PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA VISUS & TES BUTA WARNA PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA Tujuan Instruksional Khusus: - Mahasiswa mampu menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan pergerakan mata. - Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan pergerakan mata. Pendahuluan Sebagai bagian dari pemeriksaan mata dan pemeriksaan neurologi, sangat penting untuk menilai pergerakan mata. Nervus abdusens mempersyarafi otot rektus lateralis dan nervus troklearis mensyarafi otot oblikus superior. Otot mata eksternal yang lain, sfingter pupil dan levator palpebra disarafi oleh nervus okulomotorius. Bila mata dalam keadaan abduksi dan adduksi, otot rektus superior dan inferior bekerja sendiri, bukan berkonjugasi dengan otot lain. Secara normal, gerakan mata bersifat simetris dan konjugat-konjugat bergantung pada integrasi nukleus nervus kranialis III, IV dan VI di batang otak. Cara Pemeriksaan Pasien diminta untuk mengikuti jari tangan pemeriksa atau penlight dengan matanya. Pasien diminta untuk mengatakan bila melihat ganda (diplopia) yang menandakan gangguan gerakan mata konjugat yang disebabkan oleh kelumpuhan saraf. Dapat juga pasien sebelumnya mengatakan melihat ganda, yang dapat mengkonfirmasikan kecurigaan pemeriksa. Pemeriksa berada di depan pasien dan meletakkan tangan yang dominan di dagu pasien untuk memastikan bahwa jarak pemeriksa dengan pasien tidak terlalu jauh, yaitu sekitar selengan (Gambar 1). Pemeriksa menggerakkan jari tangan ke kanan pasien, kemudian ke atas, ke bawah, ke keri, ke atas dan ke bawah. Arah
pergerakan tangan pemeriksa pada 6 arah dapat dilihat seperti gambar 2. Bila pemeriksa menggerakkan jari tangan terlalu ke lateral, maka akan melihat satu atau dua kali nistagmus fisiologis, keadaan ini normal. Nistagmus adalah istilah untuk gangguan gerakan mata yang ditandai oleh osilasi mata yang involunter, konjugat dan seringkali ritmis. Arah gerakan mata dapat horizontal, vertikal atau berputar. Dalam arah apapun, gerakan ke salah satu arah biasanya lebih cepat daripada gerakan ke arah lain. Gerakan nistagmus yang lebih cepat menunjukkan arah nistagmus. Nistagmus yang nyata pada satu arah, menunjukkan adanya lesi serebelum.
PEMERIKSAAN VISUS (SNELLEN) Tujuan : Setelah melakukan uji ketajaman penglihatan (visus), mahasiswa mampu : Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan visus Melakukan prosedur pemeriksaan visus dengan kartu Snellen secara benar Mampu menentukan ketajaman penglihatan (visus)
Pendahuluan Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek tersebut tepat jatuh pada bagian fovea. Untuk itu maka lensa mata harus dapat bekerja otomatis memfokuskan bayangan objek sehingga tepat jatuh pada bagian fovea. Kerja lensa mata bergantung pada jarak antara objek dan mata. Untuk objek yang dekat, lensa mata akan cenderung cembung sedangkan untuk objek yang jauh lensa mata akan cenderung menjadi plat. Kerja otomatis lensa mata ini disebut akomodasi mata. Untuk mata yang normal, akomodasi mata menghasilkan bayangan pada retina. Sedangkan untuk mata yang tidak normal (mata yang tidak dapat berakomodasi), maka bayangan obyek mungkin jatuh di bagian depan atau di bagian belakang retina. Di kalangan refraksionis (ahli pemeriksaan refraksi mata) dan kedokteran mata, dikenal dengan istilah uji visus dasar (visus = tajam penglihatan). Pada prinsipnya, uji visus ini adalah upaya untuk mengetahui ketajaman penglihatan seseorang dan menilainya dengan dibandingkan penglihatan normal. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kacamata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata keseluruhannya. Oleh karena itu definisi visus adalah : nilai kebalikan sudut (dalam menit) terkecil dimana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan. Pada penentuan visus, para ahli mempergunakan kartu Snellen, dengan berbagai ukuran huruf dan jarak yang sudah ditentukan. Misalnya mata normal pada waktu diperiksa diperoleh 20/40 berarti penderita dapat membaca hurup pada 20 ft sedangkan bagi mata normal dapat membaca pada jarak 40 ft (20 ft = 4 meter). Jadi, hasil dari uji visus ini berupa angka perbandingan yang menggambarkan kemampuan penglihatan pasien yang diuji bila dibandingkan dengan penglihatan orang normal. Alat yang dipakai sebagai obyek tes untuk uji visus ini (biasa disebut optotip) adalah berupa kartu besar atau papan yang berisi huruf-huruf atau angka atau gambar/simbol dalam berbagai ukuran
(tertentu) yang disusun urut dari yang terbesar di atas, makin kebawah makin kecil. Setiap ukuran huruf diberi kode angka yang dipakai untuk menilai kemampuan penglihatan pasien yang diuji. Dalam penulisan kode - kode tersebut, ada 3 standar notasi yang sering digunakan, yaitu notasi metrik (Belanda), notasi feet (Inggeris/imperial), dan notasi desimal (Amerika). Notasi metrik bisa dikenali dengan nilai pembilang yang umumnya 6 (6/…), feet dengan nilai 20 (20/…) dan desimal, sesuai dengan namanya, notasinya berbentuk bilangan desimal (0,…). Ukuran huruf terbesar pada optotip, umumnya berkode 6/60 atau 20/200 atau 0,1. Alat paling banyak yang digunakan untuk pengujian visus ini adalah Snellen Chart. Kartu ini ditemukan oleh seorang opthamologist, dr. Hermann Snellen (1862). Sedangkan alat lain yang juga dapat digunakan untuk pengukuran visus dengan ukuran dan penggunaan simbol yang lain yaitu dengan kartu Landolt Cs atau Tumbling E. Penempatan optotip (banyak yang menyebut kartu Snellen), sebaiknya berada di area yang penerangannya bagus namun tidak menimbulkan efek silau. Cara Pengujian Kartu Snellen (optotip) digantung sejajar dengan pandangan mata pasien dengan jarak 6 meter (20 feet) dari optotip, kemudian salah satu mata ditutup dengan penutup mata atau dengan telapak tangan tanpa menekan bola mata, dan mata tidak dipejamkan.
Gambar 2. Menutup salah satu mata
Pasien diminta untuk mengamati huruf-huruf (atau angka) yang menjadi obyek tes pada optotip tersebut secara urut dari yang terbesar. Perhatikan baris huruf terkecil yang masih mampu dilihat dengan jelas, lihat kodenya. Pasien disarankan membaca huruf dari kiri ke kanan setiap baris kartu Snellen dimulai baris teratas atau huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang tertera angka 20/20). Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil 20/20 (tulis 020/020).
Gambar 2. Snellen Chart
Bila dalam baris di kartu snellen tersebut pasien dapat membaca atau memperagakan posisi huruf E KURANG dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka di atasnya (Gambar 3 A). Sedangkan bila dalam baris tersebut pasien dapat membaca atau memperagakan posisi huruf E LEBIH dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka tersebut (Gambar 3 B).
A B Gambar 3. Pembacaan Snellen Chart
.
Jika masih mampu melihat dengan jelas huruf-huruf yang berkode 6/30, dan baris huruf di bawahnya tidak mampu lagi, berarti nilai ketajaman penglihatannya adalah 6/30. Angka 6 menyatakan jarak anda dengan optotip (jarak periksa) yaitu 6 meter, sedangkan angka 30 menyatakan bahwa huruf tersebut masih bisa dilihat dengan jelas oleh penglihatan normal dari jarak 30 meter. Ini bisa dikatakan bahwa pasien memiliki tajam penglihatan sebesar 6/30 atau 1/5 (atau 20%) dari penglihatan normal. Lakukan untuk mata yang sebelah lagi, dengan cara yang sama seperti sebelumnya.
TES BUTA WARNA Standar kompetensi : Setelah melakukan latihan tes buta warna: 1. Mahasiswa mampu menjelaskan indikasi tes buta warna 2. Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan tes buta warna menggunakan tes Ishihara dengan baik dan benar. Mata manusia sebenarnya dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik dari warna merah, hijau dan biru dipersatukan dalam berbagai kombinasi. Berdasarkan uji penglihatan warna, pada manusia dapat dibuktikan adanya sensitivitas terhadap ketiga sel kerucut yang sangat diperlukan seperti halnya kurva absorbsi cahaya dari ketiga tipe pigmen, yang dapat dijumpai pada sel kerucut. Bila mata manusia tidak mempunyai sekelompok sel kerucut yang dapat menerima warna, maka orang tersebut tidak dapat membedakan suatu warna dengan warna lainnya. Sebagai contoh, warna hijau, kuning, jingga dan merah adalah warna dengan panjang gelombang antara 525 sampai 675 nanometer, yang secara normal dibedakan oleh sel kerucut merah dan hijau. Jika salah satu dari kedua sel kerucut tersebut hilang, seseorang tidak akan dapat lagi menggunakan mekanisme ini untuk membedakan warna tersebut khususnya warna merah dan hijau, sehungga disebut buta warna merah-hijau. Buta warna sebenarnya adalah ketidakmampuan seseorang untuk membedakan warna-warna tertentu. Orang tersebut biasanya tidak buta semua warna melainkan warna-warna tertentu saja (buta warna parsial). Meskipun demikian ada juga orang yang sama sekali tidak bisa melihat warna (buta warna total), jadi hanya tampak sebagai hitam, putih dan abu-abu saja (kasus seperti ini sangat jarang terjadi). Normalnya sel kerucut (cone) di retina mata mempunyai spektrum terhadap tiga warna dasar, yaitu merah, hijau dan biru.
Pada orang yang mempunyai sel-sel kerucut yang sensitif untuk tiga jenis warna ini, maka ia dikatakan normal. Pada orang tertentu, mungkin hanya ada dua atau bahkan satu atau tidak ada sel kerucut yang sensitif terhadap warna-warna tersebut. Pada kasus ini orang disebut buta warna. Jadi buta warna biasanya menyangkut warna merah, biru atau hijau. Jika seseorang tidak mempunyai sel kerucut merah ia masih dapat melihat warna hijau, kuning, orange dan warna merah dengan menggunakan sel kerucut hijau tetapi tidak dapat membedakan secara tepat antara masing-masing warna tersebut oleh karena tidak mempunyai sel kerucut merah untuk kontras/membandingkan dengan sel kerucut hijau. Demikian pula jika seseorang kekurangan sel kerucut hijau, ia masih dapat melihata seluruh warna tetapi tidak dapat membedakan antara warna hijau, kuning, orange dan merah. Hal ini disebabkan sel kerucut hijau yang sedikit tidak mampu mengkontraskan dengan sel kerucut merah. Jadi tidak adanya sel kerucut merah atau hijau akan timbul kesukaran atau ketidakmampuan untuk membedakan warna antara keadaan ini di sebut buta warna merah hijau. Kasus yang jarang sekali, tetapi bisa terjadi seseorang kekurangan sel kerucut biru, maka orang tersebut sukar membedakan warna ungu, biru dan hijau. Tipe buta warna ini disebut kelemahan biru (blue weakness). Adapula orang buta terhadap warna merah disebut protanopia, buta terhadap warna hijau disebut deuteranopia dan buta terhadap warna biru disebut tritanopia. Buta warna umumnya diturunkan secara genetik. Ada juga yang didapat misalnya pada penyakit di retina atau akibat keracunan. Sifat penurunannya bersifat X linked recessive. Ini berarti, diturunkan lewat kromosom X. Pada laki-laki, karena kromosom X-nya hanya satu, maka kelainan pada satu kromosom X ini sudah dapat mengakibatkan buta warna. Sebaliknya pada perempuan, karena mempunyai 2 kromosom X, maka untuk dapat timbul buta warna harus ada kelainan pada kedua kromosom X, yaitu dari kedua orangtuanya. Hal ini menjelaskan bahwa buta warna hampir selalu
ditemukan pada laki-laki, sedangkan perempuan berfungsi sebagai karier. Metode yang dapat dipakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna adalah dengan menggunakan tes warna Ishihara (Ishihara color test). Dr. Shinobu Ishihara dari Universitas Tokyo yang mempublikasikan tes tersebut pertama kali pada tahun 1917. Tes ini menggunakan kartu-kartu yang terdiri dari lempengan angka atau pola berwarna yang terbentuk dari titik-titik berbagai warna dan ukuran. Dalam pola yang acak, titik-tik tersebut akan membentuk angka atau pola yang mudah dilihat oleh orang dengan penglihatan normal, atau sukar dilihat bagi orang yang mempunyai gangguan penglihatan warna merah-hijau. Seluruh kartu tes berjumlah 38. Umumnya kartu terdiri dari lingkaran dengan bayangan hijau dan biru muda dengan satu bentukan bayangan coklat atau lingkaran dengan bayangan titik-titik merah, jingga dan kuning dengan bentukan bayangan hijau. Contoh salah satu kartu Ishihara terlihat pada Gambar 2 di bawah ini. Pada buta warna total tidak dapat melihat apa-apa. Pada orang normal, untuk gambar A akan terlihat jelas dan menyebutkan angka “74”, sedangkan pada penderita buta warna merah-hijau menyebutkan angka “21”. Pada gambar B, orang normal akan menyebutkan angka “42”, sedangkan pada penderita protanopia akan menyebutkan ”2”, dan pada penderita deuteranopia akan menyebutkan angka ”4”.
A B Gambar 2. Contoh kartu tes Ishihara Cara Penggunaan Tes Tes Ishihara didesain agar dapat dilihat dengan jelas dengan cahaya ruangan. Sinar matahari langsung atau penggunaan cahaya lampu mengakibatkan ketidaksesuaian hasil karena perubahan pada bayangan warna yang nampak. Namun, bila mudah nyaman hanya dengan menggunakan cahaya lampu, dapat ditambahakan cahaya lampu tersebut sampai menghasilkan efek cahaya seperti cahaya alami. Kartu diletakkan pada jarak 75 cm dari pasien sehingga bidang kertasnya pada sudut yang tepat dengan garis penglihatan. Angkaangka yang terlihat pada kartu disebutkan, dan setiap jawaban diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 detik. Jawaban masingmasing kartu dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Jawaban masing-masing kartu Num. of Plate
Normal Person
Person with Red-Green Deficiencies
Person with Total Colour Blindness and Weakness
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12 8 5 29 74 7 45 2 x 16 traceable
12 3 2 70 21 x x x 2 x x
12 x x x x x x x x x x
12 13 14
35 96 Can trace two lines
Keterangan :
Protan Strong Mild 5 (3) 5 6 (9) 6 purple purple (red)
Deutan Strong Mild 3 3 (5) 9 9 (6) red red (purple)
x
Tanda (x) menunjukkan bahwa kartu tidak dapat dibaca. Nilai dengan angka yang berada dalam kurung menunjukkan angka tersebut dapat dibaca atau diikuti tapi termasuk tidak jelas.
Tidak perlu semua kasus menggunakan seluruh seri dalam kartu tersebut. Kartu no 12, 13 dan 14 dapat diabaikan jika tes dirancang sekedar untuk membedakan gangguan persepsi warna dari yang normal. Analisis Hasil Sebagai evaluasi dari pembacaan kartu-kartu 1 s.d. 11 menunjukkan normal atau gangguan penglihatan warna. Jika 10 atau lebih kartu yang terbaca dengan normal, penglihatan warna pasien tersebut normal. Jika hanya 7 kartu atau kurang yang dibaca normal, dianggap terjadi defisiensi penglihatan warna. Namun, merujuk pada
kartu no 9, hanya yang membaca angka 2 dan membacanya dengan mudah dibandingkan kartu no 8, dianggap abnormal. Sangat sedikit ditemukan orang yang tercatat dengan jawaban normal 8 atau 9 kartu. Evaluasi untuk kasus seperti ini memerlukan tes penglihatan warna yang lain seperti anomaloscope.
DAFTAR PUSTAKA Adamjee M, Office skills for the general practitioner. SA Fam Pract 2006;48(7): 20-26 Ishihara S, 1994. Ishihara’s Test for Colour-Blindness. Japan : Kanehara&Co.Ltd CPC, 2008. Commission on Paraoptometric Certification CPOT Practical Examination. St.Louis. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes. 4th edition. London: BMJ Books
CHECK LIST PEMERIKSAAN PERGERAKAN MATA Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak dilakukan, angka (1) jika belum memuaskan atau (2) jika memuaskan Skor No.
1
2
3
4
Aspek yang dinilai Pemeriksa memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan prosedur tindakan yang akan dilakukan Mempersilahkan pasien duduk di hadapan pemeriksa dan pandangan mata lurus ke depan ke arah pemeriksa Meletakkan lengan kiri di dagu pasien untuk memastikan jarak yang sesuai antara pemeriksa dan pasien Menggerakkan jari tangan kiri ke arah kanan pasien, kemudian ke atas, ke bawah, lalu ke kiri, ke atas dan ke bawah dan meminta pasien agar matanya mengikuti arah gerakan tersebut.
5
Melihat apakah ada gerakan mata yang abnormal dari pasien
6
Mencatat hasil pemeriksaan TOTAL
0
1
2
Keterangan : 0 = tidak dilakukan 1 = dilakukan tapi tidak benar 2 = dilakukan dengan benar Nilai : Total skor X 100 = ................ 12
CHECK LIST PEMERIKSAAN VISUS Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak dilakukan, angka (1) jika belum memuaskan atau (2) jika memuaskan
No.
Skor
Aspek yang dinilai 0
1
Pemeriksa memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
2
Mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan
3
4
5
Menggunakan ruangan dengan pencahayaan yang baik dan jauh dari jendela agar tidak silau Meletakkan kartu Snellen sejajar degan pandangan penderita pada jarak 6 meter. Mata tidak dipejamkan, tapi ditutup salah satu mata dengan penutup mata atau dengan menggunakan telapak tangan tapi tidak menekan bola mata.
1
2
6
7
8 9 10
Pasien diminta untuk mengamati dan menyebutkan huruf-huruf yang tertera pada kartu Snellen, mulai dari huruf terbesar (paling atas) sampai paling kecil (paling bawah). Pembacaan dilakukan mulai kanan ke kiri. Pemeriksa memperhatikan dengan seksama sampai dimana pasien dapat melihat dan membaca dengan jelas baris dengan huruf terkecil yang tertera pada kartu Snellen. Ulangi prosedur tersebut dengan cara yang sama pada mata yang satunya Menentukan visus (ketajaman penglihatan) Mencatat hasil pemeriksaan TOTAL
Keterangan : 0 = tidak dilakukan 1 = dilakukan tapi tidak benar 2 = dilakukan dengan benar Nilai : Total skor X 100 = ................ 20
CHECK LIST TES BUTA WARNA Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak dilakukan, angka (1) jika belum memuaskan atau (2) jika memuaskan.
No.
Skor
Aspek yang dinilai 0
1 2 3
4
5
6
7
Pemeriksa memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan prosedur tindakan yang akan dilakukan Mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan Menggunakan ruangan dengan pencahayaan yang baik dan jauh dari jendela agar tidak silau Menanyakan pasien apakah menggunakan kacamata atau lensa kontak dan mempersilahkan menggunakannya apabila pasien membaca biasa menggunakan alat bantu tersebut Tutup salah satu mata dengan penutup mata atau dengan menggunakan telapak tangan tapi tidak menekan bola mata Meletakkan buku kartu snellen pada jarak 75 cm dari pandangan mata pasien Meminta pasien membaca satu persatu angka yang terlihat pada halaman kartu snellen maksimal 3 detik untuk tiap kartu
1
2
8
9 10 11
Memperhatikan dengan seksama apakah pasien dapat membaca dengan tepat atau apakah terjadi gangguan penglihatan Ulangi prosedur tersebut untuk mata yang satunya Mencocokkan hasil tes dengan tabel pada kartu Ishihara untuk menentukan tipe kebutaan Mencatat hasil pemeriksaan TOTAL
Keterangan : 0 = tidak dilakukan 1 = dilakukan tapi tidak benar 2 = dilakukan dengan benar Nilai : Total skor X 100 = ................ 22