12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori A. Audit/Pemeriksaan Keuangan Negara oleh BPK RI 1. Auditing atau Pemeriksaan secara umum Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi
terhadap suatu organisasi, sistem, proses atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut pemeriksa. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima. Menurut Arens et al. (2003), pemeriksaan adalah “accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa dalam pemeriksaan dibutuhkan bukti yang kuat dan kriteria tertentu untuk membuat sebuah laporan. Selain itu disebutkan bahwa pemeriksaan harus dilaksanakan oleh orang yang kompeten dan independen. Abdul Halim dalam bukunya Auditing: Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan (2008:1-3) memberikan beberapa pengertian auditing, yaitu:
1) ASOBAC (A Statment of Basic Auditing Concepts). Auditing atau pemeriksaan adalah suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. 2) APC (Auditing Practices Commitee). Audit adalah pemeriksaan
independen dan pernyataan commit pendapat to user tentang laporan keuangan suatu
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
perusahaan oleh auditor yang ditunjuk menurut perjanjian dan sesuai dengan kewajiban hukum yang relevan. Dengan demikian dari definisi diatas diketahui bahwa setidaknya ada 3 elemen fundamental dalam auditing, yaitu: 1) Seorang auditor yang independen. 2) Auditor bekerja mengumpulkan bukti (evidence) untuk mendukung pendapatnya. 3) Hasil pekerjaan auditor adalah laporan yang disampaikan kepada pengguna laporan keuangan. 2. Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara Pengertian Pemeriksaan Keuangan Negara menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Sementara itu yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Lebih lanjut lagi dijelaskan yang dimaksud dengan keuangan negara tersebut meliputi: 1) Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; 2) Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; 3) Penerimaan Negara; 4) Pengeluaran Negara; 5) Penerimaan Daerah; 6) Pengeluaran Daerah; 7) Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan commit to user pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
8) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; 9) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Kedua pengertian diatas menjelaskan tugas dari BPK sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan pemeriksaan oleh BPK didasarkan pada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional. Standar tersebut telah disusun dan kemudian berlaku pada tahun 2007 melalui Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar ini yang menjadi pedoman bagi pemeriksa di lingkungan BPK ataupun pemeriksa yang bekerja untuk dan atas nama BPK dalam melaksanakan tugas pemeriksaan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 6 ayat 3, disebutkan bahwa jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK adalah Pemeriksaan Keuangan, Pemeriksaan Kinerja dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu. Masing-masing jenis pemeriksaan tersebut dijabarkan lebih detil dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) sebagai berikut. 1) Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 2) Pemeriksaan Kinerja Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Negara yang terdiri atas aspek ekonomi dan efisiensi serta commit to user pemeriksaan efektivitas. Dalam melakukan pemeriksaan kinerja
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan yang diperiksa. Pemeriksaan kinerja menghasilkan informasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja suatu program dan memudahkan pengambilan keputusan bagi pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengambil
tindakan
koreksi
serta
meningkatkan
pertanggungjawaban publik. Pemeriksaan kinerja dapat memiliki lingkup yang luas atau sempit dan menggunakan berbagai metodologi, berbagai tingkat analisis, penelitian atau evaluasi. 3) Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Pemeriksaan dengan tujuan tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu dapat bersifat eksaminasi (examination), reviu (review) atau tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan,
pemeriksaan
investigatif
dan
pemeriksaan
atas
pengendalian intern. 3. Kewenangan Pemeriksaan Keuangan Negara oleh BPK RI
Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa BPK RI dibentuk untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Selanjutnya mengenai kewenangan BPK dalam melaksanakan tugasnya memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang BPK, yaitu antara lain: 1) Berkaitan dengan pelaksanaan tugas pemeriksaan, Badan Pemeriksa Keuangan berwenang: a) menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan; b) meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara; c) melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitunganperhitungan,
surat-surat,
bukti-bukti,
rekening
koran,
pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara; d) menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK; e) menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; f) menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; g) menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK; h) membina jabatan fungsional Pemeriksa; i) memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan j) memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah. 2) Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat: a) meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara; b) mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi objek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya; c) melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan commit to user dokumen pengelolaan keuangan Negara;
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) meminta keterangan kepada seseorang; e) memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan. 3) Menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. 4) Memantau pelaksanaan: a) penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain; b) pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK; dan c) pelaksanaan
pengenaan
ganti
kerugian
negara/daerah
yang
ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 5) Dapat memberikan: a) memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya; b) pertimbangan atas penyelesaian kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah; dan/atau c) keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah. 6) Membuat peraturan Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kekuatan mengikat secara umum dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Komunikasi Interpersonal sebagai Dasar Interaksi 1. Pengertian komunikasi interpersonal Komunikasi interpersonal menurut Devito (1989) dalam bukunya Interpersonal Communication (dalam Alo Liliweri, 2015:26) memiliki pengertian sebagai berikut: 1) Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika; 2) Komunikasi yang terjadi karena interaksi antar pribadi yang mempengaruhi individu lain dalam cara tertentu; 3) Interaksi verbal dan nonverbal antara dua atau lebih orang yang saling berpengaruh satu sama lain. Mulyana (2008:81) mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara orang-orang secara bertatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami istri, atau rekan sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid, atasan-bawahan dan sebagainya. Ciri-ciri komunikasi diadik adalah bahwa pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat; pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan secara verbal maupun nonverbal. Keberhasilan komunikasi menjadi tanggungjawab para peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respon nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang dinamis. Dengan tetap memperhatikan kedinamisannya, menurut Reardon Kathleen K. (1987:10) yang juga dikutip dan diterjemahkan oleh Hardjana (2003:86-90), komunikasi interpersonal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Komunikasi interpersonal meliputi perilaku verbal dan non verbal Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dan diungkapkan dalam bentuk verbal dan nonverbal. Mencakup isi pesan dan bagaimana pesan tersebut dikatakan atau diungkapkan. 2) Komunikasi interpersonal meliputi komunikasi berdasarkan perilaku spontan (spontaneous behavior), perilaku menurut kebiasaan (script behavior), perilaku menurut kesadaran (contrived behavior) atau kombinasi ketiganya. Perilaku spontan dalam berkomunikasi adalah perilaku yang dilakukan karena desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi secara kognitif. Sedangkan perilaku menurut kebiasaan adalah perilaku yang kita pelajari dari kebiasaan kita. Perilaku ini khas, dilakukan pada situasi tertentu, dan dimengerti orang. Perilaku sadar adalah perilaku yang dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku ini dirancang sebelumnya dan disesuaikan dengan orang yang akan dihadapi, urusan yang harus diselesaikan, dan situasi serta kondisi yang ada. 3) Komunikasi interpersonal tidaklah statis tetapi berkembang Komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi yang berkembang, yang berbeda-beda tergantung dari tingkat hubungan pihak-pihak
yang
terlibat
dalam
komunikasi,
pesan
yang
dikomunikasikan dan cara pesan itu dikomunikasikan. Komunikasi itu berkembang, berawal dari saling pengenalan yang dangkal, berlanjut makin mendalam, dan berakhir dengan saling pengenalan yang amat mendalam. Namun demikian, jalinan ini pun dapat terputus dan sampai akhirnya saling melupakan. 4) Komunikasi interpersonal mencakup umpan balik pribadi, interaksi dan koherensi Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi tatap muka yang memungkinkan
terjadinya
umpan
balik
(feedback).
Dalam
komunikasi ini terjadi interaksi commit to userdiantara pengirim dan penerima
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pesan, yang satu mempengaruhi yang lain. Pengaruh itu terjadi pada tataran kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), dan perilaku (behavior). Semakin berkembang komunikasi interpersonal itu, semakin intensif umpan balik dan interaksi dan hal inilah yang menimbulkan terciptanya koherensi dalam komunikasi. 5) Komunikasi interpersonal berpedoman pada aturan intrinsik dan ekstrinsik Komunikasi interpersonal dapat berjalan dengan baik jika mengikuti peraturan tertentu. Peraturan intrinsik adalah peraturan yang dikembangkan oleh masyarakat untuk mengatur cara orang harus berkomunikasi satu sama yang lain. Peraturan ini menjadi pedoman perilaku dalam komunikasi interpersonal. Karena ditetapkan oleh masyarakat, budaya dan bangsa. Sedangkan peraturan ekstrinsik adalah peraturan yang ditetapkan oleh situasi atau masyarakat. 6) Komunikasi interpersonal merupakan suatu aktivitas Komunikasi interpersonal bukan hanya komunikasi dari pengirim dan penerima, melainkan komunikasi timbal baik antara pengirim dan penerima pesan. Komunikasi interpersonal bukan sekedar serangkaian rangsangan, stimulus-respon, tetapi serangkaian proses saling penerimaan, penyerapan, dan penyampaian tanggapan yang sudah diolah oleh masing-masing pihak. 7) Komunikasi interpersonal mencakup persuasi Komunikasi interpersonal berperan untuk saling mengubah dan mengembangkan. Melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi dapat saling memberi inspirasi, semangat dan dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaan, dan sikap yang sesuai dengan topik yang sedng dibahas bersama. Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri komunikasi interpersonal diatas diketahui bahwa komunikasi yang terjadi antara auditor dan auditee dalam proses pelaksanaan pemeriksaan keuangan negara adalah termasuk komunikasi interpersonal. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Tujuan komunikasi interpersonal Komunikasi interpersonal dapat dipergunakan untuk berbagai macam tujuan. Devito dalam bukunya yang berjudul “The Interpersonal Communication” (2007:7) menyatakan bahwa semua orang yang terlibat di dalam komunikasi interpersonal memiliki tujuan yang bermacam-macam, seperti: untuk mengenal diri sendiri dan orang lain, untuk mengetahui dunia luar, untuk menciptakan dan memelihara hubungan, untuk mempengaruhi sikap dan perilaku, untuk bermain dan mencari hiburan dan untuk membantu. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Marhaeni Fajar (2009:78-80) sebagai berikut: 1) Mengenal diri sendiri dan orang lain Salah satu cara untuk mengenal diri sendiri adalah melalui komunikasi interpersonal. Komunikasi ini menjadi sarana bagi kita untuk membicarakan diri kita sendiri, sehingga melalui komunikasi interpersonal kita belajar tentang bagaimana dan sejauh mana kita harus membuka diri pada orang lain. Selain itu, komunikasi interpersonal juga dapat membuat kita mengetahui nilai, sikap, dan perilaku orang lain, sehingga kita dapat memberi tanggapan secara tepat terhadap tindakan orang lain. 2) Mengetahui dunia luar Komunikasi
interpersonal
juga
memungkinkan
kita
untuk
memahami lingkungan kita secara baik, yakni tentang objek dan peristiwa-peristiwa yang dialami orang lain. Banyak informasi yang kita miliki berasal dari interaksi interpersonal. Meskipun ada yang berpendapat bahwa sebagian besar informasi yang ada berasal dari media massa, tetapi informasi-informasi tersebut sering dibicarakan dan diinternalisasi melalui komunikasi interpersonal. Dan pada kenyataannya, nilai keyakinan, sikap, dan perilaku kita lebih banyak dipengaruhi oleh komunikasi interpersonal daripada media massa. 3) Menciptakan dan memelihara hubungan Manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial oleh sebab itu, dalam kehidupan sehari-hari orang ingin commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Kita tidak ingin hidup sendiri, terisolasi dari masyarakat kita dan kita pun ingin merasa dicintai dan disukai serta sekaligus menyayangi dan menyukai orang lain. Oleh karenanya, kita menggunakan banyak waktu untuk berkomunikasi interpersonal yang bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain, sehingga hidup kita terasa lebih bermakna. 4) Mempengaruhi sikap dan perilaku Melalui komunikasi interpersonal sering kita berupaya untuk mengubah sikap dan perilaku orang lain dengan cara membujuk atau dengan upaya-upaya yang bersifat persuasif. 5) Bermain dan mencari hiburan Melalui komunikasi interpersonal kita dapat mencari hiburan atau melakukan kegiatan yang menyenangkan sehingga kita dapat merasakan kelepasan atau kelegaan. 6) Membantu Psikiater, psikolog, dan ahli terapi adalah contoh profesi yang mempunyai fungsi menolong orang lain. Tugas-tugas tersebut dilakukan melalui komunikasi interpersonal. 3. Unsur/komponen komunikasi interpersonal Dalam komunikasi interpersonal ada 8 (delapan) komponen seperti yang diuraikan dalam bukunya Devito (2007:9-20). Kedelapan komponen tersebut adalah: 1) Sumber-penerima Kita menggunakan istilah sumber-penerima sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan untuk menegaskan bahwa setiap orang yang teribat dalam komunikasi adalah sumber (atau pembicara) sekaligus penerima (atau pendengar). Anda mengirimkan pesan ketika anda berbicara, menulis, atau memberikan isyarat tubuh. Anda menerima pesan dengan mendengarkan, membaca, membaui dan sebagainya. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Enkoding-Dekoding Dalam ilmu komunikasi kita menamai tindakan menghasilkan pesan (misalnya, berbicara atau menulis) sebagai enkoding (encoding). Dengan menuangkan gagasan-gagasan kita ke dalam gelombang suara atau ke atas selembar kertas, kita menjelmakan gagasangagasan tadi ke dalam kode tertentu. Jadi, kita melakukan enkoding, sedangkan kita menamai tindakan menerima pesan (misalnya, mendengarkan atau membaca) sebagai dekoding (decoding). Dengan menerjemahkan gelombang suara atau kata-kata di atas kertas menjadi gagasan, kita menguraikan kode tadi atau kita melakukan dekoding. Oleh karenanya, kita menamai pembicara atau penulis sebagai enkoder (encoder), dan pendengar atau pembaca sebagai dekoder (decoder). Seperti halnya sumber-penerima, kita menuliskan enkoding-dekoding sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan untuk menegaskan bahwa kita menjalankan fungsi-fungsi ini secara simultan. Ketika kita berbicara (enkoding), kita juga menyerap tanggapan dari pendengar (dekoding). 3) Pesan Pesan
komunikasi
dapat
mempunyai
banyak
bentuk.
Kita
mengirimkan dan menerima pesan ini melalui salah satu atau kombinasi tertentu dari panca indra kita. Walaupun biasanya kita menganggap pesan selau dalam bentuk verbal (lisan maupun tertulis),
ini bukanlah satu-satunya jenis pesan. Kita juga
berkomunikasi secara nonverbal (tanpa kata). Sebagai contohnya, berkomunikasi secara nonverbal dapat diwujudkan melalui busana yang
kita
kenakan,
cara
kita
berjalan,
berjabat
tangan,
menggelengkan kepala, menyisir rambut, duduk dan tersenyum, atau dengan kata lain, melalui segala hal yang kita ungkapkan dalam melakukan komunikasi. 4) Saluran Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi
berlangsung commit tomelalui user
hanya
satu
saluran,
kita
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggunakan dua, tiga atau empat saluran yang berbeda secara simultan. Sebagai contoh, dalam interaksi tatap muka kita berbicara dan mendengarkan (saluran suara), kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual (saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran olfaktori). Seringkali kita saling menyentuh, ini pun merupakan komunikasi (saluran taktif). 5) Gangguan Gangguan (noise) adalah gangguan dalam komunikasi yang mendistorsi pesan.
Gangguan
menghalangi
penerima
dalam
menerima pesan dan sumber dalam mengirimkan pesan. Gangguan dikatakan ada dalam suatu sistem komunikasi bila ini membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik (ada orang lain yang berbicara), psikologis (pemikiran yang sudah ada di kepala kita), atau semantik (salah mengartikan makna). 6) Etik Karena komunikasi mempunyai dampak, maka ada masalah etik disini. Karena komunikasi mengandung konsekuensi, maka ada aspek benar-salah dalam setiap tindak komunikasi. Tidak seperti prinsip-prinsip komunikasi yang efektif, prinsip-prinsip komunikasi yang etis sulit dirumuskan. Seringkali kita dapat mengamati dampak komunikasi, dan berdasarkan pengamatan ini, merumuskan prinsipprinsip komunikasi yang efektif, tetapi kita tidak dapat mengamati kebenaran atau ketidakbenaran suatu tindak komunikasi. Dimensi etik dari komunikasi makin rumit karena etik tidak memliki keterkaitan erat dengan falsafah hidup pribadi seseorang sehingga sukar untuk menyarankan pedoman yang beraku bagi setiap orang. Meskipun sukar, pertimbangan etik tetaplah merupakan bagian integral dalam setiap tindak komunikasi. Keputusan yang kita ambil dalam hal komunikasi harus dipedomani oleh apa yang kita anggap benar di samping juga oleh apa yang kita anggap efektif. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7) Lingkungan Komunikasi Lingkungan (konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga dimensi, yaitu fisik, sosial-psikologis, dan temporal (waktu). Yang dimaksud dengan dimensi fisik adalah ruang dimana komunikasi berlangsung secara nyata atau berwujud. Dimensi sosial-psikologis meliputi: misalnya, tata hubungan status diantara mereka yang terlibat, peran yang dijalankan, dan aturan budaya masyarakat dimana mereka berkomunikasi. Lingkungan atau konteks ini juga mencakup rasa persahabatan, atau permusuhan, formalitas atau informalitas, serius atau senda gurau. Dan sedangkan dimensi temporal (waktu), mencakup waktu dalam hitungan jam, hari, atau sejarah dimana komunikasi berlangsung. Ketiga dimensi lingkungan ini
saling
berinteraksi;
masing-masing
mempengaruhi
dan
dipengaruhi oleh yang lain. Sebagai contoh, terlambat memenuhi janji dengan seseorang (dimensi temporal), dapat mengakibatkan berubahnya suasana persahabatan-permusuhan (dimensi sosialpsikologis),
yang
kemudian
dapat
menyebabkan
perubahan
kedekatan fisik dan pemilihan rumah makan untuk makan malam (dimensi fisik). Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan banyak perubahan lain. Proses komunikasi tidak pernah statis. 8) Kompetensi komunikasi Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan kita untuk berkomunikasi secara efektif (Spitzberg dan Cupach, 1989). Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi isi (content) dan bentuk pesan komunikasi (misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain). Pengetahuan tentang tata cara perilaku nonverbal (misalnya kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta kedekatan komunikasi.
fisik)
juga
merupakan
commit to user
bagian
dari
kompetensi
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk dapat menciptakan suasana psikologis yang nyaman dalam pemeriksaan, maka pemahaman mengenai unsur/komponen komunikasi interpersonal dalam proses komunikasi merupakan hal yang mendasar dan penting bagi auditor dan auditee agar dapat berinteraksi dengan baik. 4. Prinsip-prinsip komunikasi interpersonal Setelah mengetahui pengertian, tujuan dan komponen komunikasi interpersonal, kita mengenal tentang prinsip-prinsip komunikasi interpersonal (Devito, 2007:21-29) sebagai berikut: 1) Komunikasi interpersonal merupakan proses transaksional Komunikasi adalah transaksi. Dengan transaksi dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses, komponen-komponennya saling terkait, dan bahwa para komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan. 2) Komunikasi interpersonal bersifat ambigu Pesan yang ambigu adalah pesan yang dapat diartikan lebih dari dua makna.
Kadang-kadang
berkomunikasi
orang
ambiguitas menggunakan
mencul
karena
dalam
yang
dapat
kata-kata
diinterpretasikan secara berbeda. 3) Komunikasi interpersonal merupakan hubungan simetris dan komplementer Hubungan dapat berbentuk simetris atau komplementer. Dalam hubungan simetris dua orang saling bercermin pada perilaku yang lainnya.
Jika
salah seorang
mengangguk,
yang
lain
akan
mengangguk; jika yang satu menampakkan rasa cemburu, yang lain memperlihatkan rasa cemburu; jika yang satu pasif yang lain pasif. Hubungan ini bersifat setara (sebanding), dengan penekanan pada pengurangan perbedaan di antara kedua orang yang bersangkutan. Hubungan simetris bersifat kompetitif; masing-masing pihak berusaha mempertahankan kesetaraan atau keunggulannya dari yang lain. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan dalam hubungan komplementer, kedua pihak mempunyai perilaku yang berbeda. Perilaku salah seorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer bagi yang lain. Dalam hubungan komplementer perbedaan diantara keduanya dimaksimalkan. Orang menempati posisi yang berbeda; yang satu kuat, yang lain lemah. Pada masanya, budaya membentuk hubungan seperti ini, misalnya hubungan antara guru dan murid, atau antara atasan dan bawahan. Walaupun hubungan komplementer umumnya produktif, dimana perilaku salah satu mitra melengkapi atau menguatkan perilaku yang lain, tetap saja masih timbul adanya masalah. Salah satu masalah dalam hubungan komplementer adalah yang disebabkan oleh kekakuan yang berlebihan. 4) Komunikasi interpersonal mengacu pada isi dan hubungan Komunikasi, setidak-tidaknya sampai batas tertentu, berkaitan dengan dunia nyata atau sesuatu yang berada di luar (bersifat ekstern)
bagi
pembicara
dan
pendengar.
Tetapi
sekaligus,
komunikasi juga menyangkut hubungan diantara kedua belah pihak. Dalam setiap situasi komunikasi, dimensi isi mungkin tetap sama tetapi aspek hubungan dapat berbeda, atau aspek hubungan tetap sama sedangkan isinya berbeda. 5) Komunikasi
interpersonal
merupakan
rangkaian
komunikasi
dipunktuasi Peristiwa komunikasi merupakan transaksi yang kontinyu. Tidak ada awal dan akhir yang jelas. Sebagai pemeran serta atau sebagai pengamat tindak komunikasi, kita membagi proses kontinyu dan berputar ini kedalam sebab dan akibat, atau ke dalam stimulus dan tanggapan.
Artinya,
kita
mensegmentasikan
arus
kontinyu
komunikasi ini kedalam potongan-potongan yang lebih kecil. Kita menamai beberapa diantaranya sebagai sebab atau stimulus dan lainnya sebagai efek atau tanggapan. 6) Komunikasi interpersonal memiliki sifat tidak terhindarkan, berjalan satu arah (tidak dapatcommit dibalik) todan usertidak dapat diulangi
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komunikasi interpersonal dapat berlangsung secara tidak sengaja, tanpa tujuan, tanpa termotivasi secara sadar. Seringkali komunikasi interpersonal terjadi meskipun seseorang tidak menginginkannya. Komunikasi interpersonal juga berjalan satu arah, artinya bahwa proses
komunikasi
yang
telah
terjadi
tidak
dapat
dibalik
(irreversible). Apa yang telah dikomunikasikan tidak dapat ditarik kembali. Selain itu, komunikasi yang telah terjadi interpersonal juga tidak dapat diulang sama seperti pertama kali terjadi. Hal ini karena segala sesuatu dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu. 5. Efektifitas komunikasi interpersonal Komunikasi interpersonal, seperti perilaku yang lain, dapat sangat efektif dan dapat pula tidak efektif. Sedikit saja perjumpaan interpersonal yang gagal total atau berhasil total, tetap ada perjumpaan yang lebih efektif ketimbang yang lain (Devito, 1997:259-270). Menurut Devito, karakteristik efektifitas komunikasi interpersonal ini dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu: 1) Sudut pandang Humanistik Sudut pandang ini menekankan pada keterbukaan, empati, sikap mendukung dan kualitas-kualitas lain yang menciptakan interaksi yang bermakna, jujur dan memuaskan. Pandangan ini dimulai dengan pandangan umum yang menurut para filsuf dan humanis menentukan terciptanya hubungan antar manusia yang superior (misalnya kejujuran, keterbukaan dan sikap positif). 2) Sudut pandang Pragmatis Sudut pandang ini menekankan pada manajemen dan kesegeraan interaksi dan, secara umum, kualitas-kualitas yang menentukan pencapaian tujuan yang spesifik, yang dari riset diketahui efektif dalam
komunikasi
interpersonal,
kemudian
mengelompokkan
keterampilan-keterampilan ini kedalam kelas-kelas perilaku umum, misalnya ketrampilan manajemen interaksi atau manajemen orientasi lainnya. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Sudut pandang Pergaulan Sosial dan Kesetaraan Sudut pandang ini didasarkan pada model ekonomi imbalan dan biaya. Sudut pandang ini mengasumsikan bahwa suatu hubungan merupakan suatu komitmen dimana imbalan dan biaya saling dipertukarkan. Ketiga sudut pandang tersebut tidaklah sama sekali terpisah, melainkan saling melengkapi. Masing-masing sudut pandang akan membantu dalam memahami efektifitas komunikasi interpersonal, berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut aspek-aspek yang terkait dengan ketiga sudut pandang di atas. 1) Sudut pandang Humanistik untuk Efektivitas antar Pribadi Dalam sudut pandang humanistik ini ada empat kualitas umum yang dipertimbangkan: keterbukaan, empati, sikap mendukung dan kesetaraan. a) Keterbukaan Tiga aspek dari kualitas keterbukaan komunikasi antar pribadi: terbuka pada orang yang diajaknya berinteraksi. Adanya kesediaan untuk mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan dan kita berhak mengharapkan hal ini. kepemilikan perasaan dan pikiran yang mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang kita lontarkan adalah memang milik kita dan kita bertanggungjawab atasnya. b) Empati Henry
Backrack
(1976)
mendefiniskan
empati
sebagai
“kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu”. Berempati commit to user bertujuan merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya.
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Empati dapat dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang lain melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yag penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya. c) Sikap mendukung Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memerlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin, dan (4) sikap positif. Untuk lebih jelasnya keempat sikap tersebut diuraikan sebagai berikut: Deskriptif. Suasana yang bersifat deskriptif dan bukan evaluatif membantu terciptanya sikap mendukung. Bila seseorang
mempersepsikan
suatu
komunikasi
sebagai
permintaan akan informasi atau uraian mengenai suatu kejadian tertentu, seseorang umumnya tidak merasakan ancaman. Di pihak lain, komunikasi yang bernada menilai seringkali membuat kita bersikap defensif. Tony Brougher, dalam A Way With Words (1982), mengemukakan tiga aturan untuk komunikasi deskriptif; (1) jelaskan apa yang terjadi; (2) jelaskan bagaimana perasaan kita; (3) jelaskan bagaimana hal ini terkait dengan lawan bicara. Spontanitas. Gaya spontan membantu menciptakan suasana mendukung. Orang yang spontan dalam komunikasinya dan terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama – terus terang dan terbuka. Provisionalisme. Bersikap provisional, artinya tentatif dan berpikiran terbuka serta bersedia mendengarkan pandangan commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan. d) Sikap Positif Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi antarpribadi
dengan
sedikitnya
dua
cara,
yaitu
dengan
menyatakan sikap positif dan dengan secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita untuk berinteraksi. e) Kesetaraan (equality) Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif biala suasananya “setara”, artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masingmasing
pihak
mempunyai
sesuatu
yang
penting
untuk
disumbangkan. 2) Sudut pandang Prakmatis untuk Efektifitas Antar pribadi Sudut pandang prakmatik, keperilakuan, atau sering dikatakan sebagai sudut pandang “keras” untuk efektivitas antarpribadi, adakalanya dinamai model kompetensi, memusatkan pada perilaku spesifik yang harus digunakan oleh komunikator untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Adapun 6 (enam) kualitas efektivitas yang dimiliki adalah: a) Kepercayaan diri Komunikator yang efektif memiliki kepercayaan diri sosial; perasa cemas tidak mudah dilihat orang lain. Komunikator yang efektif selalu merasa nyaman bersama orang lain dan merasa nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya. b) Kebersatuan Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara pembicara dan pendengar – terciptanya rasa kebersamaan dan kesatuan. Kebersatuan menyatukan pembicara dan pendengar.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Manajemen interaksi Dalam manajemen interaksi yang efektif, tidak seorangpun merasa diabaikan atau merasa jadi tokoh penting. Masing-masing pihak berkontribusi dalam keseluruhan komunikasi. d) Pemantauan diri Pemantauan diri adalah manipulasi citra yang kita tampilkan kepada pihak lain (Syder, 1986). Pemantau diri yang cermat selalu menyesuaikan perilaku mereka menurut umpan balik dari pihak lain, guna mendapatkan efek paling menyenangkan. e) Daya ekspresi Daya ekspresi mengacu pada keterampilan mengkomunikasikan keterlibatan tulus dalam interaksi antarpribadi. Hal ini mencakup, misalnya, ekspresi tanggung jawab atas pikiran dan perasaan, mendorong daya ekspresi atau keterbukaan orang lain dan memberikan umpan balik yang relevan dan patut. Kita mendemostrasikan daya ekspresi dengan menggunakan variasi dalam kecepatan, nada, volume dan ritme suara untuk mengisyaratkan
keterlibatan
dan
perhatian
dan
dengan
membiarkan otot-otot wajah mencerminkan dan menggemakan keterlibatan ini. f) Orientasi kepada orang lain Orientasi
yang
mengacu
pada
kemampuan
kita
untuk
menyesuaikan diri dengan lawan bicara selama perjumpaan antarpribadi. Orientasi ini mencakup pengkomunikasian perhatian dan minat terhadap apa yang dikatakan lawan bicara. 3) Sudut pandang Pergaulan Sosial untuk Efektivitas Antarpribadi Teori pergaulan sosial mengatakan bahwa kita mengembangkan hubungan bila manfaatnya lebih besar daripada biaya yang mengharuskan kita keluarkan. Kita melibatkan diri dalam hubungan yang akan memberikan keuntungan bagi kita. Imbalan atau manfaat adalah hal-hal yang memenuhi kebutuhan kita akan rasa aman, seks, penerimaan sosial, keuntungan keuangan, status dan sebagainya. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Pola-Pola dalam Komunikasi 1. Pengertian Pola Komunikasi Pengertian Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada sosial yang mempunyai arah hubungan yang berlainan. Tubbs dan Moss (2001) mengatakan bahwa pola komunikasi atau hubungan itu dapat diciptakan oleh komplementaris atau simetri. Dalam hubungan komplementer, satu bentuk perilaku akan diikuti oleh lawannya.
Contohnya
perilaku
dominan
dari
satu
partisipan
mendatangkan perilaku tunduk dan lainnya. Dalam simetri, tingkatan sejauh mana orang berinteraksi atas dasar kesamaan. Dominasi bertemu dengan dominasi, atau kepatuhan dengan kepatuhan. Disini kita mulai melibatkan bagaimana proses interaksi menciptakan struktur sistem. Bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang mereka miliki. Suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang mengaitkan dua komponen, yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktifitas, dengan komponenkomponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi. Pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses mengkaitkan dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang menjadi langkah – langkah pada suatu aktifitas dengan komponen – komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan antar organisasi ataupun juga manusia.
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Jenis Pola Komunikasi Tidak semua komunikasi mampu memuaskan baik komunikator maupun komunikan. Dalam Relational Pattern Of Communication Theory (Littlejohn & Foss, 2008:197-198), Palo Alto Group menyatakan bahwa bila dua orang berkomunikasi, maka mereka akan mendefinisikan hubungannya dengan cara mereka berinteraksi. Polapola disusun, karena perilaku apapun mempunyai potensi untuk bersifat komunikatif. Dengan kata lain, saat berada di hadapan orang lain, kita akan mengekspresikan sesuatu tentang hubungan kita dengan orang tersebut, apakah kita sadar atau tidak melakukannya. Aksioma ini menarik bahkan saat kita mau berinteraksi dengan orang lain karena secara potensial, individu lain bisa “membaca” penghindaran kita sebagai suatu pernyataan. Ada dua tipe pola yang penting dalam Paul Alto Group (Littlejohn & Foss, 2008:197-198) untuk mengilustrasikan ide ini. Apabila dua orang merespon satu sama lain dengan cara yang sama, mereka terlibat dalam symmetrical relationship. Dalam tipe pola komunikasi ini Power struggle adalah ciri khasnya, dimana terjadi kondisi ketika satu orang menegaskan kontrol, kemudian yang lain merespon kembali dengan baik (struggle). Symmetrical relationship bukan selalu tentang power struggle. Kedua pihak bisa merespon pasif, kedua pihak juga dapat merespon dengan cara bertanya, atau kedua pihak berperilaku seperti saling
membimbing.
complementary merespon
Tipe
relationship.
dengan
cara
kedua Pada
yang
dari
hubungan
hubungan
berkebalikkan.
ini, Saat
ini
adalah
komunikator yang
satu
mendominasi, yang lain submissive; yang satu argumentatif, yang lain diam; yang satu membimbing, yang lain menolak. Pola komunikasi merupakan model dari proses komunikasi, sehingga dengan adanya berbagai dari proses komunikasi akan dapat ditemukan pola yang cocok dan mudah digunakan dalam komunikasi. Pola komunikasi identik dengan proses komunikasi, karena pola komunikasi menyampaikan sehingga diperoleh feedback dari commitpesan to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penerima pesan. Dari proses komunikasi model, bentuk, dan juga bagian-bagian kecil yang berkaitan erat dengan proses komunikasi. Hafied Cangara (2010:41) menjelaskan bahwa proses komunikasi yang sudah masuk dalam kategori pola komunikasi yaitu pola komunikasi primer, pola komunikasi sekunder, pola komunikasi linear, dan pola komunikasi sirkular. Dalam penelitian ini pola komunikasi yang dijadikan acuan peneliti adalah pola model sirkular. Sirkular secara harfiah berarti bulat, bundar, atau keliling. Dalam proses sirkular itu terjadinya feedback atau umpan balik. Dalam pola komunikasi yang seperti ini proses komunikasi berjalan terus yaitu adanya umpan balik antara komunikator dan komunikan. Dengan
adanya
umpan
balik
tersebut
komunikator
akan
mengetahui komunikasi berhasil atau gagal, yaitu umpan baliknya positif atau negatif. Dengan mengetahui umpan balik itu pula akan diperoleh hasil komunikasi yang lebih baik. Dalam pola komunikasi sirkular ini umpan balik memang dapat terjadi secara langsung, tetapi dengan mengetahui umpan balik secara langsung ini pula, terutama umpan balik negatif yang mengakibatkan berlanjut atau tidak komunikasi yang telah dijalani. Pola komuniksi sirkular ini menurut Aubrey Fisher (1986) didasarkan pada perspektif interaksi yang menekankan bahwa komunikator atau sumber memberi respon secara timbal balik pada komunikator lainnya. Perspektif interaksional ini menekankan tindakan yang bersifat simbolis dalam suatu perkembangan yang bersifat proses dari suatu komunikasi manusia. Pola sirkular ini mekanisme umpan balik dalam komunikasi dilakukan antara komunikator dan komunikan saling mempengaruhi antara keduanya yaitu sumber dan penerima. Osgood bersama Schmann pada tahun 1954 menekankan peranan komunikator dan penerima sebagai pelaku utama komunikasi. Pola sirkular yang digambarkan oleh commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Osgood dan Schmann mengenai proses komunikasi dapat dilihat dalam gambar ini : Gambar 2. Model Sirkular Osgood dan Schmann Message Encoder Interpretator
Recorder Interpretator Message Sumber: Dedy Mulyana (2000)
Model komunikasi ini menggambarkan proses komunikasi yang dinamis, di mana pesan transmit melalui proses encoding dan decoding. Encoding adalah proses interaksi yang dilakukan oleh sumber atas sebuah pesan. Sedangkan decoding adalah translasi yang dilakukan oleh penerima terhadap pesan yang berasal dari sumber dan penerima berlangsung secara terus menerus. Dalam proses ini pelaku komunikasi baik komunikator maupun komunikan mempunyai kedudukan yang sama, sehingga proses komunikasi dapat dimulai dan berakhir dimana saja. Dengan adanya proses komunikasi yang terjadi secara sirkular, akan memberi pengertian bahwa komunikasi perjalanannya secara memutar. Selain itu dalam pola komunikasi sifatnya lugas tidak ada perbedaan komunikan. Dari semua uraian mengenai pola komunikasi di atas menunjukkan bahwa proses komunikasi memiliki pola, model dan bentuk yang beraneka macam yang dapat dijadikan acuan bagi peneliti untuk dapat membahas pola komunikasi pelaksanaan pemeriksaan keuangan negara oleh pemeriksa BPK RI dengan auditeenya. Selanjutnya peneliti akan mengeneralisasikan sebuah proses komunikasi pemeriksaan tersebut untuk dapat dikategorikan menjadi sebuah pola.
D. Teori Reduksi Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory) Dalam banyak hal, kita memang berbeda satu sama lain. Semakin besar perbedaan yang kita miliki dan semakin sedikit yang kita ketahui commit to user tentang orang lain, maka semakin besar pula ketidakpastian dan terkadang
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kecemasan serta ketakutan yang kita miliki. Dalam rangka mengurangi ketidakpastian dalam hubungan auditor dengan auditee, maka dibutuhkan strategi yang tepat sehingga komunikasi yang dilakukan dapat bermanfaat. Ketidakpastian adalah suatu keragu-raguan terhadap suatu hubungan. Upaya anamnesa akan terganggu dengan adanya ketidakpastian dari partisipan komunikasi, khususnya auditee. Adanya ketidakpastian juga berarti menimbulkan adanya ketidakpercayaan auditee terhadap auditor, baik terhadap temuan pemeriksaan yang disusun maupun rekomendasi yang diberikan. Sedangkan dalam interaksi manapun, untuk mencapai hasil komunikasi yang terbaik diperlukan kepercayaan terhadap kedua belah pihak. Komunikasi mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam mengatasi persoalan pemeriksaan, karena komunikasi ini dilakukan bertujuan untuk mengubah sikap auditee yang was-was dan auditor yang skeptis. Sikap was-was pada auditee dan sikap skeptis auditor seharusnya diubah menjadi sikap kooperatif yang dapat membantu auditor dalam mencapai tujuan bersama atas pelaksanaan pemeriksaan BPK RI. Untuk itu dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Teori Pengurangan Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory–selanjutnya disebut URT) agar dapat membimbing peneliti dalam mengumpulkan, menganalisis, dan mengambilkan kesimpulan. Teori ini dipilih karena menurut peneliti URT akan membantu para pihak memahami pentingnya komunikasi interpersonal yang baik sehingga akan terbentuk interaksi awal yang baik. Interaksi awal yang baik akan berlanjut pada hubungan interpersonal yang efektif diantara auditor dan auditee. 1. Tujuan Teori Dalam penelitian ini digunakan URT dari Berger dan Calabrese, teori ini menjelaskan bagaimana mencari cara untuk mengurangi ketidakpastian yang kita alami saat bertemu dengan orang asing atau saat kita berada dalam situasi yang baru (dalam Beebe, Beebe & Redmond, 1996 : 96). commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seperti
halnya
teori
penetrasi
sosial,
teori
pengurangan
ketidakpastian juga mengakui bahwa interaksi-interaksi awal di antara orang-orang yang tidak saling kenal akan melibatkan pertukaran informasi,
dan perubahan pertukaran-pertukaran tersebut
dapat
diprediksi seiring dengan terjadinya kemajuan. Jika teori penetrasi sosial mengelaborasi perubahan-perubahan pembukaan diri yang terjadi seiring berjalannya waktu, teori pengurangan ketidakpastian berfokus pada mekanisme-mekanisme yang memotivasi perilaku komunikasi. (Berger, 2014:471). Teori ini melukiskan atau menggambarkan tiga parameter situasional yang meningkatkan keinginan orang untuk mengurangi ketidakpastian (Berger, 1979 dalam Budyatna, 2015:142). Parameter tersebut yaitu: 1) deviasi, apabila kita ingin tahu apabila individu melanggar harapan-harapan kita; 2) antisipasi interaksi mendatang, kita khususnya termotivasi untuk mengurangi ketidakpastian apabila kita mengharapkan
berinteraksi
lagi
dengan
seseorang;
dan
3)
mengendalikan sumber-sumber, kita khususnya merasa terpaksa untuk mengurangi ketidakpastian apabila seseorang menentukan imbalan dan biaya yang akan kita terima. URT mengenal dua peran komunikasi di dalam situasi antarpribadi Pertama,
kita
mencoba
untuk
memprediksi
dan
menjelaskan
komunikasi. Kedua, komunikasi menyediakan kita informasi untuk membantu kita memprediksi dan menjelaskan. Dalam hal ini komunikasi akan memberikan jawaban-jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan, mengumpulkan sedikit demi sedikit pengetahuan dari isyarat nonverbal, dan memperoleh informasi dari pengungkapanpengungkapan. Karena itu, URT mengemukakan bahwa komunikasi dapat menjadi sebab dan akibat mengenai ketidakpastian. (Berger & Calabrease, 1975 dalam Budyatna, 2015:143). Selain itu, Berger dan Calabrese (dalam West & Turner, 2011:175) menyatakan bahwa ketidakpastian berhubungan dengan 7 (tujuh) konsep lain yang berakar commit pada to userkomunikasi dan pengembangan
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hubungan, yaitu: output verbal, kehangatan nonverbal (seperti nada suara yang menyenangkan dan mencondongkan tubuh ke arah depan), pencarian
informasi
(bertanya),
pembukaan
diri,
resiprositas
pembukaan diri, kesamaan dan kesukaan. Tiap konsep ini bekerja bersama dengan lainnya sehingga para partisipan dapat mengurangi sebagian dari ketidakpastian mereka. 2. Asumsi dan Aksioma Teori Melalui aksioma dan teoremanya, URT mengemukakan sebuah pergerakan yang dinamis dari hubungan interpersonal pada tahap-tahap awalnya. Teori ini memperlihatkan konsep-konsep seperti pencarian informasi dan pembukaan diri yang secara khusus relevan terhadap pembelajaran akan perilaku komunikasi. URT berusaha untuk menempatkan komunikasi sebagai dasar perilaku manusia, dan karenanya sejumlah asumsi mengenai perilaku manusia dan komunikasi mendasari teori ini. Asumsi dalam URT yang diungkapkan West & Turner (2011:176179) adalah sebagai berikut: 1) Orang mengalami ketidakpastian dalam latar interpersonal Karena
terdapat
harapan
berbeda-beda
mengenai
kejadian
interpersonal, maka masuk akal untuk menyimpulkan bahwa orang merasakan ketidakpastian atau kecemasan untuk bertemu orang lain. 2) Ketidakpastian
adalah
keadaan
yang
tidak
mengenakan,
menimbulkan stress secara kognitif Berada didalam ketidakpastian membutuhkan energi emosional dan psikologis yang tidak sedikit. 3) Ketika orang asing bertemu, perhatian utama mereka adalah untuk mengurangi
ketidakpastian
mereka
dan
meningkatkan
prediktabilitas. Dalam hal ini ditekankan bahwa pencarian informasi biasanya dilakukan dengan mengajukan pertanyaan dengan tujuan untuk memperoleh prediktabilitas. commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Komunikasi interpersonal adalah sebuah proses perkembangan yang terjadi melalui tahapan-tahapan. Kebanyakan orang memulai interaksi dalam sebuah fase awal (entry phase), yang dapat didefinisikan sebagai tahap awal interaksi antara orang asing. Fase awal dituntun oleh aturan dan norma implisit dan eksplisit. Setelah itu, orang memasuki tahapan kedua, yang disebut sebagai fase personal (personal phase), atau tahap di mana partisipan mulai berkomunikasi dengan lebih spontan dan membuka lebih banyak informasi pribadinya. Fase personal dapat terjadi dalam perjumpaan awal, tetapi biasanya lebih banyak terjadi seteah dilakukan beberapa interaksi. Tahap ketiga, fase terakhir (exit phase), atau tahap di mana individu membuat keputusan mengenai apakah mereka ingin melanjutkan interaksi dengan pasangannya di masa yang akan datang. Meskipun semua orang tidak memasuki sebuah tahapan dengan cara yang sama atau tetap pada sebuah tahapan selama beberapa waktu. 5) Komunikasi interpersonal adalah alat yang utama untuk mengurangi ketidakpastian Komunikasi interpersonal sebagai fokus URT berarti bahwa komunikasi interpersonal mensyaratkan beberapa kondisi – beberapa di antaranya adalah kemampuan untuk mendengar, tanda respon nonverbal dan bahasa yang sama. 6) Kuantitas dan sifat informasi yang dibagi oleh orang akan berubah seiring dengan berjalannya waktu Asumsi ini berfokus pada fakta bahwa komunikasi interpersonal adalah perkembangan.
Teoritikus pengurangan ketidakpastian
percaya bahwa interaksi awal adalah elemen kunci dalam proses perkembangan ini. 7) Sangat
mungkin
untuk
menduga
perilaku
orang
dengan
menggunakan cara seperti hukum Para teoritikus memiiki cara pandang yang berbeda dengan menggunakan
ontologi, epistemologi, commit to user
dan
aksiologi
dalam
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjelaskan perilaku komunikasi. Salah satu ontologi yang sudah dibahas adalah hukum, yang berasumsi bahwa perilaku manusia diatur oleh prinsip-prinsip umum yang berfungsi dengan cara seperti hukum. Adapun aksioma-aksioma dari Berger (West & Turner, 2011:179182) yang menekankan persesuaian di antara ketidakpastian dan komunikasi yaitu: Aksioma 1 : Ketidakpastian dihubungkan secara negatif dengan komunikasi verbal. Dengan adanya tingkat ketidakpastian yang tinggi pada permulaan fase awal, ketika jumlah komunikasi verbal antara dua orang asing meningkat, tingkat ketidakpastian untuk tiap partisipan dalam suatu hubungan akan menurun.
Jika
ketidakpastian
menurun,
jumlah
komunikasi verbal meningkat. Aksioma 2 : Ketidakpastian dihubungkan secara negatif dengan ekspresivitas afiliatif non verbal. Ketika ekspres afiliatif nonverbal meningkat, tingkat ketidakpastian menurun dalam situasi interaksi awal. Selain itu penurunan tingkat ketidakpastian akan menyebabkan
peningkatan
keekspresifan
afiliatif
nonverbal. Aksioma 3 : Ketidakpastian dihubungkan secara positif dengan perilaku pencarian informasi. Tingkat
ketidakpastian
yang
tinggi
menyebabkan
meningkatnya perilaku pencarian informasi. Ketika tingkat ketidakpastian menurun, perilaku pencarian informasi juga menurun. Aksioma 4 : Ketidakpastian dihubungkan secara negatif dengan keakraban/keintiman isi komunikasi. Tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam sebuah hubungancommit menyebabkan to user penurunan tingkat keintiman
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari isi komunikasi. Tingkat ketidakpastian yang rendah menghasikan tingkat keintiman yang tinggi. Aksioma 5 : Ketidakpastian dihubungkan secara positif dengan tingkat resiprositas. Ketidakpastian yang tingkat tinggi menghasilkan tingkat resiprositas yang tinggi. Tingkat ketidakpastian yang rendah menghasikan tingkat resiprositas yang rendah pula. Aksioma 6 : Ketidakpastian dihubungkan secara negatif dengan tingkat kesamaan/kemiripan di antara para pihak. Kemiripan
di
ketidakpastian,
antara
orang
sementara
akan
mengurangi
ketidakmiripan
akan
meningkatan ketidakpastian. Aksioma 7 : Ketidakpastian dihubungkan secara negatif dengan kesukaan. Peningkatan tingkat ketidakpastian akan menghasilkan penurunan
dalam
ketidakpastian
kesukaan;
menghasikan
penurunan
dalam
peningkatan
dalam
kesukaan. Berikut tabel aksioma dalam teori ketidakpastian diatas: Tabel 2.1 Aksioma Teori Pengurangan Ketidakpastian Konsep Utama
Hubungan
Konsep yang berhubungan
↑ Ketidakpastian
Negatif
↓ Komunikasi Awal
↑ Ketidakpastian
Negatif
↓ Ekspresi Afiliatif Nonverbal
↑ Ketidakpastian
Positif
↑ Pencarian Informasi
↑ Ketidakpastian
Negarif
↓ Tingkat Keintiman Komunikasi
↑ Ketidakpastian
Positif
↓ Resiprositas
↓ Ketidakpastian
Negatif
↑ Kesamaan
↑ Ketidakpastian
Negatif
↓ Kesukaan
Sumber: West & Turner (2011)
Berdasarkan 7 aksioma diatas dari Berger dan Calabrese menawarkan sejumlah torema (theorems), atau pernyataan teoritis. Teori aksiomatis dibentuk dengan memasangkan dua aksioma untuk to user menghasilkan teorema. commit Dalam hal ini menghasilkan 21 teorema.
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut tabel 21 theorema teori ketidakpastian: Tabel. 2.2. Teorema Teori Pengurangan Ketidakpastian yang dideduksi dari aksioma 1
↑ Komunikasi Verbal
↑ Ekspresi Afiiatif Nonverbal
2
↑ Komunikasi Verbal
↑ Pencarian Informasi
3
↑ Komunikasi Verbal
↑ Tingkat Keintiman
4
↑ Komunikasi Verbal
↑ Resiprositas
5
↑ Komunikasi Verbal
↑ Kemiripan
6
↑ Komunikasi Verbal
↑ Kesukaan
7
↑ Ekspresi Afiliatif Nonverbal
↑ Pencarian Informasi
8
↑ Ekspresi Afiliatif Nonverbal
↑ Tingkat Keintiman
9
↑ Ekspresi Afiliatif Nonverbal
↑ Resiprositas
10
↑ Ekspresi Afiliatif Nonverbal
↑ Kemiripan
11
↑ Ekspresi Afiliatif Nonverbal
↑ Kesukaan
12
↑ Pencarian Informasi
↑ Tingkat Keintiman
13
↑ Pencarian Informasi
↑ Resiprositas
14
↑ Pencarian Informasi
↑ Kemiripan
15
↑ Pencarian Informasi
↑ Kesukaan
16
↑ Tingkat Keintiman
↑ Resiprositas
17
↑ Tingkat Keintiman
↑ Kemiripan
18
↑ Tingkat Keintiman
↑ Kesukaan
19
↑ Resiprositas
↑ Kemiripan
20
↑ Resiprositas
↑ Kesukaan
21
↑ Kemiripan
↑ Kesukaan
Sumber: West & Turner (2011)
Aksioma kedelapan ditambahkan berdasarkan penelitian Parks dan Adelman (1983) dalam West & Turner (2011) untuk melengkapi hubungan di antara ketidakpastian dan saling melengkapi dalam jaringan sosial manusia adalah: Aksioma 8 : Ketidakpastian dihubungkan secara negatif dengan jaringan-jaringan komunikasi bersama di antara para pihak. Makin orang berinteraksi dengan teman atau anggota keluarga dari mitra hubungan mereka, maka sedikit ketidakpastian yang mereka alami. Selanjutnya James Neuliep dan Erica Grohskop (2000) menyarankan to user aksioma kesembilancommit berdasarkan penelitian mereka yang
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengkorelasikan ketidakpastian dengan kepuasan komunikasi (West & Turner, 2011:190). Aksioma 9 : Terdapat hubungan kebalikan atau negatif antara ketidakpastian dengan kepuasan komunikasi. Selama perjumpaan interaksi awal, ketika individuindividu mengurangi ketidakpastian mereka mengalami kepuasan komunikasi daripada dalam situasi dimana ketidakpastian tergolong tinggi. Dalam konteks ini, kepuasan komunikasi diartikan sebagai respon afektif terhadap pencapaian tujuan dan harapan komunikasi. 3. Bentuk-bentuk ketidakpastian Berger & Bradac, 1982 dalam West & Turner (2011:184) dan Budyatna (2015:141) menjabarkan bahwa URT mengidentifikasikan dua bentuk ketidakpastian yang berasal dari interaksi diadik atau dyadic interaction, yaitu: 1) Ketidakpastian kognitif (cognitive uncertainty), yaitu mengacu kepada keragu-raguan yang dialami orang tentang keyakinan diri mereka dan keyakinan orang lain; 2) Ketidakpastian perilaku (behavioral unertainty), yaitu mengacu pada masalah-masalah yang dihadapi individu-individu tentang perbuatanperbuatan mereka sendiri dan perbuatan-perbuatan orang lain. Singkatnya ketidakpastian muncul apabila orang memiliki kurang informasi tentang diri mereka dan orang lain. Ketidakpastian sebagai bentuk kecemasan berkomunikasi dapat dilihat dari beberapa parameter seperti yang disebutkan oleh Miles Patterson dan Vicky Ritts (dalam Littlejohn & Foss, 2009: 99). Parameter-parameter tersebut adalah : 1) Aspek fisiologi, seperti detak jantung dan rona merah pipi karena malu 2) Manifestasi perilaku, seperti penghindaran dan proteksi diri 3) Dimensi kognitif, seperti fokus diri dan pikiran negatif. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
West & Turner (2011: 184) selanjutnya menjelaskan bahwa jika salah satu pihak mempertanyakan pendapat pihak lain atas pilihan dan keyakinannya, maka ketidakpastian koginitif meningkat; sedangkan jika para pihak melakukan pembukaan diri (self disclosure) secara tidak sesuai (membuka informasi mengenai diri sendiri kepada orang lain) atau benar-benar tidak mengindahkan pasangan bicaranya, maka ketidakpastian perilaku akan meningkat. Orang dapat berbeda dalam ketidakpastian koginitif, ketidakpastian perilaku, atau keduanya sebelum, selama, atau setelah interaksi. Adapun Berger (1979) dalam West & Turner (2011:193) menyatakan adanya tiga kondisi pendahulu utama ketika seseorang mencari pengurangan ketidakpastian, yaitu: 1) Ketika orang satunya mempunyai potensi untuk memberikan penghargaan atau hukuman. 2) Ketika orang satunya berperilaku kebaikan dari yang diharapkan. 3) Ketika seseorang mengharapkan interaksi selanjutnya dengan orang lain. 4. Cara pengurangan ketidakpastian Berger dan koleganya (1989) dalam Budyatna (2015:144) telah mengidentifikasikan tiga strategi yang digunakan untuk menanggulangi ketidakpastian, yaitu: 1) Mencari informasi Konsisten dengan pemusatan pada komunikasi sebagai sarana bagi perolehan
pengetahuan,
URT
menggambarkan
tiga
kategori
mengenai pencarian informasi, yaitu (Berger & Bradac, 1982; Berger & Kellerman, 1994) : Strategi pasif adalah strategi dimana pihak yang hendak mereduksi ketidakpastian mengumpulkan informasi tentang target melalui observasi, tanpa harus berhubungan langsung dengan target (unobtrusive observation). Misalnya dengan mengamati orang menjadi target ketika berinteraksi dengan orang lain, atau melakukan pengamatan kejauhan. commitdari to user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
Strategi aktif adalah observasi mengenai target person tanpa adanya interaksi langsung antara pihak yang melakukan observasi dengan target. Termasuk dalam kategori ini adalah perolehan informasi mengenai target melalui pihak ketiga. Dalam hal ini yang bersangkutan telah mengambil tindakan untuk memperoleh informasi dan tidak betul-betul berinteraksi dengan orang yang menjadi target. Strategi interaktif adalah strategi perolehan informasi dimana pihak yang melakukan observasi melibatkan diri secara langsung dan ada kontak secara tatap muka (face to face) dengan target. Misalnya berupa tanya jawab, pengungkapan secara timbal balik, dan membuat target rileks dalam suasana santai. 2) Membuat perencanaan Individu-individu juga dalam menanggulangi ketidakpastian dengan membuat perencanaan sebelum dan selama interaksi sosial (Berger, 1997). Sebuah “rencana” merupakan sebuah gambaran kognitif mengenai tindakan-tindakan yang orang dapat gunakan. Supaya berhasil, individu-individu harus merencanakannya pada tingkat yang optimal untuk kompleksitas. Individu-individu paling berhasil dalam lingkungan-lingkungan yang ambigu (tidak pasti) apabila mereka dapat menghasilkan, membuat, dan mengubah rencanarencana untuk membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi (Berger, 1997) 3) Membatasi Strategi ketiga ialah membatasi terhadap hasil-hasil negatif yang dapat terjadi apabila pembuatan pesan-pesan dalam kondisi-kondisi ketidakpastian (Berger, 1997). Dalam hal ini individu dapat menyusun pesan-pesan dengan cara yang memperkecil penampilan yang menjengkelkan, contohnya dengan menggunakan humor untuk memperhalus permintaan mereka, atau mereka akan mengalihkan arah pesan mereka jika mereka perlu menarik diri. Pilihan lainnya adalah dengan menggunakan pesan-pesan yang ambigu untuk commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menutupi maksud yang sebenarnya, atau menggunakan penolakanpenolakan untuk menangkal reaksi-reaksi yang negatif. Alternatif lainnya adalah dengan mengendalikan cerita untuk mendapatkan informasi selagi yang lainnya berbicara.
E. Pengungkapan Diri (Self Disclosure) Pengungkapan diri merupakan landasan bagi semua bentuk dan fungsi komunikasi dimana seseorang mengungkapkan informasi tentang dirinya yang biasanya disembunyikan. Dalam hal ini, informasi yang bisa berkaitan dengan pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang atau tentang orang lain yang sangat dekat dan sangat dipikirkannya. 1. Pengertian Pengungkapan Diri (Self Disclosure) Pengertian pengungkapan diri adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan individu tersebut. Konsep yang lebih jelas dikemukakan oleh Devito (1995), yang mengartikan self disclosure sebagai salah satu tipe komunikasi dimana, informasi tentang diri yang biasa dirahasiakan diberitahu kepada orang lain. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu informasi yang diutarakan tersebut haruslah informasi baru yang belum pernah didengar orang tersebut sebelumnya. Kemudian informasi tersebut haruslah informasi yang biasanya disimpan/dirahasiakan. Hal terakhir adalah informasi tersebut harus diceritakan kepada orang lain baik secara tertulis dan lisan. Jadi dapat disimpulkan bahwa self disclosure adalah bentuk komunikasi interpersonal yang didalamnya terdapat pengungkapan ide, perasaan, fantasi, informasi mengenai diri sendiri yang bersifat rahasia dan belum pernah diungkapkan kepada orang lain secara jujur. 2. Faktor-Faktor Pengungkapan Diri Faktor – faktor yang mempengaruhi self disclosure menurut Devito (1995), yaitu:
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Mengungkapkan diri kepada orang lain Secara umum self disclosure adalah hubungan timbal balik. Dyadic effect dalam pengungkapan diri menyatakan secara tidak langsung bahwa dalam proses ini terdapat efek spiral (saling berhubungan), dimana setiap pengungkapan diri individu diterima sebagai stimulus untuk penambahan pengungkapan diri dari yang lain. Dalam hal ini, pengungkapan diri antar kedua individu akan semakin baik jika pendengar bersikap positif dan menguatkan. Secara umum, individu cenderung menyukai orang lain yang mengungkapkan cerita rahasianya pada jumlah yang kira-kira sama. 2) Ukuran audiens Pengungkapan diri, mungkin karena sejumlah ketakutan yang dirasakan oleh individu karena mengungkapkan cerita tentang diri sendiri, lebih sering terjadi dalam kelompok yang kecil daripada kelompok yang besar. Dengan pendengar lebih dari satu seperti monitoring sangatlah tidak mungkin karena respon yang nantinya bervariasi antara pendengar. Alasan lain adalah jika kelompoknya lebih besar dari dua, pengungkapan diri akan dianggap dipamerkan dan terjadinya pemberitaan publik. Tak lama kemudian akan dianggap hal yang umum karena sudah banyak orang yang tahu. 3) Topik Topik
mempengaruhi
jumlah
dan
tipe
pengungkapan
diri.
Menemukan bahwa pengungkapan diri mengenai uang, kepribadian dan fisik lebih jarang dibicarakan daripada berbicara tentang rasa dan minat, sikap dan opini, dan juga pekerjaan. Hal ini terjadi karena tiga topik pertama lebih sering dihubungkan dengan self-concept seseorang, dan berpotensi melukai orang tersebut. 4) Valensi Nilai (kualitas positif dan negatif) pengungkapan diri juga berpengaruh secara signifikan. Pengungkapan diri yang positif lebih disukai daripada pengungkapan diri yang negatif. Pendengar akan commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih suka jika pengungkapan diri orang lain yang didengarnya bersifat positif. 5) Seks Banyak penelitian mengindikasikan secara umum, bahwa wanita lebih terbuka daripada pria tapi keduanya membuat disclosure (penyingkapan) negatif yang hampir sama dari segi jumlah dan tingkatannya. 6) Ras, kewarganegaraan, dan umur Terdapat perbedaan ras dan kebangsaan dalam pengungkapan diri. Juga terdapat perbedaan frekuensi pengungkapan diri dalam grup usia yang berbeda. Pengungkapan diri pada teman dengan gender berbeda meningkat dari usia 17-50 tahun dan menurun kembali. 7) Penerimaan hubungan (Receiver Relationship) Seseorang yang menjadi tempat bagi individu untuk disclose mempengaruhi frekuensi dan kemungkinan dari pengungkapan diri. Individu cenderung disclosure pada individu yang hangat, penuh pemahaman, memberi dukungan dan mampu menerima individu apa adanya. 3. Tujuan Pengungkapan Diri Kita mengungkapkan informasi ke orang lain dengan beberapa alasan. Menurut Derlega & Grzelak (dalam Taylor, 2000), lima alasan utama untuk pengungkapan diri adalah : 1) Expression Kadang-kadang
individu
membicarakan
perasaannya
untuk
pelampiasan. Mengekspresikan perasaan adalah salah satu alasan untuk penyingkapan diri. 2) Self Clarification Dalam proses berbagi perasaan atau pengalaman dengan orang lain, individu mungkin mendapat self-awareness dan pemahaman yang lebih baik. Bicara kepada teman mengenai masalah dapat membantu individu untuk mengklarifikasi pikirannya tentang situasi yang ada. commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Social Validation Dengan melihat bagaimana reaksi pendengar pada pengungkapan diri yang dilakukan, individu mendapat informasi tentang kebenaran dan ketepatan pandangannya. 4) Social Control Individu mungkin mengungkapkan atau menyembunyikan informasi tentang dirinya, sama seperti arti dari kontrol sosial. Individu mungkin menekan topik, kepercayaan atau ide yang akan membentuk pesan yang baik pada pendengar. Dalam kasus yang ekstrim, individu mungkin dengan sengaja berbohong untuk mengeksploitasi orang lain. 5) Relationship Development Banyak penelitian yang menemukan bahwa kita lebih disclosure kepada orang dekat dengan kita, seperti : suami/istri, keluarga, sahabat dekat. Penelitian lain mengklaim bahwa kita lebih disclosure pada orang yang kita sukai daripada orang yang tidak kita sukai. Kita lebih sering untuk terbuka kepada orang yang sepertinya menerima, memahami, bersahabat, dan mendukung kita. 4. Resiko Pengungkapan Diri Valerian Derlega (dalam Taylor 2000) menyatakan ada beberapa resiko
yang
mungkin
dialami
individu
saat
mereka
sedang
mengungkapkan diri, antara lain: 1) Indefference Individu berbagi informasi dengan orang lain untuk memulai hubungan. Terkadang, hal itu dibalas oleh orang tersebut dan hubungan pun terjalin. Hal yang sebaliknya dapat terjadi bilamana individu menemui orang yang tidak membalas dan kelihatan tidak tertarik mengetahui tentang individu tersebut. 2) Rejection Informasi yang diungkapkan individu mungkin akan berakibat penolakan sosial. commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Loss of Control Kadang-kadang orang lain menggunakan informasi yang diberikan sebagai alat untuk menyakiti atau mengontrol perilaku individu. 4) Betrayal Ketika individu mengungkapkan informasi pada seseorang, individu sering mengingatkan bahwa informasi ini rahasia. Tapi sering kali informasi ini tidak dirahasiakan dan diberitahu kepada orang lain. 5. Tahapan Pengungkapan Diri Self disclosure melibatkan konsekuensi positif dan negatif. Keputusan untuk mengungkapkan diri bersifat
individual dan
didasarkan pada beberapa pertimbangan. Adapun tahapan dalam melakukan pengungkapan diri adalah sebagai berikut : 1) Pertimbangan akan motivasi melakukan pengungkapan diri Setiap pengungkapan diri ditimbulkan oleh motivasi yang berbedabeda pada setiap individu. Pengungkapan diri sebaiknya didorong oleh pertimbangan dan perhatian yang ada terhadap hubungan yang dijalani oleh individu, terhadap orang lain yang berada disekeliling individu dan terhadap diri sendiri. Pengungkapan diri sebaiknya berguna bagi semua orang yang terlibat. 2) Pertimbangan pantas atau tidaknya pengungkapan diri Pengungkapan diri sebaiknya sesuai dengan konteks dan hubungan yang terjalin antara pembicara dan pendengar. Individu harus memperhatikan waktu dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan diri. Pendengar yang dipilih biasanya adalah orang yang memiliki hubungan
yang
dipertimbangkan
dekat apakah
dengan
individu.
pendengar
mau
Penting
untuk
mendengarkan
pengungkapan diri individu. Apakah pendengar dapat mengerti hal yang diungkapkan oleh individu. Menurut Devito (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003), jika pendengar merupakan orang yang menyenangkan dan membuat individu merasa nyaman serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan untuk membuka diri commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan semakin besar. Sebaliknya, individu akan menutup diri pada orang-orang tertentu karena merasa kurang percaya. 3) Pertimbangan akan respon yang terbuka dan jujur. Pengungkapan diri sebaiknya dilakukan di lingkungan yang mendukung adanya respon yang jujur dan terbuka. Hindari pengungkapan diri jika pendengar berada sedang terburu-buru atau ketika mereka berada pada situasi yang tidak memungkinkan adanya respon yang jujur dan terbuka. 4) Pertimbangan akan kejelasan dari pengungkapan diri Tujuan dari pengungkapan diri adalah untuk menginformasikan bukan membuat orang lain kebingungan. Seringkali individu hanya mengungkapkan informasi yang tidak lengkap yang membingungkan pendengar. Sebaiknya individu mempertimbangkan informasi apa yang
hendak
diungkapkan,
dan
mempersiapkan
diri
pada
konsekuensi untuk mengungkapkan diri lebih dalam lagi supaya pendengar dapat mengerti. 5) Pertimbangan kemungkinan pengungkapan diri pendengar Selama mengungkapkan diri, berikan pendengar kesempatan untuk mengungkapkan dirinya. Raven & Rubin (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) menyatakan bila individu menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi, pendengar akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya individu mengharapkan orang lain memperlakukannya sama seperti individu memperlakukan orang lain tersebut. Pengungkapan diri pendengar merupakan suatu tanda pengungkapan diri individu diterima atau sesuai. 6) Pertimbangan
akan
resiko
yang
mungkin
terjadi
akibat
pengungkapan diri Pengungkapan konsekuensi
diri yang
sebaiknya terjadi
dari
diikuti
dengan
pengungkapan
pertimbangan diri
tersebut.
Pengungkapan diri tidak selalu menghasilkan konsekuensi yang positif seperti pemahaman dan penerimaan dari pendengar tetapi juga kemungkinan commit akan toadanya user konsekuensi negatif seperti
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penolakan dan ketegangan. Franke & Leary (dalam Taylor, Peplau & Sears, 2000) menyebutkan, bahwa individu dengan orientasi seksual yang berbeda berkeinginan untuk mengungkapkan diri, tetapi mereka takut bahwa pengungkapan yang mereka lakukan akan menyebabkan kemarahan, penolakan dan atau diskriminasi. Tahapan pengungkapan diri ini bukan merupakan suatu aturan kaku yang harus dilewati tahap demi tahap. Individu dapat mengungkapkan diri mengikuti tahap per tahap atau tidak secara berurutan. Begitupula auditee dan auditor dalam berhubungan pada saat pemeriksaan juga perlu melakukan pengungkapan diri sesuai dengan batasan yang ada agar tujuan pemeriksaan dapat tercapai.
2.2 Penelitian yang Relevan Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan komunikasi pemeriksaan dalam konteks pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara oleh BPK RI belum pernah dilakukan. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan komunikasi pemeriksaan dalam konteks hubungan pemeriksa/auditor BPK RI dengan auditeenya belum ada. Namun demikian terdapat beberapa hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai referensi antara lain:
No 1
Judul dan Peneliti
Ringkasan Isi
Keterangan
Pendekatan Psikologi dan Komunikasi Audit Dalam Mendukung Penugasan Profesional Audit, oleh: Achmad Badjuri, 2008, Skripsi – Fakultas Ekonomi Universitas Stikubank Semarang
Dalam rangka meningkatkan profesionalisme auditor dituntut untuk mempertahankan dan mencapai tujuan audit. Tujuan audit adalah untuk memberikan pendapat tentang pernyataan yang disusun auditee. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada banyak faktor yang harus diperhatikan oleh auditor, yaitu faktor psikologis dan komunikasi. Kedua faktor ini sangat mempengaruhi auditor karena mereka menghadapi auditee secara langsung atau tidak langsung. Keterampilan psikologis membantu auditor untuk mengidentifikasi diri, mempertahankan to kinerja user diri dan kontrol perilaku,commit menjaga
Digunakan sebagai dasar latar belakang penelitian ini, yakni bahwa komunikasi sebagai salah satu faktor pencipta kenyamanan dalam interaksi awal pemeriksaan
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No
Judul dan Peneliti
Ringkasan Isi
Keterangan
diri karena mereka berkomunikasi dengan auditee. Selain itu akan membantu auditor untuk lebih mengetahui keadaan psikologis dari klien mereka sehingga suasana kenyamanan akan didirikan pada proses audit. Kenyamanan ini didirikan oleh auditor, dan bisa menjadi entry point auditee. Komunikasi sangat penting sebagai langkah awal untuk auditor untuk mengkomunikasikan tugas dan amanah dari auditee. Peningkatan keterampilan komunikasi kelancaran proses audit untuk menemukan dan menganalisa apapun yang diperlukan membuktikan audit .
2
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan klien audit di Indonesia; oleh: Sri Murtini, 2003, Tesisi – Program Studi Magister Akuntansi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara kepuasan klien audit dengan kualitas audit, pergantian auditor dan pengalaman kerja bagian akuntansi klien. Untuk mendapatkan tujuan ini kepala bagian akuntansi dari perusahaan yang terdaftar diminta untuk mengevauasi auditor mereka tentang masing-masing dari 12 faktor kualitas audit dan faktor lain yang diduga dapat berpengaruh terhadap kepuasan klien audit. Data penelitian ini sebanyak 88 responden dan untuk pengujian terhadap kepuasan klien audit digunakan regresi. Dalam penelitian ini kita menemukan bukti adanya pengaruh yang signifikan faktor kualitas audit terhadap kepuasan klien audit. Sedangkan pergantian auditor dan pengalaman kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan klien. Semua pola dari hasil tersebut menekankan peranan-peranan penting dari komunikasi dan hubungan dalam meraih kepuasan klien.
Digunakan sebagai latar belakang masalah dalam penelitian ini, yakni bahwa komunikasi memegang peranan penting dalam meraih kepuasan hubungan antara auditor dengan kliennya.
3
Studi Komunikasi Interpersonal Pasien Rumah Sakit Bethesda Tomohan Instalasi Rawat Jalan Poliklinik Kandungan/Kebidanan; oleh Holy B. Manoppo,
Pasien dan dokter merupakan suatu hal yang saling membutuhkan satu sama lain. Dalam prosesnya, dokter dan pasien harus mampu menjalin komunikasi yang baik agar supaya tidak terjadi salah pengertian atau salah penafsiran pesan. commitmaupun to user pasien keduanya Baik dokter
Peneitian ini juga menggunakan metode penelitian kualitatif dan konsep pola komunikasi verbal sirkuler.
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No
4
Judul dan Peneliti
Ringkasan Isi
Norma N. Mewengkang dan Ferry V. I. A. Koggouuw, dalam Journal “Acta Diurna” Volume III, No 2, Tahun 2014
memiliki perbedaan latar belakang. Diantaranya adalah perbedaan latar belakang pendidikan. Dengan adanya perbedaan ini sering menjadi hambatan bagi pasien dan dokter untuk berkomunikasi sehingga komunikasi yang terjalin tidak efektif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, studi kasus dengan teori yang digunakan yaitu teori interaksi simbolik. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah komunikasi verbal antara pasien dan dokter serta pola komunikasi antara pasien dan dokter di poliklinik kandungan rumah sakit Bethesda Tomohon. Yang menjadi rumusan masalah yaitu untuk mengetahui bagaimana komunikasi interpersonal pasien rumah sakit Bethesda Tomohon instalasi rawat jalan poliklinik kandungan. Pasien yang menjadi informan dalam penelitian ini berjumlah delapan orang dan satu orang dokter. Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa pola komunikasi verbal pada pasien poliklinik kandungan/kebidanan RS Bethesda sudah berjalan dengan efektif karena pada umumnya pesan komunikasi sudah dapat tersampaikan dengan baik dan bisa diterima dengan baik. Namun didalamnya masih ada hambatan diantaranya, perbedaan bahasa, latar belakang pendidikan, juga tingkat intelektual atau tingkat penerimaan informasi pasien. Dan pola komunikasi yang digunakan antara dokter dan pasien ini menggunakan pola komunikasi sirkuler.
Proses Komunikasi Dokter-Pasien dalam pelaksanaan HIVVoluntary Counseling and Testing (VCT) (Studi di RSUD Tugurejo Semarang); oleh: Nugraheini Arumsari, 2012, Tesis – Program Studi Manajemen Komunikasi – Program
Tujuan penelitian ini adalah: mendeskripsikan secara mendalam proses komunikasi interpersonal antara dokter dan pasien dalam pelaksanaan HIV VCT di RSUD Tugurejo Semarang, yang didalamnya seorang dokter atau konselor bertugas membagi informasi dan pengetahuan yang mereka miliki tentang HIV/AIDS secara mendalam kepada pasiennya, serta bagaimana cara dokter atau to user konselorcommit memberikan dukungan moril yang dapat membangkitkan motivasi hidup
Keterangan
Peneitian ini menggunakan konsep-konsep dasar komunikasi interpersonal yang juga diusung oleh penelitian tersebut.
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
No
Judul dan Peneliti
Ringkasan Isi
Keterangan
Pasca Sarjana Ilmu pasien dengan suspect penyakit HIV/AIDS. Penelitian ini menggunakan Komunikasi Universitas pendekatan kualitatif dengan metode Sebelas Maret penelitian fenomologi dan tipe penelitian yang digunakan deskriptif. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa saat seseorang divonis mengidap HIV/AIDS ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi mengenai hal tersebut secara lengkap, serta mempunyai pemahaman yang salah tentang HIV/AIDS itu sendiri. Membangun kedekatan dengan pasien HIV mutlak diperlukan agar suatu hubungan dapat tumbuh dan berkembang. Hal itu dilakukan dengan jalan menanamkan kepercayaan pada diri pasien HIV/AIDS sampai timbul keterbukaan dalam proses komunikasi dalam pelaksanaan HIV VCT antara dokter dan pasien. Dalam kondisi ini ditemukan penggunaan komunikasi antarpribadi (interpersonal) yang pada akhirnya menimbulkan perasaan empati, keakraban, dan keterbukaan antara pasien dan dokter.
5
Pembentukan dan Pengembangan Hubungan Pertemanan Antar Etnis di Jakarta (Suatu Studi Komunikasi Antarpribadi di Kalangan Etnis Betawi dan Non-Betawi di Jakarta); oleh Nur Kholisoh, 2002, Tesis – Program Studi Magister Sains dalam Ilmu Komunikasi – Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pembentukan dan pengembangan hubungan pertemanan antar etnis, khususnya antara etnis Betawi dan Non-Betawi yang ada di Jakarta. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori penetrasi sosial sebagai teori utama, sedangkan teori reduksi ketidakpastian, self disclosure, teori pertukaran sosial dan manajemen konflik merupakan teori pendukung. Dalam upaya memperoleh informasi tentang pasangannya, setiap narasumber menggunakan strategi yang berbeda-beda tergantung kepada situasi dan kondisi yang ada, namun ketika hubungan berada pada tahap stabil, kelima pasangan tersebut sama-sama menggunakan strategi interaktif.
commit to user
Penelitian ini juga menggunakan teori pengurangan ketidakpastian dan pengungkapan diri (Self disclosure) sebagai tinjauan pustaka.
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari matriks diatas dapat peneliti sampaikan bahwasanya penelitian komunikasi interpersonal dalam pengelolaan ketidakpastian antara auditor dengan auditee ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Adapun 5 (lima) penelitian sebelumnya yang dijabarkan mendukung penelitian ini dari aspek perkuatan latar belakang pentingnya penelitian dilakukan, konsep-konsep komunikasi dan teori komunikasi yang digunakan sebagai tinjauan pustaka, serta pemilihan metodologi penelitian kualitatif yang tepat agar hasil penelitian dapat menjawab rumusan masalah yang diajukan oleh peneliti. Hasil penelitian ini berupa penjabaran akan pola dan karakteristik komunikasi interpersonal serta pola pengelolaan ketidakpastian komunikasi antara auditor BPK Perwakilan Propinsi Jawa Tengah dan auditee bendahara Pemerintah Kota Surakarta. Peneliti berharap dapat mengisi kekosongan
ilmu
hubungan/interaksi
pengetahuan awal
melalui
akademis
mengenai
komunikasi
pembentukan
interpersonal
dalam
pemeriksaan keuangan daerah.
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
ini
mencoba
mengambarkan
bagaimana
pola
dan
karakteristik komunikasi interpersonal yang dimiliki oleh seorang auditor dan auditee
secara
umum,
serta
bagaimana
strategi-strategi
pengelolaan
ketidakpastian/kecemasan komunikasi digunakan oleh auditor dan auditee pada saat pelaksanaan pemeriksaan keuangan daerah oleh BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
commit to user
58
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Penelitian
Proses Pemberian Informasi Teori Pengurangan Ketidakpastian dengan Pengungkapan diri
AUDITOR sebagai KOMUNIKATOR Ketidakpastian Skeptisme Profesional dan Kode Etik Pemeriksa AUDITOR sebagai KOMUNIKAN
KOMUNIKASI INTERPERSONAL YANG EFEKTIF Aksioma, Aspek, Efek dan Model Komunikasi Interpersonal
HUBUNGAN INTERPERSONAL DALAM PEMERIKSAAN
Proses Pencarian Informasi Teori Pengurangan Ketidakpastian dengan Pengungkapan diri
AUDITEE sebagai KOMUNIKAN Ketidakpastian Persepsi buruk Audit dan Stereotipe Auditor AUDITEE sebagai KOMUNIKATOR