi tertentu, penelitian pada kawasan terumbu karang dapat menggunakan metode penginderaan jauh memanfaatkan data citra satelit untuk memonitoring daerah terumbu karang pada perairan dangkal dengan wilayah perairan yang luas. Satelit penginderaan jauh yang telah banyak digunakan untuk memonitoring terumbu karang adalah Landsat (Benfield et al., 2007). Deretan satelit Landsat telah merekam permukaan bumi lebih dari empat dekade sejak diluncurkannya Landsat1 pada tahun 1972. USGS (2013a) mencatat bahwa sampai saat ini koleksi data Landsat telah melebihi tiga juta data citra. Dengan demikian, dengan adanya data ini diharapkan dapat dibangun suatu database tentang informasi luasan dan sebaran terumbu karang dunia yang akan digunakan untuk keperluan analisis multitemporal. Satelit Landsat yang beroperasi saat ini yaitu Landsat-7 dan Landsat-8. Keduanya memiliki orbit yang sama serta spesifikasi sensor (resolusi spektral, spasial, temporal, dan radiometrik) yang hampir identik. Oleh karena itu, dengan menggabungkan data hasil perekaman kedua satelit ini maka saat ini bisa dihasilkan data citra dengan resolusi temporal delapan hari. Hal ini disebabkan oleh offset antara waktu akuisisi Landsat-7 dan Landsat-8 adalah delapan hari (USGS, 2013a). Resolusi temporal delapan hari ini menunjukkan bahwa database informasi luasan dan sebaran terumbu karang dunia bisa diperbaharui (di-update) setiap delapan hari. Namun demikian pada tanggal 31 Mei 2003 satelit Landsat-7 mengalami kerusakan instrumen Scan Line Corrector (SLC). Instrumen ini merupakan sebuah alat yang didesain untuk mengoreksi (mengisi kekosongan) data hasil sampling cermin scan utama yang disebabkan oleh gerak maju satelit (Scaramuzza et al., 2004). Akibat kerusakan ini, citra Landsat-7 ETM+ SLC-Off dalam setiap satu kali perekaman (satu path/row) kehilangan data sekitar 22% (Scaramuzza et al., 2004). Untuk mengisi kekosongan data ini, pada penelitian ini akan digunakan metode pengisian gap yang dikembangkan oleh pihak USGS yaitu localized linear histogram match (LLHM). Citra hasil pengisian gap ini nantinya akan dilakukan
2 pengujian statistik untuk melihat apakah masih dapat digunakan untuk keperluan saintifik terutama dalam pemetaan habitat perairan dangkal sekitar terumbu karang.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah (1) membandingkan hasil akurasi pemetaan habitat perairan dangkal ekosistem terumbu karang menggunakan citra satelit Landsat-7 ETM+ SLC-Off dan Landsat-8 OLI; (2) melakukan pengujian statistik (uji-t dan uji-z) terhadap hasil pengukuran akurasi citra satelit Landsat-7 ETM+ SLC-Off dan Landsat-8 OLI untuk memutuskan apakah citra Landsat-7 ETM+ SLC-Off masih dapat untuk digunakan bersama-sama dengan citra satelit Landsat8 OLI dalam pemetaan habitat perairan dangkal ekosistem terumbu karang.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini terletak di perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan posisi koordinat 5°42’52,09”LS - 5°44’21,35”LS dan 106°33’26,64”BT - 106°36’59,44”BT (Gambar 1). Karang lebar merupakan gosong terumbu Pulau Semak Daun yang berada sekitar 50 km sebelah barat laut Teluk Jakarta. Luas total areal penelitian adalah 18.330.300 m2. Penelitian ini dilakukan antara bulan Juni 2013 sampai September 2013. Survei lapang dilakukan selama dua hari dari tanggal 15 – 16 Juni 2013. Bentuk survei lapang ini berupa pengecekan (ground check) jenis habitat dasar pada 251 posisi titik survei yang telah ditentukan sebelumnya secara random (random sampling) dari data piksel citra. Luas bidang pengamatan pada setiap titik survei adalah 900 m2 atau 30 m x 30 m.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu beserta 251 data titik survei lapang
3 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: (1) Perahu motor digunakan untuk menjangkau daerah penelitian. (2) GPS (Global Positioning System) Garmin eTrex model Yellow H digunakan untuk pengambilan titik uji. (3) Seperangkat laptop berbasis Intel Celeron dengan Sistem Operasi Windows 8 64-bit digunakan untuk pengolahan data. (4) Perangkat lunak frame_and_fill_win32 digunakan untuk pengisian gap citra Landsat-7 SLC-Off. (5) Perangkat lunak ERMapper 7 dan ENVI 5.0 digunakan untuk pengolahan citra berbasis image. (6) Perangkat lunak Microsoft Excel 2013 digunakan untuk pengolahan citra berbasis numerik. (7) Perangkat lunak MapSource 6.13.7 dan GPSBabel 1.4.4 digunakan untuk mengolah data GPS. (8) Perangkat lunak Google Earth 7.1.2.2041, Global Mapper 13, GeoTIFF Tools, dan ArcGIS 9.3 digunakan untuk pembuatan layout peta. (9) Perangkat lunak SPSS Statistics 17.0 digunakan untuk uji-t Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: (1) Citra SLC-Off satelit Landsat-7 Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) path/row 122/64 akuisisi 29 Mei 2013, 1 Agustus 2013, dan 18 September 2013. (2) Citra satelit Landsat-8 Operational Land Imager (OLI) path/row 122/64 akuisisi 8 Juli 2013, 25 Agustus 2013, dan 10 September 2013. (3) 251 data titik uji (tanggal survei 15 – 16 Juni 2013) yang digunakan untuk pengukuran akurasi citra terklasifikasi.
Pra-Pengolahan Citra Koreksi Radiometrik dan Geometrik Semua bahan citra yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan citra level-one terrain-corrected (L1T). Citra L1T merupakan produk Level 1G di mana citra telah terkoreksi secara radiometrik dan geometrik. Pada produk L1T, akurasi koreksi geometriknya telah lebih ditingkatkan. Peningkatan akurasi geometrik ini dilakukan dengan menerapkan ground control point (GCP) dan digital elevation model (DEM) dalam proses koreksi geometriknya (NASA, 2013). Root Mean Square Error (RMSE) untuk semua bahan citra yang digunakan memiliki nilai kurang dari 7 meter (Tabel 1). Nilai RMSE yang kurang dari 7 meter ini sudah cukup baik mengingat resolusi spasial citra Landsat-7 dan Landsat-8 adalah 30 meter sehingga daerah suatu piksel antara citra yang satu dengan yang lainnya akan relatif sama. Hal ini disebabkan karena perbedaan posisi koordinat antara citra yang satu dan citra lainnya tidak lebih dari 7 meter.
4 Tabel 1. Metadata citra Landsat-7 ETM+ dan Landsat-8 OLI Satelit
Landsat-7
Landsat-8
4,120
Sudut azimuth matahari (0) 44,30
Sudut elevasi matahari (0) 51,11
96
4,044
51,07
51,64
09:56 WIB
26
4,825
75,19
61,62
10:02 WIB
36
6,029
43,70
50,33
25 Agustus 2013
10:02 WIB
32
6,229
59,26
57,81
10 September 2013
10:02 WIB
20
5,174
68,59
61,47
Tanggal akuisisi
Waktu akuisisi
Jumlah GCP
RMSE (meter)
29 Mei 2013
09:56 WIB
57
1 Agustus 2013
09:55 WIB
18 September 2013 8 Juli 2013
Pengisian Gap Citra Landsat-7 SLC-Off Pata tanggal 31 Mei 2003 satelit Landsat-7 ETM+ mengalami kerusakan Scan Line Corrector (SLC). SLC merupakan sebuah alat yang didesain untuk mengisi gap (kekosongan) hasil sampling cermin scan utama yang disebabkan oleh gerak maju satelit. Akibat dari kerusakan SLC ini, dalam setiap satu path/row citra kehilangan data sekitar 22% (Scaramuzza et al., 2004). Untuk mengisi gap ini, dibutuhkan citra SLC-Off lain dengan tanggal perekaman yang berbeda. Dalam pemilihan citra pengisi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu, (1) gap antara citra utama dan citra pengisi tidak saling menimpa, (2) waktu perekaman antara citra utama dan citra pengisi diupayakan sedekat mungkin, (3) memilih citra pengisi dengan tutupan awan yang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali (USGS, 2004). Formula yang digunakan untuk mengisi gap piksel yang kosong yaitu (Scaramuzza et al., 2004): Y≈GX+B ................................................ (1) di mana: G B X Y
= gain yang digunakan untuk menyesuaikan histogram antara citra pengisi dan citra utama = bias yang digunakan untuk menyesuaikan histogram antara citra pengisi dan citra utama = data piksel citra pengisi = data piksel citra utama
Gain dan bias masing-masing dihitung dengan formula: σ G= Y .................................................. (2) σX
̅ ................................................ (3) B=Y̅ -GX di mana: 𝜎𝑋 𝜎𝑌 𝑋̅ 𝑌̅
= = = =
standar deviasi data piksel citra pengisi standar deviasi data piksel citra utama rata-rata data piksel citra pengisi rata-rata data piksel citra utama
Metode yang digunakan dalam pengisian gap ini adalah localized linear histogram match (LLHM). Dalam metode LLHM diterapkan sebuah moving window untuk membatasi sampling data piksel yang selanjutnya akan digunakan
5 untuk menghitung gain dan bias. Ilustrasi moving window dalam metode LLHM dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Ilustrasi moving window dalam metode LLHM (Scaramuzza et al., 2004). Pada ilustrasi di atas digunakan band 30 meter citra Landsat-7 ETM+ di mana lebar maksimum gap SLC adalah 14 piksel. Lebar window 17 piksel seperti yang ada pada gambar dipilih sesuai dengan lebar window minimum yang diinginkan. Dalam window 17 x 17 piksel ini, data piksel citra pengisi maupun citra utama yang ada di dalamnya dikumpulkan. Lalu dari data piksel yang dikumpulkan tersebut dilakukan pengeluaran piksel yang tidak sesuai (misal piksel awan) dan selanjutnya dilakukan penghitungan nilai gain dan bias. Nilai gain dan bias ini digunakan untuk menghitung nilai piksel yang berada di tengah window. Sehingga misalnya jika terdapat 100 piksel yang perlu diisi maka terdapat pula 100 moving window. Tahapan ini dilakukan hingga gap piksel semuanya terisi. Penggabungan Band dan Pemotongan (Cropping) Citra Landsat-7 ETM+ memiliki 8 band sedangkan Landsat-8 OLI memiliki 9 band. Namun karena obyek penelitian adalah habitat bawah air maka hanya beberapa band saja yang akan digunakan terkait daya penetrasinya terhadap badan perairan. Untuk Landsat-7, band-band yang digunakan yaitu band 1 (sinar tampak biru 0,45 – 0,52 µm) dan band 2 (sinar tampak hijau 0,52 – 0,6 µm); sedangkan untuk Landsat-8, band-band yang digunakan yaitu band 2 (sinar tampak biru 0,45 – 0,515 µm) dan band 3 (sinar tampak hijau 0,525 – 0,6 µm). Untuk pemisahan darat dan perairan bisa digunakan band inframerah dekat (NIR) yang memiliki fungsi memperjelas kontras antara darat dan perairan (Jensen, 2000). Namun mengingat pada saat perekaman citra sekitar pukul 10:00 WIB (Tabel 1) merupakan waktu air laut di lokasi penelitian umumnya masih dalam keadaan surut sehingga pada waktu-waktu tertentu akan ada beberapa habitat dangkal (umumnya habitat pasir dan karang mati) yang terekspos ke udara bebas maka penggunaan band inframerah dekat sebagai pemisah antara darat dan perairan akan kurang efektif. Oleh karena itu pada penelitian ini akan digunakan band masking yang merupakan hasil rasterisasi shapefile daratan yang ada pada lokasi penelitian. Shapefile daratan itu sendiri merupakan hasil digitasi citra Google Earth akuisisi 11 Desember 2009 (resolusi spasial < 3 meter). Diasumsikan bahwa tutupan daratan tersebut hingga tahun 2013 adalah konstan. Selain dilakukan masking darat, pada penelitian ini juga dilakukan masking laut dengan menggunakan citra Landsat-8 akuisisi 8 Juli 2013. Alasan penggunaan citra ini
6 karena secara visual batas antara perairan dalam dan habitat perairan dangkal tampak jelas. Tujuan utama dari kedua masking tersebut yaitu untuk mendapatkan hasil klasifikasi yang lebih akurat dengan memperkecil kemungkinan adanya campuran dari piksel daratan dan perairan dalam. Penggabungan (stacking) band-band ke dalam satu file dimaksudkan agar dalam pengolahan selanjutnya menjadi lebih mudah. Setelah penggabungan bandband tersebut dilakukan, masing-masing citra memiliki tiga band yaitu Landsat-7 terdiri dari band 1, band 2, dan band mask; Landsat-8 terdiri dari band 2, band 3, dan band mask. Setelah semua band-band yang dibutuhkan digabungkan maka file gabungan tersebut dipotong (cropping) untuk membatasi daerah penelitian dan mendapatkan daerah yang sama. Semua citra di-cropping menggunakan perangkat lunak ENVI 5.0 dengan metode spatial subset using map (Gambar 3). Batas koordinat kiri atas (upper left) digunakan 672465mE 9368125 mN (SUTM 48) sedangkan batas koordinat kanan bawah (lower right) digunakan 679005mE 9365365mN (SUTM 48). Nilai-nilai batas koordinat di atas merupakan hasil konversi dari lat/lon lokasi penelitian.
Gambar 3. Spatial subset using map ENVI 5.0
Transformasi Lyzenga Formula yang digunakan dalam transformasi Lyzenga yaitu (Lyzenga, 1978; Green et al., 2000): k
depth invariant indexij =ln(Li )- [(ki) ln(Lj )] ................... (4) j
di mana:
Li Lj ki kj
= radiansi (DN) piksel band hijau = radiansi (DN) piksel band biru = rasio koefisien atenuasi antara band biru dan band hijau k
Untuk mencari nilai ki digunakan formula: j
ki kj
var -varb2
b1 =a+√a2 +1 ; a= ( 2covar
b1b2
) ................................ (5)
7 di mana:
varb1 varb2 covarb1b2
= varian ln radiansi (DN) piksel band biru tersampling = varian ln radiansi (DN) piksel band hijau tersampling = covarian ln radiansi (DN) piksel band biru tersampling dan band hijau tersampling
Klasifikasi Citra Klasifikasi citra dilakukan dengan metode klasifikasi tak terselia ISOCLASS (ISOCLASS unsupervised classification) dengan menggunakan perangkat lunak ERMapper 7. Dalam melakukan klasifikasi tak terselia ini digunakan beberapa parameter pembatas yang terdiri dari jumlah maksimum kelas, jumlah minimum piksel setiap kelas, standar deviasi maksimum setiap kelas, dan jarak minimum antar rata-rata kelas. Pada penelitian ini digunakan jumlah maksimum kelas 50 agar pada proses penggabungan kelas ketika melakukan reclass ke dalam empat kelas baru bisa meminimalisir over estimate maupun under estimate terhadap sebaran masing-masing habitat; jumlah minimum piksel setiap kelas 0,01% untuk mengantisipasi adanya suatu cluster piksel yang jumlah anggotanya minimum yaitu hanya terdiri dari dua piksel; standar deviasi maksimum ditentukan berdasarkan nilai hasil transformasi Lyzenga di mana 0,003 untuk Landsat-7 dan 0,001 untuk Landsat-8; serta jarak minimum antar rata-rata kelas 0,01 berdasarkan nilai hasil transformasi Lyzenga. Perbedaan standar deviasi yang digunakan antara Landsat-7 dan Landsat-8 disebabkan oleh jumlah tipe habitat hasil transformasi Lyzenga Landsat-8 yang jauh lebih besar dibanding Landsat-7 (Tabel 8). Selanjutnya dari hasil klasifikasi masing-masing citra yang terdiri dari 50 cluster (kelas) ini akan dikelompokkan ke dalam empat kelas baru yaitu karang hidup, karang mati, pasir, dan lamun.
Pengukuran Akurasi Akurasi klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari akurasi penghasil (producer accuracy), akurasi pengguna (user accuracy), akurasi keseluruhan (overall accuracy), dan koefisien Kappa (Khat). Penjabaran dari masing-masing akurasi ini yaitu sebagai berikut: (1) Producer accuracy menunjukkan persen kemungkinan jumlah piksel data referensi memiliki kategori yang sama dengan piksel data klasifikasi citra (Congalton, 1991). (2) User accuracy menunjukkan persen kemungkinan jumlah piksel data klasifikasi citra memiliki kategori yang sama dengan piksel data referensi (Congalton, 1991). (3) Overall accuracy menunjukkan keakurasian klasifikasi secara keseluruhan namun dalam perhitungan masih mengabaikan nilai omisi dan komisi masingmasing kategori (Green et al., 2000). (4) Oleh karena pada perhitungan overall accuracy masih mengabaikan nilai omisi dan komisi masing-masing kategori maka perlu dilakukan perhitungan koefisien Kappa untuk melengkapi kekurangan ini. Nilai omisi menunjukkan jumlah piksel data referensi yang memiliki kategori berbeda dengan data
8 klasifikasi citra sedangkan nilai komisi menunjukkan jumlah piksel data klasifikasi citra yang memiliki kategori berbeda dengan data referensi (Congalton, 1991). Koefisien Kappa bernilai antara 0 sampai 1 (Green et al., 2000). Akurasi akan dianggap baik sekali jika nilai koefisien Kappa > 0,75; nilai antara 0,4 – 0,75 akan dianggap akurasinya sedang, serta nilai < 0,4 akan dianggap akurasinya tidak baik (Maingi et al., 2002). Perhitungan akurasi klasifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan matriks klasifikasi pada Tabel 2 (Congalton, 1991; Green et al., 2000; Purwadhi, 2001). Formula yang digunakan dalam perhitungan matriks klasifikasi ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Matriks klasifikasi Data referensi Data klasifikasi citra
j1
j2
j3
jk
Total kolom
i1
n11
n12
n13
n1k
n1.
i2
n21
n22
n23
n2k
n2.
i3
n31
n32
n33
n3k
n3.
ik
nk1
nk2
nk3
nkk
nk.
Total baris
n.1
n.2
n.3
n.k
n..=n
Komisi
Omisi Producer accuracy (%) User accuracy (%) Overall accuracy (%) Error (%) Koefisien Kappa
Tabel 3. Formula yang digunakan dalam perhitungan matriks klasifikasi Formula k
Total kolom Total baris
ni. = ∑
nij
n.j = ∑
nij
j=1 k i=1
Producer accuracy User accuracy Komisi Omisi
×100% n.j ×100% ni. ni. - n.j -
Overall accuracy
(∑ki=j=1 nij )
Error
n-(∑ki=j=1 nij )
Koefisien Kappa
n
×100%
×100% n k k ∑ ∑ n i=j=1 nij - i=j=1(ni. ×n.j ) n2 - ∑ki=j=1(ni. ×n.j )
9 Uji Statistik Uji statistik dilakukan untuk membandingkan hasil klasifikasi (dilihat dari dua aspek yaitu overall accuracy dan koefisien Kappa) antara citra Landsat-7 SLCOff dan citra Landsat-8 sehingga dapat ditarik kesimpulan apakah hasil akurasi tersebut berbeda nyata (signifikan) atau tidak berbeda nyata (tidak signifikan). Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α = 0,05). Dalam penelitian ini digunakan dua jenis uji statistik, yaitu uji-t sampel bebas (independent-samples t-test) dan uji-z (z-test). Uji-t sampel bebas digunakan untuk menguji dua rata-rata sampel bebas (Benfield et al., 2007); sedangkan uji-z digunakan untuk membandingkan matriks klasifikasi secara individu antara citra yang satu dan lainnya (Congalton, 1991). Uji-t sampel bebas dihitung menggunakan perangkat lunak SPSS Statistics 17.0. Uji-z dihitung secara manual menggunakan formula pada Lampiran 1 (Congalton et al., 1983). Hipotesis penelitian dan pedoman pengambilan keputusan untuk kedua jenis uji-statistik ini dilampirkan pada Lampiran 2.
10 Secara umum, tahapan-tahapan pengolahan data citra dapat dilihat pada Gambar 4. Tutorial pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 11.
Gambar 4. Diagram alir pengolahan data
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Citra Asli Landsat-7 SLC-Off dan Landsat-8 Gambar 5 menunjukkan posisi gap (strip) citra Landsat-7 (kiri) sebelum dilakukan pengisian gap dibandingkan dengan citra Landsat-8 (kanan). Landsat-7
Landsat-8
29 Mei 2013
8 Juli 2013
1 Agustus 2013
25 Agustus 2013
18 September 2013
10 September 2013
Gambar 5. Citra asli Landsat-7 komposit RGB321 dan Landsat-8 komposit RGB432 Citra Landsat-8 pada sebelah kanan yang digunakan sebagai citra pembanding dengan waktu akuisisi berdekatan merupakan citra tanpa kerusakan SLC. Hal ini ditandai dengan tidak ditemukannya strip-strip berwarna hitam. Citra pada sebelah kiri merupakan citra Landsat-7 yang mengalami kerusakan SLC sehingga menyebabkan adanya strip-strip berwarna hitam. Strip-strip ini menunjukkan bahwa piksel-piksel yang ada pada lokasi tersebut tidak memiliki nilai atau bernilai nol. Hal ini disebabkan karena pada saat perekaman data, lokasi strip-strip ini tidak terekam oleh sensor satelit. Jumlah piksel gap (strip) citra Landsat-7 pada Gambar 5 disajikan pada Tabel 4.
12 Tabel 4. Jumlah piksel gap citra Landsat-7 untuk lokasi penelitian Citra utama
Citra pengisi 1
Citra pengisi 2
Jumlah piksel gap B1 B2
% gap B1
B2
29 Mei 2013
18 Sept 2013
-
6.101
6.171
29,96
30,30
1 Agu 2013
29 Mei 2013
18 Sept 2013
6.245
6.312
30,66
30,99
18 Sept 2013
29 Mei 2013
-
6.215
6.279
30,52
30,83
6.187
6.254
30,38
30,71
Rata-rata Ket: band 1 (B1), band 2 (B2)
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah piksel gap untuk lokasi penelitian adalah sebanyak 6.187 piksel (30,38%) untuk band 1 serta 6.254 piksel (30,71%) untuk band 2. Untuk citra akuisisi 29 Mei 2013 memiliki piksel gap sebanyak 6.101 piksel pada band 1 dan 6.171 piksel pada band 2; untuk citra akuisisi 1 Agustus 2013 memiliki piksel gap sebanyak 6.245 piksel pada band 1 dan 6.312 piksel pada band 2; serta untuk citra akuisisi 18 September 2013 memiliki piksel gap sebanyak 6.215 piksel pada band 1 dan 6.279 piksel pada band 2. Posisi gap piksel band 1 dan band 2 dari ketiga citra akuisisi ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Piksel-piksel gap inilah yang nanti pada proses selanjutnya akan diisi menggunakan data citra lain menggunakan metode localized linear histogram match (LLHM). Contoh perhitungan matematik dari metode LLHM ini disajikan pada Lampiran 4. Piksel gap yang ada pada citra akusisi 29 Mei 2013 diisi menggunakan data piksel citra akuisisi 18 September 2013; pada citra akuisisi 1 Agustus 2013 diisi menggunakan data piksel citra akuisisi 29 Mei 2013 dan akuisisi 18 September 2013; serta pada citra akuisisi 18 September 2013 diisi menggunakan data piksel citra akuisisi 29 Mei 2013. Overlay antara gap citra utama dan gap citra pengisinya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pengisian Gap Citra Landsat-7 SLC-Off Hasil pengisian gap citra Landsat-7 SLC-Off yang dibandingkan dengan citra Landsat-8 OLI disajikan pada Gambar 6.
13 Landsat-7
Landsat-8
29 Mei 2013
8 Juli 2013
1 Agustus 2013
25 Agustus 2013
18 September 2013
10 September 2013
Gambar 6. Hasil pengisian gap citra Landsat-7 komposit RGB321 dan Landsat-8 komposit RGB432 Dari hasil pengisian gap citra Landsat-7 (Gambar 6 sebelah kiri) dapat dilihat bahwa strip-strip berwarna hitam yang semula ada pada citra Landsat-7 sebelumnya (Gambar 5 sebelah kiri) sudah tidak tampak lagi. Secara visual pola sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-7 hasil pengisian gap ini memiliki pola yang hampir sama dengan citra Landsat-8 (Gambar 6 sebelah kanan). Keenam citra inilah yang nanti pada proses selanjutnya akan ditransformasi Lyzenga untuk mengetahui habitat perairan dangkal yang ada pada masing-masing citra akuisisi.
Transformasi Lyzenga Ketika mencoba memetakan atau memperoleh informasi kuantitatif terkait habitat bawah air, variabel kedalaman perairan secara signifikan mempengaruhi hasil pengukuran menggunakan data citra penginderaan jauh. Oleh karena itu, pada kondisi-kondisi tertentu dapat membingungkan dalam membedakan nilai spektral (misal) antara pasir dan lamun (Green et al., 2000). Idealnya, untuk mengeliminasi pengaruh kedalaman perairan terhadap nilai reflektansi habitat dasar dibutuhkan pengukuran kedalaman perairan di setiap piksel citra serta informasi tentang karakteristik atenuasi kolom perairan di setiap piksel tersebut (misal konsentrasi bahan organik terlarut) (Mumby et al., 1998). Namun
14 Lyzenga (1978, 1981) melakukan pendekatan berbasis citra untuk mengkompensasi pengaruh variabel kedalaman dalam pemetaan habitat dasar perairan. Pendekatan ini disebut juga transformasi Lyzenga atau koreksi kolom air (water column correction). Metode yang dikembangkan Lyzenga (1978, 1981) ini menggunakan rasio dari koefisien atenuasi antara dua spektral band (ki/kj). Penggunaan rasio ini membatalkan kebutuhan nilai parameter yang tidak diketahui (seperti kedalaman perairan di setiap piksel citra serta informasi tentang karakteristik atenuasi kolom perairan di setiap piksel tersebut). Dalam penelitian ini, nilai koefisien atenuasi masing-masing citra yang digunakan dalam transformasi Lyzenga disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Koefisien atenuasi Satelit Landsat-7
Landsat-8
Tanggal akuisisi
Koefisien atenuasi
29 Mei 2013
0,535
1 Agustus 2013
0,453
18 September 2013
0,448
8 Juli 2013
0,521
25 Agustus 2013
0,515
10 September 2013
0,486
Nilai koefisien atenuasi pada Tabel 5 dihitung menggunakan persamaan 5. Contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 5. Dalam perhitungan nilai koefisien atenuasi ini, band-band yang digunakan untuk Landsat-7 yaitu band 1 (0,45 – 0,52 µm) dan band 2 (0,52 – 0,6 µm) sedangkan untuk Landsat-8 menggunakan band 2 (0,45 – 0,515 µm) dan band 3 (0,525 – 0,6 µm). Band 1 Landsat-7 dan band 2 Landsat-8 keduanya merupakan band sinar tampak biru sedangkan band 2 Landsat-7 dan band 3 Landsat-8 keduanya merupakan band sinar tampak hijau (Tabel 6 dan Tabel 7). Alasan penggunaan band-band ini adalah karena memiliki daya penetrasi yang baik terhadap badan perairan sehingga obyek bawah air tampak lebih jelas pada citra. Jensen (2000) melalui hasil pengukurannya terhadap nilai atenuasi air murni akibat absorbsi molekul air menyebutkan bahwa absorbsi molekul air mendominasi pada spektrum ultraviolet (< 0,4 µm) dan inframerah dekat (> 0,58 µm). Hal senada juga dikatakan oleh Lillesand dan Kiefer (1979) bahwa penetrasi cahaya terbaik untuk air murni berada pada kisaran panjang gelombang 0,48 – 0,6 µm. Tabel 6. Karakteristik panjang gelombang sensor ETM+ satelit Landsat-7 Band
Spektrum
Panjang Gelombang (µm)
Resolusi spasial (m)
1
Biru
0,45 - 0,52
30
2
Hijau
0,52 - 0,6
30
3
Merah
0,63 - 0,69
30
4
Inframerah dekat (NIR)
0,79 - 0,9
30
5
Inframerah menengah (SWIR1)
1,55 - 1,75
30
6
Inframerah termal (TIR)
10,4 - 12,5
60
7
Inframerah menengah (SWIR2)
2,08 - 2,35
30
8
Pankromatik
0,52 - 0,9
15
Sumber: NASA (2013)
15 Tabel 7. Karakteristik panjang gelombang sensor OLI satelit Landsat-8 Band
Spektrum
Panjang Gelombang (µm)
Resolusi spasial (m)
1
Coastal Aerosol
0,433 -0,453
30
2
Biru
0,45 - 0,515
30
3
Hijau
0,525 - 0,6
30
4
Merah
0,63 - 0,68
30
5
Inframerah dekat (NIR)
0,845 - 0,885
30
6
Inframerah menengah (SWIR1)
1,56 - 1,66
30
7
Inframerah menengah (SWIR2)
2,1 - 2,3
30
8
Pankromatik
0,5 - 0,68
15
9
Cirrus
1,36 - 1,39
30
Sumber: USGS (2013b)
Prosedur penentuan nilai koefisien atenuasi dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: (1) Menentukan posisi-posisi piksel habitat pasir terendam pada berbagai kedalaman berdasarkan data survei lapang. Alasan memilih habitat pasir karena selain sangat umum dijumpai serta mudah dikenali secara visual, juga tersebar di berbagai kedalaman. (2) Mencatat nilai DN (digital number) masing-masing band (band biru dan band hijau) pada posisi yang telah ditentukan pada poin 1. (3) Menghapus nilai DN yang sama yang ada pada masing-masing band untuk menghindari piksel saturasi (Green et al., 2000). (4) Menghitung nilai koefisien atenuasi menggunakan persamaan 5. Melakukan survei lapang dalam hal menentukan posisi-posisi piksel habitat pasir terendam memiliki beberapa keuntungan. Pertama, menghindari mensampling piksel dengan kedalaman kurang dari satu meter di mana salah satu band (pada penelitian ini adalah band biru yang memiliki panjang gelombang yang lebih pendek) memiliki nilai saturasi yang tinggi sehingga variasi DN-nya kecil sedangkan nilai DN band pasangannya (band hijau) bervariasi secara signifikan. Hal ini mengakibatkan nilai koefisien atenuasi yang dihasilkan mendekati nol. Menurut Green et al. (2000), nilai koefisien mendekati nol dianggap tidak valid. Kedua, menghindari men-sampling daerah yang terlalu dalam di mana salah satu band (pada penelitian ini adalah band hijau dengan panjang gelombang yang lebih panjang) tidak mampu lagi menembus badan perairan sehingga pada piksel tersebut hanya menghasilkan satu nilai DN saja yang berasal dari band biru. Kedua hal di atas didukung oleh pernyataan Green et al. (2000) bahwa nilai DN piksel kedua band yang digunakan untuk mencari nilai koefisien atenuasi mestinya menunjukkan terjadinya atenuasi. Grafik bi-plot transformasi ln band 1 dan band 2 untuk Landsat-7, serta band 2 dan band 3 untuk Landsat-8 dapat dilihat pada Gambar 7. Slope garis bi-plot ini merupakan nilai koefisien atenuasi (Tabel 5) yang digunakan dalam transformasi Lyzenga.
16 Landsat-8
r = 0,982 ; n = 101
5.9
ln band 2
ln band 1
Landsat-7
4.9 3.9 3.9
4.4 ln band 2
9.5 9.0
4.9
9.0
r = 0,975 ; n = 101
4.9 3.9
3.9
4.4 ln band 2
ln band 2
ln band 1
3.9
18 September 2013
9.0
9.3 ln band 3
9.6
25 Agustus 2013
4.9 4.4 ln band 2
9.5
9.0
r = 0,971 ; n = 101
3.9
9.6
r = 0,990 ; n = 101
10.0
4.9
1 Agustus 2013 5.9
9.3 ln band 3
8 Juli 2013 ln band 2
ln band 1
29 Mei 2013 5.9
r = 0,988 ; n = 101
10.0
4.9
r = 0,988 ; n = 101
10.0 9.5 9.0 9.0
9.3 ln band 3
9.6
10 September 2013
Gambar 7. Bi-plot transformasi ln band 1/2 (Landsat-7); band 2/3 (Landsat-8) Setiap garis bi-plot pada Gambar 7 mewakili satu habitat yang sama yaitu habitat pasir di mana semakin ke arah kanan grafik yang berubah hanyalah kedalamannya (semakin kanan). Koefisien korelasi (r) setiap grafik bi-plot tersebut memiliki nilai di atas 0,97 (97%) yang menunjukkan hubungan yang erat antara band 1 dan band 2 pada Landsat-7 serta band 2 dan band 3 pada Landsat-8. Setiap grafik bi-plot tersebut masing-masing berkorelasi positif di mana semakin besar nilai ln band biru maka semakin besar pula nilai ln band hijau. Hal ini menyebabkan slope (kemiringan) garis bi-plot akan selalu bernilai positif. Slope garis bi-plot ini tidak dihitung berdasarkan Gambar 7 namun menggunakan persamaan 5. Alasan tidak digunakannya grafik bi-plot pada Gambar 7 dalam penentuan nilai slope adalah karena slope garis bi-plot (di mana nantinya akan mempengaruhi perpotongan di sumbu-y) akan bergantung pada hubungan variabel dependenindependen antara band biru dan band hijau (Green et al., 2000). Dengan menggunakan persamaan 5 maka masing-masing band merupakan variabel independen.
17 Visualisasi hasil transformasi Lyzenga dapat dilihat pada Gambar 8. Color table rainbow 8-bit (ERMapper) digunakan dalam pewarnaan hasil transformasi dengan histogram enhancement 99% input aktual. Landsat-7
Landsat-8
29 Mei 2013
8 Juli 2013
1 Agustus 2013
25 Agustus 2013
18 September 2013
10 September 2013
Gambar 8. Hasil transformasi Lyzenga Landsat-7 (kiri) dan Landsat-8 (kanan) Berdasarkan hasil survei lapang, secara umum interpretasi visual pada Gambar 8 yaitu, (1) warna merah mewakili habitat pasir di mana pada saat surut terendah kadangkala terekspos ke udara; (2) warna orange mewakili habitat lamun; (3) warna kuning mewakili habitat pasir yang selalu terendam setiap saat; (4) warna hijau mewakili karang mati; (5) warna biru dan ungu mewakili habitat karang hidup; (6) warna hitam mewakili darat dan perairan dalam setelah di-masking. Setiap citra pada Gambar 8 terdiri dari 9.024 piksel atau seluas 8.121.600 m2. Hal ini disebabkan piksel perairan dalam dan darat telah di-masking sebelumnya sehingga yang tersisa hanyalah piksel habitat perairan dangkal. Histogram frekuensi dari hasil transformasi Lyzenga masing-masing citra dapat dilihat pada Lampiran 6. Jumlah puncak yang ada pada setiap histogram frekuensi tersebut mewakili jumlah habitat berbeda yang ada di lapang berdasarkan transformasi Lyzenga nilai reflektansi hasil perekaman sensor satelit. Jumlah habitat berbeda masing-masing citra berdasarkan nilai reflektansi tersebut disajikan pada Tabel 8.
18 Tabel 8. Jumlah habitat berbeda hasil transformasi Lyzenga Satelit
Tipe habitat hasil transformasi Lyzenga
Tanggal akuisisi 29 Mei 2013
Landsat-7
Landsat-8
Jumlah
Rentang
1.287
1,385 - 2,245
1 Agustus 2013
787
1,959 - 2,578
18 September 2013
1.427
1,966 - 2,762
8 Juli 2013
18.149
4,188 - 4,622
25 Agustus 2013
18.955
4,291 - 4,790
10 September 2013
19.297
4,571 - 4,902
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah nilai berbeda pada citra satelit Landsat-8 jauh lebih besar dibanding pada citra satelit Landsat-7. Hal ini disebabkan karena satelit Landsat-8 memiliki resolusi radiometrik 12-bit (merekam dalam 4.096 tingkat keabuan mulai dari 0 hingga 4.095) sedangkan Landsat-7 memiliki resolusi radiometrik 8-bit (hanya merekam dalam 256 tingkat keabuan mulai dari 0 hingga 255). Oleh karena itu sensor satelit Landsat-8 lebih peka dalam membedakan reflektansi obyek. Jumlah habitat berbeda yang ada pada Tabel 8 selanjutnya akan diklasifikasi menggunakan metode klasifikasi tak terselia (unsupervised classification) ke dalam empat kategori habitat yaitu karang hidup, karang mati, pasir, dan lamun.
Klasifikasi Citra Hasil klasifikasi masing-masing citra dapat dilihat pada Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14.
Gambar 9. Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-7 akuisisi 29 Mei 2013
19
Gambar 10. Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-7 akuisisi 1 Agustus 2013
Gambar 11. Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-7 akuisisi 18 September 2013
20
Gambar 12. Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-8 akuisisi 8 Juli 2013
Gambar 13. Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-8 akuisisi 25 Agustus 2013
21
Gambar 14. Peta sebaran habitat perairan dangkal citra Landsat-8 akuisisi 10 September 2013 Secara visual hasil klasifikasi keenam citra (Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14) umumnya relatif sama. Dapat dilihat bahwa habitat karang (baik karang mati maupun karang hidup) umumnya ditemukan di daerah sekitar goba dan daerah terluar gosong terumbu (reef flat dan fore reef); sedangkan habitat pasir dan lamun umumnya ditemukan di dataran terumbu (reef flat). Dari hasil survei lapang, jenis tutupan karang di daerah terluar didominasi oleh jenis karang dengan struktur bercabang sedangkan di daerah goba didominasi oleh jenis karang berukuran besar terutama struktur masif. Dominasi karang dengan struktur bercabang di daerah terluar terutama disebabkan oleh faktor pergerakan air seperti ombak dan arus. Hopley (2011) mengatakan bahwa daerah yang pergerakan airnya dinamis merupakan daerah yang disukai oleh karang untuk tumbuh terkait sirkulasi airnya yang baik, airnya yang jernih, kayanya sumber makanan dan nutrien, serta tingkat sedimentasi yang rendah. Pada daerah ini, karang masif yang memiliki laju pertumbuhan yang lambat (1 cm/tahun) akan kalah bersaing ruang dengan karang bercabang yang memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat (30 cm/tahun) (Hopley, 2011). Sebaliknya, di daerah sekitar goba didominasi oleh karang dengan struktur masif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh daya tahannya terhadap sedimentasi pada batas-batas tertentu di mana karang dengan struktur bercabang tidak mampu mentoleransinya lagi (Hopley, 2011). Daerah goba merupakan daerah yang terlindungi. Oleh karena itu, kondisi air di daerah ini relatif tenang sehingga kemungkinan terjadinya sedimentasi akan selalu ada. Bentuk daya tahan jenis karang dengan struktur masif salah satunya terkait dengan kemampuannya dalam memproduksi lendir di permukaan polipnya sehingga partikel sedimen akan terperangkap di lapisan lendir tersebut (Hopley, 2011). Setelah beberapa saat, umumnya beberapa minggu, lapisan lendir ini akan digantikan dengan lapisan lendir yang baru. Proses ini akan berulang terus-menerus sehingga sedimentasi di permukaan polip tidak akan terjadi.
22 Pada Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14 dapat dilihat juga bahwa makin ke arah dataran terumbu, sebaran karang hidup akan selalu diikuti oleh karang mati. Karang mati yang ada di dekat daerah terluar umumnya merupakan patahan-patahan karang hidup akibat hempasan ombak di mana pada kondisi lingkungan ekstrem (seperti pengeksposan ke udara bebas dan tingginya paparan sinar matahari) tidak memungkinkan lagi untuk tumbuh sehingga akhirnya mati dan membentuk rubble. Karang mati yang ada di dekat daerah goba umumnya merupakan jenis karang berukuran besar yang telah mati dan ditumbuhi makroalga. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh stres lingkungan akibat kekeruhan, sedimentsi, polusi, serta perubahan kondisi perairan seperti salinitas dan suhu (Nybakken dan Bertness, 2005; Castro dan Huber, 2005). Selanjutnya pada Gambar 9, Gambar 10, Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14 untuk habitat pasir dan lamun keduanya mendominasi dataran terumbu (reef flat). Kedalaman di daerah ini umumnya relatif dangkal bahkan pada saat surut terendah terdapat beberapa daerah yang terekspos ke udara. Tumbuhnya lamun di daerah ini terutama disebabkan, (1) memiliki habitat dasar pasir sehingga memudahkan bagi lamun untuk menancapkan akarnya, (2) kedalaman air yang dangkal sehingga baik sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis, serta (3) terlindungi dari energi gelombang dan arus yang kuat sehingga akar lamun tetap menancap di substratnya (Nybakken dan Bertness, 2005; Hopley, 2011). Informasi tentang luas jenis tutupan habitat masing-masing citra dirangkum pada Tabel 9. Tabel 9. Luas tutupan jenis habitat masing-masing citra Satelit
Landsat-7
Landsat-8
29 Mei 2013
Karang Hidup 1.224.900
Luas Tutupan (m2) Karang Pasir Mati 2.659.500 2.029.500
2.207.700
Tanggal akuisisi
Lamun
1 Agustus 2013
1.281.600
2.604.600
2.076.300
2.159.100
18 September 2013
1.208.700
2.561.400
2.181.600
2.169.900
8 Juli 2013
1.278.000
2.513.700
2.143.800
2.186.100
25 Agustus 2013
1.208.700
2.502.900
2.188.800
2.221.200
10 September 2013
1.222.200
2.623.500
2.131.200
2.144.700
1.237.350
2.577.600
2.125.200
2.181.450
Rata-rata
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa luas tutupan habitat perairan dangkal Karang Lebar pada pertengahan tahun 2013 didominasi oleh habitat karang mati yaitu rata-rata seluas 2.577.600 m2, diikuti habitat lamun seluas 2.181.450 m2, dan habitat pasir seluas 2.125.200 m2. Habitat karang hidup merupakan habitat dengan rata-rata luas tutupan terkecil yaitu hanya memiliki luas 1.237.400 m2 atau sekitar seperdua luas habitat karang mati.
Pengukuran Akurasi Dalam pengukuran akurasi citra terklasifikasi di atas digunakan suatu matriks klasifikasi. Contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil pengukuran akurasi masing-masing citra yang terdiri dari producer accuracy, user
33,33 33,33 33,33
10 September 2013 Rata-rata 27,78
58,02
33,33
8 Juli 2013
25 Agustus 2013
Total rata-rata
60,91
22,22
Rata-rata
60,08
59,26
60,49
59,26
62,96
22,22
18 September 2013
56,79
53,23
54,01
57,36
50,39
54,26
52,45
53,49
56,59
52,08
43,75
40,63
43,75
46,88
60,42
65,63
62,50
Producer accuracy (%) Karang Pasir Lamun Mati 62,96 47,29 53,13
22,22
Karang Hidup 22,22
1 Agustus 2013
29 Mei 2013
Tanggal akuisisi
Sumber: Lampiran 8
L8
L7
Satelit
9,13
10,74
11,11
11,11
10,00
7,53
8,33
6,25
Karang Hidup 8,00
59,39
59,11
61,25
55,81
60,26
59,68
60,00
59,74
71,61
68,96
69,16
67,01
70,71
74,26
75,00
77,66
User accuracy (%) Karang Pasir Mati 59,30 70,11
36,52
34,46
35,14
34,15
34,09
38,58
42,00
41,67
32,08
Lamun
54,38
53,65
55,38
51,79
53,78
55,11
56,97
56,18
52,19
OA (%)
0,32
0,30
0,32
0,28
0,31
0,34
0,36
0,36
0,30
Khat
Tabel 10. Producer accuracy, user accuracy, overall accuracy (OA), dan koefisien Kappa (Khat)
23
accuracy, overall accuracy (OA), dan koefisien Kappa (Khat) disajikan pada Tabel 10. Untuk grafiknya dapat dilihat pada Gambar 15, Gambar 16, Gambar 17, dan Gambar 18.
Producer accuracy (%)
24 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
L7 29 Mei 2013 L7 1 Agustus 2013 L7 18 September 2013
Karang Karang Pasir Lamun Hidup Mati Habitat
L8 8 Juli 2013 L8 25 Agustus 2013 L8 10 September 2013
Sumber: Diolah dari Tabel 10
Gambar 15. Nilai producer accuracy untuk berbagai tipe perairan dangkal
User accuracy (%)
Gambar 15 menyajikan grafik producer accuracy empat tipe habitat berbeda hasil ekstraksi enam citra. Secara umum, dari Tabel 10 dan Gambar 15 dapat dilihat bahwa hampir setiap citra memiliki nilai producer accuracy tertinggi pada kategori karang mati kecuali citra akuisisi 1 Agustus 2013 dan 18 September 2013 di mana nilai tertinggi dimiliki oleh kategori lamun. Hal ini kemungkinan disebabkan metode klasifikasi yang digunakan sehingga citra akuisisi 1 Agustus 2013 dan 18 September 2013 kurang terklasifikasi dengan baik (Green et al., 2000). Namun demikian jika dilihat dari nilai total rata-rata pada Tabel 10, kategori karang mati tetap memiliki nilai tertinggi yaitu 60,08%. Nilai ini menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 60,08% dari data referensi karang mati hasil survei akan selalu terkonfirmasi secara tepat sebagai karang mati pada hasil klasifikasi citra (Congalton, 1991). Tabel 10 dan Gambar 15 juga menunjukkan bahwa setiap citra tanpa kecuali memiliki nilai producer accuracy terendah pada kategori karang hidup dengan nilai total rata-rata sebesar 27,78%. Nilai ini menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 27,78% dari data referensi karang hidup hasil survei yang akan selalu terkonfirmasi secara tepat sebagai karang hidup pada hasil klasifikasi citra (Congalton, 1991). Jika membandingkan nilai rata-rata producer accuracy masing-masing kategori habitat (Tabel 10 dan Gambar 15) antara Landsat-7 dan Landsat-8 maka dapat disimpulkan bahwa, (1) untuk karang hidup, Landsat-8 memiliki nilai yang lebih tinggi (selisih 11,11%), (2) untuk karang mati, Landsat-7 memiliki nilai yang lebih tinggi (selisih 1,65%), (3) untuk pasir, Landsat-8 memiliki nilai yang lebih tinggi (selisih 1,55%), dan (4) untuk lamun, Landsat-7 memiliki nilai yang lebih tinggi (selisih 16,67%). 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
L7 29 Mei 2013 L7 1 Agustus 2013 L7 18 September 2013
Karang Karang Pasir Lamun Hidup Mati Habitat
L8 8 Juli 2013 L8 25 Agustus 2013 L8 10 September 2013
Sumber: Diolah dari Tabel 10
Gambar 16. Nilai user accuracy untuk berbagai tipe perairan dangkal
25
(%)
Gambar 16 menyajikan grafik user accuracy empat tipe habitat berbeda hasil ekstraksi enam citra. Secara umum, dari Tabel 10 dan Gambar 16 dapat dilihat bahwa setiap citra memiliki nilai user accuracy tertinggi pada kategori pasir dengan nilai total rata-rata 71,61%. Nilai ini menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 71,61% dari data piksel kategori pasir hasil klasifikasi citra akan terkonfirmasi secara tepat di lapang sebagai pasir (Congalton, 1991). Tabel 10 dan Gambar 16 juga menunjukkan bahwa sama halnya dengan producer accuracy, kategori karang hidup pada setiap citra juga memiliki nilai user accuracy terendah dengan nilai total rata-rata sebesar 9,13%. Nilai ini menunjukkan bahwa rata-rata hanya sekitar 9,13% dari data piksel kategori karang hidup hasil klasifikasi citra yang akan selalu terkonfirmasi secara tepat di lapang sebagai karang hidup (Congalton, 1991). Jika membandingkan nilai rata-rata user accuracy masing-masing kategori habitat (Tabel 10 dan Gambar 16) antara Landsat-7 dan Landsat-8 maka dapat disimpulkan bahwa, (1) untuk karang hidup, Landsat-8 memiliki nilai yang lebih tinggi (selisih 3,21%), (2) untuk karang mati, Landsat-7 memiliki nilai yang lebih tinggi (selisih 0,57%), (3) untuk pasir, Landsat-7 memiliki nilai yang lebih tinggi (selisih 5,30%), dan (4) untuk lamun, Landsat-7 memiliki nilai yang lebih tinggi (selisih 4,12%). 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
L7 29 Mei 2013 L7 1 Agustus 2013 L7 18 September 2013
L8 8 Juli 2013 OA
Khat Habitat
L8 25 Agustus 2013 L8 10 September 2013
Sumber: Diolah dari Tabel 10
Gambar 17. Nilai overall accuracy (OA) dan koefisien Kappa (Khat) untuk setiap citra Landsat-7 dan Landsat-8 Gambar 18 menyajikan grafik overall accuracy dan koefisien Kappa hasil ekstraksi enam citra. Nilai overall accuracy dan koefisien Kappa, keduanya mewakili akurasi citra secara umum (Congalton, 1991; Green et al., 2000). Meskipun demikian, antara overall accuracy dan koefisien Kappa memiliki sedikit perbedaan. Dalam perhitungannya, overall accuracy mengabaikan nilai omisi dan komisi masing-masing kategori habitat sedangkan koefisien Kappa mengikutsertakan nilai-nilai omisi dan komisi tersebut. Oleh karena itu, nilai koefisien Kappa lebih representatif untuk digunakan dalam membandingkan keakurasian antar citra (Green et al., 2000). Dari Gambar 18 dan Tabel 10 dapat dilihat pola bahwa jika nilai overall accuracy-nya tinggi maka nilai koefisien Kappa-nya akan relatif tinggi pula. Dari Gambar 18 dan Tabel 10 dapat dilihat juga bahwa Landsat-7 memiliki nilai ratarata overall accuracy dan koefisien Kappa yang lebih tinggi dibanding Landsat-8. Nilai rata-rata overall accuracy dan koefisien Kappa untuk Landsat-7 masingmasing sebesar 55,11% dan 0,34 sedangkan untuk Landsat-8 masing-masing
26 sebesar 53,65% dan 0,30. Menurut Maingi et al. (2002), kedua koefisien Kappa (0,34 dan 0,30) ini tergolong dalam akurasi kategori rendah (< 0,4), artinya untuk Landsat-7 hanya menghindari error klasifikasi sebesar 34% dan untuk Landsat-8 sebesar 30% (Green et al., 2000). Secara teknis Landsat-8 memiliki koefisien Kappa yang lebih tinggi dibanding Landsat-7 mengingat bahwa, (1) citra Landsat-8 merupakan citra yang bebas dari kerusakan instrumen SLC seperti yang terjadi pada citra Landsat-7, serta (2) Landsat-8 memiliki resolusi radiometrik yang lebih tinggi dibanding Landsat-7 sehingga lebih peka dalam membedakan reflektansi obyek. Namun jika dilihat dari hasil pengolahan data citra yang digunakan, umumnya citra Landsat-7 (terutama citra akuisisi 1 Agustus 2013 dan 18 September 2013) memiliki koefisien Kappa yang lebih tinggi dibanding semua citra Landsat-8. Hal ini bisa disebabkan oleh, pertama, metode klasifikasi yang digunakan yaitu klasifikasi tak terselia yang merupakan metode klasifikasi sederhana dalam artian hanya berdasarkan perhitungan secara statistik tanpa adanya training area serta proses tambahan seperti contextual editing. Green et al. (2000) dan Benfield et al. (2007) mengatakan bahwa penyertaan contextual editing dalam proses klasifikasi citra dapat meningkatkan akurasi pemetaan habitat bawah air secara signifikan berkisar dari 6 – 17%. Kedua, nilai-nilai parameter (jumlah maksimum kelas, jumlah minimum piksel setiap kelas, standar deviasi maksimum setiap kelas, dan jarak minimum antar rata-rata kelas) yang digunakan dalam klasifikasi tak terselia adalah seragam sehingga perbedaan pola sebaran nilai transformasi Lyzenga yang dimiliki setiap citra diabaikan. Ketiga, data titik uji yang digunakan relatif sedikit dan memiliki jumlah yang tidak sama (pada penelitian ini digunakan 9 titik uji untuk karang hidup, 81 titik uji untuk karang mati, 129 titik uji untuk pasir, dan 32 titik uji untuk lamun). Congalton (1991) menyarankan minimal 50 titik uji untuk masing-masing kelas habitat. Keempat, dalam proses pemilihan titik uji dilakukan secara acak sehingga ada kemungkinan data titik uji yang digunakan kurang mewakili daerah penelitian (Congalton, 1991). Kelima, adanya kemungkinan bahwa data titik uji yang digunakan tersebut kurang akurat yang disebabkan oleh kesalahan pengamat pada saat survei lapang dalam menentukan jenis tutupan habitat pada dimensi 30 m x 30 m.
Uji Statistik Hasil uji-t sampel bebas dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil uji-t sampel bebas pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) Hasil uji-t
Jenis perbandingan Landsat-7 dan Landsat-8
p (sig. two-tailed)
Keputusan
Overall accuracy
0,464
NS
Koefisien Kappa
0,209
NS
Sumber: Lampiran 9 Ket: NS (tidak berbeda nyata)
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa hasil uji-t baik overall accuracy maupun koefisien Kappa, keduanya menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p (sig. two tailed) > 0,05) pada selang kepercayaan 95%. Oleh karena itu, keputusan yang
27 diambil adalah menerima H0 bahwa overall accuracy dan koefisien Kappa Landsat7 sama dengan overall accuracy dan koefisien Kappa Landsat-8. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan instrumen SLC yang terjadi pada satelit Landsat-7 ETM+ tidak mempengaruhi kualitas citra hasil pengisian gap dalam memetakan habitat perairan dangkal. Dengan kata lain, citra Landsat-7 masih dapat digunakan dalam pemetaan habitat perairan dangkal. Selain uji-t di atas, juga dilakukan uji-z untuk memastikan keputusan yang diambil. Hasil uji-z dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil uji-z pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) Jenis perbandingan L7 29 Mei 2013
L7 1 Agustus 2013
L7 18 September 2013
L7 29 Mei 2013 L7 1 Agustus 2013 L8 8 Juli 2013 L8 25 Agustus 2013
Z-skor
Keputusan
L8 8 Juli 2013
0,200
NS
L8 25 Agustus 2013
0,330
NS
L8 10 September 2013
0,332
NS
L8 8 Juli 2013
0,704
NS
L8 25 Agustus 2013
1,231
NS
L8 10 September 2013
0,565
NS
L8 8 Juli 2013
0,789
NS
L8 25 Agustus 2013
1,308
NS
L8 10 September 2013
0,651
NS
L7 1 Agustus 2013
0,903
NS
L7 18 September 2013
0,986
NS
L7 18 September 2013
0,095
NS
L8 25 Agustus 2013
0,530
NS
L8 10 September 2013
0,133
NS
L8 10 September 2013
0,659
NS
Sumber: Diolah dari Lampiran 8 Ket: NS (tidak berbeda nyata)
Hasil keputusan yang diambil oleh uji-z pada Tabel 12 tidak berbeda dari hasil keputusan uji-t sebelumnya. Dari semua kombinasi perbandingan yang mungkin (baik antara Landsat-7 dan Landsat-8; antara Landsat-7 itu sendiri; serta antara Landsat-8 itu sendiri) didapatkan keputusan yang sama yaitu tidak signifikan (z-skor < 1,96) pada selang kepercayaan 95%. Oleh karena itu, H0 diterima bahwa koefisien Kappa Landsat-7 sama dengan koefisien Kappa Landsat-8. Dengan demikian, hal ini memperkuat keputusan yang diambil dari hasil uji-t sebelumnya yang mengatakan bahwa citra Landsat-7 masih dapat digunakan dalam pemetaan habitat perairan dangkal. Hasil keputusan ini sama dengan keputusan beberapa penelitian serupa namun dengan studi kasus berbeda, di antaranya studi estimasi tutupan kanopi (Dewitz, 2004), studi pemetaan hasil panen pertanian (Maxwell, 2004), studi pemetaan geologi (Bailey, 2004), dan studi monitoring tutupan dan penggunaan lahan (Tappan dan Cushing, 2004). Dari keempat penelitian ini sepakat mengatakan bahwa citra Landsat-7 SLC-Off masih dapat untuk digunakan secara saintifik.
28
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pada penelitian ini telah dilakukan pengisian gap citra Landsat-7 SLC-Off menggunakan metode localized linear histogram match. Dari hasil pengukuran akurasi citra Landsat-7 hasil pengisian gap ini didapatkan nilai rata-rata overall accuracy sebesar 55,11% dan koefisien Kappa sebesar 0,34. Nilai ini tidak jauh berbeda dari hasil pengukuran akurasi citra Landsat-8 di mana didapatkan nilai ratarata overall accuracy sebesar 53,65% dan koefisien Kappa sebesar 0,30. Dari hasil uji statistik terhadap hasil pengukuran akurasi ini, baik uji-t sampel bebas maupun uji-z, keduanya menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada selang kepercayaan 95%. Sehingga disimpulkan bahwa kerusakan instrumen Scan Line Corrector (SLC) pada satelit Landsat-7 yang menyebabkan setiap satu path/row citra kehilangan data sekitar 22% (dan untuk daerah penelitian sekitar 30%) tidak mempengaruhi secara nyata (signifikan) terhadap akurasi hasil pemetaan habitat perairan dangkal di perairan Karang Lebar, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Oleh karena itu, citra satelit Landsat-7 SLC-Off masih dapat untuk digunakan bersamasama dengan citra satelit Landsat-8 dalam pemetaan habitat perairan dangkal ekosistem terumbu karang.
Saran Beberapa saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Metode klasifikasi citra sebaiknya digunakan metode klasifikasi yang lebih baik misal klasifikasi terselia (supervised classification) dengan menyertakan contextual editing sehingga peta klasifikasi yang dihasilkan bisa lebih akurat. (2) Dalam hal pengukuran akurasi hasil klasifikasi citra perlu dilakukan penentuan dan pengambilan titik uji yang lebih banyak mewakili daerah penelitian serta diupayakan jumlah titik uji masing-masing habitat terklasifikasi seragam. (3) Dalam penentuan jenis tutupan habitat selama di lapang sebaiknya dilakukan secara lebih teliti lagi mengingat jarang ditemukannya suatu daerah dengan dimensi 30 m x 30 m yang murni hanya terdiri dari satu jenis habitat tertentu saja.
DAFTAR PUSTAKA Bailey, G.B. 2004. Evaluation of ETM+ Gap-filled SLC-Off Data for Geologic Mapping in Semi-Arid Terrain. USGS EROS Data Center. Sioux Falls, South Dakota. 24 h. Benfield, S.L., H.M. Guzman, J.M. Mair, dan J.A.T. Young. 2007. Mapping the distribution of coral reefs and associated sublittoral habitats in Pacifics Panama: a comparison of optical satellite sensors and classification methodologies. International Journal of Remote Sensing. 28(22):5047-5070.
29 Castro, P., dan M.E. Huber. 2005. Marine Biology. McGraw-Hill Higher Education. Boston. xii + 452 h. Cesar, H.J.S, L. Burke, dan L. Pet-Soede. 2003. The Economics of Worldwide Coral Reef Degradation. Cesar Environmental Economics Consulting. Arnhem, Netherlands. 23 h. Congalton, R.G. 1991. A review of assessing the accuracy of classifications of remotely sensed data. Remote Sensing of Environment. 37:35-46. Congalton, R.G., R.G. Oderwald, dan R.A. Mead. 1983. Assessing Landsat Classification Accuracy Using Discrete Multivariate Analysis Statistical Techniques. PERS. 49(12):1671-1678. Dewitz, J. 2004. Assessment of Landsat 7 ETM+ SLC-off Gap-filled Data for Impervious Surface and Canopy Cover Estimation. USGS EROS Data Center. Sioux Falls, South Dakota. 5 h. Green, E.P., P.J. Mumby, C.D. Clark, dan A.J. Edwards. 2000. Remote Sensing Handbook for Tropical Coaltal Management. UNESCO Publishing. Paris. 316 h. Hopley, D. (Ed.). 2011. Encyclopedia of Modern Coral Reefs. Springer. Netherlands. 1205 h. Jensen, J.R. 2000. Remote Sensing of the Environment: An Earth Resource Perspective. Prentice Hall. New Jersey. xvi + 544 h. Kutcher, A.D., D.L.B. Jupp, R. Claasen, dan W. Bour. 1986. Coral Reef Remote Sensing Application. Regional Seminar on the Application of Remote Sensing Techniques to Coastal Zone Management and Environmental Nonitoring. Dhaka, Bangladesh. Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer. 1979. Remote Sensing and Image Interpretation. John Wiley and Sons. New York. xii + 612 h. Lyzenga, D.R. 1978. Passive remote sensing techniques for mapping water depth and bottom features. Applied Optics. 17(3):379-383. Lyzenga, D.R. 1981. Remote sensing of bottom reflectance and water attenuation parameters in shallow water using aircraft and Landsat data. International Journal of Remote Sensing. 2(1):71-82. Maingi, J.K., S.E. Marsh, W.G. Kepner, dan C.M. Edmonds. 2002. An Accuracy Assessment of 1992 Landsat-MSS Derived Land Cover for the Upper San Pedro Watershed (U.S./Mexico). United States Environmental Protection Agency. Las Vegas, Nevada. v + 21 h. Maxwell, S. 2004. Assessment of Landsat 7 ETM+ SLC-off Data for an Agricultural Crop Type Mapping Application. USGS EROS Data Center. Sioux Falls, South Dakota. 9 h. Mumby, P.J., C.D. Clark, E.P. Green, dan A.J. Edwards. 1998. Benefits of water column correction and contextual editing for mapping coral reefs. International Journal of Remote Sensing. 19(1):203-210. NASA. Landsat 7 Science Data Users Handbook. http://landsathandbook.gsfc.nasa.gov/pdfs/Landsat7_Handbook.pdf. [9 Mei 2013] Nybakken, J.W., dan M.D. Bertness. 2005. Marine Biology: An Ecological Approach. Pearson Education. San Fransisco, California. xi + 579 h. Purwadhi, F.S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital. Grasindo. Jakarta, Indonesia. x + 360 h.
30 Scaramuzza, P., Mieijevic, dan G. Chander. 2004. SLC Gap-Filled Products Phase One Methodology. http://landsat.usgs.gov/documents/SLC_Gap_Fill_Methodology.pdf Sukarno, R. 1995. Ekosistem Terumbu Karang di Indonesia, Sumberdaya, Permasalahan dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi LIPI. Jakarta, Indonesia. Tappan, G., dan M. Cushing. 2004. Use of SLC-Off Landsat Image Data for Monitoring Land Use/Land Cover Trends in West Africa. USGS EROS Data Center. Sioux Falls, South Dakota. 11 h. USGS. 2004. SLC-Off Gap-Filled Products: Gap-Fill Algorithm Methodology. http://landsat.usgs.gov/documents/L7SLCGapFilledMethod.pdf USGS. 2013a. Landsat Missions. http://landsat.usgs.gov [9 Mei 2013] USGS. 2013b. LDCM Cal/Val Algorithm Description Document. USGS. 760 h.
31 Lampiran 1 Formula yang digunakan dalam perhitungan z-skor (uji-z) zAB =
|k_hatA -k_hatB | √var_kA +var_kB
2
2 1 po (1-po ) 2(1-po )(2po pc -a1 ) (1-po ) (a2 -4pc ) var_k= ( + + ) 4 3 n (1-p )2 ) (1-p ) (1-p c c c ∑ki=j=1(ni. ×n.j ) pc = n2 ∑ki=j=1 nij (ni. +n.j ) a1 = n2 2 ∑ki=1 ∑kj=1 nij (ni. +n.j ) a2 = n2
di mana: zAB k_hatA k_hatB var_kA var_kB n po pc k ni. n.j nij
= = = = = = = = = = = =
z-skor koefisien Kappa matriks klasifikasi A koefisien Kappa matriks klasifikasi B varian koefisien Kappa matriks klasifikasi A varian koefisien Kappa matriks klasifikasi B jumlah total data referensi overall accuracy chance agreement jumlah kolom atau jumlah baris jumlah total kolom ke-i jumlah total baris ke-j nilai kolom ke-i baris ke-j
32 Lampiran 2 Hipotesis penelitian dan pedoman pengambilan keputusan untuk uji-t sampel bebas dan uji-z Hipotesis penelitian untuk uji-t sampel overall accuracy yaitu: H0 : po L7 = po L8 H1 : po L7 ≠ po L8 Hipotesis penelitian untuk uji-t sampel koefisien Kappa yaitu: H0 : k_hat L7 = k_hat L8 H1 : k_hat L7 ≠ k_hat L8 Hipotesis penelitian untuk uji-z yaitu: H0 : (k_hat L7 - k_hat L8) = 0 H1 : (k_hat L7 - k_hat L8) ≠ 0 Pedoman pengambilan keputusan uji-t yaitu: 1. H0 diterima jika nilai p sig (two-tailed) > α (0,05) atau nilai t-hitung < t-tabel 2. H0 ditolak jika nilai p sig (two-tailed) < α (0,05) atau nilai t-hitung > t-tabel Pedoman pengambilan keputusan uji-z yaitu: 1. H0 diterima jika nilai z-skor < z-tabelα/2 (1,96) 2. H0 ditolak jika nilai z-skor > z-tabelα/2 (1,96)
1agu2013_band1_gapfill
1agu2013_band2_gapfill
18sept2013_band1_gapfill
29mei2013_band1_gapfill
29mei2013_band1_gapfill
29mei2013_band1
29mei2013_band2
1agu2013_band1 (6245 piksel gap)
1agu2013_band2 (6312 piksel gap)
18sept2013_band1 (6215 piksel gap)
18sept2013_band2 (6279 piksel gap)
*Layer Merah merupakan Layer Citra Utama sedangkan Layer Biru merupakan Layer Citra Pengisi
29mei2013_band2_gapfill
18sept2013_band2
29mei2013_band2 (6171 piksel gap)
18sept2013_band2_gapfill
29mei2013_band1_gapfill
18sept2013_band1
Hasil Pengisian Gap
29mei2013_band1 (6101 piksel gap)
Overlay Posisi Gap*
Posisi Gap Citra Pengisi
Posisi Gap Citra Utama
33
Lampiran 3 Ilustrasi posisi gap piksel band 1 dan band 2 data citra Landsat-7 SLCOff beserta hasil pengisian gap-nya
34 Lampiran 4 Contoh perhitungan nilai gap citra utama menggunakan metode locaIized linear histogram match (LLHM)
band 1 citra akuisisi 29 Mei 2013 (citra utama) 91
87
87
84
85
84
92
band 1 citra akuisisi 18 Sept 2013 (citra pengisi)
band 1 citra akuisisi 29 Mei 2013 (hasil pengisian gap)
97 109 121 122 111 96
85
83
83
85
125 126 127 129 130 126 126 127 126 129 136 140 147 153 156 147 133 124 125 124 124
99 105 115 111 102 89
84
84
85
84
122 123 125 126 126 124 121 121 122 124 131 140 145 150 150 140 128 124 126 122 124
85
84
87
129 125 124 123 122 122 120 121 122 122 125 133 145 144 143 135 127 126 126 125 129 132 130 125 121 121 119 120 120 121 122 129 137 142 146 142 132 129 126 127 125 132 132 130 124 120 123 118 121 120 120 129 137 144 148 151 143 133 132 132 131 130 131 123 120 116 119 122 120 119 123 125 132 148 149 152 148 140 132 130 129 133 132 133 118 117 118 119 119 121 118 125 125 138 142 152 152 143 136 128 128 131 133 136 137 119 117 117 120 118 118 120 123 126 135 148 157 153 143 134 131 126 131 141 145 143 118 119 121 121 118 117 120 123 129 144 152 156 149 137 129 128 133 137 149 150 150 120 119 118 119 117 121 124 129 139 147 145 139 137 131 132 130 133 144 151 149 152
78
79
79
79
81
80
81
84
82
82
83
119 118 119 121 120 124 131 137 136 135 135 134 134 135 134 138 144 143 146 146 149
84
92
91
87
82
89 104 118 118 111 110 113 115 116 112 105 92
87
96 106 97
89
85
94 113 120 121 117 117 120 115 112 109 105 96
87
83
82
85
130 135 134 127 130 138 149 151 146 147 150 148 144 146 150 143 137 129 126 125 134
108 106 105 94
93
99 118 123 124 116 119 122 114 105 106 108 97
88
84
83
86
152 155 151 148 150 147 140 141 152 147 137 127 124 126 132
115 115 107 103 106 112 119 123 121 121 114 108 104 107 115 119 114 99
86
82
87
135 136 148 152 148 132 124 128 135
115 118 112 114 118 121 119 121 118 122 103 90
82
79
88
126 130
79
78
82 76
96 109 103 97 103 106
113 116 119 119 117 117 120 115 120 114 95
120 120 122 121 123 126 137 143 138 136 137 139 142 145 147 143 137 140 137 141 145
98 115 120 117 104 91
95 108 119 111 98
86
80
123 127 129 127 127 134 143 147 150 143 148 147 147 149 147 141 134 131 131 131 141
121 119 120 117 115 116 112 106 113 106 95 107 117 117 97
83
79
77
78
77
123 121 117 114 115 115 113 108 110 111 103 107 113 111 87
79
75
77
76
78
79
117 116 114 112 111 112 110 109 115 114 107 108 107 92
76
76
77
76
77
76
80
digital number citra utama
digital number citra pengisi
35 85
86
87
90
91
87
87
84
85
84
92
97 109 121 122 111 96
85
83
83
85
82
83
85
86
86
84
79
79
80
83
92
99 105 115 111 102 89
84
84
85
84
90
85
84
83
82
81
78
79
80
80
85
95 110 109 108 98
88
87
85
84
87
94
91
85
81
81
78
79
78
79
80
90 100 106 112 107 94
90
87
88
86
95
94
92
85
80
83
77
80
79
78
89 100 109 114 118 107 95
94
94
93
92
93
84
80
75
79
82
80
78
82
84
93 114 115 119 113 103 93
91
90
95
94
95
78
76
78
79
79
81
77
85
85 101 106 118 118 107 98
88
88
92
95
98
99
79
77
77
80
78
78
80
83
86
92
86
92 104 108 106
78
79
82
81
78
76
80
83
90 108 118 122 114 99
99 113 113 113
81
79
78
79
77
81
85
90 102 111 109 101 99
78
79
79
79
81
85
93 100 98
80
81
84
82
82
83
96 109 103 97 103 106 105 109 111 106 99 103 99 103 107
84
92
91
87
82
89 104 118 118 111 110 113 115 116 112 105 92
87
92
96 106 97
89
85
94 113 120 121 117 117 120 115 112 109 105 96
87
83
82
85
108 106 105 94
93
99 118 123 124 116 119 122 114 105 106 108 97
88
84
83
86
97 113 124 119 106 95
97
97
95
95
89
88
94
92
93
90
94 107 115 112 115
96
95 100 107 106 109 109 112
92 103
115 115 107 103 106 112 119 123 121 121 114 108 104 107 115 119 114 99
86
82
87
115 118 112 114 118 121 119 121 118 122 103 90
82
79
88
113 116 119 119 117 117 120 115 120 114 95
98 115 120 117 104 91 86
80
79
78
82
121 119 120 117 115 116 112 106 113 106 95 107 117 117 97
95 108 119 111 98 83
79
77
78
77
76
123 121 117 114 115 115 113 108 110 111 103 107 113 111 87
79
75
77
76
78
79
117 116 114 112 111 112 110 109 115 114 107 108 107 92
76
76
77
76
77
76
80
digital number hasil pengisan gap
Contoh perhitungan nilai gap piksel citra utama: 1) Tentukan common pixels yang ada pada citra utama dan citra pengisi. Common pixels merupakan piksel-piksel yang tidak bernilai null pada hasil overlay gap antara citra utama dengan citra pengisi. 91
87
87
84
85
84
92
97 109 121 122 111 96
85
83
83
85
130 126 126 127 126 129 136 140 147 153 156 147 133 124 125 124 124
99 105 115 111 102 89
84
84
85
84
140 145 150 150 140 128 124 126 122 124
85
84
87
126 125 129
78
79
79
79
81
80
81
84
82
82
83
119 118 119 121 120
84
92
91
87
82
89 104 118 118 111 110 113 115 116 112 105 92
87
96 106 97
89
85
94 113 120 121 117 117 120 115 112 109 105 96
87
83
82
85
130 135 134 127 130 138 149 151 146 147 150 148 144 146 150 143 137 129 126 125 134
118 123 124 116 119 122 114 105 106 108 97
88
84
83
86
152 155 151 148 150 147 140 141 152 147 137 127 124 126 132
104 107 115 119 114 99
86
82
87
135 136 148 152 148 132 124 128 135
79
88
126 130
96 109 103 97 103 106
120 120 122 121 123 126 137 143 138 136 137 139
common pixels citra utama
123 127 129 127 127 134 143 147 150 143 148 147 147 149 147 141 134 131
common pixels citra pengisi
2) Tentukan lebar window (dimulai dari 3x3, 5x5, 7x7, dst) di sekitar piksel sampai didapatkan jumlah common pixels mendekati 50% dari jumlah total piksel window.
36 91
87
87
84
85
84
92
97 109 121 122 111 96
85
83
83
85
99 105 115 111 102 89
84
84
85
84
85
84
87
13x13 11x11 9x9 7x7 5x5 3x3 78
79
79
79
81
80
81
84
82
82
83
84
92
91
87
82
89 104 118 118 111 110 113 115 116 112 105 92
96 106 97
89
85
94 113 120 121 117 117 120 115 112 109 105 96
87
83
82
85
118 123 124 116 119 122 114 105 106 108 97
88
84
83
86
104 107 115 119 114 99
86
96 109 103 97 103 106 87
82
87
79
88
Berdasarkan gambar di atas didapatkan: Σ total piksel 9 25 49
Σ Common Pixels 3 9 19
% Common Pixels 33,33% 36,00% 38,78%
9x9
81
33
40,74%
11x11 13x13
121 169
43 51
35,54% 30,18%
Window Size 3x3 5x5 7x7
Karena ukuran window 9x9 memiliki nilai % common pixels mendekati 50% maka ukuran window ini akan digunakan dalam proses selanjutnya. 3) Hitung nilai rata-rata (µ) dan standar deviasi (σ) dari common pixels ukuran window 9x9 pada masing-masing citra utama dan citra pengisi.
96 109 103 97 103 106
137 143 138 136 137 139
104 118 118 111 110 113 115 116 112
143 147 150 143 148 147 147 149 147
113 120 121 117 117 120 115 112 109
149 151 146 147 150 148 144 146 150
118 123 124 116 119 122 114 105 106
152 155 151 148 150 147 140 141 152
common pixels citra utama (9x9)
common pixels citra pengisi (9x9)
μutama =112,7879 σutama =7,2187
μpengisi =146 σpengisi =4,9054
4) Hitung nilai gain dan bias.
7,2187 =1,4716 4,9054 Jika gain yang didapatkan < 13 atau > 3 maka digunakan gain = 1. Oleh karena 1 < 1,4716 < 3 maka nilai gain ini akan tetap digunakan. 3 gain=
bias=112,7879-146(1,4716)=-102,0657 5) Hitung nilai gap piksel . nilai gap piksel=135(1,4716)+(-102,0657)=96,6003≈97
37 Lampiran 5 Contoh perhitungan nilai koefisien atenuasi (digunakan data citra 8 Juli 2013) Piksel ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
Koordinat data survei Easting Northing 675120 9366100 675630 9366160 675780 9366370 675990 9366160 676260 9366220 676440 9366580 676230 9366520 676200 9366490 676170 9366520 675990 9366460 676140 9366610 676200 9366640 676290 9366670 676440 9366670 676500 9366730 676590 9366700 676680 9366670 676800 9366670 676950 9366700 677040 9366940 677130 9366760 678030 9367150 678120 9367450 677220 9367780 677250 9367780 677280 9367690 677280 9367660 677250 9367660 677220 9367660 677160 9367600 677190 9367540 677220 9367390 677340 9367480 677520 9367420 677490 9367540 677400 9367540 677400 9367600 677490 9367660 677880 9367540 677880 9367330 677850 9367090 677850 9367060 677850 9367030 677820 9367060 677550 9366880 677490 9366850 677460 9366880 677430 9366910 677460 9366970 677430 9366970 677400 9367030
DN B2 10703 12300 12234 11045 10617 11346 10953 11033 11263 10969 11843 10910 10428 11629 11466 11303 10585 11211 11683 10779 11677 12958 12630 12029 12194 12993 12688 12847 12866 12976 12792 11280 12243 11739 11877 12099 13211 12580 12704 12010 13043 12854 12634 12908 12850 12915 12632 12979 12718 12689 12369
B3 9273 11988 11979 9700 8976 9981 9522 9640 9952 9760 11052 9580 8900 10712 10142 9958 8984 9846 11021 9114 10668 13288 12724 11798 11975 13093 12764 12996 12919 13015 12824 10056 11885 10923 10667 11644 13415 12385 12889 11923 13256 13046 12697 13240 12889 12930 12832 13125 12772 12956 12420
ln (DN) B2 B3 9,2783 9,1349 9,4174 9,3917 9,412 9,3909 9,3097 9,1799 9,2702 9,1023 9,3366 9,2084 9,3014 9,1614 9,3086 9,1737 9,3293 9,2055 9,3028 9,186 9,3795 9,3104 9,2974 9,1674 9,2522 9,0938 9,3613 9,2791 9,3471 9,2244 9,3328 9,2061 9,2672 9,1032 9,3247 9,1948 9,3659 9,3076 9,2854 9,1176 9,3654 9,275 9,4695 9,4946 9,4438 9,4512 9,3951 9,3757 9,4087 9,3906 9,4722 9,4798 9,4484 9,4544 9,4609 9,4724 9,4623 9,4665 9,4709 9,4739 9,4566 9,4591 9,3308 9,2159 9,4127 9,383 9,3707 9,2986 9,3824 9,2749 9,4009 9,3625 9,4888 9,5041 9,4399 9,4242 9,4497 9,4641 9,3935 9,3862 9,476 9,4922 9,4614 9,4762 9,4441 9,4491 9,4656 9,491 9,4611 9,4641 9,4661 9,4673 9,444 9,4597 9,4711 9,4823 9,4508 9,455 9,4485 9,4693 9,4229 9,4271
52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101
677460 677490 677520 677550 677580 677610 677580 677490 677460 677460 677430 676680 676650 676530 676110 675870 675840 675720 675780 675900 675510 675270 675330 675330 675330 675570 675450 675300 675240 675240 675150 675150 675060 674940 674940 674880 674700 674700 674730 674700 674730 674460 674430 674400 674550 674550 673890 673800 673740 673740
9367000 9367000 9367000 9367000 9366970 9367000 9367000 9367030 9367150 9367180 9367150 9366820 9367480 9367450 9367390 9367270 9367270 9367210 9367120 9367150 9366460 9366790 9366790 9366820 9366850 9367090 9367060 9367090 9366940 9366850 9366820 9366850 9366880 9366940 9366910 9366670 9366790 9366820 9366850 9366880 9366940 9366970 9366970 9366790 9366640 9366610 9366730 9366610 9366460 9366400
13147 12871 12578 12944 13047 13181 13272 13338 11986 11465 10924 9644 11029 11113 11887 13114 13662 13413 9709 9626 10718 10921 10640 10822 11192 9596 9851 12000 9913 10102 10977 10716 11732 11857 11987 10552 10668 10825 11157 11920 11889 11203 11409 8872 9172 8905 10817 11407 13135 13370
9,4678 9,4592 9,4479 9,4581 9,4689 9,4637 9,4673 9,481 9,4117 9,4022 9,3554 9,3047 9,3722 9,3631 9,408 9,4777 9,5014 9,4858 9,3213 9,2939 9,3497 9,3537 9,3609 9,3691 9,3788 9,3072 9,3212 9,4165 9,3361 9,3393 9,364 9,3628 9,4039 9,4012 9,4115 9,3379 9,361 9,3699 9,3915 9,4147 9,419 9,4026 9,3996 9,2478 9,2627 9,2472 9,3728 9,3542 9,458 9,4598
Sumber: Data citra dan survei lapang
Perhitungan: var lnb2 =0,0044 var lnb3 =0,0156 covar lnb2b3 =0,0081 a=
12937 12826 12681 12812 12951 12883 12930 13108 12231 12115 11561 10990 11757 11651 12185 13065 13379 13171 11174 10872 11495 11542 11625 11721 11835 11017 11172 12289 11340 11376 11661 11647 12136 12103 12228 11360 11626 11730 11986 12267 12320 12120 12083 10382 10538 10375 11764 11547 12810 12833
0,0044-0,0156 =-0,6984 2×0,0081
ki⁄ =-0,6984+√-0,69842 +1=0,521 kj
9,4839 9,4627 9,4397 9,4684 9,4763 9,4865 9,4934 9,4984 9,3915 9,3471 9,2987 9,1741 9,3083 9,3159 9,3832 9,4814 9,5224 9,504 9,1808 9,1722 9,2797 9,2984 9,2724 9,2893 9,323 9,1691 9,1953 9,3927 9,2016 9,2205 9,3036 9,2795 9,3701 9,3807 9,3916 9,2641 9,275 9,2896 9,3198 9,386 9,3834 9,3239 9,3422 9,0907 9,1239 9,0944 9,2889 9,342 9,483 9,5008
38 Lampiran 6 Histogram frekuensi hasil transformasi Lyzenga Landsat-7
Landsat-8
29 Mei 2013
8 Juli 2013
1 Agustus 2013
25 Agustus 2013
18 September 2013
10 September 2013
39 Lampiran 7 Contoh perhitungan akurasi klasifikasi (digunakan matriks klasifikasi 8 Juli 2013) Data referensi Data klasifikasi citra
Karang hidup
Karang hidup
3
Karang mati 18
Karang mati
5
47
Pasir
1
11
Lamun
0
Total
9
Pasir
Lamun
Total
Komisi
9
0
30
27
26
0
78
31
70
17
99
29
5
24
15
44
29
81
129
32
251
116
116
Omisi
6
34
59
17
Producer accuracy (%)
33,33
58,02
54,26
46,88
User accuracy (%)
10,00
60,26
70,71
34,09
Overall accuracy (%)
53,78
Error (%)
46,22
Koefisien Kappa
0,31
1) Contoh perhitungan kategori karang hidup Total data referensi kategori karang hidup=3+5+1+0=9 Total data citra kategori karang hidup=3+18+9+0=30 Komisi karang hidup=30-3=27 Omisi karang hidup=9-3=6 3 Producer accuracy karang hidup= ×100%=33,33% 9 User accuracy karang hidup=
3 ×100%=10,00% 30
2) Contoh perhitungan overall accuracy, error, dan koefisien Kappa Overall accuracy karang hidup= Error= Koefisien Kappa=
3+47+70+15 ×100%=53,78% 251
251-(3+47+70+15) ×100%=46,22% 251
(251(3+47+70+15))-((30×9)+(78×81)+(99×129)+(44×32)) 2512 -((30×9)+(78×81)+(99×129)+(44×32))
=0,31
40 Lampiran 8 Matriks klasifikasi L7 akuisisi 29 Mei 2013
L8 akuisisi 8 Juli 2013 Referensi
Citra
KH
KM
P
KH
2
16
7
KM
6
51
27
P
1
12
L Total
9
L
Referensi Total
Komisi
Citra
KH
KM
P
Total
Komisi
25
23
KH
3
18
9
30
27
2
86
35
KM
5
47
26
78
31
61
13
87
26
P
1
11
70
17
99
29
2
34
17
53
36
L
5
24
15
44
29
81
129
32
251
120
Total
81
129
32
251
116
120
116
9
L
Omisi
7
30
68
15
Omisi
6
34
59
17
PA (%)
22,22
62,96
47,29
53,13
PA (%)
33,33
58,02
54,26
46,88
UA (%)
8,00
59,30
70,11
32,08
UA (%)
10,00
60,26
70,71
34,09
OA (%)
52,19
OA (%)
53,78
Er (%)
47,81
Er (%)
46,22
Kappa
0,30
Kappa
0,31
L7 akuisisi 1 Agustus 2013
L8 akuisisi 25 Agustus 2013 Referensi
Citra
KH
KM
P
KH
2
20
10
KM
7
46
23
P
10
L
L
Referensi Total
Komisi
Citra
KH
KM
P
Total
Komisi
32
30
KH
3
15
9
27
24
1
77
31
KM
5
48
33
86
38
73
11
94
21
P
1
13
65
18
97
32
5
23
20
48
28
L
5
22
14
41
27
110
Total
9
81
129
32
251
121
Omisi
6
33
64
18
121
Total
9
81
129
32
251
Omisi
7
35
56
12
110
L
PA (%)
22,22
56,79
56,59
62,50
PA (%)
33,33
59,26
50,39
43,75
UA (%)
6,25
59,74
77,66
41,67
UA (%)
11,11
55,81
67,01
34,15
OA (%)
56,18
OA (%)
51,79
Er (%)
43,82
Er (%)
48,21
Kappa
0,36
Kappa
0,28
L7 akuisisi 18 September 2013
L8 akuisisi 10 September 2013 Referensi
Citra
KH
KM
P
KH
2
16
KM
7
L
Referensi Total
Komisi
Citra
KH
KM
P
Total
Komisi
6
24
22
KH
3
16
8
27
24
51
27
85
34
KM
5
49
26
80
31
P
12
69
11
92
23
P
1
13
74
19
107
33
L
2
27
21
50
29
L
3
21
13
37
24
108
Total
9
81
129
32
251
112
Omisi
6
32
55
19
112
Total
9
81
129
32
251
Omisi
7
30
60
11
108
L
PA (%)
22,22
62,96
53,49
65,63
PA (%)
33,33
60,49
57,36
40,63
UA (%)
8,33
60,00
75,00
42,00
UA (%)
11,11
61,25
69,16
35,14
OA (%)
56,97
OA (%)
55,38
Er (%)
43,03
Er (%)
44,62
Kappa
0,36
Kappa
0,32
Keterangan: Landsat-7 (L7), Landsat-8 (L8), Karang Hidup (KH), Karang Mati (KM), Pasir (P), Lamun (L), Producer Accuracy (PA), User Accuracy (UA), Overall Accuracy (OA), Error (Er), Koefisien Kappa (Kappa)
41 Lampiran 9 Hasil uji-t sampel bebas (overall accuracy dan koefisien Kappa) Group Statistics Satelit Overall accuracy
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Landsat-7 3 55.1129 Landsat-8 3 53.6521
2.56139 1.79651
1.47882 1.03722
Independent Samples Test t-test for Equality of Means
Levene's Test for Equality of Variances F Equal variances Overall assumed accuracy Equal variances not assumed
.839
t
df
95% Confidence Interval of the Difference
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
Sig. .411 .809
4
Lower
Upper
.464
1.46082
1.80630
-3.55428
6.47593
.809 3.584 .469
1.46082
1.80630
-3.79219
6.71384
Group Statistics Satelit Koefisien Kappa
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Landsat-7 3 33.8005 Landsat-8 3 30.2030
3.49876 2.26804
2.02001 1.30945
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Equal variances 1.294 Koefisien assumed Kappa Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. .319 1.494
4
Sig. Mean Std. Error (2Difference Difference tailed)
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
.209
3.59753
2.40730
-3.08621 10.28127
1.494 3.429 .221
3.59753
2.40730
-3.54928 10.74435
42 Lampiran 10 Contoh perhitungan uji-z antara matriks klasifikasi Landsat-7 akuisisi 29 Mei 2013 (atas) dan Landsat-8 akuisisi 8 Juli 2013 (bawah) Matriks klasifikasi A Data referensi Karang Pasir mati 16 7
Data klasifikasi citra
Karang hidup
Karang hidup
2
Karang mati
6
51
Pasir
1
Lamun Total
Lamun
Total
0
25
27
2
86
12
61
13
87
0
2
34
17
53
9
81
129
32
251
Matriks klasifikasi B Data referensi Karang Pasir mati 18 9
Data klasifikasi citra
Karang hidup
Karang hidup
3
Karang mati
5
47
0
Tota l 30
26
0
78
Lamun
Pasir
1
11
70
17
99
Lamun
0
5
24
15
44
Total
9
81
129
32
251
1) Perhitungan matriks klasifikasi A k_hat=
(251(2+51+61+17))-((25×9)+(86×81)+(87×129)+(53×32)) 2512 -((25×9)+(86×81)+(87×129)+(53×32)) po = pc = a1 =
=0,29775
2+51+61+17 =0,52191 251
((25×9)+(86×81)+(87×129)+(53×32)) 2512
=0,31920
(2(25+9)+51(86+81)+61(87+129)+17(53+32)) 2512
=0,36834
2(25+9)2 +16(25+81)2 +7(25+129)2 +0(25+32)2 + 1 6(86+9)2 +51(86+81)2 +27(86+129)2 +2(86+32)2 + a2 = =0,49095 3 251 1(87+9)2 +12(87+81)2 +61(87+129)2 +13(87+32)2 + 2 2 2 2 ( 0(53+9) +2(53+81) +34(53+129) +17(53+32) ) var_k=
1 0,52191(1-0,52191) 2(1-0,52191)(2×0,52191×0,31920-0,36834) (1-0,52191) 2 (0,49095-4×0,319202 ) ( + + ) =0,00207 (1-0,31920) 2 (1-0,31920) 3 (1-0,31920)4 251
2) Perhitungan matriks klasifikasi B k_hat=
(251(3+47+70+15))-((30×9)+(78×81)+(99×129)+(44×32)) 2512 -((30×9)+(78×81)+(99×129)+(44×32)) po =
3+47+70+15 =0,53785 251
=0,31060
43 pc = a1 =
((30×9)+(78×81)+(99×129)+(44×32)) 2512
=0,32963
(3(30+9)+47(78+81)+70(99+129)+15(44+32)) 2512
=0,39190
3(30+9)2 +18(30+81)2 +9(30+129)2 +0(30+32)2 + 1 5(78+9)2 +47(78+81)2 +26(78+129)2 +0(78+32)2 + a2 = =0,50437 3 251 1(99+9)2 +11(99+81)2 +70(99+129)2 +17(99+32)2 + 2 2 2 2 ( 0(44+9) +5(44+81) +24(44+129) +15(44+32) ) var_k=
1 0,53785(1-0,53785) 2(1-0,53785)(2×0,53785×0,32963-0,39190) (1-0,53785)2 (0,50437-4×0,329632 ) ( + + ) =0,00204 (1-0,32963)2 (1-0,32963)3 (1-0,32963)4 251
3) Perhitungan z-skor zAB =
|0,29775-0,31060| √0,00207+0,00204
=0,200
4) Pengambilan keputusan Oleh karena 0,200 < 1,96 maka H0 diterima bahwa koefisien Kappa Landsat-7 ETM+ SLC-Off akuisisi 29 Mei 2013 tidak berbeda nyata terhadap koefisien Kappa Landsat-8 akuisisi 8 Juli 2013. Hal ini mengindikasikan bahwa citra satelit Landsat-7 SLC-Off akuisisi 29 Mei 2013 masih dapat untuk digunakan dalam pemetaan habitat perairan dangkal.
44 Lampiran 11 Tutorial pengolahan data Pengolahan Data Survei Lapang 1) Download koordinat data hasil survei lapang dari GPS Garmin eTrex model Yellow H menggunakan MapSource 6.13.7. Langkah-langkahnya yaitu: nyalakan kemudian hubungkan perangkat GPS Garmin eTrex model Yellow H ke port USB Laptop → buka MapSource 6.13.7 → klik tab Transfer → Receive From Device… → pada bagian What To Receive unceklis semua kecuali Waypoints → klik Receive → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal data_survey.mps) → pada Save as type: pilih MPS Files (*.mps) → Save 2) Konversi data_survey.mps ke format *.txt menggunakan GPSBabel 1.4.4. Langkah-langkahnya yaitu: buka GPSBabel 1.4.4 → pada bagian Input pilih File → pada bagian Format pilih Garmin MapSource - mps → klik File Name(s) → browse file data_survey.mps → Open → pada bagian Translation Options unceklis semua kecuali Waypoints → pada bagian Output pilih File → pada bagian Format pilih Garmin MapSource - txt (tab delimited) → klik File Name → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal data_survey.txt) → Save → klik Apply
data_survey.txt
3) Edit data_survey.txt menggunakan Microsoft Excel 2013. Langkah-langkahnya yaitu: buka file data_survey.txt menggunakan Microsoft Excel 2013 → lakukan pengeditan sehingga hanya tersisa tiga kolom yaitu Longitude (x), Latitude (y), dan Jenis Substrat (class_id) → klik tab File → Save As → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal data_survey_edit.txt) → pada Save as type: pilih Text (Tab delimited) → Save → Yes Hasil pengeditan Position pada file data_survey.txt ke format decimal degree. Dipisahkan menggunakan menu Text to Columns pada Excel
Hasil pengeditan Name pada file data_survey.txt. Jenis tutupan substratnya diketahui berdasarkan pencatatan selama survei lapang
data_survey_edit.txt
4) Pisahkan 101 data point substrat pasir terendam yang bersumber dari data_survey_edit.txt menggunakan Microsoft Excel 2013. Langkah-langkahnya yaitu: buka file data_survey_edit.txt menggunakan Microsoft Excel 2013 → filter hanya substrat pasir (meskipun terdapat 129 data pasir namun dalam penelitian ini hanya akan digunakan 101 data saja) →
45 klik tab File → Save As → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 101_data_pasir.txt) → pada Save as type: pilih Text (Tab delimited) → Save → Yes
101_data_pasir.txt
Pembuatan Bandmasking (A) Masking darat 1) Download citra Google Earth untuk daerah penelitian yaitu P.Semak Daun, P.Karya, Gs.Pramuka, dan P.Panggang. Langkah-langkahnya yaitu: buka Google Earth 7.1.2.2041 → klik tab Tools → Options… → pada jendela Google Earth Options klik tab 3D View → pada bagian Show Lat/Long pilih Decimal Degrees → OK → zoom daratan P.Semak Daun → tekan huruf “R” pada keyboard → klik tab View → ceklis Historical Imagery → geser timeline ke tanggal 12/11/2009 → klik → geser pin ke sudut kiri atas → pada kolom Name: misal ketik A → catat nilai Latitude dan Longitude-nya → OK → buat sebanyak 4 pin yaitu sudut kiri atas (A) sudut kanan atas (B), sudut kanan bawah (C), dan sudut kiri bawah (D) → klik tab File → Save → Save Image… → pada bagian Map Options unceklis Title and Description, Legend, Scale, dan Compass → pada Resolution: Current (1116x642) pilih Maximum (4800x2761) → klik Save Image… → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal P.Semak Daun.jpg) → Save → lakukan hal yang sama untuk P.Karya, Gs.Pramuka, dan P.Panggang
P.Karya.jpg
P.Semak Daun.jpg
P.Panggang.jpg
Gs.Pramuka.jpg
Hasil download citra Google Earth
46 2) Registrasi citra Google Earth menggunakan Global Mapper 13. Langkah-langkahnya yaitu: buka Global Mapper 13 → klik Open Your Own Data Files → browse P.Semak Daun.jpg → Yes → OK → pada Entire Image zoom pin A → pada Zoomed View (Click for Pixel Coordinates) klik ujung pin A → masukkan longitute dan latitude pin A masing-masing pada kolom X/Easting/Lon dan Y/Northing/Lat → klik Add Point to List → beri nama A → OK → lakukan hal yang sama untuk pin B, C, dan D → OK → OK → klik tab File → Export Raster/Image Format… → pilih GeoTIFF → OK → OK → klik tab GeoTIFF Options → pada bagian File Type pilih 24 bit RGB (Full Color, May Create Large Files) → OK → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal P.Semak Daun_teregistrasi.TIF) → Save → lakukan hal yang sama untuk P.Karya, Gs.Pramuka, dan P.Panggang 3) Digitasi citra Google Earth hasil registrasi menggunakan ArcGIS 9.3. Langkah-langkahnya yaitu: buka ArcGIS 9.3 → klik tab Tools → ArcCatalog → pada jendela ArcCatalog browse P.Semak Daun_teregistrasi.TIF dan drag ke bagian Layers ArcMap → No → kembali ke ArcCatalog → klik kanan → New → Shapefile… → pada kolom Name (misal ketik semak_daun_shape) → pada kolom Feature Type (pilih Polygon) → pada Spatial Reference klik Edit → klik Select… → Geographic Coordinate Systems → World → pilih WGS 1984.prj → Add → OK → OK → drag file semak_daun_shape ke bagian Layers ArcMap → pada jendela ArcMap klik
→ Editor → Start Editing → pada kolom Target pilih
semak_daun_shapefile → klik
→ lakukan digitasi dan setelah selesai klik kanan dan pilih Finish Sketch… → klik Editor → Stop Editing → Yes → lakukan hal yang sama untuk P.Karya, Gs.Pramuka, dan P.Panggang
P.Semak Daun (semak_daun_shape.shp)
P.Karya (karya_shape.shp)
Gs.Pramuka (gs_pramuka_shape.shp)
P.Panggang (panggang_shape.shp)
Hasil digitasi citra Google Earth 4) Gabung hasil-hasil digitasi sebelumnya ke dalam satu file menggunakan ArcGIS 9.3. Langkah-langkahnya yaitu: buka ArcGIS 9.3 → klik Tools → Overlay → Union → pada Input Features klik
→ pilih Analysis → browse dan
47 sorot semua file hasil digitasi (semak_daun_shape.shp, karya_shape.shp, gs_pramuka_shape.shp, dan panggang_shape.shp) → Add → pada Output Feature Class klik → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal gabungan.shp) → Save → OK → Close
Hasil penggabungan digitasi daratan (gabungan.shp) 5) Rasterisasi hasil gabungan tersebut dengan cell size 30 (disesuaikan dengan resolusi spasial citra Landsat yaitu 30 m) menggunakan ArcGIS 9.3. Langkah-langkahnya yaitu: buka ArcGIS 9.3 → klik → pilih Conversion Tools → To Raster → Feature To Raster → pada Input features klik
→ browse file gabungan.shp → Add → pada Field pilih Id → pada
Output raster klik → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal gab_raster) → Save → klik Environtments… → klik General Settings → pada Output Coordinate System sorot ke bawah dan pilih As Specified Below → klik → klik Select… → Projected Coordinate Systems → UTM → WGS 1984 → pilih WGS 1984 UTM Zone 48S.prj → Add → OK → pada bagian Extent sorot ke bawah dan pilih As Specified Below → isi nilai 9368125 (Top), 679035 (Right), 9365335 (Bottom), dan 672465 (Left) → OK → pada Output cell size (optional) ketik 30 → OK → Close
Hasil rasterisasi file gabungan.shp yang disesuaikan dengan lokasi penelitian 6) Konversi file hasil rasterisasi ke format *.TIF menggunakan Global Mapper 13. Langkah-langkahnya yaitu: buka Global Mapper 13 → klik Open Your Own Data Files → browse file w001001.adf yang ada pada folder gab_raster
48 → Open → klik tab View → Background Color… → pada bagian Basic colors: pilih warna putih → OK → klik tab File → Export Raster/Image Format… → pilih GeoTIFF → OK → OK → pada File Type tab GeoTIFF Options pilih Black and White (1 bit per pixel) → pada Palette pilih Grayscale - Min is White → OK → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal mask_darat.TIF) → Save
band masking darat (mask_darat.TIF) (B) Masking perairan dalam 1) Lakukan penggabungan (stacking) band 2 (band biru) dan band 3 (band hijau) citra Landsat-8 akuisisi 8 Juli 2013 ke dalam satu file menggunakan ENVI 5.0. Langkah-langkahnya yaitu: buka ENVI 5.0→ klik tab Basic Tools → Layer Stacking → klik Import File... → klik Open → New File... → browse dan sorot file 8jul2013_band2.TIF dan 8jul2013_band3.TIF → Open → sorot file 8jul2013_band2.TIF dan 8jul2013_band3.TIF → OK → klik Reorder Files… → pada jendela Reorder Files posisikan (dengan cara men-drag) 8jul2013_band2.TIF ke urutan 1 dan 8jul2013_band3.TIF ke urutan 2 → OK → klik Choose → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8j_b2b3) → Open → OK
Hasil stacking band 2 dan band 3 (8j_b2b3.hdr) 2) Lakukan pemotongan (cropping) hasil stacking sebelumnya sesuai batas koordinat lokasi penelitian menggunakan ENVI 5.0. Langkah-langkahnya yaitu: buka ENVI 5.0→ klik tab Basic Tools → Resize Data (Spatial/Spectral) → klik Open → New File... → browse file 8j_b2b3 → Open → klik Spatial Subset → klik Map → pada bagian Upper Left Coordinate isi nilai 672465 (kolom E) dan 9368125 (kolom N) → pada bagian Lower Right Coordinate isi nilai 679005 (kolom E) dan 9365365 (kolom N) → OK → OK → OK → klik Choose → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8j_b2b3_cr) → Open → OK
49
Hasil cropping file 8j_b2b3.hdr (8j_b2b3_cr.hdr) 3) Konversi hasil cropping sebelumnya ke dalam format *.ers menggunakan ENVI 5.0. Langkah-langkahnya yaitu: buka ENVI 5.0 → klik tab File → Save File As → ER Mapper → klik Open → New File... → browse file 8j_b2b3_cr → Open → OK → klik Choose → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8j_b2b3_cr_erm) → Open → OK band 2 band 3
Hasil konversi file 8j_b2b3_cr.hdr ke format *.ers (8j_b2b3_cr_erm.ers) 4) Lakukan perhitungan nilai koefisien atenuasi menggunakan 101 data point substrat pasir terendam menggunakan Microsoft Excel 2013. Langkah-langkahnya yaitu: buka file 101_data_pasir.txt sebelumnya menggunakan Microsoft Excel 2013 → catat nilai DN (digital number) band 2 dan band 3 pada posisi koordinat yang mendekati posisi koordinat substrat pasir terendam → lakukan perhitungan koefisien atenuasi (ki/kj) seperti pada Lampiran 5 sehingga didapatkan nilai ki/kj = 0.521 5) Lakukan transformasi Lyzenga menggunakan ER Mapper 7. Langkah-langkahnya yaitu: buka ER Mapper 7 → klik
→ pada jendela
Algorithm klik → browse file 8j_b2b3_cr_erm.ers → OK → klik → masukkan formula log(i1)-0.521*log(i2) → klik Apply changes → pada INPUT1: pilih B2: dan pada INPUT2: pilih B1: → pada jendela ER Mapper klik tab File → Save As… → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal lyz_mask) → pada bagian File of Type: pilih ER Mapper Virtual Dataset (.ers) → OK → Yes
Hasil transformasi Lyzenga (lyz_mask.ers)
50 6) Lakukan masking perairan dalam menggunakan ER Mapper 7. Langkah-langkahnya yaitu: buka ER Mapper 7 → klik
→ pada jendela
→ browse file lyz_mask.ers → OK → klik → Algorithm klik masukkan formula if i1<4.232149 then i1*0 else 255 (nilai 4,232149 merupakan nilai perkiraan batas antara perairan dalam dan perairan dangkal) → klik Apply changes → pada jendela ER Mapper klik tab File → Save As… → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal mask_perairan_dalam) → pada bagian File of Type: pilih GeoTIFF/TIFF (.tif, .tiff) → OK → pada Output Type: pilih MultiLayer → pada Data Type: pilih Unsigned8BitInteger → pada Null Value: ketik 0 → OK → OK
band masking perairan dalam (mask_perairan_dalam.TIF) Pengisian Gap Citra Landsat-7 SLC-Off
posisi gap 29mei2013_band1.TIF (citra utama)
posisi gap 18sept2013_band1.TIF (citra pengisi)
overlay posisi gap* 29mei2013_band1.TIF dan 18sept2013_band1.TIF
hasil pengisian gap 29mei2013_band1_gapfill.TIF
posisi gap 29mei2013_band2.TIF (citra utama)
posisi gap 18sept2013_band2.TIF (citra pengisi)
overlay posisi gap* 29mei2013_band2.TIF dan 18sept2013_band2.TIF
hasil pengisian gap 29mei2013_band2_gapfill.TIF
band 1 atau band biru
band 2 atau band hijau
Ket: *Layer Merah merupakan Layer Citra Utama sedangkan Layer Biru merupakan Layer Citra Pengisi Ilustrasi pengisian gap band 1 dan band 2 citra akuisisi 29 Mei 2013 dengan menggunakan citra pengisi akuisisi 18 September 2013
51 Pengisian gap citra Landsat-7 SLC-Off menggunakan frame_and_fill_win32. 1) Langkah-langkahnya yaitu: buat sebuah folder (misal gapfill) yang di dalamnya berisi folder anchor dan fill_scene_1 → folder anchor berisi 29mei2013_band1.TIF atau band biru citra utama (rename menjadi L71145039_03920081124_B10.TIF) dan 29mei2013_band2.TIF atau band hijau citra utama (rename menjadi L71145039_03920081124_B20.TIF) → folder fill_scene_1 berisi 18sept2013_band1.TIF atau band biru citra pengisi (rename menjadi L71145039_03920081124_B10.TIF) dan 18sept2013_band2.TIF atau band hijau citra pengisi (rename menjadi L71145039_03920081124_B20.TIF)
29mei2013_band1.TIF 29mei2013_band2.TIF
18sept2013_band1.TIF 18sept2013_band2.TIF
2) Buka frame_and_fill_win32.exe → klik frame_and_fill_win32 → klik Click To Continue → klik REFRAME SLC-OFF → pada bagian DIRECTORY PATH TO SCENE FOLDER? ketik lokasi folder gapfill (misal D:\Tutorial\gapfill\) → klik SUBMIT → OK
3
1
4 2
5 6 7
52 3) Kembali buka frame_and_fill_win32.exe → klik frame_and_fill_win32 → klik Click To Continue → klik GAP FILL SLC-OFF → pada bagian DIRECTORY PATH TO SCENE FOLDER? ketik lokasi folder gapfill (misal D:\Tutorial\gapfill\) → klik Band 1→ klik Band 2 → klik SUBMIT → setelah proses pengisian gap selesai klik DONE
2
1 3 4
6
5
4) Hasil
pengisian
gap
terdapat
pada folder anchor yaitu L71145039_03920081124_B10_reg_filled.TIF (band 1 atau band biru) dan L71145039_03920081124_B20_reg_filled.TIF (band 2 atau band hijau)
29mei2013_band1_gapfill.TIF 29mei2013_band2_gapfill.TIF
5) Lakukan tahapan yang sama (tahapan 1-4) untuk pengisian gap citra akuisisi 1 Agustus 2013 dan 18 September 2013 Pengolahan Citra Landsat 1) Lakukan penggabungan (stacking) band biru dan band hijau ke dalam satu file menggunakan ENVI 5.0. Langkah-langkahnya yaitu: buka ENVI 5.0→ klik tab Basic Tools → Layer Stacking → klik Import File... → klik Open → New File... → browse dan sorot file 8jul2013_band2.TIF dan 8jul2013_band3.TIF → Open → sorot file 8jul2013_band2.TIF dan 8jul2013_band3.TIF → OK → klik Reorder Files… → pada jendela Reorder Files posisikan (dengan cara men-drag) 8jul2013_band2.TIF ke urutan 1 dan 8jul2013_band3.TIF ke urutan 2 → OK → klik Choose → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8j_b2b3) → Open → OK
53
Hasil stacking band 2 dan band 3 (8j_b2b3.hdr) 2) Lakukan pemotongan (cropping) hasil stacking sebelumnya sesuai batas koordinat lokasi penelitian menggunakan ENVI 5.0. Langkah-langkahnya yaitu: buka ENVI 5.0→ klik tab Basic Tools → Resize Data (Spatial/Spectral) → klik Open → New File... → browse file 8j_b2b3 → Open → klik Spatial Subset → klik Map → pada bagian Upper Left Coordinate isi nilai 672465 (kolom E) dan 9368125 (kolom N) → pada bagian Lower Right Coordinate isi nilai 679005 (kolom E) dan 9365365 (kolom N) → OK → OK → OK → klik Choose → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8j_b2b3_cr) → Open → OK
Hasil cropping file 8j_b2b3.hdr (8j_b2b3_cr.hdr) 3) Lakukan penggabungan (stacking) band biru dan band hijau hasil cropping sebelumnya dengan band masking darat dan band masking perairan dalam ke dalam satu file menggunakan ENVI 5.0. Langkah-langkahnya yaitu: buka ENVI 5.0→ klik tab Basic Tools → Layer Stacking → klik Import File... → klik Open → New File... → browse dan sorot file 8j_b2b3_cr, mask_darat.TIF, dan mask_perairan_dalam.TIF → Open → sorot file 8j_b2b3_cr, mask_darat.TIF, dan mask_perairan_dalam.TIF → OK → klik Reorder Files… → pada jendela Reorder Files posisikan (dengan cara mendrag) 8j_b2b3_cr ke urutan 1, mask_darat.TIF ke urutan 2, dan mask_perairan_dalam.TIF ke urutan 3 → OK → klik Choose → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8j_b2b3cr_mdpd) → Open → OK
Hasil stacking band 2 dan band 3 hasil cropping dengan band masking darat dan perairan dalam (8j_b2b3cr_mdpd.hdr) 4) Konversi hasil stacking poin 3 ke dalam format *.ers menggunakan ENVI 5.0. Langkah-langkahnya yaitu: buka ENVI 5.0 → klik tab File → Save File As → ER Mapper → klik Open → New File... → browse file 8j_b2b3cr_mdpd → Open
54 → OK → klik Choose → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8j_b2b3cr_mdpd_erm) → Open → OK band 2 band 3 band masking darat band masking perairan dalam
Hasil konversi file 8j_b2b3cr_mdpd.hdr ke format *.ers (8j_b2b3cr_mdpd_erm.ers) 5) Lakukan perhitungan nilai koefisien atenuasi menggunakan 101 data point substrat pasir terendam menggunakan Microsoft Excel 2013. Langkah-langkahnya yaitu: buka file 101_data_pasir.txt sebelumnya menggunakan Microsoft Excel 2013 → catat nilai DN (digital number) band 2 dan band 3 pada posisi koordinat yang mendekati posisi koordinat substrat pasir terendam → lakukan perhitungan koefisien atenuasi (ki/kj) seperti pada Lampiran 5 sehingga didapatkan nilai ki/kj = 0.521 6) Lakukan transformasi Lyzenga menggunakan ER Mapper 7. Langkah-langkahnya yaitu: buka ER Mapper 7 → klik
→ pada jendela
Algorithm klik → browse file 8j_b2b3cr_mdpd_erm.ers → OK → klik → masukkan formula IF i1=255 and i2=0 then log(i3)-0.521*log(i4) else null → klik Apply changes → pada INPUT1: pilih B4:, pada INPUT2: pilih B3: pada INPUT3: pilih B2:, dan pada INPUT4: pilih B1: → pada jendela ER Mapper klik tab File → Save As… → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz) → pada bagian File of Type: pilih ER Mapper Virtual Dataset (.ers) → OK → Yes
Hasil transformasi Lyzenga citra akuisisi 8 Juli 2013 setelah dimasking (8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz.ers) 7) Lakukan klasifikasi tak terselia (unsupervised classification) menggunakan ER Mapper 7. Langkah-langkahnya yaitu: buka ER Mapper 7 → klik tab Process → Classification → ISOCLASS Unsupervised Classification… → pada bagian Input Dataset: klik → browse file 8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz.ers → OK → pada bagian Output Dataset: klik → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz_unsup) → OK → misal dalam penelitian ini pada bagian Maximum number of classes: ketik 50; Minimum members in
55 a class (%): ketik 0.01; Maximum standard deviation: ketik 0.001; dan Min. distance beetwen class means: ketik 0.01 → Options yang lain dibiarkan default → OK → OK
Hasil klasifikasi unsupervised 50 kelas (8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz_unsup.ers) 8) Lakukan reclass hasil klasifikasi sebelumnya ke dalam empat kelas yaitu karang hidup, karang mati, pasir, dan lamun menggunakan ER Mapper 7. Langkah-langkahnya yaitu: buka ER Mapper 7 → klik tab Edit → Edit Class/Region Color and Name… → klik → browse file 8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz_unsup.ers → OK → misal dalam penelitian ini kelas 17 beri warna cyan untuk mewakili karang hidup; kelas 8-28 beri warna RGB0,128,0 untuk mewakili karang mati; kelas 29-35 dan 46-50 beri warna yellow untuk mewakili pasir; serta kelas 36-45 beri warna orange untuk mewakili lamun → klik Save → Yes → klik Close → pada jendela ER Mapper 7 → klik
→ pada jendela Algorithm klik → browse file 8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz_unsup.ers → OK → klik kanan pada bagian Pseudo Layer dan pilih Class Display → pada jendela ER Mapper klik tab File → Save As… → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz_unsup_rgb.ers) → pada bagian File of Type: pilih ER Mapper Raster Dataset (.ers) → OK → pada Output Type: pilih RGB → pada Null Value: ketik 0 → OK → OK
Hasil reclass 4 kelas hasil klasifikasi unsupervised (8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz_unsup_rgb.ers) 9) Export nilai RGB citra hasil reclass ke format *.txt menggunakan ER Mapper 7. Langkah-langkahnya yaitu: buka ER Mapper 7 → klik tab Utilities → Export Raster → XYZ ASCII grid with NULLS → Export → pada bagian Dataset to Export: klik → browse file 8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz_unsup_rgb.ers → OK →
56 pada bagian Export Path/Device Name: klik → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz_unsup_rgb.txt) → OK → ketik 0 → OK → OK
8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz_unsup_rgb.txt
10) Buat data_class.txt menggunakan Microsoft Excel 2013 yang akan digunakan dalam perhitungan matriks klasifikasi. Langkah-langkahnya yaitu: buka file 8j_b2b3cr_mdpd_erm_lyz_unsup_rgb.txt menggunakan Microsoft Excel 2013 → lakukan pengeditan sehingga didapatkan nilai longitude (x), latitude (y), dan id_class → klik tab File → Save As → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8jul2013_data_class) → pada bagian Save as type pilih Text (tab delimited) → Save → Yes
8jul2013_data_class.txt
11) Buat data_reference.txt menggunakan Microsoft Excel 2013 yang akan digunakan dalam perhitungan matriks klasifikasi. Langkah-langkahnya yaitu: buka file data_survey_edit.txt sebelumnya menggunakan Microsoft Excel 2013 → lakukan pengeditan untuk mengubah sehingga didapatkan nilai longitude (x), latitude (y), dan id_class → klik tab File → Save As → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (data_ reference) → pada bagian Save as type pilih Text (tab delimited) → Save → Yes
data_ reference.txt
12) Lakukan perhitungan akurasi menggunakan ArcGIS 9.3 dan Microsoft Excel 2013. Langkah-langkahnya yaitu: buka ArcGIS 9.3 → klik tab Tools → Add XY Data… → klik → browse file 8jul2013_data_class.txt → Add → klik Edit → klik Select… → Geographic Coordinate Systems → World → pilih WGS 1984.prj → Add → OK → OK → OK → klik → pilih Conversion Tools → To Raster → Feature To Raster → pada Input features sorot ke bawah dan klik 8jul2013_data_class.txt Events → pada Field pilih class_id → pada Output raster beri nama (misal 8jul2013_dc) → klik Environtments… → klik General Settings → pada Output Coordinate System sorot ke bawah dan pilih As Specified Below → klik → klik Select… → Projected Coordinate Systems → UTM → WGS 1984 → pilih WGS 1984 UTM Zone 48S.prj → Add → OK
57 → pada bagian Extent sorot ke bawah dan pilih As Specified Below → isi nilai 9368125 (Top), 679035 (Right), 9365335 (Bottom), dan 672465 (Left) → OK → pada Output cell size (optional) ketik 30 → OK → Close → klik tab Tools → Add XY Data… → klik → browse file data_reference.txt → Add → klik Edit → klik Select… → Geographic Coordinate Systems → World → pilih WGS 1984.prj → Add → OK → OK → OK → pada bagian ArcToolbox pilih Conversion Tools → To Raster → Feature To Raster → pada Input features sorot ke bawah dan klik data_reference.txt Events → pada Field pilih class_id → pada Output raster beri nama (misal data_ref) → klik Environtments… → klik General Settings → pada Output Coordinate System sorot ke bawah dan pilih As Specified Below → klik → klik Select… → Projected Coordinate Systems → UTM → WGS 1984 → pilih WGS 1984 UTM Zone 48S.prj → Add → OK → pada bagian Extent sorot ke bawah dan pilih As Specified Below → isi nilai 9368125 (Top), 679035 (Right), 9365335 (Bottom), dan 672465 (Left) → OK → pada Output cell size (optional) ketik 30 → OK → Close → pada bagian ArcToolbox pilih Spatial Analyst Tools → Local → Combine → pada bagian Input rasters sorot ke bawah → pilih data_ref dan 8jul2013_dc → pada Output raster klik → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal comb_ref_dc) → OK → Close → pada bagian TOC klik kanan comb_ref_dc →
Open Attribute Table → klik Options → Export… → klik → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal comb_ref_dc_text) → pada Save as type: pilih Text File → Save → OK → Yes → kembali ke jendela ArcMap → pada bagian ArcToolbox pilih Conversion Tools → To dBASE → Table to dBASE (multiple) → pada Input Table sorot ke bawah dan pilih comb_ref_dc_text.csv
→ pada Output Folder klik
→ tentukan folder
penyimpanan → Add → OK → Close → klik → browse file comb_ref_dc_text_csv.dbf → Add → pada bagian ArcToolbox pilih Data Management Tools → Table → Pivot Table → pada Input Table sorot ke bawah dan pilih comb_ref_dc_text_csv → pada Input Field(s) ceklis JUL2013_DC → pada Pivot Field sorot ke bawah dan pilih DATA_REF → pada Value Field sorot ke bawah dan pilih COUNT_ → pada Output Table klik → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal pivot_8jul2013) → Save → OK → pada bagian TOC klik kanan pivot_8jul2013 → Open → klik Options → Export… → klik → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8jul2013_matrix) → pada Save as type: pilih Text File → Save → OK → No → buka file 8jul2013_matrix.txt menggunakan Microsoft Excel 2013 → lakukan pengeditan sehingga membentuk matriks klasifikasi → lakukan perhitungan Total Kolom, Komisi, Total Baris, Omisi, Producer Accuracy, User Accuracy, Overall Accuracy, Error, dan Koefisien Kappa menggunakan formula pada Tabel 3 (contoh perhitungannya terdapat pada Lampiran 7) → klik tab File → Save As → tentukan lokasi penyimpanan dan beri nama (misal 8jul2013_matriks_klasifikasi.xlsx) → Save
58 Karang Hidup
Karang Mati
Lamun
Pasir
Karang Hidup Karang Mati Pasir Lamun
8jul2013_matrix.txt
8jul2013_matriks_klasifikasi.xlsx
13) Lakukan tahapan yang sama (tahapan 1-12) untuk pengolahan citra akuisisi yang lain (25 Agustus 2013, 10 September 20, 29 Mei 2013, 1 Agustus 2013, dan 18 September 2013) sehingga dihasilkan matriks klasifikasi seperti pada Lampiran 8. Uji Statistik (A) Uji-t sampel bebas (overall accuracy dan koefisien Kappa). 1) Uji-t sampel bebas dilakukan menggunakan SPSS Statistics 17.0. Langkah-langkahnya yaitu: buka SPSS Statistics 17.0 → klik Cancel → pada jendela Untitled1[Dataset0] klik Data View → masukkan nilai overall accuracy (OA) dan jenis satelitnya (1 mewakili Landsat-7 dan 2 mewakili Landsat-8) → klik Variable View → rename VAR00001 menjadi OA dan VAR00002 menjadi Satelit → klik tab Analyze → Compare Means → Independent-Samples T Test… → masukkan OA ke Test Variable (s): dan Satelit ke Grouping Variable → klik Define Groups… → pada Group 1: ketik 1 dan pada Group 2: ketik 2 → klik Options… → pada Confidence Interval: ketik 95 → Continue → Continue → OK
59
Landsat-7
3
Landsat-8
10 September 2013 25 Agustus 2013 8 Juli 2013 18 September 2013 1 Agustus 2013 29 Mei 2013
2
6 5
4
1
12 0 9
7 8
16
0
10 0
15 0
11 0 13 0
14 0
2) Lakukan hal yang sama untuk sampel Koefisien Kappa sehingga didapatkan hasil seperti pada Lampiran 9 (B) Uji-z Untuk uji-z dihitung secara manual dengan membandingkan matriks klasifikasi antar dua citra akuisisi berbeda. Contoh perhitungannya seperti pada Lampiran 10.
60
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Muna, Sulawesi Tenggara, 13 Juni 1988 dari Ayah La Ode Bolo A dan Ibu Wa Ode Sabai. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tongkuno, Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pemetaan Habitat Perairan Dangkal Karang Lebar, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan Citra Landsat-7 ETM+ SLC-Off dan Landsat-8 OLI”.