Pemerintah Terus Menggeber Utang Dalam lima pekan, pemerintah terbitkan SUN Rp 107,73 triliun atau 25,1% dari target JAKARTA, Selain hobi menggenjot penerimaan pajak, pemerintah juga ngebut menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) pada awal tahun ini demi menambal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Dengan strategi penerbitan obligasi mulai awal tahun (front loading), pemerinah suah menerbitkan seperempat dari target bruto 2015. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan mencatat, per 2 Februari 2015, toatal penerbitan SUN mencapai Rp 91,74 triliun. Ditambah hasil lelang pada 3 Februari, toal jenderal Rp 107,73 triliun atau setara 25,01% dari target penerimaan SUN bruto yang dalam APBN 2015 mencapai sebesar Rp 430,66 triliun. Dalam rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P) 2015, target penerbitan bruto surat utang Negara naik menjadi Rp 460 triliun. Namun RAPBN-P masih dibahas dan belum disahkan DPR. Pemerintah memang sangat agresif menerbitkan SUN di awal tahun karena memanfaatkan momentum turunnya yield.” Pemerintah menerbitkan SUN dalam jumlah besar sehingga cost of fund rendah,” ujar Head of Debt Research Danareksa Sekuritas Yudistira Slamet. Ia memprediksi, pada akhir semester I-2015, penerbitan SUN bisa mencapai 60%-70% dari target bruto. Dengan catatan, minat investor asing tetap tinggi. Stategi front loading menyebabkan pasokan SUN cukup melimpah. Tapi hati-hati, per 4 Februari 2015, porsi asing di SUN kian gemuk, yakni 40% dari nilai outstanding. Artinya, tingkat volatilitas pasar akan semakin tinggi. Menurut Global Makets Financial Analyst Manager bank Internasional Indonesia, Anup Kumar, strategi front loading memang disokong permintaan asing yang cukup besar. “Bisa dibilang supporter utama dari investor asing,” ujar Kumar. Ia menilai, penurunan yield tidak akan berlangsung lama. Jadi, investor asing bakal cepat merealisasikan keuangan (profit taking). Kumar menduga, yield SUN tenor 10 tahun yang Kamis (5/2) di level 7,01%, akan naik ke 8,1% pada akhir kuartal I-2015 dan di level 8,4% pada akhir tahun. Yield juga bisa terkerek kenaikan suku bunga Bank Sentral AS ( The Fed) dan babak baru ketegangan Yunani di Zona Eropa. Sementara, volatilitas pasar SUN dipengaruhi kinerja rupiah. Jika rupiah terdepresiasi, pasar SUN langsung bergejolak. Yudistira menyarankan, investor domestic menunggu penerbitan SUN seri acuan 2016 yang mungkin terbit September atau Oktober 2015. Seri baru ini bakal likuid di 2016 dan berpotensi memberi capital gain.
Koran KONTAN, Kamis, 6 Februari 2015
Mandiri Cari Alternatif Lain Dividen akan ditahan untuk menambah modal JAKARTA, Panitia Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat menolak rencana penyertaan modal Negara (PMN) kepada PT Bank Mandiri Tbk. Semula, pemerintah berniat menyuntikkan tambahan modal ke Bank mandiri senilai Rp 5,6 triliun lewat skema penerbitana saham baru (rights issue) senilai total Rp 9,3 triliun. Tanpa tambahan, ekspansi kredit Bank mandiri, terutama ke infrastruktur bakal terhambat. Tak hanya itu, upaya bank ini memperbesar modal juga bakal tertatih. Toh begitu, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas masih optimistis, Bank Mandiri bisa memenuhi target modal yang hingga akhir tahun 2015 dipatok sebesar Rp 100 triliun. Sampai November 2014, ekuitas Mandiri sudah sebesar Rp 98,69 triliun. Ada beberapa cara yang disiapkan Bank mandiri agar modal menembus Rp 100 triliun. Antara lain, dividen yang ditahan. “Rasio payout dividen yang diturunkan sehingga modal bisa naik menjadi Rp 100 triliun,” ungkap Rahan, Kamis (5/2). Dus, Rohan pun yakin, target pertumbuhan penyaluran kredit tahun 2015 sebesar 17% masih bisa tercapai. Hanya saja, Bank Mandiri tetap butuh tambahan suntikan pendanaan dari pemerinah untuk lebih ekspansif. “Dan itu harus mulai disusun dari sekarang,” imbuh Rohan. Asal tahu saja, pemenuhan modal ini penting agar Bank Mandiri memenuhi Quanlified Asean Bank (QAB) sehingga bisa bertarung di kawasan Asean. Syarat QAB, bank harus memiliki rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio CAR Bank Mandiri berada di lebel 16,47%. Hitungan Bank Mandiri, jika tidak ada tambahan modal dari right issue sebesar Rp 9,3 triliun pada tahun 2015, maka modal menjadi sekitar 16,22% pada tahun 2019, atau di bawah syarat QAB. Selain Bank Mandiri, pemerintah juga menyiapkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) bilang, Bani Indonesia dan Otoritas Jasa keuangan perlu memperjuangkan perbankan Indonesia di Asean tanpa harus terbebani kendala modal. Sebab “Perbankan Asean lain sduah lebih dulu besar dan berkembang,” ujar dia. Padahal, potensi bisnis perbankan terbesar di Asean ada di Indonesia.
Koran Kontan, Jum’at, 6 Februari 2015
Perekonomian India Menyusul China Setelah mengubah metode perhitungan, pertumbuhan ekonomi India direvisi dari 4,7% menjadi 6,9% NEW DELHI, India mengubah metode untuk mengukur perekonomian. Alhasil, proyeksi pertumbuhan ekonomi India untuk tahun fiskal yang berakhir maret 2014 dikoreksi dari sebelumnya 4,7% menjadi 6,9%. Dengan bagitu, India menjadi Negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua dunia setelah China. Selain merevisi pertumbuhan ekonomi, produk domestic bruto (PDB) India juga berubah dari sebelumnya INR 113,6 triliun menjadi INR 113,5 triliun. Sebelumnya, metode perhitungan pertumbuhan ekonomi India menggunakan faktor biaya 2004-2005. Kini, Pemerintah India menghitung pertumbuhan ekonomi berdasarkan harga pasar tahun 2011-2012. “Tingkat revisi keatas sangat tajam. Jadi semua perkiraan masa depan pertumbuhan, defisit fiskal dan indikator lainnya harus kembali dikalibrasi,’ ujar Sujan Hajra, ekonomi di Anand Rathi Financial Services Ltd seperti dikutip Bloomberg. Perubahan angka tersebu disebabkan data base yang mencakup lebih banyak perusahaan. Selain itu juga perluasan data pajak ikut menyumbang kenaikan pertumbuhan ekonomi. Faktor lainnya adalah data dari pialang saham, bursa, reksadana, dana pension dan regulator pasar. Ambil contoh, di sektor perdagangan, hotel dan restoran yang sebelumnya dihitung hanya tumbuh 1%. Begitupun juga dengan ekspansi di sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan melambat menjadi 7,3% dari 12,9%. Dikutip dari Reuters, Pemerintah India memprediksi, perubahan akan membantu menurunkan defisit fiskal India. Hal ini memudahkan Perdana Menteri India, Narendra Modi memangkas kesenjangan defisit ke level terendah dalam tujuh tahun terakhir yakni 4,1%.
Perubahan metode perhitungan akan mengurangi deficit fiskal. Metodologi baru yang digunakan India lebih sesuai dengan standar global dengan mengukur ekonomi menggunakan harga pasar. “Ini akan membantu mengurangi distorsi pasar dan memberikan representasi yang lebih baik untuk sektor manufaktur,” ujar Sournya Kanti Ghosh, penasihat ekonomi utama di State Bank of India. Kebijakan moneter Selein mengubah metode perhitungan pertumbuhan ekonomi, India juga harus menjaga disiplin fiskal. Gubernur Bank Sentral India, Raghuram Rajan mempertimbangkan memakai jasa tembaga independen untuk memeriksa anggaran tahunan dalam rangka mengontrol defisit anggaran. “Kehati-hatian fiskal ini sangat penting.” Ujar Rajan. Bank Sentral India sendiri telah mengambil langkah moneter dengan mengurangi cadangan di bank umum supaya daya yang mengalir ke pinjaman lebih banyak ketimbang memarkir uang
di obligasi pemerintah. Kebijakan tersebut bertujuan mendorong perusahaan dan individu untuk meminjam dan berinvestasi. Kata Rajan, bank sentral berniat memangkas suku bunga acuan setelah melakukan pemotongan 0,25% pada pertengahan Januari lalu. “Sampai kami mendapat kan lebih banyak data, saya pikir kami jeda dulu,” ujar Rajan. Harga minyak yang lebih rendah, jelas Rajan, membantu India mengurangai ancaraman inflasi. Bank Sentral India akan melihat data-data ekonomi seperti inflasi dan usulan anggaran tahunan pemerintah sebelum menurunkan suku bunga. “Biarkan kebijakan moneter mengikuti arusnya,” ujar Rajan dikutip dari ‘The new York Times. Salah satu yang menjadi keluhan Rajan adalah walau Bank Sentral India telah menurunkan suku bunga acuan, namun bank-bank komersial terlambat menurunkan suku bunga kredit. Beberapa bank tetap mempertahankan suku bunga dalam tiga minggu terakhir. Bank-bank komersial menggunakan selisih dari bunga yang dikutip dari peminjam dengan pembaranan kepada deposan untuk menggemukkan margin keuntungan. Pasalnya, bank-bank komersial harus menggenjot pendapatan untuk mengimbangi jumlah kredit macet. Namun, dengan persainan yang semakin ketat, Rajan optimistis, bank-bank komersial pada akhirnya akan menurunkan suku bunga demi menggaet nasabah.
Koran Kontan, Rabu 4 Februari 2015