VISI, MISI - BPK RI
VISI BPK RI:
Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai dasar untuk berperan aktif dalam
mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.
MISI BPK RI:
1. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
2. Memberikan pendapat untuk meningkatkan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
3. Berperan aktif dalam mendeteksi dan mencegah segala bentuk penyalahgunaan dan penyelewengan
keuangan negara.
2
2- visi msi.indd 2
APRIL 2012
Warta BPK
6/11/2012 2:46:10 PM
KODE ETIK PEMERIKSA
Kode Etik Pemeriksa BPK 1. Untuk menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pemeriksa wajib: a. bersikap netral dan tidak memihak. b. menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam melaksanakan kewajiban profesionalnya. c. menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi independensi. d. mempertimbangkan informasi, pandangan dan tanggapan dari pihak yang diperiksa dalam menyusun opini atau laporan pemeriksaan. e. bersikap tenang dan mampu mengendalikan diri. 2. Untuk menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pemeriksa dilarang: a. merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang lain, badan-badan lain yang mengelola keuangan negara, dan perusahaan swasta nasional atau asing. b. menunjukkan sikap dan perilaku yang dapat menyebabkan orang lain meragukan independensinya. c. tunduk pada intimidasi atau tekanan orang lain. d. membocorkan informasi yang diperolehnya dari auditee. e. dipengaruhi oleh prasangka, interpretasi atau kepentingan tertentu, baik kepentingan pribadi Pemeriksa sendiri maupun pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dengan hasil pemeriksaan. 3. Untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pemeriksa wajib: a. bersikap tegas dalam menerapkan prinsip, nilai, dan keputusan. b. bersikap tegas untuk mengemukakan dan/ atau melakukan hal-hal yang menurut pertimbangan dan keyakinannya perlu dilakukan. c. bersikap jujur dan terus terang tanpa harus mengorbankan rahasia pihak yangdiperiksa. 4. Untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pemeriksa dilarang: a. menerima pemberian dalam bentuk apapun baik langsung maupun tidaklangsung yang diduga atau patut diduga dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan wewenangnya. b. menyalahgunakan wewenangnya sebagai Pemeriksa guna memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain. 5. Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pemeriksa wajib: a. menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian dan kecermatan. b. menyimpan rahasia negara atau rahasia jabatan, rahasia pihak yang diperiksa danhanya mengemukakannya kepada pejabat yang berwenang. c. menghindari pemanfaatan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain. d. menghindari perbuatan di luar tugas dan kewenangannya. e. mempunyai komitmen tinggi untuk bekerja sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara. f. memutakhirkan, mengembangkan, dan meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam rangka melaksanakan tugas pemeriksaan. g. menghormati dan mempercayai serta saling membantu diantara Pemeriksa sehingga dapat bekerjasama dengan baik dalam pelaksanaan tugas. h. saling berkomunikasi dan mendiskusikan permasalahan yang timbul dalam menjalankan tugas pemeriksaan. i. menggunakan sumber daya publik secara efisien, efektif dan ekonomis. 6. Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Pemeriksa dilarang: a. menerima tugas yang bukan merupakan kompetensinya. b. mengungkapkan informasi yang terdapat dalam proses pemeriksaan kepadapihak lain, baik lisan maupun tertulis, kecuali untuk kepentingan peraturanperundang-undangan yang berlaku. c. mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaankepada media massa kecuali atas ijin atau perintah Ketua atau Wakil Ketua atau Anggota BPK. d. mendiskusikan pekerjaannya dengan auditee diluar kantor BPK atau kantor auditee.
(Peraturan BPK No. 2/2007 tentang Kode Etik BPK RI)
Warta BPK
3 - kode etik.indd 3
APRIL 2012
6/11/2012 2:48:16 PM
dari kami
Masalah Pemekaran Daerah Masalah kedaulatan satu wilayah kembali mengemuka. Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan hukum terbaru untuk pemekaran daerah di Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. DPR mengusulkan pemekaran daerah berjumlah 19 daerah. Sementara pada 2009, pemerintah melakukan moratorium pemekaran daerah baru. Pembentukan daerah otonom baru diharapkan tidak menimbulkan masalah baru. Pasalnya, dari 205 daerah otonom baru yang dibentuk, hampir 80% dianggap belum berhasil. Tentunya, secara logika jika ada rencana yang bisa dikatakan mencakup hajat hidup orang banyak, sudah seyogyanya didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan daerah untuk dapat tumbuh dan berkembang. Bukan hanya didasarkan atas keinginan sesaat. Redaksi menampilkan masalah pemekaran daerah ini sebagai laporan
utama disertai dengan sejumlah pendapat dari berbagai kalangan yang kami tampilkan dalam boks-boks khusus di segmen ini. Selanjutnya, sengketa kewenangan antara lembaga negara terkait dengan pembelian 7% saham PT Newmont Nusatenggara Barat kembali kami gulirkan dalam laporan khusus. BPK sebagai badan audit negara bertindak berdasarkan undang-undang dalam melakukan pemeriksaan atas masalah ini. Artinya, BPK tidak pernah melarang pemerintah untuk membeli saham itu sepanjang sesuai dengan prosedur dan koridor hukum. Hadir dalam wawancara khusus yaitu Wakil Ketua BPK Hasan Bisri mengenai pemekaran daerah, sesuai dengan laporan utama edisi ini. “Saya melihat bahwa pemekaran daerah ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor politik ketimbang pertimbangan dari sisi government maupun dari sisi keuangan negara. Dengan kata lain, aspek politiknya sangat kental sekali.” Sosok edisi ini, menampilkan Mukron Senin, yang terlibat selama 80-an tahun dalam percetakan di BPK. Kami juga menyoroti masalah Angelina Sondakh di rubrik Umum dan menjabarkan perlunya standar akuntansi internasional dalam Aksentuasi. Selanjutnya, selamat membaca edisi April ini.
Redaksi menerima kiriman artikel, naskah, foto dan materi lain dalam bentuk softcopy atau via email sesuai dengan misi Warta BPK. Naskah diketik satu setengah spasi, huruf times new roman, 11 font maksimal 3 halaman kuarto. Redaksi berhak mengedit naskah sepanjang tidak mengubah isi naskah. ISI MAJALAH INI TIDAK BERARTI SAMA DENGAN PENDIRIAN ATAU PANDANGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
4
4 - dari kamii.indd 4
APRIL 2012
INDEPENDENSI - INTEGRITAS - PROFESIONALISME
PENGARAH : Hendar Ristriawan Daeng M. Nazier Nizam Burhanuddin PENANGGUNG JAWAB : Bahtiar Arif SUPERVISI PENERBITAN : Gunarwanto Yudi Ramdan KETUA DEWAN REDAKSI : Parwito STAF REDAKSI : Andy Akbar Krisnandy Bambang Dwi Bambang Widodo Dian Rustri Teguh Siswanto (Desain Grafis) KEPALA SEKRETARIAT : Sri Haryati STAF SEKRETARIAT : Sumunar Mahanani Sutriono Rianto Prawoto (fotografer) Indah Lestari Enda Nurhenti Werdiningsih ALAMAT REDAKSI: Gedung BPK-RI Jalan Gatot Subroto No. 31 Jakarta Telepon : 021-25549000 Pesawat 1188/1187 Faksimili : 021-57854096 E-mail :
[email protected]
Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Majalah Warta BPK tidak pernah meminta sumbangan/sponsor dalam bentuk apapun yang mengatasnamakan Warta BPK Warta BPK
6/11/2012 2:48:43 PM
daftar isi
23 - 34
6 - 17 Laporan Utama Pemekaran Daerah, Masih Perlukah?
Laporan KHUSUS Pembelian Saham Newmont Perlu Persetujuan dpr
BPK Beri 1.078 Layanan Informasi 59 - LINTAS PERISTIWA Sejumlah Proyek di DPR Mangkrak
18 - 22 WAWANCARA ‘Aspek Politik Pemekaran Daerah Sangat Kental’
60 - 61 PROFESI Ketika ‘Wakil Tuhan’Menuntut Kesejahteraan
38 - 39 ANTAR LEMBAGA Presiden Rombak Susunan Organisasi PPATK
62 - 64 PANTAU Pengelolaan PNBP dan DBH Sektor Pertambangan Batu Bara: Masih jauh dari Kata ‘Baik’
42 - 43 TEMPO DOELOE Perkembangan Satuan Kerja Pemeriksa
65 - 69 HUKUM 18 Cara Kepala Daerah Keruk Uang Negara
47 - 51 REFORMASI BIROKRASI Piloting e-audit Sebagai Langkah Penyempurnaan
70 - 72 UMUM UU Pemilu Masih Dipermasalahkan
52 - 54 BPK DAERAH SDM Kurang, Jadi Ber-jibaku’
73 - 74 SERBA-SERBI Dharma Wanita Siapkan Penyanyi Ikuti DWP Idol
55 - 58 INTERNASIONAL BPK dan JAN Malaysia Gelar Pertemuan Teknis
Warta BPK
5 -daftar isi.indd 5
35 - 37 AGENDA
RALAT: Dalam rubrik TOKOH hal 70, pada Edisi Maret 2012 terdapat kesalahan caption foto Suhaji Hadibroto, seharusnya Ahmadi Hadibroto. Demikian ralat ini, Redaksi mengucapkan mohon maaf. Terima kasih. APRIL 2012
5
6/13/2012 3:28:40 PM
LAPORAN UTAMA
Pemekaran Daerah, Masih Perlukah? DPR menginisiasi pemekaran daerah berjumlah 19 daerah. Untuk mengakomodirnya, disusun RUU Pembentukan Daerah Otonom Baru. Masih perlukah daerah dimekarkan?
Gamawan Fauzi
P
ada Rabu, 4 April 2012, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembentukan Daerah Otonomi Baru yang diusulkan Komisi II DPR. Seluruh Fraksi DPR menyetujuinya. Selang delapan hari kemudian, pada Kamis, 12 April 2012, Rapat Paripurna DPR mengambil keputusan terhadap empat RUU yang merupakan usul inisiatif Baleg DPR menjadi usul inisiatif DPR. Salah satu RUU yang diputuskan adalah RUU usul inisiatif Komisi II DPR tentang Pembentukan Daerah Otonom
6
APRIL 2012
6 - 17 laporan utama.indd 6
istimewa
Baru. Seluruh Fraksi DPR menyetujui RUU tersebut ditetapkan menjadi usul inisiatif DPR dan dibahas pada tingkat selanjutnya. RUU Pembentukan Daerah Otonom Baru ini mengisyaratkan pemekaran 19 Daerah Otonom Baru. Sebetulnya, daerah yang akan dimekarkan itu berjumlah 20 daerah. Hanya saja kemudian berkurang satu daerah menjadi 19 daerah. Daerah yang tidak lolos untuk dimekarkan itu adalah Kabupaten Sofifi Provinsi Maluku Utara. Ketua Panja Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan
Konsepsi RUU Pembentukan Daerah Otonom Baru H. Sunardi Ayub menyatakan mengingat jumlah daerah yang akan dimekarkan sekitar 19 daerah, maka Baleg DPR membentuk dua Panitia Kerja (Panja) untuk menanganinya. RUU Pembentukan Daerah Otonom Baru ini, lanjutnya, telah dibicarakan secara intensif oleh Panja dengan mengundang Pengusul (Komisi II DPR) dan telah dilakukan konsinyering. Pendapat yang mengemuka selama Rapat Panja di antaranya adalah RUU Pembentukan Daerah Otonom Baru sebaiknya tidak mengatur mengenai larangan pejabat kepala daerah untuk dicalonkan menjadi kepala daerah. Karena, kata Sunardi, hal tersebut telah diatur dalam Pasal 58 huruf p, UU No, 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pendapat lain yang mengemuka adalah teknis penyusunan RUU pembentukan daerah otonom harus disesuaikan dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pendapat Mini Fraksi yang disampaikan masing-masing juru bicara menekankan, pembentukan daerah otonom baru diharapkan jangan menimbulkan permasalahan baru. Pasalnya, dari 205 daerah otonom baru yang dibentuk, 80% dianggap belum berhasil. Pembentukan daerah otonom baru harus didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan daerah untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi daerah otonom yang mandiri dan maju. Bukan hanya didasarkan atas keinginan sesaat. Oleh karena itu, dalam pembahasan Warta BPK
6/11/2012 2:51:56 PM
LAPORAN UTAMA pembentukan daerah otonom baru, selain mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada, juga harus secara obyektif melihat potensi dan kemampuan daerah tersebut untuk bisa berkembang dan menjadi daerah yang maju. Untuk itu, dalam pembahasan perlu kajian pendalaman yang lebih nyata dengan mengunjungi daerah dimaksud dan menggali berbagai informasi yang dibutuhkan dari berbagai unsur masyarakat setempat, sehingga daerah yang akan dibentuk betul-betul sudah memenuhi berbagai persyaratan dan memang sudah sepantasnya diberikan status sebagai daerah otonom baru. Sementara F-PKS dan F-PKB dalam pendapat mini fraksinya mengatakan, masih terdapat catatan penting tentang kelengkapan secara teknis yang masih perlu dikaji dan diuji secara mendalam oleh instansi terkait atau pejabat yang berwenang. Kedua fraksi berharap agar catatan dan rekomendasi ini harus ditindaklanjuti secara serius guna memastikan kelayakan masing-masing daerah sebelum ditetapkan sebagai daerah otonom baru. Hal ini bertujuan agar dapat dicapai peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
program e-KTP, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan moratorium pemekaran daerah akan berlaku hingga 2012. Adanya moratorium itu karena sedang menyusun grand design yang menjadi rujukan dalam pemekaran daerah. Selain itu, agar tidak mengganggu program pelayanan e-KTP. Dari penilaian selama ini, usulan pemekaran belum memiliki standar yang jelas, terutama untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Gamawan menegaskan kepada seluruh daerah diharapkan dapat menyadari bahwa pemekaran daerah itu bukan sekadar pemekaran, tetapi bertujuan untuk
menyejahterakan rakyat. Oleh karena itu, dia meminta daerahdaerah untuk sementara waktu tidak melakukan pemekaran wilayah sambil menunggu penyelesaian perencanaan pemekaran yang telah disiapkan. Tahun lalu, pada saat jumpa pers seusai rapat konsultasi dengan pimpinan DPR di Istana Negara, Kamis, 23 Juni 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui bahwa jarang ada daerah hasil pemekaran yang bisa sukses. Lebih banyak daerah hasil pemekaran yang bermasalah dan tidak menggembirakan. Hingga Juni 2011, ada sekitar 178 usulan pembentukan daerah
Moratorium Rencana DPR untuk memekarkan 19 daerah otonom baru ini sebenarnya bertentangan dengan pemerintah. Pada 2009, pemerintah melakukan moratorium pemekaran daerah baru. Sementara itu, pada 22 Maret 2012, ketika kunjungan kerja ke Padang, Sumatra barat, dalam rangka rapat koordinasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tentang pemantapan pelaksanaan
Warta BPK
6 - 17 laporan utama.indd 7
APRIL 2012
7
6/11/2012 2:51:56 PM
LAPORAN UTAMA baru yang masuk ke pemerintah pusat. Sekitar 33 usulan untuk pembentukan provinsi baru. “Saya ngeri Indonesia tambah 33 provinsi lagi. Tentu ini masalah serius. Kalau gegabah akan menimbulkan persoalan besar,” ujar Presiden. Oleh karena itu, Presiden berpendapat sistem pemekaran dan penggabungan daerah tak boleh meninggalkan bom waktu. Jika ada urgensinya, misal rentang kendali terlalu luas sehingga manajemen tak efektif, bolehlah pemekaran dilakukan. Namun jika tidak, jangan sampai lebih bermotifkan politik kekuasaan. Dalam hal alokasi anggaran, beban anggaran tentu akan terjadi. Bisa dibayangkan jika semua usulan pemekaran daerah otonom disetujui, maka akan banyak besaran anggaran yang dikucurkan negara. Beban alokasi anggaran muncul lantaran pembagian DAU dan DAK ditentukan berdasarkan daerah-daerah otonom. Belum lagi pengaruhnya pada anggaran bagi stuktur kepemimpinan teritorial macam TNI dan Kepolisian RI. Sepanjang 10 tahun, dari 1999 hingga 2009, daerah otonomi di Indonesia terus bertambah sebanyak 205, terdiri dari tujuh provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Penambahan ini membuat jumlah daerah otonomi di Indonesia kian banyak, menjadi 524 daerah, terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Dan, sekitar 181 usulan pemekaran daerah. Saat ini, pemerintah sendiri menerima sekitar 150-an usulan pembentukan daerah otonomi baru. Sementara Komisi II DPR sendiri menerima sekitar 80-an usulan pembentukan daerah otonomi baru. Dan, pada akhirnya, Komisi II menginisiasi RUU 19 Daerah Otonomi baru yang kemudian disahkan dalam rapat paripurna bahwa RUU itu sah menjadi RUU inisiatif DPR. Sementara itu, hasil pemeriksaan
8
APRIL 2012
6 - 17 laporan utama.indd 8
BPK atas kinerja beberapa daerah otonomi baru yang dilakukan pada semester II tahun 2009, mengindikasikan banyaknya kekurangan pada daerah-daerah otonomi baru yang diperiksa. Hal ini mengharuskan pemerintah benar-
benar mengevaluasi dan cermat dalam membentuk daerah otonomi baru. Berdasarkan pemeriksaan BPK itu, tak heran jika pemerintah kemudian melakukan moratorium pemekaran daerah untuk sementara waktu. and/dr
Daerah-daerah yang akan dimekarkan berdasarkan RUU Pembentukan Daerah Otonom Baru: 1.
Provinsi Kalimantan Utara;
2. Kabupaten Mahakam Ulu Provinsi Kalimantan Timur; 3. Kabupaten Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan; 4. Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir Provinsi Sumatera Selatan; 5. Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur; 6. Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat; 7. Kabupaten Pulau Taliabu Provinsi Maluku Utara; 8. Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung; 9. Kabupaten Mamuju Tengah Provinsi Sulawesi Barat; 10. Kabupaten Banggai Laut Provinsi Sulawesi Tengah; 11. Kabupaten Morowali Utara Provinsi Sulawesi Tengah; 12. Kabupaten Konawe Kepulauan Provinsi Sulawesi Tenggara; 13. Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara; 14. Kabupaten Buton Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara; 15. Kabupaten Buton Tengah Provinsi Sulawesi Tenggara; 16. Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi Tenggara; 17. Kota Raha Provinsi Sulawesi Tenggara; 18. Kabupaten Manokwari Selatan Provinsi Papua Barat; dan 19. Kabupaten Pegunungan Arfak Provinsi Papua Barat.
Tujuan pembentukan daerah otonom baru 1. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat 2. keadilan sosial dan dapat memberikan rasa aman 3. kepastian hukum 4. efektifitas dan efisiensi tugas pemerintahan daerah 5. memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah
Warta BPK
6/11/2012 2:51:56 PM
LAPORAN UTAMA
Tujuan dan Syarat Pemekaran Penyelenggaraan pemerintah daerah otonom menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bertujuan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pemekaran berdasarkan PP No. 129 Tahun 2000 1. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat. 2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi. 3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah. 4. Percepatan pengelolaan potensi daerah. 5. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Syarat-syarat pemekaran daerah berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007 tentang Tatacara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah (Pasal 5): Syarat administratif pembentukan daerah provinsi meliputi: 1. Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/ kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna. 2. Keputusan bupati/walikota ditetapkan dengan keputusan bersama bupati/walikota wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi. 3. Keputusan DPRD provinsi induk tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna. 4. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon provinsi; dan 5. Rekomendasi Menteri. Syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/kota meliputi: 1. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota. 2. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota.
Warta BPK
6 - 17 laporan utama.indd 9
3. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota. 4. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; dan 5. Rekomendasi Menteri. Syarat teknis pemekaran daerah (Pasal 6) meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. Syarat teknis ini berdasarkan hasil kajian daerah. Sementara syarat-syarat untuk pembentukan daerah juga terdapat pada Pasal 5 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 5 (1). Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. (2). Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/ Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. (3). Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. (4). Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. (5). Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit lima kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit lima kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan empat kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan. and
APRIL 2012
9
6/11/2012 2:51:56 PM
LAPORAN UTAMA
Pemeriksaan BPK atas Kinerja Daerah Pemekaran Pada semester II Tahun 2009, BPK melakukan pemeriksaan atas kinerja daerah pemekaran. Hasilnya terangkum dalam IHPS BPK Semester II Tahun 2009. Periode pemeriksaan sendiri dalam kurun 2003-2007.
P
emeriksaan kinerja daerah pemekaran yang dilakukan BPK ini bertujuan menilai pemenuhan kewajiban pemerintah daerah hasil pemekaran selama masa transisi pemerintahan. Selain itu juga untuk menilai efektivitas pencapaian tujuan pemekaran daerah, dengan penekanan pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah serta peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Sasaran pemeriksaan diarahkan pada kepatuhan Daerah Induk (DI) dan Daerah Otonom Baru (DOB) pada masa transisi sesuai UU pembentukan DOB dan PP No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan
10
APRIL 2012
6 - 17 laporan utama.indd 10
Pemerintah Daerah. Sasaran pemeriksaan juga ditujukan pada kinerja DOB dari aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, aspek daya saing daerah, dan aspek keuangan daerah. Pemeriksaan kinerja daerah pemekaran menggunakan kriteria yang dikembangkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Salah satu kriteria yang dipakai adalah apakah DOB telah melaksanakan masa transisi pemerintahan dengan baik yang berdasarkan ketentuan harus telah diselesaikan dalam jangka waktu tiga tahun sejak diresmikan, meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. 2. 3.
Penyusunan perangkat daerah Pengisian personil Pengisian keanggotaan DPRD
4. 5. 6.
Pembiayaan Pengalihan aset dan dokumen Pelaksanaan penetapan batas wilayah 7. Penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan 8. Pemindahan ibukota bagi daerah yang ibukotanya dipindahkan 9. Pemenuhan undang-undang pembentukan 10. Pemenuhan urusan wajib 11. Pemenuhan urusan pilihan
Warta BPK
6/11/2012 2:51:58 PM
LAPORAN UTAMA
Sementara untuk menilai kinerja DOB dan DI dengan membandingkan indikator terpilih pada Daerah Non Pemekaran, di antaranya dengan menilai: 1. Tren rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang menunjukkan peningkatan (periode 5 tahun) 2. Tren rasio Dana Perimbangan dibandingkan dengan PAD menunjukkan penurunan 3. Tren pembiayaan untuk pembangunan (Belanja Modal untuk kepentingan publik) Warta BPK
6 - 17 laporan utama.indd 11
menunjukkan peningkatan yang lebih dibanding trend peningkatan Belanja Pegawai dan Belanja Barang 4. Dipenuhinya komitmenkomitmen DOB, DI maupun provinsi sebagaimana dinyatakan dalam UU pembentukan daerah otonom baru yang bersangkutan. Kriteria terakhir adalah menilai keserasian hubungan pemerintah pusat dan daerah.
Tidak semua entitas diperiksa BPK. Hanya beberapa saja yang dijadikan sampel (uji petik) untuk diperiksa. Entitas yang diperiksa BPK tersebut, yaitu: Departemen Dalam Negeri, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Adapun pemeriksaan pada Provinsi Kepulauan Riau melibatkan Pemerintah Kabupaten Natuna sebagai DOB dengan DI-nya APRIL 2012
11
6/11/2012 2:52:01 PM
LAPORAN UTAMA Kabupaten Bintan. Lalu, Pemerintah Kabupaten Karimun sebagai DOB dengan DI Kabupaten Bintan. Pemerintah Kota Tanjungpinang sebagai DOB dengan DI Kabupaten Bintan (Kabupaten Kepulauan Riau). Dan, Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai Daerah Non Pemekaran. Sementara pemeriksaan pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat melibatkan Pemerintah Kota Cimahi sebagai DOB dengan DI-nya Kabupaten Bandung. Lalu, Pemerintah Kota Tasikmalaya sebagai DOB dengan Kabupaten Tasikmalaya sebagai DI. Pemerintah Kota Banjar sebagai DOB dengan DI-nya Kabupaten Ciamis. Dan, Kabupaten Sukabumi sebagai Daerah Non Pemekaran. Pemeriksaan pada Provinsi Bengkulu meliputi Pemerintah Kabupaten Lebong sebagai Daerah Otonomi Baru dengan Daerah Induknya Kabupaten Rejang Lebong. Lalu, Pemerintah Kabupaten Kepahiang sebagai Daerah Otonomi Baru dengan Daerah Induknya Kabupaten Rejang Lebong. Dan, Pemerintah Kota Bengkulu sebagai Daerah Non Pemekaran. Hasil dari pemeriksaan BPK ini menemukan beberapa temuan, yang dikelompokkan pada aspek pemenuhan masa transisi pemerintah daerah baru, pencapaian kinerja daerah pemekaran, dan keserasian hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. Pada aspek pemenuhan masa transisi pemerintah daerah baru, terdapat enam temuan. Pertama, pembiayaan DOB tidak diatur secara jelas dalam UU Pembentukan Daerah Otonomi Baru dan tidak didokumentasikan dengan memadai. Hasil pemeriksaan pada DOB yang diuji petik menunjukkan bahwa tidak ditemukan dokumen sumber yang memadai mengenai komitmen pembiayaan dari pemerintah provinsi dan daerah induk. UU Pembentukan DOB tidak secara tegas menyebutkan kapan batas waktu dan jumlah
12
APRIL 2012
6 - 17 laporan utama.indd 12
komitmen bantuan kepada Daerah Otonomi Baru. Pada Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang tidak ditemukan adanya bukti bantuan keuangan dari provinsi. Pada Kabupaten Karimun tidak ditemukan adanya bukti bantuan keuangan dari daerah induk. Sementara di Kabupaten Natuna diperoleh informasi adanya bantuan keuangan. Namun, tidak terdapat bukti yang valid mengenai jumlah dan sumber bantuan keuangan tersebut apakah dari provinsi atau dari daerah induk. Kedua, pengalihan fisik aset tidak didukung dengan berita acara pelimpahan dan dokumentasi yang memadai. Hasil pemeriksaan pada DOB yang diuji petik menunjukkan bahwa pengalihan fisik aset yang dimiliki oleh DI tidak berjalan lancar karena belum adanya kesepakatan jumlah dan nilai aset yang diserahkan, ketidaklengkapan berita acara pelimpahan aset serta dokumen pendukungnya dari daerah induk. Akibatnya pada beberapa DOB, yaitu Kabupaten Karimun, Kota Tanjung Pinang, Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Kepahiang timbul sengketa aset dengan daerah induknya. Khusus untuk pemekaran di mana ibu kota DI berada pada wilayah geografis DOB terjadi permasalahan dalam pengalihan ibu kota DI termasuk permasalahan pengalihan aset. Hal ini terjadi pada DI Kabupaten Bintan yang ibu kotanya berada di DOB Kota Tanjungpinang dan Daerah Induk Kabupaten Tasikmalaya yang ibu kotanya berada di DOB Kota Tasikmalaya. Ketiga, pengaturan batas wilayah belum diatur secara tegas dan formal dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Semua DOB yang diuji belum didukung pengaturan batas-batas wilayah yang jelas karena Menteri Dalam Negeri belum mengeluarkan peraturan tentang batas wilayah DOB. Hal ini berakibat antara lain timbulnya sengketa perbatasan pada DOB Kabupaten Kepahiang dengan daerah
induknya yaitu Kabupaten Rejang Lebong. Keempat, belum semua DOB dilengkapi sarana dan prasarana memadai. Sebagian besar yang diuji petik masih menggunakan fasilitas sementara berupa sewa rumah penduduk, sewa rumah toko dan pinjam dari instansi lain serta sarana baru yang dibangun dengan jumlah sangat terbatas dibandingkan kebutuhan. Kelima, penyusunan perangkat daerah. Hasil pemeriksaan pada DOB yang diuji petik menunjukkan bahwa pengangkatan penjabat kepala daerah maupun kepala daerah definitif telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Begitu pula dengan penyusunan perangkat daerah dalam hal ini SKPD telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kecuali untuk Kabupaten Lebong. Keenam, pengisian personil belum sesuai kualifikasi. Kebutuhan pegawai pada Daerah Otonomi Baru Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang belum terpenuhi. Di samping itu, kebutuhan pejabat eselon pada DOB Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lebong, dan Kabupaten Kepahiang juga belum terpenuhi dengan jumlah dan kualifikasi yang memadai.
Empat Temuan Pemeriksaan pada aspek pencapaian kinerja daerah pemekaran terdapat empat temuan. Pertama, aspek keuangan. Semua daerah hasil pemekaran pada Daerah Otonomi Baru memiliki tingkat kemandirian keuangan yang relatif lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional seluruh kabupaten/kota di Indonesia kecuali pada Daerah Otonomi Baru di Provinsi Bengkulu yaitu Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang. Hal ini ditunjukkan dari rasio PAD dan Dana Perimbangan yang diterima dari pusat dibandingkan dengan pendapatan. Alokasi belanja pegawai pada daerah hasil pemekaran di
Warta BPK
6/11/2012 2:52:02 PM
LAPORAN UTAMA Provinsi Bengkulu dan Provinsi Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional kecuali Kabupaten Lebong. Kedua, aspek pelayanan umum. Jumlah ketersediaan dokter pada daerah hasil pemekaran pada Provinsi Bengkulu dan Jawa Barat kecuali DOB Kota Cimahi masih di bawah rata-rata nasional. Ketersediaan sekolah SD dan SMP pada DOB di Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bengkulu dan Provinsi Jawa Barat lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional, kecuali DOB Kabupaten Natuna, Kabupaten Lebong dan Kota Tasikmalaya. Ketiga, aspek kesejahteraan masyarakat. Dilihat dari beberapa aspek, yaitu: kesejahteraan masyarakat yang terdiri dari rata-rata pertumbuhan PDRB (Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto) atas harga konstan; rata-rata PDRB atas harga belaku; angka partisipasi murni sekolah dasar; dan angka partisipasi kasar sekolah menengah pertama. Berdasarkan aspek-aspek ini, ditemukan pada Daerah Induk Kabupaten Bintan, Daerah Induk Kabupaten Karimun dan Daerah Otonomi Baru Kabupaten Lebong masih lebih rendah dari pada rata-rata nasional. Sebaliknya pada Daerah Otonomi Baru Kota Tanjungpinang sudah lebih tinggi dari pada rata-rata nasional. Sedangkan pada daerah pemekaran lainnya, pada dasarnya sudah cukup sebanding dengan ratarata nasional. Keempat, aspek daya saing. Dilihat dari kemampuan daerah menggerakkan sektor perekonomian dalam rangka meningkatkan daya saing daerah yang ditandai pertumbuhan jumlah bank. Hasilnya, pada daerah hasil pemekaran menunjukkan nilai yang relatif kurang dibandingkan dengan ratarata nasional seluruh kabupaten/ kota di Indonesia. Hampir semua DOB telah memiliki bank. Namun, angka pertumbuhan jumlah bank belum cukup memadai jika
Warta BPK
6 - 17 laporan utama.indd 13
dibandingkan dengan rata-rata nasional seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Pada Provinsi Kepulauan Riau, khususnya Kabupaten Natuna, tidak ada perkembangan jumlah bank dan ketersediaan listrik masih belum memadai. Untuk Daerah Otonomi Baru di Provinsi Bengkulu, seluruh indikator baik jumlah bank, penggunaan listrik maupun air bersih relatif kurang dibandingkan dengan daerah induk maupun daerah non pemekaran. Dalam hal keserasian hubungan pemerintah pusat dan daerah. Keserasian hubungan pemerintah pusat dan daerah itu ditandai dengan
Hasil dari pemeriksaan BPK ini menemukan beberapa temuan, yang dikelompokkan pada aspek pemenuhan masa transisi pemerintah daerah baru, pencapaian kinerja daerah pemekaran, dan keserasian hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah. tidak adanya perda-perda yang bertentangan dengan peraturan di atasnya. Sejak tahun 2002 sampai Maret 2009, Menteri Dalam Negeri telah membatalkan 1.050 perda yang dinilai bertentangan dengan peraturan di atasnya. Pada daerah hasil pemekaran yang diuji petik terdapat 37 perda yang telah dibatalkan dengan Kepmendagri. Tapi, beberapa daerah tersebut, yaitu Kota Banjar, Kota Cimahi, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Bandung, Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kepahiang masih memberlakukan dan melakukan pemungutan atas retribusi yang didasarkan pada perda-perda yang sudah berstatus dibatalkan.
Rekomendasi BPK Atas hasil pemeriksaan BPK terkait kinerja beberapa daerah otonomi baru hasil dari pemekaran, BPK menyampaikan lima rekomendasinya Pertama, Menteri Dalam Negeri agar segera melaksanakan evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah yang meliputi Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EKPPD), Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah (EKPOD), dan Evaluasi Daerah Otonomi Baru (EDOB) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2008. Kedua, Menteri Dalam Negeri agar memanfaatkan hasil evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai bahan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah. Selain itu, juga sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan otonomi daerah dan bahan pembinaan serta fasilitasi khusus kepada daerah yang baru dibentuk. Ketiga, Menteri Dalam Negeri agar melakukan pembinaan kepada daerah otonom baru dalam memenuhi aspek-aspek dalam masa transisi juga membantu daerah hasil pemekaran mengatasi permasalahan di masa transisi yang masih belum diatasi. Keempat, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah agar lebih cermat dalam melakukan evaluasi atas kelayakan kemampuan calon daerah otonomi baru sebagai dasar memberikan rekomendasi kepada Presiden. Dan, kelima, Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan Kepala Daerah Induk dan Kepala Daerah Otonom Baru agar segera mengupayakan penyelesaian seluruh aspek dalam masa transisi dan menetapkan kebijakan pengalokasian belanja yang lebih besar bagi peningkatan pelayanan publik serta mendorong kemandirian keuangan. and APRIL 2012
13
6/11/2012 2:52:02 PM
LAPORAN UTAMA
RUU Pembentukan Otonomi Baru Sudah Matang
P
itu. Semuanya ditujukan untuk embahasan Rancangan kesejahteraan masyarakat,” ucapnya Undang-Undang lagi. Pembentukan Daerah Haramain mencontohkan Otonomi Baru (RUU DOB) dua daerah yang termasuk dalam yang memuat 19 daerah usulan yang 19 daerah yang diusulkan untuk akan dimekarkan sudah melalui dimekarkan yang telah ditampung pertimbangan yang matang. Hal dalam RUU Pembentukan DOB itu. tersebut disampaikan Anggota Kedua daerah itu yaitu pemekaran Komisi II dari Fraksi PKB, Abdul Malik Provinsi Kalimantan Utara dan Haramain. pemekaran Kabupaten Kolaka Timur. Pembentukan daerah otonomi baru, sudah sesuai dengan regulasi yang ada. Pada UU Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004, memperbolehkan adanya pemekaran daerah baru. Oleh karena itu, tak perlu dipersoalkan lagi RUU tersebut boleh dibahas atau tidak. Sebab, payung hukumnya saja memperbolehkan. Selain itu, kebutuhan daerah juga menjadi alasan Komisi II DPR menginisiasi RUU DOB ini. Misalnya, rentang kendali pemerintahan yang berjauhan mengakibatkan istimewa koordinasi antarkabupaten/ Abdul Malik Haramain kota dengan provinsi tidak efektif. Sehingga perlu Usulan pemekaran Provinsi pemekaran daerah. Kalimantan Utara karena Hal lainnya, berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah di teritori geografis, terlalu luasnya sana berbatasan langsung dengan sebuah daerah, sehingga perlu negara tetangga Malaysia. Wilayah dimekarkan. Dengan begitu, jalannya daerah tersebut butuh affirmatif action pemerintahan di daerah bisa dan privilege dari pemerintah agar diperkuat serta bisa lebih cepat dan daerah itu cepat berkembang karena efektif. berbatasan dengan negara lain. “Pemekaran itu menjadi salah Oleh karena itu, perlu memekarkan satu solusi bagaimana caranya agar Provinsi Kalimantan Utara itu agar pembangunan di sebuah daerah mereka lebih efektif dan lebih cepat itu bisa cepat, bisa lebih efektif. Itu untuk membangun infrastruktur salah satu upaya dari pemekaran
14
APRIL 2012
6 - 17 laporan utama.indd 14
daerah atau masyarakat, mulai dari infrastruktur, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Tidak boleh terlalu timpang dengan daerah perbatasan negara tetangga. Pertimbangan lainnya, antara wilayah Kalimantan Utara dengan ibu kota provinsi induknya, Kalimantan Timur, Samarinda, rentang kendalinya terlalu jauh. Hal ini bisa menimbulkan ketidakefektifan jalannya pemerintahan daerah dan koordinasi antardaerah. Potensi alamnya pun sedemikian besar di sana. Dan, dari pertimbangan adminsitrasi, semua bupati, DPRD-nya, termasuk juga gubernur dan DPRD Kaltimnya mendukung sepenuhnya Kalimantan Utara (Kaltara) ini dimekarkan menjadi provinsi baru. “Jadi, menurut saya tidak ada pertimbangan negatif untuk Kaltara dan memperkuat pertimbangan pemekaran Kaltara itu ya perbatasan itu. Kita bayangkan kalau kaltara itu dimekarkan, dia akan cepat membangun infrastruktur perbatasan,” jelasnya. Contoh daerah lain, usulan pemekaran daerah Kolaka Timur yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Saat ini, Kolaka sendiri sudah dipecah menjadi Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara. Namun, jika dilihat dari peta geografisnya, Kabupaten Kolaka ini, walau sudah dipecah, tetapi tetap punya wilayah yang sangat luas. Hal ini sangat memungkinkan untuk dimekarkan. Pemerintah daerah Kolaka sendiri yang menjadi induknya, sudah setuju dan mendukung. Mulai dari bupati sampai DPRD-nya sepakat agar didorong pemekaran Kolaka Timur . “Lagi-lagi alasannya itu tadi, percepatan pembangunan yang kedua juga rentang kendali yang panjang dari Kolaka ke Kolaka Timur itu. Banyak aspek lah, banyak pertimbangan, kita juga menghitung kemungkinan potensi daerahnya. Pokoknya perkembangan daerah
Warta BPK
6/11/2012 2:52:02 PM
LAPORAN UTAMA itu kalau di mekarkan punya potensi yang besar,” tuturnya. Usulan pemekaran daerah sendiri punya dua arah untuk tempat penampungannya. Orang-orang daerah yang mengusulkan pemekaran daerahnya bisa menyampaikannya kepada Kemendagri dalam hal ini pemerintah. Selain itu, bisa juga menyampaikannya ke Komisi II DPR. Jumlah usulan pemekaran daerah baru di Kemendagri, menurut Haramain, di kisaran 100-150 usulan. Sementara di DPR sendiri sekitar 90an lebih. Sementara menurut Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pranowo sendiri mengatakan ada sekitar 71 usulan yang ditampung di DPR. Namun, hal yang penting adalah usulan tersebut, sudah seharusnya ditampung, dibahas, dikaji, dianalisis. Semuanya harus melalui banyak pertimbangan, apakah layak atau tidak daerah-daerah yang diusulkan itu dimekarkan. Oleh karena itu, semua daerah usulan untuk dimekarkan harus melalui seleksi yang ketat. Haramain mengakui bahwa daerah pemekaran yang dilakukan oleh DPR periode yang lalu banyak mendapatkan kritikan. Mungkin tidak layak dimekarkan tetapi kemudian dimekarkan. Pertimbangannya juga kurang obyektif, misalkan ada pertimbangan politik, dan sebagainya. Atas pengalaman yang dulu itulah, Komisi II DPR dalam menyerap aspirasi pemekaran daerah benarbenar berusaha untuk lebih obyektif dengan banyak pertimbangan. Pemerintah juga melakukan hal yang sama dengan mempertimbangkan pemekaran daerah berdasarkan banyak aspek. Penyusunan undang-undangnya sendiri, paparnya, tidak sulit, tidak seperti undang-undang lainnya. Bahkan, lamanya pembahasan RUU pembentukan daerah otonomi baru itu karena banyaknya pertimbangan selektif yang kemudian menyaring 19 bakal DOB.
Warta BPK
6 - 17 laporan utama.indd 15
“Kalau kemudian pemerintah sepakat, setuju mengeluarkan amanat Presiden untuk 19 daerah usulan, atau beberapa dari 19 daerah, bisa cepat itu,” ucap Haramain.
Moratorium Sementara Terkait dengan moratorium pemerintah untuk sementara waktu, menunda pemekaran daerah otonomi baru, Haramain merasa hal itu tidak perlu dibenturkan dengan inisiasi DPR. Moratorium sendiri sifatnya sementara sehingga tak ada alasan pemerintah atau Presiden menolak usulan pemekaran daerah. Tidak boleh menghentikan pemekaran
Tiga Masalah Daerah Otonomi 1. Batas Wilayah Beberapa daerah yang sudah dimekarkan, masih berselisih dengan daerah induknya terkait tapal batas wilayah masingmasing. Terutama tapal batas yag dianggap potensi ekonominya besar. Seperti di Maluku Tengah, Jambi dan Kepulauan Riau. 2. Kepemilikan Aset Komisi II DPR menjadikan aset ini sebagai syarat bagi daerah yang ingin dimekarkan. 3. Penempatan PNS Sumber : Anggota Komisi II dari Fraksi PKB Abdul Malik Haramain
daerah selamanya sebab UU masih membolehkan. Hasil grand desain penataan daerah dari Kemendagri pun masih butuh pemekaran daerah. Sementara kabar pihak kemendagri akan menunda pemekaran daerah sampai UU pemda selesai direvisi, memang ada pilihan kebijakan seperti itu. Namun, Kemendagri sendiri sebetulnya sudah membuat grand desain penataan daerah yang berisi jumlah ideal provinsi serta kabupaten/kota.
“Menurut saya kurang arif kalau kemudian harus menunggu undangundang pemda yang sekarang baru dibahas,” tuturnya. Kalaupun ada pertimbangan, lebih kepada konsultasi yang intens antara pemerintah dengan DPR untuk membahas pemekaran daerah. Sehingga ada jalan keluar yang lebih baik antara DPR dan pemerintah. “Nanti ada forum konsultasi antara kementerian dengan Komisi II terutama untuk menyimpulkan dari 19 itu mana yang diprioritaskan untuk dimekarkan. Komisi II DPR lewat paripurnanya sudah memutuskan 19 daerah itu resmi diusulkan kepada Presiden. Tergantung koordinasi kita dengan pemerintah.” paparnya.
Beban Anggaran Negara dan Evaluasi Pemekaran daerah berimbas pada beban anggaran negara. Namun, itu bukan masalah besar, sepanjang pemerintah bisa menjaga keseimbangan APBN setiap tahunnya. “Kemendagri juga melakukan evaluasi, ketimbang daerah itu rentan terhadap rentang kendali, karena macam-macam seperti lambat berkembang, lebih baik dimekarkan dengan konsekuensi APBN,” ucapnya. Evaluasi Kemendagri menjadi penting dalam mengukur keberhasilan daerah yang dimekarkan. Namun, evaluasi itu tidak bisa diukur dalam waktu singkat. Butuh waktu yang lama untuk mengukur tingkat keberhasilan daerah hasil pemekaran. Minimal lima tahun, atau satu periode kepemimpinan di daerah yang dimekarkan itu. “Nggak arif kalau hanya baru 2-3 tahun kemudian dievaluasi. Hasilnya jelek, ya pasti aja, minimal dievaluasi itu 5 tahun. Memang ada daerah yang sudah dimekarkan itu masih lambat dalam berkembang. Namun, ada juga daerah baru hasil pemekaran yang umurnya baru lima tahun, perkembangannya sudah luar biasa. Jadi, bervariasi tingkat keberhasilannya,” ungkapnya. and APRIL 2012
15
6/11/2012 2:52:02 PM
LAPORAN UTAMA
Grand Design Penataan Daerah
Gamawan Fauzi
Kementerian Dalam Negeri dikabarkan sudah merampungkan grand design penataan daerah yang bertajuk Desain Besar Penataan Daerah di Indonesia 2010-2025. Dalam rencana itu diproyeksikan sampai 2025 Indonesia terdiri dari 44 provinsi dan 545 kabupaten/kota. Saat ini, Indonesia terdiri dari 33 provinsi dan 491 kabupaten/kota. Desain Besar Penataan Daerah atau Desartada diharapkan mampu mengendalikan dan mengarahkan pembentukan, penggabungan, dan penyesuaian daerah otonom. Juga pembentukan daerah dengan persiapan yang matang sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Desartada disusun dengan tujuan untuk mengakselerasi pengembangan potensi nasional yang diarahkan bagi penguatan integrasi nasional, akselerasi pengembangan ekonomi, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Selain itu, sebagai acuan dalam pemekaran daerah agar lebih terkendali dan terarah. Desartada dibangun atas dasar framework yang dikembangkan dengan memperhatikan tiga dimensi penataan daerah, yaitu dimensi geografis, dimensi demografis, dan dimensi sistem (sistem pertahanan dan
16
APRIL 2012
6 - 17 laporan utama.indd 16
keamanan, sosial dan politik, ekonomi, keuangan, administrasi publik, dan manajemen pemerintahan). Desartada untuk membangun struktur tata kelola kewilayahan yang bersifat lebih disiplin sehingga mendukung terciptanya: 1. peningkatan pelayanan publik 2. percepatan demokratisasi 3. percepatan pembangunan perekonomian daerah 4. pengembangan potensi daerah 5. peningkatan keamanan dan ketertiban 6. memperpendek rentang kendali penyelenggaraan pemerintah. Penataan daerah yang ideal mencakup kebijakan pembentukan, penggabungan, penyesuaian daerah otonom serta evaluasi kemampuan dan pembinaan daerah otonom. Kebijakan ini perlu dipelihara kontinuitasnya sehingga tata kelola kewilayahan dapat dilakukan secara terkendali. Desartada yang telah disetujui oleh Pemerintah dan DPR RI pada intinya mencakup empat elemen dasar, yakni: 1. mensyaratkan pembentukan daerah persiapan sebagai tahap awal sebelum ditetapkan sebagai daerah otonom 2. mengusulkan penggabungan dan penyesuaian daerah otonom 3. menerapkan penataan daerah yang memiliki karakteristik khusus 4. mengusulkan penetapan estimasi jumlah maksimal daerah otonom (Provinsi, Kabupaten, Kota) di Indonesia tahun 2010-2025. Dokumen Desartada secara resmi telah ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri dan disampaikan pada rapat kerja antara Pemerintah dengan Komisi II DPR pada 21 September 2010. and/dr
S
ampai saat ini, Pemerintah berkukuh untuk menunda pembahasan RUU Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) sampai revisi Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah kelar. Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo terlihat lantang dan keras mendengar kabar itu. “Apa yang ditunggu dari revisi undang-undang itu?” Ganjar balik bertanya. Menurut dia, lebih baik pemerintah mengganti saja peraturan pemerintahnya. Selain UU No. 34 Tahun 2004, pengaturan pemekaran daerah atau pembentukan daerah baru memang diatur pula pelaksanaannya pada PP. No. 78 Tahun 2007. Dengan begitu tidak perlu berembuk dengan DPR sehingga prosesnya justru lebih cepat, karena itu kewenangan mutlak Presiden. Selain itu, Ganjar tidak melihat hal yang penting untuk merevisi UU. No. 34 Tahun 2004. Justru, hanya membuat pemerintah terkesan cuci tangan atas RUU DOB yang merupakan inisiasi DPR ini. Sebab, sebelumnya RUU DOB ini sudah disampaikan ke pemerintah, baik ke Presiden maupun Kemendagri. Bahkan, orangorang daerah yang mengusulkan daerahnya dimekarkan, sebelum berkonsultasi dengan DPR, terlebih dahulu berkonsultasi ke Kemendagri mengenai kelayakan daerah-daerah yang diusulkan. Baginya, pemekaran daerah yang salah satunya diakomodir dalam RUU DOB ini justru akan mempercepat pembangunan di daerah-daerah. Ada 19 daerah yang diusulkan untuk dimekarkan yang tertuang dalam RUU tersebut memang punya rentang kendali yang panjang dengan daerah induknya serta memiliki kesenjangan ekonomi yang tinggi
Warta BPK
6/11/2012 2:52:02 PM
LAPORAN UTAMA
‘Itulah Politik MenclaMencle” dengan daerah-daerah di sekitarnya atau daerah induknya. Oleh karena itu perlu dimekarkan. Justru dengan pemekaran itu akan sangat menguntungkan masyarakat di daerah-daerah tersebut. “Yang berpikir rugi itu mereka tidak mau memikirkan kondisi daerah itu,” ujar Ganjar. Selaras dengan hal itu, Ganjar sangat menyayangkan jika ada yang berpikiran bahwa pemekaran daerah akan menjadi beban APBN. Oleh karena itu, cara berpikir membebani APBN harus diubah karena rakyat akan memandang pemerintah pusat tidak pernah memikirkan daerah. “Itulah cara berpikir dan sensivitas yang super keliru, yang dibicarakan sebagai istilah membebani APBN. Di mana letak bebannya itu. Itu adalah bagaimana distribusi uang rakyat yang dikelola oleh negara melalui pemerintah dan DPR itu untuk diredistribusi kembali kepada stakeholders negara ini yang namanya rakyat,” paparnya. Jika ditarik ke belakang, tutur Ganjar, RUU DOB ini sebenarnya pekerjaan rumah anggota DPR periode lalu (2004-2009). RUU DOB itu sebelumnya malah memuat 20 daerah pemekaran. RUU ini bahkan sudah disampaikan ke Presiden. Presiden sendiri lalu mengirimkan surat resmi ke DPR agar RUU itu diajukan lagi setelah pemilu (Pemilu 2009). Jadi, pengajuan RUU ini sendiri sebenarnya
Warta BPK
6 - 17 laporan utama.indd 17
Ganjar Pranowo
bermula dari latar belakang itu. Dan, sesuai janji Presiden yang meminta untuk mengajukannya kembali setelah pemilu tahun 2009. Bahkan sebelum disahkan dalam rapat paripurna DPR, RUU DOB ini dilakukan kembali proses verifikasi dan klarifikasi. Hasilnya ada satu daerah yang dicoret. Hingga hanya ada 19 daerah pemekaran yang dituangkan dalam RUU DOB. Proses verifikasi dan klarifikasi ini juga tidak begitu saja dilakukan. Tetap harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemekaran daerah. Dan pada akhirnya, setelah semua dilengkapi, bisa disahkan baik pada komisi II sendiri sampai pada rapat paripurna sebagai RUU inisiasi DPR. Dengan latar belakang seperti itu, justru Ganjar heran jika Pemerintah menunda-nunda pengesahan pembahasan dari RUU dengan macam-macam alasan seperti menunggu revisi UU pemerintahan daerah. “Nah, kalau Presiden sudah menjanjikan silakan kirim lagi, terus didistorsi lagi, apa yang terjadi apa namanya? Itulah politik mencla-mencle,” pungkas Ganjar. and
APRIL 2012
17
6/11/2012 2:52:06 PM
W A W A N C A R A
HASAN BISRI
WAKIL KETUA BPK RI
‘Aspek Politik Pemekaran Daerah Sangat Kental’ Pemekaran daerah lebih banyak dipengaruhi faktor politik ketimbang aspek pemerintahan dan keuangan negara. Tak heran jika pembentukan daerah otonomi baru tidak melalui kajian yang mendalam dari pihak yang punya independensi tinggi. Dan, banyak kajian malah dari pihak pengusul pemekaran daerah. Bagaimana pemekaran daerah dilihat dari kacamata BPK, berikut ini cuplikan wawancara dengan Wakil Ketua BPK Hasan Bisri. Bagaimana tanggapan Anda mengenai persetujuan RUU Pembentukan Daerah Otonomi
18
APRIL 2012
18- 22 wwc WAKA.indd 18
Baru yang diusulkan Komisi II DPR? Saya melihat bahwa pemekaran daerah ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor politik ketimbang pertimbangan dari sisi government maupun dari sisi keuangan negara. Dengan kata lain, aspek politiknya sangat kental sekali. BPK pernah melakukan pemeriksaan mengenai bagaimana proses pemekaran itu dilakukan. Tentunya proses dari sisi prosedural. Misalnya, suatu pemekaran daerah itu prosesnya seperti apa saja dan sesuai atau tidak dengan SOP yang ada di kemendagri atau peraturan yang berlaku.
Warta BPK
26/06/2012 16:11:00
W A W A N C A R A Apa yang terjadi cukup mengejutkan. Pada waktu itu [pemeriksaan BPK] ternyata banyak pemekaran daerah yang tidak didahului sebuah kajian strategis atau suatu studi kelayakan yang bisa dipertanggungjawabkan. Kalaulah ada studi kelayakan itu dilaksanakan oleh pengusul dan atas biaya si pengusul. Ini meragukan karena ada risiko tidak independen. Ada risiko tidak objektif. Sebab, kalau yang membuat studi kelayakan dari si pengusul tentunya akan dibuat pasti layak. Seharusnya sebuah pemekaran daerah itu diawali suatu studi kelayakan oleh orang-orang yang kompeten dan independen. Kemudian dibahas secara berjenjang. Nanti kemendagri inilah yang menentukan daerah itu layak dimekarkan atau tidak. Pemerintah sebenarnya sudah memutuskan moratorium pemekaran daerah. Saya juga agak kaget ketika DPR sudah mengusulkan RUU Pemekaran lagi, karena waktu itu BPK menyarankan kepada Presiden, agar pemekaran ditunda dulu. Susun dulu suatu grand design tentang daerah otonom di Indonesia ini seperti apa. Dalam benak kami, yang namanya grand design itu sudah punya proyeksi kira-kira jumlah provinsi di Indonesia itu nanti akan jadi berapa. Katakanlah Papua mau dijadikan berapa, dan dalam jangka waktu berapa lama pemekaran akan dilakukan.
Kemudian, mungkin Kalimantan akan jadi berapa, dalam tempo berapa lama. Berapa kabupaten dan lainlain. Kita tunggu ini. Kita menyarankan supaya susun dulu grand design tentang daerah otonom di seluruh Indonesia, baru kita kaji lagi. Artinya, sementara grand design belum ada, Kami waktu itu menyarankan supaya tunda dulu. Selain itu, secara administratif banyak dokumentasi pemekaran daerah yang sulit ditemukan atau tidak lengkap di kemendagri. Sehingga, pada waktu itu kami kesulitan bagaimana melacak proses pembentukan
Warta BPK
18- 22 wwc WAKA.indd 19
sebuah kabupaten. Terutama di awal-awal otonomi daerah. Jadi sangat sulit dilacak sampai ke belakang. Makanya di laporan kami, kalau tidak salah, bahwa administrasi mengenai dokumentasi pemekaran itu tidak tertib sehingga sulit dilacak ke belakang bagaimana sih cerita proses dulu pemekaran. Kalau kita tidak tahu bagaimana ceritanya, nanti kalau ada masalah akan sulit menelusuri ke belakang. Apakah RUU ini pasti akan dibahas dan kemudian pemekaran daerah pun terjadi? Anda bisa cross check dengan UU pembentukan undang-undang. Jadi, setiap pemekaran kabupaten/ kota atau provinsi itu kan harus ditetapkan oleh UU. Nah, dalam UU mengenai proses penyusunan UU apabila suatu usulan sebuah RUU datang dari DPR, dan sudah disetujui oleh paripurna untuk dijadikan RUU inisiatif DPR, langkah berikutnya akan disampaikan kepada Presiden oleh pimpinan DPR sebagai RUU inisitif DPR. Dalam UU mengenai penyusunan undang-undang ini, kalau tidak salah, dalam waktu setelah 1 bulan atau 1 bulan setelah diterimanya RUU Inisiatif DPR itu, Presiden harus menugaskan atau mengeluarkan ampres (amanat presiden), untuk membahas RUU itu. Anda bayangkan kalau kemudian usulan RUU mengenai pemekaran daerah yang datang dari DPR kemudian menjadi RUU inisiatif DPR, Presiden tidak bisa mengatakan, wah ini nggak feasible. Harus dia mengeluarkan ampres. Secara informal saya pernah berdiskusi dengan Pak Bagir Manan [pakar Tata Negara], beliau mengatakan bahwa mestinya UU seperti itu, termasuk di dalamnya UU APBN, di mana UU yang isinya mengatur materinya dikuasai pemerintah harusnya jangan usul inisiatif dari DPR. Dan saya berpikir, benar juga. Coba Anda bayangkan, DPR katakanlah sekarang mengusulkan dan menyetujui 20 RUU tentang pemekaran daerah, disetujui DPR sebagai RUU inisiatif DPR dan disampaikan kepada Presiden. Presiden dalam waktu 1 bulan itu harus mengeluarkan ampres. Artinya, harus menyetujui RUU itu untuk dibahas. Bagaimana kalau ternyata secara material atau secara objektif, objek yang akan diatur dalam UU itu yaitu pemekaran suatu daerah, itu ternyata tidak feasible, tidak layak untuk dimekarkan. Apa saja sebenarnya permasalahan dari daerah pemekaran?
APRIL 2012
19
26/06/2012 16:11:02
W A W A N C A R A BPK pernah melakukan pemeriksaan mengenai kinerja otonomi daerah. Ada beberapa daerah, meskipun pemeriksaan kami belum terlalu mendalam tetapi banyak persoalan-persoalan mendasar akibat dari pemekaran daerah ini yang tidak terselesaikan. Misalnya, soal tata batas wilayah. Tata batas ini belum kunjung disahkan. Batas antara tetangga daerah bisa menimbulkan persoalan juga. Lalu, persoalan penyerahan personil, perlengkapan, aset, ini ada kecenderungan daerah-daerah induknya ini agak kurang berbesar hati untuk menyerahkan aset, personil dan perlengkapan. Aset dan personil terutama. Akhirnya mengganggu dari sisi administrasi, baik daerah yang baru dimekarkan maupun daerah induknya. Kemudian berikutnya, ternyata di daerah-daerah pemekaran itu, setelah 5 tahun belum mampu memenuhi standar minimum layanan kepada masyarakat. Misalnya jumlah puskesmas, jumlah dokter, jumlah guru, sekolah yang tersedia, dan lain-lain. Isu yang selalu diusung dalam pemekaran daerah selalu mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Saya sendiri tidak tahu definisinya seperti apa. Pelayanan kepada masyarakat itu seperti apa. Padahal, bisa dibentuk unit-unit pelayanan masyarakat, tidak harus membentuk daerah otonomi baru. Bagaimana imbasnya ke anggaran? Pasti anggaran yang tersedia tersedot untuk bangun kantor kabupaten, bangun kantor SKPD, bangun kantor DPRD, jadi sumber daya anggarannya tersedot ke sana. Sementara dengan pemekaran itu tidak serta-merta ada income baru masuk. Apakah setelah pemekaran menimbulkan pendapatan asli daerah baru? Nggak juga. Kuenya ya segitu-gitu juga, hanya dibagi lebih banyak. Menciptakan kebutuhan yang lebih besar untuk pengadaan infrastruktur dan biaya aparatur. Jadi, secara matematis jelas kalau dikatakan untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat, tanda tanya besar di situ. Peningkatan layanan itu tidak sekadar mendekatkan pos pelayanan kepada masyarakat, tetapi penyediaan infrastruktur dan sarana prasarana yang lebih memadai. Nah, itu semua perlu biaya. Darimana biaya kalau bukan dari APBD. APBD kalau tidak punya sumber PAD darimana? Dari DAU dan DAK yang dicari. Sementara DAU dan DAK dari APBN tidak kemudian mengalami peningkatan signifikan dengan adanya pemekaran daerah. Singkat kata, pemekaran daerah itu, kalau dari sisi APBN, dari sisi keuangan negara, ini memang menurut saya harus sangat-sangat selektif. Dan itu pun setelah grand design-nya selesai. Ada kecenderungan di beberapa daerah, dimana di situ ada sumber daya alam yang menghasilkan pendapatan asli daerah atau menghasilkan pendapatan
20
APRIL 2012
18- 22 wwc WAKA.indd 20
nasional seperti sumber daya alam minyak atau gas kecenderungannya juga minta supaya daerah itu menjadi kabupaten sendiri. Akhirnya, terjadilah tarik menarik kepentingan. Sumur-sumur minyak yang tadinya ada di kabupaten ini dibatasi menjadi kabupaten baru. Tentunya kabupaten lama berkeberatan, kalau ditarik nanti biayanya dari mana. Persoalan di daerah itu biasanya selain pemekaran juga aparatur yang semakin gemuk. Tanggapan Anda?
Itu korelasinya sangat erat. Pemekaran ujungnya adalah penambahan pegawai, tambahan infrastruktur yang semuanya cost. Anda bayangkan ada satu kabupaten namanya Kabupaten Kutai Kertanegara itu pegawainya sampai 17.000 lebih. Pegawai sebanyak itu mengerjakan apa? Secara nasional memang betul bahwa rasio civil servant itu masih lebih rendah dari Singapura. Hanya Singapura itu pendapatan per kapitanya berapa. Ini kan beda sekali. Kita ini pegawai banyak, tetapi seringkali yang dibutuhkan tidak ada, yang ada tidak bisa dipakai. Ini perlunya kompetensi. Adakah indikasi jika suatu daerah nanti akan dimekarkan? Nah, modus yang bisa kita lihat adalah selalu diawali dengan pemekaran jumlah kecamatan di setiap kabupaten. Karena peraturannya mengatakan pembentukan sebuah kabupaten minimal mencakup lima kecamatan. Jadi awalnya pemekaran kecamatan dulu. Jadi, pemekaran kecamatan, kemudian diikuti dengan pemekaran kabupaten. Nah, setelah pemekaran kabupaten berikutnya adalah pasti akan berpikir menjadi pemekaran provinsi. Contohnya Nias, dulu hanya ada satu kabupaten, Kabupaten Nias. Sekarang ada empat kabupaten, Kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias
Warta BPK
26/06/2012 16:11:04
W A W A N C A R A Utara, dan Nias Barat. Saya yakin, tidak lama lagi, akan mengusulkan menjadi provinsi Nias. Sumatra Utara juga begitu. Fenomena yang seperti ini saya perhatikan terus terjadi. Salah satu argumentasi yang dikemukakan DPR dalam pemekaran daerah ini adalah rentang kendali, menurut Anda? Sekarang kalau bicara tentang rentang kendali itu tidak harus membuka atau membentuk provinsi atau kabupaten baru. Bisa saja pembukaan sarana infrastruktur jalan yang baik sehingga transportasi dan komunikasi suatu daerah ke daerah lain atau dari kabupaten ke provinsi berjalan dengan baik pula. Kalau pemekaran itu tetap saja tidak mengatasi soal rentang kendali. Misalnya, kalau kabupaten-kabupaten di Papua dimekarkan, tetapi infrastruktur transportasi di sana masih sulit, tetap saja seorang bupati ke pemerintahan provinsi harus menunggu tiga hari ada pesawat. Kan sama saja. Pilihannya menurut saya tidak harus itu. Namun, secara objektif dan jujur kita katakan pemekaran daerah itu lebih diilhami oleh elit-elit daerah. Biasanya elit-elit daerah itu, pengusaha-pengusaha lokal berkolaborasi dengan elit-elit daerah dibantu oleh rekan-rekannya dari daerah pemilihannya yang ada di DPR. Ini membangun suatu komunikasi yang intensif, dan melakukan lobi-lobi politik untuk pembentukan sebuah provinsi atau daerah baru. Pemerintah pusat sebenarnya punya tugas yang berat dalam alokasi anggaran jika terjadi pemekaran? Apa memang seperti itu? Memang pemerintah pusat akan kedodoran dalam mengatur bagaimana mengalokasikan DAU [Dana Alokasi Umum] dengan kue yang tidak signifikan pertambahannya. Bagaimana membangun kantor Polres baru, bagaimana kejaksaan baru, bagaimana membangun dan membentuk kantor pengadilan baru, bagaimana membangun kantor Polsek, bagaimana membangun kecamatan dan sebagainya, dananya dari mana? Ya dari Pusat. Coba Anda perhatikan, bagaimana komposisi dana APBD, 95% lebih bahkan 98% itu dari APBN. PAD itu kecil sekali. PAD 5%-7% itu dari mana? Dari rumah sakit. Jadi PAD itu untuk membayar DPRD saja tidak cukup. Itupun dari pendapatan rumah sakit. Artinya, mereka digaji dari orang sakit. Itupun pendapatan rumah sakit meningkat setelah adanya Jamkesmas. Dengan adanya Jamkesmas, orang sakit sekarang yang tadinya tidak pernah ke rumah sakit, karena tahu gratis, mereka ke rumah sakit. Ini bagus, karena nanti akan dibayar oleh Jamkesmas. Dengan adanya Jamkesmas, pendapatan rumah sakit naik, dan itu menjadi PAD. RUU Pemekaran sepertinya akan pasti dibahas
Warta BPK
18- 22 wwc WAKA.indd 21
dan terjadi pemekaran. Ini berimbas ke tugas BPK yang semakin berat. Bagaimana menurut Anda? Itu berimbas kepada BPK dan semua kementerian/ lembaga yang punya instansi vertikal di daerah. Saya katakan tadi kejaksaan, kepolisian, pengadilan, TNI. Kalau dibentuk provinsi baru, mau tidak mau, atas perintah konstitusi, BPK juga harus membentuk perwakilan di sana. Hal yang jelas bagi BPK, kalau memang nanti ada pembentukan provinsi baru, kami pasti akan membentuk perwakilan di sana. Dan, kalau ada penambahan kabupaten di suatu provinsi, itu juga akan berimbas bagi BPK, karena berarti tipe perwakilannya harus dinaikkan. Kalau tipe perwakilannya itu dinaikkan, itu berarti sarana prasarana dan personil harus ditambah. Otomatis itu. Antisipasi saya, pemekaran daerah ini tidak akan berhenti sampai di sini. Dan, kalau itu dituruti, saya
Kalau pemekaran itu tetap saja tidak mengatasi soal rentang kendali. Misalnya, jika kabupaten-kabupaten di Papua dimekarkan, tetapi infrastruktur transportasi di sana masih sulit, tetap saja seorang bupati ke pemerintahan provinsi harus menunggu tiga hari ada pesawat.
yakin provinsi itu bisa lebih dari 50 provinsi, kalau tidak direm. Mungkin, meskipun BPK belum pernah melakukan pemeriksaan, mungkin salah satu pemikiran juga BPK akan memberikan pendapat secara khusus tentang hal ini. Tentu pendapat BPK harus berdasarkan kajian pemeriksaan. Artinya perlu dilakukan lagi pemeriksaan kinerja daerah-daerah pemekaran. Dan, dari sanalah kita bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Saya kira ini perlu dipertimbangkan. Momentumnya ini tadi, RUU pemekaran 19 daerah otonomi baru. BPK harus mengkaji dan memberikan pendapat secara khusus kepada pemerintah karena itu dimungkinkan berdasarkan UU BPK. Kemendagri sendiri sebenarnya telah menyelesaikan grand design mengenai penataan daerah. Tanggapan Anda? Menurut saya itu harus dimasukkan ke dalam UU. Kalau hanya PP apalagi keppres, rentan untuk ditabrak-tabrak. Harus dibahas menjadi UU dan dalam
APRIL 2012
21
26/06/2012 16:11:04
W A W A N C A R A hal ini DPD harus dilibatkan. Lebih dilibatkan, tidak hanya sekadar dimintai pertimbangan tetapi lebih didengar pertimbangannya. Sebab, bagaimanapun DPD ini merepresentasikan daerah masing-masing. Dan, sebaiknya RUU itu disosialisasikan jauh-jauh hari supaya masyarakat dapat memberikan masukan. Jadi, sebelum resmi diserahkan ke DPR untuk dibahas, harus disosialisasikan lebih dahulu. Tidak salahnya mensosialisasikan RUU kepada publik, karena di luar sana juga banyak orang yang ahli, masyarakat kita yang tidak di pemerintahan banyak juga mengerti soal strategi pengembangan wilayah atau daerah yang perlu didengar.
Jadi, jangan seolah-olah yang di birokrasi yang paling tahu. Saya kira ini suatu common practise dalam penyusunan sebuah kebijakan publik strategis di sebuah negara demokrasi. Mempublikasikan suatu kebijakan nasional sebelum ditetapkan dalam suatu UU supaya memperoleh masukan dari stakeholder lain. Dalam pemekaran daerah juga perlu memberikan rentang waktu yang jelas. Misalnya, pada 2014 sekian daerah yang dimekarkan dan seterusnya. Jangan sampai berlomba-lomba untuk dimekarkan walaupun belum dilakukan sebuah kajian yang benar-benar feasible. Concern saya sebagai BPK adalah bagaimana mengelola keuangan negara ini. Sebab, prinsip keuangan negara dalam UUD adalah pengelolaan keuangan negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kekhawatiran saya hanya itu, jangan sampai APBN habis diserap hanya untuk membiayai aparatur. Untuk belanja publiknya mana. Untuk bikin jalan, sekolah, puskesmas yang baik itu mana. Masyarakat sebetulnya hanya perlu infrastruktur yang memadai,
22
APRIL 2012
18- 22 wwc WAKA.indd 22
kesempatan memperoleh pendidikan yang mudah dan baik, akses pelayanan kesehatan yang memadai, dan jaminan rasa aman. Hal lainnya mencari sendiri kok. Menurut Anda, bisa tidak pemekaran daerah itu tidak dikatakan pemborosan anggaran? Sebetulnya bisa. Boros itu kan ukurannya standar. Kalau kita punya standar yang jelas, dan itu disepakati secara nasional dalam bentuk UU, kita tidak bisa mengatakan itu boros atau tidak, karena kehendak nasional. Persoalan pemekaran daerah ini dipertanyakan validitas dan relevansinya karena tidak mempunyai landasan UU yang disepakati secara nasional. Jadi, seolah-olah persetujuan [pemekaran] itu dilakukan secara temporer atau secara sporadis. Ada yang mengajukan terus disetujui. Kalau ada grand design secara nasional dan sudah disepakati secara nasional ini, yang sudah diniati memang kita akan ke sana. Selain itu, harus dibarengi dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan negara untuk membiayainya. Memang saya belum pernah melakukan perbandingan berapa idealnya belanja aparatur dan belanja publik. Ini sebenarnya bisa dijadikan patokan. Dan, ini tentu tidak bisa dibandingkan dengan negara lain yang sudah settled. Singapura barangkali dalam hal infrastruktur sudah settled. Australia mungkin. Ukurannya itu. Ada suatu kriteria, misalnya disepakati bahwa proporsi APBN atau APBD itu maksimal sekian untuk aparatur sekian dan minimal sekian untuk belanja infrastruktur. Kalau ada itu, kita tidak bisa mengatakan lagi ini (pemekaran) pemborosan atau tidak, karena sudah standar. Ketika standar, orang mengatakan ini (pemekaran) untuk apa. Negara seperti Australia juga jauh-jauh rentang kendalinya. Untuk mengatasi rentang kendali itu apakah harus membangun atau memperbaiki infrastruktur perhubungan atau dengan pemekaran, itu kan pilihan menurut saya. Apakah kita harus membentuk kabupaten-kabupaten baru untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, atau kita bikin infrastruktur yang memudahkan pelayanan masyarakat. Dan, harusnya ada kebijakan juga untuk merger daerah. Artinya, kabupaten-kabupaten atau kota yang sudah dibentuk ternyata tidak bisa berkembang, tidak mampu, ya jangan malu untuk digabungkan kembali. Dan, salah satu cara untuk mencegah maraknya pemekaran daerah ini adalah pemerataan pembangunan. Di beberapa daerah itu, karena pertimbangan pramordial dan kultural seringkali atas sekelompok komunitas masyarakat merasa kurang mendapat perhatian sehingga berpikir untuk jadi kabupaten sendiri. Itu dimungkinkan karena komunikasi antarelit daerahnya kurang bagus. and
Warta BPK
26/06/2012 16:11:07