PL3002 Aspek Kebencanaan
Laporan Studi
ANALISIS BAHAYA GERAKAN TANAH Dosen: Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, M.PSt, Ph. D.
Dikerjakan Oleh:
Karissa Mayangsunda
15309008
Nurul Setia Pertiwi
15309016
Praditya Adhitama
15408047
Theodorus Bramantyo
15408065
Andias Wibisono
15409006
Anissa Yuniashaesa
15409022
Mahdi Karim
15409031
Dinar Suryandari
15409036
Titis Astri Mauliawati
15409053
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2011
1
Daftar Isi BAB I .................................................................................................................................... 3 PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3 1.1
Fenomena Landslide .............................................................................................. 3
1.2
Catatan Sejarah dan Jumlah Korban ...................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................... 8 HAZARD ASSESSMENT ...................................................................................................... 8 2.1
Analisis Faktor Pengontrol/ Hazard Parameter ....................................................... 8
2.2
Analisis Faktor Pemicu (curah hujan, getaran, dll) ................................................ 11
2.3
TAHAPAN MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR ........................................... 14
BAB III ................................................................................................................................ 16 STUDI KASUS .................................................................................................................... 16 (DESA KIDANG PANANJUNG, KECAMATAN CILILIN) ..................................................... 16 3.1
Pendahuluan......................................................................................................... 16
3.2
Metode Analisis .................................................................................................... 16
3.3
Lingkup Kajian ...................................................................................................... 16
3.4
Hazard Assessment .............................................................................................. 17
3.4.1
Kondisi Hidro-Geologi Kidang Pananjung ...................................................... 17
3.4.2
Gerakan tanah ............................................................................................... 18
3.4.3
Analisis Pembobotan ..................................................................................... 19
BAB IV ................................................................................................................................ 22 KESIMPULAN ..................................................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 23
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Fenomena Landslide Landslide merupakan suatu fenomena pergerakan tanah yang biasa disebut dengan tanah longsor. Pengertian tanah longsor itu sendiri adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau ke luar lereng. Pengertian lain tanah longsor menurut Bakornas BPB adalah salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. Gangguan kestabilan lereng tersebut dapat dikontrol oleh kondisi morfologi (terutama kemiringan lereng), kondisi batuan/tanah penyusun lereng, dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Proses pemicu longsoran tersebut adalah sebagai berikut.
Peningkatan kandungan air dalam lereng
Getaran pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian, getaran alat/kendaraan
Pemotongan kaki lereng secara sembarang
Peningkatan beban yang melampaui daya dukung tanah atau kuat geser tanah
Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Terjadinya tanah longsor pun dapat dilihat dari gejala-gejala yang terlihat sebelumnya.
Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.
Biasanya terjadi setelah hujan.
Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan 3
Faktor-faktor yang menyebabkan tanah longsor adalah sebagai berikut. 1. Hujan 2. lereng terjal 3. tanah yang kurang padat dan tebal 4. batuan yang kurang kuat 5. jenis tata lahan 6. getaran 7. susut muka air danau atau bendungan 8. adanya beban tambahan 9. pengikisan/erosi 10. penggundulan hutan, dan lain-lain Tabel 1Kategori Bencana
Tabel 1.1 Kategori Bencana Kategori Bencana
Jenis Bencana
Geohazard
Earthquake Eruption Vulcanic Eruption Tsunami Land slide
Hydrometeorological Hazard
Avalanche Drought Flood Forest Fire Storms Storm surges Sumber: Slide Kuliah Aspek Kebencanaan
Dari tabel kategori bencana di atas, dapat dilihat bahwa tanah longsor memiliki perbedaan dibandingkan dengan bencana-bencana lainnya. Khusus tanah longsor, bencana
ini
termasuk
baik
ke
dalam
kategori
Geohazard
maupun
Hydrometeorological-hazard. Artinya, faktor penyebab terjadinya tanah longsor ini berasal dari dalam Bumi (Geohazard) dan juga tergantung pada perubahan iklim (Hydrometeorogical hazard).
4
1.2
Catatan Sejarah dan Jumlah Korban Berikut ini merupakan data kejadian tanah longsor dan jumlah korban yang terjadi di Indonesia dalam rentang tahun 1815 - 2011 Gambar 1.1 Sebaran Jumlah Kejadian Bencana dan Korban Meninggal 1815-2011
Sumber : BNBP, 2011
Gambar di atas menunjukkan data bencana dalam rentang tahun 1815-2011 per Provinsi. Diketahui bahwa jumlah bencana tanah longsor yang terjadi sebanyak 1282 kejadian dan jumlah korban sebanyak 1520 jiwa.
5
Tabel 1.2 Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah Longsor 2003-2005
Sumber : ESDM, 2011
Tabel diatas menunjukkan data bencana dalam rentang tahun 2003-2005 per Provinsi. Diketahui bahwa jumlah bencana tanah longsor yang terjadi sebanyak 103 kejadian dan jumlah korban meninggal dunia sebanyak 411 jiwa.
6
Tabel 1.3 Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah Longsor Tahun 2007 Tanggal Kejadian 4 Januari 8 Januari 9 Januari 11 Januari 22 Januari 23 Januari 27 Januari 30 Januari 5 Februari 9 Februari 18 19 Februari 22 Februari 4 Maret 13 Maret 24 Maret 21 April 14 Mei 16 Mei 19 Mei 20 Mei 13 Juni 23 Juni 24 Juli 2 September 31 Oktober 5 November 8 November 6 Desember 26 Desember 26 Desember
Lokasi Kejadian Dusun Dakah, Desa Karangsambung, Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen Perbukitan Rimbu Takuruan di Jorong Sungai Sariak, Nagari Kudu Gantiang, Kecamatan V Koto Timur, Padang Pariaman Desa Babotin, Kecamatan Sasitamean, Kabupaten Belu, dan di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur perbukitan di Tahuna, ibu kota Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara Desa Majalangu dan Jojogan di Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang Bukit Ciarahan, Kampung Cigintung, Desa Sindanglaya, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta Ruas Parakan Muncang-Nagreg Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Desa Bodag, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur Klaten Bukit Segebruk di Desa Tanjungsari, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali Kecamatan Cibal dan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur Desa Genilangit, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur Dukuh Tegalrejo, Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah Kecamatan Ngadirojo dan Sudimoro, Kabupaten Pacitan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat Lempongsari Gajahmungkur Dusun Sendangboto, Desa Soko, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah Desa Padelok, Kecamatan Mallawa, Makassar Desa Jeruk, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah Balikpapan, Kalimantan Timur, dan di Agawagon, Papua Kabupaten Garut, Jawa Barat Kabupaten Banjarnegara, Kebumen, dan Banyumas Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen Kampung Pocol, Desa Gombong, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya Karanganyar, Jawa Tengah Wonogori
Jumlah Korban Jiwa dan Kerusakan Tidak ada korban jiwa 14 orang tewas 35 hektar lahan pertanian dan 15 rumah penduduk rusak 20 orang tewas 1 orang tewas
1 orang tewas
2 orang tewas
1 orang tewas 8 orang tewas, 9 orang lukaluka 2 orang tewas 21 orang tewas 6 hektar lahan rusak 3 orang tewas 1 orang tewas 5 rumah rusak 1 orang tewas 3 orang tewas
1 orang tewas 8 orang tewas 7 orang tewas Rumah rusak 2 orang tewas 1 orang tewas 61 orang tewas 11 orang tewas
Sumber : Greenpressnetwork, 2011
Tabel diatas menjelaskan data mengenai kejadian, korban serta kerusakan yang terjadi akibat bencana tanah longsor di Indonesia sepanjang tahun 2007. 7
BAB II HAZARD ASSESSMENT Hazard assessment adalah mengevaluasi dan mengklasifikasikan potensial bahaya sesuai tingkatannya dengan frekuensi dan intensitas yang terjadi. Hazard assessment didasarkan pada beberapa asumsi awal, seperti kombinasi tertentu dari durasi dan kuantitas curah hujan, hasil evaluasi dari seringnya tingkat kejadian tanah longsor disuatu daerah, dan kesamaan tipologi antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Hazard assessment perlu dilakukan dengan tujuan untuk menentukan margin keselamatan. Dalam melakukan hazard assessment, tentunya ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Tahapan diawali oleh pengolahan data karakteristik masing-masing parameter yang dilakukan dengan cara pengharkatan terhadap proses terjadi tanah longsor. Harkat tiap parameter dimulai dari nilai 1 hingga 5 yang menunjukkan besarnya pengaruh terhadap proses terjadinya tanah longsor. Beberapa parameter tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
2.1
Analisis Faktor Pengontrol/ Hazard Parameter a) Kemiringan lereng Kemiringan lereng mempunyai pengaruh besar terhadap kejadian tanah longsor. Semakin miring lereng suatu tempat maka daerah tersebut semakin berpotensi terhadap
terjadinya
tanah
longsor.
Lereng
diukur
kemiringannya
dengan
menggunakan Abney Level. Kemiringan lereng umumnya dinyatakan dalam (%) yang merupakan tangen dan derajat kemiringan tersebut. Selanjutnya mengenai pengharkatan kemiringan lereng mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh M. Isa Darmawijaya (1990) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi Kemiringan Lereng
(Sumber: M. Isa Darmawijaya, 1990)
8
b) Jenis litologi atau tekstur tanah Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif 3 golongan besar partikel tanah dalam suatu massa, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi lempung (clay), debu (silt) dan pasir (sand). Semakin halus tekstur semakin luas permukaan butir tanah, maka semakin banyak kemampuan menyerap air, sehingga semakin besar peranannya terhadap kejadian tanah longsor. Tekstur tanah diperoleh dengan analisis sampel tanah di laboratorium. Untuk menentukan harkat tekstur tanah di daerah penelitian dalam penelitian ini mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh M. Isa Darmawijaya (1990) yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Klasifikasi Tesktur Tanah
(Sumber: M. Isa Darmawijaya, 1990)
c) Kondisi permeabilitas tanah Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk meloloskan air melalui poripori dalam keadaan jenuh. Air yang masuk dalam tanah akan mengurangi gesekan dalam tanah sehingga akan mempengaruhi tingkat kerentanan tanah longsor. Pengukuran permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan hukum Darcy, sebagai berikut: Keterangan: K = permeabilitas tanah (cm jam) O = volume air yang mengalir setiap pengukuran (ml) I = tebal sampel tanah (cm) t = waktu pengukuran (jam) h = tinggi muka air permukaan dalam sampel tanah (cm) a = luas penampang sampel tanah (cm)
9
Pengharkatan permeabilitas tanah dalam penelitian ini mengacu kepada klasifikasi yang dibuat oleh Suprapto Dibyosaputro (dalam Taryono, 1997) yang dapat dilihat pada Tabel 2.3 dibawah ini. Tabel 2.3 Klasifikasi Permeabilitas Tanah
(Sumber: Modifikasi Supraptoharjo, 1962 dalam Taryono, 1997)
d) Tingkat pelapukan batuan Pelapukan adalah proses penghancuran bantuan menjadi bahan rombakan (debris) dan tanah (Van Zuidam, 1979). Mudah tidaknya batuan terganggu oleh kekuatan dari luar ditunjukkan oleh tingkat pelapukannya. Bantuan yang cepat mengalami pelapukan adalah bantuan yang terbuka karena dipengaruhi oleh iklim. Semakin lanjut pelapukan batuan maka semakin rentan mengalami tanah longsor. Tabel 2.4 Klasifikasi Pelapukan Batuan. Tabel 2.4 Klasifikasi Pelapukan Batuan
(Sumber: Bieniswski, 1973, dalam Taryono, 1997)
10
e) Tata guna lahan Penggunaan lahan mempunyai pengaruh besar terhadap kondisi air tanah, hal ini akan mempengaruhi kondisi tanah dan batuan yang pada akhrinya juga akan mempengaruhi keseimbangan lereng. Pengaruhnya dapat bersifat memperbesar atau memperkecil kekuatan geser tanah pembentuk lereng. Selanjutnya mengenai harkat penggunaan lahan di daerah penelitian mendasarkan pada klasifikasi penggunaan lahan (Misdiyanto,1992) dengan sedikit modifikasi sesuai dengan kondisi daerah penelitian. Harkat penggunaan lahan ini dapat dilihat pada Tabel 2.5 dibawah ini. Tabel 2.5 Klasifikasi Penggunaan Lahan
(Sumber: Misdiyanto, 1992)
2.2
Analisis Faktor Pemicu (curah hujan, getaran, dll) Curah hujan merupakan salah satu faktor penentu tingkat potensi bahaya longsor di
daerah penelitian. semakin tinggi nilai curah hujannya, maka sudah dapat dipastikan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang mempunyai potensi tertinggi terjadi bencana tanah longsor. Untuk lebih lengkapnya mengenai klasifikasi curah hujan dapat dilihat pada Tabel 2.6 di bawah ini.
Tabel 2.6 Klasifikasi Curah Hujan
Sumber: Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, 1998, dalam Anggoro Sigit, 2010 11
Metoda Analisis Dalam melakukan pembuatan hazard assessment, ada 2 pendekatan metoda analisis, yakni kualitatif dan kuantitatif, seperti yang terlihat pada bagan di bawah ini. Gambar 2.1 Bagan Pendekatan Metode Analisis
Namun secara teknis, metoda analisis dapat terbagi menjadi 3, yakni secara langsung, tidak langsung dan gabungan. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing metode analisisnya. 1. Metoda Tidak Langsung Metoda tidak langsung dalam membuat hazard assessment sendiri terbagi dalam beberapa sub-metoda, yakni: a) Metode Kuantitatif Metoda kuantitatif menghasilkan hazard map. Hazard map sendiri didukung oleh landslide susceptibility map yang didasarkan pada analisis statistic bivariasi dan dilengkapi oleh analisis hubungan frekuensi-magnitude.
12
Gambar 2.2 Bagan Sistematika Overlay Peta
b) Berdasarkan kerapatan gerakan tanah c) Berdasarkan analisis pembobotan dan scoring Klasifikasi data adalah tindakan menggolongkan atau mengelompokkan atas kriteria tertentu terhadap data penelitian ini data yang telah dianalisis dikelompokkan untuk tingkat bahaya tanah longsor. Perhitungan tingkat masing-masing kelas dalam tingkat bahaya tanah longsor ditunjukkan sebagai berikut:
Jumlah parameter pendukung tanah longsor : 10
Nilai terendah harkat adalah 1 dan nilai tertinggi adalah 5
Dengan demikian maka:
dimana: Ki = interval kelas tanah longsor Xt = jurnal, nilai tertinggi dari harkat (50) Xr = jumlah nilai terendah dari harkat (10) K = jumlah kelas bahaya tanah longsor Jadi : Dengan kelas interval (8) inilah maka klasifikasi tingkat bahaya tanah longsor dapat dilihat pada Tabel 2.7 dibawah ini.
13
Tabel 2.7 Klasifikasi tingkat bahaya tanah longsor
Sumber: Rudiyanto, 2010
2. Metoda Langsung Metoda langsung dalam melakukan analisis dilakukan dengan cara pemetaan langsung di lapangan. Metoda ini merupakan metoda kualitatif, dimana analisis ini didasarkan pada analasis geomorfologi lapangan dan indeks atau pemetaan parameter. Pemetaan parameter didasarkan pada dua hal, yakni overlay peta dan analisis logika. 3. Metoda Gabungan Metoda ini merupakan metoda gabungan antara metoda tidak langsung dan metoda langsung. Dengan kata lain, metoda ini merupakan gabungan anatara analisis kuantitatif dan kualitatif.
2.3
TAHAPAN MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR Pemetaan, yakni menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota danprovinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar daribencana. Penyelidikan, yakni mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalamperencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah. Pemeriksaan, yakni melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahuipenyebab dan cara penaggulangannya. Pemantauan, yakni pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomidan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Sosialisasi, yakni memberikan pemahaman kepada pemerintah provinsi/ kabupaten/ kota atau masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan
14
akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan cara mengirimkan: Poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dana aparatur pemerintah. Pemeriksaan bencana longsor Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tatacara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.
SELAMA DAN SESUDAH TERJADI BENCANA 1. Tanggap Darurat Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongankorban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harusdiperhatikan, antara lain:
2.
Kondisi medan
Kondisi bencana
Peralatan
Informasi bencana
Rehabilitasi Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan saranatransportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannyasupaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bilatanah longsor sulit dikendalikan.
3.
Rekonstruksi Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadipertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karenakerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir100%. Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian, antara lain: Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap). Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pem-bangunan). Vegetasi kembali lereng-lereng. Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.
15
BAB III STUDI KASUS (DESA KIDANG PANANJUNG, KECAMATAN CILILIN)
3.1
Pendahuluan Bencana alam gerakan tanah telah terjadi
di Desa Kidang Pananjung,
Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung pada tanggal 21 April 2004. Lokasi bencana gerakan tanah Bencana terjadi di Kp. Walahar, Desa Kidang Pananjung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Lokasi tersebut dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor roda empat dengan route Bandung – Cimareme – Kidang Pananjung - Kp. Walahar
3.2
Metode Analisis Metode pemeriksaan yang dilakukan adalah metode gabungan, yaitu metode langsung yang dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada April 2004 dan metode tidak langsung melalui analisis pembobotan dan scoring dari parameter yang ditentukan. Metode langsung, meliputi: pengamatan kondisi geologi setempat, jenis gerakan tanah, dimensi gerakan tanah, faktor penyebab gerakan tanah, tataguna lahan, kondisi keairan, pengamatan jenis serta sifat fisik
tanah dan lain-lain. Untuk
mengetahui geometri dan luas longsoran dilakukan dengan cara pengukuran menggunakan alat ukur To. Sedangkan analisis pembobotan menggunakan parameter: Kemiringan tanah, litologi, tata guna lahan, tipe akifer, relief, densitas joint dan fracture, jarak ke sistem drainase, dan kemiringan tanah.
3.3
Lingkup Kajian Lingkup kajian yang digunakan dalam menganalisis tingkat bahaya dalam laporan ini ialah: a. Pengumpulan data sekunder, didapat dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi b. Analisis dan evaluasi terhadap data yang terkumpul 16
c. Penyusunan Laporan
3.4
Hazard Assessment 3.4.1
Kondisi Hidro-Geologi Kidang Pananjung Daerah bencana merupakan lereng perbukitan dengan kemiringan antara 15°
- 45°, dengan ketinggian tempat 1000 – 1100 meter di atas permukaan laut. Titik longsor terletak pada lereng bagian atas dengan kemiringan lereng sekitar 35° termasuk pada zona kerentanan gerakan tanah tinggi, sedangkan permukiman penduduk yang terlanda terletak pada lereng dan alur lembah yang termasuk zona kerentanan gerakan tanah menengah. Batuan penyusun daerah pemeriksaan berupa disusun batuan andesit yang telah mengalami pelapukan menjadi lempung lanauan hingga lanau pasiran berwarna merah kekuningan, bersifat gembur, dengan ketebalan antara 0,5 – 1,5 meter. Penyebaran batuan di daerah bencana ditunjukkan oleh gambar 3.1.
Gambar 3.1 Peta Persebaran Batuan Andesit Cililin
Air tanah sulit di dapat di sekitar lokasi bencana disebabkan oleh sifat fisik batuannya yang kedap air. Air resapan pada tanah pelapukan mengalir melalui bidang kontak dengan batuan dasar tidak terakumulasi karena bidangnya miring
17
searah dengan lereng, jika lerengnya terpotong seperti oleh longsoran akan muncul mata air. Curah hujan pada bulan April 2004 (Zadrach L. Dupe 2004, Dept. GM, ITB, komunikasi pribadi, pada Purnomo, Herri: 2004) berkisar antara 0 – 24 mm/hari, ada 2 kejadian curah hujan yang cukup menonjol pada bulan April di daerah Cililin yaitu pada tanggal 9 April 2004 sebesar 94 mm dan pada tanggal 21 April yaitu pada saat kejadian sebesar 79 mm. Kondisi curah hujan April 2004 ditunjukkan oleh gambar 3.2. Gambar 3.2 Curah Hujan Stasiun Cililin April 2004
Tata lahan di sekitar lokasi bencana merupakan kebun campuran, pesawahan, dan permukiman terdapat pada lereng dan di alur lembah dan menyebar mengikuti jalur jalan dan setempat menempati punggungan bukit.
3.4.2
Gerakan tanah Jenis gerakan tanah merupakan longsoran (“slide”) dan aliran bahan rombakan
(debris flow). Gawir longsoran dengan panjang 35 meter, lebar 15 meter dan tinggi gawir sekitar 1 (satu) meter berarah relatif ke timur. Sedangkan aliran bahan rombakan menyabar sejauh 300 meter yang melanda permukiman ladang dan pesawahan yang berada di tepi dan alur lembah. Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Kabupaten Bandung (DVMBG 2003), daerah lokasi bencana dan sekitarnya termasuk zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi, Zona kerentanan gerakan tanah menengah artinya dapat terjadi gerakan tanah jika lereng mengalami gangguan atau dipicu oleh curah hujan yang tinggi, sedangkan zona kerentanan gerakan tanah tinggi artinya zona ini sering terjadi 18
gerakan tanah, gerakan tanah lama maupun baru masih aktif bergerak akibat curah Gambar 3.3) 3.3 Peta Bahaya Gerakan Tanah Kabupaten hujan yang tinggi (gambar Bandung
Mekanisme terjadinya gerakan tanah sebagai berikut: akibat curah hujan yang tinggi, tanah pelapukan yang gembur dan mempunyai sifat meluluskan air, menyebabkan tanah menjadi jenuh air. Air tidak dapat meresap ke dalam batuan andesit, akhirnya mengalir pada bidang kontak sehingga merupakan bidang lemah dan bertindak sebagai bidang gelincir. Akibat jenuhnya tanah pelapukan, bobot masa tanah bertambah, sehingga keseimbangan lereng terganggu, diperkuat kemiringan lereng yang
terjal, sehingga lereng bergerak mencari keseimbangan baru dan terjadilah
gerakan tanah.
3.4.3
Analisis Pembobotan Tahap pertama pemetaan gerakan massa batuan dengan metode statistik
adalah membuat peta distribusi gerakan tanah dan peta-peta pengontrol seperti peta geologi dan peta kelerengan. Tahap kedua adalah melakukan analisis dan menyilangkan (overlay) peta distribusi gerakan tanah dengan peta-peta pengontrol untuk menghitung nilai kerapatan (density) dan nilai bobot (weight) setiap unit pada peta pengontrol (Effendi, 2000 dalam Wardhani, 2007):
19
Density in unit = (area of landslide in a unit) / (area of the unit) Densmap = (total area of landslide) / (the mapped area) Weight value = (density in unit) – (densmap)
Tahap berikutnya adalah menjumlahkan bobot individual untuk menghasilkan peta zonasi dengan kisaran nilai bobot tertentu. Tiap unit/ klas/ tipe dari individu peta parameter telah ditumpang tindih (overlay) dengan peta distribusi gerakan tanah, berarti tiap peta parameter akan menghasilkan kerapatan gerakan tanah pada tiap unit/klas/ tipenya. Tahapan dan prosedur perhitungan adalah sebagai berikut : a. Tumpang tindih antara peta parameter dan peta distribusi penyebaran gerakan tanah. b. Hitung luas daerah yang terkena gerakan tanah, dan luas seluruh peta. c. Hitung kerapatan gerakan tanah (dalam persen) pada seluruh daerah peta. d. Hitung kerapatan gerakan tanah (dalam persen) pada setiap unit/ klas/ tipe. e. Hitung nilai bobot pada setiap unit/ klas/ tipe. f.
Pemberian nomor (urutan) nilai pada tiap parameter.
g. Membuat Tabel klasifikasi untuk mengklasifikasikan ulang nilai bobot berdasarkan peta parameter. h. Jumlahkan semua nilai bobot dari tiap parameter. i.
Klasifikasikan hasil dari penjumlahan maksimal dibagi menjadi 4 zone Selanjutnya kisaran tersebut diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yang mengindikasikan derajat kerentanan terhadap gerakan massa batuan : Zona tingkat kerentanan sangat tinggi Zona tingkat kerentanan tinggi Zona tingkat kerentanan menengah Zona tingkat kerentanan rendah Pada Analisis ini hanya dilakukan sampai dengan tahap pembobotan setiap
parameter dan menjumlahkan nilai bobot dari setiap parameter yang didapat dari tabel Established weighting for landslides susceptibility factors.
20
Hasil pembobotan didapat: Tabel 3.1 Analisis Pembobotan Tingkat Bahaya
Data yang tidak diketahui dipilih rata-rata nilai
Data ini selanjutnya digunakan untuk pembuatan peta bahaya yang kemudian disilangkan (overlay) dengan peta kerentanan sehingga didapat peta risiko bencana.
21
BAB IV KESIMPULAN Hazard assessment mengenai tanah longsor perlu dipelajari karena merupakan bagian terpenting dalam merencanakan suatu kawasan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar bahaya yang dapat ditimbulkan dari peristiwa tanah longsor. Beberapa metode yang dapat dilakukan dalam hazard assessment ini adalah dengan cara penilaian terhadap peristiwa tanah longsor yang telah terjadi sebelumnya dan dengan cara melihat gejala-gejala yang sudah terjadi, sehingga gejala tersebut dapat dijadikan parameter kemungkinan terjadinya tanah longsor. Hazard assessment ini selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung besarnya resiko dari peristiwa terjadinya tanah longsor ini.
22
DAFTAR PUSTAKA Herry Purnomo, (2004). Bencana Alam GErakan Tanah di Daerah Cililin, Kabupaten Bandung dan Rencana Relokasinya. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi 2004
Leang Sopheap, Dwikorita Karnawati, Kenji Aoki, Teuku Faisal Fathani. (2007) Landslide Risk Assesment at Piyungan – Patuk Area, Yogyakarta Special Province, Indonesia Proseedings Joint Convention Bali 2007.
Micu, M. (2011). Landslide assessment: from field mapping to risk management. A casestudy in the Buzau Subcarpathians. forum geographic. studii si cercetari de geografie si protectia mediului , sect. 2.
Rudiyanto. (2010). ANALISIS POTENSI BAHAYA TANAH LONGSOR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KECAMATAN SELO, KABUPATEN BOYOLALI. Solo. http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp http://greenpressnetwork.blogspot.com/2007/12/daftar-tanah-longsor-di-indonesia.html Slide Kuliah Aspek Kebencanaan, PL 3002
Wiyarti Wardhani, Efriyansyah, Ahmad Junaidi and Dwikorita Karnawati. (2007) Landslide Susceptibility Analysis after the May 2006 Earthquake Around Pleret and Pundong, Bantul Regency, Yogyakarta. PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI 2007
www.esdm.go.id
23
Lembar Pengerjaan
Nama
NIM
Keterangan
Karissa Mayangsunda
15309008
Membuat slide presentasi, menjawab pertanyaan
Nurul Setia Pertiwi
15309016
Membuat slide presentasi, menjawab pertanyaan
Praditya Adhitama
15408047
Presentasi , membuat laporan presentasi
Theodorus Bramantyo
15408065
Menjawab pertanyaan, membuat laporan presentasi
Andias Wibisono
15409006
Menjawab pertanyaan, membuat laporan presentasi
Anissa Yuniashaesa
15409022
Presentasi, membuat laporan presentasi
Mahdi Karim
15409031
Presentasi, membuat laporan presentasi
Dinar Suryandari
15409036
Menjawab pertanyaan, membuat laporan presentasi
Titis Astri
15409053
Presentasi, membuat laporan presentasi
24