PENGARUH UTANG PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
MUHAMMAD ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Utang Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia adalah benar merupakan gagasan atau hasil penelitian saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014 Muhammad Islam NIM H151100104
RINGKASAN MUHAMMAD ISLAM. Pengaruh Utang Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan BAMBANG JUANDA Percepatan pembangunan ekonomi perlu diimplementasikan oleh negaranegara dunia ketiga untuk mengejar ketertinggalan ekonomi. Untuk membiayai pembangunan ekonomi tersebut, pemerintah membutuhkan anggaran belanja dengan jumlah yang cukup besar sehingga membuat anggaran belanja pemerintah lebih besar dari anggaran penerimannya atau defisit anggaran. Defisit anggaran yang terjadi perlu dicarikan alternatif solusi untuk membiayainya antara lain pemerintah dapat melakukannya melalui utang, menjual asset/privatisasi, maupun dengan cara mencetak uang. Dari beberapa alternatif pembiayaan tersebut, hal yang paling lazim dilakukan pemerintah suatu negara yakni dengan melakukan utang baik utang dalam negeri ataupun luar negeri serta yang dilakukan melalui pinjaman langsung maupun melalui penerbitan surat berharga negara (SBN). Utang yang dilakukan pemerintah dalam membiayai belanja pemerintah secara teori dapat mendorong pertumbuhan ekonomi baik dari sisi permintaan [Y=C+I+G+NX] maupun dari sisi Penawaran [Y= F(K,L)], namun utang pemerintah juga dapat menimbulkan beban utang dan bunga utang yang akan membebani anggaran pemerintah dan pada akhirnya justru menghambat pertumbuhan. Sementara jika dilihat postur pengeluaran pemerintah belanja pusat, sebagian besar digunakan untuk membiayai subsidi dan belanja pegawai sehingga perlu dilakukan pengujian apakah utang pemerintah baik pinjaman maupun SBN selama ini dapat mendorong pertumbuhan atau justru menghambat pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bebarapa permasalahan yakni : (1)Bagaimana pengaruh utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, (2)Bagaimana dampak guncangan pada utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, (3)Bagaimana korelasi silang (cross correlation) utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu kuartalan (triwulanan), mulai kuartal II tahun 1999 sampai kuartal II tahun 2014. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, serta Fx Sauders. Metode yang digunakan untuk analisis pengaruh utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi yakni dengan metode vector auto regression (VAR) maupun vector error correction model (VECM) serta metode cross correlation Pearson. Hasil estimasi VECM menunjukan bahwa secara umum utang pemerintah memiliki pengaruh positif dan signifikan (pada taraf nyata 5 persen) terhadap pertumbuhan PDB dengan koefisien 0.582 yang berarti kenaikan utang pemerintah sebesar 1 persen angka mendorong pertumbuhan sebesar 0,582 persen. Komponen utang pemerintah berupa pinjaman memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dengan elastisitas sebesar -0.273 dan signifikan pada taraf nyata 10 persen sedangkan komponen utang dalam bentuk SBN memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen dengan nilai koefisien sebesar 0.454 persen.
Analisis korelasi silang menunjukan bahwa antara utang pemerintah merupakan indikator pengikut dari PDB sehingga pergerakan PDB terjadi lebih dahulu terhadap variabel utang pemerintah dan berhubungan procyclical. Berdasarkan analisis VECM dan cross correlation menyimpulkan bahwa komponen utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN) lebih efektif dibandingkan dengan pinjaman pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kata kunci: utang pemerintah, pertumbuhan ekonomi, korelasi silang, defisit anggaran, vektor model koreksi kesalahan
SUMMARY MUHAMMAD ISLAM. The Effect of Government Debt on Economic Growth of Indonesia. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM and BAMBANG JUANDA Acceleration of economic development needs to be implemented by the third world countries in order to keep pace with the economy that has been happening. To be able to finance the economic development, the government requires a large budget by that impacts government budget deficit. In order to cover the budget deficit, the government can take some actions, such as by government debt, sells asset/privatization, or by printing money. From some of these financing alternatives, it is most commonly done by the government is by taking debt whether domestic debt or foreign and by direct loan or through the issuance of government debt letter. Debt by the government to finance government spending theoretically could support economic growth both in terms of demand side [Y=C+I+G+NX] and supply side [Y= F(K,L)]. Government debt can also lead to debt burden and debt interest which would cost the government budget and in the end it inhibits growth. Meanwhile, if we examine the posture of government spending, it’s used largely to finance subsidies and spending on government personnel, therefore it is necessary to test whether government debt can promote growth or inhibit growth. If we examine the government spending share, the largest part is used to finance subsidy and personnel expenditure, therefore it is necessary to test whether government debt or government securities (SBN) could increase growth or on contrary it will inhibit the growth. Data used in this research is time series data (quarterly) since second quarter 1999 until second quarter 2014 and secondary data obtained from Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Ministry of Finance, and Fx Sauders. The method used to analyze the correlation of government debt towards economic growth is vector auto regression (VAR); vector error correction model (VECM) and cross correlation Pearson method. This study aims to answer the some problems: (1) How does the effect of government debt on economic growth in Indonesia, (2) What is the impact of shocks on government debt to Indonesia's economic growth, (3) How does the cross-correlation of government debt on economic growth Indonesia. The data used in this study is a quarterly time series data, starts from the second quarter of 1999 to second quarter of 2014. Data used are secondary data obtained from the Central Statistics Agency (BPS), Bank Indonesia (BI), Ministry of Finance and Fx Sauders. The methods used for the analysis of the effect of government debt on economic growth are of vector auto regression (VAR) and vector error correction model (VECM) as well as cross-correlation method of Pearson. VECM estimation results indicate that the general government debt has a positive and significant effect (at the 5 percent significance level) to GDP growth with a coefficient of 0.582, which means the increase in government debt by 1 percent will stimulate growth rate of 0.582 percent. Component of government debt in the form of loans has a negative effect on the growth elasticity of -0273 and significant at the 10 percent significance level while the debt component in
the form of government securities have positive and significant impact on the real level of 5 percent to the value of a coefficient of 0.454 percent. Cross-correlation analysis shows that government debt is a follower indicator, that the movement GDP occurred prior to the government's debt and is procyclical. Based on VECM and cross correlation analysis, it can be concluded that the debt component in the form of state securities (SBN) is more effective than government loans in stimulating economic growth. Keywords: government debt, economic growth, cross correlation, budget deficit, vector error correction model (vecm)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH UTANG PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
MUHAMMAD ISLAM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
2
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Alla Asmara, SPt MSi
ii
iii
PRAKATA Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Tesis yang Berjudul “Pengaruh Utang Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” disusun sebagai suatu syarat dalam meraih gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Ekonomi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc dan Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS selaku komisi pembimbing yang dalam kesibukannya masih meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Arif Budimanta, MSc anggota Komisi XI DPR RI atas dukungan moral dan materil serta kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi magister ini. Kepada rekan-rekan kerja di Megawati Institute yang telah memberikan dukungan, kerjasama dan bantuannya selama penulis menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak Syahruddi Ramlan dan Tarmudji Subur dari Dirjen Pengelolaan Utang (DJPU) yang telah membantu penulis dalam mengakses data, Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi selaku ketua program studi Ilmu Ekonomi SPs IPB beserta jajarannya serta seluruh dosen yang telah memberikan materi perkuliahan selama penulis menempuh studi, rekan-rekan kelas khusus Ilmu Ekonomi SPs IPB yang telah saling membantu dalam menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada istri tercinta Ikawati Fitria atas dukungan, doa dan kasih sayangnya, terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua dan mertua yang senantiasa memberikan semangat, doa, wejangan-wejagannya selama ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih memiliki banyak kekurangan sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tesis ini,terutama kepada Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc dan Bapak Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2014 Muhammad Islam
iv
v
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Teoritis Defisit Anggaran Utang Pemerintah Surat Utang Negara (SUN) Utang Pemerintah dalam Perpotongan Keynesian Pertumbuhan Ekonomi Teori Business Cycle Metode Penelitian Empirik Business cycle Kajian Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran 3 METODOLOGI PENELITIAN Data dan Sumbernya Model Persamaan dan Variabel-variabel Metode Analisis Vector Auto Regressive(VAR) Vector Error Correction Model (VECM) Uji Akar Unit (Unit Root Test) Penetapan Lag Optimal Uji Kointegrasi ( Cointegration Test) Impulse Response Function (IRF) Forecast Error Variance Decomposisition (FEVD) Fakta Empirik Business Cycle Analisis Pola dan Karakteristik Business Cycle Karakteristik Volatilitas Kerangka Kerja 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keterkaitan Utang Pemerintah dengan Variabel Pertumbuhan dan Beberapa Variabel Makro Ekonomi Uji Akar Unit (Unit Root Test) Uji Stabilitas VAR Penetapan Lag Optimum Uji Koinegrasi (Cointegration Test)
1 1 4 7 7 7 8 8 8 8 8 11 12 13 14 16 17 18 18 20 21 21 22 22 23 23 24 24 24 25 26 26 28 28 28 30 31 32
vi Estimasi Model Vector Error Correction Pengaruh Utang terhadap Pertumbuhan Estimasi Model Vector Error Correction Pengaruh Pinjaman dan Surat Berharga Negara terhadap Pertumbuhan Dampak Guncangan Utang Pemerintah, Pinjaman, dan Surat Berharga Negara terhadap Pertumbuhan Variance Decomposition Pertumbuhan Output Riil Analisis Korelasi Silang (Cross Corelation) 5 SIMPULAN DAN IMPLIKASI Simpulan Implikasi Kebijakan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
33 36 37 41 42 46 46 47 48 48 50 73
DAFTAR TABEL 1 Total utang dan rasio utang terhadap PDB 2 Jenis dan sumber data 3 Uji akar unit pada level 4 Uji akar unit pada first difference 5 Uji stabilitas VAR persamaan pengaruh utang pemerintah 6 Uji stabilitas VAR persamaan pengaruh pinjaman dan SBN 7 Penetapan lag optimum pengaruh utang pemerintah 8 Penetapan lag optimum pengaruh pinjaman dan SBN 9 Uji kointegrasi Johansen persamaan pengaruh utang 10 Uji kointegrasi Johansen persamaan pinjaman dan SBN 11 Hasil estimasi VECM utang terhadap pertumbuhan ekonomi 12 Hasil estimasi VECM pinjaman dan SBN terhadap pertumbuhan ekonomi 13 Variance decomposition PDB Riil 14 Pola siklikal variabel utang dan makro ekonomi terhadap variabel PDB riil
5 19 29 29 30 31 32 32 32 33 34 37 41 45
DAFTAR GAMBAR 1 Besarnya defisit anggaran pendapatan dan belanja negara periode 2004 hingga 2013 2 Proporsi pembiayaan defisit anggaran pemerintah tahun 2011 3 Porsi utang pemerintah per 31 Desember 2013 4 Profil jatuh tempo utang pemerintah per Desember 2013 5 Pembayaran bunga utang 6 Tingkat kemiskinan di Indonesia (persen) dan jumlah utang pemerintah tahun 2000-2013
1 2 2 3 4 6
vii 7 Kenaikan belanja pemerintah dalam perpotongan Keynesian 8 Siklus bisnis 9 Pergerakan procyclical variabel a dan b 10 Pergerakan countercyclical variabel c 11 Kerangka pemikiran 12 Kerangka kerja 13 Keseimbangan primer dan pertumbuhan ekonomi Indonesia 14 Belanja pemerintah pusat 15 Penerimaan pajak Indonesia 16 Respon pertumbuhan terhadap shock utang pemerintah 17 Respon pertumbuhan terhadap shock pinjaman pemerintah 18 Respon nilai tukar riil terhadap shock pinjaman pemerintah 19 Respon pertumbuhan terhadap shock SBN 20 Respon suku bunga acuan terhadap shock pinjaman 21 Respon suku bunga acuan terhadap shock pinjaman 22 Grafik PDB riil triwulanan 23 Grafik seasonal adjusment PDB riil triwulanan 24 Grafik tren PDB riil 25 Grafik siklikal PDB riil 26 Pola pergerakan siklikal utang pemerintah dan PDB riil 27 Pola pergerakan siklikal utang pemerintah dan PDB riil
11 12 15 15 18 27 35 35 36 38 38 39 39 40 41 42 43 43 44 46 46
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Daftar Variabel Uji Akar Unit (Level) Uji Akar Unit (First Difference) Selection Criteria Pemilihan Asumsi Uji Korelasi Estimasi Jangka Panjang VECM Pertumbuhan Cross Correlation Variabel Penelitian dengan PDB Riil
51 52 59 64 66 68 70
PENDAHULUAN Latar Belakang Seperti negara dunia ketiga lainnya, Indonesia membutuhkan percepatan pembangunan ekonomi yang pesat untuk dapat mengejar ketertinggalan ekonomi yang selama ini terjadi. Dalam rangka membiayai pembangunan ekonomi tersebut, pemerintah membutuhkan anggaran belanja dengan jumlah yang cukup besar sehingga membuat anggaran belanja pemerintah lebih besar dari anggaran penerimannya atau defisit anggaran. adapun besarnya utang pemerintah dalam kurun waktu 9 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 1
Sumber : Kementerian Keuangan, 2013 diolah Gambar 1 Besarnya defisit anggaran pendapatan dan belanja negara periode 2004 hingga 2013 Gambar 1 menunjukan bahwa defisit anggaran pemerintah memiliki kecenderungan yang meningkat. Dalam kurun waktu 9 tahun, defisit anggaran pemerintah telah meningkat hampir 1000 persen yakni Rp23,8 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 224,2 triliun pada tahun 2013 (APBN-P). Dalam rangka menutupi defisit anggaran, pemerintah dapat melakukan beberapa hal antara lain melalui utang, menjual asset/privatisasi, maupun dengan cara mencetak uang. Dari beberapa alternatif pembiayaan tersebut, hal yang paling lazim dilakukan pemerintah suatu negara yakni dengan melakukan utang baik utang dalam negeri ataupun luar negeri serta yang dilakukan melalui peminjaman langsung maupun melalui penerbitan surat utang pemerintah. Besarnya porsi pembiayaan defisit anggaran pemerintah pada tahun 2011 dapat dilihat dalam Gambar 2.
2
Sumber : Kementerian Keuangan, 2013 diolah Gambar 2 Proporsi pembiayaan defisit anggaran pemerintah tahun 2011 Gambar 2 menunjukan bahwa porsi terbesar pembiayaan defisit anggaran pemerintah diperoleh dengan cara menerbitkan obligasi atau surat utang negara atau juga sering disebut Surt Berharga Negara (SBN). Sejak tahun 2005 obligasi pemerintah atau surat utang negara menjadi instrumen andalan pemerintah dalam membiayai defisit anggaran belanja dan pendapatan negara (APBN). Penerbitan surat utang pemerintah ini selain untuk menutupi defisit anggaran pemerintah yang hampir selalu terjadi setiap tahun anggaran, juga untuk membayar ataupun refinancing utang yang jatuh tempo dengan surat utang yang jangka waktu dengan term and condition yang baru. Sehingga tidak mengherankan dalam jangka waktu 8 tahun yakni tahun 2005 sampai tahun 2013, total SBN yang dikeluarkan pemerintah telah berjumlah Rp1.661 triliun per Desember 2013 sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber : Kementerian Keuangan 2013 Gambar 3 Porsi utang pemerintah per 31 Desember 2013 Gambar 3 juga menunjukan bahwa total utang pemerintah cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Meningkatnya utang pemerintah diharapkan
3 memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Secara teori makro ekonomi jika permintaan dan atau penawaran meningkat maka akan mendorong terjadinya keseimbangan baru dengan tingkat output yang lebih tinggi. Permintaan agregat dengan fungsi Y= C+I+G+(X-M) akan dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah sehingga dengan semakin besar pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pendapatan nasional dari sisi permintaan (demand side), oleh karena itu utang pemerintah yang digunakan untuk membiayai belanja pemerintah juga memiliki dampak yang sama terhadap pendapatan nasional dari sisi permintaan. Dari sisi penawaran (supply side) dimana Y= F(K,L), maka utang pemerintah dapat berarti akumulasi kapital terutama apabila digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan dalam rantai suplai. Sehingga meningkatnya utang pemerintah akan mendorong kurva penawaran sehingga meningkatkan pendapatan nasional. Namun dari sudut pandang lain, semakin besarnya utang pemerintah akan meningkatkan beban fiskal dimasa yang akan datang dan hal ini semakin sulit untuk diperbaiki karena pemerintah akan membutuhkan pembiayaan yang lebih besar yakni selain untuk menutupi defisit APBN (termasuk pembayaran bunga utang) juga untuk refinancing utang lama yang jatuh tempo. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Kementerian Keuangan 2014 Gambar 4 Profil jatuh tempo utang pemerintah per Desember 2013 Gambar 4 memperlihatkan besarnya kewajiban pemerintah untuk membayar utang yang akan jatuh tempo. Hal ini menjadi salah satu konsekuensi dari utang dimana beban pokok dan bunga utang dimasa yang akan datang akan menjadi beban bagi keuangan pemerintah, oleh karena itu seyogyanya penambahan utang yang dilakukan oleh pemerintah harus dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Hal ini yang menjadi latar belakang dari Tesis yang berjudul “Pengaruh Utang Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.
4 Rumusan Masalah Kondisi APBN yang selalu defisit dan memiliki kecenderungan yang terus meningkat menyebabkan kebutuhan pembiayaan yang juga terus meningkat. Salah satu bentuk pembiayaan yang memiliki porsi terbesar yakni dengan melakukan utang atau penerbitan SUN. utang dan penerbitan SUN memiliki konsekuensi bahwa dimasa yang akan datang pemerintah harus menyediakan dana lebih untuk membayar kembali utang dan bunga utang maupun SUN yang telah dikeluarkannya. Beban bunga utang (belum termasuk pokok utang) pemerintah didalam APBN 2013 hampir mencapai 10 persen dari dari total anggaran belanja negara yakni sebesar triliun Rp1.154,38 triliun atau sebesar Rp 113,244 triliun seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber : Kementerian Keuangan, 2014 Gambar 5 Pembayaran bunga utang Melihat besarnya beban utang didalam keuangan negara, maka perlu dikaji mengenai manfaat utang terhadap perekonomian Indonesia seperti pertumbuhan, kemiskinan, serta indikator-indikator ekonomi penting lainnya. Selama ini, Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan utang sebuah negara yaitu rasio utang terhadap produk domestik bruto (debt to GDP ratio) International Monetary Fund (IMF) menetapkan bahwa suatu negara dikategorikan menghadapi beban utang yang tinggi bila variabel ekonomi debt to GDP ratio mencapai nilai yang lebih tinggi dari 60 persen. demikian pula dalam perjanjian Maastricht atau dikenal dengan Maastricht Treaty yang menghendaki seluruh negara anggota Uni Eropa harus memiliki rasio utang terhadap PDB kurang dari 60 persen. Namun demikian, penelitian mengenai ambang batas utang menunjukan hasil yang berbeda dengan Maastricht Treaty seperti yang diungkapkan dalam penelitian Maghaireh (2002) sampai pada kesimpulan bahwa di Jordan, utang luar negeri di bawah ambang batas dari 53% dari PDB memiliki hubungan positif dengan PDB dan selanjutnya hubungan berubah menjadi negatif,
5 selain itu Blavy (2006) menemukan bahwa "ambang batas utang" adalah 21% dari PDB. Jika melihat rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, terlihat kecenderungan rasio yang menurun tahun 2000 utang pemerintah sebesar Rp1.234,28 triliun atau 89 persen dari PDB Indonesia pada tahun yang sama, sedangkan 13 tahun kemudian yakni tahun 2013 utang Pemerintah Indonesia meningkat lebih dari Rp1000 triliun menjadi Rp2.371,39 triliun atau 28 persen dari PDB Indonesia tahun 2013 seperti yang terlihat pada tabel 1. Tabel 1 Total utang dan rasio utang terhadap PDB Tahun
Total Utang (triliun rupiah)
2000
1.234,28
Rasio Utang terhadap PDB (%) 89
2001
1.273,18
77
2002
1.225,15
67
2003
1.232,50
61
2004
1.299,50
57
2005
1.313,50
47
2006
1.302,16
39
2007
1.389,41
35
2008
1.636,74
33
2009
1.590,66
28
2010
1.676,15
26
2011
1.803,49
25
2012
1.975,42
27,3
2013
2.371,39
28
Sumber : Kementerian Keuangan 2014 Tabel 1 menggambarkan bahwa total utang pemerintah yang cenderung meningkat setiap tahunnya namun rasio utang terhadap PDB semakin menurun atau dengan kata lain, pertumbuhan PDB lebih besar dari pada pertumbuhan utang pemerintah. Dengan menggunakan sudut pandang debt to GDP ratio, maka utang Indonesia masih masuk kedalam kategori relatif aman dan menjadi suatu yang “baik” untuk mendorong perekonomian. Demikian juga jika kita melihat data kemiskinan yang memiliki kecenderungan semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah utang pemerintah seperti yang tergambar dalam Gambar 6.
6
Gambar 6 Tingkat kemiskinan di Indonesia (persen) dan jumlah utang pemerintah tahun 2000-2013 Terkait penggunaan utang dalam rangka pembangunan atau dalam pembiayaan defisit APBN, pemerintah mempunyai goal ekonomi dan goal sosial (salah satunya adalah kemiskinan). Data kemiskinan di Indonesia yang disajikan pada gambar 6 menunjukan bahwa dalam kurun waktu 2000-2013 tingkat kemiskinan di Indonesia cenderung menurun dan dalam kurun waktu yang sama jumlah utang pemerintah mengalami peningkatan. Namun, dengan kondisi data seperti ini belum dapat disimpulkan bahwa semakin besar utang pemerintah akan semakin menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia. Namun variabel kemiskinan dan keterkaitannya dengan utang tidak dibahas dalam penelitian ini karena lebih fokus pada tujuan ekonomi yakni pertumbuhan. Utang pemerintah yang selama ini digunakan untuk menutupi defisit APBN maupun membiayai program pembangunan diharapkan memberikan dampat positif yang cukup signifikan terhadap perekonomian mengingat dimasa yang akan datang akan ada beban utang yang harus dibiayai oleh pemerintah. Jika melihat porsi belanja modal yang relatif kecil, maka ada kekhawatiran bahwa defisit anggaran yang dibiayai oleh utang pemerintah akan memiliki dampak yang kecil bagi perekonomian karena efek multiplier yang diharapkan besar dari belanja modal tidak terjadi. Besarnya belanja modal pemerintah tahun 2011, 2012, APBN-P 2013, dan APBN 2014 masing-masing adalah Rp1175,85 triliun, Rp145,1 triliun, Rp192,6 triliun, dan Rp229,53 triliun. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian lebih lanjut bagaimana korelasi antara utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi maupun variabel makro ekonomi lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas maka pokok permasalahan yang berhubungan dengan korelasi utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi.
7 2. Bagaimana dampak guncangan pada utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. 3. Bagaimana korelasi silang (cross correlation) utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Tujuan Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan tujuan sebagai berikut : 1. Menganalisis pengaruh utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Menganalisis dampak guncangan pada utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. 3. Mengetahui korelasi silang (cross correlation) utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Kegunaan Penelitian Dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi penulis juga bagi pihak-pihak lain. 1. Bagi pemerintah, dapat memberikan masukan dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan negara khususnya dalam melaksanakan manajemen utang pemerintah maupun dalam mengambil keputusan untuk menambah atau tidak menambah utang baru. 2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan akan mampu membuka cakrawala pembaca dalam melihat keterkaitan antara utang pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini akan dianalisis keterkaitan antara utang pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi serta variabel makro lainnya. Variabel utang yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi hanya yang termasuk kedalam utang pemerintah saja tidak membahas mengenai pengaruh utang swasta maupun bank sentral. Ada beberapa hal yang dipertimbangkan diantaranya, utang pemerintah secara langsung membebani keuangan negara dan terus diwariskan pada pemerintahan setelahnya. Melalui pembiayaan defisit APBN utang pemerintah menyentuh secara langsung program-program terkait kebijakan fiskal pemerintah. Hal lain yang juga dipertimbangkan adalah karakteristik yang sedikit berbeda antara utang pemerintah dengan utang bank sentral dan swasta yaitu terkait tujuan sosial seperti kemiskinan. Namun, penelitian ini juga dibatasi hanya membahas tujuan ekonomi yakni pertumbuhan, sedangkan kemiskinan tidak dibahas karena data triwulanan untuk variabel kemiskinan tidak tersedia dan hanya tersedia data tahunan. Jika menggunakan data tahunan maka observasi atau periode tahun yang akan digunakan harus lebih panjang, sedangkan ada beberapa variabel lain yang rentang waktunya terbatas atau hanya ada dalam kurun waktu beberapa tahun saja.
8
TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teoritis Defisit Anggaran Menurut Bafadal (2005), Defisit anggaran menggambarkan kondisi anggaran dan pendapatan belanja negara (APBN) dimana pengeluaran lebih besar dibandingkan penerimaan. Oleh karena itu, suatu negara dalam keadaan anggaran yang defisit maka memerlukan tambahan dana agar kegiatan yang telah direncanakan tetap berjalan. Upaya memperoleh tambahan untuk menutupi defisit disebut dengan pembiayaan defisit (deficit financing). Bentuk dari upaya ini seperti mencari pinjaman atau utang didalam negeri dan luar negeri, menjual asset negara dan memperoleh bantuan atau hibah. Utang Pemerintah utang negara berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 merupakan jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lain yang sah. Atas dasar ini, maka utang pemerintah yang dimaksud adalah utang yang diperoleh dalam bentuk pinjaman dan Surat Utang Negara (SUN). Surat Utang Negara (SUN) Surat Utang Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Tujuan penerbitan SUN ialah untuk: (1) membiayai defisit APBN, (2) menutup kekurangan kas jangka pendek, dan (3) mengelola portofolio utang negara. 1. Jenis-jenis SUN Sebagaimana yang tertulis dalam Laporan pertanggungjawaban pengelolaan Surat Utang Negara (SUN) dijelaskan bahwa secara umum SUN dapat dibedakan atas Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dan Obligasi Negara (ON) yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan. Menurut denominasi mata uangnya, ON yang telah diterbitkan Pemerintah dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu ON berdenominasi Rupiah dan ON berdenominasi valuta asing. Menurut jenis tingkat bunganya, ON dapat dikelompokkan ke dalam ON dengan tingkat bunga tetap dan ON dengan tingkat bunga mengambang.
9 A. Obligasi Negara Berdenominasi Rupiah Obligasi negara berdenominasi Rupiah dapat dipisahkan ke dalam beberapa jenis, yaitu: 1) Obligasi berbunga tetap (fixed rate bonds – FR dan ORI) Obligasi jenis ini memiliki tingkat kupon yang ditetapkan pada saat penerbitan, dan dibayarkan secara periodik. Sebelum tahun 2006, obligasi berbunga tetap hanya didominasi obligasi seri FR (Fixed Rate) yang kuponnya dibayarkan setiap enam bulan sekali (semi-annual). Namun pada tahun 2006, tepatnya bulan Agustus 2006, Pemerintah untuk pertama kalinya menerbitkan obligasi berbunga tetap untuk investor ritel yang disingkat ORI – Obligasi Negara Ritel Indonesia. Berbeda dengan obligasi seri FR, kupon ORI dibayarkan sebulan sekali (monthly). Penerbitan ORI secara khusus akan dijelaskan pada bagian lainnya. Berdasarkan posisi 1 Februari 2010, terdapat 52 Seri FR dengan masa jatuh tempo antara tahun 2007 hingga 2038. Tingkat kupon FR berkisar antara 9 % (FR0048, jatuh tempo 15 September 2018 dan FR0049, jatuh tempo 15 September 2013) sampai 15,575% (FR0014, jatuh tempo 15 Nopember 2010). Selain itu terdapat juga obligasi syariah atau yang biasa dikenal dengan istilah “Sukuk”. Hingga februari 2009 ada 7 seri sukuk berdenominasi Rupiah mulai dari IFR0001 hingga IFR0007 dan juga seri SR-001 dengan tingkat kupon berkisar antara 9-12 % 2) Obligasi berbunga mengambang (variable rate bonds – VR) Obligasi berbunga mengambang memiliki tingkat kupon yang ditetapkan secara periodik berdasarkan tingkat bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) berjangka 3 bulan. Kupon dibayarkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan. Sampai akhir tahun 2006, terdapat 21 seri VR yang masa jatuh temponya berkisar antara tahun 2007 sampai dengan 2020. Pada 17 April 2008 bertambah 1 seri VR lagi yakni VR0032 dengan jatuh tempo 25 April 2011. Obligasi jenis VR dapat diperdagangkan dan dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder. 3) Surat utang kepada BI (SU) Dalam rangka program penjaminan perbankan dan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), pada tahun 1998 dan 1999 Pemerintah menerbitkan empat seri SU, yaitu SU-001, SU-002, SU-003 dan SU-004, dengan total nominal sebesar Rp218,3 triliun. SU-001 dan SU-003 merupakan SU yang diterbitkan dalam rangka BLBI yang dikucurkan oleh Bank Indonesia saat krisis moneter tahun 1998/1999. SU-002 merupakan penyertaan modal negara pada Bank Ekspor Impor Indonesia. Sementara SU-004 merupakan surat utang yang diterbitkan dalam rangka program penjaminan Pemerintah. Sesuai dengan terms & conditions awalnya, Obligasi jenis ini memiliki tingkat bunga tetap sebesar 3% yang diperhitungkan atas pokok yang diindeks berdasarkan inflasi. Kupon
10 dibayarkan secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali. Sementara pokok utang diamortisasi (dicicil) setiap enam bulan sekali secara proporsional atas dasar pokok yang telah diindeks. Pembayaran cicilan pokok dilakukan bersamaan dengan pembayaran bunga, dan dimulai setelah masa tenggang (grace period) berakhir. Sebagai bagian dari penyelesaian BLBI, Pemerintah dan BI telah sepakat untuk mengganti SU-001 dan SU-003 dengan menerbitkan surat utang jenis baru yaitu SRBI (Special Rate Bank Indonesia) pada tanggal 7 Agustus 2003 dengan seri SRBI-01/MK/2003. Sementara untuk SU-002 dan SU-004, pada tahun 2006 Pemerintah bersama BI telah menyepakati restrukturisasi terms and condition-nya. Secara umum, klausul indeksasi pokok SU-002 dan SU-004 terhadap inflasi telah dihapus, tingkat bunga SU-002 diturunkan menjadi 1% per tahun, jatuh tempo cicilan terakhir diperpanjang sampai tahun 2025, dan diterbitkan SU-007 untuk membayar tunggakan bunga SU-002 dan SU004 serta perhitungan indeksasi sampai akhir tahun 2005. 4) SRBI (Special Rate Bank Indonesia) SRBI, yang lengkapnya SRBI-01/MK/2003, adalah surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah pada tanggal 7 Agustus 2003 sebagai pengganti SU-001 dan SU-003, dalam rangka penyelesaian bantuan likuiditas BI. Nilai nominal penerbitan SRBI adalah sebesar Rp144.536.094.294.530,00 atau sama dengan jumlah nominal SU-001 dan SU-003. SRBI jatuh tempo tahun 2033 dengan tingkat kupon 0,1% setahun dihitung dari sisa pokok terutang yang dibayarkan secara periodik 2 (dua) kali setahun. Pelunasan SRBI dapat bersumber dari surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian Pemerintah dan akan dilakukan apabila rasio modal terhadap kewajiban moneter BI telah mencapai di atas 10%. Dalam hal rasio modal terhadap kewajiban moneter Bank Indonesia kurang dari 3%, maka Pemerintah akan membayar charge kepada Bank Indonesia sebesar kekurangan dana yang diperlukan untuk mencapai rasio modal tersebut. B. Obligasi Negara Berdenominasi Mata Uang Asing Pada bulan Maret 2006, Pemerintah menerbitkan ON berdenominasi USD (Dollar Amerika), yaitu INDO-17 dan reopening INDO-35 dengan total nominal penerbitan sebesar USD2.000.000.000. INDO-17 diterbitkan dengan nilai nominal USD1.000.000.000. Obligasi ini jatuh tempo pada tanggal 9 Maret 2017 dengan tingkat kupon tetap sebesar 6,875% setahun. Sementara INDO-35 diterbitkan kembali (reopening) dengan nominal sebesar USD1.000.000.000. INDO-35 memiliki kupon 8,5% dan jatuh tempo tanggal 12 Oktober 2035. selain seri-seri tersebut pemerintah juga menerbitkan sukuk dengan denominasi USD sejumlah USD650.000.000 dengan tingkat kupon 8,8% dan jatuh tempo 23 april 2014 yang diberi nama SNI14. Seluruh seri ON berdenominasi USD diatas dapat diperdagangkan/diperjual belikan. Selain berdenominasi USD, pada 29 Juli 2009 pemerintah juga menerbitkan ON berdenominasi JPY dengan seri RIJPY0719 sebesar JPY35.000.000.000 yang akan jatuh tempo pada 29 Juli 2019.
11
Utang Pemerintah dalam Perpotongan Keynesian Peningkatan belanja pemerintah akan berpengaruh terhadap peningkatan output yang berarti akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, hal ini bisa dilihat pada gambar 7
Sumber: Mankiw, 2000 Gambar 7 Kenaikan belanja pemerintah dalam perpotongan Keynesian Pada gambar 7 dapat dilihat, ketika belanja pemerintah (G) yang lebih tinggi mengakibatkan pengeluaran yang direncanakan (AE) yang lebih tinggi untuk semua tingkat pendapatan. Jika pembelian pemerintah naik sebesar ΔG maka kurva pengeluaran yang direncanakan (AE) bergeser ke atas sebesar ΔG, seperti dalam gambar 7 keseimbangan perekonomian bergerak dari titik A ke titik B. gambar 7 menunjukan bahwa kenaikan belanja pemerintah semakin meningkatkan output, yaitu ΔY yang lebih besar dari ΔG. Rasio ΔY/ΔG pengganda belanja atau pengeluaran pemerintah (government purchase multiplier) dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut : ΔY/ΔG = 1/(1 – MPC)........................................................................(2.1) Rasio ini menyatakan berapa banyak pendapatan meningkat dalam menghadapi kenaikan satu satuan dalam belanja pemerintah. Implikasi dari perpotongan Keynesian adalah pengganda pembelian pemerintah lebih besar dari 1 (Mankiw, 2000) Kenaikan dalam pendapatan lebih besar dari kenaikan dalam pengeluaran pemerintah terjadi karena adanya efek pengganda (multiplier effect) terhadap pendapatan. Menurut fungsi konsumsi C = C(T-T), pendapatan lebih tinggi menyebabkan konsumsi yang lebih tinggi. Ketika kenaikan belanja pemerintah meningkatkan pendapatan, juga meningkatkan konsumsi yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan yang kemudian meningkatkan konsumsi dan seterusnya. Oleh karena itu dalam model ini, kenaikan dalam pembelian
12 pemerintah akan menaikan pendapatan dalam jumlah yang lebih besar (Mankiw 2000). Pertumbuhan Ekonomi Dalam kamus ekonomi fluktuasi dari tingkat kegiatan perekonomian (PDB riil) yang saling bergantian antara masa depresi dan masa kemakmuran disebut dengan siklus Bisnis (Business Cycle) Ada empat tahapan dalam siklus perekonomian: tahap pertama adalah masa depresi (depression), yaitu suatu periode penurunan permintaan agregat yang cepat dan dibarengi dengan rendahnya tingkat output dan tingkat pengangguran yang tinggi yang secara bertahap mencapai dasar yang paling rendah; tahap yang kedua adalah tahap pemulihan (recovery), yaitu peningkatan permintaan agregat yang dibarengi dengan peningkatan output dan penurunan tingkat pengangguran; tahap yang ketiga adalah masa kemakmuran (prosperity), yaitu permintaan agregat yang mencapai dan kemudian melewati tarif output yang terus-menerus (PDB potensial) pada saat puncak siklus telah dicapai, dimana tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dicapai dan adanya kelebihan permintaan mengakibatkan naiknya tingkat harga-harga umum (inflasi); tahap keempat adalah masa resesi (recession), dimana permintaan agregat menurun, yang mengakibatkan penurunan yang kecil dari output dan tenaga kerja, seperti yang terjadi pada tahap awal, seiring dengan hal ini maka akan muncul masa depresi. Tahapan-tahapan ini dapat dilihat dalam Gambar 8. Tingkat Aktivitas Perekonomian
Sumber : Pass dan Lowes (1994) Gambar 8 Siklus bisnis Setiap siklus memiliki dua jenis titik balik (turning point), yaitu titik puncak (peak) dan titik lembah (trough). Kedua titik balik ini menandakan sinyal apabila arah dari pergerakan siklikal suatu indikator berubah dari periode ekspansi ke periode kontraksi atau jika terjadi sebaliknya. Kedua titik balik ini hanya dapat ditentukan menggunakan data time series yang merupakan deviasi trendnya, yaitu
13 merupakan definisi dari business cycle yang digunakan dalam penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa tahapan ini akan datang silih berganti sepanjang waktu dalam perekonomian suatu negara. Teori Business Cycle 1. Definisi Business Cycle Definisi Business Cycle atau trade cycle (siklus perekonomin atau siklus perdagangan) menurut Wesley C. Mitchell dan Arthur F. Burns dalam Niemira dan Klein (1994) adalah: “Business cycles are a type of fluctuation found in the aggregate economic activity of nations that organized their work mainly in business enterprises: a cycle consist of expansion occurring at about the same time in many economic activites, followed by similiarly general recessions, contractions, and revival which merge into the expansion phase of the next cycle; this sequence of changes is recurrent but not periodic; in duration business cycle vary from more than one year to ten or twelve years; they are not divisible into shoerter cycles of similar character with amplitudes approximating their own” A. Teori Real Business Cycle Teori Real Business Cycle memberi kontribusi penting dalam ilmu ekonomi dengan memberi sudut pandang baru yang berbeda dalam mengkaji fluktuasi jangka pendek dari output dan kesempatan kerja (employment) yang dijelaskan dengan menggunakan substitusi tenaga kerja antar-waktu, dimana dalam teori ini dianggap sebagai perubahan dalam tingkat output alami, atau keseimbangan. Dengan tetap mempertahankan model klasik sebagai acuan, teori ini mengasumsikan bahwa harga dan upah adalah fleksible, bahkan dalam jangka pendek. Dengan asumsi complete price flexibility, teori ini menganut classical dichotomy dimana variable-variabel nominal, seperti pergerakan uang dan tingkat harga tidak mempengaruhi pergerakan variabel di sektor riil seperti output dan pengangguran (Mankiw, 2000). Untuk menjelaskan pergerakan sektor riil, teori ini menyatakan pergerakan tersebut disebabkan oleh factor alami di sector itu sendiri seperti terjadinya technological shock yang membuat produktivitas meningkat berakhir pada perekonomian yang juga meningkat. Dengan kata lain semua fluktuasi di sector riil seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan investasi merupakan hasil reaksi dari indivisu-individu terhadap perubahan dalam perekonomian. Sementara selama periode resesi atau yang disebut sebagai kemunduran teknologi, output dan insentif untuk bekerja akan berkurang yang dikarenakan teknologi produksi yang menurun. Asumsi lain yang juga penting dalam teori ini adalah netralitas uang dalam perekonomian, yang juga berlaku untuk jangka pendek, dimana kebijakan moneter tidak akan mempengaruhi veriabel-variabel riil, seperti output dan kesempatan kerja. Teori ini banyak mendapat kritik, karena para pengkritik berpendapat bahwa kemunduran teknologi adalah hal yang tidak masuk akal, dimana akumulasi pengetahuan teknologi hanya akan melambat dan tidak mungkin terjadi sebaliknya. Bukan hanya technological shock yang dikritik tetapi mereka juga tidak mendukung netralitas uang, dengan pemberian bukti bahwa data
14 menunjukkan penurunan money supply selalu disertai dengan perubahan di sector riil seperti tingginya pengangguran dan rendahnya output. Penganut teori ini memberikan keterangan ebaliknya dengan argumentasi bahwa perubahan dalam perekonomian seperti tingginya output akibat factor alami akan mempengaruhi permintaan akan uang. Meningkatnya permintaan uang ini akan direspon oleh bank sentral denagn menambah money supply (Mankiw, 2000). Perubahan dalam perekonomian karena faktor-faktor alami ini akan menyebabkan terjadinya sik;us dalam pergerakan variabel-variabel di sektor riil. Siklus ini dipercaya terjadi dalam setiap variabel di sektor riil dan dapat dilihat dengan menghilangkan faktor-faktor musiman, trend dan irregular dari data. Sampai saat ini teori real business cycle yang dianut oleh sedikit ekonom namun cukup signifikan ini terus berkembang. Bahkan, ada sebuah organisasi di Amerika Serikat yang terus nelakukan penelitian dan menciptakan terobosan baru dalam model-model ekonomi untuk menjelaskan teori real business cycle ini. B. Teori Ekonomi New Keynessian Para pengkritik teori real business cycle umumnya berasal dari penganut aliran new keynessian. Banyak dari meraka percaya bahwa fluktuasi output dan kesempatan kerja dalam jangka pendek disebabkan oleh terjadinya fluktuasi dalam permintaan agregat akibat lambatnya upah dan harga dalam menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang sedang berubah. Dengan kata lain teori ini percaya bahwa upah dan harga bersifat kaku/sulit berubah, sehingga peranan pemerintah melalui kebijakan moneter dan fiskal sangat diperlukan untuk menstabilkan perekonomian. Karena teori ini dibangun di atas ,odel permintaan agregat dan penawaran agregat tradisional, maka dalam teori ini dikatakan bahwa perubahan harga dari biaya beli sekesil apapun akan memilki dampak makroekonomi yang besar karena adanya eksternalitas permintaan agregat. Toeri ini telah memasukkan guncangan pada sisi penawaran, ketidakstabilan moneter dan guncangan terhadap permintaan uang dan modelnya (Mankiw, 2000). Metode Penelitian Empirik Business cycle 1.
Hodrick-Prescott Filter (HPF)
Hodrick-Prescott Filter (HPF) merupakan pendekatan statistik yang secara khusus mengestimasi trend dan komponen siklikal atau menghilangkan komponen trend dan siklikal dalam suatu data deret waktu (time series). Fakta secara empirik (stylized fact) menunjukan bahwa business cycle Indonesia dianalisis dengan memisahkan komponen trend dan siklikal dari data time series makroekonomi . dalam analisis HPF, komponen siklikal variabel makroekonomi dapat dilihat pola dan karakteristiknya dengan melihat korelasinya dengan variabel referensi. 2. Cross Corelation Cross corelation merupakan suatu pendekatan untuk melihat detrended berdasarkan lag (periode ke belakang) dan lead (periode ke depan). Detrended merupakan cara untuk memisahkan komponen trend, sehingga sebelum cross corelation maka ditentukan terlebih dahulu variabel trend dan siklikal berdasarkan hasil analisis HPF. Cross corelation dapat memperlihatkan antara lag detrended dan lead detrended pada suatu variabel. Cross corelation menunjukan detrended dengan komponen siklikal mempunyai korelasi atau tidak.
15 A.
Karakteristik Hubungan Indikator dalam Business Cycle
Setiap variabel-variabel ekonomi yang termasuk ke dalam salah satu dari indikator dini yang telah dijelaskan di atas, memiliki hubuingan yang bermacammacam terhadap business cycle. Berikut ini akan dijabarkan mengenai hubungan antara indikator-indikator dengan business cycle, yang terbagi menjadi tiga, yaitu: Procyclical, hubungan dimana arah pergerakan dari indikator-indikator ekonomi sama dengan perubahan yang terjadi pada perekonomian suatu negara. Ketika perekonomian membaik, maka dapat dipastikan bahwa indikatornya akan mengalami peningkatan (Gambar 9) Countercyclical, hubungan diman indikator-indikator ekonomi memiliki arah gerak yang berlawanan dengan perekonomian suatu negara yang sedang terjadi (Gambar 10) Acyclical, indikator-indikator ekonomi tidak memiliki hubungan dengan perubahan yang terjadi pada perekonomian suatu negara. Adapun kondisi perekonomian tersebut, baik dalam kondisi yang cukup bagus maupun dalam kondisi buruk, perubahan yang terjadi dalam indikator tersebut tetap tidak terpengaruh dan berada pada trend-nya sendiri.
Sumber : Gail (1998) Gambar 9 Pergerakan procyclical variabel a dan b
Sumber : Gail (1998) Gambar 10 Pergerakan countercyclical variabel c
16
Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian Bafadal (2005) yang berjudul “Dampak Defisit dan Utang Pemerintah terhadap Stabilitas Makro Ekonomi” dengan menggunakan model ekonommetrika time series yakni Vector Error Corection Model (VECM) dan menggunakan data tiga bulanan tahun 1980-2003. Hasil penelitian menunjukan bahwa utang dalm negeri sebagai komponen pembiayaan anggaran mulai sejak krisis 1998. Kondisi fiskal adalah sustain dalam jangka panjang dan rasio defisit terhadap produk domestic bruto (PDB) sebesar 4.35 persen dan rasio total utang terhadap PDB sebesar 75 persen. peningkatan defisit dan cicilan utang akan menurunkan PDB dalam jangka pendek dan jangka panjang. Stabilitas PDB akan dicapai setelah tiga tahun guncangan terjadi. Penelitian Riyadi (2012) yang berjudul “Early Warning System Krisis Utang di Indonesia : Pendekatan Business Cycle Theory”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terjadinya krisis utang di Indonesia pada periode waktu mendatang sangatlah dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suku bunga LIBOR 6 bulan dan laju inflasi Jepang. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbuka kecil (small open economy) yang masih rentan terhadap goncangan makroekonomi global. Model early warning system yang terbentuk dari penelitian ini dapat bekerja dengan cukup baik dalam memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia meskipun proses kaliberasi terhadap variabel-variabel penyusunnya masih perlu dilakukan secara berkala. Penelitian yang dilakukan Berg and Sachs (1988), Lee (1991), Balkan (1992), Lanoie and Lemarbre (1996), dan Marchesi (2003) dalam Riyadi (2012) mendefinisikan krisis utang hanya menggunakan konsep debt rescheduling yang dilakukan suatu negara. Penggunaan konsep debt rescheduling ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi secara tepat kapan periode waktu suatu negara tertentu melakukan penjadwalan ulang atas pembayaran utang luar negerinya. Penelitian Hubbard (2011) yang berjudul “Consequences of Government Deficits and Debt” yang melakukan penelitian untuk kasus pada negara Amerika Serikat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada tiga kekhawatiran utama dari utang yakni: (1) kenaikan kumulatif utang yang begitu besar atau bahkan kecil dapat berpengaruh besar terhadap suku bunga riil, (2) besarnya pengaruh utang pemerintah pada suku bunga dapat meningkatkan ketergantungan terhadap tabungan asing, (3) tinggi pengeluaran pemerintah untuk membayar kewajiban utang sangat mungkin membuat beban pajak yang lebih tinggi, mengurangi pembentukan modal, pertumbuhan ekonomi dan standar kehidupan. Penelitian Daryanto (2004) yang berjudul “Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” yang meneliti pengaruh utang luar negeri Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu 1977-2001 dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) menyimpulkan bahwa utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena kurang tepatnya pemerintah dalam mengalokasikan dana pinjaman yang diperoleh dari luar negeri. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pengelolaan utang luar negeri yang dilakukan pemerintah tidak optimal.
17 Hal ini dilihat dari nilai ekspor yang jauh lebih rendah dari utang luar negeri pemerintah, alokasi pengeluaran pembangunan yang jumlahnya jauh lebih kecil dari utang luar negeri pemerintah, jumlah utang luar negeri yang setiap tahunnya hampir sama bahkan melebihi jumlah domestic saving, dan lain-lain. Penelitian ini menyebutkan bahwa pengelolaan utang luar negeri pada orde reformasi cenderung lebih baik dibandingkan orde baru meskipun pengaruhnya terhadap pertumbuhan tetap negatif. Penelitian Georgiev (2012) yang berjudul “Implications of public debt on Economic growth and development” yang meneliti hubungan antara utang, investasi dan pembangunan ekonomi dalam konteks Eropa khususnya Italia dan Portugal yang dianalisis lebih dalam perihal kebijakan fiskal dan manajemen utang. Analisis ini didasarkan pada statistic deskriptif, regresi dan data panel yang terdiri dari 17 negara Eropa dengan menggunakan jenjang waktu dari tahun 1980 hingga tahun 2012. Penelitian ini menunjukan bahwa Italia dan Portugal berada pada kondisi tidak berkelanjutan dalam decade terakhir disertai dengan defisit fiskal yang besar, ekspor neto yang negatif, dan kenaikan suku bunga. Utang public sebagai variabel independen tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara langsung, tetapi menggeser investasi melalui suku bunga yang tinggi dan meningkatnya ketidakpastian yang pada akhirnya secara tidak langsung berpengaruh negatif terhadap PDB. Penelitian Ezeabasili et.al (2011) yang berjudul “Nigeria’s External Debt and Economic Growth: An Error Correction Approach” yang mengkaji hubungan antara utang luar negeri Nigeria dan pertumbuhan ekonomi antara tahun 1975 hingga 2006 dengan pendekatan kointegrasi menunjukan bahwa adanya satu hubungan kointegrasi pada 1 dan 5 persen level kointegrasi. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa untuk kasus Nigeria, peningkatan 1 persen utang luar negeri akan menyebabkan penurunan PDB sebesar 0,027 persen. Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini utang pemerintah merupakan variabel eksogen utama sedangkan fokus penelitian ini menganalisis respon pertumbuhan (business cycle) dan variabel ekonomi makro Indonesia lainnya sebagai tranmisi dalam mencapai pertumbuhan ekonomi terhadap utang pemerintah. Postur anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) secara garis besar di susun oleh penerimaan dan pengeluaran, apabila penerimaan lebih besar dari pengeluaran maka keuangan pemerintah mengalami surplus anggaran, jika penerimaan sama dengan pengeluaran maka keuangan pemerintah mengalami anggaran berimbang, sedangkan jika penerimaan lebih kecil dari pengeluaran maka keuangan pemerintah mengalami defisit anggaran. Apabila pemerintah mengalami defisit anggaran, maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah antara lain melalui Utang, menjual asset/privatisasi, maupun dengan cara mencetak uang, namun hal yang paling sering dilakukan pemerintah yakni membiayai defisit dengan cara melakukan utang. Utang yang dilakukan pemerintah dalam membiayai belanja pemerintah secara teori dapat mendorong pertumbuhan ekonomi baik dari sisi permintaan
18 [Y=C+I+G+NX] maupun dari sisi Penawaran [Y= F(K,L)], namun utang pemerintah juga dapat menimbulkan beban utang dan bunga utang yang akan membebani anggaran pemerintah dan pada akhirnya justru menghambat pertumbuhan. Dengan menggunakan tools ekonometrika akan memberikan jawaban apakah utang pemerintah akan memberikan pengaruh positif ataupun negatif bagi pertumbuhan ekonomi dan variabel ekonomi makro lainnya. Kebijakan Fiskal Penerimaan
Pengeluaran
Defisit
Seimbang
Surplus
Utang
Privatisasi
Seignorage
Beban Utang dan Bunga Utang
AD-AS
GDP dan Variabel Makro lainnya
Gambar 11 Kerangka pemikiran
METODOLOGI PENELITIAN
Data dan Sumbernya Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu kuartalan (triwulanan), mulai kuartal II tahun 1999 sampai kuartal II tahun 2014. pengambilan data tersebut disesuaikan dengan kebutuhan minimum data deret waktu yang diperlukan serta kebutuhan untuk menjawab tujuan penelitian sesuai dengan kerangka pemikiran yang telah diuraikan. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh utang pemerintah terhadap pertumbuhan dan variabel makro ekonomi dalam penelitian ini digunakan delapan variabel, yaitu :
19 1. Jumlah (outstanding) Utang Pemerintah (government debt) untuk mengukur perkembangan/perubahan utang pemerintah. 2. Jumlah (outstanding) utang dalam bentuk SBN untuk mengukur perkembangan/perubahan utang pemerintah dalam bentuk SBN. 3. Jumlah (outstanding) utang dalam bentuk pinjaman untuk mengukur perkembangan/perubahan utang pemerintah yang berupa pinjaman. 4. PDB riil, merupakan produk domestik bruto Indonesia dengan menggunakan tingkat harga tahun dasar. Untuk mengetahui fluktuasi output/business cycle. 5. Nilai tukar riil domestic atau kurs (e), merupakan tingkat nilai tukar Rupiah terhadap US $ (Rp/US $), diambil dari kurs tengah BI. 6. Tingkat suku bunga acuan nominal (r), yaitu tingkat suku bunga acuan (kombinasi suku bunga SBI 1 bulanan dan BI rate). Suku Bunga nominal merupakan variabel eksogen yang dapat dikendalikan otoritas moneter. 7. Ekspor bersih riil (net ekspor riil), yakni hasil pengurangan ekspor riil dikurangi impor riil Variabel-variabel dalam bentuk angka indeks disesuaikan dengan tahun dasar yang sama yaitu tahun dasar 2000 (2000=100). Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Yang merupakan data time series triwulanan. Untuk keperluan analisis semua data kecuali suku bunga diubah dalam bentuk log. Secara rinci sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dicantumkan dalam Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan sumber data No.
Jenis Data
Sumber
1
Jumlah Utang Pemerintah
Kementerian Keuangan
2
SBN
Kementerian Keuangan
3
Pinjaman Pemerintah
Kementerian Keuangan
4
PDB Riil
Badan Pusat Statistik (BPS)
5
Nilai Tukar Riil
Fx Sauder
6
SBI Nominal
SEKI Bank Indonesia
7
Net Ekspor riil
Badan Pusat Statistik (BPS)
Jumlah utang yang besar baik pokok maupun bunganya akan memberikan beban bagi keuangan pemerintah, maka sudah seharusnya utang memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Utang digunakan untuk membiayai defisit APBN akibat meningkatnya pengeluaran pemerintah yang dapat mendorong output atau pertumbuhan ekonomi secara riil. Namun, sebagian
20 besar penelitian terdahulu justru menunjukan bahwa beban utang pemerintah memiliki hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Jumlah utang pemerintah dalam penelitian ini yang merupakan jumlah dari SBN dan pinjaman sebagaimana data yang tercatat pada Direktorat Jendral Pengelolaan Utang (DJPU) Kementrian Keuangan berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2004. PDB riil menggambarkan output yang dihasilkan suatu negara. Nilai tukar riil digunakan dalam penelitian ini karena cukup berpengaruh terhadap beban utang suatu negara khususnya utang luar negeri. Nilai tukar berpengaruh negatif terhadap beban utang suatu negara. Sehingga, apabila mata uang domestik terdepresiasi maka beban utang akan meningkat begitu juga sebaliknya jika utang luar negeri meningkat maka permintaan dolar meningkat sehingga nilai tukar terdepresiasi. Nilai tukar juga berpengaruh positif terhadap net ekspor yang nantinya dapat mendorong pertumbuhan. Beban utang yang semakin besar berpengaruh positif terhadap suku bunga yang dapat meningkatkan ketergantungan terhadap tabungan asing dan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Utang berpengaruh negatif terhadap ekspor neto kususnya untuk utang dalam negeri, karena investasi untuk menghasilkan output di dalam negeri berkurang dan megunakan barang impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Model Persamaan dan Variabel-variabel Berikut adalah model persamaan yang digunakan untuk melihat keterkaitan Utang Pemerintah terhadap pertumbuhan dan variabel makro ekonomi. Persamaan utang pemerintah :
Persamaan pinjaman pemerintah dan surat berharga negara :
21 Keterangan : sb_acuan lxrate lpdb lutang lloan lsbn lekspor ci αij εiu
= suku bunga acuan Bank Indonesia = logaritma natural nilai tukar riil = logaritma natural PDB = logaritma natural Utang Pemerintah = logaritma natural pinjaman pemerintah = logaritma natural surat berharga negara = logaritma natural ekspor bersih = intercept, dimana ; i(1,2,..) = lag operator, dimana ; i,j(1,2,..) = guncangan acak, dimana ; i(1,2,..)
Pengurutan variabel pada model, didasarkan pada faktorisasi Cholesky, dimana variabel yang relatif paling sulit dipengaruhi variabel lain diletakan paling awal. Sementara variabel yang tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakan paling belakang. Variabel yang memiliki korelasi prediksi terhadap variabel lain diletakan berdampingan satu sama lain. Hal ini dilakukan karena VD dan IRF sangat sensitif terhadap pengurutan variabel. Untuk memenuhi kebutuhan ordering ini bisa dilakukan melalui uji kausalitas Granger. Metode Analisis Vector Auto Regressive(VAR) Penelitian ini akan menggunakan metode VAR, yaitu suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi dari konstanta dan nilai lag dari peubah itu sendiri serta nilai lag yang lain dari peubah lain yang ada dalam sistem itu sendiri. Jika data yang digunakan stasioner dan tidak terkointegrasi maka metode VAR yang digunakan tetapi, jika data yang digunakan tidak stasioner namun terkointegrasi maka VECM yang digunakan. Menurut Arsana (2005), VAR tidak berbeda dengan tahapan persamaan simultan. VAR juga perlu melakukan identifikasi persamaan sebelum melakukan estimasi model. Kondisi overidentified akan diperoleh jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi jumlah parameter yang ingin diestimasi. Jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi jumlah parameter yang diestimasi sama, akan diperoleh kondisi exactly identified atau just identified. Sementara jika jumalah informasi kurang dari jumlah parameter yang diestimasi akan tercipta kondisi underidentified. Hasil identifikasi pada sebuah sistem persamaan simultan menjadi penting karena pengaruhnya pada proses estimasi. Proses estimasi hanya dapat dilakukan pada kondisi overidentified dan just identified. Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan metode VAR menurut Nachrowi dan Usman (2006). Kelebihan metode VAR antara lain: 1. Model VAR adalah model yang sederhanadan tidak perlu membedakan mana variable yang endogen dan mana yang eksogen. Semua variabel pada model VAR dapat dianggap sebagai variabel endogen 2. Cara estimasi model VAR sabgat mudah, yaitu dengan menggunakan OLS pada setiap persamaan secara terpisah
22 3. Peramalan menggunakan model VAR pada beberapa hal lebih baik dibaanding menggunakan model dalam persamaan simultan yang lebih kompleks Sekalipun memiliki banyak kelebihan, model VAR tetap mempunyai sisi lemah. Adapun beberapa kelemahan yang dimiliki nodel VAR antara lain: 2. Model VAR lebih bersifat ateoritik karena tidak memanfaatkan informasi atau teori terdahulu. Oleh karenanya, model tersebut sering disebut sebagai model yang tidak struktural 3. Mengingat tujuan utama model VAR untuk peramalan, maka model VAR kurang cocok untuk analisis kebijakan 4. Pemilihan banyaknya lag yang digunakan dalam persamaan juga dapat menimbulkan permasalahan. Misal kita memiliki tiga variabel bebas yang masing-masing memiliki lag sebanyak delapan, maka parameter yang harus diestimasi sebanyak 24 buah. Untuk kepentingan tersebut maka data atau pengamatan yang harus dimiliki relative lebih banyak. Vector Error Correction Model (VECM) VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Retriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terintegrasi. VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut kedalam spesifikasinya. Karena itulah VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen kedalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek. Istilah kointegrasi dikenal juga sebagi error, karena deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek Model VECM disusun apabila rank kointegrasi (r) lebih besar dari nol. Model VECM ordo p dan rank kointegrasi r dituliskan sebagai : ………………………………………(3.1) dimana : π = αβ, β = vektor kointegrasi berukuran r x 1, α = vektor adjustment berukuran r x 1,
Pendugaan parameter dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum. Model VECM dapat ditulis dalam model VAR dengan menguraikan nilai diferensiasi : Δyt = yt-yt-1 ………………………………………………………….(3.2) Uji Akar Unit (Unit Root Test) Hal penting yang berkaitan dengan studi atau penelitian yang menggunakan data time series adalah stasioneritas. Penguji ini sangat penting agar tidak terjadi regresi yang semu (spurious regression) apabila data tersebut tidak stasioner. Data
23 deret waktu dikatakan stasioner jika data menunjukan pola yang konstan dari waktu ke waktu, dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur keberadaan stasioneritas, salah satunya dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF) test. Jika nilai dari ADF statistiknya lebih kecil dari MacKinnon Critical Value maka data tersebut stasioner. Hasil series yang stasioner berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar. Apabila hasi series tidak stasioner pada tingkat level, maka harus dilakukan penarikan diferensial dengan melakukan pengujian pada tingkat first difference atau second difference sampai data stasioner. Metode VAR kemudian dikombinasikan dengan VECM. Penetapan Lag Optimal Terdapat beberapa tahap pengujian yang dilakukan untuk memperoleh panjang lag optimal. Pada tahap pertama, akan dilihat panjang lag maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat darinilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh rootsnya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak pada unit circle. Pada tahap kedua, panjang lag optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria Akaike Information Criteria (AIC) dan Scwhwarz Information Criteria (SIC) yang dirumuskan sebagai berikut: ………………………………………………...(3.3) AIC(k) = -2( AIC(k) = -2( ……………………………….………...(3.4) dimana I adalah nilai dari fungsi log likelihood dan k adalah jumlah parameter yang diestimasi dengan menggunakan T pengamatan. Untuk menetapkan lag yang paling optimal, model VAR harus diestimasi dengan tingkat lag yang berbeda-beda, kemudian dibandingkan nilai AIC atau SICnya. Nilai AIC atau SIC yang paling kecil dipakai sebagai acuan dalam penentuan tingkat lag paling optimal. Uji Kointegrasi ( Cointegration Test) Kointegrasi merupakan suatu hubungan jangka panjang antara variabelvariabel yang stasioner pada derajat integrasi yang sama. Konsep kointegrasi menyatakan bahwa jika satu variabel atau lebih tidak stasioner terkointegrasi, maka kombinasi linier antara variabel dalam sistem akan bersifat stasioner, sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang stabil (Enders, 2004) Pengujian kointegrasi dilakukan dengan manggunakan lag optimum yang telah didapat dari pengujian sebelumnya. Untuk dapat menentukan asumsi deterministik yang digunakan dalam pembentukan persamaan kointegrasi, maka perlu dilakukan uji kointegrasi dengan menggunakan asumsi summary. Setelah menentukan asumsi deterministik berdasarkan criteria AIC dan SIC, pengujian kointegrasi dapat dilakukan untuk melihat jumlah kointegrasi sistem persamaan.
24 Pada dasarnya terdapat beberapa cara untuk melakukan uji kointegrasi, yaitu uji kointegrasi Engle-Granger dan uji kointegrasi Johansen (Masyito, 2006). Namun pola penelitian ini uji kointegrasi yang digunakan yaitu uji kointegrasi Johansen (Johansen Cointegration Test) Impulse Response Function (IRF) Sims menyatakan bahwa cara yang paling baik dalam mencirikan struktur dinamis pada model adalah dengan menganalisa respon dari model terhadap guncangan (shock). IRF dapat melakukan ini dengan menunjukan bagaimana respon dari setiap variabel endogen itu sendiri dan variabel lainnya Brooks (2002) berpendapat bahwa IRF melacak respon dari variabel dependen dala VAR terhadap guncangan dari variabel-variabel lain. Jadi, untuk setiap variabel dari masing-masing persamaan yang terpisah, suatu guncangan diaplikasikan kepada error dan effeknya terhadap sistem VAR untuk beberapa waktu tercatat. Karenanya apabila terdapat g variabel dalam sistem, total dari g2 Impulse Response dapat diketahui Forecast Error Variance Decomposisition (FEVD) Brooks (2002)manyatakan bahwa FEVD merupakan metode yang sedikit berbeda untuk mengalisis dinamika sistem VAR. FEVD memberi proporsi pergerakan dalam dalam variabel-variabel dependen yang terkait dengan guncangan dari variabel itu sendiri, disamping terhadap guncangan dari variabelvariabel lainnya. Suatu guncangan terhadap variabel ke-1 tentunya akan berpengaruh langsung terhadap variabel tersebut, namun juga akan ditranmisikan kepada semua variabel lainnya dalam sistem melalui struktur dinamis dari VAR. FEVD menetukan berapa banyak s langkah ke depan mampu meramalkan error variance dari variabel yang dijelaskan terhadap guncangan dari variabel-variabel lain, pada s=1,2,…. Dalam prakteknya, biasanya guncangan dari variabel itu sendiri dijelaskan sebagian besar (peramalan) error Variance dari sistem VAR. Fakta Empirik Business Cycle Fakta empirik yang telah teruji (stylized fact) business cycle Indonesia dianalisis dengan memisahkan komponen trend dan komponen siklikal dari data deret waktu (time series) ekonomi makro. Komponen siklikal variabel ekonomi makro ini kemudian dianalisis pola dan karakteristiknya dengan melihat korelasinya dengan variabel referensi yakni produk domestik bruto (PDB) pendekatan statistik khusus untuk mengestimasi trend dan komponen siklikal yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah Hodrick-Prescott fillter (HPF). Hodrick-Prescott filter digunakan untuk menghitung deret waktu τ Ct kedalam komponen trend τtdan komponen siklikal Ct. Komponen trend yang bersifat stochastic dan berubah secara kontinyu secara alamiah sepanjang waktu. Komponen trend dan komponen siklikal merupakan dua komponen yang tidak berkorelasi. Gail dalam Supriana (2004) berpendapat bahwa trend diperoleh dengan mengasumsikan bahwa jumlah total kuadrat turunan kedua dari τt adalah kecil.
25 Jika τt adalah trend dari deret waktu (time series) yt, maka secara formal estimasi τt dapat diperoleh dengan meminimalisasi fungsi kerugian (loss function) sebagai berikut : …….........................................….(3.5) Dimana: [yt-τt] merupakan komponen siklikal dalam HPF. Masalah optimisasi dapat diselesaikan melalui syarat kecukupan (necessary condition) dibawah ini : -2(yt-τt)+2λ[(τt-τt-1)-(τt-1-τt-2)]4λ[(τt+1-τt)-(τt-τt-1)]+2λ[(τt+2-τt+1)-(τt+1-τt)] = 0 ………………………….(3.6) Melalui aljabar sederhana dapat diperoleh : Yt=[ λL-2-4λL-1+(6+1)-4λL+λL2]τt =[λ(1-L)2(1-L-1)2+1]τt = F (L)τt……………………………………………………….……(3.7) Dimana L adalah lag operator dan F(L) adalah bentuk polinom dari lag operator komponen siklikal [yt-τt] dapat dihitung melalui : CtHP = [F(L)-1][F(L)]-1yt………………………………………………………………………(3.8) Dimana C(L) adalah bentuk polinom dari lag operator. Nilai λ yang digunakan untuk data triwulanan adalah 1600. Metode yang digunakan untuk mengestimasi trend adalah metode HPF yang dilakukan dengan menggunakan software E-Views 8. sedangkan untuk proses detrending (pemisahan unsur siklikal dari unsur trend-nya) dilakukan dengan menggunakan program microsoft Excel.
Analisis Pola dan Karakteristik Business Cycle Supriana (2004) menyatakan bahwa fluktuasi siklikal dideskripsikan berdasarkan struktur korelasi silang (cross corelation) dari komponen siklikal. Hal ini dilakukan untuk mengetahui fakta variabel ekonomi makro yang diobservasi. Jika komponen siklikal dari variabel ekonomi makro Xt, t = 1,...,t, maka koefisien korelasi silang antara Xt dengan komponen siklikal PDB dalam t, adalah ρ(j), jε(0,±1,±2,…). Nilai ρ(j) untuk j=0, memberikan informasi arah dan tingkat hubungan dari variabel relatif terhadap PDB. Nilai koefisien korelasi positif dan mendekati satu menunjukan variabel tersebut pro-siklikal. Sedangkan koefisien korelasi dengan nilai yang sama tetapi berlawanan arah (negatif) disebut kontrasiklikal. Nilai yang tidak berbeda nyata dari nol menunjukkan bahwa variabel tersebut tudak bekorelasi dengan PDB yang disebut a-siklikal. Untuk j = 0, koefisien korelasi silang dapat menunjukan fase pergerakan (phase shift) komponen siklikal variabel Xj relatif terhadap siklikal PDB. Xj disebut leading (lagging) siklikal terhadap PDB jika nilai mutlak dari ρ(j) mencapai maksimum untuk j<0(j>0). Jika nilai maksimum secara absolut dicapai untuk j = 0, maka dikatakan Xj co-incident dengan siklus variabel referensi. Sehingga suatu komponen siklikal dikatakan leading ketika nilai mutlak koefisien korelasi silang mencapai maksimum pada j<0, suatu komponen siklikal dikatakan lagging ketika nilai mutlak koefisien korelasi silang mencapai maksimum pada
26 j>0, sedangkan ketika nilai mutlak koefisien korelasi silang mencapai maksimum pada j=0 maka komponen siklikal tersebut merupakan co-incident terhadap variabel acuan. Korelasi silang yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi silang Pearson yang dapat diformulasikan sebagai berikut :
………………………(3.9)
Karakteristik Volatilitas Proses penentuan kategori volatilitas dari pergerakan siklikal suatu indikator dilakukan dengan cara mencari nilai standar deviasi dari seri data terlebih dahulu untuk kemudian dibagi dengan nilai rata-rata dari seri data yang telah dipisahkan dari unsur trendnya. Hasil dari pembagian tersebut diubah menjadi bentuk persentase. Kriteria yang harus diperhatikan adalah untuk indikator yang memiliki Coefficient Variation (CV) lebih dari 100 persen berarti volatilitasnya tergolong tinggi. Sedangkan indikator yang memiliki CV lebih dari 50 persen tapi kurang dari 100 persen termasuk dalam kategori volatilitasnya medium, dan untuk indikator yang CV-nya kurang dari 50 persen termasuk dalam indikator yang volatilitasnya rendah. Berikut merupakan cara penghitungan secara coefficient of variation: ………………………………………...…………………..(3.10)
…………..……………...…………………(3.11)
…………….……..……………...…………………(3.12)
Kerangka Kerja Dalam penelitian ini utang pemerintah merupakan variabel eksogen utama sedangkan fokus penelitian ini menganalisis respon pertumbuhan (business cycle)
27 dan variabel ekonomi makro Indonesia lainnya terhadap utang pemerintah tersaji pada Gambar 12. 1. Bagaimana pengaruh utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi 2. Bagaimana dampak guncangan pada utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi 3. Bagaimana korelasi silang (cross correlation) utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi
Data Utang Pemerintah (SBN & Pinjaman), PDB Riil, Nilai Tukar Riil, SBI Nominal, Net Ekspor Riil
Adjusting for seasonality
VAR / VECM HPF : Estimasi Komponen Trend Estimasi Komponen Siklikal
Detrended : Pemisahan Komponen Trend dan Siklikal
Estimasi VECM
IRF dan FEVD
Cross Corelation
Bentuk Korelasi Silang (Cross Corelation utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi
Pengaruh dan Dampak Guncangan pada utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi
Kesimpulan Gambar 12 Kerangka kerja
28 Untuk melihat korelasi silang dari utang pemerintah terhadap pertumbuhan dan variabel ekonomi makro Indonesia lainnya maka perlu terlebih dahulu dicari komponen trend dan siklikal dari utang pemerintah, PDB rill dan variabel ekonomi Indonesia lainnya menggunakan HPF. Selanjutnya komponen trend dan siklikal dipisahkan (detrended) dengan menggunakan program Microsoft Exel. Komponen siklikal dari variabel-variabel kemudian dianalisis dengan menggunakan cross correlation. Untuk mengetahui pengaruh serta dampak perubahan utang pemerintah terhadap pertumbuhan dan variabel ekonomi makro Indonesia lainnya, data seluruh variabel dianalisis dengan metode VAR/VECM. Setelah diketahui keterkaitan maupun pengaruh utang pemerintah terhadap pertumbuhan Indonesia, maka dapat disimpulkan apakah utang pemerintah selama ini memberikan dampak yang positif bagi perekonomian atau tidak atau mungkin justru memberikan dampak negatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterkaitan Utang Pemerintah dengan Variabel Pertumbuhan dan Beberapa Variabel Makro Ekonomi Pengaruh atau keterkaitan utang pemerintah dengan variabel pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan Vector Autoregression (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM). VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi (Enders, 2007) restriksi tambahan ini harus diberikan apabila terdapat keberadaan bentuk data yang tidak stasioner pada level, tetapi terkointegrasi. Oleh karena itu, sebelum melakukan estimasi perlu dilakukan beberapa uji statistik untuk dapat menentukan metode yang digunakan. Uji Akar Unit (Unit Root Test) Analisis data time series seringkali memiliki masalah mengenai kestasioneran data. Hal ini sangat penting karena penggunaan data yang tidak stasioner dalam model regresi akan menciptakan regresi lancing (spurious regresion). Regresi langsung akan terjadi ketika hasil regresi menunjukan hubungan antara variabel yang signifikan secara statistik, namun sebenarnya hubungan tersebut hanyalah contemporaneous dan tidak memiliki makna kausal yang jelas. Regresi ini dapat mengakibatkan misleading dalam penelitian terhadap suatu fenomena ekonomi yang sedang terjadi. Uji kestasioneran data merupakan tahap yang penting dalam melihat apakah suatu variabel yang dianalisis mengandung akar unit (unit root) atau tidak. Dengan menggunakan ADF dapat ditentukan apakah suatu variabel stasioner atau tidak. Tahap awal pengujian adalah dengan melihat kestasioneran data pada tingkat level. Apabila dari pengujian tersebut terdapat variabel yang tidak stasioner maka perlu dilakukan pengujian pada tingkat first difference hingga
29 seluruh variabelnya stasioner. Suatu variabel dikatakan stasioner apabila nilai ADF test statistic lebih kecil secara actual dari ManKinnon test critical values. Dengan menggunakan selang kepercayaan 95 persen, maka didapat hasil uji stasioneritas tingkat level variabel-variabel penelitian hampir seluruhnya tidak stasioner pada tingkat level, hanya variabel pinjaman pemerintah yang stasioner pada tingkat level seperti yang tersaji dalam Tabel 3. Tabel 3 Uji akar unit pada level
Variabel
Nilai Kritis MacKinnon
ADF Statistik
1%
5%
-1.0015 -0.3214
-3.5504 -3.5441
-2.9135 -2.9109
Lpdb
0.147834
-3.55267
-2.91452
Lloan
-3.58848
-3.54406
-2.91086
Lsbn
-0.13518
-3.54406
-2.91086
Lxrate
-1.08018
-3.54821
-2.91263
sb_acuan
-1.04197
-3.5461
-2.91173
lekspor Lutang
10%
Keterangan
-2.5945 Tidak Stasioner -2.5931 Tidak Stasioner -2.59503 Tidak Stasioner -2.59309 Stationer -2.59309 Tidak Stasioner -2.59403 Tidak Stasioner -2.59355 Tidak Stasioner
Berdasarkan hasil pengujian pada tingkat level dapat diketahui bahwa dengan menggunakan taraf nyata 5 persen seluruh variabel tidak stasioner. Untuk itu perlu dilakukan uji kestasioneran data pada tingkat first difference. Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa seluruh variabel stasioner pada tingkat first difference karena nilai ADF test statistic variabel-variabel itu secara aktual lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon. Hasil uji akar unit selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 4 Uji akar unit pada first difference Variabel
ADF Statistik
Nilai Kritis MacKinnon
Keterangan
1%
5%
10%
Lekspor
-8.155
-3.5504
-2.9135
-2.5945
Stationer
Lutang
-8.3593
-3.5461
-2.9117
-2.5936
Stationer
Lpdb
-7.82419
-3.55267
-2.91452
-2.59503
Stationer
Lloan
-7.67955
-3.5461
-2.91173
-2.59355
Stationer
Lsbn
-7.06167
-3.54821
-2.91263
-2.59403
Stationer
Lxrate
-3.90323
-3.5504
-2.91355
-2.59452
Stationer
-3.3235
-3.54821
-2.91263
-2.59403
Stationer
sb_acuan
30 Uji Stabilitas VAR Tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan dalam data time series adalah uji stabilitas VAR. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah model VAR stabil atau tidak. Pengujian stabilitas VAR perlu dilakukan guna melihat validitas dalam analisis Impulse Response Function (IRF) dan juga Variance Decompotition (FEVD). Kestabilan model VAR dalam uji ini dilihat dari nilai modulus dari seluruh roots of characteristic polynominal yang kurang dari satu (Gujarati,2003). Tabel 5 dan Tabel 6 memperlihatkan bahwa model VAR yang digunakan dalam penelitian ini stabil pada lag optimalnya yaitu lag empat untuk persamaan pengaruh utang dan lag lima untuk persamaan pengaruh pinjaman dan SBN. Hal ini didasarkan pada nilai modulus dari seluruh roots memiliki nilai kurang dari satu. Tabel 5 Uji stabilitas VAR persamaan pengaruh utang pemerintah Root 0.981110 0.876106 + 0.316335i 0.876106 - 0.316335i 0.911570 + 0.128915i 0.911570 - 0.128915i 0.026198 + 0.866416i 0.026198 - 0.866416i 0.442089 - 0.729036i 0.442089 + 0.729036i -0.253431 + 0.813983i -0.253431 - 0.813983i 0.150053 - 0.831996i 0.150053 + 0.831996i 0.745934 - 0.380804i 0.745934 + 0.380804i 0.655690 + 0.496489i 0.655690 - 0.496489i -0.793900 -0.419560 - 0.667383i -0.419560 + 0.667383i -0.736381 - 0.192335i -0.736381 + 0.192335i -0.537207 - 0.367678i -0.537207 + 0.367678i -0.565300 0.045981 + 0.549930i 0.045981 - 0.549930i 0.181853 + 0.378069i 0.181853 - 0.378069i 0.365062
Modulus 0.981110 0.931466 0.931466 0.920641 0.920641 0.866812 0.866812 0.852605 0.852605 0.852523 0.852523 0.845419 0.845419 0.837514 0.837514 0.822454 0.822454 0.793900 0.788309 0.788309 0.761085 0.761085 0.650983 0.650983 0.565303 0.551849 0.551849 0.419531 0.419531 0.365062
31
Tabel 6 Uji stabilitas VAR persamaan pengaruh pinjaman dan SBN Root
Modulus
0.991916 + 0.047086i
0.993033
0.991916 - 0.047086i
0.993033
0.840334 + 0.324519i
0.900818
0.840334 - 0.324519i
0.900818
0.165306 + 0.746011i
0.764107
0.165306 - 0.746011i
0.764107
0.369328 + 0.659638i
0.755993
0.369328 - 0.659638i
0.755993
0.589531 + 0.370234i
0.696146
0.589531 - 0.370234i
0.696146
-0.342385 + 0.496262i
0.602913
-0.342385 - 0.496262i
0.602913
0.106517 - 0.576818i
0.58657
0.106517 + 0.576818i
0.58657
-0.58105
0.581051
-0.448756 + 0.307740i
0.544138
-0.448756 - 0.307740i
0.544138
0.392818
0.392818
-0.27166
0.27166
-0.15023
0.150229
Penetapan Lag Optimum Setelah melakukan uji kestasioneran data dan uji stabilitas VAR, maka tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah menentukan jumlah lag optimum dari sebuah sistem persamaan. Hal ini menjadi sangat penting mengingat dalam sistem persamaan simultan, suatu variabel dipengaruhi oleh lag dari variabel lainnya. Pada tabel 7 dapat diketahui bahwa dengan menggunakan criteria informasi Schwarz Criterion (SC) nilai terendah tercapai pada saat lag satu. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah lag optimum dari model penelitian ini adalah satu untuk persamaan pengaruh utang. selengkapnya dapat dilihat pada lampiran .
32 Tabel 7 Penetapan lag optimum pengaruh utang pemerintah Lag 0 1 2 3 Catatan : * merupakan lag optimum
Schwarz Criterion (SC) -0.27718 -7.452120* -7.45026 -6.95586
Pada tabel 8 dapat diketahui bahwa dengan menggunakan criteria informasi Schwarz Criterion (SC) nilai terendah tercapai pada saat lag satu. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah lag optimum dari model penelitian ini adalah satu untuk persamaan pengaruh pinjaman dan SBN. selengkapnya dapat dilihat pada lampiran . Tabel 8 Penetapan lag optimum pengaruh pinjaman dan SBN Lag 0 1 2 3
Schwarz Criterion (SC) -2.49343 -9.584846* -8.64616 -7.89714
Uji Koinegrasi (Cointegration Test) Konsep kointegrasi menyatakan bahwa jika satu variabel atau lebih tidak stasioner terkointegrasi, maka kombinasi linier antara variabel dalam sistem akan bersifat stasioner, sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang stabil (Enders, 2004). Uji kointegrasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan antara nilai trace statistic dengan critical value yang digunakan yaitu 5 persen. Tabel 9 Uji kointegrasi Johansen persamaan pengaruh utang Hypothesized Trace 0.05 No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value None * 0.870536 215.5351 103.8473 At most 1 * 0.584713 94.91833 76.97277 At most 2 0.270191 43.06995 54.07904 At most 3 0.211715 24.48655 35.19275 At most 4 0.10146 10.4507 20.26184 At most 5 0.067743 4.138647 9.164546 Catatan : * signifikan pada taraf nyata 5%
Prob. 0 0.0012 0.3264 0.4318 0.5956 0.3919
Sebelum melakukan uji kointegrasi, perlu dicari terlebih dahulu asumsi deterministik yang digunakan. Pada model penelitian ini, asumsi deterministik
33 yang digunakan adalah asumsi asumsi 2 [intercept and no tren]. hasil uji kointegrasi disajikan dalam tabel 9. Dari tabel tersebut diketahui bahwa terdapat 2 persamaan kointegrasi dalam model. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 10 Uji kointegrasi Johansen persamaan pinjaman dan SBN Hypothesized No. of CE(s) None * At most 1 * At most 2 At most 3 At most 4 At most 5
Trace Eigenvalue 0.870536 0.584713 0.270191 0.211715 0.10146
Statistic 215.535 94.9183 43.07 24.4866 10.4507
0.05 Critical Value 103.847 76.9728 54.079 35.1928 20.2618
0.067743
4.138647
9.164546
Prob. 0 0.0012 0.3264 0.4318 0.5956 0.3919
Pada persamaan pengaruh pinjaman dan SBN juga menunjukan bahwa terdapat kointegrasi di dalam model sebagaiman yang dapat dilihat pada Tabel 10. Pada model persamaan ini, asumsi deterministik yang digunakan adalah asumsi asumsi 2 [intercept and no tren]. Setelah melalui tahapan pengujian statistik pada data yang digunakan, dapat diperoleh informasi bahwa data yang digunakan pada kedua pesamaan baik yang menjelaskan pengaruh utang pemerintah maupun mengenai pengaruh pinjaman dan SBN hampir seluruhnya tidak stasioner pada tingkat level, namun terkointegrasi sehingga untuk mengestimasi pengaruh utang pemerintah terhadap variabel makro ekonomi dilakukan dengan menggunan Vector Error Correction Model (VECM). Estimasi Model Vector Error Correction Pengaruh Utang terhadap Pertumbuhan Tabel 11 menyajikan hasil estimasi VECM dari persamaan pengaruh utang terhadap pertumbuha. Dari estimasi VECM yang telah dilakukan, dapat dilihat hubungan jangka panjang dari variabel makroekonomi, khususnya variabel utang pemerintah yang menjadi bahasan utama penelitian ini terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada analisis jangka panjang VECM dari pertumbuhan yang digambarkan dengan bentuk logaritma natural dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia, terlihat bahwa pertumbuhan utang pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan output dengan nilai koefisien 0.582 sehingga peningkatan utang pemerintah sebesar 1 persen akan menyebabkan output nasional riil dalam jangka panjang meningkat sebesar 0.582 persen. hal ini mengandung arti bahwa utang yang dilakukan pemerintah berpengaruh signifikan dalam mendorong pertumbuhan output riil nasional. Bagaimana transmisi utang dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bergantung dari bagaimana efektivitas penggunaan anggaran pemerintah dalam mendorong
34 perekonomian. Harus diakui bahwa hingga saat ini sulit untuk menelusuri secara jelas untuk apa utang pemerintah digunakan, karena komponen utang hanya ada di pos pembiayaan yang tidak terpisahkan dalam APBN. Fungsinya yakni untuk menutupi defisit anggaran pemerintah tanpa dijabarkan pos pengeluaran mana saja didalam postur APBN yang dibiayai oleh utang. Namun demikian, secara umum estimasi jangka panjang VECM pada Tabel 11 menunjukan bahwa utang memiliki dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Variabel lain yang juga secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan yakni ekspor bersih yang memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan dengan nilai koefisien 0.255 artinya pertumbuhan akan meningkat 0.255 persen ketika ada peningkatan ekspor bersih sebesar 1 persen. Hasil estimasi ini sesuai dengan teori yang berlaku secara umum dimana ekspor bersih sebagai salah satu komponen pembentuk PDB disamping konsumsi, Investasi dan belanja pemerintah (Y=C+I+G+NX) sehingga pertumbuhan pada variabel tersebut akan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang diwakili oleh variabel PDB riil. Hasil estimasi jangka panjang VECM juga menunjukan bahwa variabel nilai tukar riil memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kenaikan nilai tukar riil menyebabkan naiknya daya saing produk Indonesia sehingga akan mendorong ekspor dan menekan impor atau dengan kata lain akan terjadi peningkatan ekspor bersih yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan output nasional. Tabel 11 Hasil estimasi VECM utang terhadap pertumbuhan ekonomi VARIABEL KOEFISIEN LUTANG(-1) 0.58263 LEKSPOR(-1) 0.255077 LXRATE(-1) -0.490476 SB_ACUAN(-1) -0.010534 Catatan : * signifikan pada taraf nyata 5%
T-STATISTIK 5.98494* 3.6413* -3.4484* -1.70001
Pengaruh positif utang terhadap pertumbuhan ekonomi ini tidak secara otomatis menjadikan keuangan negara menjadi lebih baik dan mengurangi defisit yang selama ini menjadi alasan utama pemerintah untuk berutang. Data kementerian keuangan justru menunjukan bahwa keuangan pemerintah berdasarkan keseimbangan primer yakni penerimaan negara dikurangi pengeluaran negara diluar pembayaran utang dan bunga utang menunjukan kecenderungan yang memburuk bahkan mencapai angka negatif sejak tahun 2012. Hal ini menunjukan bahwa tanpa memperhitungkan beban bunga di dalam APBN, penerimaan negara tidak mampu untuk membiayai belanjanya atau lebih besar pasak dari pada tiang seperti dapat dilihat pada Gambar 13.
35
Sumber : Kementerian Keuangan (diolah) Gambar 13 Keseimbangan primer dan pertumbuhan ekonomi Indonesia Besarnya belanja subsidi terutama subsidi energi menyebabkan kebutuhan belanja pemerintah untuk pos pengeluaran ini semakin meningkat dan memaksa pemerintah untuk melakukan melakukan utang untuk membiayai defisit anggarannya, sebab secara alamiah, kemajuan ekonomi akan mendorong konsumsi energi yang lebih besar sehingga kebutuhan anggaran pemerintah untuk subsidi juga semakin meningkat. Besarnya belanja pemerintah untuk subsidi dapat dilihat pada Gambar 14.
Sumber : Kementerian Keuangan 2014 (diolah) Gambar 14 Belanja pemerintah pusat Sementara itu, penerimaan negara dari sektor pajak tidak meningkat signifikan mengingat rasio pajak terhadap PDB Indonesia saat ini hanya berkisar 12.6 persen. besarnya rasio pajak dapat dilihat pada Gambar 15 yang menunjukan
36 bahwa rasio pajak Indonesia telah menunjukan tren yang meningkat sejak tahun 2009 meskipun belum mampu mencapai rasio pajak tahun 2008 sebesar 13.3 persen. Rasio pajak yang masih relatif rendah ini seharusnya menjadi target utama pemerintah untuk membiayai belanjanya sehingga defisit anggaran dapat diminimalisir dan tidak terlalu bergantung pada utang.
Sumber : Kementerian Keuangan (diolah) Gambar 15 Penerimaan pajak Indonesia
Estimasi Model Vector Error Correction Pengaruh Pinjaman dan Surat Berharga Negara terhadap Pertumbuhan Secara umum hasil estimasi ini menunjukan bahwa utang pemerintah memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Saat ini komposisi utang pemerintah terdiri dari pinjaman dan Surat Berharga Negara (SBN), sehingga menarik untuk dianalisis lebih dalam bagaimana pengaruh masing-masing komponen utang pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil estimasi jangka panjang VECM mengenai dampak pinjaman pemerintah dan surat berharga negara (SBN) terhadap pertumbuhan ekonomi menjelaskan bahwa ada perbedaan pengaruh utang dalam bentuk pinjaman dan utang dalam bentuk surat berharga negara. Meskipun secara umum utang pemerintah memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi utang dalam bentuk pinjaman (loan) memiliki koefisien yang negatif sebesar 0.273 dan signifikan pada taraf nyata 10 persen artinya jika pinjaman pemerintah naik sebesar 1 persen, akan menyebabkan pertumbuhan turun sebesar 0.273 persen. sementara itu, komponen utang dalam bentuk SBN mempengaruhi pertumbuhan secara positif dan signifikan pada taraf 5 persen dengan nilai koefisien sebesar 0,454 artinya peningkatan surat berharga negara sebesar 1
37 persen akan meningkatkan pertumbuhan sebesar 0,454 persen seperti yang tergambar pada Tabel 12 Hasil estimasi ini menginformasikan bahwa komponen SBN lebih baik dibandingkan dengan komponen pinjaman dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, harus diakui saat ini sulit untuk mengetahui secara pasti penyebab fenomena terkait utang pemerintah disebabkan oleh sulitnya mencari informasi penggunaan utang dalam APBN sehingga efektivitas dalam penggunaan APBN sangat berpengaruh pada tingkat efektivitas utang pemerintah baik yang berupa pinjaman maupun surat berharga negara (SBN). Tabel 12 Hasil estimasi VECM pinjaman dan SBN terhadap pertumbuhan ekonomi VARIABEL
KOEFISIEN
T-STATISTIK
LEKSPOR(-1)
0.194807
1.07387
LLOAN(-1)
-0.273145
-1.67164**
LSBN(-1)
0.454894
6.94035*
SB_ACUAN(-1)
-0.015703
-2.45712*
LXRATE(-1) -0.392827 Catatan : * signifikan pada taraf nyata 5% ** signifikan pada taraf nyata 10%
-2.62774*
Tabel 12 juga menunjukan pengaruh variabel ekonomi lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan, yakni variabel suku bunga acuan dan nilai tukar riil. hasil estimasi tersebut menunjukan bahwa variabel suku bunga riil berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dengan nilai koefisien 0.015. Hal ini berarti naiknya suku bunga acuan sebesar 1 persen akan menyebabkan output nasional turun sebesar 0.015 persen. Pengaruh negatif suku bunga terhadap pertumbuhan disebabkan oleh turunya investasi akibat kenaikan suku bunga kredit yang mengikuti naiknya suku bunga acuan. Turunnya investasi inilah yang pada akhirnya akan menekan pertumbuhan ekonomi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Muhammad et al (2013).
Dampak Guncangan Utang Pemerintah, Pinjaman, dan Surat Berharga Negara terhadap Pertumbuhan Seperti yang dinyatakan oleh Sims bahwa cara yang paling baik dalam mencirikan struktur dinamis pada model adalah dengan menganalisa respon dari model terhadap guncangan (shock). Impulse Response Function IRF dapat melakukan ini dengan menunjukan bagaimana respon dari setiap variabel endogen itu sendiri dan variabel lainnya.
38 Response of LPDB to Cholesky One S.D. LUTANG Innovation .024
.020
.016
.012
.008
.004
.000 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Gambar 16 Respon pertumbuhan terhadap shock utang pemerintah Respon pertumbuhan akibat adanya guncangan (shock) utang pemerintah sebesar satu standar deviasi disajikan pada Gambar 16. pada gambar tersebut terlihat bahwa apabila utang pemerintah mendapatkan shock satu standar deviasi maka akan menyebabkan pertumbuhan berfluktuasi pada periode awal dengan respon yang positif dan mencapai respon tertinggi sebesar 0.02 persen pada periode (triwulan) ketiga. Respon pertumbuhan terhadap shock utang stabil sejak periode (triwulan) kesembilan dengan respon sekitar 0.09 persen. Arah respon ini konsisten dengan hasil estimasi jangka panjang VECM. Response of LPDB to Cholesky One S.D. LLOAN Innovation .020 .016 .012 .008 .004 .000 -.004 -.008 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Gambar 17 Respon pertumbuhan terhadap shock pinjaman pemerintah Respon pertumbuhan terhadap shock pinjaman pemerintah tidak seperti respon pertumbuhan terhadap total utang pemerintah. Pertumbuhan merespon positif guncangan pinjaman pemerintah pada periode pertama dan keempat,
39 namun selebihnya respon pertumbuhan terhadap guncangan pinjaman pemerintah adalah negatif dan stabil dengan besaran 0.0049 sejak periode (triwulan) tiga belas seperti yang ditunjukan oleh Gambar 17. Respon negatif tersebut disebabkan oleh bertambahnya jumlah mata uang asing terutama US dollar akibat pinjaman pemerintah tersebut sehingga hal ini mendorong naiknya nilai tukar riil. kenaikan nilai tukar ini akan menyebabkan melemahnya daya saing produk domestik dan menekan ekspor bersih hingga akhirnya menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi tertekan atau melemah. Hal ini diperkuat dengan grafik respon nilai tukar riil yang merespon positif terhadap guncangan utang pemerintah seperti yang ditunjukan oleh Gambar 18. Response of LXRATE to Cholesky One S.D. LLOAN Innovation .016 .014 .012 .010 .008 .006 .004 .002 .000 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Gambar 18 Respon nilai tukar riil terhadap shock pinjaman pemerintah Response of LPDB to Cholesky One S.D. LSBN Innovation .035 .030 .025 .020 .015 .010 .005 .000 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Gambar 19 Respon pertumbuhan terhadap shock SBN
26
28
30
40
Sementara itu, guncangan pada komponen utang lainnya yakni surat berharga negara (SBN) justru direspon positif oleh pertumbuhan Seperti pada Gambar 19. Respon inilah yang berpengaruh dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan, sehingga secara keseluruhan utang pememerintah yang terdiri dari pinjaman dan SBN berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perbedaan pengaruh kedua komponen ini juga terjadi terhadap suku bunga acuan. Guncangan SBN direspon lebih tinggi dibandingkan respon suku bunga acuan terhadap adanya guncangan pada komponen pinjaman. Respon suku bunga terhadap guncangan pinjaman sebesar 1 standar deviasi direspon stabil sebesar 0.14 persen sejak periode kesembilan, sedangkan guncangan SBN sebesar 1 standar deviasi direspon stabil sebesar 0.21 persen sejak periode ke sembilan. Fenomena ini terjadi karena sebagian besar pinjaman berasal dari dana luar negeri sedangkan surat berharga negara didominasi oleh dana dalam negeri dan dalam nominal rupiah. Kementerian Keuangan (2014) meneyebutkan bahwa 99.6 persen pinjaman berasal dari luar negeri hanya sebesar 0.4 persen yang berasal dari dalam negeri. Sedangkan SBN, 64.4 persen berasal dari dana dalam negeri sedangkan sisanya yakni 35,6 persen berasal dari luar negeri atau dana asing. Kondisi ini berimplikasi pada respon suku bunga yang lebih tinggi terhadap guncangan SBN dibandingkan dengan guncangan pinjaman. Hal ini disebabkan terserapnya likuiditas di pasar uang domestik karena terserap dalam bentuk SBN sehingga mendorong suku bunga meningkat lebih tinggi. Respon suku bunga terhadap pinjaman dan SBN tersaji pada Gambar 20 dan Gambar 21 Response of SB_ACUAN to Cholesky One S.D. LLOAN Innovation .16 .14 .12 .10 .08 .06 .04 .02 .00 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
Gambar 20 Respon suku bunga acuan terhadap shock pinjaman
28
30 .
41 Response of SB_ACUAN to Cholesky One S.D. LSBN Innovation .24
.20
.16
.12
.08
.04
.00 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Gambar 21 Respon suku bunga acuan terhadap shock pinjaman
Variance Decomposition Pertumbuhan Output Riil Brooks (2002) menyatakan bahwa FEVD merupakan metode yang sedikit berbeda untuk mengalisis dinamika sistem VAR. FEVD memberi proporsi pergerakan dalam dalam variabel-variabel dependen yang terkait dengan guncangan dari variabel itu sendiri, disamping terhadap guncangan dari variabelvariabel lainnya. Tabel 13 menyajikan hasil variance decomposition (VD) dari variabel PDB riil. Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa varian PDB riil dominan dijelaskan oleh variabel ekspor dan nilai tukar riil masing-masing sebesar 25.8 persen dan 31.5 persen pada periode (triwulan ke 30). Tabel 13 juga mempertegas bahwa pengaruh SBN terhadap pertumbuhan output riil lebih dominan dibandingkan dengan pinjaman pemerintah. Tabel 13 Variance decomposition PDB Riil Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
S.E. 0.08 0.09 0.11 0.12 0.13 0.14 0.15 0.15 0.16 0.17 0.18
LPDB 52.31 43.79 35.67 30.42 26.06 22.54 19.97 18.02 16.50 15.27 14.25
LX RATE 0.36 5.03 4.79 6.93 10.56 13.02 15.16 16.89 18.17 19.21 20.08
SB_ ACUAN 25.52 28.51 22.45 19.95 17.98 17.35 17.14 16.85 16.64 16.44 16.24
LLOAN 5.86 4.97 3.91 3.24 2.86 2.56 2.33 2.19 2.07 1.97 1.89
LEKS POR 15.95 15.89 22.25 25.23 26.47 27.48 28.04 28.47 28.87 29.20 29.50
LSBN 0.00 1.81 10.93 14.22 16.07 17.05 17.36 17.57 17.75 17.90 18.05
42
Lanjutan Tabel 13 Variance decomposition PDB Riil 12 0.19 13.38 20.79 16.07 1.82 29.75 18.18 13 0.19 12.64 21.41 15.93 1.75 29.97 18.30 14 0.20 12.00 21.95 15.80 1.70 30.15 18.40 15 0.21 11.43 22.42 15.69 1.65 30.32 18.49 16 0.21 10.93 22.84 15.59 1.61 30.46 18.57 17 0.22 10.48 23.21 15.51 1.57 30.59 18.64 18 0.22 10.08 23.54 15.43 1.54 30.71 18.70 19 0.23 9.72 23.84 15.36 1.51 30.81 18.75 20 0.24 9.40 24.11 15.30 1.48 30.91 18.80 21 0.24 9.10 24.36 15.24 1.46 30.99 18.85 22 0.25 8.83 24.58 15.19 1.43 31.07 18.89 23 0.25 8.58 24.79 15.14 1.41 31.14 18.93 24 0.26 8.35 24.98 15.10 1.39 31.21 18.97 25 0.26 8.14 25.16 15.06 1.38 31.27 19.00 26 0.27 7.95 25.32 15.02 1.36 31.33 19.03 27 0.27 7.76 25.47 14.98 1.35 31.38 19.06 28 0.28 7.60 25.61 14.95 1.33 31.43 19.08 29 0.28 7.44 25.74 14.92 1.32 31.47 19.11 30 0.29 7.29 25.87 14.89 1.31 31.51 19.13 Cholesky Ordering: LXRATE SB_ACUAN LLOAN LEKSPOR LPDB LSBN
Analisis Korelasi Silang (Cross Corelation) Data deret waktu (time series) pada umumnya memiliki pengaruh musiman dan irregular. Beaulieu dan Miron (1993) menyatakan bahwa secara empirik kajian fluktuasi siklikal harus mengeliminir ossillasi yang berfrekuensi musiman. Jenis fluktuasi seperti ini merupakan fakta fluktuasi alamiah yang menarik dari aktivitas agregat sepanjang siklus ekonomi.. Untuk itu, perlu adanya suatu metode yang dapat menghilangkan pengaruh musiman dan irregular tersebut agar dapat diambil kesimpulan yang baik dan tidak bias. Seperti pada Gambar 22 yang merupakan data PDB Riil (seperti Gambar 23) yang telah dilakukan seasonal adjustment untuk menghilangkan pengaruh musiman dan irregular.
Gambar 22 Grafik PDB riil triwulanan
43
Gambar 23 Grafik seasonal adjusment PDB riil triwulanan Setelah menghilangkan pengaruh musiman dan irregular maka dengan menggunakan Hodrick Prescott filter (HPF) untuk memisahkan komponen trend dan siklikal dari suatu data. Tujuan penggunaan metode HPF bertujuan untuk menggambarkan evolusi trend dan siklikal sebuah variabel seperti yang dapat dilihat pada Gambar 24 dan Gambar 25
Gambar 24 Grafik tren PDB riil
44
Gambar 25 Grafik siklikal PDB riil Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukan hasil detrended atau pemisahan antara trend an siklikal pada variabel PDB riil. hal yang sama juga dilakukan pada seluruh variabel penelitian. Hubungan variabel PDB riil dan utang pemerintah dengan variabel makroekonomi lain dapat dianalisis dengan menggunakan korelasi silang (cross correlation) yang dalam penelitian ini menggunakan Cross Correlation Pearson. Seperti yang telah dijelaskan dalam Metodologi Penelitian, variabel ekonomi yang mempunyai korelasi positif dan mendekati satu dengan variabel referensi menunjukan variabel tersebut pro-siklikal (procyclical). Variabel yang mempunyai koefisien korelasi dengan nilai yang sama tetapi arahnya berlawanan disebut kontra-siklikal (countercyclical). Sedangkan variabel yang memiliki koefisien korelasi mendekati nol (tidak berbeda nyata dengan nol) menunjukan bahwa variabel tersebut tidak procyclical dan tidak pula countercyclical, variabel yang demikian disebut variabel acyclical. Dalam penelitian Supriana (2004) koefisien korelasi diakatan berbeda nyata dari nol ketika harga mutlak dari koefisien lebih besar dari 0.35. Supriana (2004) menyatakan bahwa suatu variabel dikatakan leading indicator jika mencapai titik balik sebelum the rest of economy sehingga indikator ini dikatakan memiliki daya prediksi (predictive power). Indikator ini dikatakan barometer business cycle. Co-incident bergerak pada waktu bersamaan dengan ekonomi dan lagging indicator menunjukan bahwa ekonomi telah melalui titik balik. Pada sub bab ini akan dilihat pola siklikal variabel makroekonomi dari timing-nya jika dibandingkan dengan variabel referensi business cycle (PDB rill) dan variabel utang pemerintah. Pada akhirnya akan terlihat variabel apa saja yang menjadi leading, lagging, atau co-incident indicator bagi PDB riil dan utang pemerintah. Selain itu dapat juga dilihat pola hubungan variabel-variabel tersebut. Apakah memiliki pola procyclical, countercyclical, atau acyclical.
45
Tabel 14 Pola siklikal variabel utang dan makro ekonomi terhadap variabel PDB riil
Fase Pergerakan
Cross Corelation lead/lag
Coefficient
Arah siklikal
Leading indicator Loan
-
5
-0.4602
Countercyclical
Co-Incident Indicator Ekspor
0
-0.1364
Acyclical
Lagging indicator SBN
+
2
0.4804
Procyclical
Utang
+
2
0.4968
Procyclical
Xrate
+
3
0.4503
Procyclical
Sb_acuan
+
4
0.2537
Acyclical
Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa korelasi antara variabel utang pemerintah dengan PDB riil adalah Lagging Indicator yaitu pergerakan utang pemerintah terjadi setelah pergerakan PDB riil dengan nilai koefisien 0.4968 dan lag sebanyak 5 periode. Utang pemerintah memiliki pola pergerakan yang procyclical atau searah terhadap PDB riil hal ini berarti variabel utang pemerintah tidak dapat dijadikan variabel penduga bagi pertumbuhan ekonomi tetapi sebaliknya justru variabel PDB riil yang dapat menduga pergerakan dari utang pemerintah karena hasil korelasi silang menunjukan bahwa ketika saat ini terjadi pergerakan pada PDB riil maka dua periode (2 triwulan) kemudian akan ada pergerakan pada utang pemerintah dengan arah yang sama dengan pergerakan PDB riil (Procyclical). Pergerakan tersebut juga tergambar dalam Gambar 26 yang menggambarkan pola pergerakan utang pemerintah dan PDB riil. Berdasarkan hasil korelasi silang yang ada pada Tabel 14 juga dapat dilihat bahwa komponen utang pemerintah yang berupa pinjaman menjadi variabel pendahulu (leadingindicator) terhadap PDB riil tetapi dengan arah yang berlawanan atau countercyclical. Sedangkan berdasarkan hasil korelasi silang antara komponen utang lainnya yaitu beruoa surat berharga negara (SBN) dan PDB riil menunjukan bahwa PDB Riil bergerak mendahului SBN dengan arah pergerakan yang searah (procyclical) dengan lag sebesar 2 periode atau 2 triwulan. Artinya ketika PDB riil meningkat saat ini maka 2 triwulan kemudian variabel SBN akan meningkat kemudian sebagaimana yang tersaji pada Gambar 27. Hal ini dapat berarti peningkatan PDB riil meningkatkan pendapatan masyarakat dan SBN sebagai salah satu instrumen yang digunakan untuk “berinvestasi” oleh masyarakat.
46
Gambar 26 Pola pergerakan siklikal utang pemerintah dan PDB riil
Gambar 27 Pola pergerakan siklikal utang pemerintah dan PDB riil
SIMPULAN DAN IMPLIKASI Simpulan 1.
Utang pemerintah sulit dihindari ketika Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia sedang mengalami defisit, karena pemerintah dihadapkan pada pilihan mencetak utang, menjual asset serta melakukan utang, atas pilihan ini utang merupakan hal yang paling mudah dan relatif membutuhkan waktu yang lebih cepat dibandingkan pilihan lainnya.
47 2.
3.
4.
5.
6.
Secara umum utang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDB riil dalam jangka panjang. Jika dianalisis lebih dalam, komponen utang berupa pinjaman (loan) memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan komponen utang lainnya yakni surat berharga negara (SBN) memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Respon negatif utang pemerintah yang berupa pinjaman terhadap perekonomian melalui jalur transmisi nilai tukar riil yang terapresiasi akibat masuknya pinjaman pemerintah yang berasal dari luar negeri. Hal ini kemudian menyebabkan daya saing produk domestik melemah dan menekan ekspor bersih Indonesia yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan. Respon kenaikan suku bunga acuan terhadap surat berharga negara lebih besar dibandingkan responnya terhadap pinjaman hal ini disebabkan oleh berkurangnya likuiditas di pasar uang khususnya sektor perbankan karena terserap dalam bentuk surat berharga negaran. Analisis FEVD menunjukan bahwa komponen utang yang berupa SBN lebih besar dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan komponen pinjaman. Korelasi silang antara utang dan pertumbuhan menunjukan bahwa PDB riil memiliki pergerakan yang lebih dahulu dibandingkan dengan utang secara umum maupun komponen utang berupa SBN pemerintah dengan arah pergerakan yang searah (procyclical). Sedangkan pinjaman pemerintah memiliki pergerakan lebih dahulu (leading indicator) dibandingkan PDB riil dengan arah yang berlawanan (countercyclical).
Implikasi Kebijakan 1. 2.
3.
4.
5.
Komponen utang berupa surat berharga negara (SBN) lebih baik dibandingkan pinjaman dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Dampak positif utang terhadap pertumbuhan tidak secara otomatis membuat keuangan negara menjadi lebih baik dan sehat, karena tingginya pertumbuhan tidak seluruhnya dapat digunakan oleh pemerintah untuk membayar utang. Manfaat pertumbuhan bagi keuangan negara akan terasa jika rasio pajak pemerintah terhadap PDB (tax ratio) ditingkatkan. Melakukan utang melalui SBN memiliki dampak positif pertumbuhan tetapi menyebabkan suku bunga acuan menjadi meningkat cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya likuiditas di sektor keuangan khususnya perbankan karena terserap dalam bentuk surat berharga negara (SBN). Utang berupa pinjaman akan berimplikasi terhadap meningkatnya nilai tukar riil akibat masukknya dana asing dan dalam mata uang asing ke dalam negeri dan berimplikasi pada sektor moneter. Oleh karena itu, dalam mengambil keputusan melakukan pinjaman pemerintah harus turut memperhitungkan besarnya biaya moneter yang menjadi beban bank sentral Meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan pendapatan meningkat dan mendorong minat masyarakat untuk saving dan investasi salah satunya dalam bentuk SBN.
48
Saran 1.
2.
Disebabkan oleh keterbatasan data penelitian ini belum pengaruh utang pemerintah terhadap capaian (goal) sosial pemerintah seperti kemiskinan dan sebagainya. Oleh karena itu penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitiannya untuk menjawab hal tersebut Penelitian selanjutnya juga perlu mengkaitkan pengaruh utang pemerintah terhadap kesinambungan keuangan pemerintah (kesinambungan fiskal)
DAFTAR PUSTAKA
Bafadal A. 2005. Dampak Defisit dan Utang Pemerintah terhadap Stabilitas Makro Ekonomi [Disertasi]. Bogor (ID) :Departemen Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Beaulieu J dan Miron J. 1993. A Cross-Country Comparison of Seasonal Cycles and Business Cycle. Economic Journal, 102 (4): 772-788. Begum J. 1998. Correlation Between Interest Rate and Output in A Dynamic International Model: Evidence from G-7 Countries. IMF Working Paper No. WP/98/179 Blavy, R. (2006). Public Debt and Productivity: The Difficult Quest for Growth in Jamaica. IMF Working Paper No. 06/235 Brooks, C. 2002. Introductary Econometrics for Finance. Cambridge University press, Cambridge Daryanto. 2004. Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi [skripsi]. Bogor (ID) :Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Enders, W. 2004. Applied Economic Time Series. Second Edition John Wiley & Sons, Inc, New York Ezeabasili V.N, Isu H.O, dan Mojekwu J.N. 2011. Nigeria’s External Debt and Economic Growth: An Error Correction Approach. International Journal of Business and Management Georgiev B. 2012. Implications of public debt on Economic growth and development [Thesis], Department of Economics and Business, Aarhus University Gujarati, N Damodar. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika. Edisi ketiga. Jilid 2. Jakarta: Erlangga
49 Hubbard G. 2011. Consequences of Government Deficits and Debt. Columbia University and NBER [Kemenkeu] Kementerian Keuangan, 2014. Profil Utang Pemerintah. Jakarta (ID): Kemenkeu Lipsey, R. G, P.N. Courant, D. D. Purvis, dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi. Edisi ke-10. jilid 1. Wasana, Kirbrandoko, dan Budijanto. Binarupa Aksara, Jakarta. Maghyereh, A., Omet, G., & Kalaji, F. (2002). External Debt and Economic Growth in Jordan: The Threshold Effect. The Hashemite University Jordan. Mankiw, N.G. 2000. Pengantar Ekonomi. Jilid 2. Munandar dan Salim [penerjemah]. Sumiharti dan Kristiadji [editor]. Jakarta (ID) : Erlangga Muhammad S D, Lakhan G R, Zafar S, Noman M. 2013. Rate of Interest and its Impact on Investment to the Extent of Pakistan.Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences. Vol. 7 (1): 91-99 Nachrowi, D. N., dan H. Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Pass, C., dan B. Lowes. 1994. Lowes Collins Kamus Lengkap Ekonomi. Erlangga, Jakarta.
Riyadi I.A. 2012. Early Warning System Krisis Utang di Indonesia : Pendekatan Business Cycle Theory [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Setiana, M. 2006. Analisis Leading Indicator untuk Business Cycle Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supriana, T. 2004. Dampak Guncangan Struktural Terhadap Fluktuasi Ekonomimakro Indonesia: Suatu Kajian Business Cycle Dari Sisi Permintaan [disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
50
LAMPIRAN
51 Lampiran 1 Daftar Variabel
Periode 1999Q2 1999Q3 1999Q4 2000Q1 2000Q2 2000Q3 2000Q4 2001Q1 2001Q2 2001Q3 2001Q4 2002Q1 2002Q2 2002Q3 2002Q4 2003Q1 2003Q2 2003Q3 2003Q4 2004Q1 2004Q2 2004Q3 2004Q4 2005Q1 2005Q2 2005Q3 2005Q4 2006Q1 2006Q2 2006Q3 2006Q4 2007Q1 2007Q2 2007Q3 2007Q4 2008Q1 2008Q2 2008Q3 2008Q4 2009Q1 2009Q2 2009Q3 2009Q4 2010Q1 2010Q2 2010Q3 2010Q4 2011Q1 2011Q2 2011Q3 2011Q4 2012Q1 2012Q2
IMPOR 84505.11 84799.78 85278.89 84991.00 92230.90 110148.80 135947.20 118366.50 121637.00 104027.30 96981.20 101720.30 102605.40 107135.40 110810.30 106775.70 102405.30 107290.60 112403.00 125767.70 129386.25 140633.02 147396.84 153733.70 159927.48 165591.45 160449.22 161188.49 174725.58 183558.72 175132.55 174897.73 186126.67 196365.67 200176.10 206354.10 216103.50 218170.30 192714.30 155953.00 170641.00 186161.00 195774.00 191192.10 202086.10 208807.40 229332.70 217445.00 232573.00 237801.00 254479.00 236904.00 258916.00
SB_ ACUAN 26.06 13.29 12.65 11.03 11.43 13.57 14.14 15.04 16.36 17.47 17.60 16.85 15.74 14.17 13.03 12.11 10.34 8.89 8.43 7.59 7.33 7.37 7.42 7.43 7.97 9.33 12.00 12.75 12.58 11.75 10.25 9.25 8.75 8.25 8.17 8.00 8.25 9.00 9.42 8.25 7.25 6.58 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.67 6.75 6.75 6.17 5.83 5.75
SBN 474.58 474.58 501.22 492.27 584.71 584.71 645.53 637.90 640.38 641.72 656.83 472.05 479.26 480.03 658.37 493.85 496.55 644.40 650.10 646.69 655.49 662.24 662.24 649.71 676.76 678.32 693.06 716.21 722.37 741.63 742.73 749.61 765.76 801.56 803.06 884.07 894.32 906.50 906.50 936.04 953.38 976.98 979.46 996.73 1016.80 1057.29 1064.40 1074.35 1118.37 1142.57 1187.66 1246.66 1314.13
UTANG 911.29 911.51 939.48 1062.99 1159.52 1161.83 1228.16 1240.81 1244.68 1248.03 1269.39 1031.61 1040.90 1044.85 1228.24 1074.27 1077.51 1224.93 1233.41 1302.01 1302.57 1302.95 1299.42 1264.43 1290.64 1286.30 1313.28 1291.47 1289.87 1300.59 1302.16 1354.56 1355.63 1388.05 1389.42 1627.18 1620.77 1631.40 1636.75 1561.46 1557.88 1582.26 1590.66 1613.18 1618.78 1660.99 1681.65 1706.53 1740.00 1761.16 1808.95 1859.43 1938.40
Nilai Tukar Riil 6982.82 6783.71 6438.23 6580.10 7282.66 7687.23 7795.49 8008.54 9169.41 7744.08 7893.22 7563.11 6780.28 6580.25 6432.37 6348.69 6046.24 5966.56 5850.02 5844.53 6162.08 6247.71 6106.98 6064.17 6260.91 6519.36 5935.55 5438.90 5369.09 5353.19 5187.81 5124.13 5136.26 5190.82 5118.07 5010.06 4900.38 4805.02 5501.77 5784.00 5314.45 4964.40 4698.27 4572.88 4458.04 4284.95 4219.62 4211.18 4119.42 4062.63 4200.79 4243.80 4334.78
Pinjaman 436.71 436.93 438.26 570.72 574.81 577.12 582.63 602.91 604.30 606.31 612.56 559.56 561.64 564.82 569.87 580.42 580.96 580.53 583.31 655.32 647.08 640.71 637.18 614.72 613.88 607.98 620.22 575.26 567.50 558.96 559.43 604.95 589.87 586.49 586.36 743.11 726.45 724.90 730.25 625.42 604.50 605.28 611.20 616.45 601.98 603.70 617.25 632.18 621.63 618.59 621.29 612.77 624.27
PDB 95924.64 98866.07 97431.67 335419.28 340242.78 357995.18 347800.93 359713.05 374748.43 374850.65 351739.12 356318.96 364111.79 375294.17 354440.26 377741.37 377392.58 386328.25 367482.00 388259.84 399019.82 418767.89 411366.70 420489.90 441207.82 459840.31 444375.96 449702.73 462894.59 489982.76 480065.10 496307.04 518973.82 542925.01 533919.18 553547.86 582493.97 615804.09 595496.95 604730.81 636158.64 657888.10 651581.97 669369.28 696407.40 712335.69 705834.07 729722.64 755992.29 786663.99 777570.36 791046.94 813702.84
EKS 105808.27 114584.65 114068.54 122418.50 145344.40 149665.30 152062.10 145957.50 150687.50 141430.30 135088.10 138455.30 141541.00 144947.70 141244.40 147345.70 154776.20 148857.40 148537.10 151536.74 162529.87 182514.04 184040.31 184829.62 191189.89 204876.24 212717.25 206730.13 212898.23 221837.24 226790.85 224553.50 234934.48 238286.82 244656.63 255181.80 263976.50 263606.20 249513.30 207388.00 223004.00 243065.00 258792.00 249581.00 256256.50 267226.30 301504.90 280257.00 300125.00 314676.00 326171.00 303327.00 308013.00
52 Lanjutan Lampiran 1 2012Q3 2012Q4 2013Q1 2013Q2 2013Q3 2013Q4 2014Q1 2014Q2
237392.00 271825.00 236830.00 260697.00 249479.00 270185.00 235090.00 247601.00
5.75 5.75 5.75 5.83 6.92 7.42 7.50 7.50
1337.61 1361.10 1401.01 1457.14 1590.23 1661.05 1750.70 1811.17
1975.62 1977.71 1989.39 2034.26 2271.93 2369.19 2420.59 2505.11
4377.65 4399.83 4349.87 4376.95 4596.56 5003.64 5027.31 4938.48
638.01 616.61 588.38 577.12 681.70 708.14 669.89 693.94
Lampiran 2 Uji Akar Unit (Level) Log PDB Riil Null Hypothesis: LPDB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
0.147834 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.9666
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LPDB) Method: Least Squares Date: 09/30/14 Time: 01:33 Sample (adjusted): 2000Q3 2014Q2 Included observations: 56 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LPDB(-1) D(LPDB(-1)) D(LPDB(-2)) D(LPDB(-3)) D(LPDB(-4)) C
0.001979 -0.154394 0.016710 -0.038544 0.032268 -0.007147
0.013385 0.136816 0.024695 0.024782 0.025304 0.176782
0.147834 -1.128475 0.676639 -1.555290 1.275222 -0.040429
0.8831 0.2645 0.5018 0.1262 0.2081 0.9679
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.133939 0.047333 0.029785 0.044358 120.4820 1.546529 0.192507
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.016772 0.030516 -4.088642 -3.871640 -4.004511 2.151366
827184.75 811546.40 811724.13 830408.60 850822.90 847358.17 848266.85 870354.36
306636.00 327727.00 314176.00 322861.00 322729.00 351994.00 312803.00 319509.00
53
Log Utang Null Hypothesis: LUTANG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.321350 -3.544063 -2.910860 -2.593090
0.9150
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LUTANG) Method: Least Squares Date: 08/28/14 Time: 10:34 Sample (adjusted): 1999Q3 2014Q2 Included observations: 60 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LUTANG(-1) C
-0.009669 0.087063
0.030090 0.218543
-0.321350 0.398378
0.7491 0.6918
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.001777 -0.015433 0.054116 0.169854 90.87853 0.103266 0.749100
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.016870 0.053703 -2.962618 -2.892806 -2.935311 2.182224
54
Log Ekspor Null Hypothesis: LEKSPOR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.001544 -3.550396 -2.913549 -2.594521
0.7470
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LEKSPOR) Method: Least Squares Date: 08/28/14 Time: 10:37 Sample (adjusted): 2000Q2 2014Q2 Included observations: 57 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LEKSPOR(-1) D(LEKSPOR(-1)) D(LEKSPOR(-2)) D(LEKSPOR(-3)) C
-0.096291 -0.282755 -0.360679 -0.349246 1.065806
0.096142 0.139816 0.132292 0.125134 1.031613
-1.001544 -2.022339 -2.726385 -2.790988 1.033145
0.3212 0.0483 0.0087 0.0073 0.3063
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.278614 0.223122 0.199724 2.074259 13.55375 5.020857 0.001692
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.011456 0.226597 -0.300132 -0.120917 -0.230483 2.154062
55
Log Nilai Tukar Riil Null Hypothesis: LPDB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
0.147834 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.9666
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LPDB) Method: Least Squares Date: 09/30/14 Time: 01:33 Sample (adjusted): 2000Q3 2014Q2 Included observations: 56 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LPDB(-1) D(LPDB(-1)) D(LPDB(-2)) D(LPDB(-3)) D(LPDB(-4)) C
0.001979 -0.154394 0.016710 -0.038544 0.032268 -0.007147
0.013385 0.136816 0.024695 0.024782 0.025304 0.176782
0.147834 -1.128475 0.676639 -1.555290 1.275222 -0.040429
0.8831 0.2645 0.5018 0.1262 0.2081 0.9679
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.133939 0.047333 0.029785 0.044358 120.4820 1.546529 0.192507
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.016772 0.030516 -4.088642 -3.871640 -4.004511 2.151366
56
Log Suku Bunga Acuan Null Hypothesis: SB_ACUAN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.041972 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.7326
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(SB_ACUAN) Method: Least Squares Date: 09/30/14 Time: 01:37 Sample (adjusted): 1999Q4 2014Q2 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
SB_ACUAN(-1) D(SB_ACUAN(-1)) C
-0.032817 0.171691 0.268737
0.031495 0.057316 0.317328
-1.041972 2.995499 0.846873
0.3019 0.0041 0.4007
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.159866 0.129861 0.811060 36.83779 -69.82248 5.328002 0.007617
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.098079 0.869478 2.468559 2.574196 2.509795 1.023369
57 Log Pinjaman Pemerintah
Null Hypothesis: LOAN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.374186 -3.544063 -2.910860 -2.593090
0.0158
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LOAN) Method: Least Squares Date: 09/30/14 Time: 01:39 Sample (adjusted): 1999Q3 2014Q2 Included observations: 60 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LOAN(-1) C
-0.260345 161.8453
0.077158 46.90804
-3.374186 3.450269
0.0013 0.0011
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.164086 0.149674 34.57655 69341.20 -296.7098 11.38513 0.001325
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
4.287167 37.49634 9.956994 10.02681 9.984301 1.895479
58 Log Surat Berharga Negara
Null Hypothesis: LSBN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.135178 -3.544063 -2.910860 -2.593090
0.9403
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LSBN) Method: Least Squares Date: 09/30/14 Time: 01:40 Sample (adjusted): 1999Q3 2014Q2 Included observations: 60 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LSBN(-1) C
-0.004239 0.050673
0.031362 0.210018
-0.135178 0.241278
0.8929 0.8102
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.000315 -0.016921 0.085054 0.419583 63.74887 0.018273 0.892939
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.022322 0.084343 -2.058296 -1.988484 -2.030989 2.508527
59 Lampiran 3 Uji Akar Unit (First Difference) Log PDB Riil
Null Hypothesis: D(LPDB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.824194 -3.552666 -2.914517 -2.595033
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LPDB,2) Method: Least Squares Date: 09/30/14 Time: 01:40 Sample (adjusted): 2000Q3 2014Q2 Included observations: 56 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LPDB(-1)) D(LPDB(-1),2) D(LPDB(-2),2) D(LPDB(-3),2) C
-1.144730 -0.008540 0.007509 -0.031671 0.018977
0.146306 0.043150 0.035046 0.024739 0.004911
-7.824194 -0.197917 0.214254 -1.280209 3.863920
0.0000 0.8439 0.8312 0.2063 0.0003
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.645475 0.617669 0.029498 0.044378 120.4697 23.21360 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000204 0.047707 -4.123919 -3.943084 -4.053810 2.146588
60
Log Utang Null Hypothesis: D(LUTANG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.359328 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LUTANG,2) Method: Least Squares Date: 08/28/14 Time: 10:44 Sample (adjusted): 1999Q4 2014Q2 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LUTANG(-1)) C
-1.101588 0.018835
0.131779 0.007400
-8.359328 2.545270
0.0000 0.0137
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.550751 0.542869 0.054309 0.168122 89.17036 69.87836 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000578 0.080326 -2.954928 -2.884503 -2.927436 1.998740
61
Log Ekspor Null Hypothesis: D(LEKSPOR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.155043 -3.550396 -2.913549 -2.594521
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LEKSPOR,2) Method: Least Squares Date: 08/28/14 Time: 10:44 Sample (adjusted): 2000Q2 2014Q2 Included observations: 57 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LEKSPOR(-1)) D(LEKSPOR(-1),2) D(LEKSPOR(-2),2) C
-2.134885 0.787351 0.376561 0.032951
0.261787 0.192773 0.122129 0.026918
-8.155043 4.084345 3.083303 1.224140
0.0000 0.0002 0.0032 0.2263
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.691431 0.673964 0.199730 2.114272 13.00921 39.58678 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.005965 0.349792 -0.316113 -0.172741 -0.260394 2.193208
62
Log Suku Bunga Acuan
Null Hypothesis: D(SB_ACUAN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.323495 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0182
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(SB_ACUAN,2) Method: Least Squares Date: 09/30/14 Time: 01:42 Sample (adjusted): 2000Q1 2014Q2 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(SB_ACUAN(-1)) D(SB_ACUAN(-1),2) C
-0.335242 -0.045798 -0.012263
0.100870 0.050609 0.088714
-3.323495 -0.904942 -0.138234
0.0016 0.3694 0.8906
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.185717 0.156107 0.664880 24.31361 -57.08564 6.272039 0.003518
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.011034 0.723768 2.071919 2.178493 2.113432 1.524857
63
Log Pinjaman Pemerintah
Null Hypothesis: D(LLOAN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.679550 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LLOAN,2) Method: Least Squares Date: 09/30/14 Time: 01:43 Sample (adjusted): 1999Q4 2014Q2 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LLOAN(-1)) C
-1.018620 0.007976
0.132641 0.008270
-7.679550 0.964399
0.0000 0.3389
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.508517 0.499894 0.063095 0.226914 80.32397 58.97549 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000589 0.089220 -2.655050 -2.584625 -2.627559 2.001248
64 Log Surat Bergarga Negara
Null Hypothesis: D(LSBN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-7.061665 -3.548208 -2.912631 -2.594027
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LSBN,2) Method: Least Squares Date: 09/30/14 Time: 01:44 Sample (adjusted): 2000Q1 2014Q2 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LSBN(-1)) D(LSBN(-1),2) C
-1.487102 0.181171 0.032948
0.210588 0.132625 0.011826
-7.061665 1.366043 2.786016
0.0000 0.1775 0.0073
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.641996 0.628978 0.082830 0.377340 63.71804 49.31483 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Lampiran 4 Selection Criteria Persamaan Pengaruh Utang Pemerintah VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LPDB LUTANG LXRATE SB_ACUAN LEKSPOR Exogenous variables: C Date: 09/30/14 Time: 01:50 Sample: 1999Q2 2014Q2
Included observations: 57
-0.000356 0.135983 -2.093725 -1.987151 -2.052212 2.055315
65
Lag
LogL
LR
0 1 2
18.00717 273.0312 323.5164
NA 456.3588 81.48486
3 4
359.9641 385.0726
FPE
4.36e-07 1.37e-10 5.71e-11 4.03e52.43356* 11* 31.71600 4.45e-11
AIC
SC
HQ
-0.456392 -0.277177 -0.386743 -8.527410 -7.452120* -8.109516 -9.421627 -7.450262 -8.655487 -9.823301 -6.955861 -8.708916* -9.827108* -6.063593 -8.364478
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Persamaan Pengaruh Pinjaman dan SBN VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LPDB LLOAN LSBN LXRATE SB_ACUAN LEKSPOR Exogenous variables: C Date: 09/30/14 Time: 02:02 Sample: 1999Q2 2014Q2 Included observations: 56 Lag
LogL
LR
0 1 2
81.89195 352.9081 399.0811
NA 474.2782 70.90850
3 4 5
450.5649 489.4780 530.5485
FPE
2.68e-09 6.11e-13 4.44e-13 2.87e68.03225* 13* 43.08232 3.28e-13 36.67010 4.22e-13
AIC
SC
HQ
-2.710427 -2.493425 -2.626296 -11.10386 -9.584846* -10.51494* -11.46718 -8.646155 -10.37348 -12.02018 -7.897139 -10.42168 -12.12421 -6.699165 -10.02093 -12.30530* -5.578243 -9.697236
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
66 Lampiran 5 Pemilihan Asumsi Uji Korelasi Persamaan Pengaruh Utang Pemerintah Date: 09/30/14 Time: 01:53 Sample: 1999Q2 2014Q2 Included observations: 59 Series: LPDB LUTANG LXRATE SB_ACUAN LEKSPOR Lags interval: 1 to 1
None No Intercept No Trend 2 2
None Intercept No Trend 2 2
Linear Intercept No Trend 2 2
Linear Intercept Trend 3 3
Quadratic Intercept Trend 3 3
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
0 1 2 3 4 5
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) -3.662750 -3.662750 -3.490290 -3.490290 -4.554991 -4.777921 -4.654564 -4.638030 -4.505843 -4.902944* -4.827072 -4.741433 -3.963837 -4.360602 -4.332564 -4.435501 -3.344520 -3.739713 -3.736637 -3.866985 -2.683143 -3.048510 -3.048510 -3.201819
Quadratic Intercept Trend
-3.278560 -4.428889 -4.599765 -4.356465 -3.846340 -3.201819
67
Persamaan Pengaruh Pinjaman dan SBN Date: 09/30/14 Time: 02:04 Sample: 1999Q2 2014Q2 Included observations: 59 Series: LPDB LLOAN LSBN LXRATE SB_ACUAN LEKSPOR Lags interval: 1 to 1 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend: Test Type Trace Max-Eig
None No Intercept No Trend 2 2
None Intercept No Trend 2 2
Linear Intercept No Trend 2 2
Linear Intercept Trend 2 2
Quadratic Intercept Trend 3 2
*Critical values based on MacKinnon-Haug-Michelis (1999) Information Criteria by Rank and Model Data Trend: Rank or No. of CEs
0 1 2 3 4 5 6
None No Intercept No Trend
None Intercept No Trend
Linear Intercept No Trend
Linear Intercept Trend
Quadratic Intercept Trend
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) -5.343600 -6.127641 -5.968916 -5.454528 -4.769232 -4.011261 -3.194428
-5.343600 -6.489511* -6.469857 -5.886390 -5.225845 -4.434388 -3.606094
-5.110439 -6.308330 -6.338442 -5.815820 -5.177202 -4.433634 -3.606094
-5.110439 -6.248966 -6.211442 -5.841750 -5.249591 -4.509083 -3.695772
-4.829577 -5.969939 -5.999422 -5.683664 -5.160610 -4.474414 -3.695772
68 Lampiran 6 Estimasi Jangka Panjang VECM Pertumbuhan Persamaan Pengaruh Utang Pemerintah Vector Error Correction Estimates Date: 09/30/14 Time: 01:59 Sample (adjusted): 1999Q4 2014Q2 Included observations: 59 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
LPDB(-1)
1.000000
LUTANG(-1)
-0.571156 (0.09658) [-5.91381]
LXRATE(-1)
0.483991 (0.14111) [ 3.42991]
SB_ACUAN(-1)
0.010736 (0.00615) [ 1.74630]
LEKSPOR(-1)
-0.266175 (0.06950) [-3.82999]
C
-10.44004 (1.80421) [-5.78649]
69
Persamaan Pengaruh Pinjaman dan SBN
Vector Error Correction Estimates Date: 09/30/14 Time: 02:06 Sample (adjusted): 1999Q4 2014Q2 Included observations: 59 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
LPDB(-1)
1.000000
LLOAN(-1)
0.273145 (0.16340) [ 1.67164]
LSBN(-1)
-0.454894 (0.06554) [-6.94035]
LXRATE(-1)
0.392827 (0.14949) [ 2.62774]
SB_ACUAN(-1)
0.015703 (0.00639) [ 2.45712]
LEKSPOR(-1)
-0.194807 (0.07095) [-2.74551]
C
-13.32416 (1.94489) [-6.85085]
70 Lampiran 7 Cross Correlation Variabel Penelitian dengan PDB Riil
Ekspor Bersih Date: 09/29/14 Time: 22:51 Sample: 1999Q2 2014Q2 Included observations: 61 Correlations are asymptotically consistent approximations DEKSPOR,DPDB(-i) . *| . *| . *| . *| . | . | . *| . *| . |
. . . . . . . . .
| | | | | | | | |
DEKSPOR,DPDB(+i) . *| . . *| . . | . . | . . |* . . | . . | . . | . . | .
| | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8
lag -0.1364 -0.0806 -0.0825 -0.0800 0.0150 0.0213 -0.0883 -0.0649 0.0420
lead -0.1364 -0.0431 -0.0330 -0.0235 0.0755 0.0459 0.0078 0.0057 0.0172
Utang Pemerintah Date: 09/29/14 Time: 22:41 Sample: 1999Q2 2014Q2 Included observations: 61 Correlations are asymptotically consistent approximations DUTANG,DPDB(-i)
DUTANG,DPDB(+i)
i
. . . . . . . . .
. |**. . | . . *| . .**| . ****| . ****| . ****| . ***| . .**| .
0 1 2 3 4 5 6 7 8
|**. |**** |***** |**** |**** |*** |**. |* . |* .
| | | | | | | | |
| | | | | | | | |
lag 0.1818 0.3857 0.4968 0.4128 0.3852 0.2667 0.2186 0.1428 0.0564
lead 0.1818 0.0004 -0.0947 -0.2371 -0.4006 -0.3828 -0.3556 -0.2758 -0.1736
71
Nilai Tukar Riil
Date: 09/29/14 Time: 22:51 Sample: 1999Q2 2014Q2 Included observations: 61 Correlations are asymptotically consistent approximations DXRATE,DPDB(-i) . . . . . . . . .
| . | |**. | |**** | |**** | |**** | |**** | |**. | |**. | |**. |
DXRATE,DPDB(+i) . | . . *| . .**| . ***| . ****| . ***| . ***| . . *| . . *| .
| | | | | | | | |
i
lag
lead
0 -0.0094 -0.0094 1 0.1678 -0.1271 2 0.4457 -0.2133 3 0.4503 -0.3336 4 0.3798 -0.3466 5 0.4103 -0.2786 6 0.2504 -0.2617 7 0.2133 -0.1215 8 0.1767 -0.0705
Suku Bunga Acuan
Date: 09/29/14 Time: 22:48 Sample: 1999Q2 2014Q2 Included observations: 61 Correlations are asymptotically consistent approximations DSB_ACUAN,DPDB(-i) . *| . . | . . |* . . |**. . |**. . |**. . |**. . |* . . |* .
| | | | | | | | |
DSB_ACUAN,DPDB(+i) . *| . . *| . . *| . . | . . *| . . | . . |**. . |* . . |* .
| | | | | | | | |
i
lag
lead
0 -0.0906 -0.0906 1 0.0216 -0.0839 2 0.1378 -0.1144 3 0.2159 -0.0068 4 0.2537 -0.1452 5 0.2445 -0.0048 6 0.2020 0.2266 7 0.1390 0.1242 8 0.0663 0.0947
72
Pinjaman Pemerintah Date: 09/29/14 Time: 22:28 Sample: 1999Q2 2014Q2 Included observations: 61 Correlations are asymptotically consistent approximations DLOAN,DPDB(-i) . . . . . . . . .
|**. | |*** | |**** | |*** | |*** | |**. | |* . | |* . | | . |
DLOAN,DPDB(+i) . |**. . | . . *| . ***| . ****| . *****| . ****| . ***| . .**| .
| | | | | | | | |
i
lag
0 0.2309 1 0.3084 2 0.3760 3 0.2994 4 0.2586 5 0.1715 6 0.1159 7 0.0555 8 -0.0274
lead 0.2309 0.0044 -0.1409 -0.2962 -0.4340 -0.4602 -0.4327 -0.3327 -0.2160
Surat Berharga Negara Date: 09/29/14 Time: 22:30 Sample: 1999Q2 2014Q2 Included observations: 61 Correlations are asymptotically consistent approximations DSBN,DPDB(-i) . . . . . . . . .
|* . |**** |***** |**** |**** |*** |**. |**. |* .
| | | | | | | | |
DSBN,DPDB(+i) . |* . . | . . *| . .**| . ***| . .**| . .**| . .**| . . *| .
| | | | | | | | |
i 0 1 2 3 4 5 6 7 8
lag 0.0979 0.3670 0.4804 0.4038 0.4098 0.2848 0.2528 0.1812 0.1160
lead 0.0979 -0.0137 -0.0492 -0.1487 -0.2877 -0.2338 -0.2068 -0.1663 -0.0966
73 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta 10 April 1986. Penulis merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara, dari keluarga Bapak H.Fauzan Arifien (Alm) dan Ibu Hj. Suziariah Fauzi. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Bendungan Hilir 09 Pagi Jakarta dari tahun 1992 sampai tahun 1996 lalu pindah ke SDN Pengadilan 5 sampai lulus pada tahun 1998. Kemudian tahun 1998 sampai tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 2008. Tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Departemen Ilmu Ekonomi. Saat ini penulis berprofesi sebagai peneliti di Megawati Institute, dan selama menempuh kuliah Strata 2 ini penulis juga aktif sebagai Ketua Umum Keluarga Alumni FEM IPB.