Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 85
DAMPAK UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH TERHADAP KEBERLANJUTAN FISKAL INDONESIA PERIODE 1979-2009 Yohanes Maria Vianey Mudayen Pendidikan Ekonomi, FKIP, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Mrican, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta Abstract: This research aims to analyze the impact of foreign debt on fiscal sustainability of Indonesia from 1979 to 2009. The model used is a simultaneous equation model with the method of Two Stage Least Square (TSLS). Simultaneous equation model regression results indicate that lagged government debt, fiscal sustainability is derived from the reduced-form equation and the primary balance positive and significant impact on economic growth in Indonesia. Lag of government and external debt of Central Bank interest rate savings and a significant negative effect on fiscal sustainability Indonesia. However, the economic growth that comes from reduced-form equation positive and significant impact on fiscal sustainability Indonesia. Keywords: government debt, fiscal sustainability, the model simultaneously. Abstrak: Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak Utang Luar Negeri Pemerintah terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia periode 1979-2009. Model yang digunakan adalah model persamaan simultan dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil regresi model persamaan simultan menunjukkan bahwa lag utang luar negeri pemerintah, Keberlanjutan Fiskal yang berasal dari persamaan reduced form maupun primary balance berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Lag utang luar negeri pemerintah maupun suku bunga tabungan Bank Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Namun, pertumbuhan ekonomi yang berasal dari persamaan reduced form berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Kata kunci: utang luar negeri pemerintah, Keberlanjutan Fiskal, model simultan.
Sejak Pelita I sebagai awal proses pembangunan Indonesia, utang luar negeri telah dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk menanggulangi masalah kelangkaan modal. Tabungan pemerintah dan tabungan domestik tidak dapat menanggulangi masalah kekurangan dana untuk saving-investment gap. Selain itu, utang luar negeri juga digunakan untuk mengatasi masalah export-import gap dan fiscal gap. Pemanfaatan utang luar negeri sebagai salah satu komponen pembiayaan pembangunan Indonesia hingga saat ini masih terus berlangsung. Data dari Departemen Keuangan, 2009 menunjukkan bahwa total utang pemerintah RI per Februari 2009 mencapai Rp 1.667 triliun (Depkeu, 2009). Data dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan (2012) menunjukkan bahwa total utang pemerintah Indonesia hingga Mei 2012 mencapai Rp 1.944,14 triliun, naik Rp 140,65 triliun dari posisi di akhir 2011 yang nilainya Rp 1.803,49 triliun.
Kebijakan utang luar negeri pemerintah menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat Indonesia, terutama akademisi dan tim peneliti. Bagi kelompok yang mendukung kebijakan utang luar negeri pemerintah, penggunaan utang luar negeri diyakini dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Quazi (2005) menunjukkan bahwa utang luar negeri secara signifikan meningkatkan pertumbuhan GDP di Bangladesh dalam kurun waktu 19731999. Penelitian yang dilakukan oleh Moreira (2003) dalam studi lintas negara dalam kurun waktu 1970-1998 menunjukkan bahwa utang luar negeri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Utang luar negeri dapat menjadi stimulus awal guna peningkatan kesejahteraan negaranegara miskin, yang tertinggal jauh dalam masalah pendidikan, pemeliharaan kesehatan, good nutrition maupun perumahan (Ferraro and Rosser, 1994). Di sisi lain, kelompok yang kontra terhadap kebijakan utang luar negeri pemerintah mengungkapkan bahwa utang luar negeri tidak
86
Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian Dowling and Hiemenz (1982) menunjukkan bahwa pengaruh bantuan luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tidak signifikan di sembilan negara Asia (Burma, China, India, Korea Selatan, Nepal, Fhilipina, Singapura, Srilangka dan Thailand). Kajian yang dilakukan White (1992) menunjukkan bahwa utang luar negeri tidak menimbulkan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Hasil penelitian Syaparudin dan Hermawan (2005) untuk kasus Indonesia menunjukkan bahwa permintaan utang luar negeri pemerintah tidak berdampak signifikan terhadap PDB Indonesia periode 1980-2002. Selama ini, Negara Indonesia menempatkan utang sebagai salah satu tiang penyangga pembangunan, padahal pemerintah Indonesia mengatakan bahwa utang luar negeri hanya sebagai pelengkap (Makmun, 2005). Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/ KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara tahun 2005-2009 menyatakan bahwa utang masih merupakan sumber utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit maupun untuk pembayaran kembali pokok utang yang telah jatuh tempo (refinancing). Utang luar negeri pemerintah juga membawa konsekuensi negatif terhadap APBN (Soelistianingsih, 2003). Hal itu terjadi karena utang luar negeri digunakan sebagai salah satu cara untuk menutup defisit anggaran pemerintah. Utang luar negeri pemerintah selain berdampak pada neraca pembayaran juga berdampak pada kinerja anggaran pemerintah Indonesia yaitu APBN (Soelistianingsih, 2003). Utang luar negeri pemerintah ini seolah-olah sebagai penerimaan pemerintah karena berfungsi sebagai penutup defisit APBN, tetapi di sisi lain pembayaran atas utang menjadi beban APBN yang dicatat dalam pos pengeluaran. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengukuran tentang bagaimana Keberlanjutan Fiskal (fiscal sustainability) sebagai akibat dari utang luar negeri pemerintah Indonesia. Salah satu interpretasi Keberlanjutan Fiskal secara sederhana yaitu jika pemerintah dapat memenuhi pengeluarannya dengan pendapatannya sendiri
tanpa tergantung utang (Hanni, 2006). Kondisi fiskal dikatakan sustainable apabila Gap Keseimbangan Primer (Primary Balance) bernilai positif, sebaliknya kondisi fiskal dikatakan unsustainable apabila GAP Primary Balance bernilai negatif (Hanni, 2006: 25). Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini hendak menganalisis dampak luar negeri terhadap keberlanjutan fiskal Indonesia periode 1979-2009. Ada dua variabel kunci dalam penelitian ini yaitu Keberlanjutan Fiskal, dan Utang Luar Negeri Pemerintah. Pertama, Keberlanjutan Fiskal. Salah satu interpretasi Keberlanjutan Fiskal secara sederhana yaitu jika pemerintah dapat memenuhi pengeluarannya dengan pendapatannya sendiri tanpa tergantung utang (Hanni, 2006). Indikator utama dari fiskal yang sustainable atau tidak adalah ukuran defisitnya dan apakah unsur tersebut akan mengecil atau membesar di masa mendatang (Slack dan Bird, 2004). Greene (1993) dalam Ulfa (2004) menguraikan pengertian fiscal sustainability dengan memberikan definisi sustainability dan definisi fiscal sustainability. Keberlanjutan didefinisikannya sebagai kemampuan untuk memelihara kebijakan-kebijakan makro ekonomi yang ada tanpa adanya ancaman krisis. Ancaman krisis tersebut, misalnya, hyper inflation, depresiasi atau devaluasi mata uang domestik yang sangat besar, dan tingkat pengangguran yang sudah tidak dapat ditolerir lagi. Sedangkan pengertian fiscal sustainability menurut Quanes dan Thakur (1997: 66), yaitu: “While there is no generally accepted definition of what constitutes a sustainable fiscal policy, there is a broad agreement that fiscal policy is not sustainable if the present and prospective fiscal stance results in a persistent and rapid increase in the public debt-to-GDP ratio. Thus, a key indicator of sustainability is based on the size and growth ratio of the debtto-GDP ratio” Dari pengertian tersebut, ada dua indikator yang perlu diperhatikan dalam menilai posisi utang pemerintah yaitu: 1) jumlah utang yang dinyatakan
Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 87
dalam besarnya debt-to-GDP ratio; 2) peningkatan jumlah pinjaman atau pertumbuhan pinjaman. Namun, definisi di atas tidak memberikan batasan yang jelas tentang batas yang dapat ditoleransi tentang besarnya ratio utang suatu negara sebagai prosentase dari PDB. Salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai pendekatan tingkat debt to GDP ratio yang aman adalah ketentuan Maastrict Treaty tahun 1991 yang mensyaratkan negaranegara Eropa yang hendak bergabung dalam European Monetary Union dengan mata uang Euro, harus memiliki ratio debt to GDP kurang dari 60%. Syarat lain adalah ratio defisit anggaran per GNP kurang dari 3%, dan negara tersebut harus menjamin stabilitas harga, serta memelihara tingkat nilai tukar sesuai ketentuan Exchange Rate Mechanism (Direktorat Keuangan Negara dan Analisis Moneter, 2008). Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan Keberlanjutan Fiskal, yaitu: accounting approach dan present value constraint approach (Hanni, 2006: 23-24). Dalam accounting approach, fiscal sustainability diterjemahkan ke dalam sustainability dari surplus pada primary balance (SURPB) dengan rumus sebagai berikut:
r growth GAB PB = PB - DEBTt - 1 1 + growth Kondisi fiskal dikatakan sustainable apabila GAP PB bernilai positif, sebaliknya kondisi fiskal dikatakan unsustainable apabila GAP PB bernilai negatif (Hanni, 2006: 25). Pendekatan lain, present value constraint approach (PVC) dengan persamaan sebagai berikut: N
SURPBt + j j+1 ( j = 0 1 + r)
DEBt - 1 = /
Persamaan di atas disebut juga intertemporal government financing constraint. Persamaan menyatakan bahwa jumlah utang pemerintah pada saat tertentu harus sama dengan present value dari surplus primary balance di masa mendatang. Apabila persamaan di atas terpenuhi maka fiscal policy dikatakan sustainable. Dalam penelitian ini, penentuan Keberlanjutan Fiskal menggunakan accounting approach.
Kedua, utang luar negeri pemerintah. Utang luar negeri pemerintah Indonesia merupakan utang dari pihak-pihak asing seperti negara sahabat, lembaga internasional (IMF, World Bank, Asian Development Bank), dan pihak lain yang bukan penduduk Indonesia. Bentuk utang yang diterima dapat berupa dana, barang atau jasa. Berbentuk barang bila pemerintah membeli barang modal ataupun peralatan perang yang dibayar secara kredit. Berbentuk jasa sebagian besar berupa kehadiran tenaga ahli dari pihak kreditur untuk memberikan jasa konsultasi pada bidang-bidang tertentu yang lebih dikenal dengan technical assistance. Dari sisi waktu, utang luar negeri dapat dibedakan menjadi utang jangka panjang dan utang jangka pendek. Utang jangka pendek adalah utang dengan jatuh tempo satu tahun atau kurang. Utang jangka panjang umumnya berjangka waktu lebih dari satu tahun. Utang yang berjangka panjang dapat diperinci menurut jenis utangnya, yaitu utang swasta yang tidak dijamin oleh pemerintah. Utang swasta yang non guaranteed debt adalah utang yang dilakukan oleh debitur swasta, dan utang tersebut tidak dijamin oleh institusi pemerintah. Di lain pihak, utang pemerintah adalah utang yang dilakukan oleh suatu institusi pemerintah, termasuk pemerintah pusat, departemen, dan lembaga pemerintah yang otonom. Utang luar negeri yang berasal dari sumber resmi dibagi menjadi dua yaitu utang bilateral dan utang multilateral. Utang bilateral adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun dalam bentuk barang atau jasa, yang diperoleh dari pemberi utang luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga atau badan keuangan yang dibentuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan pemberian utang yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Utang miiltilateral adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa maupun dalam bentuk barang atau jasa yang diperoleh dari pemberian Utang luar negeri yang berasal dari lembaga keuangan internasional maupun regional dan Indonesia
88
Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96
merupakan anggota dari lembaga keuangan tersebut (Syaparuddin dan Hermawan, 2005). Hasil kajian Hanni (2006) menunjukkan bahwa primary balance merupakan indikator utama bagi sustainabilitas fiskal. Indikator lainnya yang tidak kalah penting adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga dan stok utang pemerintah. Tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh besaran PDB, konsumsi rumah tangga dan pemerintah, investasi, suku bunga, inflasi, PMA, ekspor, impor, kurs, pajak, lag konsumsi rumah tangga, lag investasi, lag konsumsi pemerintah, PDB Jepang dan suku bunga Jepang. Suku bunga dipengaruhi oleh uang beredar, tingkat pertumbuhan dan lag kurs. Stok utang pemerintah dipengaruhi oleh overall balance dan PDB. Hasil kajian Quazi (2005) menunjukkan bahwa bantuan luar negeri memiliki marginal efek terhadap pertumbuhan PDB. Pinjaman luar negeri signifikan meningkatkan pertumbuhan PDB, sedangkan hibah tidak signifikan meningkatkan pertumbuhan PDB. Hibah luar negeri sebagian besar digunakan untuk pengeluaran yang bersifat non-produktif, misalnya untuk belanja pegawai, sedangkan pinjaman luar negeri pada umumnya digunakan untuk membiayai proyek-proyek investasi publik dan program pembangunan modal manusia, yang akhirnya mengakibatkan pertumbuhan output yang lebih tinggi. Hasil kajian Moraga and Vidal (2004) menunjukkan bahwa ketidakseimbangan anggaran mempengaruhi dinamika ekonomi dan prospek pertumbuhan ekonomi. Respon yang tepat dari kebijakan fiskal untuk guncangan sesaat tidak dapat dilakukan tanpa ada kaidah fiskal. Kaidah Fiskal memungkinkan kita untuk melakukan reaksi tepat waktu, sehingga kita dapat menghindari potensi gangguan dalam penyesuaian fiskal di masa depan, dalam bentuk penyesuaian yang tertunda, dan semakin besarnya skala yang diperlukan. Hasil kajian Edwards (2003) menunjukkan bahwa ada tiga set variabel yang menentukan Keberlanjutan Fiskal suatu negara yaitu: 1) stok awal utang dalam negeri; 2) ketersediaan pinjaman lunak di masa depan, dan; 3) bagian yang diperoleh dari hibah dan sumbangan. Hasil simulasi yang
dilakukan di Nikaragua menunjukkan bahwa upaya fiskal sangat bergantung pada tingkat pertumbuhan PDB riil. Hasil kajian Soelistianingsih (2003) menunjukkan bahwa pengelolaan atas ULNP menunjukkan Keberlanjutan Fiskal yang baik, bahkan dalam periode krisis. Tetapi keberhasilan pemerintah dalam menjaga Keberlanjutan fiskal tersebut belum menunjukkan kemampuan membayar atau solvency karena ketika terjadi krisis nilai tukar, pemerintah melakukan penjadwalan atas pokok dan bunga ULNP yang jatuh tempo dari tahun 1998 sampai dengan 2000. Untuk menilai apakah kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable atau unsustainable dapat dilihat dari nilai surplus primary balance. Primary balance adalah selisih penerimaan dengan pengeluaran pemerintah di luar pembayaran bunga dan cicilan utang. Apabila surplus primary balance bertanda positif maka kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable, namun sebaliknya apabila surplus primary balance bertanda negatif maka kebijakan fiskal yang ditempuh unsustainable. Dalam model penelitian ini, ada 3 indikator bagi sustainabilitas fiskal yaitu stok utang luar negeri pemerintah periode sebelumnya, tingkat pertumbuhan PDB riil (growth), dan tingkat suku bunga tabungan BI. Pada saat bersamaan pertumbuhan PDB riil (growth) dipengaruhi oleh stok utang luar negeri pemerintah periode sebelumnya, primary balance, Keberlanjutan Fiskal, dan tingkat suku bunga tabungan BI. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu: utang luar negeri pemerintah berdampak signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia periode 1979-2009. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis eksplanatori karena penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi variasi nilai dari variabel terikat untuk mendapatkan makna dan implikasi permasalahan yang ingin dipecahkan secara sistematis, aktual dan akurat (Wagiono, 1994). Penelitian ini mengkaji pengaruh utang luar negeri terhadap Keberlanjutan fiskal Indonesia. Data yg digunakan adalah data time series dengan periode waktu mulai dari tahun
Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 89
1979 sampai 2009. Sumber data utama berasal dari International Financial Statistic (IFS), Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Departemen Keuangan, dan Dirjen Pengelolaan Utang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi. Definisi operasional berbagai variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Keberlanjutan Fiskal yaitu nilai positif dari surplus primary balance; 2) Pertumbuhan Ekonomi yaitu pertumbuhan PDB riil per tahun yang dinyatakan dalam persen; 3) Utang Luar Negeri Pemerintah yaitu utang pemerintah Indonesia kepada pihak-pihak asing seperti negara sahabat, lembaga internasional, dan pihak lain yang bukan penduduk Indonesia, yang harus dibayarkan kembali beserta bunganya; 4) Primary balance yaitu selisih antara penerimaan dan pengeluaran pemerintah di luar pembayaran bunga dan cicilan utang dan; 5) Suku bunga yaitu rata-rata tertimbang dari suku bunga tabungan BI yang dinyatakan dalam persen. Model yang digunakan untuk analisis data yaitu Model Persamaan Simultan. Model Persamaan Simultan digunakan untuk menganalisis pengaruh utang luar negeri pemerintah terhadap Keberlanjutan fiskal. Model simultan ini digunakan untuk menghindari kekeliruan dan ketidakkonsistenan hasil regresi maka dilakukan tahap-tahap pengujian sesuai dengan persyaratan penggunaan persamaan simultan (Intriligator dkk, 1996: 318). Adapun model persamaan simultan yang digunakan adalah: GROWTHt = β1.0 + β1.1 DEBT t-1 + β1.2 PB t + β1.3 KF t + e1 KFt = β2.0 + β2.1DEBT t-1 + β2.2 GROWTH t + β2.3 r t + e2
Keterangan: Growth = Produk Domestik Bruto Riil (%) KF = Keberlanjutan Fiskal (%) DEBT = ratio Utang Luar Negeri Pemerintah terhadap PDB riil (%) PB = ratio Primary Balance terhadap PDB riil (%) r = rata-rata tertimbang suku bunga tabungan BI (%) t = waktu
Berdasarkan metode identifikasi melalui Order Condition dan Rank Condition dapat diketahui bahwa model persamaan simultan dalam penelitian ini adalah over identified karena K-k > m-1 (3-2 > 1-1) dan rank matrik A adalah M-1. Oleh karena itu, model persamaan simultan dalam penelitian ini diselesaikan dengan metode Two Stage Least Square (TSLS) atau metode dua langkah dari OLS. Metode TSLS digunakan untuk menghindari tidak efisiennya estimasi karena model persamaan struktural 1 dan 2 merupakan persamaan yang over identified (Gujarati, 2003: 770-774). Metode TSLS merupakan metode yang umum digunakan untuk mengestimasi persamaan simultan untuk menyelesaikan persamaan simultan yang bersifat terlalu teridentifikasi. Untuk menentukan kondisi fiskal Indonesia sustainable atau unsustainable, digunakan accounting approach dengan persamaan identitas berikut (Hanni 2006: 25-26):
r growth GAB PB = PB - DEBTt - 1 1 + growth Kondisi fiskal yang sustainable terjadi ketika GAP PB (primary balance) bernilai positif. Sebaliknya kondisi fiskal dikatakan unsustainable terjadi ketika GAP PB bernilai negatif. Untuk menentukan ada tidaknya masalah simultanitas, maka dilakukan uji simultan yang dikembangkan oleh Hausman. Berdasarkan kriteria Hausman, apabila residual (Resid01) tidak signifikan secara statistik (prob dari resid01 > alpha 5%) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah simultanitas. Sebaliknya apabila residual (Resid01) signifikan secara statistik (prob dari resid01 < alpha 5%) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah simultanitas (Widarjono, 2009: 264-265). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi tentang kaitan antara utang luar negeri pemerintah, pertumbuhan ekonomi dan Keberlanjutan Fiskal Indonesia periode 19792009, dapat diamati pada grafik 1. Grafik 1 menunjukkan bahwa peningkatan utang luar negeri pemerintah periode 1979-2009
90
Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96
Grafik 1. Utang Luar Negeri Pemerintah, Produk Domestik Bruto dan Keberlanjutan Fiskal Indonesia tahun 1979-2009 (Rp M) Sumber: data BI dan IFS, diolah 2011 searah dengan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada periode yang sama. Ketika utang luar negeri pemerintah periode 1979-2009 menunjukkan trend peningkatan, PDB juga menunjukkan trend peningkatan sangat baik pada periode yang sama. Namun di sisi lain, peningkatan utang luar negeri pemerintah periode 1979-2009 berlawanan arah dengan nilai gap primary balance yang menjadi indikator Keberlanjutan Fiskal Indonesia periode 1979-2009. Ketika utang luar negeri pemerintah periode 1979-2009 menunjukkan trend peningkatan, gap primary balance yang menjadi indikator Keberlanjutan Fiskal Indonesia periode yang sama justru menunjukkan trend yang terus menurun. Dengan demikian, grafik 1 di atas selaras dengan hasil Model Persamaan Simultan. Hasil regresi Model Persamaan Simultan Pertama yang diolah dengan menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS) dapat diamati pada persamaan berikut: Growth = 3,797814+0,207010 Debt(-1)+0,315753 +0,628143 PB +e1t (0,0000)* (0,0000)* (0,0000)* (0,0000)* R2 = 0,948287
Keterangan : Angka dalam kurung adalah nilai probabilitas * Signifikan pada alpha 0,01 (α=1%)
Berdasarkan persamaan di atas, dapat diketahui bahwa nilai R-squared (R2) sebesar 0,948287. R2 tersebut mengandung arti bahwa 94,83% pertumbuhan ekonomi (growth) dapat dijelaskan oleh lag utang luar negeri pemerintah (debt(-1)), Keberlanjutan Fiskal yang berasal dari persamaan reduced form ( ), dan primary balance, sedangkan sisanya 5,17% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model Persamaan Simultan pertama menunjukkan bahwa lag utang luar negeri pemerintah (Debt(-1)) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan koefisien korelasi sebesar 0,207010 dan probabilitas sebesar 0,0000. Hal ini terjadi karena tambahan utang luar negeri pemerintah menyebabkan pos “penerimaan” pemerintah bertambah sehingga stok pemerintah yang dapat digunakan untuk investasi juga meningkat. Dengan adanya utang luar negeri, pemerintah dapat mendirikan BUMN dan perusahaan negara yang berpotensi meningkatkan devisa negara dan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Keberadaan BUMN dan perusahaan negara ikut menggairahkan sektor riil sehingga pertumbuhan ekonomi juga ikut terdongkrak. Selain itu, karakteristik utang luar negeri pemerintah yang sebagian besar bersifat jangka panjang dan berupa pinjaman lunak memungkinkan pemerintah lebih leluasa memanfaatkan pinjaman
Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 91
tersebut untuk kepentingan pembangunan di Indonesia. Utang luar negeri pemerintah juga disertai dengan later of intent (LoI) antara negara Indonesia dengan negara dan lembaga pemberi pinjaman yang mengatur pemanfaatan utang luar negeri Indonesia. Permintaan utang luar negeri pemerintah disertai dengan pedoman paket kebijakan pemanfaatan utang luar negeri dari negara atau lembaga pemberi pinjaman. Paket kebijakan tersebut berisi pemanfaatan utang luar negeri pemerintah untuk membangun infrastruktur dan fasilitas umum seperti sekolah Inpres (Instruksi Presiden), puskesmas, rumah sakit, jalan, dan jembatan. Selain itu, negara atau lembaga pemberi pinjaman juga mengatur agar pemanfaatan utang luar negeri pemerintah digunakan untuk program-program pengentasan kemiskinan seperti BLT, raskin, dan JPS, serta untuk mendirikan perusahaan negara. Semua paket kebijakan tersebut sudah membawa dampak positif ketika diterapkan di negara berkembang lain yang kondisinya mirip dan relevan dengan Indonesia. Pemanfaatan utang luar negeri pemerintah juga diawasi oleh negara atau lembaga pemberi pinjaman sehingga pemanfaatannya harus sesuai dengan paket kebijakan yang telah disepakati dalam LoI, dan tidak boleh digunakan untuk kegiatan rutin pemerintah misalnya untuk belanja pegawai. Pemanfaatan utang luar negeri pemerintah untuk membangun infastruktur, fasilitas pendidikan dan kesehatan serta untuk program pengentasan kemiskinan ini membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kondisi di atas selaras dengan hasil penelitian Quazi (2005) menunjukkan bahwa utang luar negeri secara signifikan meningkatkan pertumbuhan GDP di Bangladesh dalam kurun waktu 1973-1999. Penelitian lintas negara yang dilakukan oleh Moreira (2003) dalam kurun waktu 1970-1998 menunjukkan bahwa utang luar negeri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Utang luar negeri dapat menjadi stimulus awal guna peningkatan kehidupan (kesejahteraan) yang lebih baik di negara-negara miskin, yang tertinggal dalam bidang pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
nutrisi yang baik (good nutrition) maupun perumahan. Hasil penelitian Svensson (2000) menunjukkan bahwa utang luar negeri berdampak positif terhadap perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, jika utang tersebut digunakan untuk pembangunan dan tidak ada moral hazard problem terkait dengan dengan penggunaan utang. Bulow dan Rogof (1990) dan Chowdurry dan Levy (1997) dalam Arief (1998) menyimpulkan bahwa utang luar negeri telah menjadi salah satu faktor yang signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang. Hasil penelitian yang berbeda dikemukakan oleh Syaparuddin dan Hermawan (2005) bahwa permintaan utang luar negeri pemerintah berdampak positif namun tidak signifikan terhadap peningkatan PDB Indonesia dalam kurun waktu 1980-2002. Keberlanjutan Fiskal yang berasal dari persamaan reduced form berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan koefisien korelasi sebesar 0,315753 dan probabilitas sebesar 0,0000. Keberlanjutan fiskal terjadi ketika surplus primary balance bernilai positif. Surplus primary balance bernilai positif ketika terjadi peningkatan nilai primary balance yang mengandung arti bahwa terjadi peningkatan ratio penerimaan pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah di luar pembayaran bunga dan cicilan utang pemerintah. Peningkatan nilai primary balance menyebabkan pemerintah memiliki lebih banyak stok anggaran yang dapat digunakan untuk melakukan investasi. Peningkatan investasi pemerintah ikut menggairahkan sektor riil yang pada gilirannya ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Alasan di atas menyebabkan peningkatan taraf Keberlanjutan Fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Hanni, 2006 bahwa Keberlanjutan fiskal yang terjadi karena adanya peningkatan penerimaan pemerintah dan pengoptimalisasian pengeluaran negara, serta peningkatan investasi pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1991-2003.
92
Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96
Primary balance (PB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan koefisien korelasi sebesar 0,628143 dan probabilitas sebesar 0,0000. Hal ini terjadi karena peningkatan primary balance mengindikasikan terjadinya peningkatan ratio penerimaan pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah di luar pembayaran bunga dan cicilan utang pemerintah. Peningkatan primary balance dapat dicapai melalui peningkatan penerimaan pemerintah dan pengoptimalisasian pengeluaran negara secara efisien dan tepat guna. Peningkatan ratio penerimaan pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah menyebabkan pemerintah memiliki lebih banyak stok anggaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan konsumsi pemerintah dan meningkatkan investasi pemerintah. Peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi pemerintah ikut menggairahkan sektor riil yang pada gilirannya ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil kajian ini selaras dengan hasil penelitian Hanni, 2006 bahwa peningkatan primary balance yang dapat dicapai melalui peningkatan penerimaan dalam negeri dan pengoptimalisasian pengeluaran negara, serta peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1991-2003. Selanjutnya, hasil regresi Model Persamaan Simultan Kedua yang diolah dengan menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS) dapat diamati pada persamaan berikut: KF = 8,146881-0,717757 Debt(-1)+1,249630 (0,3461)ns (0,0000)* (0,0951)*** R2 = 0,801670
-1,083289 r+e2t (0,0078)*
Keterangan : Angka dalam kurung adalah nilai probabilitas * dan *** masing-masing signifikan pada alpha 0,01 (α=1%) dan 0,10 (α=10%) ns = tidak signifikan Berdasarkan persamaan di atas, dapat diketahui bahwa nilai R-squared (R2) sebesar 0,801670. R2 tersebut mengandung arti bahwa
80,17% Keberlanjutan Fiskal (KF) dapat dijelaskan oleh lag utang luar negeri pemerintah (debt(-1)), pertumbuhan ekonomi yang berasal dari persamaan reduce form ( dan suku bunga tabungan Bank Indonesia (r), sedangkan sisanya 19,83% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Dari model persamaan simultan kedua dapat diketahui bahwa lag utang luar negeri pemerintah (Debt(-1)) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Hal itu terjadi karena utang luar negeri digunakan sebagai salah satu cara untuk menutup defisit anggaran pemerintah. Utang luar negeri pemerintah seolah-olah sebagai ‘penerimaan’ pemerintah karena difungsikan sebagai penutup defisit APBN, tetapi di sisi lain pembayaran atas cicilan pokok utang dan bunga utang menjadi beban APBN yang dicatat dalam pos pengeluaran. Utang luar negeri pemerintah yang lebih banyak berupa pinjaman jangka panjang menyebabkan kewajiban negara untuk membayar cicilan pokok utang dan bunga menjadi beban yang cukup berat dalam jangka panjang. Beban pengeluaran negara yang diperberat oleh keharusan membayar bunga dan cicilan pokok utang luar negeri berdampak negatif terhadap Keberlanjutan fiskal Indonesia karena utang luar negeri pemerintah membuat surplus primary balance bernilai negatif. Surplus primary balance yang bernilai negatif dan terjadi dalam jangka panjang memberikan indikasi serius bahwa keadaan fiskal Indonesia mengalami masalah unsustainable. Keadaan fiskal yang unsustainable menjadi semakin diperparah oleh program penjaminan dan rekapitalisasi dalam rangka penyehatan perbankan saat terjadi krisis ekonomi tahun 1998. Beban utang luar negeri pemerintah semakin membengkak akibat depresiasi rupiah karena krisis ekonomi tahun 1998 dan dampaknya sangat terasa beberapa tahun setelah itu. Dengan demikian, utang luar negeri pemerintah pada periode sebelumnya berdampak negatif terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Hasil kajian di atas sejalan dengan temuan Soelistianingsih (2003) bahwa utang luar negeri pemerintah berdampak negatif terhadap
Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 93
kinerja anggaran pemerintah Indonesia (APBN) dan Keberlanjutan Fiskal Indonesia tahun 1983-2000. Hasil penelitian Hanni (2006) menunjukkan bahwa stok utang pemerintah berpengaruh signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia tahun 1991-2003. Hasil kajian Edwards (2003) menunjukkan bahwa stok awal utang pemerintah, ketersediaan pinjaman lunak di masa depan, dan bagian yang diperoleh dari hibah dan sumbangan berpengaruh signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal di di Nikaragua tahun 2002. Hasil kajian Moraga and Vidal (2004) menunjukkan bahwa utang publik berpengaruh signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal di European Union (Germany, France, Italy and United Kingdom) 1995-2000. Suku bunga tabungan Bank Indonesia (r) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia dengan koefisien korelasi sebesar -1,083289 dan probabilitas sebesar 0,0078. Kondisi ini terjadi karena peningkatan suku bunga tabungan Bank Indonesia yang berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabkan tabungan domestik meningkat tetapi investasi pada sektor riil secara umum menurun. Tingkat bunga merupakan fungsi dari investasi dan keduanya memiliki hubungan yang negatif. Peningkatan suku bunga tabungan Bank Indonesia dalam waktu yang lama menunjukkan bahwa bank-bank yang ada di Indonesia sedang mengalami masalah kesehatan perbankan (baik masalah ketersediaan modal, likuiditas, maupun solvabilitas). Ketika terjadi krisis ekonomi global tahun 1998, rata-rata tertimbang dari suku bunga tabungan Bank Indonesia sebesar 38,44% (Laporan Tahunan BI, 2000). Ratarata suku bunga tabungan BI tersebut adalah yang tertinggi dalam kurun waktu 1979-2009. Peningkatan suku bunga tabungan secara tajam mengindikasikan adanya gangguan yang serius terhadap stabilitas ekonomi makro Indonesia. Ancaman terhadap stabilitas ekonomi makro menunjukkan bahwa keadaan fiskal Indonesia unsustainable karena salah satu indikator bahwa keadaan fiskal yang sustainable adalah pemerintah dapat mempertahankan stabilitas ekonomi makro tanpa adanya ancaman krisis.
Dengan demikian, suku bunga tabungan BI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Hasil kajian ini sejalan dengan temuan Hanni (2006) bahwa tingkat suku bunga BI berpengaruh signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia tahun 1991-2003. Kajian yang dilakukan oleh Edwards (2003) juga menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh signifikan terhadap kebijakan Keberlanjutan Fiskal di Nikaragua tahun 2002. Pertumbuhan ekonomi yang berasal dari persamaan reduced form ( ) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keberlanjutan fiskal Indonesia pada tingkat signifikansi α=10%, dengan koefisien korelasi sebesar 1,249630 dan probabilitas sebesar 0,0951. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat mengindikasikan bahwa sektor riil sedang ekspansif dan kesempatan kerja tersedia bagi para pencari kerja. Pertumbuhan ekonomi yang pesat mengindikasikan bahwa ekonomi makro dalam keadaan stabil dan tidak terjadi ancaman krisis sehingga Keberlanjutan fiskal Indonesia dapat terjaga. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Hanni (2006) bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat merupakan salah satu indikator tercapainya Keberlanjutan Fiskal Indonesia tahun 1991-2003. Kajian yang dilakukan oleh Edwards (2003) juga menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan PDB riil berpengaruh signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal di Nikaragua tahun 2002. Berdasarkan hasil pengujian simultanitas dengan metode Hausman dapat diketahui bahwa residual (Resid02) sebesar 1,0000 tidak signifikan secara statistik karena prob dari resid02 > alpha 1%, 5%, maupun 10%, sehingga dapat disimpulkan tidak ada masalah simultanitas. Artinya variabel endogen growth tidak berhubungan dengan variabel residual (Resid02). Selanjutnya hasil pengujian simultanitas untuk mendeteksi ada tidaknya hubungan variabel endogen Keberlanjutan fiskal dengan residual (Resid01). Demikian pula dengan residual (Resid01) sebesar
94
Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96
0,1330 (13,3%) tidak signifikan secara statistik karena prob dari resid01 > alpha 1%, 5%, maupun 10% sehingga dapat disimpulkan tidak ada masalah simultanitas. Artinya variabel endogen Keberlanjutan Fiskal tidak berhubungan dengan variabel residual (Resid01). Dengan demikian, model persamaan simultan tidak mengandung masalah simultanitas. SIMPULAN Berdasarkan hasil temuan dapat disimpulkan bahwa dari ketiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, primary balance merupakan faktor paling berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Keberlanjutan Fiskal dan lag utang luar negeri juga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 19792009. Pertumbuhan ekonomi yang berasal dari persamaan reduced form berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Lag utang luar negeri pemerintah (Debt(-1)) maupun suku bunga tabungan Bank Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Ada beberapa hal yang dapat disarankan sehubungan dengan hasil penelitian ini, yaitu: 1. Utang luar negeri pemerintah (Debt(-1)) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi karena utang luar negeri pemerintah dalam kurun waktu 19792009 didominasi oleh pinjaman yang bersifat lunak (soft loan) dan jangka panjang. Oleh sebab itu, pemerintah disarankan untuk berusaha memilih pinjaman yang bersifat lunak dan jangka panjang, namun di sisi lain, pemerintah sebaiknya berusaha keras menghindari pinjaman yang berbunga tinggi dan pinjaman yang disertai Letter of Intent dapat merugikan Indonesia. Di sisi lain, pemanfaatan utang luar negeri pemerintah sebaiknya benar-benar didasarkan atas upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penggunaannya benar-benar diarahkan untuk kegiatan produktif (repayment capacity). Pemerintah perlu mengusahakan optimasi penerimaan negara, terutama
penerimaan dari wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya. Pemerintah juga sebaiknya mengendalikan biaya operasional dan mengefisienkan pengeluaran operasional rutin supaya Keberlanjutan Fiskal dan primary balance terus meningkat sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 2. P e m e r i n t a h s e b a i k n y a s e g e r a menginventarisasi komponen utang luar negeri pemerintah yang berbunga tinggi dan berusaha melunasi komponen utang luar negeri yang berbunga tinggi tersebut supaya tidak mengganggu Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Pemerintah perlu mengusahakan langkah-langkah terobosan untuk mengurangi beban pinjaman luar negeri diantaranya melalui: 1) program penukaran utang (debt swap); 2) komunikasi intensif dengan lembaga multilateral (World Bank dan UNDP) mengenai kajian Keberlanjutan utang (debt sustainability); dan 3) diplomasi ekonomi dalam setiap forum internasional dalam rangka mengupayakan penurunan stok utang luar negeri supaya tidak mengganggu Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Pemerintah juga perlu mengupayakan agar pinjaman luar negeri tidak hanya pada satu nilai tukar saja untuk mengurangi resiko perubahan nilai tukar dan mengupayakan utang luar negeri dengan bunga pinjaman yang bersifat lunak serta tetap (flat). Bank Indonesia perlu mempertimbangkan dengan seksama suku bunga tabungan BI yang ditetapkan supaya tidak berdampak negatif terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Pemerintah, BI dan dunia usaha memperkuat koordinasi dan membuat kebijakan yang komprehensif dalam rangka mengusahakan pertumbuhan ekonomi yang mantap dan konsisten sehingga berdampak positif terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia. DAFTAR REFERENSI Abimanyu, Anggito dan Andie Megantara (editor). 2009. Era Baru Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan Implementasi. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.
Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 95
Arief, Sritua. 1998. Teori dan Kebijakan Pembangunan. Pengantar Sri Edi Swasono. Jakarta. Pustaka CIDESINDO Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN. Departemen Keuangan Republik Indonesia. 2009. Jakarta: Depkeu. Direktorat Keuangan Negara dan Analisis Moneter. 2004. Prospek Sustainabilitas APBN Dalam Jangka Menengah. Jurnal Info Kajian Bappenas, No.1 Vol.1. Diakses dari: http://perpustakaan.bappenas.go.id , tanggal 6 Juli 2010. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan. 2012. Jakarta: Ditjen PUKK. Dowling, J. M. and Hiemenz, U. 1982. Aid, Saving and Growth in the Asian Region. Asian Development Bank Economics Office Report Series (International). No. 3, Manila: ADB. Edwards, Sebastian. 2003. Debt Relief and Fiscal Sustainability. Review of World Economics, Vol.139, No. 1 (2003), hal.38-65. Ferraro, Vincent and Melissa Rosser, 1994. Global Debt and Third World Development. From World Security: Challenges for a New Century, edited by Michael Klare and Daniel Thomas. New York. St. Martin’s Press, 1994, pp. 332-355. Diakses dari: http://www. unescap.org, tanggal 21 Mei 2010. Gujarati, Damodar N, 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. New York. McGraw-Hill Companies. Hanni, Umi. 2006. Sustainabilitas Fiskal Indonesia dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Keuangan Publik Vol 4, No. 2, September 2006 hal 19-37. Diakses dari: http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php, tanggal 5 Juni 2010.
dan Keuangan, Edisi Khusus November 2005. Jakarta: BAPPEKI. Mankiw, N. Gregory, 2000. Macroeconomics. Alih Bahasa Imam Nurmawan. Edisi Keempat. Jakarta. Erlangga. Moraga, Jes’us Fernan’dez-Huertas and JeanPiere Vidal. 2004. Fiscal Sustainability and Public Debt in an Endogenous Growth Model. Working Paper Series, No.395, Oktober 2004. Diases dari: www.ecb.int, tanggal 5 Juni 2010. Moreira, Sandrina Berthault. 2003. Evaluating the Impact of Foreign Aid on Economic Growth: A Cross-Country Study (1970-1998). Paper to be presented at the 15th Annual Meeting on Socio-Economics, June 26-28, 2003 (Session B/D)-Aix-en Provence, France. Diakses dari: www.jstor.org, tanggal 25 Juli 2010. Quanes, A. and S. Thakur. 1997. Macroeconomic Accounting and Analysis in Transition Economies. International Monetary Fund, Washingtong D.C. Quazi, Rahim M. 2005. Effect of Foreign Aid on Growth and Fiscal Behavior: An Econometric Case Study of Bangladesh. The Journal of Developing Area, Vol.38, No.2 (Spring, 2005), hal. 95-117. Diakses dari: www.jstor.org, tanggal 11 Agustus 2010. Slack, Enid & Richard M. Bird. 2004. The Fiscal Sustainability of the Greater Toronto Area. International Tax Program Papers 0405, International Tax Program, Institute for International Business, Joseph L. Rotman School of Management, University of Toronto, Canada, diakses dari http://www. rotman.utoronto.ca, tanggal 4 Juni 2010. Soelistianingsih, Lana. 2003. Utang Luar Negeri Pemerintah dan Kaitannya Dengan Fiskal Sustainability. Diakses dari: www.staff.ui.ac. id, tanggal 2 Juni 2010.
Intriligator, Michael dkk, 1996. Econometric Models, Techniques and Aplication. Second Edition. New Jersey USA. Printice-Hall, Inc.
Svensson, Jakob. 2000. When is External Aid Policy Credible ? Aid Dependence and Conditionality. Journal of Development Economics. Vol 61. No. 2. Diakses dari: www.jstor.org, tanggal 4 Juni 2010.
Jhingan. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali Press.
Syaparuddin. 1996. Utang Luar Negeri dan Debt Service Ratio Indonesia. Karya Ilmiah.
Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara tahun 20052009.
Syaparuddin. 2002. Beban Utang Luar Negeri Indonesia Periode 1996-2000. Jurnal Manajemen dan Pembangunan. FE Universitas Jambi. Edisi Maret 2002.
Makmun, 2005. Pengelolaan Utang Negara dan Pemulihan Ekonomi. Jurnal Kajian Ekonomi
Syaparuddin dan Heri Hermawan. 2005. Utang Luar Negeri Pemerintah: Kajian dari Sisi
96
Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96
Permintaan dan Pengaruhnya Terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia Periode 1980-2002. Makalah disampaikan dalam Simposium Riset Ekonomi II di Surabaya, 23-24 November 2005.
Wagiyono, Yayah K. 1994. Berbagai Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Dalam Bungaran Saragih dkk (Editor). Metode Penelitian Sosial Ekonomi, 31-33. Jakarta: Direktorat PTS.
Todaro, Michael P. And Stephen C. Smith. 2009. Economic Development. 10th Edition. New York: Eddison Wesley.
White, H. 1992. The Macroeconomic Impact of Development Aid: A Critical Survey. The Journal of Development Studies, Vol.8 No. 2, hal. 163-240. Diases dari: www.jstor.org, tanggal 5 Juni 2010.
Ulfa, Almizan. 2004. Studi Manajemen Utang Luar Negeri dan Dalam Negeri Pemerintah dan Assessment terhadap Optimal Borrowing. Jurnal Bunga Rampai Hasil Penelitian 2004. Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal.
Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika, Teori dan Aplikasi. Edisis Ketiga. Yogyakarta: FE UII.