PEMERIKSAAN ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) BUMBU SATE PADA PEDAGANG SATE YANG DIJUAL DI WILAYAH KELURAHAN CIAMIS TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan pada Program Studi D3 Analis Kesehatan
Oleh : RISKA JUNIAR NIM. 13DA277040
PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
PEMERIKSAAN ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) BUMBU SATE PADA PEDAGANG SATE YANG DIJUAL DI WILAYAH KELURAHAN CIAMIS TAHUN 20161 Riska Juniar2 Minceu Sumirah3 Doni Setiawan4 INTISARI
Sate merupakan makanan yang banyak dijumpai, pelengkap sate adalah bumbu kacang sate berbentuk pasta. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ditemukan suatu metode yang digunakan untuk menguji kelayakan suatu makanan yang dinamakan uji ALT (Angka Lempeng Total). Melalui uji Angka Lempeng Total ini dapat diketahui apakah suatu makanan itu layak atau tidak untuk dikonsumsi. Tujuan penelitian untuk mengetahui jumlah bakteri dengan metode angka lempeng total (ALT) yang terdapat pada bumbu sate pada pedagang sate yang dijual di Wilayah Kelurahan Ciamis tahun 2016 apakah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BPOM. Jenis penelitian deskriftif. Sampel dalam penelitian ini adalah bumbu sate pada pedagang sate yang dijual di Wilayah Kelurahan Ciamis tahun 2016 sebanyak 2 pedagang sate yang memenuhi kriteria inklusi. Kemudian dilakukan pemeriksaan dengan Metode Angka Lempeng Total (ALT). Hasil penelitian terhadap 2 sampel bumbu sate yang dijual di Wilayah Kelurahan Ciamis menunjukan hasil positif, nilai ALT paling rendah ditunjukan oleh sampel A dengan nilai 185 x 104 koloni/g.. Nilai tertinggi ditunjukan oleh sampel B dengan nilai 167 x 104 koloni/g. Dengan demikian bumbu sate yang dijual di Wilayah Kelurahan Ciamis melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh BPOM HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 yaitu tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan. Kata Kunci : Pemeriksaan Angka Lempeng Total (ALT), Bumbu Sate Kepustakaan : 11, 2005-2016 Keterangan : 1 Judul, 2 Nama mahasiswa, 3 Nama Pembimbing I, 4 Nama pembimbing II
iv
EXAMINATION OF TOTAL PLATE NUMBER (ALT) ON SEASONING SATE OF THE SOLD IN REGION KELURAHAN CIAMIS IN THE YEAR 20161 Riska Juniar2 Minceu Sumirah3 Doni Setiawan4 ABSTRACT Sate is the foods plentiful, the complement sate is a peanut sate shaped pasta. Along with the development of science, found a method to use to test the feasibility of a food in the ALT test call (number Plates Total). The Number Plate of this Total can be known whether a food is it worth or not for consumption. The purpose of the study to find out the number of bacteria with the method of number plate total (ALT) in seasoning sate on the merchant sate are on sale in the Region Kelurahan Ciamis year 2016 whether it meets the requirements set out by BPOM. This type of research deskriftif. The sample in this research is the Spice merchant in the sate of sate sold in the Region Kelurahan Ciamis in the year 2016 as much as 2 traders sate which meet the criteria of inclusion. Then conducted the inspection with the Number Plate Method Total (ALT). The results of the research on 2 samples of herbs of sate sold in the Region Kelurahan Ciamis showed positive results, the value of the ALT the lowest indicated by A sample value 185 x 104 koloni/g.. And the highest value is indicated by the value of the B samples 167 x 10 4 koloni/g. Thus the sate seasoning sold in the Region Kelurahan Ciamis exceed the thresholds set by BPOM HK.00.06.1.52.4011 year 2009 that is about the determination of the maximum limit of microbial and chemical impurities in food.
Keywords Bibliography Description
: Examination Total Plate Count ( TPC) , Sate Seasoning : 11, 2005-2016 : 1 title, 2 student names, 3 Name of Supervisor I, 4 Name supervisor II
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah utama keamanan pangan di Indonesia, yaitu masih banyak ditemukan produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dalam peredaran, masih banyak kasus penyakit dan keracunan melalui makanan yang sebagian besar belum dilaporkan dan belum diindentifikasi penyebabnya, masih banyak ditemukan sarana produksi dan distribusi pangan yang tidak memenuhi persyaratan, terutama pada industri kecil atau industri rumah tangga, industri jasa boga dan penjual makanan seperti sate, serta rendahnya pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan pangan (Slamet, 2009). Makanan dapat terkontaminasi mikroba antara lain karena mengolah makanan dengan tangan kotor, alat masak dan makan yang kotor, makanan yang disimpan tanpa tutup, makanan mentah dan matang disimpan bersama-sama, makanan terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran di sekitarnya, pengolah makanan yang sakit (carier) penyakit, pasar yang kotor, banyak insekta, dan sebagainya (Slamet, 2009). Beberapa mikroorganisme yang berada pada makanan dapat menyebabkan keracunan, mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit asal makanan diantaranya adalah Salmonella, Botulism, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus. Bumbu sate yang tercemar bakteri Salmonella akan menyebabkan gejala penyakit diantaranya diare, muntah dan panas (Irianto, 2014). Seperti yang telah dijelaskan pada Al Quran surat AL Baqarah ayat 168 yang berbunyi :
1
2
Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. Al- Baqarah : 168). Ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa Allah SWT menyeru kepada kita semua agar kita memakan makanan yang halal, dan bersih. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, di temukan suatu metode yang di gunakan untuk menguji kelayakan suatu makanan yang di namakan uji ALT (Angka Lempeng Total). Melalui uji Angka Lempeng Total ini dapat diketahui apakah suatu makanan itu layak atau tidak untuk di konsumsi, setelah hasil perhitungan angka lempeng totalnya dibandingkan dengan tabel ALT yang telah di tetapkan (BPOM RI, 2009). Menurut Taryadi (2007) makanan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang berperan penting dalam keberlangsungan hidupnya. Makanan atau bahan makanan ialah segala sesuatu yang dimasukkan kedalam tubuh baik dalam bentuk padat maupun cairan melalui saluran pencernaan, sate merupakan makanan yang banyak dijumpai. Sate merupakan salah satu kuliner yang sangat diminati oleh masyarakat Ciamis, hampir di setiap sudut ada pedagang sate, ratarata setiap penjual sate di Wilayah Kelurahan Ciamis menjual 1000 tusuk sate per hari bahkan ada penjual sate yang menghabiskan sate sebanyak 10 Kg daging. Setelah melakukan survey awal, didapatkan data bahwa terdapat sejumlah 14 orang pedagang sate yang berada di Wilayah Kelurahan Ciamis. Berdasarkan survey awal yang dilakukan kepada pedagang sate yang berjualan di Wilayah Kelurahan Ciamis, didapatkan hasil bahwa mereka membuat bumbu sate dengan tidak memperhatikan faktor kebersihan, seperti bahan baku yang tidak dicuci, dan juga pembuatan bumbu sate yang masih tradisional dengan cara ditumbuk, sehingga memungkinkan adanya kontaminasi dari alat penumbuk
3
yang digunakan, karena digunakan berulang kali tanpa dicuci terlebih dahulu. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada tanggal 5-6 Mei 2016 kepada pedagang sate yang berada di Wilayah Kelurahan Ciamis,
penyimpanan
bumbu sate disimpan tanpa
menggunakan penutup, bumbu sate yang tidak habis sekaligus dalam sehari dan dikonsumsi kembali pada keesokan harinya, serta tempat penjualan pada jalur lalu lintas kendaraan bermotor, hal tersebut dapat menyebabkan bumbu sate terkontaminasi oleh bakteri sehingga dapat menimbulkan berbagai macam gejala penyakit misalnya diare, muntah dan demam. Menurut BPOM tahun 2009 angka lempeng total (ALT) pada bumbu sate yaitu 1x104. Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti mengambil judul sebagai berikut: “Pemeriksaan Angka Lempeng Total (ALT) bumbu sate pada pedagang sate yang dijual di Wilayah Kelurahan Ciamis Tahun 2016’’. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagaiberikut ”Berapa angka lempeng total bumbu sate pada pedagang sate yang dijual di Wilayah Kelurahan Ciamis tahun 2016? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui jumlah bakteri dengan metode angka lempeng total (ALT) yang terdapat pada bumbu sate pada pedagang sate yang di jual di Wilayah Kelurahan Ciamis tahun 2016 apakah memenuhi
persyaratan
yang
ditetapkan
oleh
BPOM
HK.00.06.1.2.4011 tahun 2009 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan.
4
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan di bidang Bakteriologi dan memperdalam keterampilan serta ketelitian teknik pemeriksaan angka lempeng total dengan metode hitungan cawan. 2. Bagi Akademi Dapat
menambah
perbendaharaan
Karya
Tulis
perpustakaan STIKes Muhammadiyah Ciamis
Ilmiah
di
dan sebagai
sumber bacaan bagi mahasiswa. 3. Bagi Masyarakat Dapat menambah informasi khususnya kepada pengolah dan penjual sate tentang pentingnya memperhatikan hygiene dalam pengolahan dan penjualannya. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini berbeda dengan penelitian Hayuti Windha Pagiu (2012), yang berjudul ”Pengaruh Waktu Pajan Terhadap Total Mikroba dan Jenis Mikroba Patogen Dalam Makanan Jajanan Gorengan di Workshop Kampus Universitas Hasanuddin Makasar” berbeda pula dengan penelitian Diesna Sadi dkk, (2012) yang berjudul “ Pengaruh Pemanasan Dalam Rice Cooker Terhadap Kandungaan Zat Besi dan Total Mikroba” sedangkan pada peneliti yang ini akan di kaji terhadap “Pemeriksaan Angka Lempeng Total (ALT) bumbu sate pada pedagang sate yang dijual di Wilayah Kelurahan Ciamis tahun 2016”. Perbedaan juga yaitu Hayuti Windha Pagiu (2012) melakukan penelitian menggunakan gorengan, pada penelitian Diesna Sadi dkk, (2012) melakukan penelitian menggunakan nasi putih, sedangkan pada penelitian ini menggunakan bumbu sate. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Hayuti Windha Pagiu (2011) dan penelitian Diesna Sadi (2012) yaitu mengetahui jumlah total mikroba.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pengertian Makanan Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan
setiap
saat
dan
dimanapun
ia
berada
serta
memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan minuman, manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Adapun pengertian makanan menurut WHO (World Health Organization) yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansisubstansi yang dipergunakan untuk pengobatan. Jenis makanan menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi dalam Mariana (2006) dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: a. Makanan yang berbentuk panganan, seperti kue kecil-kecil, pisang goreng dan sebagainya. b. Makanan yang diporsikan (menu utama), seperti sate, mie bakso, nasi goreng dan sebagainya. c. Makanan yang berbentuk minuman, seperti es krim, es campur, jus buah dan sebagainya. Sate merupakan salah satu makanan ciri khas Indonesia dan ternyata makanan khas ini tidak hanya digemari oleh penduduk dalam negeri saja melainkan pendatang dari luar juga sangat suka menyantap dan menikmati kelezatan sate dengan pelengkap bumbu sate kacang yang sangat halus dan memiliki cita rasa tersendiri. Kelezatan bumbu sate terletak pada rasa kacangnya yang halus, gurih, dan pas. Cara pembuatan bumbu sate, memerlukan beberapa bahan bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, cabai merah, dan kemiri lalu ditumis dengan
5
6
menggunakan sedikit minyak yang sebelumnya sudah dipanaskan dengan api sedang. Setelah itu bahan kacang yang sudah dihaluskan sebelumnya dimasukkan ke dalam tumisan lalu tuangkan sedikit air dan masak lagi hingga mendidih dan mengental. Kemudian tambahkan garam, merica bubuk, dan kecap manis lalu di aduk kembali hingga merata dan setelah itu dapat di angkat dan di sajikan (Erwin, 2016).
Gambar 2.1 Bumbu Sate Sumber : Erwin, 2016
2. Higiene dan Sanitasi Makanan Higiene
makanan
adalah
suatu
usaha
pencegahan
penyakit yang menitikberatkan aktivitasnya pada usaha-usaha kebersihan atau kesehatan dan keutuhan makanan itu sendiri. Sehingga sudah seharusnya proses higiene makanan menjadi perhatian bagi setiap orang dan cara untuk melakukan higiene makanan
salah
satunya
makanan dengan baik
adalah
melakukan
dan benar,
penyimpanan
dalam hal ini terkait
penyimpanan bumbu sate. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan yaitu : a. Pemilihan bahan baku yang baik yaitu bahan baku yang bersih, tidak busuk, tidak berjamur, dan tidak berbau tengik. b. Pengolahan bahan baku yang baik meliputi pemilihan air untuk mencuci bahan baku yaitu air bersih dan mengalir, pemilihan tempat
penampungan
bahan
baku
harus
bersih,
dan
7
penggorengan tidak menggunakan minyak curah dan minyak bekas c. Penyimpanan bumbu sate menggunakan wadah yang bersih dan kering, dan apabila akan menggunakan untuk jangka waktu yang panjang maka bumbu dapat disimpan dalam kulkas pada suhu 2-8º Celcius. d. Penyajian
bumbu
sate
sebelum
dijajakan
seharusnya
menggunakan penutup untuk meminimalisir kontaminasi dari bakteri (Budiman, 2010). Sanitasi
makanan
adalah
suatu
usaha
pencegahan
penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada kesehatan lingkungan tempat makan dan minum itu berada. Peran higiene dan sanitasi makanan sangat penting khususnya apabila sudah menyangkut orang banyak (Budiman, 2010). Menurut (Budiman, 2010) dalam higiene makanan dikenal dengan lima prinsip yaitu : a. Pengotoran Makanan b. Keracunan Makanan c. Pembusukan Makanan d. Pemalsuan Makanan e. Pengawetan Makanan Menurut (Budiman, 2010) sanitasi makanan dikenal enam prinsip yaitu : a. Kebersihan alat – alat makan b. Cara penyimpanan makanan c. Cara pengolahan Makanan d. Cara penyimpanan dingin e. Cara pengangkutan makanan f.
Cara penyajian makanan
8
Menurut (Mulia. M, 2005) sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu : a. Faktor fisik yang terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang tidak baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab dapat menyebabkan kerusakan makanan. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu
diperhatikan
susunan
dan
kontruksi
tempat
penyimpanan makanan. b. Faktor kimia yang dapat mempengaruhi makanan yaitu terdapat zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obatan penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obatan pertanian untuk kemasan makanan. c. Faktor mikrobiologi yang dapat mempengaruhi makanan disebabkan karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Sanitasi makanan yang disebabkan faktor mikrobiologi karena adanya kontaminasi oleh bakteri yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut.
3. Penyakit Asal Makanan Menurut Irianto (2014) penyakit asal makanan yang di sebabkan oleh mikroorganisme dan disebarluaskan melalui makanan terjadi menurut salah satu dari dua mekanisme, yaitu : a. Mikroorganisme yang terdapat dalam makanan menginfeksi inang sehingga menyebabkan penyakit asal makanan b. Mikroorganisme mengeluarkan eksotoksin dalam makanan dengan
menyebabkan
memakannya.
keracunan
makanan
bagi
yang
9
Penyakit asal makanan pada umumnya disebabkan oleh bakteri sebagai berikut : a. Salmonelasis Infeksi oleh bakteri genus salmonella yang menyerang saluran gastrointestin yang mencakup perut, usus halus, usus besar, atau kolon. Delapan sampai empat puluh jam setelah mengkonsumsi makanan yang tercemar dengan Salmonella, timbul sakit perut dengan diare encer, kadang-kadang dengan lendir atau darah. Sering kali muntah dan panas yang tinggi. Terinfeksinya manusia oleh Salmonella selalu di akibatkan mengkonsumsi makanan tercemar misalnya kue, daging, bumbu kacang/pasta dan telur. b. Botulism Botulism adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peracunan makanan atau mabuk makanan oleh bakteri. Organisme penyebabnya adalah Clostridium botulinum yang menghasilkan neurotoksin yang tidak tahan panas. Penyakit ini terjadi karena makan toksin Botulinum yang terdapat dalam makanan yang di awetkan dengan cara penyakit ini biasanya mual timbul 12-48 jam setelah makan makanan tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan bicara, mual, muntah, tidak dapat menelan, penglihatan ganda. c. Clostridium perfringens Clostridium perfringens umum terdapat di alam, misalnya dalam daging mentah dan tinja hewan. Bakteri ini juga merupakan penyebab utama keracunan makanan. Penyakit ini disebabkan karena makanan yang tercemari organisme tersebut dibiarkan pada suhu yang menunjang perkecambahan spora. Biasanya gejala timbul 8 sampai 24 jam setelah mengkonsumsi
makanan tercemar.
Gejala
utamanya yaitu sakit perut dan diare. Keadaan sakit
10
berlangsung dengan waktu singkat dan sembuh kembali kurang dari 24 jam. Cara pencegah keracunan oleh bakteri ini adalah menghindarkan penyimpanan makanan yang sudah matang pada suhu kamar untuk jangka waktu lama. d. Staphylococcus aureus Peracunan makanan yang umum terjadi karena termakannya
toksin
yang
di
hasilkan
oleh
galur-galur
toksigenik. Staphylococcus aureus tumbuh pada makanan tercemar. Stphylococcus aureus adalah organisme yang umum terdapat di bagian tubuh manusia, termasuk hidung, kulit, tenggorokan. Organisme ini dapat berasal dari orang yang
mengolah
makanan
yang
merupakan
penular.
Keracunan makanan oleh Staphylococcus terjadi hanya sebentar yaitu 24 sampai 48 jam.
4. Angka Lempeng Total (ALT) a. Definisi Angka Lempeng Total ( ALT) Uji Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba pada suatu sampel. ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, intepretasi hasil berupa angka dalam koloni (CFU) per koloni/g (BPOM RI, 2009). b. Prinsip Pemeriksaan ALT Prinsip metode hitung cawan adalah sebagai berikut: Jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop (Waluyo, 2008).
11
c. Kelebihan Penggunaan Metode ALT Metode hitung cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba karena alasanalasan sebagai berikut : 1) Hanya sel yang masih hidup yang dihitung. 2) Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus. d. Kekurangan Penggunaan Metode ALT Selain keuntungan-keuntungan tersebut, metode hitung cawan
juga
mempunyai
kelemahan-kelemahan
sebagai
berikut : 1) Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni. 2) Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda. 3) Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar. 4) Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung (Soetarto dkk, 2008). e. Jenis-jenis Metode Angka Lempeng Total Bahan yang diperkirakan mengandung lebih dari 300 sel mikroba per ml atau per gram atau per cm (jika pengambilan memerlukan
sampel perlakuan
dilakukan
pada
pengenceran
permukaan), sebelumnya
ditumbuhkan pada medium agar di dalam cawan petri. Setelah inkubasi, akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung, dimana jumlah yang terbaik adalah diantara 30 sampai 300 koloni. Pengenceran biasanya dilakukan secara desimal, yaitu 1:10, 1:100, 1:1000 dan
12
seterusnya. Metode ini dibedakan atas dua cara, yaitu metode tuang (pour plate) dan metode permukaan (surface/spread plate) (Waluyo, 2008). 1) Metode tuang (Pour Plate) Dari pengenceran yang dikehendaki, sebanyak 1 mL atau 0,1 mL larutan tersebut dipipet ke dalam cawan petri 1 mL menggunakan pipet 1 mL atau 1,1 mL. Sebaiknya waktu
antara
dimulainya
pengenceran
sampai
menuangkan ke dalam cawan petri tidak boleh lebih lama dari 30 menit. Kemudian ke dalam cawan tersebut dimasukkan agar cair steril yang telah didinginkan sampai 50 0C sebanyak kira-kira 15 mL. Selama penuangan medium, tutup cawan tidak boleh dibuka terlalu lebar untuk menghindari
kontaminasi
dari
luar.
Segera
setelah
penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau gerakan angka delapan, setelah agar memadat, Cawan-cawan tersebut dapat diinkubasikan di dalam inkubator dengan posisi terbalik. Inkubasi dilakukan pada suhu dan waktu tertentu sesuai dengan jenis mikroba yang akan dihitung. Medium agar yang digunakan juga disesuaikan dengan jenis mikroba yang akan ditumbuhkan. Selama inkubasi, sel-sel yang masih hidup akan tumbuh dan membentuk koloni yang dapat terlihat langsung oleh mata. Setelah
berakhir
masa
inkubasi,
koloni
yang
terbentuk dihitung. Setiap koloni dapat dianggap berasal dari satu sel yang membelah menjadi bayak sel, meskipun juga mungkin berasal dari lebih satu sel yang letaknya
13
berdekatan. Perhitungan jumlah koloni dapat dilakukan menggunakan “Quebec Colony Counter”. Ketelitian akan lebih tinggi jika dilakukan pemupukan secara duplo, yaitu dengan menggunakan dua cawan petri untuk setiap pengenceran. 2) Metode permukaan (Surface/Spread plate) Pada pemupukan dengan metode permukaan, agar steril terlebih dahulu dituangkan ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan membeku. Setelah membeku dengan sempurna, kemudian sebanyak 0,1 mL contoh yang telah diencerkan dipipet
pada
permukaan agar
tersebut.
Sebuah batang gelas melengkung dicelupkan ke dalam alkohol 95% dan dipijarkan sehingga alkohol habis terbakar. Setelah dingin, batang gelas tersebut digunakan untuk meratakan contoh di atas medium agar dengan cara memutarkan cawan petri di atas meja. Selanjutnya inkubasi dilakukan seperti pada metode tuang. Tetapi harus diingat bahwa jumlah contoh yang ditumbuhkan hanya 0,1 mL, tidak boleh 1 mL, jadi harus dimasukkan ke dalam perhitungan pengenceran untuk mendapatkan “Total Count”. f.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Angka Lempeng Total Laporan dari hasil menghitung dengan metode Angka Lempeng Total menggunakan suatu standar yang disebut Standard Plate Counts (SPC) sebagai berikut : 1) Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30-300. 2) Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung sebagai satu koloni.
14
3) Satu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni. Kemudian dihitung dengan rumus : Angka Kuman =
(
)
=
koloni/gram
4) Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petri disk, koloni demikian dinamakan spreader. 5) Perbandingan jumlah bakteri hasil pengenceran yang berturut-turut antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya, jika sama atau lebih kecil dari 2 hasilnya dirata-rata. Tetapi jika lebih besar dari 2 yang dipakai jumlah mikroba dari hasil pengenceran sebelumnya. Jika sudah dilakukan pengulangan dan hasil pemeriksaan antara yang pertama dan kedua tidak ada perbedaan yang signifikan maka hasilnya dirata-rata. Dalam Standard Plate Counts (SPC) ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni sebagai berikut : a) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yakni angka pertama (satuan) dan angka kedua (desimal) jika angka sama dengan atau lebih besar daripada 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua. Sebagai contoh, didapatkan 1,7 × 104 unit koloni/gram atau 2,0 × 104 unit koloni/gram. b) Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni per cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Karena itu, jumlah koloni pada pengenceran yang terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya
pengenceran,
tetapi
jumlah
yang
sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
15
c) Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Karena itu, jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung. d) Jika jumlah cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni dengan jumlah antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan dua, dilaporkan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan faktor pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar daripada 2, yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil. e) Jika
digunakan
dua
cawan
petri
(duplo)
per
pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh dari satu. Oleh karena itu, harus dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan kedua cawan duplo dengan koloni antara 30 dan 300 (Waluyo, 2008).
16
B. Kerangka Konsep
Faktor yang dapat menyebabkan bumbu sate tercemar Bakteri :
\
1. Kontaminasi udara 2. Kontaminasi air 3. Lokasi penjualan 4. Wadah bumbu 5. Perlakuan pedagang
Bumbu sate tercemar oleh Bakteri
Pemeriksaan hitung jumlah koloni Bakteri
Sesuai BPOM tahun 2009 (1x104)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Tidak sesuai BOPM tahun 2009 >(1x104)
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran. (2010) Al Quran dan Terjemahannya. Bandung : CV Penerbit Dipenogoro. BPOM RI, (2009) Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Jakarta : BPOM RI. Budiman., Suyono. (2010) Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Konteks Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC. Diesna Sari, Saifuddin, Sirajuddin. (2012) Pengaruh Lama Pemanasan Dalam Rice Cooker terhadap Kandungan Zat Besi (Fe) dan Total Mikroba Nasi Putih. Makasar : Universitas Hasanuddin Makasar. Erwin. (2016) Bumbu Sate Ayam Dan Sate Kambing Madura. [internet] http://benficaaasempre.blogspot.co.id/2016/03/bumbu-sate.html. [diakses 03 Juni 2016]. Hayuti Windha Pagiu, (2012) Pengaruh Waktu Pajan Terhadap Total Mikroba dan Jenis Mikroba Patogen dalam Makanan Jajanan Gorengan di Workshop Kampus Universitas Hasanuddin Makassar. Irianto, Koes. (2014) Bakteriologi Medis, Mikologi Medis, dan Virologi Medis. Bandung : Alfabeta. Mulia. Riki. (2005) Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : PT. Gahal Ilmu. Slamet, J.S., (2009) Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Soetarto, E. S., dkk. (2008) Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Yogyakarta : Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Waluyo. (2008) Mikrobiologi Umum Edisi Revisi. Malang: UMM Press.
29