NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN
Detik.com
Hingga akhir Mei 2016, total utang pemerintahi pusat tercatat Rp3.323,36 triliun. Naik Rp44,08 triliun dibandingkan akhir April 2016, yaitu Rp3.279,28 triliun. Dalam denominasiii dolar AS, jumlah utang pemerintah pusat di akhir Mei 2016 adalah US$244,1 miliar, turun dari posisi akhir April 2016 yang sebesar US$248,36 miliar. Sebagian besar utang pemerintah adalah dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN)iii. Sampai akhir Mei 2016, nilai penerbitan SBN mencapai Rp2.563,29 triliun, naik dari akhir April 2016 yang sebesar Rp2.529,92 triliun. Sementara itu, pinjaman (baik bilateral maupun multilateral) tercatat Rp760,06 triliun, turun dari bulan sebelumnya Rp749,37 triliun. Berikut perkembangan utang pemerintah pusat dan rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) iv sejak tahun 2000:
2000: Rp1.234,28 triliun (89%)
2001: Rp1.273,18 triliun (77%)
2002: Rp1.225,15 triliun (67%)
2003: Rp1.232,5 triliun (61%)
2004: Rp1.299,5 triliun (57%)
2005: Rp1.313,5 triliun (47%)
2006: Rp1.302,16 triliun (39%)
2007: Rp1.389,41 triliun (35%)
2008: Rp1.636,74 triliun (33%)
2009: Rp1.590,66 triliun (28%)
2010: Rp1.676,15 triliun (26%)
2011: Rp1.803,49 triliun (25%)
Seksi Informasi Hukum –Ditama Binbangkum
2012: Rp1.975,42 triliun (27,3%)
2013: Rp2.371,39 triliun (28,7%)
2014: Rp2.604,93 triliun (25,9%)
2015: Rp3.098,64 triliun (26,8%)
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan, tidak ada satu pun negara di dunia yang memiliki kas keuangan yang relatif sehat. Mereka, kata Bambang Brodjonegoro, pasti membutuhkan pembiayaan lain untuk menambal kas negara, jika defisit anggaran semakin melebar dari target. Bahkan, mantan Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa posisi utang Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan negara-negara lain. Menurutnya, posisi kekurangan kas keuangan negara-negara lain jauh di atas Indonesia. "Saya tidak mencari alasan. Memang tidak ada budget yang surplus. Negara sepantaran kita itu defisit-nya lebih tinggi dari kita,’ kata Bambang Brodjonegoro. Bambang Brodjonegoro pun mencontohkan negara-negara yang mengalami defisit yang relatif tinggi. Misalnya, seperti Arab Saudi. Di negara itu defisit anggarannya sudah mencapai 20 persen dari PDB. Anjloknya harga minyak dunia, pada akhirnya memangkas penerimaan Arab Saudi yang berasal dari sektor minyak dan gas. Pembiayaan lain pun salah satunya harus dilakukan dari utang. Bank Indonesia (BI) memandang perkembangan utang luar negeri pada April 2016 masih cukup sehat. Kendati demikian, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan perkembangan utang luar negeri tetap terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian nasional. BI akan terus mewaspadai seluruh korporasi yang memiliki utang luar negeri dalam bentuk pinjaman valuta asing (valas). BI juga meminta kepada korporasi agar melakukan lindung nilai (hedging) karena penguatan dolar AS memiliki risiko bahwa utang luar negeri akan menjadi lebih mahal atau kemungkinan jatuh tempo pinjamannya tidak diperpanjang. ”Saya dan mungkin pelaku usaha betul-betul perhatikan periode superdolar tiga tahun ke depan. Periode itu kan karena Fed Rate akan naik walau secara gradual. Ini kami waspadai kalau ada superdolar,” ujar Agus Martowardojo di Jakarta baru-baru ini.
Seksi Informasi Hukum –Ditama Binbangkum
Ke depan, lanjut Agus Martowardojo, BI akan terus memantau perkembangan utang luar negeri, khususnya utang luar negeri sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa utang luar negeri dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, berdasarkan jangka waktu, utang luar negeri berjangka panjang meningkat, sedangkan utang luar negeri berjangka pendek masih mengalami penurunan. Berdasarkan kelompok peminjam, utang luar negeri sektor publik meningkat, sedangkan utang luar negeri sektor swasta mengalami penurunan. Pandangan berbeda datang dari Pengamat Valas Farial Anwar yang meminta pemerintah mengendalikan utang yang kian membengkak akibat naik setiap tahunnya. Farial Anwar mengingatkan agar pemerintah tidak terjebak pada rasio utang yang masih rendah dari PDB. Karena dilihat dari nilai utang sudah dalam kategori mengkhawatirkan. Kondisi demikian pernah dialami negara lain, seperti Yunani yang pernah menderita gagal bayar utang (default).
Sumber berita: 1. Detik.com, Naik Lagi, Utang Pemerintah RI Kini Rp 3.323,36 T, Senin, 27 Juni 2016. 2. Okezone.com, Utang Luar Negeri Dinilai Masih Aman, Senin, 20 Juni 2016. 3. Okezone.com, Total Utang Pemerintah Naik Lagi Jadi Rp3.323,36 Triliun, Selasa, 21 Juni 2016. 4. Liputan6.com, Utang Tembus Rp 3.271 Triliun, Pemerintah Diminta Waspada, 12 Mei 2016.
Catatan: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dalam Pasal 7 ayat (2) huruf l, pengelolaan utang negara merupakan wewenang Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Namun demikian, berdasarkan Undang-Undang Seksi Informasi Hukum –Ditama Binbangkum
Nomor 1 Tahun 2004 dalam Pasal 38 ayat (1), Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang APBN. Utang dapat dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dalam Pasal 38 ayat (2). Untuk pembiayaan melalui utang tahun 2016, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR) Nomor 73/PR/2015 tentang Strategi Pembiayaan Tahunan Melalui Utang Tahun 2016. Berdasarkan Keputusan tersebut, salah satu arah kebijakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2016 adalah memberikan stimulus pada perekonomian untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%, Pemerintah menempuh kebijakan fiskal ekspansif dengan besaran defisit yang direncanakan sebesar Rp273.178,9 miliar atau 2,15% dari PDB sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016 (UU No. 14 Tahun 2015). Selanjutnya, kebijakan umum yang digunakan dalam penyusunan strategi pembiayaan tahunan berdasarkan Keputusan Dirjen PPR Nomor 73/PR/2015 adalah sebagai berikut: 1.
Mengendalikan
rasio
utang
terhadap
PDB
pada
level
yang
aman
dengan
mempertimbangkan kemampuan membayar kembali; 2.
Mengoptimalkan penerbitan SBN di pasar domestik untuk memenuhi pembiayaan APBN, sedangkan penerbitan SBN valas dilakukan sebagai komplementer;
3.
Mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan melakukan pendalaman pasar SBN domestik;
4.
Melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif antara lain melalui buyback dan debt switch untuk meningkatkan likuiditas dan stabilitas pasar serta implementasi Asset Liability Management (ALM) dalam upaya untuk menjaga keseimbangan makro;
5.
Mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui pengadaan pinjaman kegiatan dan penerbitan sukuk yang berbasis proyek dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pendanaan pembangunan dalam jangka menengah;
Seksi Informasi Hukum –Ditama Binbangkum
6.
Mengoptimalkan penggunaan pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri untuk mendukung pembiayaan belanja modal APBN dan pemanfaatan fasilitas pinjaman sebagai alternatif instrumen pembiayaan;
7.
Memperkuat fungsi Investor Relation Unit, antara lain melalui diseminasi informasi secara proaktif, respon yang cepat dan efektif, dan komunikasi yang efektif dengan investor dan stakeholder lainnya.
i
Dalam peraturan perundang-undangan tidak dikenal utang pemerintah, tetapi adanya utang negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dalam Pasal 1 angka 8, Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Pusat dan/atau kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah. ii Denominasi menurut wikipedia adalah nilai harga yang tercantum pada sebuah surat berharga iii Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2016 tentang Investasi Surat Berharga Negara Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, SBN adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia termasuk surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara dan surat berharga syariah negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. iv PDB menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.07/2015 tentang Batas Maksimal Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2016 dalam Pasal 1 angka 8, adalah total nilai akhir seluruh barang dan jasa yang dihasilkan di Indonesia dalam tahun tertentu yang dihitung menurut harga pasar.
Seksi Informasi Hukum –Ditama Binbangkum