ANALISIS PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP BEBAN UTANG LUAR NEGERI INDONESIA (PERIODE 1986-2010)
OLEH APRILINA H14080019
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
APRILINA, Analisis Pengaruh Liberalisasi Perdagangan terhadap Beban Utang Luar Negeri Indonesia (Periode 1986-2010) (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap bidang pembangunan nasional. Biaya yang diperlukan dalam pembangunan merupakan anggaran belanja negara Indonesia. Jumlah biaya pembangunan yang diperlukan lebih besar dibandingkan dengan penerimaan pemerintah Indonesia dan hibah. Hal ini menyebabkan defisit anggaran pemerintah yang harus dibiayai oleh utang luar negeri. Peningkatan utang luar negeri Indonesia menyebabkan akumulasi utang yang semakin besar dan menandakan Indonesia sangat tergantung kepada utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan kebutuhan pembangunan dalam negeri. Dalam jangka panjang, peningkatan utang luar negeri dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan, sehingga pemerintah menetapkan alternatif sumber pembiayaan pembangunan Indonesia melalui kegiatan perdagangan internasional. Saat ini seluruh dunia mengalami globalisasi, begitu juga Indonesia. Globalisasi mengharuskan seluruh negara di dunia membuka sistem perekonomian mereka sehingga memberikan kebebasan setiap negara untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti perdagangan internasional dengan negara lainnya. Adanya liberalisasi perdagangan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi setiap negara untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan negara lain tanpa ada hambatan berupa tarif dan nontarif dan ini memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memperoleh sumber dana berupa devisa yang diperoleh dari kegiatan perdagangan tersebut. Devisa yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber pendanaan bagi kegiatan pembangunan Indonesia dan untuk pembayaran kembali utang luar negeri beserta bunganya, sehingga jumlah utang luar negeri Indonesia dapat berkurang. Penelitian ini akan membahas mengenai analisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia. Tujuandaripenelitianiniyaitu: (1) menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia, (2) menganalisis variabel-variabel makroekonomi lain yang mempunyai pengaruhterhadap beban utang luar negeri Indonesia (3) menganalisis respon utang luar negeriIndonesia jika terjadiguncangan yang berasal dari variabel GDP, RER, LIBOR, dan trade openness, (4) menganalisis kontribusivariabelmakroekonomi (GDP, RER, LIBOR, dan trade openness) terhadap jumlah beban utang luar negeri Indonesia, serta (5) mendiskusikan implikasi kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Metode yang digunakan untuk melakukan analisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia adalah metode GrangerCausality (Kausalitas Granger), analisis respon guncangan variabel makroekonomi seperti
yang telah disebutkan terhadap respon utang luar negeri Indonesia menggunakan impuls respon (IRF), dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat (FEVD). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam periode 1986-2010, yaitu diantaranya data jumlah perdagangan (ekspor dan impor) terhadap GDP Indonesia, consumer price index Indonesia dan Amerika Serikat, inflasi Inggris, LIBOR, GDP, data nilai tukar nominal (Rp/US$), serta data external debt stocks Indonesia. Hasil estimasi VECM model penelitian menunjukkan bahwa pada persamaan jangka pendek FD lag pertama berpengaruh signifikan terhadap FD itu sendiri, sedangkan pada persamaan jangka panjang terdapat tiga variabel yang signifikan yaitu GDP lag pertama dan RER lag pertama berpengaruh signifikan positif terhadap utang luar negeri Indonesia, dan TRADE lag pertama berpengaruh signifikan negatif terhadap utang luar negeri Indonesia. Sedangkan, LIBOR berpengaruh tidak signifikan positif. Pengaruh guncangan variabel makroekonomi (GDP, RER, LIBOR, dan TRADE) terhadap beban utang luar negeri Indonesiamenunjukkan bahwa TRADE memengaruhi fluktuasi utang luar negeri Indonesia hingga tahun ke-28, sedangkan variabel makroekonomi lain seperti GDP akan memengaruhi fluktuasi utang luar negeri Indonesia (FD) hingga kisaran tahun ke-39, guncangan variabel RER memengaruhi hingga tahun ke-29, guncangan LIBOR memengaruhi flukutuasi utang luar negeri Indonesia (FD) hingga tahun ke-17 peramalan. Hasil FEVD menunjukkan bahwa FD yang dipengaruhi oleh guncangan FD itu sendiri memberikan proporsi yang relatif lebih tinggi pada tahun awal hingga tahun akhir. Variabel makroekonomi lain yang memberikan proporsi yang besar terhadap utang luar negeri Indonesia adalah variabel GDP. Sedangkan variabel RER, TRADE, dan LIBOR hanya memberikan proporsi yang relatif lebih kecil terhadap FD. Jumlah utang luar negeri Indonesia yang besar dapat dikurangi dengan melakukan perdagangan internasional. Kondisi ini didukung oleh adanya liberalisasi perdagangan yang dianut oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Adanya liberalisasi perdagangan menghapus hambatan-hambatan perdagangan dan memberikan kebebasan untuk melakukan perdagangan antar negara sehingga memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan kegiatan perdagangan internasional dengan negara lain. Hal ini menjadi rekomendasi bagi pemerintah agar mendukung kegiatan perdagangan internasional Indonesia yaitu ekspor barang dan jasa Indonesia ke pasar internasional melalui depresiasi Rupiah terhadap Dolar sehingga harga barang domestik lebih murah dibandingkan dengan harga internasional dan dapat berdaya saing dengan barang impor.
ANALISIS PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP BEBAN UTANG LUAR NEGERI INDONESIA (PERIODE 1986-2010)
Oleh APRILINA H14080019
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama
: Aprilina
Nomor Registrasi Pokok
: H14080019
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
:Analisis Pengaruh Liberalisasi Perdagangan terhadap
Beban
Utang
Luar
Negeri
Indonesia(Periode 1986-2010) dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, April 2012
Aprilina H14080019
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bekasi pada tanggal 02 April 1991. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Lormensen Nainggolan dan Masdiana Br. Sirait. Riwayat pendidikan penulis diawali di TK ST.Maria Monica lulus tahun 1996, SDN 01 Babelan lulus tahun 2002, SMP Mutiara 17 Agustus lulus tahun 2005, dan SMA Mutiara 17 Agustus lulus tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Program Studi Ilmu Ekonomi. Penulis aktif di organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB Komisi Pelayanan Anak (KPA) 2010-2012. Penulis aktif mengikuti seminar internasional seperti “Optimizing Rome-Based UN Agencies Programs by Strengthening The Role of Universities In Indonesia’s Agriculrural Development” dan seminar nasional seperti Jamsostek Goes to Campus 2010, “Sosialisasi Surat Utang Negara (SUN)” dan Kuliah Umum Dies Natalis ke-10 Fakultas Ekonomi dan Manajemen “Green Economy Menuju Pembangunan Berkelanjutan”. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan baik itu tingkat Departemen Ilmu Ekonomi yaitu HIPOTEX-R 2010, tingkat Fakultas ekonomi dan Manajemen yaitu Politik Ceria 2010, maupun di tingkat Institut Pertanian Bogor yaitu International Scholarship Education Expo (ISEE) 2010, dan juga diberbagai kepanitiaan di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Liberalisasi Perdagangan terhadap Beban Utang Luar Negeri Indonesia”.Skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, antara lain: 1. Bapak Dedi Budiman Hakim, Ph.D., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, tenaga, dan materi penulisan dalam pembimbingan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo, selaku DosenPenguji Utama skripsi dan Bapak Dr. Muhammad Findi A, M.E., selaku Dosen Penguji Komisi Pendidikanyang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berguna dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Kedua orang tua penulis, Lormensen Nainggolan dan Masdiana Br. Sirait yang telah memberikan kasih sayang, doa, motivasi, dan materi bagi penulis selama pembuatan skripsi ini. 4. Saudara penulis, Rudy Ando S.H., Dessy Natalia S.E., dan Lysbet Magdalena Sirait yang telah mendukung dalam penulisan skripsi ini. 5. Kepada: Andini Novrianti, Agung Praditya, Nisaul Haq, dan Nenti Simbolon yang telah banyak membantu selama proses pembuatan skripsi. 6. Kepada: teman-teman Ilmu Ekonomi 45, Theresia, Etika, Retno, Nisa, dan Laelati yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Kepada: Komisi Pelayanan Anak (KPA45) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB serta Panti Asuhan Bina Harapan dan Candra Naya atas doa yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Kepada: Arena, Putri, Puspa, Elvi, Palupy, Nissa, Rahmi, Ulan, dan Dayu yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis menyelesaikan skripsi iniyang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata, semoga skrispi ini dapat berguna bagi masyarakat luas.
Bogor, April 2012
Aprilina H14080019
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ...............................................................................................
i
DAFTAR TABEL .......................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
vi
I.
II.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................
8
1.4. Manfaat Penelitian .....................................................................
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .........................................................
9
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Konsep Perdagangan Internasional ............................................
10
2.1.1. Pengertian Perdagangan Internasional ..............................
10
2.1.2. Teori Perdagangan Internasional.......................................
11
2.1.2.1. Teori Keunggulan Komparatif ..............................
11
2.1.2.2. Teori Perdagangan Kelimpahan Faktor Heckser-Ohlin (Neoklasik) ...................................
12
2.1.2.3. Teori Perdagangan dan Pembangunan Tradisional
14
2.1.2.4. Kritik-kritik terhadap Teori Perdagangan Bebas Internasional ...............................................
15
2.1.2.5. Analisis keseimbangan parsial ..............................
15
2.1.3. Teori Liberalisasi Perdagangan .........................................
18
2.1.3.1. Pengertian Liberalisasi Perdagangan ....................
18
2.1.3.2. Dukungan dan Tentangan terhadap Perdagangan Bebas. ....................................................................
20
2.2. Konsep Mengenai Beban Utang Luar Negeri.............................
21
2.2.1. Teori Three Gap Model .....................................................
21
2.2.2. Teori Kurva Laffer Utang ....................................................
23
2.3. Tinjauan Teoritis ........................................................................
24
ii
III.
2.3.1. Teori Trade Openness .......................................................
24
2.3.2. Teori Suku Bunga .............................................................
27
2.3.3. Teori GDP .........................................................................
30
2.3.4. Teori Nilai Tukar (Kurs) ...................................................
32
2.3.4.1. Pengertian Nilai Tukar (Kurs) ...............................
32
2.3.4.2. Sistem Nilai Tukar ................................................
32
2.4. Model Ekonometrika .................................................................
35
2.4.1. Model VAR .......................................................................
35
2.4.1.1. Uji Kointegrasi (Engle-Granger) dan Error Corection Model ....................................................
35
2.4.1.2. Uji Kausalitas ........................................................
36
2.4.1.3. Vektor Autoregression (VAR) ..............................
36
2.4.2. Teori VECM .....................................................................
39
2.5. Tinjauan hasil studi sebelumnya.................................................
40
2.5.1. Penelitian mengenai Liberalisasi Perdagangan .................
40
2.5.2. Penelitian Mengenai Beban Utang luar Negeri .................
41
2.6. Kerangka Pemikiran ...................................................................
43
2.7. Hipotesis .....................................................................................
44
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ...............................................................
46
3.2. Variabel dan Definisi Operasional .............................................
46
3.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data .......................................
47
3.3.1. Metode Granger Causality (Kausalitas Granger) .............
47
3.3.2. Metode Vector Auto Regression (VAR) ...........................
48
3.3.3. Metode Vector Error Correction Model (VECM) ............
48
3.3.4. Pengujian Pra Estimasi ......................................................
49
3.3.4.1. Uji Stasioneritas Data ............................................
49
3.3.4.2. Uji Lag Optimum ..................................................
50
3.3.4.3. Uji Stabilitas VAR ................................................
50
3.3.5. Uji Kointegrasi ..................................................................
50
3.3.6. Innovation Accounting ......................................................
51
3.3.6.1. Impulse Response Function (IRF) .........................
51
3.3.6.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
52
iii
IV.
V.
3.4. Mekanisme Analisis Olah Data ..................................................
53
3.5. Model Penelitian .........................................................................
54
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Akar Unit ..............................................................................
56
4.2. Uji Lag Optimal ..........................................................................
57
4.3. Uji Stabilitas VAR ......................................................................
58
4.4. Uji Kointegrasi ...........................................................................
59
4.5. Uji Kausalitas Granger ...............................................................
59
4.6. Hasil Estimasi VECM ................................................................
60
4.7. Analisis Impuls Response Function (IRF) ..................................
64
4.8. Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) .......
66
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .................................................................................
69
5.2. Saran ...........................................................................................
71
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
73
LAMPIRAN ................................................................................................
76
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Ringkasan APBN Indonesia 2007- 2011 ...........................................
1
4.1. Hasil Uji Augmented Dickey Fuller (ADF) pada Tingkat Level .......
57
4.2. Hasil Uji Augmented Dickey Fuller (ADF) pada First Difference ....
57
4.3. Hasil Pengujian Lag Optimal ............................................................
58
4.4. Hasil Uji Stabilitas VAR ...................................................................
58
4.5. Hasil Uji Kointegrasi Johanssen ........................................................
59
4.6. Hasil Granger Causality Test ............................................................
60
4.7. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek ...............................................
60
4.8. Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang .............................................
62
4.9. Dekomposisi Varians Foreign Debt ..................................................
67
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Indeks Hubungan Trade Openness dengan Foreign Debt Indonesia (2000=100) ........................................................................
4
1.2. Indeks Hubungan Real Exchange Rate dan Foreign Debt Indonesia (2000=100) ........................................................................
5
1.3. Indeks Hubungan LIBOR dengan Foreign Debt Indonesia (2000=100) .......................................................................................
6
1.4. Indeks Hubungan GDP dengan Foreign Debt Indonesia (2000=100) ........................................................................................
7
2.1. Kurva Perdagangan Internasional ......................................................
17
2.2. Kurva Laffer Utang............................................................................
23
2.3. Hubungan antara Ekspor dan Impor dengan Tingkat Pendapatan Nasional ..........................................................................
25
2.4. Keseimbangan Perekonomian Terbuka .............................................
27
2.5. Pandangan Mengenai Penentang Suku Bunga ..................................
30
2.6. Grafik Hubungan antara Kurs Riil dengan Ekspor Neto ...................
34
2.7. Kerangka Pemikiran ..........................................................................
44
3.1. Proses Analisis VAR dan VECM ......................................................
53
4.1. Respon FD terhadap Guncangan FD, GDP, RER, TRADE, dan LIBOR.........................................................................................
66
4.2. Variance Decomposition dari Foreign Debt......................................
68
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Uji Stasioneritas Data ........................................................................
77
2.
Hasil Uji Lag Optimal .......................................................................
84
3.
Hasil Uji Stabilitas Var ......................................................................
85
4.
Hasil Uji Kointegrasi .........................................................................
86
5.
Hasil Uji Kausalitas Granger .............................................................
91
6.
Hasil Estimasi Vector Error Correction Model.................................
92
7.
Hasil Impulse Response Function ......................................................
95
8.
Variance Decomposition of Fd ..........................................................
96
1
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus
terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, pada tahun 2007 jumlah belanja negara sebesar 757,6 triliun Rupiah meningkat menjadi 1.320,8 triliun Rupiah pada tahun 2011. Pendapatan negara dan hibah juga mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 707,8 triliun Rupiah menjadi 1.169,9 triliun Rupiah pada tahun 2011, akan tetapi jumlahnya selalu lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk belanja negara. Pengeluaran pemerintah yang lebih besar dibandingkan dengan penerimaan negara menyebabkan defisit anggaran. Defisit anggaran Indonesia meningkat dari tahun 2007 sebesar 49,8 triliun Rupiah menjadi 150,8 triliun Rupiah pada tahun 2011, dan defisit anggaran tersebut harus ditutupi melalui utang luar negeri. Tabel 1.1. Ringkasan APBN Indonesia 2007- 2011 A. Pendapatan B. Belanja C. Surplus/ Defisit D. Utang Luar Negara dan Hibah Negara Anggaran (A-B) Negeri Tahun (triliun Rupiah) (triliun Rupiah) (triliun Rupiah) (miliar US$) 2007 707,8 757,6 -49,8 62,25 2008 981,6 985,7 -4,1 66,69 2009 848,8 937,4 -88,6 65,02 2010 995,3 1.042,1 -46,8 68,10 2011 1.169,9 1.320,8 -150,8 68,41 Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, 2012.
Utang luar negeri merupakan bentuk hubungan kerjasama antara negara debitur dengan negara kreditur dan merupakan cara yang efektif dalam menutupi defisit anggaran pemerintah dimana risiko kebangkrutan ekonomi yang ditimbulkan dari utang luar negeri relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan pencetakan uang (seignorage) yang dapat menimbulkan inflasi. Namun, apabila pengelolaannya dilakukan dengan tidak baik, utang luar negeri akan menjadi masalah bagi pemerintah. Permasalahan dalam pengelolaan utang luar negeri juga merupakan masalah internasional yang menjadi isu penting dan sampai saat ini belum ada penyelesaiannya.
2
Peningkatan utang luar negeri Indonesia dari tahun 2007 yaitu sebesar 62,25 miliar US$ ke tahun 2011 yaitu sebesar 68,41 miliar US$ menyebabkan akumulasi utang yang semakin besar. Akumulasi utang luar negeri merupakan fenomena umum di antara negara-negara berkembang pada tahap awal pembangunan ekonomi. Dalam jangka pendek utang luar negeri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara dan dapat mengembangkan kegiatan pembangunan yang lebih luas. Namun, dalam jangka panjang akumulasi utang luar negeri mulai berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi seperti yang dijelaskan dalam kurva Laffer dan itu merupakan biaya pembangunan yang harus dibayar kembali. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa utang luar negeri harus digunakan untuk investasi yang produktif yang menghasilkan tingkat pengembalian yang positif untuk membayar utang luar negeri tersebut. Alokasi anggaran pemerintah Indonesia tahun 2012 untuk pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri mencapai 170 triliun Rupiah. Total utang luar negeri Indonesia hingga Juli 2011 berjumlah 1.733,64 triliun Rupiah yang dialokasikan untuk lingkungan hidup sebesar 10,6 triliun Rupiah, kesehatan 14,69 triliun Rupiah, perumahan dan fasilitas umum 26 triliun Rupiah, pertahanan 64,3 triliun Rupiah, pendidikan 95,6 triliun Rupiah, dan ekonomi 97,5 triliun Rupiah. Jumlah itu naik 56,79 triliun Rupiah jika dibandingkan dengan jumlah utang luar negeri Indonesia pada Desember 2010 yang sebesar 1.676,85 triliun Rupiah. Peningkatan utang luar negeri Indonesia mengindikasikan bahwa pemerintah Indonesia sangat bergantung terhadap utang luar negeri dalam membiayai anggaran pemerintah. Pemerintah Indonesia berupaya untuk menghilangkan ketergantungan terhadap utang luar negeri tersebut dengan melakukan perdagangan internasional. Saat ini seluruh negara di dunia mengalami globalisasi, tidak terkecuali Indonesia. Globalisasi adalah sebuah istilah yang menggambarkan adanya kebebasan suatu negara untuk dapat berinteraksi dengan negara lain dalam hal perdagangan, investasi, dan sosial budaya, sehingga batas-batas antar negara menjadi semakin sempit. Kebebasan dalam globalisasi merupakan langkah bagi suatu negara, khususnya Indonesia yang memiliki perekonomian terbuka untuk dapat melakukan hubungan perdagangan internasional dengan negara lain.
3
Perdagangan internasional mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Para pelaku ekonomi (rumah tangga dan perusahaan) melakukan kegiatan perdagangan domestik bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional, setiap pelaku ekonomi yang melakukan perdagangan bertujuan untuk mencari keuntungan. Selain motif mencari keuntungan, Salvatore (1996) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah adanya keterbatasan baik dalam sumber daya maupun teknologi yang dimiliki suatu negara. Kegiatan
perdagangan
internasional
baik
ekspor
maupun
impor
memberikan pengaruh positif terhadap penerimaan negara yaitu berupa devisa. Menurut Badan Pusat Statistik (2008), jumlah nilai ekspor migas dan non migas adalah 147.302 miliar Rupiah sedangkan jumlah impor migas dan non migas adalah sebesar 74.473 miliar Rupiah. Jumlah ekspor migas dan non migas lebih besar dibandingkan dengan jumlah impornya dan selisih antara jumlah ekspor dan impor tersebut bernilai positif. Penerimaan dari ekspor tersebut dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan modal baik untuk pembangunan maupun untuk pembayaran utang luar negeri Indonesia. Masalah yang terdapat dalam kegiatan perdagangan internasional yaitu adanya hambatan perdagangan baik itu hambatan tarif maupun nontarif berupa kuota dan lisensi. Hambatan atau retriksi perdagangan ini dapat menurunkan kinerja sektor ekspor, dimana negara tujuan ekspor (importir) menetapkan standarisasi produk yang tinggi dan tidak dapat dipenuhi oleh pihak eksportir Indonesia. Oleh karena itu, pada 1 Januari 1995 dibentuklah organisasi dunia yaitu WTO (World Trade Organization) yang berfungsi untuk memastikan bahwa pedagangan akan berjalan secara lancar, dapat diprediksi dan sedapat mungkin bebas. Pembentukan WTO ini merupakan kunci awal terbentuknya liberalisasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan memiliki beberapa dampak, yaitu: (a) penurunan harga barang impor sehubungan dengan adanya penurunan tarif, (b) peningkatan permintaan konsumen akan barang impor, dan (c) peningkatan daya saing produk domestik di pasar internasional. Kondisi ini menciptakan kesempatan untuk
4
eksportir dan importir, namun ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa liberalisasi perdagangan akan merusak produk domestik dan ketahanan pangan karena adanya penurunan tarif yang akan menyebabkan penurunan harga relatif barang impor dan peningkatan permintaan impor. Terdapat perbedaan pendapat atau argumen mengenai baik atau buruknya dampak liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia dan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
1.2.
Perumusan Masalah Keterbukaan Indonesia dalam hal perdagangan internasional menyebabkan
jumlah ekspor dan impor mengalami peningkatan sejak tahun 1986. Jumlah ekspor dan impor Indonesia yang meningkat akan menghasilkan cadangan devisa yang menjadi sumber penerimaan bagi kas negara sehingga pemerintah tidak perlu melakukan pinjaman luar negeri. Jumlah kegiatan perdagangan Indonesia mengalami fluktuasi dimana pada tahun 1998 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan dan peningkatan jumlah ekspor dan impor secara fluktuatif (perhatikan Gambar 1.1.). Apabila jumlah perdagangan internasional Indonesia mengalami penurunan maka jumlah utang luar negeri Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh defisit transaksi berjalan (X-M) yang harus dibiayai oleh utang luar negeri, begitu juga sebaliknya. 160 140 120 100 80
FD
60
Trade
40 20 0 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
Sumber : World Development Indicators, 2011. (Data diolah).
Gambar 1.1. Indeks Hubungan Trade Openness dengan Foreign Debt Indonesia (2000=100)
5
Beban utang luar negeri Indonesia juga dipengaruhi oleh gejolak perekonomian dunia yang membawa pengaruh yang negatif. Misalnya dengan depresiasi mata uang Rupiah terhadap Dollar AS. Hal ini akan berdampak pada peningkatan jumlah Rupiah yang harus dikeluarkan untuk membayar utang luar negeri Indonesia. Tren menunjukkan bahwa nilai Rupiah terhadap Dollar AS mengalami fluktuasi dari tahun 1986 sampai tahun 2010 dan pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis sehingga nilai mata uang Rupiah mengalami depresiasi yang cukup signifikan hingga mencapai 11.891,15 Rupiah per US$. Hal ini menyebabkan jumlah utang luar negeri juga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh krisis moneter yang membuat Indonesia meminjam lebih banyak dari luar negeri. Namun pada tahun 1999 nilai tukar Rupiah terapresiasi menjadi sebesar 7.936,97 Rupiah per US$ sehingga menurunkan jumlah utang luar negeri Indonesia menjadi 151.460.626.000 miliar US$. 160.00 140.00 120.00 FOREIGN DEBT
100.00 80.00 60.00
RER
40.00 20.00 0.00 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
Sumber : World Development Indicators, 2011. (Data diolah).
Gambar 1.2. Indeks Hubungan Real Exchange Rate dan Foreign Debt Indonesia (2000=100) Selain trade openness dan real exchange rate, variabel makroekonomi lain juga memengaruhi jumlah utang luar negeri Indonesia. Utang luar negeri Indonesia juga dipengaruhi oleh suku bunga internasional (LIBOR), dimana suku bunga internasional berhubungan negatif terhadap utang luar negeri. Semakin rendah suku bunga internasional yang ditetapkan maka semakin tinggi keinginan
6
Indonesia untuk melakukan pinjaman luar negeri. Dari tahun 1987 jumlah utang luar negeri Indonesia semakin meningkat akan tetapi LIBOR memiliki nilai yang fluktuatif. Tren menunjukkan bahwa utang luar negeri Indonesia berhubungan negatif terhadap LIBOR (perhatikan Gambar 1.3.). 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00
fd
20.00
libor
0.00 -20.00 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 -40.00 -60.00 -80.00
Sumber : World Development Indicators dan Econstats, 2011. (Data diolah).
Gambar 1.3. Indeks Hubungan LIBOR dengan Foreign Debt Indonesia (2000=100) Variabel makroekonomi yang mempunyai hubungan yang negatif terhadap utang luar negeri Indonesia adalah trade openness, real exchange rate, dan LIBOR, sedangkan GDP berhubungan positif terhadap utang luar negeri Indonesia. Jumlah utang luar negeri Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya, dari tahun 1986 sebesar 42,91 miliar US$ menjadi 179,06 miliar US$ pada tahun 2010. Begitu juga dengan GDP Indonesia yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 1986 GDP Indonesia sebesar 86,97 miliar US$ meningkat menjadi 274,37 miliar US$ pada tahun 2010. Peningkatan GDP berhubungan positif terhadap utang luar negeri Indonesia, semakin tinggi GDP menyebabkan utang luar negeri Indonesia semakin meningkat.
7
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
FOREIGN DEBT GDP
Sumber : World Development Indicator, 2011. (Data diolah).
Gambar 1.4. Indeks Hubungan GDP dengan Foreign Debt Indonesia (2000=100) Utang luar negeri Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa variabel makroekonomi yang telah dijelaskan sebelumnya. Variabel-variabel tersebut juga memengaruhi kebijakan pengelolaan utang Indonesia. Beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa krisis pasar utang yang terjadi di Indonesia membutuhkan manajemen risiko yang sehat serta perlunya pasar modal domestik yang efisien dan berkembang dengan baik karena hal ini dapat mengurangi kerentanan kondisi ekonomi terhadap gangguan keuangan. Dengan demikian kerangka manajemen risiko sangat diperlukan dalam pengelolaan utang untuk memudahkan dalam mengidentifikasi dan mengatur trade-off antara biaya serendah mungkin yang diinginkan pada tingkat risiko yang aman dalam portofolio utang pemerintah. Strategi pengelolaan utang yang tepat dilakukan untuk mengatasi risiko yang mungkin timbul dari tingginya level utang. Selain itu pemerintah juga harus memastikan bahwa level dan tingkat pertumbuhan utang pemerintah berada dalam kondisi yang normal. Belum banyak penelitian mengenai pengaruh kebijakan liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri dalam studi kasus Indonesia. Serta implikasi kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Dari latar belakang yang telah dijelaskan, maka masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, antara lain:
8
1.
Bagaimanakah pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia?
2.
Apa variabel-variabel makroekonomi lain yang mempunyai pengaruh terhadap beban utang luar negeri Indonesia?
3.
Bagaimanakah respon utang luar negeri Indonesia jika terjadi guncangan yang berasal dari variabel Gross Domestic Product (GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate (LIBOR), dan trade openness?
4.
Bagaimana kontribusi variabel makroekonomi Gross Domestic Product (GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate (LIBOR), dan trade openness terhadap jumlah beban utang luar negeri Indonesia?
5.
1.3.
Bagaimana implikasi kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia?
Tujuan penelitian Dari perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk,
antara lain: 1.
Menganalisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia.
2.
Menganalisis variabel-variabel makroekonomi lain yang mempunyai pengaruh terhadap beban utang luar negeri Indonesia.
3.
Menganalisis respon utang luar negeri Indonesia jika terjadi guncangan yang berasal dari variabel Gross Domestic Product (GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate (LIBOR), dan trade openness.
4.
Menganalisis kontribusi variabel makroekonomi Gross Domestic Product (GDP), Real Exchange Rate (RER), international interest rate (LIBOR), dan trade openness terhadap jumlah beban utang luar negeri Indonesia.
5.
1.4.
Mendiskusikan kebijakan pengelolaan utang luar negeri Indonesia.
Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi penulis yaitu untuk menganalisis pengaruh
liberalisasi perdagangan dan variabel makroekonomi lain terhadap beban utang luar negeri Indonesia, serta menganalisis respon dan kontribusi variabel makroekonomi terhadap utang luar negeri Indonesia.
9
Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat yaitu sebagai bahan acuan dalam menetapkan kebijakan perdagangan sehingga dapat menerima manfaat dari adanya liberalisasi perdagangan dan dapat mengurangi beban utang luar negeri serta sebagai acuan dalam kebijakan pengelolaan utang luar negeri.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu analisis pengaruh liberalisasi
perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia. Data yang digunakan adalah data jumlah utang luar negeri Indonesia dari tahun 1986-2010. Variabel yang digunakan yaitu LIBOR, TRADE, dan Real Exchange Rate (RER) dan Gross Domestic Product (GDP).
10
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Liberalisasi Perdagangan
2.1.1. Pengertian Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Ilmu perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis saling ketergantungan antar negara. Ilmu ini menganalisis arus barang, jasa, pembayaran-pembayaran antara suatu negara dengan negara lain di dunia, kebijakan yang mengatur arus tersebut serta pengaruhnya pada kesejahteraan negara (Oktaviani, 2009). Perdagangan internasional merupakan bagian dari ilmu ekonomi khususnya ekonomi internasional yang mempelajari dan menganalisis tentang transaksi dan permasalahan perdagangan internasional (ekspor-impor) dan kerjasama antar negara (WTO, AFTA, ASEAN,dll). Karena merupakan bagian dari ilmu ekonomi, permasalahan yang dihadapi perdagangan internasional adalah kelangkaan (scarcity) sehingga terdapat beberapa pilihan (choice) yang menimbulkan biaya imbangan atau opportunity cost yaitu biaya yang harus dikorbankan untuk mendapat suatu kepuasan terhadap barang lain. Masalah kelangkaan ini muncul karena adanya permintaan yang tidak terbatas sedangkan penawaran dari sumberdaya sifatnya terbatas (masalah ekonomi). Permasalahan ekonomi dapat bersifat internasional karena adanya faktor permintaan dan penawaran dari luar negeri (perekonomian terbuka). Kajian tentang perdagangan internasional semakin penting karena pengaruh globalisasi ekonomi dunia yang dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut (Hady, 2001) : 1.
Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional,
2.
Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antar negara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya
11
pembentukan perusahaan multinasional dan kecenderungan integrasi ekonomi regional, 3.
Persaingan yang semakin ketat antarnegara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal. Para pedagang melakukan kegiatan perdagangan domestik bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap eksportir dan importir yang melakukan perdagangan bertujuan untuk mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman dan Maurice (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale) yaitu penghematan biaya ratarata produksi melalui spesialisasi. Adanya perdagangan internasional akan memberikan dampak positif pada suatu negara berupa: (i) sarana untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat melalui proses pertukaran; (ii) spesialisasi dan pembagian kerja membuat suatu negara dapat mengekspor komoditi yang diproduksi dengan biaya yang lebih murah untuk dipertukarkan dengan barang yang dihasilkan oleh negara lain, yang jika diproduksi di dalam negeri membutuhkan biaya yang mahal; (iii) perluasan pasar produk dan pergeseran kegiatan produksi membuat suatu negara mendapat keuntungan berupa peningkatan pendapatan nasional yang akan meningkatkan output dan laju pertumbuhan ekonomi; (iv) dapat mendorong kenaikan investasi dan tabungan melalui alokasi sumber-sumber yang lebih efisien.
2.1.2. Teori Perdagangan Internasional 2.1.2.1.Teori Keunggulan Komparatif Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa dalam keadaan perdagangan bebas, apabila salah satu negara kurang efisien dalam memproduksi kedua barang dibandingkan negara lainnya, kedua negara tersebut masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara yang pertama harus melakukan spesialisasi dalam produksi komoditas yang absolute disadvantage-nya lebih kecil (komoditas ini disebut sebagai keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang absolute disadvantage-nya lebih
12
besar (komoditas ini disebut sebagai ketidakunggulan komparatifnya) (Salvatore, 2007). Landasan
teori
perdagangan
internasional
yang
melatarbelakangi
terjadinya liberalisasi antara lain Teori Keunggulan Komparatif. David Ricardo menyempurnakan
teori
keunggulan
absolut
dari
Adam
Smith
dengan
mengemukakan teori keunggulan komparatif. Teori Keunggulan Komparatif menggunakan sejumlah asumsi sebagai berikut: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) mobilitas tenaga kerja sempurna, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif karena konsep ini merupakan konsep yang paling penting dalam teori perdagangan internasional. Dalam sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang paling baik mereka produksi. Tidak seperti model perdagangan internasional lainnya, model ini memprediksi dimana negara akan menjadi spesialis penuh dibandingkan memproduksi berbagai macam komoditi. Menurut teori labor efficiency, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan melakukan ekspor atas komoditi yang diproduksi dengan biaya yang lebih efisien dan mengimpor komoditi yang kurang efisien. Kelebihan teori klasik comparative advantage adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost comparative advantage atau production comparative
advantage.
Sedangkan
kelemahannya
adalah
tidak
dapat
menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara.
2.1.2.2.Teori Perdagangan Kelimpahan Faktor Heckser-Ohlin (Neoklasik) Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu Eli Heckser (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif. Teori klasik mempunyai kelemahan sehingga muncullah
13
teori H-O. Teori Klasik Comparative Advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antar negara (Salvatore, 2004:116). Namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaaan produktivitas tersebut. Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O menyatakan penyebab perbedaaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu, teori modern H-O ini dikenal sebagai „The Proportional Factor Theory”. Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam proses produksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya. Hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain: 1.
Produksi barang ekspor di tiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap negara turun.
2.
Harga atau biaya produksi suatu barang ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.
3.
Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang X di kedua negara cenderung sama demikian pula harga barang Y di kedua negara cenderung sama.
4.
Perdagangan akan terjadi antara negara yang padat modal dengan negara yang padat karya.
5.
Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga negara yang padat modal akan mengekspor produk yang padat modal dan akan mengimpor produk yang padat karya, sedangkan negara
14
padat karya akan mengekspor produk yang padat karya dan akan mengimpor produk yang padat modal.
2.1.2.3.Teori Perdagangan dan Pembangunan Tradisional Berdasarkan teori perdagangan neoklasik, dapat dirangkum hubungan antara perdagangan dan pembangunan, antara lain: 1.
Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi di setiap negara. Perdagangan akan memperbesar konsumsi suatu negara dan meningkatkan output dunia serta memberikan akses kepada sumber daya yang langka dan pasar internasional yang memiliki potensial untuk mengembangkan produk ekspor. Tanpa adanya produk-produk tersebut, negara miskin tidak dapat mengembangkan perekonomian nasionalnya.
2.
Adanya
perdagangan
pendapatan
dan
dapat
kesejahteraan
meningkatkan dalam
pemerataan
lingkup
domestik
distribusi maupun
internasional. Hal ini terjadi melalui proses penyamaan harga-harga faktor produksi di semua negara serta peningkatan pendapatan riil bagi negara yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan perdagangan internasional yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya di dunia secara keseluruhan (misalnya, meningkatkan upah relatif tenaga kerja di negara yang kaya akan tenaga kerja dan menurunkan upah di negara-negara yang kekurangan tenaga kerja). 3.
Perdagangan membantu semua
negara dalam proses pembangunan
mereka melalui promosi sektor-sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif, baik itu berupa keunggulan efisiensi tenaga kerja, atau kelimpahan atas faktor produksi tertentu. Perdagangan juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomis yang mereka miliki. 4.
Jika perdagangan dunia yang bebas tercipta, maka harga dan biaya produksi internasional akan mampu berfungsi sebagai suatu determinan pokok mengenai seberapa banyak sebuah negara harus berdagang dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan nasionalnya. Negara akan bertindak
15
sesuai prisip-prinsip keunggulan komparatif, dan tidak akan menggangu mekanisme pasar bebas. 5.
Yang
terakhir,
untuk
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
dan
pembangunan, setiap negara menerapkan kebijakan internasional yang berorientasi ke luar.
2.1.2.4.Kritik-kritik terhadap Teori Perdagangan Bebas Internasional Ada enam asumsi dasar dalam model perdagangan neoklasik yang perlu untuk dicermati. Keenam asumsi tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Segenap faktor produksi atau sumeberdaya produktif yang ada di setiap negara dianggap baku dan konstan (dianggap tidak berubah, baik kualitas maupun kuantitas). Penggunaan faktor produksi juga diasumsikan telah didayagunakan secara penuh dan tidak ada pergerakan atau mobilitas faktor produksi antarnegara baik itu modal maupun tenaga kerja.
2.
Teknologi-teknologi produksi dinyatakan baku. Penyebaran teknologi seperti itu diyakini akan menguntungkan semua pihak. Selera konsumen juga dianggap baku dan tidak dipengaruhi sedikit pun oleh para produsen (prinsip kedaulatan konsumen internasional).
3.
Dalam lingkup domestik, seluruh sumberdaya bebas berpindah dari satu kegiatan produksi ke kegiatan produksi lainnya. Perekonomian secara keseluruhan ditandai oleh adanya persaingan yang sempurna (tidak ada oligopoli, apalagi monopoli) dan faktor-faktor risiko dan ketidakpastian dalam lingkungan usaha yang dalam kenyataannya sangat penting itu justru tidak diperhitungkan sama sekali.
2.1.2.5.Analisis Keseimbangan Parsial Terdapat banyak dukungan dan kritik terhadap kegiatan perdagangan bebas internasional, namun dengan adanya kegiatan perdagangan antarnegara, harga relatif dari berbagai komoditi di masing-masing negara mencerminkan keunggulan
komparatif
yang
dimilikinya,
ini
merupakan
dasar
bagi
berlangsungnya perdagangan yang memberi keuntungan bagi kedua belah pihak. Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke
16
negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik negara B (Gambar 2.1). Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestik (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. Gambar
2.1.
memperlihatkan
sebelum
terjadinya
perdagangan
internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA, maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB, maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED dan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi sebesar M, dimana di pasar internasional besar X sama dengan M yaitu Q*.
17
DA
A
SA
ES
SB
DB
PB X P* M PA ED O
QA Negara A
Q* Perdagangan
B
QB Negara B
Sumber : Salvatore (1996)
Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional Keterangan: PA
: Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional
OQA
: Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) .
A
: Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional.
X
: Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A.
PB
: Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.
OQB
: Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.
B
: Kelebihan permintaann (excess demand) di negara A (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.
M
: Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B.
P*
: Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan internasional.
OQ*
: Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).
18
2.1.3. Teori Liberalisasi Perdagangan 2.1.3.1.Pengertian Liberalisasi Perdagangan Literatur yang membahas mengenai liberalisasi sering menyamakan liberalisasi dengan semakin terbukanya perekonomian suatu negara dan semakin berorientasi ke luar (outward-oriented). Pengertian dari kebijakan liberalisasi adalah kebijakan perdagangan yang diambil suatu negara yang mencerminkan pergerakan ke arah yang lebih netral, liberal atau terbuka. Secara khusus, perubahan ke arah yang semakin netral tersebut meliputi penyamaan insentif (rata-rata)
diantara
sektor-sektor
perdagangan.
Suatu
negara
dianggap
menjalankan kebijakan liberalisasi perdagangan apabila terjadi pengurangan tingkat intervensi secara keseluruhan serta pengurangan hambatan-hambatan dalam perdagangan. Selain itu, kebijakan yang liberal juga dapat ditandai melalui semakin pentingnya peranan perdagangan dalam perekonomian. Orientasi kebijakan perdagangan suatu negara diukur berdasarkan tingkat struktur proteksi dan sistem insentif yang diberlakukan.
World Bank
mengklasifikasikan negara-negara dalam kelompok berdasarkan orientasi perdagangan untuk melihat performa ekspor menjadi empat kelompok yaitu strongly outward oriented countries, moderately outward oriented countries, moderately inward oriented countries, strongly inward oriented countries. Indonesia pada periode tahun 1963-1973 masuk dalam kelompok moderately outward oriented sedangkan pada tahun 1973-1985 menjadi moderately inward oriented. World Bank menyimpulkan bahwa negara yang tergolong outward oriented memiliki performa lebih baik daripada negara yang inward oriented. Dilihat dari sudut pandang teori kebijakan, teori tentang kebijakan menyatakan
bahwa
hambatan
perdagangan
menyebabkan
distorsi
bagi
perekonomian yang menyebabkan pada misalokasi sumber daya di dunia. Distorsi semakin besar jika negara yang menerapkannya adalah negara kecil yaitu negara yang tidak dapat memengaruhi perilaku negara lain melalui kebijakankebijakannya. Dibalik alasan untuk memproteksi industri-industri baru di dalam negeri, hambatan dalam perdagangan tetap mendatangkan distorsi. Berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh negara maka dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kebijakan substitusi impor dan ekspansi atau promosi ekspor.
19
Substitusi impor sering dikaitkan dengan kebijakan proteksi yang dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang masih muda agar dapat bersaing dengan industri luar negeri. Secara sederhana substitusi impor diartikan sebagai suatu usaha negara untuk melakukan substitusi barangbarang impor dengan barang-barang sejenis yang diproduksi oleh industri domestik. Substitusi impor merupakan alternatif strategi pembangunan yang mengutamakan peningkatan pertumbuhan ekonomi tanpa menambah ekspor. Strategi substitusi impor membuat pemerintah suatu negara lebih memilih untuk menghasilkan produk-produk yang selama ini diimpor dari negara lain. Ada dua alasan mengapa negara berkembang menerapkan strategi substitusi impor. Pertama, substitusi impor diterapkan untuk memenuhi permintaan domestik akan barang-barang konsumsi tidak selalu membutuhkan teknologi maju untuk memproduksinya. Kedua, substitusi impor dapat menghemat pengeluaran devisa melalui penurunan belanja dalam bentuk valuta asing yang pada gilirannya akan menurunkan defisit perdagangan. Substitusi impor lebih bersifat padat modal sehingga perannya dalam penyerapan tenaga kerja sangat minim. Ekspansi ekspor berhubungan dengan kebijakan liberalisasi yang identik dengan usaha peningkatan ekspor untuk meningkatkan pendapatan nasional. Alasan diberlakukannya ekspansi ekspor adalah memungkinkan terciptanya arus modal internasional dan jaringan pertukaran keterampilan, teknologi, dan manajemen. Strategi tersebut juga akan menciptakan kesempatan kerja yang lebih besar bila dibandingkan dengan substitusi impor. Hal ini dikarenakan ekspansi ekspor lebih bersifat padatkarya dan sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Keuntungan dari ekspansi ekspor adalah dapat meningkatkan pemasukan negara berupa cadangan devisa. Namun, strategi ini berpotensi meningkatkan pengeluaran untuk impor seiring dengan kenaikan pendapatan suatu negara yang pada akhirnya akan menimbulkan defisit pada neraca perdagangan. Kebijakan dalam rangka liberalisasi juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu yang dilakukan secara global dan unilateral, dan yang dilakukan secara bilateral atau regional. Kebijakan yang berlaku global berkaitan dengan kesepakatan yang diputuskan di WTO dan yang unilateral adalah kebijakan yang
20
secara sepihak dilaksanakan oleh negara tersebut. Kebijakan regional atau bilateral adalah kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan secara bilateral atau regional yang biasanya berada dalam suatu perjanjian perdagangan baik bilateral maupun regional.
2.1.3.2.Dukungan dan Tantangan terhadap Perdagangan Bebas Ada beberapa persoalan dan argumen utama di seputar perdebatan antara para penganjur perdagangan bebas yang mengutamakan pembangunan yang berorientasi ke luar dan strategi promosi ekspor dengan para penganjur yang menentang perdagangan bebas dan sebaliknya menganjurkan proteksi yang lebih besar yaitu dengan penetapan strategi substitusi impor. Menurut Todaro (2006), argumen-argumen yang menentang perdagangan bebas, antara lain: (1) terbatasnya laju pertumbuhan atas permintaan dunia terhadap ekspor primer dari negara-negara Dunia Ketiga; (2) kemerosotan dasar-dasar perdagangan atau nilai tukar perdagangan secara sepihak yang dialami oleh negara-negara berkembang penghasil komoditi primer; serta (3) terus meningkatnya “proteksionisme baru” di kalangan negara-negara maju terhadap ekspor produk manufaktur dan produkproduk pertanian olahan dari negara-negara berkembang. Para pendukung perdagangan bebas juga berkeyakinan bahwa liberalisasi perdagangan yang meliputi upaya promosi ekspor, devaluasi mata uang domestik, penghapusan segala bentuk hambatan-hambatan perdagangan internasional, serta pengikisan distorsi-distorsi harga merupakan syarat terciptanya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan ekspor. Pada hakikatnya perdagangan bebas memiliki sejumlah keuntungan, diantaranya: 1.
Perdagangan bebas dapat meningkatkan persaingan, memperbaiki alokasi segenap sumberdaya serta menciptakan skala ekonomis di bidang-bidang ekonomi di mana negara berkembang memiliki keunggulan komparatif. Namun, konsekuensinya adalah perdagangan bebas akan menurunkan biaya-biaya produksi pada umumnya.
2.
Perdagangan bebas menimbulkan tekanan-tekanan yang mengarah pada peningkatan efisiensi, perbaikan kualitas produk, serta menyempurnakan mutu teknologi-teknologi produksi.
21
3.
Perdagangan bebas memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan nilai laba dan merangsang tabungan serta investasi.
4.
Perdagangan bebas akan menciptakan capital inflow, keahlian, dan teknologi dari luar negeri, yang merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan, tetapi langka di negara berkembang.
5.
Perdagangan bebas akan menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk membiayai impor.
6.
Perdagangan bebas akan menghapuskan distorsi harga yang mahal akibat adanya intervensi pemerintah yang salah arah, baik itu di pasar ekspor maupun pasar valuta asing.
7.
Perdagangan bebas memungkinkan negara-negara berkembang untuk mengambil keuntungan penuh dari reformasi yang dilakukan WTO.
2.2.
Konsep mengenai Beban Utang Luar Negeri
2.2.1. Teori Three Gap Model Dalam perekonomian, terdapat tiga defisit, yaitu defisit tabungan investasi, defisit anggaran, dan defisit transaksi berjalan. Ketiga defisit tersebut harus dibiayai melalui utang luar negeri melalui pendekatan pendapatan nasional. Hubungan antara ketiga defisit ini dijelaskan dengan menggunakan kerangka teori Three Gap Model yang diperoleh dari persamaan identitas pendapatan nasional (Basri,1995), yaitu: Sisi Pengeluaran Y = C + I + G + (X-M)
(2.1)
Keterangan: Y = GDP G = pengeluaran pemerintah X = ekspor barang dan jasa M = impor barang dan jasa C = konsumsi masyarakat I = investasi Sisi Pendapatan Y=C+S+T
(2.2)
22
Keterangan: S = tabungan domestik T = penerimaan pajak pemerintah Jika kedua identitas pendapatan nasional digabung, maka akan diperoleh: (M – X) = (I – S) + (G – T)
(2.3)
Keterangan: M – X = defisit transaksi berjalan G – T = defisit anggaran pemerintah I – S = defisit tabungan investasi Hubungan antara kebutuhan utang luar negeri dan ketiga defisit tersebut diperlihatkan dengan menggunakan persamaan identitas neraca pembayaran, yaitu: Dt = (M – X)t + Dst – NFLt + Rt + NOLt
(2.4)
Keterangan: Dt = utang pada tahun t, (M – X)t = defisit transaksi berjalan pada tahun t, Dst = pembayaran beban utang (bunga + amortisasi) tahun t, NFLt = arus masuk bersih modal swasta pada tahun t, Rt = cadangan otoritas moneter tahun t, NOLt = arus keluar modal bersih jangka pendek seperti capital flight dan lain-lain pada tahun t. Persamaan ini menunjukkan bahwa utang luar negeri (sisi kiri) digunakan untuk membiayai defisit transaksi berjalan, pembayaran utang, cadangan otoritas moneter, dan kebutuhan modal serta pergerakan arus modal jangka pendek seperti capital flight. Bila persamaan (2.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.4), maka akan diperoleh persamaan : Dt = ( I – S)t + (G – T)t +DSt – NFLt + Rt + NOLt
(2.5)
Identitas (2.5) ini menunjukkan, selain untuk membiayai defisit transaksi berjalan, utang luar negeri juga dibutuhkan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah, serta kesenjangan tabungan – investasi dengan utang luar negeri. Todaro (2006) berpendapat bahwa akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Rendahnya tabungan dalam negeri tidak
23
memungkinkan dilakukannya investasi secara memadai, sehingga pemerintah negara-negara berkembang harus menarik dana pinjaman dan investasi dari luar negeri. Bantuan luar negeri dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam usaha negara yang bersangkutan guna mengurangi kendala utamanya yang berupa kekurangan devisa, serta untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonominya.
2.2.2. Teori Kurva Laffer Utang Kurva
Laffer
Utang
(Debt
Laffer
Curve)
adalah
kurva
yang
menggambarkan hubungan antara jumlah utang luar negeri dan kemampuan membayar utang tersebut dimana peningkatan stok utang dapat mengurangi kemampuan untuk membayar utang luar negeri. Teori ini menggambarkan efek akumulasi utang terhadap pertumbuhan GDP. Menurut teori ini, pada dasarnya utang itu diperlukan pada tingkat yang wajar. Penambahan utang akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada satu titik atau batas tertentu. Pada kondisi tersebut utang merupakan kebutuhan normal setiap negara. Namun, pada saat stok utang telah melebihi batas tersebut, maka penambahan utang mulai membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Expected Debt Repayment Debt Overhang
A
B
Debt Stock
O Sumber : Pattillo dalam Listiani, 2002
Gambar 2.2. Kurva Laffer Utang Gambar 2.2. menjelaskan bahwa pada titik OA, penambahan jumlah utang berhubungan positif terhadap peningkatan kemampuan membayar utang sampai
24
pada titik batas (debt overhang). Debt overhang merupakan kondisi dimana negara tidak memiliki kemampuan untuk membayar utang secara penuh dan pembayaran aktual tergantung dari pelaksanaan kebijakan ekonomi. Apabila jumlah utang luar negeri selalu meningkat melebihi titik batas (titik OB), maka akan berhubungan negatif terhadap kemampuan membayar utang. Hal ini akan menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Akumulasi utang menimbulkan kewajiban pembayaran utang yang besar sehingga meningkatkan pajak untuk membayar pelunasan utang. Tingkat pajak yang tinggi akan menurunkan investasi yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang menurun.
2.3.
Tinjauan Teoritis
2.3.1. Teori Trade Openness Negara yang melakukan liberalisasi perdagangan merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, dimana penduduk negara tersebut telah melakukan perdagangan dengan penduduk negara lain baik itu sektor rumah tangga, sektor perusahaan, maupun sektor pemerintah. Negara yang mempunyai kelebihan sumber daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia dapat melakukan spesialisasi yaitu dengan memproduksi barang dan jasa yang mempunyai keunggulan komparatif di negara tersebut. Hasil produksi tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan domestik maupun untuk ekspor ke luar negeri. Sedangkan barang dan jasa yang tidak mampu diproduksi dalam negeri dapat diimpor dari luar negeri. Pendapatan dari ekspor merupakan sumber devisa negara. Negara dapat melakukan ekspor jika barang dan jasa negara yang bersangkutan mempunyai daya saing di pasar internasional. Ekspor merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat. Semakin banyak jumlah barang yang dapat diekspor, semakin besar pengeluaran agregat, dan semakin tinggi pula pendapatan nasional yang diperoleh oleh negara yang bersangkutan. Namun, pendapatan nasional yang tinggi belum tentu meningkatkan ekspor. Sifat yang seperti ini menunjukkan bahwa ekspor dianggap sebagai variabel eksogen (Lihat Gambar 2.3. bagian a). Impor mempunyai sifat yang berlawanan terhadap ekspor. Semakin besar impor, semakin tinggi pula devisa yang digunakan untuk membiayai impor dan
25
akan mengurangi pendapatan nasional, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara impor dengan pendapatan nasional yang nilainya ditentukan oleh kecenderungan mengimpor atau MPM (m). m = ∆M ∆Y
(2.6)
Hubungan antara impor dan pendapatan nasional secara matematis dirangkum oleh fungsi impor sebagai berikut: M = Mo + mY
(2.7)
Dimana: M
=
jumlah impor
Mo
=
jumlah impor yang nilainya tidak ditentukan oleh Y
m
=
marginal propencity to import.
Y
=
pendapatan nasional
X
M
M=Mo + mY
∆M
X ∆ Y M0
g Y Y y ∆
g Y Y Y Y o o b a y ) ∆ ) Sumber: Deliarnov (1995) ) Gambar 2.3. Hubungan antara Ekspor dan Impor dengan Tingkat Pendapatan Nasional Keterangan : a. Ekspor ditentukan oleh faktor eksogen dan tidak tergantung pada besarnya pendapatan nasional. b. Impor dan pendapatan nasional yang berkaitan erat. Makin besar pendapatan nasional, makin besar impor, ditentukan oleh marginal propencity to import.
26
Keseimbangan Perekonomian Terbuka Pengeluaran agregat domestik dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka terdiri dari pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga, pengeluaran investasi oleh perusahaan, pengeluaran pemerintah, dan pengeluaran unutk membeli barang impor. Y= C + I + G – M
(2.8)
Tanda M negatif dikarenakan pengeluaran tersebut bukan diterima oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri, melainkan oleh pihak luar negeri. Tetapi sebagian produk dalam negeri ada pula yang diekspor ke luar negeri. Dengan demikian jumlah pengeluaran agregat menjadi: Y= C + I + G + (X – M)
(2.9)
Perdagangan yang terbuka ditandai dengan adanya ekspor dan impor. Nilai (X-M) merupakan ekspor bersih. Tanda ini bisa positif bisa pula negatif. Apabila tandanya positif berarti jumlah barang yang diekspor ke luar negeri lebih banyak daripada barang yang diimpor dari luar negeri. Tanda negatif berarti sebaliknya. Pengeluaran agregat terdiri dari dua bagian, yaitu pengeluaran yang bersifat otonom (autonomous) dan pengeluaran yang sifatnya terpengaruh (induced). Pengeluaran agregat yang otonom jumlahnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Yang termasuk di dalam pengeluaran yang otonom ini adalah Investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor (X). Sedangkan yang dikategorikan ke dalam pengeluaran yang terpengaruh adalah pengeluaran untuk konsumsi (C) dan impor (M). Dilain pihak penawaran agregat adalah penjumlahan antara pengeluaran konsumsi rumah tangga, tabungan, pajak dan transfer, atau: AS = C + S + T - Tr
(2.10)
Keseimbangan perekonomian terbuka akan tercapai jika: C + I + G + (X – M) = C + S + T – Tr
(2.11)
Jika C dihilangkan dari kedua sisi, dan M dipindahkan ke kanan,maka rumus keseimbangan menjadi: I + G + X = S + T + M – Tr
(2.12)
Keseimbangan pendapatan nasional perekonomian terbuka secara grafis dapat dilihat pada Gambar 2.4.
27
C,I,G, (X-M) C + I + G + (X – M)
E
C + I + G + (X – M) C+I
C = a + bY
a Y
0 Y*
I,G,X ,dan S,T,M S + T +M - Tr
I+G+X
0
Y Y*
Gambar 2.4. Keseimbangan Perekonomian Terbuka Keterangan: Keseimbangan pendapatan nasional dalam suatu perekonomian terbuka tercapai pada saat C + I + G + (X – M), terjadi pada titik E. Cara lain untuk mencari keseimbangan dalam perekonomian empat sektor ialah pada saat I + G + X = S + T + M – Tr, yang seperti terlihat pada panel bawah juga terjadi pada titik E.
2.3.2. Teori Suku Bunga Menurut Lipsey, dkk (1995) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu. Suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan
28
jumlah uang yang dipinjam. Sedangkan suku bunga riil merupakan rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi. Menurut Mankiw (2006), suku bunga terbagi menjadi 2 bagian, yaitu suku bunga nominal dan suku riil. Suku bunga nominal merupakan suku bunga yang dibayarkan oleh bank, sedangkan suku bunga riil merupakan kenaikan dalam daya beli masyarakat. Efek Fisher menyatakan i adalah suku bunga nominal, dan r adalah suku bunga riil serta
adalah ekspektasi inflasi, maka hubungan ketiga
variabel ini dapat ditulis sebagai berikut: i=r+
(2.13)
Pada persamaan 2.13 terlihat bahwa suku bunga nominal merupakan penjumlahan dari suku bunga riil dan ekspektasi inflasi. Hal ini menunjukkan bahwa suku bunga dapat berubah karena dua alasan yaitu suku bunga riil yang berubah atau ekspektasi inflasi yang berubah.
Suku Bunga Internasional (LIBOR) LIBOR (London Interbank Offered Rate) adalah suku bunga pinjaman antar bank yang diberlakukan oleh bank-bank London dan digunakan sebagai landasan untuk suku bunga bank di seluruh dunia sebagai suku bunga internasional. Edward dan Khan (1985) dalam Kinantiarin, mengatakan bahwa suku bunga ditentukan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, ekspektasi inflasi, dan jumlah uang beredar. Sedangkan faktor eksternalnya adalah penjumlahan suku bunga luar negeri dan tingkat ekspektasi perubahan nilai tukar valuta asing. Keseimbangan pasar uang melibatkan unsur utamanya, yaitu permintaan dan penawaran uang. Bila mekanisme pasar dapat berjalan tanpa hambatan maka pada prinsipnya keseimbangan di pasar uang dapat terjadi, dan merupakan wujud kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran uang. Apabila suku bunga domestik lebih besar dari suku bunga internasional, maka aliran modal akan masuk ke dalam negeri. Capital inflow menyebabkan penawaran akan mata uang asing meningkat sehingga nilai mata uang asing tersebut terdepresiasi dan nilai mata uang domestik terapresiasi. Harga domestik lebih mahal dibandingkan
29
harga luar negeri dan menyebabkan impor lebih besar dari pada ekspor dan akan meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan yang juga akan meningkatkan utang luar negeri. Begitu juga sebaliknya, apabila suku bunga dalam negeri lebih kecil dibanding suku bunga internasional maka terjadi capital outflow yang menyebabkan mata uang domestik terdepresiasi dan akan meningkatkan ekspor serta mengurangi utang luar negeri (perhatikan gambar 2.5). John Maynard Keyness mengkritik teori ekonomi klasik tentang pengembangan teori suku bunga. Menurut Keyness, teori klasik berlaku hanya untuk bunga jangka panjang. la mengembangkan teori preferensi likuiditas ini untuk menjelaskan suku bunga untuk jangka pendek. Suku bunga menurut Keyness adalah harga yang di keluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka (uang) mereka, akan tetapi, uang yang dikeluarkan debitur mempunyai kemungkinan adanya kerugian berupa risiko tidak diterimanya tingkat bunga tertentu. Dalam teori ini terdapat dua macam investasi yang dapat dikembangkan, yaitu uang dan obligasi. Keyness mengatakan bahwa, peningkatan permintaan terhadap uang akan menaikkan suku bunga.
D‟m
Suku bunga
Sm
Dm r1
E1
r0
S‟m
E
r2
E2
0 I0
I2
I1
(a) Pandangan Klasik
Jumlah Investasi
30
Suku bunga
r0
r1
LP
(b) Pandangan Keynes Jumlah uang M0
M1
Sumber: Sukirno (1985)
Gambar 2.5. Pandangan Mengenai Penentang Suku Bunga 2.3.3. Teori GDP Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Produk, GDP), merupakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa (Mankiw, 2006). GDP sering dianggap sebagai ukuran terbaik untuk mengukur kinerja perekonomian, tujuannya adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu selama periode waktu tertentu. Dalam suatu perekonomian yang hanya memproduksi satu jenis barang, GDP dapat dihitung dengan cara yang sederhana yaitu dengan menambahkan pengeluaran total atas barang tersebut. Namun, dalam perekonomian yang lebih kompleks, GDP diartikan sebagai nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal dihitung dengan cara menjumlahkan nilai dari seluruh barang yang diproduksi yaitu harga dikali jumlah barang. Ukuran ini tidak dapat mecerminkan sejauh mana perekonomian bisa memenuhi permintaan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Jika seluruh harga digandakan tanpa ada perubahan dalam jumlah, maka GDP akan berlipat ganda. GDP yang berlipat ganda ini bukan berarti bahwa perekonomian telah berhasil memuaskan permintaan konsumen secara berlipat ganda. Karena ukuran perekonomian melalui GDP nominal bukanlah ukuran terbaik, maka digunakanlah GDP riil yang merupakan ukuran kemakmuran
31
ekonomi yang lebih baik dalam menghitung output barang dan jasa dalam perekonomian dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga. Penghitungan GDP riil menggunakan harga konstan dan menunjukkan apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tidak. GDP yang digunakan untuk mencerminkan apa yang sedang terjadi pada seluruh tingkat harga dalam perekonomian disebut GDP deflator. GDP deflator juga disebut dengan deflator harga implisit untuk GDP dan didefinisikan sebagai rasio GDP nominal terhadap GDP riil.
Ukuran Rantai Tertimbang GDP Riil Penghitungan GDP riil menggunakan harga yang tidak pernah berubah atau konstan. Penggunaan harga yang sama dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa harga tidak mengalami kenaikan atau penurunan dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Misalnya harga mobil turun secara signifikan, sementara uang perkuliahan naik dari tahun ke tahun. Ketika menilai produksi mobil dan pendidikan tidak tepat apabila kita menggunakan harga yang diberlakukan sepuluh tahun lalu. Oleh karena itu, Biro Analisis Ekonomi memperbaharui harga secara periodik untuk menghitung GDP riil, yaitu setiap lima tahun. Harga-harga itu dipertahankan untuk mengukur perubahan dalam produksi barang dan jasa dari tahun ke tahun sampai tahun dasar diperbaharui lagi Pada tahun 1995, Biro Analisis Ekonomi mengumumkan kebijakan baru yang terkait dengan perubahan tahun dasar. Kebijakan baru tersebut adalah ukuran rantai-tertimbang GDP riil. Ukuran ini akan memperbaharui tahun dasar secara terus-menerus. Tingkat pertumbuhan tahun ke tahun yang berbeda-beda kemudian disatukan oleh rantai tertimbang yang bisa digunakan untuk membandingkan output barang dan jasa diantara dua waktu. Ukuran ini dinilai jauh lebih baik daripada ukuran sebelumnya, karena harga yang digunakan untuk menghitung GDP riil tidak of date.
32
2.3.4. Teori Nilai Tukar (Kurs) 2.3.4.1.Pengertian Nilai Tukar (Kurs) Nilai tukar adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Pembayaran internasional yang memerlukan pertukaran mata uang satu negara menjadi mata uang negara lain dapat dilakukan dengan berbagai cara meskipun pada hakikatnya hanya menyangkut pertukaran mata uang antar masyarakat yang memiliki satu jenis mata uang dan membutuhkan jenis mata uang lainnya. Nilai tukar (exchange rate) satu mata uang terhadap lainnya merupakan bagian dari proses valuta asing. Valuta asing mengacu pada mata uang asing aktual atau berbagai klaim atasnya, seperti deposito bank atau surat sanggup bayar yang diperdagangkan. Nilai tukar valuta asing merupakan harga di mana pembelian dan penjualan valuta asing berlangsung; nilai tukar merupakan jumlah mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing (Lipsey, 1995). Nilai tukar terdiri dari dua aspek, yaitu nominal dan riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan, nilai tukar riil merupakan harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kurs dapat diperoleh melalui perkalian antara kurs nominal dengan rasio tingkat harga. Rasio tingkat harga merupakan perbandingan antara harga barang domestik dan harga barang di luar negeri (Mankiw, 2006). Kurs Riil Є
= Kurs Nominal x Rasio Tingkat Harga =
е
x
(P/P*)
2.3.4.2.Sistem Nilai Tukar Sistem nilai tukar internasional yang dianut oleh beberapa negara di dunia, antara lain; sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai tukar fleksibel. Sistem nilai tukar tetap merupakan sistem nilai tukar yang bersifat tetap pada nominal tertentu. Contohnya adalah sistem standar emas dan sistem Bretton Woods. Sedangkan, sistem nilai tukar fleksibel itu berfluktuasi dengan bebas dan ditentukan oleh keseimbangan penawaran dan permintaan pasar, tanpa ada intervensi dari pemerintah. Selain kedua macam sistem nilai tukar yang murni, terdapat sistem nilai tukar campuran yaitu sistem nilai tukar dengan sistem patok yang masih bisa
33
diubah (adjustable peg) dan sistem mengambang terkendali (managed float). Dalam sistem adjustable peg, pemerintah menentukan nilai pari dari nilai tukarnya. Dalam sistem managed float, bank sentral berusaha berperan sebagai stabilisator atas nilai tukar, namun tidak menetapkan nilai parinya. Terdapat dua sistem nilai tukar yang diterapkan di Indonesia, diantaranya: 1) Sistem Nilai Tukar Tetap Pada sistem nilai tukar tetap, bank sentral melakukan intervensi pada bursa valuta asing untuk mencegah penyimpangan nilai tukar dari nilai nominal yang telah ditetapkan (Lipsey, 1995). Dengan mematokkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara tertentu, setiap bank sentral suatu negara harus mengatur dan menjaga nilai tukar yang dipilih agar dipertahankan tetap. Dalam sistem ini, terdapat permasalahan yaitu adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran, karena penjualan dan pembelian valuta asing yang dilakukan oleh pemerintah. Permasalahan jangka pendek dari ketidakseimbangan ini dapat diatasi dengan cara memasuki pasar dan membeli serta menjual sebanyak yang diperlukan. Apabila permintaan atas mata uang suatu negara meningkat, maka dapat terjadi apresiasi mata uang. Namun, dalam sistem nilai tukar tetap, harga mata uang tidak boleh naik atau turun. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi apresiasi dengan cara membeli mata uang asing dan menjual mata uangnya sendiri. Tindakan ini akan menambah cadangan valuta asingnya. Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan atas mata uang suatu negara rendah, maka dapat terjadi depresiasi. Oleh karena itu, pemerintah harus memertahankan nilai mata uangnya agar tidak terjadi depresiasi dengan cara menjual mata uang asing dan membeli mata uangnya sendiri. Tindakan ini akan mengurangi cadangan valuta asingnya. Namun, apabila permasalahan ketidakseimbangan terjadi dalam jangka panjang, maka akan sulit untuk mempertahankan nilai patokannya, yaitu nilai parinya. 2) Sistem Nilai Tukar Fleksibel Sistem nilai tukar fleksibel ditentukan oleh permintaan dan penawaran mata uang suatu negara tanpa ada intervensi dari pemerintah. Sistem ini sering dinamakan dengan sistem nilai tukar bebas atau sistem nilai tukar mengambang.
34
Negara yang menganut sistem nilai tukar ini akan mengalami fluktuasi nilai mata uang yang jauh lebih besar dan akan memengaruhi kondisi makroekonomi negara tersebut. Dampak yang ditimbulkan dari fluktuasi ini dapat membuat ketidakpastian dalam kegiatan perdagangan. Harga valuta asing (nilai tukar) yang meningkat disebut depresiasi atas mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal dan nilai relatif mata uang dalam negeri menurun. Sebaliknya, turunnya harga valuta asing (nilai tukar) disebut apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing lebih murah dan harga relatif mata uang domestik meningkat. Misalnya, apabila nilai dolar terhadap rupiah naik dari 7.000 Rupiah menjadi 7.500 Rupiah (dalam arti lain, nilai Rupiah terhadap Dolar menurun dari 0,0001429 US$ menjadi 0,0001333 US$), dikatakan bahwa Rupiah terdepresiasi dan Dolar mengalami apresiasi. Nilai tukar sangat memengaruhi kegiatan perdagangan. Apabila nilai mata uang domestik terdepresiasi maka harga produk di dalam negeri lebih murah dibandingkan dengan harga internasional sehingga akan meningkatkan ekspor, begitu juga sebaliknya. Apabila nilai mata uang domestik mengalami apresiasi, maka impor negara tersebut akan melebihi ekspornya, sehingga net ekspor (ekspor dikurangi impor) akan menurun. Perhatikan gambar 2.6. Kurs riil, ԑ
ԑ2
ԑ1
NX2
NX1
Ekspor neto, NX
Sumber: Mankiw (2006)
Gambar 2.6. Grafik Hubungan antara Kurs Riil dengan Ekspor Neto
35
2.4.
Model Ekonometrika
2.4.1. Model VAR 2.4.1.1.Uji Kointegrasi (Engle-Granger) dan Error Corection Model Dua variabel yang tidak stasioner pada level namun stasioner pada first differnce, mempunyai kemungkinan akan terjadi kointegrasi yaitu terdapat hubungan jangka panjang di antara keduanya. Terdapat tiga cara untuk menguji kointegrasi yaitu: (1) Uji Kointegrasi Engle-Granger, (2) Uji Cointegrating Regression Durbin Watson (CRDW), dan (3) Uji Johannsen Cointegrating. Apabila kedua data yang dianalisis tidak stasioner tetapi saling berkointegrasi, berarti ada keseimbangan antara kedua variabel tersebut atau ada hubungan jangka
panjang.
Dalam
jangka
pendek
ada
kemungkinan
terjadi
ketidakseimbangan, maka diperlukan adanya koreksi dengan model koreksi kesalahan (error correction model atau ECM). Model ECM diperkenalkan oleh Sargan yang dikembangkan oleh Hendry dan dipopulerkan oleh Engle dan Granger. Model ECM yang dijalankan oleh Engle dan Granger memerlukan dua tahap, sehingga disebut two step EG. Tahap pertama adalah menghitung nilai residual dari persamaan regresi awal. Tahap kedua adalah melakukan analisis regresi dengan memasukkan residual dari langkah pertama (Firdaus, 2011)
2.4.1.2.Uji Kausalitas Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas diantara variabel-variabel yang ada dalam model. Uji ini untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas (independent variable) meningkatkan kinerja forecasting dari variabel terikat (dependent variable). Granger melakukan pengujian hubungan sebab-akibat dengan menggunakan F-test bertujuan untuk menguji apakah lag informasi dalam variabel Y memberikan informasi statistik yang signifikan tentang variabel X dalam menjelaskan perubahan X.
2.4.1.3.Vektor Autoregression (VAR) Pada tahun 1980, Christopher Sims memperkenalkan sebuah kerangka keraja makroekonomi yakni Vektor Autoregression (VAR). Firdaus (2011)
36
memaparkan bahwa jika sebelumnya univariate autoregression merupakan sebuah persamaan tunggal (single-equation) dengan model linier variabel tunggal (single-variable linear model), dimana nilai sekarang dari masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, maka VAR merupakan sebuah n-persamaan dengan n-variabel, dimana masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri serta nilai saat ini dan masa lampaunya. Dengan demikian, dalam konteks ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series (Firdaus, 2006). VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan mudah untuk dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting, inferensi struktural, seta analisis kebijakan. Alat analisa yang disediakan oleh VAR, yakni, Forecasting, Granger Causality Test, Impulse Response Function (IRF), dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai saat ini dan nilai masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat anta variabel. Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau guncangan suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan parameter untuk mengukur prediksi kontribusi presentase varians terhadap perubahan suatu variabel tertentu (Firdaus, 2011). Model Vector Auto Regression sama seperti model ekonometrika lainnya. VAR juga meliputi serangkaian proses spesifikasi dan identifikasi model. Spesifikasi model VAR menurut Arsana dalam Firdaus (2011) meliputi pemilihan variabel yang sesuai dengan teori ekonomi yang relevan dan penentuan banyaknya lag yang digunakan dalam model. Sedangkan identifikasi model adalah melakukan identifikasi persamaan sebelum melakukan estimasi model. Pada proses identifikasi akan dijumpai beberapa kondisi yakni kondisi overidentified dan
kondisi exactly identified atau just identified. Kondisi
overidentified akan diperoleh jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi jumlah parameter yang ingin diestimasi, sementara kondisi exactly identified atau just
37
identified akan tercapai jika jumlah informasi dan jumlah parameter yang diestimasi sama. Keadaan yang underidentified terjadi jika jumlah informasi kurang dari jumlah parameter yang diestimasi. Proses estimasi hanya dapat dilakukan dalam keadaan overidentified dan exactly identified atau just identified. Pemilihan selang optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ). Enders (2004) memformulasikan sistem tradisional bivariat orde pertama sebagai berikut: yt = b10 – b12zt + γ11zt-1 + γ12zt-1 + εyt
(2.6)
zt = b20 – b21yt + γ21yt-1 + γ22zt-1 + εzt
(2.7)
Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa yt dan zt saling memengaruhi satu sama lain. Misalnya –b12 merupakan efek serentak (contemporaneous effect) dari perubahan zt terhadap yt dan γ12 merupakan efek dari perubahan zt-1 terhadap yt. Persamaan (2.6) dan persamaan (2.7) bukanlah persamaan dalam bentuk reducedform karena yt memiliki efek serentak terhadap zt dan zt memiliki efek serentak terhadap yt. Bentuk persamaan di atas adalah bentuk primitif. Dari bentuk tersebut dapat diperoleh bentuk transformasi VAR ke dalam bentuk standar (reducedform). Persamaan umum VAR adalah sebagai berikut (Enders, 2004): Yt = A0 + A1Yt-1 + A2Yt-2 +…+ ApYt-p +et
(2.8)
dimana, Yt = vektor berukuran (n x 1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam sebuah model VAR, A0 = vektor intersep berukuran (n x 1), Ai = matriks koefisien/parameter berukuran (n x n) untuk setiap i = 1,2,..,p, et = vektor error berukuran (n x 1). Bentuk persamaan bivariate model VAR di atas adalah sebagai berikut: yt = a10 + a11yt-1 + a12zt-1 + eyt
(2.9)
zt = a20 + a21yt-1 + a22zt-1 + ezt
(2.10)
38
Model VAR merupakan solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan, yaitu: 1.
Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil yang hilang (omitted interrelation).
2.
Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural. Menurut
Gujarati
(1978),
metode
VAR
memiliki
keunggulan
dibandingkan dengan metode lainnya, antara lain: 1.
Metode VAR sangat sederhana. Hal ini dikarenakan metode VAR bekerja berdasarkan data, dimana tidak perlu dikhawatirkan mana variabel yang bersifat endogen dan mana variabel yang bersifat eksogen.
2.
Metode VAR membangun model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks, sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam sebuah persamaan.
3.
Uji VAR yang multivariat dapat menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.
4.
Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam suatu sistem persamaan, dengan cara menjadikan seluruh variabel sebagai variabel yang bersifat endogen.
5.
Metode VAR sederhana dan hasil estimasi prediksi (forecast) yang diperoleh akan lebih baik dari pada hasil estimasi dari model-model persamaan simultan yang lebih kompleks.
6.
Metode VAR merupakan alat analisis yang sangat berguna dalam memahami adanya hubungan timbal balik antara variabel-variabel ekonomi dan juga dalam pembentukan model ekonomi yang berstruktur. Metode VAR juga memiliki kekurangan. Menurut Gujarati (1978),
beberapa kelemahan dari metode VAR adalah: 1.
Model VAR sering disebut model yang tidak struktural, karena dianggap a-teoritis dengan menggunakan lebih sedikit informasi dari teori-teori terdahulu.
39
2.
Model VAR dianggap kurang sesuai untuk analisis kebijakan, karena lebih menekan pada hasil estimasi prediksi (forecast).
3.
Penelitian dengan menggunakan metode VAR harus mempunyai data atau pengamatan yang relatif banyak, karena ketika variabel terlalu banyak dengan lag panjang, maka parameter juga akan terlalu panjang dan akan mengurangi degree of freedom.
4.
Semua variabel harus stasioner. Jika tidak, data harus ditransformasi dengan benar (misalnya, diambil first difference nya), namun hubungan jangka panjang yang diperlukan dalam analisis akan hilang dalam transformasi.
5.
Impulse Response Function, yang merupakan inti dari analisis dalam menggunakan metode VAR masih diperdebatkan oleh para peneliti, karena pada hakikatnya IRF menelusuri respon dependen variabel terhadap shock pada error term.
2.4.2. Teori VECM Vector Error Correction Model atau VECM adalah bentuk VAR yang terestriksi yang digunakan untuk variabel yang tidak stasioner pada level tetapi memiliki kemungkinan untuk terkointegrasi. Kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linear antara variabel yang non stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders, 2004). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Data time series stasioner pada perbedaan pertama (first difference) atau I(1). VECM digunakan apabila data yang digunakan memiliki derajat stasioneritas untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang. Caranya adalah dengan mentransformasi persamaan awal pada level menjadi persamaan baru sebagai berikut : Δyt = b10 + b11Δyt-1 + b12Δzt-1 – λ(yt-1 – a10 – a11yt-2 + a12z t-1) + εyt
(3.16)
Δzt = b20 + b21Δyt-1 + b22Δzt-1 – λ(zt-1 – a20 – a21yt-1 + a22zt-2) + εyt
(3.17)
40
dimana a merupakan koefisien regresi jangka panjang, b merupakan koefisien regresi jangka pendek, λ merupakan parameter koreksi error, dan persamaan dalam tanda kurung menunjukkan kointegrasi di antara variabel y dan z.
2.5.
Tinjauan hasil studi sebelumnya
2.5.1. Penelitian mengenai Liberalisasi Perdagangan Penelitian oleh Yeboah et al (2007) dalam jurnal “Increased Cocoa Bean Exports Under Trade Liberalization: A Gravity Model Approach” menyimpulkan bahwa
perbedaan
relatif
faktor
pendorong
berbeda
pengaruhnya
bagi
perdagangan. Perbedaan pendapatan di antara negara importir dan eksportir positif dan signifikan sedangkan nilai tukar tidak menjadi masalah. Tetapi harga produsen kakao pada saat liberalisasi perdagangan meningkat, produksi meningkat dan volume ekspor meningkat. Penelitian oleh Rahardian et al (2008) dalam “Pengaruh ASEAN Trade Facilitation terhadap Volume Perdagangan Jawa Timur” menyimpulkan bahwa setelah penerapan beberapa kebijakan terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) terjadi kenaikan arus perdagangan produk Jawa Timur ke pasar ASEAN. Hal ini menunjukkan pembukaan barrier to entry akan memperkuat arus perdagangan. Sitorus (2009) meneliti tentang analisis faktor yang memengaruhi laju perdagangan ekspor dalam integrasi ekonomi akan dianalisis lewat data panel untuk komoditi CPO dan kakao dari lima pengimpor ke satu pengekspor utama. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa GDP pengekspor, populasi, nilai tukar dan jarak berpengaruh signifikan terhadap laju ekspor kakao. Sedangkan GDP dan populasi pengimpor tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor. Untuk CPO, yang berpengaruh nyata adalah GDP pengekspor dan pengimpor, populasi pengekspor dan pengimpor serta jarak. Sedangkan nilai tukar tidak berpengaruh nyata. Margarettha (2005) meneliti tentang analisis dampak liberalisasi perdagangan di sektor industri tekstil terhadap neraca perdagangan Indonesia dalam periode 1990 sampai 2004. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Vector Autoregressive. Namun karena ada data yang tidak stasioner
41
namun terkointegrasi maka digunakanlah metode Vector Error Correction Model. Hasil dalam penelitian ini menujukkan bahwa ekspor dan impor tekstil serta pendapatan nasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap neraca perdagangan. Variabel impor dan pendapatan nasional memberikan pengaruh negatif. Hasil lain dalam penelitian ini ialah adanya kebijakan liberalisasi perdagangan di industri tekstil mempunyai pengaruh yang positif terhadap neraca perdagangan. Saran dalam penelitian ini adalah harus ada peningkatan kualitas produk guna meningkatkan daya saing ekspor produk tekstil Indonesia.
2.5.2. Penelitian mengenai Beban Utang luar Negeri Penelitian oleh Nurlia Listiani dalam “Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” menyimpulkan bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi selain utang luar negeri adalah kondisi tabungan domestik, ekspor, dan kondisi perekonomian pada saat krisis ekonomi. Kondisi utang luar negeri Indonesia sudah melewati batas indikator internasional maka diperlukan suatu pengelolaan sehingga dana pinjaman yang ada dapat digunakan dengan sebaik mungkin dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat Indonesia. Hernatasa (2004) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode pengamatan dalam penelitiannya adalah tahun 1970 sampai dengan 2003. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan investasi dan lag pendapatan per kapita memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Investasi dan keterbukaan ekonomi merupakan faktor yang signifikan memacu pertumbuhan ekonomi. Sedangkan lag pendapatan per kapita berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan terms of trade memberikan dampak positif meskipun tidak signifikan. Utang luar negeri memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi hingga mencapai titik kritisnya yang menjadi titik batas akumulasi utang. Hartati (2008) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri dan tabungan domestik terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN: sebuah aplikasi panel data. Periode pengamatan dalam penelitiannya adalah tahun 2000 sampai dengan 2005. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua
42
variabel yang digunakan yaitu utang luar negeri per kapita dan rasio tabungan domestik per GDP mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN (Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam). Sedangkan hasil estimasi model fixed effect menunjukkan bahwa antara variabel utang luar negeri per kapita dan rasio tabungan domestik per GDP tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Arfina (2007) meneliti tentang pengaruh utang luar negeri dan variabel makroekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Periode pengamatan dalam penelitiannya yaitu tahun 1993 sampai dengan 2006, dan metode analisis yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada taraf nyata 10 persen persamaan jangka panjang yang memiliki pengaruh positif dan signifikan adalah variabel investasi dan tabungan masyarakat, sedangkan utang luar negeri memiliki pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Variabel yang tidak signifikan dan mempunyai hubungan yang positif hanya variabel net ekspor. Estimasi yang dilakukan menunjukkan bahwa pada persamaan jangka pendek variabel investasi dan net ekspor mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan variabel yang berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah utang luar negeri dan tabungan masyarakat. Hutapea (2007) dalam penelitian yang menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume penyerapan utang luar negeri di Indonesia dalam periode penelitian dari tahun 1995 sampai tahun 2005. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah rasio defisit keuangan pemerintah dengan GDP, tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi dan suku bunga internasional serta dummy variable kestabilan politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit keuangan pemerintah memiliki hubungan yang negatif terhadap volume penyerapan utang luar negeri dalam jangka panjang, namun tidak berpengaruh dalam jangka pendek. Variabel yang berhubungan negatif tetapi tidak signifikan pada jangka panjang adalah pertumbuhan ekonomi. LIBOR berhubungan negatif dalam jangka panjang dan positif dalam jangka pendek. Kondisi kestabilan politik berhubungan positif
43
dalam jangka pendek. Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah harus ada kebijakan
pengelolaan
utang
luar
negeri
yang
baik
dan
mengurangi
ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri.
2.6.
Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran dalam pembuatan skripsi ini dimulai dari utang luar
negeri. Beban utang luar negeri dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain; keterbukaan perdagangan (trade openness), GDP, real exchange rate, dan international interest rate (LIBOR). Beban utang luar negeri mempunyai hubungan dua arah terhadap real exchange rate dan GDP, artinya kedua variabel ini saling memengaruhi satu sama lain. Selain memengaruhi beban utang luar negeri, real exchange rate juga saling memengaruhi GDP, international interest rate (LIBOR), dan trade openness. Keterbukaan perdagangan atau trade openness ditandai oleh adanya penghapusan hambatan ekspor dan impor sebagai akibat dari adanya liberalisasi perdagangan dalam era globalisasi. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang telah menerapkan sistem perekonomian terbuka. Keterbukaan perekonomian ini mengharuskan Indonesia menerapkan liberalisasi perdagangan. Liberalisasi perdagangan memengaruhi beban utang luar negeri melalui keterbukaan perdagangan. Trade openness merupakan penjumlahan dari jumlah ekspor dan impor Indonesia terhadap GDP. Apabila jumlah ekspor lebih besar dari pada jumlah impor, maka negara akan menerima devisa atau valuta asing sebagai penerimaan atas penjualan barang dan jasa ke luar negeri. Penerimaan devisa dari kegiatan ekspor dapat digunakan untuk menutupi defisit anggaran transaksi berjalan. Begitu juga sebaliknya, apabila jumlah impor lebih besar dari jumlah ekspor maka negara harus melakukan pembayaran atas jumlah barang yang diimpor dari negara lain dengan menggunakan cadangan devisa. Hal ini akan mengakibatkan defisit neraca transaski berjalan semakin memburuk yang akan meningkatkan jumlah utang luar negeri Indonesia. Selain Trade Openness, utang luar negeri juga dipengaruhi oleh international interest rate, GDP, dan real exchange rate. Apabila mata uang suatu negara mengalami depresiasi maka harga produk domestik lebih murah dari harga
44
internasional sehingga jumlah ekspor meningkat yang akan menambah cadangan devisa negara tersebut yang dapat digunakan untuk membayar utang luar negeri beserta bunganya, sehingga utang luar negeri berkurang. Jumlah utang luar negeri dapat meningkat seiring dengan menurunnya international interest rate (LIBOR) dan pertumbuhan ekonomi. Kerangka pemikiran secara sistematis dapat dijelaskan dalam Gambar 2.7. Globalisasi
Liberalisasi Perdagangan
Beban Utang Luar Negeri
GDP
Real Exchange Rate
Penghapusan hambatan ekspor dan impor
Trade Openness
LIBOR
Memengaruhi Satu Arah Saling Memengaruhi Gambar 2.7. Kerangka Pemikiran
2.7.
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat disimpulkan beberapa
hipoesis, antara lain : 1.
Globalisasi mengharuskan suatu negara untuk melakukan liberalisasi perdagangan sehingga akan terjadi penghapusan hambatan masuk baik tarif maupun non tarif bagi barang yang diekspor atau yang diimpor. Trade Openness berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri. Semakin tinggi keterbukaan perdagangan suatu negara, maka negara tersebut akan
45
mendapatkan
penerimaan
dari
kegiatan
perdagangan,
sehingga
mengurangi jumalah pinjaman luar negeri, begitu juga sebaliknya. 2.
Variabel-variabel makroekonomi yang memperlihatkan adanya suatu liberalisasi perdagangan antar negara adalah Trade Openness, Real Interest Rate, GDP, dan Real Exchange Rate. Variabel-variabel tersebut mempunyai hubungan yang positif atau negatif terhadap utang luar negeri.
3.
Trade Openness berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri. Semakin tinggi keterbukaan perdagangan suatu negara, maka negara tersebut akan mendapatkan penerimaan dari kegiatan perdagangan, sehingga mengurangi jumalah utang luar negeri, begitu juga sebaliknya.
4.
LIBOR berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri. Semakin tinggi international interest rate, maka semakin besar jumlah bunga utang luar negeri yang harus dibayar, begitu juga sebaliknya.
5.
Real Exchange Rate berhubungan positif terhadap beban utang luar negeri. Rupiah yang terdepresiasi terhadap nilai mata uang negara lain menyebabkan harga domestik lebih murah dibanding harga luar negeri, jumlah ekspor meningkat, hal ini akan meningkatkan penerimaan pemerintah atas ekspor sehingga mengurangi utang luar negeri, begitu juga sebaliknya.
6.
GDP berhubungan positif terhadap beban utang luar negeri. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara, maka semakin tinggi pula utang luar negeri yang digunakan untuk pembangunan negara tersebut, begitu juga sebaliknya.
7.
GDP mempunyai kontribusi terbesar terhadap utang luar negeri Indonesia.
8.
Implikasi kebijakan utang luar negeri yaitu dengan pengelolaan dan manajemen utang luar negeri yang baik.
46
III.
3.1.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa data time series
dari tahun 1986-2010. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, Econstats, World Development Indicators 2011, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, dan makalah, serta instansi-instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah data jumlah perdagangan (ekspor dan impor) terhadap GDP Indonesia, consumer price index Indonesia dan Amerika Serikat, inflasi Inggris, LIBOR, GDP, data nilai tukar nominal (nominal exchange rate), serta data external debt stocks Indonesia.
3.2.
Variabel dan Definisi Operasional Adapun variabel dan definisi operasional variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
FD merupakan foreign debt yaitu total pinjaman luar negeri Indonesia yang merupakan penjumlahan utang publik, swasta, kredit IMF, utang jangka pendek dan utang jangka panjang dalam US$.
2.
TRADE
merupakan
trade
openness
yaitu
indikator
liberalisasi
perdagangan yang berupa penjumlahan ekspor dan impor terhadap GDP dalam persen. 3.
LIBOR merupakan international interest rate yaitu tingkat bunga pinjaman internasional yang disesuaikan dengan inflasi Inggris dalam persen.
4.
GDP merupakan gross domestic product yang menjadi indikator yang mengukur pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam US$.
5.
RER merupakan real exchange rate yaitu nilai tukar nominal (ukuran nilai mata uang terhadap rata-rata tertimbang dari beberapa mata uang asing) dibagi dengan harga deflator atau indeks biaya (Rp / US$).
47
3.3
Metode Analisis dan Pengolahan Data Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Granger
Causality (Kausalitas Granger), Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM) dalam mengelolah beberapa data time series.
3.3.1. Metode Granger Causality (Kausalitas Granger) Studi kausalitas ditujukan untuk mengukur kekuatan hubungan antar variabel dan menunjukkan arah hubungan sebab akibat, dimana X menyebabkan Y, Y menyebabkan X, atau X menyebabkan Y dan Y menyebabkan X. Uji kausalitas Granger dipercaya jauh lebih bermakna dari uji korelasi biasa (Ascarya, 2009). Dengan melakukan uji kausalitas Granger dapat diketahui beberapa hal, sebagai berikut: Apakah X mendahului Y, apakah Y mendahului X, atau hubungan X dan Y timbal balik. Suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel lain Y, apabila Y saat ini diprediksi lebih baik dengan menggunakan nilai-nilai masa lalu X. Asumsi dalam uji ini adalah bahwa X dan Y dianggap sepasang data runtut waktu yang memiliki kovarian linier yang stasioner. Secara matematis, persamaan kausalitas Granger ini dapat dituliskan sebagai berikut: Yt = ∑ aiYt-i + ∑ bjXt-j + vt ; X → Y jika bj > 0
(3.1)
Xt = ∑ ciYt-i + ∑ djXt-j + ut ; Y → X jika dj > 0
(3.2)
Dari hasil regresi persamaan (3.1) dan (3.2) di atas, maka akan dihasilkan empat kemungkinan nilai koefisien regresi, masing-masing nilai koefisien adalah:
48
tidak saling mempengaruhi (independence atau tidak signifikan) antara satu dengan lainnya.
terdapat hubungan kausalitas (feedback atau bilateral causality) antara satu dengan lainnya.
3.3.2. Metode Vector Auto Regression (VAR) Pendekatan VAR merupakan rangkaian model time series multivariat yang dikembangkan oleh Sims. VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag dari peubah-peubah yang ada dalam system (Enders, 2004). Dalam model VAR, semua variabel yang digunakan dalam analisis dianggap berpotensi menjadi variabel endogen, dengan mengabaikan pemisahan antara variabel eksogen dan endogen atau dalam arti lain yaitu semua variabel berhak menjadi variabel dependent dan independent. Selain VAR, terdapat pula VAR FD (Vector Auto Regression First Difference). Perbedaan keduanya terletak pada kestasioneritasan data yang digunakan. Model umum VAR sebagai berikut (Achsani et al, 2005): Xt = µt +
i
+ Xt-1 + εt
(3.3)
dimana, Xt = vektor dari variabel endogen dengan dimensi (n x 1), µt = vektor dari variabel eksogen, termasuk konstanta (intersep) dan tren, Ai = koefisien matriks dimensi (n x n), εt = vektor dari residual.
3.3.3. Metode Vector Error Correction Model (VECM) Data stasioner atau tidak mengandung unit root merupakan syarat pertama dalam metode VAR. Namun pada umumnya, data time series tidak stasioner pada level, dan baru stasioner pada perbedaan pertama atau first difference, yang
49
menyebabkan hilangnya informasi jangka panjang. Model VECM dapat digunakan untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang, dan apabila terdapat minimal satu persamaan yang terkointegrasi. Model umum VECM sebagai berikut (Achsani et al, 2005): ∆Xt = µt + πXt-1 + Dimana π dan
i∆Xt-i + εt
(3.4)
merupakan fungsi dari Ai (pada model umum VAR). Matriks π
dapat dipecah menjadi dua matriks λ dan β dengan dimensi (n x r). π = λβ τ, dimana λ merupakan matriks penyesuaian, β merupakan vector kointegrasi, dan τ merupakan rank kointegrasi.
3.3.4. Pengujian Pra Estimasi 3.3.4.1.Uji Stasioneritas Data Data time series pada umumnya tidak stasioner, oleh karena itu harus dilakukan uji stasioneritas data terlebih dahulu. Uji stasioneritas data atau sering disebut dengan unit root test, merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mengestimasi sebuah model yang akan digunakan. Regresi model dengan menggunakan data yang tidak stasioner akan menyebabkan spurious regression (R2 tinggi, t statistik dan f statistik signifikan tetapi dw relatif kecil yaitu < 0,5). Regresi tersebut terlihat bagus namun pada kenyataannya tidak dan dapat menimbulkan autokorelasi. Unit root test dapat dilakukan dengan uji Augmented Dicky-Fuller (ADF) dan menggunakan taraf nyata lima persen. Menurut Gujarati (2003), ADF dapat diuji dengan persamaan sebagai berikut: ∆Yt = β1 + β2t + δYt-1 + αi
∆Yt-1 + εt
(3.5)
dimana εt = pure white noise error term, ∆Yt-1 = (Yt-1 - Yt-2) dan seterusnya. Selain itu, perlu dilakukan juga uji nilai t-statistik dari estimasi δ, untuk mengetahui apakah data time series bersifat stasioner atau tidak. Uji statistik memiliki rumus sebagai berikut: thit = δ / Sδ
(3.6)
Dengan pengujian hipotesis yaitu H0 = δ = 0 (terdapat akar-akar unit atau tidak stasioner) dengan hipotesis alternatifnya yaitu H1 = δ < 0 (tidak terdapat akar-akar unit atau stasioner). Apabila nilai t-statistik lebih kecil dari nilai statistik ADF, maka hasil yang didapat adalah tolak H0. Dimana, jika H0 ditolak dan menerima
50
H1, maka data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak terdapat unit root , dan begitu juga sebaliknya.
3.3.4.2.Uji Lag Optimum Langkah penting yang harus dilakukan dalam model VAR adalah uji lag optimum. Uji ini dilakukan untuk membentuk model VAR yang baik dengan penentuan panjang lag yang optimal yang digunakan dalam model. Penentuan jumlah lag optimal yang akan digunakan dalam model VAR dapat ditentukan berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC) dan Hannan Quinnon Criterion (HQ). Menurut Gujarati (2003), lag yang akan dipilih adalah model dengan nilai yang paling kecil. Karena, jika terlalu banyak panjang lag, maka akan mengurangi degree of freedom atau derajat bebas, sehingga lag yang lebih kecil disarankan untuk dapat memperkecil spesifikasi error. Rumus untuk menghitung nilai AIC, SC dan HQ adalah: AIC = - 2 ( ι / T ) + 2 ( κ / T )
(3.7)
SC = - 2 ( ι / T ) + κ log(T) / T
(3.8)
HQ = - 2 ( ι / T ) + 2κ log(log(T)) / T
(3.9)
3.3.4.3.Uji Stabilitas VAR Metode analisis yang akan digunakan untuk melakukan analisis pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia adalah analisis impuls respon (IRF) dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat (FEVD). Kedua analisis tersebut dapat digunakan setelah uji stabilitas VAR dilakukan. Melalui VAR stability condition check, dengan menghitung akar-akar fungsi polinominal atau roots of characteristic polinominal. Jika semua akar dari fungsi polinominal tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya < 1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid.
3.3.5. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi dilakukan untuk menentukan kointegrasi antar variabel yang tidak stasioner, dimana kombinasi linear dari dua atau lebih variabel yang
51
tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner, sesuai dengan konsep kointegrasi yang dikemukakan oleh Engle dan Granger dalam Enders (2004). Kointegrasi ini dapat diinterpretasikan sebagai hubungan jangka panjang antar variabel yang telah memenuhi persyaratan selama proses integrasi yaitu dimana semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat 1, I(1). Uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen, secara matematis ditunjukkan dengan persamaan berikut: ∆yt = β0 + ∏ yt-1 +
i ∆yt-1 + εt
(3.9)
Dengan pengujian hipotesis yaitu H0 = tidak terkointegrasi dengan hipotesis alternatifnya yaitu H1 = kointegrasi, dimana jika trace statistic > critical value, maka akan tolak H0 atau terima H1 yang artinya terjadi kointegrasi. Analisis Vector Error Correction Model (VECM) dapat dilanjutkan setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui.
3.3.6. Innovation Accounting 3.3.6.1.Impulse Response Function (IRF) Impulse Response Function (IRF) merupakan salah satu instrumen VECM yang digunakan untuk menunjukkan bagaimana shock yang diberikan kepada suatu variabel endogen dapat berpengaruh terhadap variabel endogen lainnya. Menurut Pindyk dan Rubinfeld dalam Ayuniyyah (2010), IRF adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan respon suatu variabel endogen terhadap guncangan tertentu karena sebenarnya guncangan variabel misalnya ke-i tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i itu saja tetapi ditransmisikan kepada semua variabel endogen lainnya melalui struktur dinamis atau struktur lag dalam VAR. IRF mengukur pengaruh suatu shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di masa yang akan datang (Firdaus, 2011). Tujuan dari IRF adalah untuk mengisolasi guncangan agar lebih spesifik, yang artinya suatu variabel dapat dipengaruhi oleh guncangan tertentu. Analisis Impulse Response Function (IRF) dalam penelitian ini dilakukan untuk menilai respon dinamik dari variabel FD, jika terjadi guncangan (shock) pada variabel Trade, IR, GDP, dan RER.
52
3.3.6.2.Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Instrumen kedua dari VECM adalah analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). FEVD berfungsi untuk memprediksi kontribusi setiap variabel terhadap guncangan atau perubahan variabel tertentu (Ascarya, 2009). Metode FEVD mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR, dimana dapat dilihat kekuatan dan kelemahan dari setiap variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. FEVD menghasilkan informasi mengenai relatif pentingnya masing-masing inovasi acak atau seberapa kuat komposisi dari peranan variabel tertentu terhadap variabel lainnya (Hasanah dalam Ayuniyyah, 2010). Menurut Firdaus (2011), FEVD merupakan metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. FEVD merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Dengan menghitung presentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain maka akan dapat dilihat seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain. Peramalan dekomposisi varian dalam penelitian ini digunakan untuk melihat seberapa besar inovasi dari variabel Trade, IR, GDP dan RER dalam menjelaskan pinjaman luar negeri sebagai variabel endogen.
53
3.4.
Mekanisme Analisis Olah Data Proses analisis VAR dan VECM dapat dilihat pada Gambar 3.1. Data Transformation (Natural Log)
Stationary at Level [I(0)]
No
Yes
Unit Root Test
Yes
Correlation Test Between Error
high hh
low
Var Level
L-term
Stationary at first Difference [I(1)]
Cointegra -tion Test
L-term
Optimal Order
No
VAR 1st Difference
VECM S-term
S-Var
Data Exploration
S-term (K-1)
L-term Order
Cointegration Rank
Order
Innovation Accounting
IRF
FEVD
Sumber: Ascarya, 2009
Gambar 3.1. Proses Analisis VAR dan VECM Secara sederhana, proses analisis VAR dan VECM melalui beberapa tahap. Pertama, saat data dasar telah siap, data ditransformasi ke bentuk logaritma natural (ln). Lalu, uji awal yang dilakukan adalah unit roots test, untuk mengetahui apakah data stasioner atau masih mengandung akar unit. Jika data stasioner di level, maka VAR dapat dilakukan pada level dan dapat mengestimasi hubungan jangka panjang antar variabel. Jika data tidak stasioner pada level, maka data harus diturunkan pada tingkat pertama (first difference) yang mencerminkan data selisih atau perubahan. Keberadaan kointegrasi antar variabel pada data dapat diuji jika data stasioner pada turunan pertama. Jika tidak ada kointegrasi antar
54
variabel, maka VAR hanya dapat dilakukan pada turunan pertamanya dan hanya dapat mengestimasi hubungan jangka pendek antar variabel, sehingga innovation accounting tidak akan bermakna untuk hubungan antar variabel dalam jangka panjang. Sedangkan, jika terdapat kointegrasi antar variabel, maka VECM dapat dilakukan menggunakan data tingkat pertama untuk mengestimasi hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antar variabel. Innovation accounting untuk VAR dan VECM akan bermakna untuk hubungan jangka panjang (Ascarya, 2009).
3.5.
Model Penelitian Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut: Model umum: FDt = f ( TRADEt, LIBORt, GDPt, RERt ) Model dalam bentuk matriks:
=
+
+
dimana, Ln_FD
= Pinjaman luar negeri (dalam US$),
TADE
= Trade Openness (dalam %),
LIBOR
= Suku Bunga Internasional Riil (dalam %),
Ln_GDP
= Produk Domestik Bruto (dalam US$),
Ln_ RER
= Nilai Tukar riil Rupiah terhadap CPI US (dalam US$),
ci
= Konstanta,
aij
= Koefisien Lag Peubah ke-j untuk Persamaan ke-i
eit
= Galat. Semua data estimasi yang digunakan dalam VAR adalah dalam bentuk
logaritma natural (ln) kecuali data yang sudah dalam bentuk persen atau data tersebut memiliki koefisien yang negatif (sangat kecil) yang tidak mungkin untuk
55
diubah dalam bentuk logaritma natural (Sims dalam Enders, 2004). Salah satu alasannya adalah untuk memudahkan analisis, karena baik dalam impulse respons maupun variance decomposition, pengaruh shock dilihat dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk presentase. Semua variabel dalam metode VAR adalah variabel endogen, sehingga dalam model penelitian ini dapat dilihat hubungan saling ketergantungan antara semua variabel.
56
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode analisis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode Vector Auto Regression (VAR) dan dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM).
4.1.
Uji Akar Unit (Unit Root Test) Data variabel ekonomi banyak menggunakan data time series, dimana data
tersebut sering menimbulkan permasalahan terkait dengan stasioneritas. Data yang stasioner adalah data yang menyebar pada rataan dan simpangan baku tertentu. Hampir 95 persen data ekonomi tidak stasioner, oleh karena itu dilakukanlah pengujian terlebih dahulu terhadap kestasionerannya. Tahapan pengujiannya dimulai dengan menguji apakah data dalam model mengandung akar-akar unit (unit root) atau tidak melalui uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Model yang mengandung unit root akan menimbulkan ketidakvalidan serta menghasilkan spurious regression atau regresi lancung (Firdaus, 2011). Spurious regression merupakan data dengan R2 tinggi, t statistik dan f statistik signifikan tetapi dw relatif kecil yaitu < 0,5. Regresi tersebut terlihat bagus namun pada kenyataannya tidak dan hasilnya tidak dapat diinterpretasikan secara ekonomi. Uji Augmented Dickey Fuller (ADF) merupakan tahap awal sebelum masuk pada tahapan analisis VAR, kriteria uji ADF ini adalah dengan membandingkan nilai ADF dengan nilai kritis Mc Kinnon. Hipotesis dalam pengujian ADF adalah sebagai berikut: H0 : δ = 0 (data tidak stasioner atau mengandung unit root) H1 : δ < 0 (data stasioner) Apabila nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon, maka hipotesis akan tolak H0 dan data tersebut dikatakan stasioner (tidak mengandung unit root), begitu juga sebaliknya. Apabila nilai ADF statistik lebih besar dari nilai kritis Mc Kinnon maka hipotesis yang akan dihasilkan adalah tidak tolak H0 atau terima H1 dan data tersebut tidak stasioner (mengandung unit root).
57
Tabel 4.1. Hasil Uji Augmented Dickey Fuller (ADF) pada Tingkat Level Nilai Kritis Mc Kinnon Nilai Variabel Keterangan ADF 1% 5% 10% FD -1.444995 -3.752946 -2.998064 -2.638752 Tidak Stasioner Trade -3.111637 -3.737853 -2.991878 -2.635542 Stasioner LIBOR -2.270932 -3.752946 -2.998064 -2.638752 Tidak Stasioner GDP -1.261362 -3.737853 -2.991878 -2.635542 Tidak Stasioner RER -2.125804 -3.737853 -2.991878 -2.635542 Tidak Stasioner Sumber: Lampiran 1, data diolah
Hasil dari uji ADF pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa variabel Foreign Debt, LIBOR, GDP, RER tidak stasioner pada tingkat level karena nilai ADF lebih besar dari Nilai Kritis Mc Kinnon sedangkan variabel Trade Openness sudah stasioner pada level dengan tingkat kritis 1%, 5%, 10%. Variabel yang tidak stasioner pada level harus dilanjutkan dengan uji ADF pada tingkat first difference hingga data yang digunakan menjadi stasioner. Tabel 4.2. Hasil Uji Augmented Dickey Fuller (ADF) pada First Difference Nilai Kritis Mc Kinnon Variabel Nilai ADF Keterangan 1% 5% 10% FD -3.210575 -3.752946 -2.998064 -2.638752 Stasioner Trade -3.111637 -3.737853 -2.991878 -2.635542 Stasioner LIBOR -4.462046 -3.808546 -3.020686 -2.650413 Stasioner GDP -3.249702 -3.752946 -2.998064 -2.638752 Stasioner RER -5.557068 -3.752946 -2.998064 -2.638752 Stasioner Sumber: Lampiran 1, data diolah
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa semua variabel sudah stasioner pada taraf nyata lima persen. Hal tersebut dilihat dari nilai ADF yang lebih kecil dari Nilai Kritis Mc Kinnon. Penggunaan data first difference akan menghilangkan informasi jangka panjang. Oleh karena itu, digunakan data level sehingga model VAR akan dikombinasikan dengan model VECM.
4.2.
Uji Lag Optimal Tahap ke dua dalam metode VAR adalah penentuan lag optimal. Tahap ini
diperlukan karena lag dari variabel endogen akan digunakan sebagai variabel eksogen. Jumlah lag yang terlalu pendek dapat memberikan spesifikasi yang salah, sedangkan lag yang terlalu panjang dapat mengurangi derajat bebas dan jumlah observasi. Kriteria yang digunakan dalam penentuan lag optimal antara lain; Akaike Information Criteria (AIC), Final Prediction Error (FPE), HannanQuinn Information Criterion (HQ), dan Schwarz Information Criterion (SC).
58
Jumlah lag yang optimal dalam penelitian ini didasarkan pada nilai Schwarz Information Criterion (SC) yang terkecil atau minimum. Tabel 4.3. menunjukkan bahwa lag optimal terdapat pada lag satu dengan nilai SC terkecil yaitu 2,376224. dengan demikian lag yang digunakan dalam model VECM adalah lag satu. Tabel 4.3. Hasil Pengujian Lag Optimal Lag LogL LR FPE 0 -99.71983 NA 0.006201 1 19.70583 176.5423* 1.79e-06* 2 47.86303 29.38142 1.96E-06
AIC 9.106072 0.895145 0.620606*
SC HQ 9.352919 9.168153 2.376224* 1.267632* 3.335918 1.303499
Sumber: Lampiran 2, data diolah Keterangan: * lag optimal
4.3.
Uji Stabilitas VAR Tahapan ke tiga dalam data time series adalah uji stabilitas VAR. Uji ini
dilakukan untuk melihat apakah model VAR stabil atau tidak. Pengujian stabilitas VAR perlu dilakukan guna melihat validitas dalam analisis Impulse Response Function (IRF) dan juga Variance Decompotition (FEVD). Kestabilan model VAR dalam uji ini dilihat dari nilai modulus dari seluruh roots of characteristic polynominal yang kurang dari satu (Gujarati,2003). Tabel 4.4. memperlihatkan bahwa model VAR yang digunakan dalam penelitian ini stabil pada lag optimalnya yaitu lag satu karena nilai modulus dari seluruh roots memiliki nilai kurang dari satu. Tabel 4.4. Hasil Uji Stabilitas VAR Root 0.914128 – 0.331382i 0.914128 + 0.331382i 0.945187 0.456167 – 0.730201i 0.456167 + 0.730201i -0.077177 – 0.606632i -0.077177 + 0.606632i -0.573965 -0.19571 0.118339 Sumber: Lampiran 3, data diolah
Modulus 0.97234 0.97234 0.945187 0.860977 0.860977 0.611522 0.611522 0.573965 0.195710 0.118339
59
4.4.
Uji Kointegrasi Uji kointegrasi dapat dilakukan apabila seluruh variabel telah stasioner
pada derajat yang sama yaitu derajat I(1) atau stasioner pada tingkat first difference. Uji ini digunakan untuk melihat jumlah persamaan yang tekointegrasi dalam model dan untuk melihat apakah metode VECM dapat digunakan atau tidak. Metode VECM dapat digunakan dalam analisis, jika terdapat lebih dari nol rank kointegrasi. Hasil uji kointegrasi menggunakan Johanssen’s Trace Statistic Test dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Hasil Uji Kointegrasi Johanssen Hypothesized No. of Trace CE(s) Eigenvalue Statistic None * 0.924871 127.3451 At most 1 * 0.681811 67.80839 At most 2 0.558749 41.47085 At most 3 0.448312 22.65359 At most 4 0.323056 8.973826
0.05 Critical Value 88.80380 63.87610 42.91525 25.87211 12.51798
Prob.** 0.0000 0.0225 0.0693 0.1195 0.1820
Sumber: Lampiran 4, data diolah
Jumlah
persamaan
yang
terkointegrasi
dapat
dilihat
dengan
membandingkan nilai Trace Statistic dengan nilai Kritis lima persen. Apabila nilai Trace Statistic lebih besar dari nilai kritis yang digunakan maka sebuah persamaan dapat dinyatakan terkointegrasi. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat dua persamaan yang terkointegrasi.
4.5.
Uji Kausalitas Granger Analisis hubungan kausalitas dari setiap variabel dapat dilihat dalam uji
kausalitas granger. Dalam penelitian ini, uji kausalitas dilakukan dengan menggunakan Granger Causality dengan hipotesis awal (H0) tidak ada hubungan kausalitas dan hipotesis alternatifnya (H1) terdapat hubungan kausalitas. Kriteria penolakan H0 adalah dengan melihat nilai probabilitas yang lebih kecil dari nilai kritis yang ditentukan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.
60
Tabel 4.6. Hasil Granger Causality Test Peubah Tak Bebas Peubah Bebas FD TRADE LIBOR FD GDP LIBOR FD RER LIBOR
Probability 0.0693** 0.0413* 0.0905** 0.0343* 0.0363* 0.0506**
Sumber: Lampiran 5, data diolah Keterangan: * signifikan pada α = 5% ** signifikan pada α = 10%
Hasil uji kausalitas pada Tabel 4.6. menunjukkan bahwa hanya terdapat hubungan satu arah antar variabel yaitu variabel TRADE, GDP, dan RER yang mempunyai pengaruh terhadap variabel FD dan LIBOR secara signifikan pada taraf nyata lima persen dan sepuluh persen.
4.6.
Hasil Estimasi VECM Variabel yang tidak stasioner pada tingkat level tetap dapat dilakukan
estimasi VECM jika terdapat minimal satu persamaan yang terkointegrasi. Estimasi VECM ini dilakukan untuk menghindari kehilangan informasi jangka panjang akibat variabel yang tidak stasioner. VECM menunjukkan hubungan keseimbangan jangka pendek dan jangka panjang antara liberalisasi perdagangan terhadap beban utang luar negeri Indonesia. Variabel dependennya adalah utang luar negeri Indonesia (FD), sedangkan variabel independennya adalah TRADE, LIBOR, RER, dan GDP. Tabel 4.7. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Jangka Pendek Variabel Koefisien CointEq1 -0.503678 D(FD(-1)) 0.518870 D(GDP(-1)) 0.015223 D(RER(-1)) -0.077375 D(TRADE(-1)) -0.000233 D(LIBOR(-1)) -0.004184 C -0.014511 Sumber: Lampiran 6, data diolah Keterangan: * signifikan pada α = 5%
T-statistik 2.57344* 2.52143* 0.02699 0.34103 0.8089 0.43927 2.66468
61
Hasil estimasi VECM dalam jangka pendek menunjukkan bahwa hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia, yaitu variabel utang luar negeri (FD) lag pertama. Sedangkan variabel lain yaitu GDP lag pertama, RER lag pertama, TRADE lag pertama, dan LIBOR lag pertama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia dalam jangka pendek. Hasil signifikansi tersebut dilihat dari nilai |T-statistik| yang harus lebih besar dari dua. Selain itu dengan nilai kointegrasi kesalahan yang signifikan dan bernilai negatif sebesar -0,50 persen maka dinyatakan bahwa terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang. FD lag pertama berpengaruh signifikan terhadap FD itu sendiri pada taraf nyata lima persen secara positif sebesar 0,518870, artinya jika utang luar negeri Indonesia lag pertama mengalami peningkatan sebesar satu persen maka utang luar negeri Indonesia saat ini akan mengalami peningkatan sebesar 0,518870 persen. Utang luar negeri periode sebelumnya yang meningkat menyebabkan utang luar negeri saat ini juga mengalami peningkatan, hal ini disebabkan oleh jumlah utang luar negeri yang semakin terakumulasi ditambah dengan beban bunga utang yang harus dibayar. Dengan demikian apabila pemerintah Indonesia terus melakukan pinjaman dari luar negeri maka akan berdampak pada peningkatan jumlah utang luar negeri Indonesia untuk periode selanjutnya. Peningkatan akumulasi utang luar negeri Indonesia disebabkan oleh manajemen pengelolaan utang luar negeri Indonesia yang kurang baik. Menurut Harinowo (2004), jika dilihat asalnya, utang pemerintah Indonesia tidak hanya dari utang luar negeri tapi juga merupakan campuran antara utang luar negeri dan domestik. Oleh karena itu, pengelolaan utang harus mempertimbangkan berbagai variabel makro dan internasional seperti tingkat bunga, nilai tukar dan inflasi. Berdasarkan kajian direktorat internasional BI 2009, pengelolaan utang yang tidak tepat dapat berisiko meningkatkan biaya atas perekonomian. Para investor cenderung akan menetapkan risk premium sebagai biaya tambahan atas ketidakpastian dalam kerangka kerja kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi. Dengan demikian, pengelolaan utang pemerintah secara tidak tepat akan dapat meningkatkan risk premium pinjaman luar negeri pemerintah. Peningkatan risk
62
premium dapat dilihat dari pandangan negatif investor yang pada akhirnya dapat mengakibatkan instabilitas pasar keuangan domestik dan meningkatkan kerentanan terhadap gangguan sektor keuangan. Kebijakan pengelolaan utang tidak hanya mencakup masalah pinjaman dan alokasi. Dalam pemanfaatan sumber pembiayaan negara, perlu memperhatikan aspek-aspek manajemen risiko dan analisa biaya dengan baik. Hal ini berkaitan dengan perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh setiap negara debitur. Minimalisasi biaya dapat dilakukan dengan cara penggunaan instrumen dan teknik penjualan yang inovatif. Sedangkan untuk mencapai tingkat risiko yang aman, manajemen risiko yang bersifat prudensial juga dirasakan penting sekali bagi pengelola utang (debt manager). Portofolio utang pemerintah umumnya merupakan portofolio keuangan terbesar di suatu negara dengan struktur keuangan dan risiko yang kompleks dan berisiko yang dapat menimbulkan risiko substansial terhadap balance sheet milik pemerintah dan stabilitas keuangan Negara. Di samping itu, menurut IMF dan World Bank 2003, portofolio utang pemerintah juga rentan terhadap kemungkinan gagal bayar dan besarnya kerugian yang mungkin akan ditanggung pemerintah sehingga menyebabkan akumulasi utang luar negeri yang semakin meningkat. Tabel 4.8. Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Jangka Panjang Variabel Koefisien GDP(-1) 2.997716 RER(-1) 1.14683 TRADE(-1) -0.012415 LIBOR(-1) -0.005226
T-statistik 23.7031* 9.84002* 3.94912* 0.97889
Sumber: Lampiran 6, data diolah Keterangan: * signifikan pada α = 5%
Hasil
estimasi
model
VECM
pada
persamaan
jangka
panjang
menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel yang signifikan yaitu Gross Domestic Product (GDP) lag pertama, Real Exchange Rate (RER) lag pertama, dan trade openness (TRADE) lag pertama, sedangkan international interest rate (LIBOR) lag pertama tidak signifikan pada jangka panjang. Gross Domestic Product (GDP) lag pertama pada jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia (FD) pada tingkat
63
lima persen secara positif sebesar 2,997716, artinya jika GDP meningkat satu persen maka FD mengalami peningkatan sebesar 2,997716 persen. Hasil estimasi ini sesuai dengan identitas (2.1) dan identitas (2.2), dimana GDP merupakan komponen dari konsumsi, pengeluaran pemerintah, pajak, investasi, tabungan, eskpor dan impor. Setiap kenaikan dari pengeluaran pemerintah (G) dan investasi (I), maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan GDP namun berdampak pada defisit anggaran pemerintah serta defisit tabungan dan investasi yang tinggi dan menyebabkan utang luar negeri Indonesia juga meningkat sesuai dengan identitas (2.5) sebagai berikut: Dt = ( I – S)t + (G – T)t +DSt – NFLt + Rt + NOLt
(2.5)
Identitas (2.5) ini menunjukkan bahwa selain untuk membiayai defisit transaksi berjalan, utang luar negeri juga dibutuhkan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah, serta kesenjangan tabungan dan investasi. Dengan demikian, apabila G dan I meningkat akan meningkatkan GDP dan juga akan meningkatkan utang luar negeri Indonesia. Real Exchange Rate (RER) lag pertama pada jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia (FD) pada tingkat lima persen secara positif sebesar 1,14683, artinya jika RER meningkat satu persen maka FD mengalami peningkatan sebesar 1,14683 persen. Teori ekonomi menyatakan bahwa apabila terjadi depresiasi mata uang Rupiah terhadap Dollar AS maka akan berdampak pada peningkatan jumlah Rupiah yang harus dikeluarkan untuk membayar setiap Dolar utang luar negeri Indonesia. Hal ini menyebabkan jumlah utang luar negeri Indonesia semakin meningkat, begitu juga sebaliknya. Namun, fakta menunjukkan bahwa jumlah utang luar negeri Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya baik pada saat Rupiah terdepresiasi atau terapresiasi. Hal ini dikarenakan pemerintah lebih berorientasi pada defisit anggaran yang harus dibiayai oleh utang luar negeri, sehingga jumlah utang luar negeri Indonesia selalu meningkat. Trade openness (TRADE) lag pertama pada jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia (FD) pada tingkat lima persen secara negatif sebesar 0,012415, artinya jika TRADE meningkat satu persen maka FD akan menurun sebesar 0,012415 persen. Liberalisasi perdagangan mempunyai
64
hubungan yang negatif terhadap beban utang luar negeri, yaitu apabila terjadi peningkatan liberalisasi perdagangan maka akan terjadi penurunan utang luar negeri Indonesia. Hal ini dikarenakan liberalisasi perdagangan akan meningkatkan kegiatan ekspor dan impor dimana suatu negara dapat dengan bebas melakukan kegiatan ekspor ke negara lain tanpa ada hambatan tarif maupun non tarif dan akan meningkatkan devisa suatu negara . Menurut Auboin (2004), liberalisasi perdagangan dapat meningkatkan alokasi sumber daya pada tingkat nasional dan internasional, dan dapat meningkatkan ketahanan terhadap guncangan eksternal. Apabila liberalisasi perdagangan memerhatikan kebutuhan khusus negara berkembang, mereka juga bisa mendapatkan keuntungan dari liberalisasi perdagangan tersebut. Namun, apabila Indonesia belum mempunyai daya saing terhadap barang dan jasa asing yang masuk ke pasar domestik, liberalisasi perdagangan justru membuat pasar dalam negeri melimpah akan produk impor dari negara lain dan hal ini akan menurunkan net eskpor dan meningkatkan utang luar negeri Indonesia. Variabel international interest rate (LIBOR) lag pertama pada jangka panjang berpengaruh tidak signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia (FD) pada tingkat lima persen secara negatif sebesar 0,005226, artinya jika LIBOR meningkat satu persen maka FD akan menurun sebesar 0,012415 persen. Suku bunga internasional yang mengalami peningkatan menyebabkan Indonesia mengurangi jumlah utang luar negerinya. Hal ini disebabkan karena suku bunga yang tinggi akan membebankan pemerintah Indonesia atas modal yang dipinjam dari luar negeri yang harus dikembalikan dengan jumlah yang lebih tinggi seiring dengan peningkatan suku bunga, sehingga mengurangi keinginan pemerintah Indonesia untuk melakukan pinjaman dari luar negeri.
4.7.
Analisis Impuls Response Function (IRF) IRF mengukur pengaruh suatu guncangan pada suatu waktu kepada
inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di masa yang akan datang (Firdaus, 2011). Analisis Impulse Response Function (IRF) dalam penelitian ini dilakukan untuk menilai respon dinamik dari variabel utang luar negeri (FD), jika terjadi guncangan (shock) pada variabel Gross Domestic Product (GDP), Real
65
Exchange Rate (RER), trade openness (TRADE), dan international interest rate (LIBOR). Sumbu vertikal menujukkan nilai koefisien hasil peramalan, sedangkan sumbu horizontal menunjukkan rentang periode peramalan. Gambar 4.1. menunjukkan respon FD terhadap Guncangan FD itu sendiri, GDP, RER, TRADE, dan LIBOR. Respon FD terhadap FD itu sendiri berfluktuatif dari periode awal hingga periode ke-36 dan secara keseluruhan direspon positif. Artinya, jika terjadi peningkatan utang luar negeri periode sebelumnya maka akan meningkatkan utang luar negeri Indonesia periode selanjutnya. Utang luar negeri (FD) sangat cepat merespon guncangan GDP secara berfluktuatif dari awal periode peramalan dan direspon stabil dimulai dari periode ke-39 hingga periode akhir peramalan. Dari periode awal hingga periode akhir guncangan GDP secara keseluruhan direspon positif oleh FD artinya, jika GDP diberikan guncangan maka akan meningkatkan FD hingga mencapai titik puncak 0,08 standar deviasi. Oleh sebab itu bila terdapat guncangan pada GDP, FD akan merespon dengan cepat. Respon FD terhadap guncangan RER direspon negatif secara keseluruhan dari periode awal peramalan hingga periode akhir peramalan. Respon yang diberikan FD tidak terlalu signifikan atau fluktuasinya relatif kecil dan stabil pada periode ke-29 peramalan. Respon ini tidak sesuai dengan hasil estimasi VECM terhadap variabel RER pada jangka panjang yang menunjukkan hubungan yang positif, sedangkan pada hasil IRF menunjukkan fluktuasi yang negatif. Guncangan TRADE terhadap FD direspon negatif secara keseluruhan dari periode awal peramalan hingga periode akhir peramalan. Respon yang diberikan berfluktuatif dan stabil pada periode ke-17 peramalan. Respon negatif yang diberikan oleh FD terhadap guncangan TRADE menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan TRADE maka akan mengurangi penerimaan devisa dari kegiatan perdagangan tersebut dan akan berdampak terhadap peningkatkan utang luar negeri Indonesia. Guncangan LIBOR terhadap FD direspon negatif secara keseluruhan dari periode awal peramalan hingga periode akhir peramalan. Respon yang diberikan tidak terlalu berfluktuatif dan sudah stabil pada periode ke-28 peramalan. Suku bunga internasional yang tinggi mengurangi keinginan pemerintah Indonesia
66
untuk melakukan pinjaman luar negeri sehingga memberikan respon yang negatif. Hasil IRF tersebut menunjukkan bahwa dari kelima guncangan yang diberikan kepada FD, respon FD terhadap guncangan LIBOR memberikan respon yang lebih cepat mencapai kestabilan. Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of FD to FD
Response of FD to GDP
.08
.08
.04
.04
.00
.00
-.04
-.04 5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
Response of FD to RER
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of FD to TRADE
.08
.08
.04
.04
.00
.00
-.04
-.04 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
Response of FD to LIBOR
.08
.04
.00
-.04 5
10
15
20
25
30
35
40
Sumber: Lampiran 7, data diolah
Gambar 4.1. Respon FD terhadap Guncangan FD, GDP, RER, TRADE, dan LIBOR
67
4.8.
Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) FEVD berfungsi untuk memprediksi kontribusi setiap variabel terhadap
guncangan atau perubahan variabel tertentu (Ascarya, 2009). Peramalan dekomposisi varian dalam penelitian ini digunakan untuk melihat seberapa besar inovasi dari variabel TRADE, IR, GDP dan RER dalam menjelaskan pinjaman luar negeri sebagai variabel endogen. Tabel 4.9. Dekomposisi Varians Foreign Debt Guncangan (%) Periode S.E. FD GDP RER 1 0.062231 100 0 0 5 0.244268 73.82307 24.02701 0.482498 10 0.380812 70.44944 26.97191 0.80973 15 0.479643 69.55957 27.75153 0.892019 20 0.561498 69.12192 28.13801 0.93202 25 0.632838 68.87476 28.35604 0.954813 30 0.696916 68.71463 28.49716 0.969707 35 0.755578 68.60251 28.59596 0.980126 40 0.810002 68.51945 28.66916 0.987844 45 0.860993 68.45549 28.72552 0.993787 50 0.909129 68.40471 28.77027 0.998505
TRADE 0 0.662361 0.371469 0.279755 0.237896 0.213523 0.197813 0.186772 0.178605 0.172314 0.16732
LIBOR 0 1.005056 1.397442 1.517124 1.570155 1.60086 1.62069 1.63463 1.644943 1.652887 1.659193
Sumber: Lampiran 8, data diolah
Pada tahun pertama guncangan FD dipengaruhi oleh dirinya sendiri sebesar 100 persen. Pada tahun ke-5 guncangan FD dipengaruhi oleh dirinya sendiri sebesar 73,82 persen, kontribusi dari GDP sebesar 24,03 persen, kontribusi dari RER sebesar 0,48, kontribusi dari TRADE sebesar 0,66 persen, serta kontribusi dari LIBOR sebesar 1,005 persen. Kontribusi dari variabel lain pada tahun ke-10 bervariasi, dimana GDP memberikan kontribusi sebesar 26,97 persen, FDI dipengaruhi oleh diri sendiri sebesar 70,45 persen, RER sebesar 0,81 persen, kontribusi dari TRADE sebesar 0,37 persen, serta kontribusi dari LIBOR sebesar 1,40 persen. Guncangan FD pada tahun ke-15 hingga tahun ke-50 secara keseluruhan lebih dipengaruhi oleh dirinya sendiri namun mengalami penurunan dari kontribusi sebesar 69,56 persen hingga 68,40 persen. GDP memberikan peningkatan kontribusi dalam rentang 27,75 persen hingga 28,77 persen, RER sebesar 0,89 persen hingga 0,99 persen, TRADE dalam rentang 0,28 persen hingga 0,17 persen, dan LIBOR mengalami kenaikan sebesar 1,52 persen hingga
68
1,66 persen. Variabel FD yang dipengaruhi oleh guncangan FD sendiri memberikan proporsi kontribusi yang relatif lebih tinggi dari tahun awal hingga akhir tahun peramalan, dan variabel makroekonomi lain yang memberikan kontribusi terbesar kedua adalah variabel GDP, dan diikuti oleh variabel RER, TRADE, dan LIBOR hingga kuartal ke-50.
Variance Decomposition of FD: 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1
5
10 LIBOR
15
20 TRADE
25 RER
30
35 GDP
40
45
FD
Gambar 4.2. Variance Decomposition dari Foreign Debt
50
69
V.
5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai Pengaruh
Liberalisasi Perdagangan terhadap Beban Utang Luar Negeri Indonesia, maka dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan permasalahan, yakni sebagai berikut. Liberalisasi perdagangan mempunyai pengaruh yang berhubungan negatif terhadap beban utang luar negeri Indonesia, artinya jika perdagangan semakin diliberalisasikan maka jumlah utang luar negeri Indonesia semakin berkurang karena ada kesempatan bagi para eksportir dalam negeri untuk meningkatkan kegiatan ekspornya sehingga menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk membayar utang luar negeri Indonesia. Hasil estimasi VECM dalam jangka pendek menunjukkan bahwa hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia, yaitu variabel utang luar negeri (FD) lag pertama. Sedangkan variabel lain yaitu GDP lag pertama, RER lag pertama, TRADE lag pertama, dan LIBOR lag pertama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia dalam jangka pendek. Hasil
estimasi
model
VECM
pada
persamaan
jangka
panjang
menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel yang signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia yaitu Gross Domestic Product (GDP) lag pertama, Real Exchange Rate (RER) lag pertama, dan trade openness (TRADE) lag pertama, sedangkan international interest rate (LIBOR) lag pertama tidak signifikan pada jangka panjang. Gross Domestic Product (GDP) lag pertama pada jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia (FD) secara positif. Hasil estimasi ini sesuai dengan identitas (2.1) dan identitas (2.2), dimana GDP merupakan komponen dari konsumsi, pengeluaran pemerintah, pajak, investasi, tabungan, eskpor dan impor. Setiap kenaikan dari pengeluaran pemerintah (G) dan investasi (I), maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan GDP namun berdampak pada defisit anggaran pemerintah serta defisit tabungan dan investasi
70
yang tinggi dan menyebabkan utang luar negeri Indonesia juga meningkat sesuai dengan identitas (2.5). Real Exchange Rate (RER) lag pertama pada jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia (FD) secara positif. Teori ekonomi menyatakan bahwa apabila terjadi depresiasi mata uang Rupiah terhadap Dollar AS maka akan berdampak pada peningkatan jumlah Rupiah yang harus dikeluarkan untuk membayar setiap Dolar utang luar negeri Indonesia. Hal ini menyebabkan jumlah utang luar negeri Indonesia semakin meningkat, begitu juga sebaliknya. Namun, fakta menunjukkan bahwa jumlah utang luar negeri Indonesia selalu meningkat setiap tahunnya baik pada saat Rupiah terdepresiasi atau terapresiasi. Hal ini dikarenakan pemerintah lebih berorientasi pada defisit anggaran yang harus dibiayai oleh utang luar negeri, sehingga jumlah utang luar negeri Indonesia selalu meningkat. Trade openness (TRADE) lag pertama pada jangka panjang berpengaruh signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia (FD) secara negatif Liberalisasi perdagangan mempunyai hubungan yang negatif terhadap beban utang luar negeri, yaitu apabila terjadi peningkatan liberalisasi perdagangan maka akan terjadi penurunan utang luar negeri Indonesia. Hal ini dikarenakan liberalisasi perdagangan akan meningkatkan kegiatan ekspor dan impor dimana suatu negara dapat dengan bebas melakukan kegiatan ekspor ke negara lain tanpa ada hambatan tarif maupun non tarif dan akan meningkatkan devisa suatu negara . Variabel international interest rate (LIBOR) lag pertama pada jangka panjang berpengaruh tidak signifikan terhadap utang luar negeri Indonesia (FD) secara negatif. Suku bunga internasional yang mengalami peningkatan menyebabkan Indonesia mengurangi jumlah utang luar negerinya. Hal ini disebabkan karena suku bunga yang tinggi akan membebankan pemerintah Indonesia atas modal yang dipinjam dari luar negeri yang harus dikembalikan dengan jumlah yang lebih tinggi seiring dengan peningkatan suku bunga, sehingga mengurangi keinginan pemerintah Indonesia untuk melakukan pinjaman dari luar negeri. Pengaruh guncangan yang diberikan kepada FD dari variabel TRADE dan variabel makroekonomi lain (GDP, RER, LIBOR) menunjukkan fakta bahwa
71
variabel-variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap utang luar negeri Indonesia (FD). Hasil estimasi IRF menunjukkan bahwa guncangan GDP akan memengaruhi fluktuasi utang luar negeri Indonesia (FD) hingga kisaran tahun ke39, guncangan variabel RER memengaruhi hingga tahun ke-29, LIBOR memengaruhi hingga tahun ke-17, dan guncangan TRADE memengaruhi FD hingga tahun ke-28 peramalan. Hasil analisis Variance Decomposition menunjukkan bahwa variabel utang luar negeri Indonesia (FD) sangat dipengaruhi oleh perubahan FD itu sendiri, dan perubahan variabel makroekonomi lain yang paling memengaruhi FD adalah perubahan GDP. Dan perubahan LIBOR, RER, dan TRADE mempunyai pengaruh yang relatif kecil terhadap variabel utang luar negeri Indonesia (FD).
5.2.
Saran Pemerintah Indonesia sebaiknya menghentikan pinjaman luar negeri untuk
membiayai pengeluaran pemerintah dan diperlukan efisiensi pengeluaran untuk membiayai pembangunan, serta perlu ada optimalisasi pendapatan. Apabila utang luar negeri Indonesia sudah melewati titik batas (debt overhang), peningkatan utang luar negeri justru akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia (kurva laffer utang).
Kementerian keuangan harus menetapkan batas maksimum pinjaman (BMP) utang luar negeri yaitu sebesar 6,1 miliar US$ per tahun. Kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah guna mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri tersebut adalah dengan memanfaatkan liberalisasi perdagangan yaitu dengan melakukan kegiatan ekspor ke pasar internasional yang sudah bebas dari hambatan tarif maupun non tarif. Perdagangan yang semakin liberal mengharuskan barang dan jasa Indonesia dapat berdaya saing dengan barang impor baik dari segi harga maupun kualitas. Untuk meningkatkan ekspor, pemerintah harus melakukan depresiasi terhadap mata uang Rupiah supaya harga barang dalam negeri lebih murah dibanding harga internasional sehingga ekspor meningkat dan dapat menghasilkan devisa yang digunakan untuk membiayai pembangunan nasional maupun untuk membayar utang luar negeri Indonesia.
72
Pemerintah harus menjaga prinsip pengelolaan utang luar negeri yang baik dan pruden dengan menjaga rasio utang luar negeri terhadap produk domestik bruto sebesar 22 persen. Pengelolaan utang harus mempertimbangkan berbagai variabel makro seperti tingkat bunga, nilai tukar dan GDP dan harus ada manajemen risiko dengan kebijakan makroprudensial lalu lintas modal yang diarahkan untuk mendukung kebijakan nilai tukar. Penerapan kembali batas posisi utang luar negeri (ULN) jangka pendek, merupakan instrumen makroprudensial yang juga terkait dengan pengelolaan arus modal. Pemerintah harus melakukan analisa risiko dan analisa biaya dari utang luar negeri tersebut dengan baik dan benar supaya utang tersebut dapat digunakan untuk kegiatan pembangunan dan infrastruktur yang produktif. Pemerintah juga diharapkan dapat merubah kebijakan pengelolaan utang lama, karena apabila tetap mengikuti ketentuan bunga yang berlaku maka Indonesia akan terus mengalami penurunan kapasitas fiskal yang disebabkan oleh beban bunga dan cicilan pokok utang luar negeri. Bagi penelitian selanjutnya penulis menyarankan untuk menambahkan variabel lain yang lebih relevan terkait dengan liberalisasi perdagangan dan utang luar negeri Indonesia seperti tarif ekspor dan impor setelah diberlakukannya liberalisasi perdagangan.
73
DAFTAR PUSTAKA
Arfina, Vivi. 2008. Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri dan variabel Makroekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 19932006 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor. Arief, Sritua dan Sasono, Adi. 1987. Modal Asing, Beban Hutang Luar Negeri dan Ekonomi Indonesia. Cet. 1. Jakarta: Lembaga Studi Pembangunan bekerjasama dengan Penerbit Universitas Indonesia. Ayuniyyah, Q. 2010. Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Pertumbuhan Sektor Riil di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2008. Pertumbuhan dan Kontribusi Ekspor dan Impor terhadap PDB Indonesia, Tahun 2003-2007. www.bps.go.id. [10 Oktober 2011]. Basri, Faisal. 1997. Perekonomian Indonesia Abad XXI. Edisi III. Jakarta: Gelora Aksara. Budiyanti, Eka, dan Lisnawati. 2010. “Analisis Faktor Fundamental Ekonomi yang Mempengaruhi Risiko Pinjaman Luar Negeri Indonesia”. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 1 No. 1 Hal 129 – 152. Deliarnov. 1995. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Econstats. 2012. LIBOR in US http://www.econstats.com/r/rlib_aa1.htm [21 Maret 2012].
DOLLAR.
Enders, W. 2004. Applied Economic Time Series. 2nd Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor: IPB press. Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics. Mc Graw-Hill, Singapura. Jakarta: Erlangga. Hady, H. 2001. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Buku Kesatu. Ghalia Indonesia: Jakarta. Hartati, Sahdiah. 2008. Pengaruh Utang Luar Negeri dan Tabungan Domestik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-negara ASEAN: Sebuah Aplikasi Panel Data [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor.
74
Hernatasa. 2004. Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor. Hutabarat, Pos. M. 2007. Pengaruh Kebijakan Liberalisasi Perdaganganterhadap Laju Pertumbuhan Ekspor-Impor Indonesia. http://www.scribd.com/doc/79534561/Pengaruh-Kebijakan-LiberalisasiPerdagangan-Terhadap-Laju-Pertumbuhan-Ekspor-impor-Indonesia [30 April 2012]. Hutapea, Dungdang P. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Penyerapan Utang Luar Negeri di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor. Kinantiarin. 2010. Teori Tingkat Suku Bunga. Jakarta: Wordpress. http://kinantiarin.wordpress.com/teori-tingkat-suku-bunga/ [13 Maret 2012]. Krugman, P dan Maurice, O. 2004. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan. Edisi Kelima. Jilid I. Indeks. Jakarta. Krugman, O. 1991. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijaksanaan. Rajawali Press, Jakarta. Lavinda, dan Ana Noviani. 2012. Keseimbangan Anggaran: Hitung Komposisi Utang dan Prioritas Pembiayaan Proyek. Jakarta: Bisnis Indonesia. http://www.bisnis.com/articles/keseimbangan-anggaran-hitung-komposisiutang-and-prioritas-pembiayaan-proyek-1 [01 Mei 2012]. Lipsey, R. G., P. N. Courant, D. D. Purvis, dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi. Edisi Kesepuluh. Binarupa Aksara, Jakarta. Listiani, Nurlia. 2008. Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Pertumbunan Ekonomi di Indonesia. Makalah dalam Kandidat Peneliti Penelitian Ekonomi (P2E-LIPI). Mankiw, G. 2006. Teori Makroekonomi. Edisi ke-6. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Mishkin, F.S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial market, Sixth Edition. Columbia University, Columbia. Moosa, I. A. 2003. International Finance: An Analytical Approach. 2nd Edition. New York: McGraw Hill. Oktaviani, R, Tanti, N, dkk. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Salvatore, D. 1996. Internstional Economics. Fifth Edition. Prentice-Hal, Inc. Salvatore, D. 2004. International Economics, Eight Edition, Wiley.
75
Salvatore, D. 2007. Internstional Economics. 9th Edition. John Wiley & Sons Inc. Siregar, Muchtarudin. 1991. Pinjaman Luar Negeri & Pembiayaan Pembangunan Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sitorus, Maria. 2009. Analisis Faktor yang Memengaruhi Laju Perdagangan Ekspor dalam Integrasi Ekonomi akan dianalisis lewat Data Panel untuk Komoditi CPO dan Kakao dari Lima Pengimpor ke Satu Pengekspor Utama. [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor. Sukirno, Sadono. 1985. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tika dan Anti. 2011. Penyejahteraan Rakyat Terhambat Utang. Jakarta: Investor Daily. http://www.investor.co.id/home/penyejahteraan-rakyat-terhambatutang/20934 [01 Mei 2012] Todaro, P. dan Stephen C.S. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi kesembilan. Erlangga, Jakarta. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). 2011. Exchange Rates Crossrates, Annual, 1970-2010. http://unctadstat.unctad.org/TableViewer/tableView.aspx?ReportId=117 [22 November 2011]. World Development Indicators. 2011. GBR_Country_MetaData_en_EXCEL. http://data.worldbank.org/country/united-kingdom [19 Maret 2012]. World Development Indicators. 2011. IDN_ Country_MetaData_en_EXCEL. http://data.worldbank.org/country/indonesia [06 Februari 2012]. World Development Indicators. 2011. USA_ Country_MetaData_en_EXCEL. http://data.worldbank.org/country/united-states [08 Februari 2012]. Yoga, Paulus. 2011. “BI: Cadangan Devisa Indonesia Lebih Baik dari Amerika Serikat”. http://www.infobanknews.com/2011/03/bi-cadangan-devisaindonesia-lebih-baik-dari-amerika-serikat/ [ 23 Februari 2012]. Zafar, Sabahat dan Butt, dan Muhammad Sabihuddin. 2008. “Impact of Trade Liberalization on External Debt Burden: Econometric Evidence from Pakistan”. Jurnal MPRA Paper No. 9548. http://mpra.ub.unimuenchen.de/9548/.
76
LAMPIRAN
77
Lampiran 1. Uji Stasioneritas Data Null Hypothesis: FD has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.444995 -3.752946 -2.998064 -2.638752
0.5426
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(FD) Method: Least Squares Date: 03/21/12 Time: 18:04 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments Variable
Coefficient
FD(-1) D(FD(-1)) C
-0.064306 0.303164 1.670824
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.282205 0.210425 0.065934 0.086947 31.51087 3.931549 0.036308
Std. Error
t-Statistic
0.044503 -1.444995 0.193848 1.563927 1.136441 1.470226 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.1639 0.1335 0.1571 0.053323 0.074202 -2.479206 -2.331098 -2.441957 1.513190
78
Null Hypothesis: D(FD) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.210575 -3.752946 -2.998064 -2.638752
0.0324
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(FD,2) Method: Least Squares Date: 03/21/12 Time: 18:09 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments Variable
Coefficient
D(FD(-1)) C
-0.578088 0.028859
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.329240 0.297300 0.067621 0.096024 30.36889 10.30779 0.004199
Std. Error
t-Statistic
0.180057 -3.210575 0.017545 1.644894 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0042 0.1149 -0.004661 0.080667 -2.466860 -2.368121 -2.442028 1.637841
Null Hypothesis: GDP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-1.261362 -3.737853 -2.991878 -2.635542
0.6301
79
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(GDP) Method: Least Squares Date: 03/21/12 Time: 18:11 Sample (adjusted): 1987 2010 Included observations: 24 after adjustments Variable
Coefficient
GDP(-1) C
-0.035257 0.958629
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.067442 0.025053 0.043989 0.042571 41.96105 1.591035 0.220390
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.027952 -1.261362 0.720142 1.331167 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.2204 0.1968 0.050340 0.044551 -3.330087 -3.231916 -3.304042 1.389569
Null Hypothesis: D(GDP) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.249702 -3.752946 -2.998064 -2.638752
0.0298
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(GDP,2) Method: Least Squares Date: 03/21/12 Time: 18:12 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments Variable
Coefficient
D(GDP(-1)) C
-0.670115 0.033805
R-squared
0.334613
Std. Error
t-Statistic
0.206208 -3.249702 0.013797 2.450241 Mean dependent var
Prob. 0.0038 0.0231 0.000331
80
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.302928 0.044018 0.040689 40.24316 10.56057 0.003834
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.052722 -3.325492 -3.226753 -3.300659 1.938353
Null Hypothesis: LIBOR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.270932 -3.752946 -2.998064 -2.638752
0.1890
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LIBOR) Method: Least Squares Date: 03/21/12 Time: 18:12 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments Variable
Coefficient
LIBOR(-1) D(LIBOR(-1)) C
-0.374727 0.518259 0.385719
R-squared 0.263742 Adjusted R-squared 0.190116 S.E. of regression 1.260029 Sum squared resid 31.75346 Log likelihood -36.34442 F-statistic 3.582199 Prob(F-statistic) 0.046806
Std. Error
t-Statistic
0.165010 -2.270932 0.219538 2.360683 0.378680 1.018590 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0344 0.0285 0.3206 -0.286185 1.400133 3.421254 3.569362 3.458503 1.925996
81
Null Hypothesis: D(LIBOR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.462046 -3.808546 -3.020686 -2.650413
0.0025
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LIBOR,2) Method: Least Squares Date: 03/21/12 Time: 18:14 Sample (adjusted): 1991 2010 Included observations: 20 after adjustments Variable
Coefficient
D(LIBOR(-1)) D(LIBOR(-1),2) D(LIBOR(-2),2) D(LIBOR(-3),2) C
-1.911028 0.956798 0.664687 0.494076 -0.196947
R-squared 0.640626 Adjusted R-squared 0.544794 S.E. of regression 1.182894 Sum squared resid 20.98858 Log likelihood -28.86123 F-statistic 6.684826 Prob(F-statistic) 0.002694
Std. Error
t-Statistic
0.428285 -4.462046 0.332867 2.874418 0.271925 2.444372 0.218372 2.262545 0.271274 -0.726008 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Null Hypothesis: RER has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.125804 Test critical values: 1% level -3.737853 5% level -2.991878 10% level -2.635542 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Prob. 0.0005 0.0116 0.0273 0.0389 0.4790 0.090435 1.753241 3.386123 3.635056 3.434718 1.390519
Prob.* 0.2369
82
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RER) Method: Least Squares Date: 03/21/12 Time: 18:15 Sample (adjusted): 1987 2010 Included observations: 24 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. RER(-1) -0.311224 0.146403 -2.125804 0.0450 C 2.703811 1.269602 2.129652 0.0446 R-squared 0.170407 Mean dependent var 0.006230 Adjusted R-squared 0.132699 S.D. dependent var 0.210821 S.E. of regression 0.196335 Akaike info criterion -0.338329 Sum squared resid 0.848047 Schwarz criterion -0.240158 Log likelihood 6.059948 Hannan-Quinn criter. -0.312284 F-statistic 4.519044 Durbin-Watson stat 2.026365 Prob(F-statistic) 0.044986
Null Hypothesis: D(RER) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.557068 -3.752946 -2.998064 -2.638752
0.0002
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RER,2) Method: Least Squares Date: 03/21/12 Time: 18:15 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments Variable
Coefficient
D(RER(-1)) C
-1.194545 0.001247
Std. Error
t-Statistic
0.214960 -5.557068 0.044483 0.028031
Prob. 0.0000 0.9779
83
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.595228 0.575953 0.212770 0.950695 4.004065 30.88100 0.000016
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.016678 0.326741 -0.174267 -0.075528 -0.149434 2.028260
Null Hypothesis: TRADE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=5)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.111637 -3.737853 -2.991878 -2.635542
0.0391
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TRADE) Method: Least Squares Date: 03/21/12 Time: 18:17 Sample (adjusted): 1987 2010 Included observations: 24 after adjustments Variable
Coefficient
TRADE(-1) C
-0.578293 32.74215
R-squared 0.305606 Adjusted R-squared 0.274042 S.E. of regression 10.25295 Sum squared resid 2312.704 Log likelihood -88.87195 F-statistic 9.682285 Prob(F-statistic) 0.005085
Std. Error
t-Statistic
0.185848 -3.111637 10.62859 3.080572 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0051 0.0055 0.317329 12.03353 7.572663 7.670834 7.598708 2.238809
84
Lampiran 2. Hasil Uji Lag Optimum VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: FD GDP RER TRADE LIBOR Exogenous variables: C Date: 03/21/12 Time: 18:18 Sample: 1986 2010 Included observations: 23 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2
-99.71983 19.70583 47.86303
NA 176.5423* 29.38142
0.006201 1.79e-06* 1.96e-06
9.106072 0.895145 0.620606*
9.352919 2.376224* 3.335918
9.168153 1.267632* 1.303499
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
85
Lampiran 3. Hasil Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: FD GDP RER TRADE LIBOR Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 03/21/12 Time: 18:19 Root 0.914128 - 0.331382i 0.914128 + 0.331382i 0.945187 0.456167 - 0.730201i 0.456167 + 0.730201i -0.077177 - 0.606632i -0.077177 + 0.606632i -0.573965 -0.195710 0.118339 No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
Modulus 0.972340 0.972340 0.945187 0.860977 0.860977 0.611522 0.611522 0.573965 0.195710 0.118339
86
Lampiran 4. Hasil Uji Kointegrasi Date: 03/21/12 Time: 18:21 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: FD TRADE GDP RER LIBOR Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 * At most 2 At most 3 At most 4
0.924871 0.681811 0.558749 0.448312 0.323056
127.3451 67.80839 41.47085 22.65359 8.973826
88.80380 63.87610 42.91525 25.87211 12.51798
0.0000 0.0225 0.0693 0.1195 0.1820
0.05 Critical Value
Prob.**
Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Max-Eigen Statistic
87
None * At most 1 At most 2 At most 3 At most 4
0.924871 0.681811 0.558749 0.448312 0.323056
59.53676 26.33754 18.81726 13.67976 8.973826
38.33101 32.11832 25.82321 19.38704 12.51798
0.0001 0.2154 0.3178 0.2763 0.1820
Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): FD -13.66142 1.208030 -10.39373 4.647075 6.922410
TRADE -0.175618 0.276785 -0.086709 -0.462253 -0.062024
GDP 40.81777 -4.604673 23.60410 3.641901 -1.119477
RER 16.25400 -13.91380 4.981448 9.689591 0.117822
LIBOR -0.036994 -0.730103 0.688812 0.100694 0.166197
0.023238 -0.905994 0.004334 0.002343 0.411565
0.029011 1.673703 -0.007486 0.048242 -0.658325
0.006876 3.920356 -0.003767 0.043853 0.173362
Log likelihood
36.06199
@TREND(87) -1.293773 -0.008210 -0.606705 -0.399001 -0.171142
Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): D(FD) D(TRADE) D(GDP) D(RER) D(LIBOR)
0.022155 1.518323 -0.010450 -0.006697 0.288352
1 Cointegrating Equation(s):
-0.008995 3.798489 -0.020045 0.093584 0.080518
88
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses) FD TRADE GDP RER 1.000000 0.012855 -2.987813 -1.189774 (0.00300) (0.12049) (0.11104)
LIBOR 0.002708 (0.00509)
@TREND(87) 0.094703 (0.00566)
LIBOR 0.038793 (0.00833) -2.807108 (0.54205)
@TREND(8) 0.100736 (0.00831) -0.469324 (0.54024)
Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(FD) -0.302663 (0.17727) D(TRADE) -20.74245 (31.5527) D(GDP) 0.142768 (0.12834) D(RER) 0.091489 (0.64419) D(LIBOR) -3.939292 (3.61115) 2 Cointegrating Equation(s):
Log likelihood
49.23075
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses) FD TRADE GDP RER 1.000000 0.000000 -2.938840 -0.575870 (0.15846) (0.10050) 0.000000 1.000000 -3.809686 -47.75589 (10.3065) (6.53691) Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(FD) -0.274590 0.002541 (0.15913) (0.00380)
89
D(TRADE) D(GDP) D(RER) D(LIBOR)
-21.83692 (31.5231) 0.148003 (0.12798) 0.094320 (0.64666) -3.442109 (3.33933)
3 Cointegrating Equation(s):
-0.517411 (0.75344) 0.003035 (0.00306) 0.001825 (0.01546) 0.063275 (0.07981) Log likelihood
58.63939
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses) FD TRADE GDP RER 1.000000 0.000000 0.000000 1.503403 (0.85050) 0.000000 1.000000 0.000000 -45.06048 (6.34233) 0.000000 0.000000 1.000000 0.707515 (0.29547) Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(FD) -0.576119 2.58E-05 (0.15585) (0.00307) D(TRADE) -39.23294 -0.662536 (38.8920) (0.76633) D(GDP) 0.225816 0.003684 (0.15732) (0.00310) D(RER) -0.407090 -0.002358 (0.78439) (0.01546)
1.482066 (0.42908) 105.6526 (107.073) -0.623231 (0.43312) 0.854557 (2.15948)
LIBOR -0.304172 (0.07314) -3.251701 (0.54539) -0.116701 (0.02541)
@TREND(87) -0.060769 (0.02117) -0.678687 (0.15790) -0.054955 (0.00736)
90
D(LIBOR)
3.400347 (3.08781)
4 Cointegrating Equation(s):
0.120358 (0.06084)
-5.664432 (8.50097)
Log likelihood
65.47927
Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses) FD 1.000000
TRADE 0.000000
GDP 0.000000
RER 0.000000
0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
1.000000
Adjustment coefficients (standard error in parentheses) D(FD) -0.544167 -0.003153 (0.15850) (0.00510) D(TRADE) -21.01475 -2.474733 (36.3002) (1.16749) D(GDP) 0.208308 0.005425 (0.16209) (0.00521) D(RER) -0.203300 -0.022630 (0.78863) (0.02536) D(LIBOR) 4.205975 0.040221 (3.10372) (0.09982)
1.507107 (0.42252) 119.9302 (96.7658) -0.636952 (0.43209) 1.014266 (2.10227) -5.033063 (8.27361)
LIBOR -0.272502 (0.05109) -4.200904 (1.04582) -0.101797 (0.01779) -0.021065 (0.02373)
0.247906 (0.21350) 83.60875 (48.8971) -0.303959 (0.21834) 0.523782 (1.06231) -2.639168 (4.18077)
@TREND(87) -0.077485 (0.01492) -0.177681 (0.30544) -0.062822 (0.00519) 0.011119 (0.00693)
91
Lampiran 5. Hasil Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 03/21/12 Time: 18:23 Sample: 1986 2010 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs F-Statistic
Prob.
TRADE does not Granger Cause FD FD does not Granger Cause TRADE
23
3.10732 0.72685
0.0693 0.4971
GDP does not Granger Cause FD FD does not Granger Cause GDP
23
2.75314 0.50230
0.0905 0.6134
RER does not Granger Cause FD FD does not Granger Cause RER
23
4.00810 1.10543
0.0363 0.3525
LIBOR does not Granger Cause FD FD does not Granger Cause LIBOR
23
0.64821 1.68444
0.5348 0.2135
GDP does not Granger Cause TRADE TRADE does not Granger Cause GDP
23
0.10753 0.10947
0.8986 0.8969
RER does not Granger Cause TRADE TRADE does not Granger Cause RER
23
0.26008 0.29064
0.7738 0.7512
LIBOR does not Granger Cause TRADE TRADE does not Granger Cause LIBOR
23
0.51661 3.82443
0.6051 0.0413
RER does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause RER
23
0.67530 0.14504
0.5214 0.8660
LIBOR does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause LIBOR
23
1.05262 4.09125
0.3695 0.0343
LIBOR does not Granger Cause RER RER does not Granger Cause LIBOR
23
1.10230 3.53670
0.3535 0.0506
92
Lampiran 6. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model Date: 03/21/12 Time: 18:26 Sample (adjusted): 1988 2010 Included observations: 23 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
FD(-1)
1.000000
GDP(-1)
-2.997716 (0.12647) [-23.7031]
RER(-1)
-1.146830 (0.11655) [-9.84002]
TRADE(-1)
0.012415 (0.00314) [ 3.94912]
LIBOR(-1)
0.005226 (0.00534) [ 0.97889]
@TREND(86)
0.102557
C
59.79705
93
Error Correction:
D(FD)
D(GDP)
D(RER)
D(TRADE) D(LIBOR)
CointEq1
-0.503678 (0.19572) [-2.57344]
0.117039 (0.15669) [ 0.74695]
-0.064418 (0.78472) [-0.08209]
-30.67318 (38.2647) [-0.80160]
-5.209473 (4.36325) [-1.19394]
D(FD(-1))
0.518870 (0.20578) [ 2.52143]
0.057143 (0.16475) [ 0.34685]
-0.265892 (0.82507) [-0.32227]
11.87479 (40.2320) [ 0.29516]
9.071507 (4.58758) [ 1.97741]
D(GDP(-1))
0.015223 (0.56409) [ 0.02699]
0.015221 (0.45160) [ 0.03371]
2.293803 (2.26164) [ 1.01422]
111.2986 (110.282) [ 1.00921]
-19.18759 (12.5753) [-1.52582]
D(RER(-1))
-0.077375 (0.22688) [-0.34103]
-0.188077 (0.18164) [-1.03545]
0.488536 (0.90966) [ 0.53705]
27.95802 (44.3571) [ 0.63029]
-5.983082 (5.05796) [-1.18290]
D(TRADE(-1))
-0.000233 (0.00288) [-0.08089]
0.002001 (0.00230) [ 0.86894]
-0.006399 (0.01153) [-0.55474]
-0.711757 (0.56246) [-1.26543]
0.090532 (0.06414) [ 1.41155]
D(LIBOR(-1))
-0.004184 (0.00953) [-0.43927]
-0.002689 (0.00763) [-0.35267]
0.006896 (0.03819) [ 0.18055]
1.119322 (1.86232) [ 0.60104]
0.388697 (0.21236) [ 1.83040]
C
0.038360 (0.05125) [ 0.74843]
0.065632 (0.04103) [ 1.59949]
-0.064634 (0.20550) [-0.31452]
-5.612147 (10.0206) [-0.56006]
0.198384 (1.14263) [ 0.17362]
94
@TREND(86)
-0.001200 (0.00231) [-0.52004]
-0.001360 (0.00185) [-0.73634]
-0.003111 (0.00925) [-0.33629]
-0.044546 (0.45115) [-0.09874]
0.007888 (0.05144) [ 0.15333]
0.582481 0.387638 0.050574 0.058066 2.989495 37.74218 -2.586277 -2.191322 0.053323 0.074202
0.289907 -0.041470 0.032414 0.046486 0.874856 42.85783 -3.031116 -2.636161 0.050283 0.045551
0.176951 -0.207138 0.812987 0.232807 0.460703 5.803558 0.190995 0.585949 -0.001672 0.211894
0.412877 0.138886 1933.079 11.35218 1.506901 -83.59640 7.964905 8.359859 0.054698 12.23345
0.417210 0.145241 25.13468 1.294467 1.534037 -33.65626 3.622283 4.017238 -0.286185 1.400133
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
1.86E-07 2.19E-08 39.63970 0.466113 2.687732
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
95
Lampiran 7. Hasil Impulse Response Function
Period
FD
GDP
RER
TRADE
LIBOR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
0.062231 0.092390 0.097593 0.102826 0.107432 0.109523 0.107270 0.106795 0.107325 0.108123 0.107579 0.107414 0.107469 0.107773 0.107642 0.107588 0.107559 0.107660 0.107629 0.107618 0.107596 0.107628 0.107621 0.107621 0.107611 0.107621 0.107618 0.107620 0.107616 0.107619 0.107618 0.107619 0.107617 0.107618 0.107618 0.107619 0.107618 0.107618 0.107618 0.107618 0.107618 0.107618 0.107618 0.107618 0.107618 0.107618 0.107618 0.107618 0.107618 0.107618
0.000000 0.017842 0.049696 0.078164 0.073746 0.068250 0.068079 0.073653 0.071848 0.069988 0.069156 0.071044 0.070863 0.070517 0.070045 0.070603 0.070594 0.070564 0.070353 0.070511 0.070510 0.070531 0.070451 0.070495 0.070491 0.070509 0.070480 0.070493 0.070489 0.070498 0.070488 0.070493 0.070490 0.070494 0.070491 0.070493 0.070491 0.070493 0.070492 0.070492 0.070492 0.070492 0.070492 0.070492 0.070492 0.070492 0.070492 0.070492 0.070492 0.070492
0.000000 -0.004093 -0.003037 -0.010538 -0.012283 -0.013906 -0.012107 -0.013430 -0.013281 -0.013772 -0.012985 -0.013348 -0.013227 -0.013478 -0.013210 -0.013333 -0.013263 -0.013372 -0.013278 -0.013324 -0.013288 -0.013332 -0.013299 -0.013317 -0.013301 -0.013318 -0.013306 -0.013313 -0.013306 -0.013313 -0.013308 -0.013311 -0.013308 -0.013311 -0.013309 -0.013310 -0.013309 -0.013310 -0.013310 -0.013310 -0.013310 -0.013310 -0.013310 -0.013310 -0.013310 -0.013310 -0.013310 -0.013310 -0.013310 -0.013310
0.000000 -0.018322 -0.005965 -0.004773 -0.001075 -0.007721 -0.004512 -0.004925 -0.003078 -0.005458 -0.004510 -0.004907 -0.004054 -0.004855 -0.004524 -0.004759 -0.004406 -0.004679 -0.004550 -0.004667 -0.004530 -0.004625 -0.004572 -0.004624 -0.004572 -0.004606 -0.004584 -0.004606 -0.004586 -0.004599 -0.004590 -0.004599 -0.004591 -0.004597 -0.004593 -0.004596 -0.004593 -0.004595 -0.004594 -0.004595 -0.004594 -0.004595 -0.004594 -0.004595 -0.004594 -0.004595 -0.004594 -0.004595 -0.004594 -0.004595
0.000000 -0.003152 -0.011781 -0.014053 -0.015922 -0.015800 -0.017366 -0.017147 -0.017289 -0.016815 -0.017189 -0.017071 -0.017175 -0.016993 -0.017119 -0.017073 -0.017129 -0.017060 -0.017102 -0.017080 -0.017106 -0.017080 -0.017096 -0.017086 -0.017096 -0.017087 -0.017093 -0.017089 -0.017093 -0.017089 -0.017092 -0.017090 -0.017092 -0.017090 -0.017091 -0.017090 -0.017091 -0.017091 -0.017091 -0.017091 -0.017091 -0.017091 -0.017091 -0.017091 -0.017091 -0.017091 -0.017091 -0.017091 -0.017091 -0.017091
Cholesky Ordering: FD GDP RER TRADE LIBOR
96
Lampiran 8. Variance Decomposition of FD:
Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
S.E.
FD
GDP
RER
TRADE
LIBOR
0.062231 0.114409 0.158957 0.205624 0.244268 0.277170 0.305668 0.332809 0.357669 0.380812 0.402316 0.423009 0.442713 0.461602 0.479643 0.497101 0.513956 0.530294 0.546109 0.561498 0.576470 0.591073 0.605312 0.619230 0.632838 0.646165 0.659218 0.672019 0.684580 0.696916 0.709037 0.720954 0.732677 0.744215 0.755578 0.766772 0.777805 0.788683 0.799414 0.810002 0.820454 0.830774 0.840968 0.851039 0.860993 0.870833 0.880563 0.890187 0.899708 0.909129
100.0000 94.79940 86.80495 76.88106 73.82307 72.95123 72.29787 71.28399 70.72304 70.44944 70.26992 70.01092 69.81067 69.66525 69.55957 69.44383 69.34347 69.25793 69.18891 69.12192 69.06167 69.00707 68.95973 68.91535 68.87476 68.83717 68.80318 68.77146 68.74210 68.71463 68.68923 68.66541 68.64313 68.62216 68.60251 68.58396 68.56648 68.54994 68.53429 68.51945 68.50536 68.49197 68.47922 68.46707 68.45549 68.44442 68.43384 68.42371 68.41401 68.40471
0.000000 2.432121 11.03428 21.04409 24.02701 24.72472 25.28979 26.23090 26.74638 26.97191 27.12045 27.35262 27.53417 27.66060 27.75153 27.85377 27.94346 28.01874 28.07907 28.13801 28.19139 28.23953 28.28116 28.32021 28.35604 28.38919 28.41912 28.44706 28.47295 28.49716 28.51954 28.54053 28.56016 28.57864 28.59596 28.61230 28.62771 28.64229 28.65608 28.66916 28.68157 28.69338 28.70461 28.71531 28.72552 28.73528 28.74460 28.75353 28.76208 28.77027
0.000000 0.127985 0.102814 0.324081 0.482498 0.626450 0.671971 0.729675 0.769643 0.809730 0.829656 0.850047 0.865326 0.881215 0.892019 0.902406 0.910782 0.919106 0.925763 0.932020 0.937368 0.942497 0.946946 0.951107 0.954813 0.958314 0.961478 0.964442 0.967154 0.969707 0.972067 0.974286 0.976352 0.978300 0.980126 0.981851 0.983474 0.985012 0.986465 0.987844 0.989153 0.990397 0.991581 0.992710 0.993787 0.994815 0.995798 0.996739 0.997640 0.998505
0.000000 2.564598 1.469378 0.931985 0.662361 0.592041 0.508574 0.450905 0.397807 0.371469 0.345385 0.325879 0.305904 0.292444 0.279755 0.269614 0.259571 0.251607 0.244188 0.237896 0.231872 0.226679 0.221844 0.217560 0.213523 0.209889 0.206494 0.203399 0.200492 0.197813 0.195298 0.192964 0.190766 0.188711 0.186772 0.184952 0.183230 0.181605 0.180064 0.178605 0.177219 0.175903 0.174648 0.173454 0.172314 0.171226 0.170185 0.169189 0.168235 0.167320
0.000000 0.075893 0.588570 0.818781 1.005056 1.105563 1.231797 1.304523 1.363131 1.397442 1.434587 1.460531 1.483928 1.500490 1.517124 1.530387 1.542726 1.552621 1.562068 1.570155 1.577703 1.584216 1.590323 1.595771 1.600860 1.605439 1.609721 1.613639 1.617309 1.620690 1.623863 1.626813 1.629589 1.632183 1.634630 1.636929 1.639104 1.641156 1.643101 1.644943 1.646693 1.648356 1.649939 1.651448 1.652887 1.654261 1.655576 1.656833 1.658038 1.659193
Cholesky Ordering: FD GDP RER TRADE LIBOR