PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG IRIGASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TIMUR,
Menimbang :
a. bahwa perubahan sistem Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi, sangat berpengaruh terhadap kebijakan pengelolaan irigasi; b. bahwa kebijakan pengelolaan irigasi yang diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 15 Tahun 1986 tentang Irigasi di Jawa Timur, sudah tidak sesuai lagi dengan era otonomi daerah ; c. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a dan b, perlu mengatur kembali mengenai irigasi dengan menetapkan ketentuan-ketentuannya dalam Peraturan Daerah
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Timur Juncto Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang mengadakan Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 dalam hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046) ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
1
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Nomor 1347) ; 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nornor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun. 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 9. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Dampak Lingkungan ; 11. Peraturan
Pemerintah
Nomor
25
Tahun
2000
tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 12. Peraturan
Pemerintah
Nomor
39
Tahun
2001
tentang
Penyelenggaraan Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 52 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4095 ); 13. Peraturan
Pemerintah
Nomor
52
Tahun
2001
tentang
Penyelenggaraan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4106); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 143 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4156);
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
2
16. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas air dan pengendalian Pencemaran air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161); 17. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 529/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Penyerahan Kewenangan Pengelolaan Irigasi kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air; 18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2001 tentang Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air; 19. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 298/KMK.02/2003 tentang
Pedoman Penyediaan Dana Pengelolaan Irigasi Kabupaten/Kota ; 20. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengaturan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Lembaga Pengelolaan Irigasi Propinsi dan Kabupaten/Kota ; 21. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 17 Tahun 1994 tentang Penyerahan sebagian urusan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Dalam Bidang Pekerjaan Umum Pengairan kepada Daerah Tingkat II (Lembaran Daerah tanggal 2 Mei 1996 Nomor 3 Tahun 1996 Seri D) ; 22. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 23 Tahun 2000 tentang Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah tanggal 2 Oktober 2000 Nomor 22 Tahun 2000 Seri D). Dengan persetujuan, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR
MEMUTUSKAN Menetapkan :
PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG IRIGASI BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Propinsi Jawa Timur. 2. Pemerintah Propinsi adalah Pemerintah Propinsi Jawa Timur.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
3
di Jawa Timur. 4. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur. 5. Bupati / Walikota adalah Bupati/ Walikota di Jawa Timur. 6. Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Timur. 7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Timur. 8. Pejabat yang ditunjuk adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas yang diberi tugas untuk melaksanakan penyelenggaraan di bidang irigasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9. Himpunan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disingkat HIPPA adalah istilah umum untuk kelembagaan pengelola irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani secara demokratis, sesuai tingkatannya yang terdiri dari Gabungan HIPPA, Induk HIPPA atau Federasi HIPPA. 10. Gabungan Himpunan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disingkat Gabungan HIPPA adalah wadah Kelembagaan dari sejumlah HIPPA yang memanfaatkan fasilitas Irigasi, yang bersepakat bekerja sama dalam pengelolaan pada sebagian daerah irigasi atau pada tingkat sekunder. 11. Induk Himpunan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut Induk
HIPPA
adalah
wadah
kelembagaan
dari
sejumlah
Gabungan HIPPA yang memanfaatkan fasilitas irigasi, yang bersepakat, bekerja sama dalam pengelolaan pada satu daerah irigasi atau pada tingkat induk/ primer. 12. Federasi Himpunan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut Federasi HIPPA adalah Wadah Kelembagaan antar Induk Gabungan HIPPA dalam satu wilayah daerah irigasi. 13. Panitia Pelaksana Tata Pengaturan Air adalah Forum Musyawarah dalam rangka melaksanakan koordinasi tata pengaturan air di wilayah kerja Badan Koordinasi Wilayah (BAKORWIL) Propinsi Jawa Timur. 14. Tim Koordinasi Pengelolaan Irigasi adalah tim yang berfungsi membantu Gubernur dalarn koordinasi pengelolaan irigasi di Jawa Timur, yang beranggotakan Dinas/lnstansi/Badan Hukum yang terkait dengan kegiatan irigasi, perguruan tinggi, LSM dan pemerhati irigasi.
15. Sumber Air adalah tempat/ wadah air baik yang terdapat pada,
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
4
diatas, maupun dibawah permukaan tanah. 16. Air Irigasi adalah semua air yang terdapat pada, diatas maupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang dimanfaatkan di darat untuk keperluan irigasi. 17. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. 18. Daerah Irigasi adalah kesatuan Wilayah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi lintas Kabupaten/Kota. 19. Jaringan Irigasi adalah : Saluran, bangunan, bangunan pelengkap, dan daerah sempadan irigasi yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan,
pembagian,
pemberian,
penggunaan
dan
pembuangannya, yang melayani lebih dari satu Kabupaten/Kota. 20. Jaringan Utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi, terdiri dari bangunan utama, saluran induk primer, saluran sekunder, bangunan dan bangunan pelengkapnya serta daerah sempadan irigasi. 21. Bangunan Utama adalah bangunan pengambilan air untuk keperluan irigasi yang berada pada sungai dapat berupa bendung tetap, bendung gerak, bendungan, pengambilan bebas. 22. Petak Irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi. 23. Penyediaan Air Irigasi adalah penentuan banyaknya air persatuan waktu dan saat
pemberian air
yang dipergunakan untuk
menunjang pertanian. 24. Pembagian Air Irigasi adalah penyaluran air dalam jaringan utama. 25. Pemberian Air Irigasi adalah penyaluran alokasi air dari jaringan utama ke petak tersier dan kwater. 26. Penggunaan Air Irigasi adalah pemanfaatan air dilahan pertanian. 27. Pembuangan / drainase adalah pengaliran kelebihan air irigasi yang sudah tidak dipergunakan lag! pada suatu daerah irigasi tertentu.
28. Forum Koordinasi Daerah Irigasi adalah wadah konsultasi dan
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
5
komunikasi dari dan antar HIPPA, Petugas Pemerintah Propinsi / Kabupaten/Kota serta Penggunaan Air Irigasi lainnya dalam rangka pengelolaan irigasi pada suatu daerah irigasi yang bersifat multiguna, dibentuk atas dasar kebutuhan dan kepentingan bersama. 29. Pembangunan
Jaringan
Irigasi
adalah
seluruh
kegiatan
penyediaan jaringan irigasi diwilayah tertentu yang belum ada jaringan
irigasinya
atau
penyediaan
jaringan
irigasi
untuk
menambah luas areal pelayanan. 30. Pengelolaan Irigasi adalah segala usaha pendayagunaan air irigasi yang meliputi operas! dan pemeliharaan, pengamanan, rehabiliiasi dan peningkatan Jaringan Irigasi. 31. Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi adalah kegiatan pengaturan air dan jaringan irigasi yang meliputi penyediaan, pembagian,
pemberian,
penggunaan,
dan
pembuangannya,
termasuk usaha mempertahankan kondisi jaringan irigasi agar tetap berfungsi dengan baik. 32. Pengamanan Jaringan Irigasi adalah upaya untuk mencegah dan menanggulangi
terjadinya
kerusakan
Jaringan
Irigasi
yang
disebabkan oleh daya rusak air, hewan atau ulah manusia guna mempertahankan fungsi jaringan irigasi. 33. Garis Sempadan irigasi adalah batas pengamanan bagi saluran dan atau bangunan pada jaringan irigasi. 34. Daerah sempadan Irigasi adalah kawasan sepanjang kiri ka.ian saluran Irigasi Utama yang rnempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi jaringan irigasi. 35. Rehabilitasi Jaringan Irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula. 36. Peningkatan Jaringan Irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi dengan mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungan daerah irigasi guna meningkatkan fungsi dan pelayanan irigasi. 37. Manajemen Aset Irigasi adalah kegiatan inventarisasi, audit, perencanaan, pemanfaatan, pengamanan asset irigasi dan evaluasi. 38. Audit Pengelolaan Irigasi adalah kegiatan pemeriksaan kinerja pengelolaan irigasi yang meliputi aspek organisasi, teknis, dan keuangan, sebagai bahan evaluasi manajemen aset irigasi.
39. Pemberdayaan Himpunan Petani Pemakai Air / Gabungan
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
6
Himpunan
Petani
peningkatan
Pemakai
kemampuan
Air dan
adalah
upaya
penyerahan
penguatan kewenangan
pengelolaan irigasi. 40. Penguatan Himpunan Petani Pemakai Air / Gabungan Himpunan Petani Pemakai Air adalah upaya Pembentukan Himpunan Petani Pemakai Air sebagai badan hukum yang otonom dan mempunyai hak dan wewenang atas pengelolaan irigasi diwilayah kerjanya. 41. Peningkatan Kemampuan Himpunan Petani Pemakai Air / Gabungan Himpunan Petani Pemakai Air adalah upaya untuk memfasilitasi
Himpunan
Petani
Pemakai
Air
a'alam
mengembangkan kemampuan sendiri di bidang teknis, keuangan, administrasi dan organisasi, agar dapat mengelola daerah irigasi secara mantap, mandiri dan berkelanjutan dalam proses yang dinamis dan bertanggung jawab, sesuai perjanjian penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi, rencana pengelolaan Irigasi tahunan dan rencana manajemen aset. 42. Penyerahan Kewenangan Pengelolaan Irigasi adalah Pelimpahan hak, wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Propinsi melalui Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Gabungan Himpunan Petani Pemakai Air untuk mengatur pengelolaan irigasi dan pembiayaan diwilayah kerjanya. 43. Kemandirian adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berdasarkan potensi yang dimiliki tanpa ketergantungan kepada pihak lain. 44. Hak Guna Air Irigasi adalah hak yang diberikan kepada Gabungan Himpunan Petani Pemakai Air, Badan Hukum, Badan Sosial, Perorangan dan Pemakai Air Irigasi lainnya untuk memakai air Irigasi guna menunjang usaha pokoknya. 45. Izin Pengambilan Air Irigasi adalah izin yang diberikan oleh Pejabat yang mempunyai kewenangan di bidang pengelolaan irigasi kepada pemegang hak guna air irigasi untuk mengambil air irigasi guna menunjang usaha pokoknya.
]
BAB II
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
7
TUJUAN DAN FUNGSI
Pasal 2
Irigasi diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan air yang menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan, serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani.
Pasal 3
Irigasi berfungsi mempertahankan dan meningkatkan produktifitas lahan
untuk
mencapai
hasil
pertanian
yang
optimal
tanpa
mengabaikan kepentingan lainnya. BAB III PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN IRIGASI
Pasal 4
(1) Pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat petani dan dengan menempatkan HIPPA sebagai
pengambil
keputusan
dan
pelaku
utama
dalam
pengelolaan irigasi yang menjadi tanggung jawabnya ;
(2) Untuk mencapai yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemberdayaan lembaga HIPPA secara berkesinambungan dan berkelanjutan.
Pasal 5
(1) Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan irigasi yang efektif dan efesien serta dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya
kepada
dilaksanakan dengan
masyarakat
petani,
mengoptimalkan
pengelolaan
irigasi
pemanfaatan
air
permukaan dan air bawah tanah secara terpadu ;
(2) Untuk mewujudkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
8
dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi, satu kesatuan pengelolaan, dengan memperhatikan kepentingan pengguna di bagian hulu, tengah dan hilir secara seimbang ;
(3) Untuk mencapai pemanfaatan jaringan irigasi yang optimal, maka penyelenggaraan pengelolaan irigasi dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.
Pasal 6
(1) Keberlanjutan sistem Irigasi dilaksanakan dengan dukungan keandalan air irigasi, prasarana irigasi yang baik, dan menunjang peningkatan pendapatan petani;
(2) Dalam
rangka
menunjang
peningkatan
pendapatan
petani
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan mengantisipasi modernisasi pertanian dan diversifikasi usaha tani dengan dukungan penyediaan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan ;
(3) Untuk mendukung efisiensi dan keandalan air irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan : a. membangun waduk dan atau waduk lapangan. b. mengendalikan kualitas dan kwantitas air. c. mengupayakan jaringan drainase yang layak. d. memanfaatkan kembali air dari saluran pembuangan/drainase ; e. mentaati pola dan jadwal tanam yang telah ditetapkan. BAB IV KEWENANGAN
Pasal 7
(1) Pemerintah Propinsi berwenang dalam pengelolaan irigasi meliputi: a. bangunan utama pada sungai lintas Kabupaten/Kota ; b. jaringan irigasi utama pada irigasi lintas ;
c. jaringan irigasi yang diserahkan kewenangan pengelolaannya oleh Kabupaten/Kota ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
9
(2) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) Pemerintah Propinsi dapat bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan atau dengan HIPPA.
Pasal 8
Dalam hal jaringan irigasi yang melewati lebih dari 1 (satu) Propinsi, Pemerintah Propinsi yang bersangkutan melakukan kerjasama pengelolaan
irigasi
dengan
melibatkan
Kabupaten/Kota
dan
Gabungan HIPPA yang bersangkutan ;
Pasal 9
(1) Penetapan jaringan utama ditetapkan oleh Gubernur atau usul Kepala Dinas ;
(2) Tata cara dan mekanisme serta penetapan jaringan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. BAB V KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI
Pasal 10
(1) Lembaga pengelola irigasi meliputi instansi Pemerintah Propinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota,
HIPPA
atau
pihak
lain
yang
kegiatannya berkaitan dengan pengelolaan irigasi sesuai dengan kewenangannya dalam perencanaan, pembangunan, operasi dan pemeliharaan, rehabilitasi, peningkatan, dan pembiayaan jaringan irigasi;
(2) HIPPA dapat membentuk Gabungan HIPPA sampai tingkat daerah irigasi sebagai lembaga yang berwenang untuk mengatur pengelolaan daerah irigasi sebagai satu kesatuan pengelolaan ;
(3) Dalam rangka koordinasi pengelolaan di Daerah irigasi, yang jaringan utamanya berfungsi multiguna, dapat dibentuk Forum
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
10
Koordinasi Pengelolaan Irigasi yang anggotanya terdiri dari berbagai pihak secara partisipatif;
(4) Mekanisme kerja antar lembaga pengelola irigasi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 11
(1) Dalam rangka pemenuhan kebutuhan air Irigasi untuk berbagai keperluan,
dikoordinasikan
melalui
Panitia
Pelaksana
Tata
Pengaturan Air atau lembaga / Tim koordinasi Pengelola Irigasi yang dibentuk oleh Gubernur;
(2) Lembaga koordinasi yang dibentuk sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
mempunyai
fungsi
membantu
Gubernur
dalam
peningkatan kinerja pengelolaan irigasi, terutama pada bidang penyediaan air irigasi bagi tanaman dan untuk keperluan lainnya ; BAB VI PEMBERDAYAAN HIPPA
Pasal 12
(1) Pemerintah Propinsi memfasilitasi Pemberdayaan HIPPA yang meliputi
penguatan
kelembagaan,
penyerahan
kewenangan
pengelolaan irigasi dan peningkatan kemampuan dalam bidang teknis pengelolaan irigasi;
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. BAB VII PENYERAHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN IRIGASI
Pasal 13
(1) Pemerintah Propinsi menyerahkan kewenangan pengelolaan irigasi kepada HIPPA yang berbadan hukum ;
(2) Penyerahan
kewenangan
pengelolaan
irigasi
sebagaimana
tersebut pada ayat (1) dilakukan pada tingkat daerah irigasi atau Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
11
sebagian daerah irigasi;
(3) Pelaksanaan
penyerahan
kewenangan
pengelolaan
irigasi
dilakukan secara demokratis dan dengan kesepakatan tertufis sesuai prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengelolaan ;
(4) Penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi tidak termasuk penyerahan asetnya;
(5) Kewenangan pengelolaan irigasi pada daerah irigasi multiguna, penyerahannya
dilaksanakan
dengan
kesepakatan
bersama
antara Gubernur, Bupati/Walikota, HIPPA dan pengguna air irigasi lainnya ;
(6) Pemerintah Propinsi dapat mengambil kembali kewenangan pengelolaan irigasi yang telah diserahkan kepada HIPPA apabila berdasarkan audit pengelolaan irigasi dinyatakan gagal, dan dituangkan dalam berita acara ;
(7) Pedoman penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. BAB VIII POLA PENGATURAN AIR IRIGAS! Bagian Pertama Hak Guna Air Irigasi
Pasal 14
(1) Setiap penggunaan air irigasi harus terlebih dahulu mendapatkan hak guna air irigasi;
(2) Hak Guna Air Irigasi diberikan terutama untuk kepentingan pertanian dengan tetap memperhatikan kepentingan usaha lainnya
(3) Hak Guna Air Irigasi diberikan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan
air
pada
daerah
pelayanan
tertentu
sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
12
(4) Pembagian dan pemberian air irigasi ditingkat Daerah Irigasi dilaksanakan oleh HIPPA bersama dengan Pejabat yang ditunjuk berdasarkan
prinsip
keadilan
dan
keseimbangan
serta
berdasarkan musyawarah para pihak yang berkepentingan ;
(5) Pemerintah Propinsi mengupayakan ketersediaan, pengendalian, dan perbaikan mutu air irigasi.
Pasal 15
(1) Hak Guna Air Irigasi bagi lahan yang telah ditetapkan karena kepentingan umum yang lebih utama dan bersifat sementara dapat
diizinkan
dipergunakan
untuk
kepentingan
tersebut
berdasarkan ketersediaan dan sesuai dengan prioritas pengguna air yang telah ditetapkan dengan memperhatikan waktu, ruang, jumlah dan mutu ;
(2) Perubahan Hak Guna Air Irigasi ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 16
(1) Hak Guna Air Irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) diberikan dalam bentuk izin pengambilan air irigasi oleh Gubernur;
(2) Pemegang izin pengambilan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan jaringan irigasi yang telah ada dengan syarat: a. mengikuti sistem distribusi air yang telah ditetapkan untuk daerah irigasi tersebut; b. ikut
secara
aktif
memelihara
fungsi
jaringan
beserta bangunannya ;
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dialihkan pada pihak lain ;
(4) Tata cara dan mekanisme memperoleh izin pengambilan air irigasi dan Hak Guna Air Irigasi diatur dengan Keputusan Gubernur.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
13
Bagian Kedua Penyediaan Air Irigasi Pasal 17
(1) Rencana penyediaan/alokasi air irigasi disusun berdasarkan rencana tata tanam dan pembagian air tahunan yang telah disahkan oleh Komisi Irigasi Kabupaten/Kota ;
(2) Penyediaan air irigasi diarahkan untuk mencapai hasil produksi pertanian yang optimal dengan tetap memperhatikan keperluan untuk pernukiman, peternakan, perikanan air tawar, industri dan kelestarian lingkungan hidup dalam suatu daerah irigasi atau antar daerah irigasi;
(3) Dalam penyediaan air irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur atau Kepala Dinas mengusahakan optimalisasi penyediaan air dalam satu daerah irigasi maupun antar daerah irigasi;
(4) Bila terjadi kebakaran atau bahaya umum lainnya, air irigasi diutamakan untuk menanggulangi bahaya dimaksud.
Pasal 18
Pada kondisi ketersediaan air terbatas, Gubernur menetapkan penyesuaian alokasi air bagi pemegang hak guna air sesuai asas keadilan dan keseimbangan. Bagian Ketiga Pembagian dan Pemberian Air Irigasi Pasal 19
(1) Rencana pembagian air untuk jaringan irigasi yang bersifat multiguna ditetapkan setiap tahun atas dasar musyawarah antara HIPPA, Pemerintah Propinsi dan Pengguna Air lainnya melalui Forum Koordinasi Pengelolaan Irigasi;
(2) Pemanfaatan kelebihan air irigasi di suatu daerah irigasi untuk keperluan tanaman diluar lahan yang telah ditetapkan dan atau untuk keperluan lainnya dapat dilaksanakan setelah mendapat
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
14
persetujuan dari Kepala Dinas.
Pasal 20
(1) Dalam hal terjadi tangkis putus dan atau kerusakan bangunan irigasi dan bangunan pelengkapnya, untuk menghindari kerusakan yang lebih berat, Kepala Dinas atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk sementara mengurangi atau menghentikan penyaluran air pada saluran irigasi dimana kerusakan itu terjadi;
(2) Tindakan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
segera
diberitahukan kepada Komisi Irigasi setempat dan dilaporkan kepada Gubernur. Bagian Keempat Penggunaan Air Irigasi Pasal 21
Penggunaan air irigasi hanya diperkenankan dengan mengambil air dari saluran tersier, saluran kwarter atau pada tempat pengambilan lain yang telah ditetapkan oleh Kepaia Dinas atau Pejabat yang ditunjuk bersama HIPPA. Bagian Kelima Drainase Pasal 22
(1) Untuk mengatur air irigasi secara baik yang memenuhi syaratsyarat
teknik
irigasi
dan
pertanian
maka
pada
setiap
pembangunan jaringan irigasi disertai dengan pembangunan jaringan drainase yang merupakan satu kesatuan dengan jaringan irigasi yang bersangkutan ;
(2) Air irigasi yang disalurkan kembali kesuatu sumber air melalui jaringan drainase harus dilakukan upaya pengendalian atau pencegahan pencernaran agar memenuhi syarat-syarat kualitas tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
(3) HIPPA wajib ikut serta menjaga kelangsungan fungsi jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
15
BAB IX PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI Pasal 23
(1) Rencana
induk
berdasarkan
pengembangan
rencana
irigasi
pengembangan
Propinsi
sumberdaya
disusun air
dan
rencana tata ruang wilayah serta memperhatikan pelestarian sumberdaya air dan ditetapkan dengan Rencana Strategis ;
(2) Rencana induk pengembangan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kesepakatan bersama antar sektor, antar wilayah, dan antara Pemerintah Propinsi, masyarakat dan petani, serta pihak lain yang berkepentingan.
Pasal 24
(1) Pembangunan jaringan utama diselenggarakan oleh Gubernur berdasarkan rencana induk pengembangan irigasi yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalarn pasal 23 ayat (1);
(2) Pemerintah Propinsi menyelenggarakan pembangunan jaringan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kesepakatan dengan masyarakat;
(3) Pembangunan jaringan irigasi tersier diselenggarakan oleh HIPPA diwilayah kerjanya ;
(4) Pemerintah Propinsi menyelenggarakan pembangunan jaringan irigasi untuk perluasan area) irigasi diluar wilayah kerja HIPPA berdasarkan
kesepakatan
dengan
HIPPA
dan
masyarakat
setempat;
(5) Pemerintah
dan
Pemerintah
Propinsi
dapat
memfasilitasi
pembangunan dan pengembangan jaringan dan perluasan areal irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berdasarkan
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
16
kesepakatan dengan HIPPA dan tetap memperhatikan priiisip kemandirian ;
(6) Badan hukum, badan sosial, perorangan dan pengguna air irigasi untuk keperluan lain yang memanfaatkan sumber air dan atau jaringan irigasi dan telah mendapatkan hak guna air irigasi wajib membangun sendiri jaringan irigasi berdasarkan rencana induk pengembangan irigasi sebagaimana dimaksud daiam Pasal 23 ayat (1). BAB X OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI
Bagian Pertama Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab
Pasal 25
(1) HIPPA memiliki wewenang, tugas dan tanggung jawab dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi di wilayah kerjanya ;
(2) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang berfungsi multiguna diselenggarakan oleh HIPPA melalui koordinasi dengan para pengguna air irigasi lainnya dalam Forum Koordinasi Daerah Irigasi;
(3) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi milik badan hukum, badan sosial, perorangan dan pengguna air irigasi untuk keperluan lainnya menjadi tanggung jawab pihak yang bersangkutan.
Pasal 26
Untuk penyelenggaraan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang dikelola oleh HIPPA, Pemerintah Propinsi memberikan bantuan dan
fasilitas
yang
diperlukan
dengan
memperhatikan
prinsip
kemandirian. Bagian Kedua Pengeringan Jaringan Irigasi
Pasal 27 Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
17
(1) HIPPA bersama dengan Pejabat yang ditunjuk dapat menetapkan waktu dan bagian jaringan irigasi yang harus dikeringkan untuk keperluan pemeriksaan dan atau perbaikan ;
(2) Waktu pengeringan dan bagian jaringan irigasi yang akan dikeringkan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1),
harus
ditentukan secara tepat dan diberitahukan kepada pengguna selambat-lambatnya
2
(dua)
minggu
sebelum
pelaksanaan
pengeringan ;
(3) Untuk masa pengeringan yang lebih lama dari 2 (dua) minggu hanya dapat dilaksanakan dengan kesepakatan bersama antar pengguna. Bagian Ketiga Pengamanan Jaringan Irigasi
Pasal 28
Dalam rangka operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, HIPPA, badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pengguna air irigasi untuk
keperluan
lainnya
bersama-sama
Pemerintah
Propinsi
bertanggung jawab melakukan pengamanan jaringan irigasi untuk menjamin kelangsungan fungsinya . Pasal 29
(1) Sebagai usaha pengamanan jaringan irigasi beserta bangunanbangunannya ditetapkan garis sempadan irigasi untuk pendirian bangunan dan untuk pembuatan pagar ;
(2) Garis sempadan Irigasi untuk mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diukur dari tepi atas saluran untuk yang tidak
bertanggul
atau
kaki
tangkis
saluran/bangunan/Jalan
Inspeksi bagian luar dengan jarak :
a. 5
( lima )
meter
untuk
saluran irigasi dan pembuangan
dengan kemampuan 4 m3 / detik atau lebih ; b. 3 ( tiga ) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan 1 sampai 4m3/ detik ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
18
c. 2 ( dua ) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan kemampuan kurang dari 1m3/ detik.
(3) Garis sempadan irigasi untuk membuat pagar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diukur dari tepi atas saluran yang tidak bertanggul atau dari kaki tangkis saluran/bangunan/jalan inspeksi bagian luar dengan jarak : a. 3 ( tiga ) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan sebagaimana tersebut pada ayat (2) huruf a ; b. 2 ( dua )
meter untuk saluran irigasi dan
pembuangan
sebagaimana tersebut pada ayat (2) huruf b ; c. 1 ( satu ) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan sebagaimana tersebut pada ayat (2) huruf c. BAB XI REHABILITASI DAN PENINGKATAN JARINGAN IRIGASI
Pasal 30
(1) HIPPA memiliki wewenang tugas dan tanggung jawab dalam rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi di wilayah kerjanya ;
(2) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi memberikan bantuan dan fasilitasi kegiatan rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan permintaan dari HIPPA dengan memperhatikan prinsip kemandirian ;
(3) Rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi milik badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pengguna air irigasi untuk keperluan lainnya menjadi tanggung jawab yang bersangkutan
(4) Perubahan
dan
atau
pembongkaran
jaringan
irigasi
yang
mengubah bentuk dan fungsi jaringan harus mendapat izin dari Gubernur;
(5) Pendirian,
perubahan
dan
atau
pembongkaran
bangunan-
bangunan lain selain dari yang dimaksud pada ayat (1) termasuk yang berada didalam, diatas maupun yang melintasi saluran irigasi harus mendapat izin dari Gubernur;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
19
(6) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) harus
mempertimbangkan
masukan
dari
Tim
Koordinasi
Pengelolaan Irigasi Propinsi Jawa Timur. BAB XII INVENTARISASI DAERAH IRIGASI Pasal 31
(1) Inventarisasi
daerah
irigasi
meliputi
kegiatan
pencatatan/pendataan fisik, kondisi dan fungsi jaringan irigasi, ketersediaan air, areal pelayanan serta lembaga pengelolaan irigasi;
(2) Inventarisasi daerah irigasi merupakan salah satu persyaratan dalam penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi;
(3) Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota bersamasama HIPPA melakukan inventarisasi daerah irigasi sesuai kewenangannya ;
(4) Pemerintah
Propinsi
melaksanakan
kompilasi
data
dan
menetapkan daftar inventarisasi daerah irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
(5) Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap tahun dan ditetapkan oleh Gubernur setiap 5 (lima) tahun sekali.
BAB XIII AUDIT PENGELOLAAN IRIGASI
Pasal 32 Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
20
(1) Pemerintah Propinsi melakukan audit pengelolaan irigasi untuk menjamin kesesuaian antara pelaksanaan pengelolaan dengan peraturan perundang-undangan bidang irigasi dan kesepakatan yang mengikat antara Pemerintah Propinsi dan HIPPA ;
(2) Audit pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setiap tahun dengan didampingi HIPPA ;
(3) Tata
cara
dan
mekanisme
mengenai
pelaksanaan
audit
pengelolaan irigasi akan diatur tebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
BAB XIV MANAJEMEN ASET IRIGASI
Pasal 33
(1) Perencanaan
manajemen
aset
jaringan
irigasi
merupakan
kegiatan rencana pelaksanaan serta pembiayaan operas! dan pemeliharaan rehabilitasi, dan peningkatan serta keberlanjutan fungsi jaringan irigasi;
(2) Rencana manajemen aset jaringan irigasi yang kewenangan pengelolaannya sudah diserahkan, disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota bersama HIPPA dan pengguna air irigasi lainnya dan dibahas oleh Komisi Irigasi berdasarkan hasil inventarisasi dan berita acara penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi;
(3) Rencana manajemen aset pada jaringan irigasi yang kewenangan pengelolaannya belum diserahkan, disusun oleh Pemerintah Propinsi bersama HIPPA dan pengguna air irigasi lainnya berdasarkan hasil inventarisasi dan dibahas oleh Tim Koordinasi Pengelolaan Irigasi Propinsi Jawa Timur;
(4) Rencana manajemen aset jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Bupati / Walikota ;
(5) Rencana manajemen aset jaringan irigasi sebagaimana dimaksud
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
21
pada ayat (3) ditetapkan oleh Gubernur; Pasal 34
(1) Gubernur atau Kepala Dinas melaksanakan evaluasi manajemen aset jaringan irigasi setiap 5 (lima) tahun sekali;
(2) Gubernur
atau
Kepala
Dinas
berdasarkan
hasil
evaluasi
manajemen aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memperbaharui rencana manajemen aset. BAB XV PEMBIAYAAN
Pasal 35
(1) Pembiayaan pembangunan jaringan irigasi utama ditanggung oleh Pemerintah
Propinsi
dan
atau
Pemerintah
Kabupaten/Kota
berdasarkan kesepakatan ;
(2) Masyarakat yang akan memperoleh manfaat karena adanya bangunan jaringan irigasi dimaksud pada ayat (1) dapat diikut sertakan dalam pembiayaan untuk pembangunan tersebut sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya ;
(3) Pembiayaan pengelolaan irigasi yang telah diserahkan, menjadi tanggung jawab HIPPA di wilayah kerjanya secara otonom dan mandiri;
(4) Dengan memperhatikan prinsip kemandirian, Pemerintah dan Pemerintah Propinsi dapat membantu dalam penyediaan dana pengelolaan
irigasi
yang
telah
diserahkan
berdasarkan
kesepakatan dengan HIPPA;
(5) Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi milik badan hukum, badan sosial, perorangan dan pengguna air irigasi untuk keperluan lainnya menjadi tanggung jawab pihak yang bersangkutan.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
22
Pasal 36
(1) Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (4) disalurkan rnelaiui dana pengelolaan irigasi Kabupaten/Kota setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Koordinasi Pengelolaan Irigasi Propinsi Jawa Timur;
(2) HIPPA berhak mengajukan usulan dana pengelolaan irigasi kepada Komisi Irigasi Kabupaten/Kota ;
(3) Prioritas
alokasi
dana
pengelolaan
irigasi
Kabupaten/Kota
ditentukan oleh Komisi Irigasi berdasarkan prinsip keadilan dan transparansi ;
(4) Penggunaan dana pengelolaan irigasi Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan rekomendasi dari Komisi Irigasi. BAB XVI KEBERLANJUTAN SISTEM IRIGASI
Pasal 37
(1) Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat sesuai dengan kewenangannya mempertahankan sistem irigasi secara
berkelanjutan
dengan
mewujudkan
kelestarian
sumberdaya air, rnelakukan pemberdayaan HIPPA, mencegah alih fungsi lahan beririgasi untuk kepentingan lain dan mendukung peningkUan pendapatan petani;
(2) Untuk
menjamin
keberlanjutan
sistem
irigasi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Gubernur atau Kepala Dinas rnelakukan pengaturan, dan bersama Pemerintah Kabupaten/Kota serta masyarakat
rnelakukan
penegakan
peraturan
perundang-
undangan yang berkaitan dengan irigasi.
BAB XVII PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 38
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
23
(1) Pemerintah
Propinsi
melaksanakan
bersama
pengendalian
Pemerintah dan
Kabupaten/Kota
pengawasan
terhadap
pelaksanaan pengelolaan irigasi termasuk alih fungsi lahan ;
(2) Pemerintah
Propinsi
melaksanakan
bersama
kegiatan
Pemerintah
penertiban,
Kabupaten/Kota
pengawasan
dan
pengamanan terhadap prasarana jaringan irigasi dan menegakkan peraturan perundang-undangan bidang irigasi yang berlaku.
Pasal 39
Pemerintah Propinsi bersama Pemerintah Kabupaten/Kota HIPPA, badan hukum, badan sosiai, perorangan dan pengguna air irigasi untuk keperluan lainnya menyediakan informasi pengelolaan irigasi dan memberikan dukungan dalam pelaksanaan pengendalian dan pengawasan. BAB XVIII LARANGAN-LARANGAN
Pasal 40
Dalam rangka menjaga kelestarian air dan jaringan irigasi dilarang : a. menyadap air dari sungai dan saluran pembawa, selain pada tempat yang sudah ditentukan ; b. membuang benda-benda padat dengan atau tanpa alat-alat mekanis yang dapat berakibat menghambat aliran, mengubah sifat air serta merusak jaringan irigasi; c. membuat galian atau membuat selokan sepanjang saiuran dan bangunan-bangunannya dapat mengakibatkan
pada terjadinya
jarak
tertentu
kebocorar.
dan
yang dapat
mengganggu stabilitas saluran dan bangunan-bangunannya ; d. menggembalakan, menambatkan atau menahan hewan atau ternak di dalam daerah sempadan saluran ;
e. merusak dan atau mencabut rumput atau tanaman yang ditanam pada tangkis-tangkis saluran dan bangunan yang berguna untuk konservasi; f. membudidayakan tanaman pada tangkis-tangkis saluran, berem dan alur-alur saluran ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
24
g. menghalangi atau merintangi kelancaran jalannya air dengan cara apapun ; h. mendirikan bangunan di dalam daerah sempadan saluran kecuali bangunan yang mendukung pelaksanaan pengelolaan irigasi.
Pasal 41
Tanpa izin Gubernur atau Kepala Dinas, dilarang : a. mengadakan
perubahan
dan
atau
pembongkaran
bangunan-bangunan dalam jaringan irigasi maupun bangunan pelengkapnya ; b. mendirikan,
mengubah
ataupun
membongkar
bangunan-
bangunan lain dari pada yang tersebut pada huruf a, yang berada didalam, diatas maupun melintasi saluran irigasi; c. membuang
limbah/benda-benda
cair
yang
dapat mengubah
kwalitas air di jaringan irigasi; d. mengambil bahan-bahan galian C berupa pasir, kerikil, batu atau hasil alam yang serupa dari jaringan irigasi. BAB XIX SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 42
Terhadap perbuatan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 40 huruf c dan h serta Pasal 41 huruf b dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pembongkaran bangunan.
BAB XX KETENTUAN PIDANA
Pasal 43
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
25
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 14 ayat 1, 16, 21, 29 ayat (2) dan (3), 40 dan 41, diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggitingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah);
(2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran .
BAB XXI KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 44
Selain oleh pejabat penyidik umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 45
(1) Dalam melaksanakan tugas penyidikan para pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, berwenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana ; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan ; c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka ; d. melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang ; f. memanggil
orang
untuk
di
dengar
dan
diperiksa
sebagai tersangka atau saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ; h. mengadakan
penghentian
penyidikan
setelah
mendapat
petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
26
i.
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
(2) Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan yang berlaku.
BAB XXII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 15 Tahun 1986 tentang Irigasi di Jawa Timur dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 47
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
Pasal 48
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan Daerah ini dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur. Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 13 Oktober2003 GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd.
IMAM UTOMO. S Diundangkan di Surabaya Pada tanggal 13 Oktober 2003 SEKRETARIS DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
27
ttd.
H. SOEKARWO, SH, M.Hum
LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2003 NOMOR 2 TAHUN 2003 SERI E.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
28
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG IRIGASI
I. PENJELASAN UMUM Menyadari bahwa peran sektor pertanian dalam struktur dan perekonomian asional sangat srategis dan kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air, maka jasi sebagai salah satu sektor pendukung keberhasilan pembangunan pertanian jkan tetap mempunyai peran yang sangat penting. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 Jtentang Pengairan di tetapkan bahwa Pemerintah menetapkan tatacara pembinaan dalam rangka kegiatan Pengairan menurut bidangnya masing-rnasing sesuai Idengan fungsi-fungsi dan peranannya termasuk di dalamnya bidang irigasi. Dalam rangka reformasi bidang irigasi serta sejalan dengan perubahan 5 paradigma penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pembangunan
berdasarkan ; Undang-undang 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi.
menetapkan
Pada dasarnya reformasi
bidang irigasi di'tekankan pada upaya pembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi (PKPI) yang
mencakup:
redefinisi wewenang, tugas, dan tanggung jawab lembaga pengelola
irigasi, pemberdayaan mayarakat petani pemakai air, pengaturan penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi, pendanaan pengelolaan irigasi, serta keberlanjutan sistem irigasi. Khususnya dalam penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi, pelaksanaan.iya tidak dapat dipisahkan dari kebijakan yang tertuang pada PKPI tersebut di atas. Bahwa Propinsi Jawa Timur sebelum di berlakukannya Otonomi Daerah, telah menyerahkan urusan irigasi kepada Kabupaten sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 dan telah di tetapkan melalui Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 17 Tahun 1994 tentang Penyerahan sebagian urusan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur dalam bidang Pekerjaan Umum Pengairan kepada Daerah Tingkat II. Sebagian urusan di bidang Pekerjaan Umum Pengairan diserahkan dari pemerintah Daerah Tingkat I kepada Daerah Tingkat II adalah urusan irigasi pada daerah irigasi yang secara utuh berada dalam wilayah kerja Daerah Tingkat II yang bersangkutan (bagi daerah irigasi yang lintas kewenangan pengelolaannya tetap pada Pemerintah Propinsi). Dengan di berlakukannya Undang-undang 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 serta Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang irigasi, maka dalam penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi Pemerintah Propinsi Jawa Timur menyesuaikan dengan paradigrna baru yaitu fpembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi (PKPI). Didalam Rencana Strategik Daerah (RENSTRADA) Propinsi Jawa Timur 2001-2005 yang telah di tetapkan melalui Perda Propinsi Jawa Timur Nomor 19 Tahun 2001, bahwa Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
1
salah satu strategi pembangunan Propinsi Jawa Timur dalam ipercepatan pemulihan ekonomi dan peningkatan produktifitas dilaksanakan melalui salah satu program yaitu ketahanan pangan. Untuk
mewujudkan
ketahanan
pangan,
meningkatkan
produktifitas
serta
meningkatkan pendapatan petani di daerah, maka di dalam pelayanan irigasi harus beroientasi antara lain: kepada kebutuhan petani, pemberdayaan masyarakat petani dalam mengelola air dan jaringan irigasi di wilayah kerjanya serta penggalian sumber pendapatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Atas dasar pertimbangan tersebut di atas dan dalam rangka memperjelas kewenangan pengelolaan irigasi oleh Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota, maka perlu diatur dan ditetapkan didalam Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur. II. PENJELASAN PASAL Pasal 1 s.d. 3
: Cukup jelas.
Pasal 4 ayat (1)
: Pengelolaan Jaringan Irigasi Lintas Kabupaten/Kota yang bukan Saluran Induk akan diserahkan kepada HIPPA sesuai kondisi dan kemampuan HIPPA yang bersangkutan serta persyaratan yang telah ditetapkan. Pengelolaan Irigasi yang menjadi tanggung jawab HIPPA adalah satu atau sebagian Daerah
Irigasi
tertentu
pengelolahannya
yang
secara
sudah
demokratis
dari
diserahkan Pemerintah
Propinsi kepada HIPPA. Ayat (2)
: Pemberdayaan
HIPPA
berkelanjutan
adalah
kemampuan
HIPPA
managerial,
secara
berkesinambungan
dan
memfasilitasi, mengembangkan di
bidang teknis,
keuangan,
administrasi organisasi, secara mantap
menjadi organisesi kemudahan/peluang
yang mandiri, untuk
dan
membentuk
memberikan Unit
Usaha
ekonomi secara demokratis. Pasal 5 Pasal 6 ayat (1)
: Cukup jelas. : Keberlanjutan sistem irigasi dapat berlangsung jika didukung dengan : a. keandalan air irigasi yaitu kondisi/keadaan dimana air irigasi dapat tersedia dalam jumlah, waktu, tempat dan mutu sesuai dengan kebutuhan tanaman produksi yang optimal. Keandalan air irigasi sistem irigasi untuk menghasilkan produksi yang optimal. Keandalan air irigasi merupakan keandalan menghadapi keadaan kekurangan dan kelebihan air yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi; b. prasarana irigasi yang baik berfungsi sesuai dengan kebutuhan petani, pengguna teknologi tepat guna, dan berwawasan lingkungan.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
2
Ayat (2) s.d. (3) Pasal 7 ayat (1)
: Cukup jelas. : Propinsi berwenang dalam pengelolaan bangunan utama di sungai yang meliputi bangunan pengambilan untuk daerah irigasi lintas maupun non lintas Kabupaten/Kota yang berada pada sungai yang melintasi Kabupaten/Kota.
Ayat (2)
: Cukup jelas.
Pasal 8 s.d. 11
: Cukup jelas.
Pasal 12 ayat (1)
: Pemberdayaan HIPPA pada wilayah kerja dalam satu Kabupaten/Kota
menjadi
Kabupaten/Kota
dan
tanggung
yang
jawab
wilayah
Pemerintah
kerjanya
lintas
Kabupaten/Kota menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Penguatan HIPPA adalah kegiatan yang mencakup fasilitasi pembentukan HIPPA secara demokratis dan mendorong terbentuknya
HIPPA
sebagai
badan
hukum
yang
mempunyai hak dan wewenang atas pengelolaan irigasi di wilayah kerjanya. Sedangkan kegiatan
peningkatan
fasilitasi
kemampuan
antara
lain
HIPPA
pelatihan,
adalah
bimbingan,
pendampingan, penyuluhan, dan kerjasama pengelolaan, yang
dilaksanakan
secara
terus
menerus
dan
berkesinambungan. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka mengembangkan kemampuan HIPPA di bidang teknis, keuangan, manajerial administrasi dan organisasi sehingga dapat mengelola daerah irigasi secara mandiri dan berkelanjutan. Ayat (2)
: Cukup jelas.
Pasal 13 ayat (1)
: Penyerahan
kewenangan
pengelolaan
Pemerintah
Propinsi
kepada
Pemerintah
Kabupaten/Kota
irigasi
HIPPA merupakan
dari melalui suatu
kepastian yang dilaksanakan dalam satu rangkaian kegiatan pemberdayaan HIPPA. Pengelolaan jaringan irigasi lintas kabupaten/Kota akan diserahkan kepada HIPPA sesuai kondisi dan kemampuan
HIPPA
yang
bersangkutan
serta persyaratan yang telah ditetapkan, kecuali saluran induk/primer yang rawan konflik kepentingan. Penyerahan kewenangan
pengeiolaan
irigasi dilaksanakan
pada
daerah irigasi yang telah terbentuk : a.
Federasi HIPPA yang mempunyai wilayah kerja satu daerah irigasi;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
3
b. Induk HIPPA pada daerah pelayanan primer ;atau c. Gabungan HIPPA pada daerah pelayanan sekunder sesuai
kesepakatan
yang
dicapai antara Pemerintah
Propinsi dengan HIPPA yang bersangkutan Adapun bag! HIPPA yang telah diserahi kewenangan ternyata belum mampu mengelola irigasi secara mandiri, Pemerintah
Propinsi
tetap
berkewajiban
rnemberikan
bantuan dan fasilitasi dalam bentuk kerjasama pengelolaan sesuai kesepakatan bersama. Bentuk kesepakatan, pemberian bantuan, dan fasilitasi yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi dilakukan secara dialogis, transparan, dan akuntabel. Penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi tidak termasuk penyerahan aset jaringan irigasi sehingga aset jaringan tetap merupakan milik Pemerintah Propinsi. Ayat (2)
: Sebagian daerah irigasi adalah daerah pelayanan irigasi sekunder atau daerah pelayanan irigasi primer.
Ayat (3)
: Kesepakatan tertulis adalah dokumen yang memuat peran, hak wewenang, dan tanggung jawab HIPPA tingkat daerah irigasi dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan irigasi setelah penyerahannya dan ditandatangani oleh Pemerirtah Daerah dan ketua Perkumpulan HIPPA tingkat daerah irigasi.
Ayat (4) s.d. (7) Pasal 14 ayat (1)
: Cukup jelas. : Hak guna air irigasi terutama dimaksudkan untuk mem berikan kepastian dan perlindungan kepada masyarakat petani pemakai air.
Ayat (2)
: Cukup jelas.
Ayat (3)
: Pemberian hak
guna air irigasi
memperhatikan potensi
sumber air di wilayah irigasi tersebut dengan maksud memberikan kepastian bagi petani dalam jenis
tanaman
merencanakan
yang dikehendaki.
Sumber air meliputi air permukaan dan air bawah tanah. Ayat (4) s.d. (5) Pasal 15 s.d. 16
: Cukup jelas. : Cukup jelas.
Pasal 17 ayat (1)
: Perencanaan penyediaan air irigasi tahunan disesuaikan dengan ketersediaan yang didasarkan pada tempat, waktu, jumlah, dan mutu yang diperlukan sesuai kebutuhan bagi semua tanaman menurut tata tanam yang telah disepakati.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
4
Ayat (2) s.d. (4)
: Cukup jelas
Pasal 18 s.d 27
: Cukup jelas
Pasal 28
: Guna menjamin kelangsungan fungsi jaringan irigasi maka HIPPA, badan hukum, badan sosial, perorangan, dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya bersama-sama dengan
masyarakat
di
sekitar
jaringan
irigasi
dan
Pemerintah Daerah melakukan upaya pengamanan jaringan irigasi dari kerusakan-kerusakan yang timbul akibat daya rusak air, manusia, dan atau hewan. Pasal 29
: Cukup jelas
Pasal 30 ayat (1)
: Cukup jelas
Ayat (2)
: Bantuan dan fasilitasi dalam rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi kepada HIPPA dituangkan dalam rencana kerja, pembagian tugas, pelaksanaan dan pembiayaannya disepakati bersama antara HIPPA dan Pemerintah Daerah atau pihak lain. Pihak lain adalah perorangan, badan hukum, dan badan sosial.
Ayat (3) s.d.(6) Pasal 31 ayat (1)
: Cukup jelas : Kegiatan
inventarisasi
yang
dimaksud
meliputi
pengumpulan, pengolahan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemutakhiran data serta informasi lain yang ada kaitannya dengan jaringan irigasi. Inventarisasi dilaksanakan pada seluruh daerah irigasi yang akan digunakan antara lain dalam penyusunan alokasi air dalam rangka hak guna air irigasi, perhitungan alokasi dana pengelolaan irigasi, dan sebagai dasar perencanaan dan pengendalian. Ayat (2) s.d. (5) Pasal 32 ayat (1) Ayat (2)
: Cukup jelas : Cukup jelas : Dalam hal melakukan audit kelembagaan, keuangan, dan teknis pelaksanaan pengelolaan irigasi, Pemerintah Daerah didampingi HIPPA melakukan penelusuran jaringan irigasi dan pengawasan kinerja jaringan irigasi.
Pasal 33 ayat (1) Ayat (2) s.d. (5)
: Hasil
perencanaan
manajemen
aset
akan
digunakan
sebagai bahan penyusunan program pengelolaan irigasi. : Cukup jelas.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
5
Pasal 34 s.d. 36
: Cukup jelas.
Pasal 37 ayat (1)
: HIPPA ikut menjaga keberlanjutan dari fungsi jaringan irigasi dan menyelenggarakan pengelolaan irigasi yang baik dalam kegiatan pembangunan, rehabilitasi, ataupun peningkatan jaringan irigasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan secara partisipasi, dengan menempatkan HIPPA sebagai pengambil keputusan sejak tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaannya.
Ayat (2)
: Cukup jelas.
Pasal 38 s.d. 48
Cukup jelas.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
6