PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI GERAKAN TANAH Studi Kasus : DAERAH CIGADUNG DAN SEKITARNYA, KEC. BANTARGADUNG, KAB. SUKABUMI, PROV. JAWA BARAT.
Oleh : Efriyanti dan Bambang Sunarwan
Abstrak Secara administratif daerah pemetaan mencangkup Cigadung dan sekitarnya Kecamatan Bantargadung, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, dengan luas 8 km x 7 km. Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi, yakni : perbukitan lipat patahan, perbukitan endapan vulkanik, dan dataran aluvial sungai. Pola aliran sungai yang berkembang adalah pola aliran dendritik, pola aliran paralel, pola aliran trellis dengan tipe genetik subsekuen, konsekuen, dan obsekuen, stadia sungainya berada pada tahapan muda menuju dewasa. Satuan batuan dari tua ke muda di daerah penelitian terdiri atas : Satuan Batupasir Sisipan Breksi (Formasi Lengkong) umur Miosen Awal (N5-N8) di endapkan pada lingkungan darat-neritik tengah atau kisaran kedalaman (57-200) meter, memiliki sebaran bagian tenggara dan utara. Secara selaras di atasnya diendapkan Satuan Batulempung Selang-Seling Batupasir Sisipan Batugamping (Formasi Nyalindung) umur Miosen Tengah-Miosen Akhir (N9-N17) diendapkan pada lingkungan neritik tengah-neritik luar, kedalaman (40-200) meter, memiliki sebaran di badian selatan dan timurlaut. Pada kala Pliosen (N18-N20) terjadi aktivitas tektonik (Orogenesa Pliosen) terjadi perlipatan dan pensesaran terhadap batuan yang telah terbentuk sebelumnya, diikuti aktivitas vulkanik hingga Pleistosen (N21-N23) dan dihasilkan Satuan Breksi Gunungapi pada lingkungan pengendapan darat secara tidak selaras dan menutupi batuan lebih tua. Selanjutnya pada umur Resen diendapkan Satuan Endapan Aluvial Sungai, menutupi satuan di bawahnya dengan batas bidang erosi. Struktur geologi yang berkembang adalah kekar, perlipatan, dan sesar. Perlipatan terdiri atas antiklin Tugu, antiklin Cijarian, sinklin Cikareo, sinklin Cijarian, dan sinklin Tugu. Sesar yang berkembang adalah sesar mendatar menganan Cipanengah-Lio, sesar mendatar menganan Cipanengah-Tugu, sesar mendatar menganan Cicareuh, dan sesar naik Cigadung. Potensi gerakan tanah yang berkembang di daerah penelitian, yakni : jatuhan batuan (rock fall), aliran Debris (Debris flow), dan luncuran batuan (rock slide). Berdasarkan analisis dari faktor pendukung gerakan tanah dan nilai kemampuan yang dibobot (NKB), daerah penelitian di bagi menjadi 3 (tiga), yakni : potensi gerakan tanah tinggi, sedang/menengah, dan rendah. Secara umum daerah penelitian termasuk ke dalam daerah berpotensi gerakan tanah sedang/menengah. Kata-kata kunci : orogenesa, antiklin, sinklin, rock fall, Debris flow, rock slide, dan NKB.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
1
1. UMUM Daerah Cigadung, Kecamatan Bantargadung, Kabupaten Sukabumi dan sekitarnya sebagai daerah kajian dapat ditempuh sekitar (± 2,5) jam perjalanan dari Bogor, melalui lintas (Bogor-Pertigaan Cibadak-WarungkiaraPelabuhan Ratu) merupakan daerah yang memiliki kondisi dan gejala geologi yang sangat menarik untuk diteliti. Daerah Cigadung merupakan daerah yang menjadi jalan alternatif pariwisata yang rawan bencana longsor. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi geologi daerah Cigadung dan sekitarnya serta melakukan analisis potensi gerakan tanah yang memberikan informasicdaerah-daerah yang berpotensi gerakan tanah.
Satuan Batulempung Selang-Seling Batupasir Sisipan Batugamping.
Foto 1. Bentuk morfologi gawir terjal. Foto diambil dari G. Lemah neundeut ke arah timur. 2)
Satuan Geomorfologi Endapan Gunungapi, dicirikan oleh perbukitan yang terbentuk dari hasil erupsi gunungapi, memanjang dari barat-timur. Menempati ± 10% luas daerah penelitian. Satuan ini memiliki kisaran kelerengan 7%-70%, dikisaran elevasi 100 m.d.p.l s/d 340 m.d.p.l. Sungai yang mengalir pada satuan ini memiliki pola aliran paralel. Satuan geomorfologi ini disusun oleh Satuan Breksi Vulkanik.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian. 2. KONDISI GEOLOGI 2.1 Geomorfologi Secara umum daerah penelitian berupa perbukitan, memanjang baratdaya-timurlaut dengan kisaran ketinggian antara 100 meter (hilir sungai Cigadung dan Cicareuh) s/d 450 m.d.p.l. Berdasarkan struktur, litologi, dan pengamatan bentang alam di lapangan, geomorfologi daerah penelitian di bagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi, yakni : 1) Satuan Geomorfologi Lipat Patahan, dicirikan oleh perbukitan memanjang dari baratdaya-timurlaut, terdapat punggungan homoklin, gawir terjal, dan hogback. Menempati ± 85 % luas daerah penelitian. Satuan ini memiliki kisaran kelerengan 0%-30%, dikisaran elevasi 100 m.d.p.l s/d 450 m.d.p.l. Sungai yang mengalir pada satuan ini memiliki pola aliran dendritik, paralel, dan trellis. Dari pola kontur secara umum, ditafsirkan bahwa satuan geomorfologi disusun oleh batuan keras-lunak, dan dari hasil pengamatan lapangan bahwa litologi yang menyusun satuan geomorfologi ini adalah Satuan Batupasir Sisipan Lempung dan
Foto 2. Bentuk morfologi perbukitan endapan gunungapi. Foto diambil dari tepi sungai Cimandiri ke arah utara. 3)
Satuan Geomorfologi Aluvial Sungai, dicirikan adanya dataran banjir dan endapan sungai berupa kerakal, kerikil, pasir, dan lempung yang bersifat lepas. Menempati ± 5% luas daerah penelitian pada peta geomorfologi. Satuan ini berada di elevasi 100 m.d.p.l.
Foto 3. Satuan geomorfologi dataran aluvial. Foto di ambil di sungai Cigadung ke arah utara.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
2
2.2 Stratigrafi Stratigrafi daerah penelitian terdiri atas 4 (empat) satuan batuan dan diketahui urutan dari tua ke muda sebagai berikut : 1) Satuan Batupasir Sisipan Breksi, Formasi Lengkong, menempati ± 34% daerah penelitian, memiliki sebaran mulai dari bagian tenggara dan utara peta geologi. Secara umum satuan ini tersusun oleh batupasir dengan ketebalan perlapisan antara ± 15 cm-4 m. Pada bagian atas satuan ini ditemukan ketebalan lapisan batupasir ± 15-25 cm. Pada bagian tengah hingga bagian bawah satuan batuan, setempat terdapat batupasir tebal yang membentuk tebing yang tinggi. Memiliki kondisi singkapan segar dan secara megaskopis Batupasir berwarna coklat, karbonatan, ukuran butir antara pasir halus-sedang, membundar tanggung, pemilahan sedang, kompak, kemas tertutup, porositas baik-sedang, terdiri dari kuarsa; ortoklas; plagioklas; lempung; dan piroksen, terdapat struktur graded bedding. Berdasarkan analisis petrografi menunjukkan batupasir ini berupa Arkosik Weki (Gilbert, 1982). Breksi Polimik berwarna abu-abu gelap, non-karbonatan, menyudut-menyudut tanggung, kemas terbuka, pemilahan buruk, kompak, porositas sedang, matriks berukuran pasir halus-pasir sedang, fragmen dominan berupa batuan beku andesit dan terdapat fragmen lainnya seperti basalt, batupasir, dan batulempung dalam jumlah yang sedikit, masa dasar tersusun oleh pasir halus-kasar dengan semen oksida besi. Singkapanya dapat dijumpai pada sungai Cipanengah, sungai Salabuana, sungai Cikareo, sungai Cilio, sungai Citamiang, dan sungai Cijelegong. Secara umum memiliki jurus berarah baratlaut-tenggara dengan kemiringan 35°-88°. Dari rekonstruksi penampang geologi diperoleh ketebalan dari satuan ini diperkirakan > 450 meter.
Foto 4. Singkapan Batupasir sisipan Batulempung dan Breksi Polimik. Lokasi pengamatan E119 di sungai Cikareo (Penulis, 2013).
Foto 5. Struktur graded bedding lokasi pengamatan E103 di sungai Cipanengah (Penulis, 2013). 2) Satuan Batulempung Selang Seling Batupasir Sisipan Batugamping, Formasi Nyalindung, menempati ± 56,5% daerah penelitian, memiliki sebaran mulai dari bagian selatan dan timurlaut peta geologi. Memiliki kondisi singkapan segar dan secara megaskopis Batulempung, berwarna hitam, kompak-lunak, karbonatan, setempat terdapat pecahan fosil dan memiliki ketebalan ± 10 cm-1,5 m. Batupasir berwarna abu-abu kecoklatan, karbonatan, ukuran butir pasir sedang-halus, membundar tanggung-menyudut tanggung, pemilahan sedang, kompak, kemas tertutup, porositas baik-sedang, terdiri dari kuarsa, feldspar, biotit, dan lempung, terdapat struktur sedimen laminasi sejajar, memiliki ketebalan ± 5 cm-75 cm. Berdasarkan analisis petrografi menunjukkan batupasir ini berupa Arkosik Weki (Gilbert, 1982). Batugamping sebagai sisipan, merupakan batugamping klastik, secara megaskopis bercirikan berwarna putih-kuning, konstituen utama fosil foraminifera dan hadir butiran dendritus berupa kuarsa, semen karbonatan, ukutan butir antara pasir halus-pasir kasar, berbutir halus-kasar, pemilahan buruk, membundar tanggungmenyudut tanggung, porositas sedang, kompak, masa dasar berupa pasir sedang. Satuan ini memiliki jurus lapisan batuan secara umum berarah N135°E dengan kemiringan 15°-88°. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, ketebalan dari satuan ini diperkirakan adalah > 600 meter.
Foto 6. Singkapan Batulempung Selang-Seling Batupasir. Lokasi pengamatan E31 di sungai Cigadung (Penulis, 2013).
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
3
Foto 8. Singkapan Breksi Vulkanik di tebing sungai Cicareuh (Penulis, 2013). Foto 7. Singkapan Batugamping di sungai Ciodeng (Penulis, 2013). 3) Satuan Breksi Vulkanik., menempati ± 7,5% daerah penelitian. memiliki sebaran mulai dari bagian barat dan timur pada peta geologi. Satuan ini tersingkap dengan baik di Gunung Gandaria dan Gunung Batutumpang. Memiliki kondisi singkapan segar di beberapa tempat dan secara megaskopis Breksi (monomik), berwarna abu-abu gelap sampai coklat, fragmen andesit, menyudut sampai menyudut tanggung, dengan ukuran fragmen 2 mm-64 mm, pemilahan buruk, kompak, kemas terbuka, porositas sedang, masa dasar tersusun oleh pasir halus-kasar dengan semen oksida besi. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, maka diperkirakan ketebalan satuan ini > 200 meter.
4) Satuan Endapan Aluvial Sungai., menempati ± 2% daerah penelitian. Memiliki sebaran di sekitar sungai besar di daerah penelitian. Penyebarannya di sekitar sungai Cigadung dan Cicareuh. Berdasarkan pengamatan di lapangan, ketebalan satuan ini adalah ± 50 cm-1,5 m.
Foto 9. Endapan aluvial di sungai Cicareuh (Penulis, 2013).
Tabel 1 Kesebandingan stratigrafi daerah penelitian dengan peneliti terdahulu.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
4
kemiringan perlapisan yang membentuk antiklin ini adalah 55o – 75o ke arah timurlaut dan 55o – 77o ke arah baratdaya. Berdasarkan kemiringan perlapisan batuan maka antiklin ini diklasifikasikan sebagai antiklin simetri. Antiklin Tugu ini melibatkan Satuan Batupasir Sisipan Breksi (Formasi Lengkong).
2.3 Struktur Geologi Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di daerah penelitian dijumpai struktur geologi berupa kekar, perlipatan dan sesar. (1) Struktur Kekar, berkembang di daerah penelitian dan dapat di bedakan menjadi : Shear joint atau compression joint yaitu kekar yang terbentuk akibat gaya tekanan. Tension joint, yaitu kekar yang terbentuk akibat gaya tarikan.
Antiklin Cijarian, berada di bagian
Foto 10. Shear fracture pada batuan breksi dengan arah umum N 193o E/60o dan N 284o E/77o, Foto diambil di lokasi pengamatan E136 (sungai Cikareo).
baratdaya daerah penelitian di sekitar sungai Cijarian dan anak sungai Cijarian. Arah umum sumbu sinklin ini berarah baratlaut-tenggara dengan panjang ± 1 km. Besar kemiringan perlapisan yang membentuk antiklin ini adalah 66o ke arah tenggara dan 61o ke arah baratlaut. Berdasarkan kemiringan perlapisan batuan maka antiklin ini diklasifikasikan sebagai antiklin simetri. Antiklin Cijarian ini melibatkan Satuan Batulempung Selang-Seling Batupasir Sisipan Batugamping (Formasi Nyalindung).
Foto 11. Tension fracture pada batuan breksi dengan arah umum N 178o E/70o, Foto diambil di lokasi pengamatan E108 (sungai Cipanengah). (2) Struktur perlipatan, yang dijumpai berupa antiklin yang ditandai oleh kemiringan lapisan sebagai bidang sayap dengan arah berlawanan dan Sinklin yang ditandai oleh kemiringan lapisan sebagai bidang sayap dengan arah yang searah. 2.1 Antiklin Antiklin Tugu, berada di bagian utara daerah penelitian, di sekitar sungai Cipanengah dan Salabuana. Arah umum sumbu antiklin ini berarah baratlaut-tenggara dengan panjang ± 1,25 km-2,75 km. Besar
2.2 Sinklin Sinklin Cikareo, berada di bagian timurlaut daerah penelitian di sekitar sungai Cikareo bagian hilir. Arah umum sumbu sinklin ini berarah baratlaut-tenggara dengan panjang ± 1,25 km. Besar kemiringan perlapisan yang membentuk sinklin ini adalah 77o ke arah baratlaut dan 76o ke arah tenggara. Berdasarkan kemiringan perlapisan batuan maka sinklin ini diklasifikasikan sebagai sinklin simetri. Sinklin ini melibatkan Satuan Batulempung Selang-Seling Batupasir Sisipan Batugamping (Formasi Nyalindung).
Sinklin Cijarian, berada di bagian selatan daerah penelitian di sekitar sungai Cijarian. Arah umum sumbu Antiklin ini berarah baratlauttenggara dengan panjang ± 4,6 km. Besar kemiringan perlapisan yang membentuk sinklin ini adalah 44o – 84o ke arah baratdaya dan 41o – 84o ke arah timurlaut. Berdasarkan kemiringan perlapisan batuan maka sinklin ini diklasifikasikan sebagai
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
5
sinklin simetri. Sinklin ini melibatkan Satuan Batulempung Selang-Seling Batupasir Sisipan Batugamping (Formasi Nyalindung).
Sinklin Tugu, berada di bagian baratlaut daerah penelitian di sekitar sungai Cipanengah bagian hilir. Arah umum sumbu Sinklin ini berarah baratlaut-tenggara dengan panjang ± 2,1 km. Sinklin ini ditandai dengan ditemukannya kemiringan lapisan batuan yang searah, tanda-tanda tersebut dapat diamati di sungai Cipanengah dan sungai Cijelegong. Besar kemiringan perlapisan yang membentuk sinklin ini adalah 41o – 61o ke arah timurlaut dan 43o – 60o ke arah baratdaya. Berdasarkan kemiringan perlapisan batuan maka sinklin ini diklasifikasikan sebagai sinklin simetri. Sinklin ini melibatkan Satuan Batupasir Sisipan Breksi (Formasi Lengkong).
(3) Struktur Patahan (Sesar) Struktur patahan yang berkembang di daerah penelitian berupa : 3.1 Sesar mendatar Cipanengah-Lio Panjang sesar ini ± 2,8 km yang memotong Satuan Batupasir Sisipan Breksi. Adapun indikasi dari sesar CipanengahLio yang dijumpai di lapangan adalah : 1) Bidang sesar dengan kedudukan N 243o E/80o. 2) Gores garis dengan arah 26o, N 264o E, pitch 12o. 3) Pembelokan sungai Cipanengah dari arah timurlaut ke arah baratdaya. Berdasarkan data tersebut di atas, analisis gerak sesar pada gores garis, dan analisis peta topografi diperoleh indikasi pembelokan sungai, maka dapat disimpulkan sebagai sesar mendatar menganan.
Foto 12. Bidang sesar dengan kedudukan N 243o E/79o, arah gores garis 26o, N 264o E, pitch 12o. Lokasi pengamatan E94, sungai Cipanengah. 3.2 Sesar mendatar Cipanengah-Tugu Panjang sesar ini ± 3,6 km yang memotong Satuan Batulempung SelangSeling Batupasir Sisipan Batugamping dan Satuan Batupasir Sisipan Breksi. Pada lokasi pengamatan E109 di sungai Cipanengah (Foto 4.4), ditemukan indikasi berupa : 1) Bidang sesar dengan kedudukan N 260o E/39o. 2) Gores garis dengan arah 31o, N 245o E, pitch 28o. 3) Pembelokan sungai Cipanengah dari arah timurlaut ke arah baratdaya. Pada lokasi pengamatan E40 di cabang sungai Cijagung (Foto 4.5), ditemukan indikasi berupa : 1) Bidang sesar dengan kedudukan N 184o E/81o. 2) Gores garis dengan arah 22o, N 210o E, pitch 15o. Berdasarkan data tersebut di atas, analisis gerak sesar pada gores garis, dan analisis peta topografi diperoleh indikasi pembelokan sungai, maka dapat disimpulkan sebagai sesar mendatar menganan.
Foto 13. Bidang sesar dengan kedudukan N 260o E/80o, arah gores garis 31o, N 245o E, pitch 28o. Lokasi pengamatan E109, sungai Cipanengah.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
6
Foto 14. Bidang sesar dengan kedudukan N 184o E/81o, arah gores garis 22o, N 210o E, pitch 15o. Lokasi pengamatan E40, di cabang sungai Cijagung. 3.3 Sesar mendatar Cicareuh Panjang sesar ini ± 2,5 km yang memotong Satuan Batulempung SelangSeling Batupasir Sisipan Batugamping. Adapun indikasi dari sesar Cicareuh yang dijumpai di lapangan adalah : 1) Bidang sesar dengan kedudukan N 185o E/76o. 2) Gores garis dengan arah 18o, N 235o E, pitch 14o. 3) Pola kelurusan anak sungai Cicareuh. Berdasarkan data tersebut di atas, analisis gerak sesar pada gores garis, dan analisis peta topografi diperoleh indikasi pola kelurusan sungai, maka dapat disimpulkan sebagai sesar mendatar menganan.
Foto 15. Bidang sesar dengan kedudukan N 185o E/76o, arah gores garis 18o, N 235o E, pitch 14o. Lokasi pengamatan E68, sungai Cicareuh. 3.4 Sesar Naik Cigadung Terdapat di bagian selatan daerah penelitian memanjang dari arah baratdaya ke arah tenggara. Panjang sesar ini ± 1,7 km melalui Desa Bantargadung dan melibatkan Satuan Batulempung SelangSeling Batupasir Sisipan Batugamping.
Adapun indikasi dari sesar Cigadung yang dijumpai di lapangan adalah : 1) Bidang sesar dengan kedudukan N 321o E/66o. 2) Gores garis dengan arah 50o, N 79o E, pitch 49o. 3) Terdapat lapisan tegak sebagai gejala pensesaran pada batulempung di lokasi pengamatan E29, sungai Cigadung. 4) Pembelokan sungai Cigadung yang dilalui sesar, dari arah timurlaut ke arah baratdaya. Berdasarkan data tersebut di atas dan analisis gerak sesar pada gores garis, maka dapat disimpulkan sebagai sesar naik.
Foto 16. Bidang sesar dengan kedudukan N 321o E/66o, arah gores garis 50o, N 79o E, pitch 49o. Lokasi pengamatan E30, di cabang sungai Cigadung.
Foto 17. Lapisan tegak sebagai gejala pensesaran pada batulempung. Lokasi pengamatan E29, sungai Cigadung. 3. POTENSI GERAKAN TANAH Gerakan tanah merupakan suatu perpindahan masa tanah atau batuan pada arah tegak, mendatar atau miring, dari kedudukan semula (M. M. Purbohadiwidjojo dalam Tuti, 1989). Berdasarkan pengamatan di lapangan dan mengacu pada klasifikasi HighWay Research Board Landslide Committe (HWRBLC), di
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
7
daerah penelitian berkembang gerakan tanah berupa : 1. Jatuhan Batuan/Rock fall Salah satu ciri gerakan tanah menurut HWRBLC (1978) adalah runtuhan/jatuhan berupa batuan dengan gerakan yang sangat cepat. Ciri-ciri gerakan tanah dengan jenis rock fall yang teramati di lapangan antara lain : memiliki dimensi singkapan batuan berkisar 10-15 meter, jatuhan batuan yang dijumpai berupa batupasir tufan dengan ukuran kerikil-bongkah, terjadi pada daerah di lereng sungai Cigadung, dan kondisi vegetasi jarang pada daerah gerakan tanah. Jenis gerakan tanah ini berkembang ± 11,11 % dari semua gerakan tanah yang teramati. Terjadi pada tebing tepi sungai akibat dari pelapukan dan pengikisan. Gerakan tanah jenis ini terdapat pada lokasi pengamatan GT-09 di sungai Cipanengah Lio, dengan dimensi panjang longsoran 15 meter dan lebar longsoran 10 meter.
Foto 18. Jatuhan batuan di tepi sungai, di lokasi GT-09, sungai Cipanengah Lio (Penulis, 2013). 2. Aliran Debris/Debris Flow Salah satu ciri dari gerakan tanah dengan jenis debris flow menurut HWRBLC (1978) adalah aliran dengan campuran tanah (soil) dalam kondisi kering. Ciri-ciri debris flow yang teramati di lapangan antara lain : memiliki dimensi singkapan yang teramati berkisar antara 10-50 meter, aliran berupa masa tanah dalam kondisi kering, kondisi vegetasi jarang ditemui pada daerah gerakan tanah, terdapat pada lereng sungai intermiten, dan teramati pada keadaan lereng yang miring. Jenis gerakan tanah ini memiliki penyebaran 55,56 % dari seluruh gerakan tanah yang teramati.
Foto 19. Longsoran dengan tipe aliran Debris, tersingkap di lokasi GT-02, Kampung Cibening (Penulis, 2013). 3. Luncuran Batuan/Rock Slide Menurut HWRBLC (1978), ciri dari jenis gerakan tanah ini adalah gerakan tanah berupa longsoran yang bergerak planar dan memiliki bidang gelincir. Ciri-ciri dari luncuran batuan yang teramati di lapangan antara lain : memiliki dimensi singkapan yang teramati berkisar 5-15 meter, bergerak secara vertikal akibat pengaruh gaya gravitasi dan longsoran berupa masa tanah dalam kondisi basah serta campuran tanah dan batuan yang berukuran kerikilberangkal. Jenis gerakan tanah ini mencapai 33,33 % dari seluruh gerakan tanah yang teramati. Untuk GT-07 dengan dimensi panjang 1015 meter dan lebar longsoran 8-10 meter, materialnya berupa masa batuan yang bergerak ke arah bawah (kaki lereng), melalui bidang rekahan, dengan bongkahbongkah pada lereng bukit. Material yang terbawa berupa batupasir halus, selangseling batu pasir dengan batulempung, batulempung, tanah penutup berupa lempung dan pasir lepas serta bahan-bahan rombakan lainnya.
Foto 19. Longsoran jenis luncuran batuan/rock slide, tersingkap di lokasi GT-07, Kampung Bojonggaling (Liputan 6, 2013).
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
8
3.1 Faktor-Faktor Penyebab Gerakan Tanah, gerakan tanah di daerah penelitian secara umum dikontrol oleh beberapa faktor, antara lain adalah kondisi geologi (kelas lereng, struktur geologi, dan litologi, dan stratigrafi), kerapatan sungai, tutupan lahan, dan eksploitasi manusia. Faktor Kelas Lereng Berdasarkan peta kelas lereng yang dibuat berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985), daerah penelitian terbagi menjadi 4 kelas lereng, antara lain : 1. 0-2% (datar-hampir datar) 2. 7-15% (miring) 3. 15-30% (agak curam) 4. 30-70% (curam) Faktor Struktur Geologi dan Jenis Litologi Struktur geologi berpengaruh langsung pada gerakan tanah yang terjadi di daerah penelitian. Dikarenakan zona dari struktur geologi merupakan daerah-daerah lemah, dimana batuannya mengalami proses penghancuran dan terurai dan mudah bergerak. Daerah penelitian terdiri dari empat (4) satuan batuan, yaitu Satuan Batupasir Sisipan Breksi, Satuan Batulempung Selang-Seling Batupasir Sisipan Batugamping, Satuan Breksi Vulkanik, dan Satuan Endapan Aluvial. Batuan yang terdapat di daerah penelitian terdiri dari batuan sedimen dengan kekompakan rendahtinggi dan batuan vulkanik dengan kekompakkan sedang-tinggi. Batuan sedimen vulkanik dengan kekerasan rendah-sedang merupakan batuan yang mudah bergerak dan berpotensi terjadinya gerakan tanah. Sedangkan batuan dengan kekompakkan tinggi masih berpotensi bergerak karena terdapat kekar atau rekahan pada batuan tersebut walaupn dalam persentase kecil. Faktor Kerapatan Sungai Kerapatan sungai mempunyai pengaruh cukup besar sebagai faktor penyebaran terjadinya gerakan tanah. Semakin besar nilai kerapatan sungai, semakin besar pula kemungkinan
terjadinya gerakan tanah, hal ini karena aliran air permukaan juga semakin besar. Nilai kerapatan sungai daerah penelitian berada pada kerapatan sungai sedang (2,7-4,0 km/km2). Gerakan tanah yang terjadi di daerah penelitian terkonsentrasi pada daerah sungai dengan nilai kerapatan sungai 2,7-4,0 km/km2. Tutupan lahan Tutupan lahan daerah penelitian berupa persawahan, ladang, semak/belukar, perkebunan, dan pekampungan. Daerah dengan tutupan lahan berupa semak/belukar dan perkebunan akan relatif stabil jika dibandingkan dengan persawahan, ladang, dan perkampungan. Faktor Eksploitasi Manusia Kegiatan manusia dalam pembangunan dan eksploitasi sumber daya alam merupakan faktor pemicu terjadinya gerakan tanah. Kegiatan manusia ini akan menimbulkan beberapa faktor alami yang memicu gerakan tanah, diantaranya pemangkasan tutupan lahan untuk pertanian/pemukiman/pemukiman/infr astruktur lainnya dan peningkatan sudut lereng pada pembangunan jalan/pemukiman. 3.2 Analisis Gerakan Tanah Dalam melakukan penilaian terhadap potensi gerakan tanah digunakan standar yang terdapat dalam Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No.21/PRT/2007 terhadap analisis potensi gerakan tanah.
Gambar 2. Skema Alur Penilaian Potensi Gerakan Tanah
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
9
Kelas Lereng Informasi kelas lereng yang dipakai untuk potensi gerakan tanah memakai klasifikasi lereng yang dibuat olehVan Zuidam (1985). Tabel 1. Klasifikasi lereng, Van Zuidam (1985)
Jenis Litologi/Satuan Batuan Informasi jenis litologi/satuan batuan dapat menunjukkan kondisi kekuatan batuan saat menerima tekanan/beban. Semakin kuat batuan tersebut menerima beban dan tekanan maka daerah tersebut dapat lebih stabil terhadap gerakan tanah.
3.2.1. Nilai Kemampuan Nilai kemampuan yang diberikan dalam setiap analisis adalah angka 1 hingga 4. Nilai 1 adalah untuk wilayah yang paling stabil terhadap bencana geologi. Nilai 4 adalah nilai untuk daerah yang tidak stabil terhadap bencana geologi (gerakan tanah). Tabel 4. Klasifikasi nilai kemampuan
3.2.2. Pembobotan Pembobotan yang diberikan dalam analisis adalah dari angka 1 hingga 5. Nilai 1 artinya tingkat kepentingan informasi geologi yang sangat tinggi atau informasi tersebut adalah informasi yang paling diperlukan untuk mengetahui zona/daerah potensi gerakan tanah. Tabel 5. Pembobotan
Tabel 2. Klasifikasi batuan
Struktur Geologi Struktur geologi merupakan pencerminan seberapa besar suatu wilayah mengalami perubahan/periode tektonik. Semakin rumit struktur geologi yang berkembang di suatu wilayah, maka wilayah tersebut cenderung menjadi wilayah yang tidak stabil. Pengkajian potensi gerakan tanah menggunakan satuan jarak terhadap zona sesar untuk penentuan kestabilan. Tabel 3. Kestabilan wilayah terhadap jarak pada sesar
3.2.3. Nilai Kemampuan yang Dibobot (NKB), Merupakan perkalian antara “pembobotan” dengan “nilai kemampuan”, dan dari hasil tersebut di buat suatu rentang nilai kelas yang menunjukkan nilai kemampuan lahan dalam menghadapi bencana geologi (gerakan tanah).
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
10
Tabel 6. NKB dari seluruh informasi
3.3 Potensi Gerakan Tanah Berdasarkan analisis beberapa faktor di atas maka daerah penelitian terbagi menjadi 3 (tiga) zona, di antaranya potensi gerakan tanah tinggi, sedang/menengah dan rendah. Potensi gerakan tanah tinggi memiliki NKB ≥ 86, potensi gerakan tanah sedang/menengah memiliki NKB dari 59 hingga 85, dan potensi gerakan tanah rendah memiliki nilai NKB dari 31 hingga 58. Secara umum daerah penelitian ternasuk pada daerah yang berpotensi gerakan tanah sedang/menengah (Lampiran Peta Potensi Gerakan Tanah). 4. KESIMPULAN DAN DISKUSI Dari keseluruhan pembahasan mengenai hasil pemetaan geologi daerah Cigadung dan sekitarnya, Kecamatan Bantargadung, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat dapat ditarik kesimpulan antara lain : 1) Daerah penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi berdasarkan ciri-ciri morfologisnya serta morfoganesa (kejadian atau struktur geologi yang mempengaruhinya), yaitu : Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial Sungai, Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan, dan Satuan Geomorfologi Perbukitan Endapan Vulkanik. 2) Berdasarkan ciri-ciri litologi yang ada, maka batuan yang tersingkap di daerah penelitian dibagi menjadi 4 (empat) satuan batuan, adapun urutan-urutan dari yang tertua hingga yang termuda satuan batuan daerah penelitian adalah berikut : Satuan Batupasir Sisipan Breksi, Satuan Batulempung Selang-Seling Batupasir
Sisipan Batugamping, Satuan Breksi Vulkanik, dan Satuan Endapan Aluvial Sungai. 3) Pada kala Pliosen (N18-N20) pada daerah penelitian terjadi aktifitas tektonik, mengalami proses perlipatan dan pensesaran. Diperkirakan arah gaya utama yang bekerja disekitar daerah penelitian berasal dari arah utara-selatan dan menghasilkan perlipatan berupa Antiklin Tugu, Antiklin Cijarian, Sinklin Cikareo, dan Sinklin Cijarian. Sesar Naik Cigadung, Sesar Mendatar CipanengahLio, Sesar Mendatar Cipanengah-Tugu, dan Sesar Mendatar Cicareuh. 4) Berdasarkan pengamatan di lapangan, gerakan tanah yang terjadi di daerah penelitian berupa : rock fall, debris flow, dan rock slide. Berdasarkan total NKB (Nilai Kemampuan yang dibobot), daerah penelitian dibagi menjadi 3 daerah potensi gerakan tanah tinggi, tinggi, sedang/menegah, dan rendah. Secara umum daerah penelitian terletak pada daerah yang berpotensi gerakan tanah sedang/menengah. PUSTAKA 1)
2)
3)
4)
5)
6)
Asikin, S., 1986, Geologi Struktur Indonesia, Departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung. BAKOSURTANAL, 2001, Peta Rupa Bumi Digital Indonesia 1 : 25.000 Lembar Cigombong No. 1209-112, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Edisi : 1 – 1999, Bogor. Bemmelen, R. W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. IA : General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, Government Printing Office, The Hague, 732 p. Billings, Marlan P., 1960, Structural Geology, Second Edition, Prentice – Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey, 514 p. Blow, W. H., 1969, Range Chart, Zonatioan and Corelation with Existing Zonation, Chart 3. Effendi, A. C. Dkk., 1998, Peta Geologi Regional 1 : 100.000 Lembar Bogor No. 9/XIII-D, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), Edisi ke2, Bandung.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
11
7)
Gilbert, 1954, Petrography and Introduction to The Study of Rock Thin Section, W.H. Freemen and Co, San Fransisco. 8) Koesoemadinata, R. P., 1982 PrinsipPrinsip Sedimentologi , Jurusan Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung. 9) Lobeck, A. K., 1939, Geomorphology : An Intruduction to the Study of Landscape, First Edition, Ninth Impression, Mc Graw- Hill Book Company, New York and London, 731 p. 10) Martodjojo, Soejono, 1984, Evolusi Cegungan Bogor Jawa Barat, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung, 396 hal., tidak dipublikasikan. 11) Moody J.D., and Hill M J., 1956, Whrench Fault Tectonik, Bull Of Geol, Soc Of Amerika. Vol 67. 12) Postuma, J. A., 1971, Manual of Planktonic Foraminifera, Elsevier Publishing Company, Amsterdam, London, New York, 419p.
13) Thornbury, William D., Principles of Geomorphology, Second Edition, John Willey and Sons Inc., New York, London, Sydney, Toronto, 594 p. 14) Zuidam, R.A. Van., 1983, Guide to Geomorphology, serial Photographic Interpretation & Mapping, Enschede Netherlands, I.T.C.
PENULIS [1] Efriyanti, ST., Alumni (2013) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan [2] Bambang Sunarwan, Ir., MT., Staf Pengajar di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
12
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
13