ANALISIS PROFITABILITAS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK SATE BANDENG PADA UKM SATE BANDENG DI KOTA SERANG BANTEN
FEBRI TESA PUSPITASARI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014
Febri Tesa Puspitasari NIM H34100087
ABSTRAK
FEBRI TESA PUSPITASARI. Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA. Sate bandeng adalah salah satu hasil olahan ikan bandeng yang merupakan makanan khas Banten. Rata-rata sate bandeng dilakukan dalam skala usaha kecil dan menengah yang masuk ke dalam industri rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis profitabilitas usaha sate bandeng dengan membandingkan kedua usaha terhadap tingkat profitabilitas dan menganalisis nilai tambah usaha sate bandeng untuk setiap usaha sejenis. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survey. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dengan memilih UKM sate bandeng Ratu Toety dan UKM sate bandeng Hj. Mariyam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua usaha ini mampu menghasilkan laba. Nilai profitabilitas usaha Ratu Toety sebesar 28 persen lebih besar dibandingkan usaha Hj. Mariyam sebesar 26,7 persen. Analisis nilai tambah menunjukkan kedua usaha ini menghasilkan nilai tambah yang tidak jauh berbeda. Nilai tambah usaha Ibu Ratu Toety sebesar Rp 39 467.00 atau sebesar 41.8 persen, sedangkan usaha Ibu Hj Mariyam sebesar Rp 39 172.00 atau 41.5 persen.
Kata kunci: industri rumah tangga, profitabilitas, sate bandeng, nilai tambah
ABSTRACT
FEBRI TESA PUSPITASARI. Business Profitability Analysis and Value Added Products Satay Milkfish in Home Industries Satay Milkfish in Serang. Supervised by NETTI TINAPRILLA. Satay milkfish is one of the processed milk fish which is a typical food of Banten. Average satay milkfish done in small and medium scale enterprises into the home industry. The purpose of this research is to analyze the profitability of the satay milkfish business and to analyze value -added business satay milkfish for every kind of business. This research used survey method. The location of the research is taken with purposive method with selecting Ratu Toety business and Hj. Mariyam business. The results showed that the two businesses are able to generate profits. The business Ratu Toety profitability ratios of 29.1 percent greater than the business Hj. Mariyam 27.8 percent. The analysis showed the added value of two businesses generate value added is not much different. Value-added businesses Ratu Toety of Rp 39 467.00 or by 41.8 percent, while business Mariyam Hj Rp 39 172.00 or 41.5 percent. Keywords : home industry, profitability, satay milkfish, value-added
vi
ANALISIS PROFITABILITAS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK SATE BANDENG PADA UKM SATE BANDENG DI KOTA SERANG BANTEN
EBRI TESA PUSPITASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vii
Judul Skripsi : Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang Banten Nama : Febri Tesa Puspitasari NIM : H34100087
Disetujui oleh
Dr Ir Netti Tinaprilla, MM Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, M Si Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ............
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah profitabilitas dan nilai tambah, dengan judul Analisis Profitabilitas Usaha dan Nilai Tambah Produk Sate Bandeng pada UKM Sate Bandeng di Kota Serang Banten. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing, serta Ir Popong Nurhayati, MM yang telah banyak memberikan arahan, saran, kesabaran, dan waktu kepada penulis selama penulisan skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Amzul Rifin, SP. MA selaku dosen penguji utama dan Anita Primaswari W., SP, M Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini, serta kepada Dr Ir Rr Heny Kuswanti Suwarsinah, M Ec selaku wali akademik selama masa perkuliahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ratu Toety, Pak Soekarno, Ibu Ari, dan Pak Amung selaku pemilik UKM Sate Bandeng yang telah membantu selama pengumpulan data. Orang tua tercinta Syachrul dan Tati Herawati, kaka tersayang Putri Tesa Kharisma, S Pd dan adik tercinta Ahmad Aldi Nugraha, serta Rifki Hamin Firmasyah, A Md yang selalu memberi doa, dukungan, semangat, materi, dan semua pengorbanannya dengan penuh rasa sayang kepada penulis. Terima kasih kepada Brilia Wulantika, Kartika Tirta Arum, Aprin, dan Septiani yang telah berjuang bersama-sama dan telah memberi semangat kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga kepada Rahma Fitri, Nur Agustiyanah, Kiki Fitria Ambarwangi, Bangarani, Khairunissa Rahmah, Astari, Rahmahwati dan temanteman agribisnis 47 lainnya atas seluruh dukungan dan kebersamaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Febri Tesa Puspitasari
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
5
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
7
Profitabilitas Komoditas Perikanan
7
Nilai Tambah Komoditas Perikanan
9
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis
10 10
Konsep Biaya
10
Konsep Harga Jual
11
Analisis Profitabilitas
12
Analisis Nilai Tambah
15
Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN
16 17
Lokasi dan Waktu Penelitian
17
Jenis dan Sumber Data
17
Metode Pengolahan dan Analisis Data
18
Analisis Biaya Produksi
18
Analisis Profitabilitas
19
Analisis Nilai Tambah
19
GAMBARAN UMUM USAHA Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Ratu Toety
20 20
Pengadaan Bahan Baku
22
Tenaga Kerja
22
Peralatan Produksi dan Proses Produksi
22
x
Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam
26
Pengadaan Bahan Baku
27
Tenaga Kerja
27
Peralatan Produksi dan Proses Produksi
27
PEMBAHASAN DAN HASIL
30
Struktur Biaya
30
Biaya Tetap
30
Biaya Variabel
34
Total Biaya
36
Volume Penjualan
37
Analisis Profitabilitas
37
Analisis Nilai Tambah
47
SIMPULAN DAN SARAN
50
Simpulan
50
Saran
51
DAFTAR PUSTAKA
51
LAMPIRAN
54
xi
DAFTAR TABEL 1 Jumlah Produksi Perikanan di Indonesia Tahun 2008-1012 (ton) 1 2 Tingkat Konsumsi Ikan Masyarakat Indonesia 1 3 Jumlah Produksi Ikan Bandeng di Indonesia 2 4 Komposisi Kandungan Gizi Bandeng per 100 gram 2 5 Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut 3 Skala Usaha Tahun 2011-2012 6 Perkembangan Nilai PDB Menurut Skala Usaha pada Tahun 2011-2012 Atas Dasar Harga Berlaku (dalam Rp. Miliar) 4 7 Daftar UKM yang Memproduksi Sate Bandeng di Wilayah Kota Serang Tahun 2012 5 8 Perhitungan Nilai Tambah Menurut Metode Hayami 20 9 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Usaha Ratu Toety 23 10 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Usaha Hj Mariyam 28 11 Biaya Tetap Usaha Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun 30 12 Biaya Tetap Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam per Tahun 32 13 Biaya Variabel Usaha Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun 34 14 Biaya Variabel Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam per Tahun 35 15 Total Biaya Usaha Sate Bandeng per Tahun 36 16 Perbandingan Titik Impas dengan Kondisi Aktual Usaha Sate Bandeng Ratu Toety 39 17 Perbandingan Titik Impas dengan Kondisi Aktual Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam 42 46 18 Perbandingan Perhitungan Biaya Usaha Sate Bandeng per Tahun 19 Analisis Nilai Tambah Produk Sate Bandeng 47
DAFTAR GAMBAR 1 Titik Impas, Laba dan Volume Penjualan 2 Diagram Kerangka Pemikiran 3 Alur Proses Pengolahan Sate Bandeng 4 Titik Impas Produk Sate Bandeng Ratu Toety 5 Titik Impas Produk Sate Bandeng Hj Mariyam 6 Kurva Titik Impas Antara Usaha Ratu Toety dan Hj Mariyam
13 17 25 40 43 45
DAFTAR LAMPIRAN 1 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Ratu Toety 2 Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Hj Mariyam 3 Biaya Tidak Langsung Usaha Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun 4 Biaya Tidak Langsung Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam per Tahun 5 Penggunaan Bahan Baku Utama dan Bahan Baku Pendukung Produksi Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun 6 Penggunaan Bahan Baku Utama dan Bahan Baku Pendukung Produksi Sate Bandeng Hj Mariyam per Tahun
55 55 55 56 56 57
xii
7 Perhitungan Beberapa Faktor dalam analisis tambah pada Tabel 18 8 Dokumentasi Tempat Usaha
58 60
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang cukup besar. Besarnya sumber daya perikanan tidak hanya di dominasi oleh perikanan tangkap saja, namun juga perikanan budi daya. Setiap tahun produksi perikanan baik perikanan tangkap maupun budi daya selalu mengalami peningkatan. Karena itu, sektor perikanan di Indonesia memiliki potensi besar sebagai produk unggulan ekspor1. Berdasarkan data yang di peroleh, jumlah produksi perikanan pada tahun 2012 meningkat 6 404 895 ton dari tahun 2008 seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah produksi perikanan di Indonesia tahun 2008-1012 (ton) Jenis Perikanan
5 714 271
5 811 510
Pertumbuhan Rata-rata 2.85
6 976 750
9 451 700
26.64
12 691 021
15 263 210
12.19
Tahun 2008
2009
2010
Perikanan 5 003 115 5 107 971 5 384 418 Tangkap Perikanan 3 855 200 4 708 563 6 277 924 Budi daya Jumlah 8 858 315 9 816 534 11 662 342 Produksi Perikanan Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013
2011
2012
Potensi perikanan budi daya bernilai lebih prospektif dibandingkan perikanan tangkap. Bisnis di bidang perikanan budi daya lebih baik karena sektor perikanan budi daya lebih terukur dan hasilnya lebih terjamin2. Jumlah produksi ikan yang meningkat disebabkan karena adanya dukungan dari tingkat konsumsi yang terus meningkat. Sebagian besar hasil produksi tersebut digunakan sebagai bahan baku pengolahan hasil perikanan. Permintaan terhadap ikan yang terus mengalami peningkatan terlihat dari tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2012 tingkat konsumsi masyarakat Indonesia mencapai 33.89 kg/kapita/tahun atau bertambah sebesar 4.81 kg/kapita/tahun dari tingkat konsumsi masyarakat Indonesia tahun 2009 seperti yang terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia Tahun per Kapita (Kg/Kap/Th) 2009 29.08 2010 30.48 2011 32.25 2012 33.89 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013 1
KKP. 2012. Perikanan Berpotensi Angkat Perekonomian RI Jadi Nomor Tujuh Dunia. http://www.kkp.go.id//. 2 KKP. 2013. Kadin Jalin Kerja sama dengan KKP dan Provinsi Batam Kembangkan Budi daya Air Laut. http://www.djpb.kkp.go.id//
2 Manfaat ikan yang sangat baik bagi tubuh masyarakat mendorong masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi ikan lebih banyak. Ikan sebagai salah satu komoditas yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, terutama dari kemampuannya yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan zat gizi tersebut adalah protein, lemak, vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar air. Pada proses pendistribusian dan pengolahannya, ikan sebagai salah satu bahan pangan yang cepat mengalami proses pembusukan yang disebabkan oleh bakteri dan mikroorgaanisme. Hal ini karena komposisi ikan seperti kandungan air yang tinggi dan kondisi lingkungan yang memungkinkan sebagai tempat pertumbuhan mikroba pembusuk. Kondisi lingkungan tersebut meliputi suhu, pH, oksigen, kadar air, waktu simpan dan kondisi kebersihan sarana dan prasarana. Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) adalah ikan pangan populer di Asia Tenggara (Sudradjat, 2011). Ikan jenis air payau ini memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan karena banyak digemari masyarakat. Hal ini karena ikan bandeng memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis ikan lainnya yaitu rasa yang cukup enak dan gurih, rasa daging yang netral dan tidak mudah hancur jika dimasak (Sudradjat,2011). Selain itu, harganya yang terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Setiap tahun jumlah produksi ikan bandeng cenderung meningkat seiring pula dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani. Pada tahun 2011, jumlah produksi ikan bandeng mencapai 467 044 ton. Angka ini terus meningkat dari empat tahun sebelumnya pada tahun 2007. Adapun jumlah produksi ikan bandeng di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah produksi ikan bandeng di Indonesia Tahun Volume (ton) 2007 263 138 2008 277 004 2009 328 191 2010 421 757 2011 467 044 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013
Menurut Susanto (2010), ikan bandeng memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah. Kompisisi kandungan gizi ikan bandeng per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi kandungan gizi bandeng per 100 gram3 Komponen Nutrisi dan kalori kadar air Kandungan kalori makanan Kadar protein Kadar lemak Kadar abu Karbohidrat Dietary fiber 3
http://www.calorie-counter.net.
Kadar 70.85 gram 148 kkal/ 3.5 oz 20.53 gram 6.73 gram 1.14 gram 0 gram 0 gram
3 Tabel 4 menunjukkan dalam 100 gram bandeng nutrisi dan kadar air sebesar 70.85 gram dan kalori makanan 148 kkal/3.5 oz. Ikan bandeng memiliki kandungan gizi yang jauh lebih baik dibandingkan ikan salmon yang telah mendunia. Kandungan lemak ‘sehat’ dalam perut bandeng cukup tinggi sebesar 6.73 gram sehingga bisa menjadi pilihan tertinggi untuk dikonsumsi. Di sisi lain, ikan bandeng memiliki kelemahan yaitu kurang praktis untuk di konsumsi terutama oleh anak-anak dan golongan usia lanjut. Hal ini disebabkan bau lumpur yang terdapat pada daging ikan bandeng serta duri-durinya yang sulit dibersihkan (Sudradjat, 2011). Karena itu, diperlukannya suatu cara penanganan dalam memanfaatkan ikan bandeng, yaitu dengan mengolah ikan bandeng menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah. Usaha pengolahan ikan bandeng telah banyak dijumpai di beberapa daerah. Rata-rata olahan ikan bandeng dilakukan dalam skala usaha kecil dan menengah (UKM) yang masuk ke dalam indutri rumah tangga. UKM memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu negara termasuk Indonesia. Banyaknya industri kecil dan kerajinan rumah tangga yang di serap dari banyaknya usaha dan tenaga kerja ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perkembangan jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2011-2012 No.
1.
Skala Usaha
Jumlah Pelaku Usaha (Unit) 2011*) 2012**) 55 206 444 56 534 592 54 559 969 55 856 176
%
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 2011*) 2012**) 101 722 458 107 657 509 94 957 797 99 859 517
5.83 5.16
4 535 970
15.71
3 262 023
14.67
3 150 645
8.97
UMKM 2.41 Usaha 2.38 Mikro Usaha 602 195 629 418 4.52 3 919 992 Kecil Usaha 44 280 48 997 10.65 2 844 669 Menengah 2. Usaha 4 952 4 968 0.32 2 891 224 Besar Jumlah 55 211 396 56 539 560 2.41 104 613 681 Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2013 Keterangan : *) Angka Sangat Sementara **) Angka Prediksi
110 808 154
%
5.92
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa jumlah UMKM semakin meningkat dibandingkan usaha besar. Pengaruh dari jumlahnya yang semakin meningkat, membuat Usaha Kecil Menengah memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap PDB tahun 2011-2012 atas dasar harga berlaku, dengan jelas dapat terlihat pada Tabel 6.
4 Tabel 6 Perkembangan nilai PDB menurut skala usaha pada tahun 2011-2012 atas dasar harga berlaku (dalam Rp. Miliar) No.
Skala Usaha
1.
UMKM Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar Total
2.
Tahun 2011 *) Jumlah Pangsa (%) 4 303 571.5 57.94 2 579 388.4 34.73 722 012.8 9.72 1 002 170.3 13.49
Tahun 2012 *) Jumlah Pangsa (%) 4 869 568.1 59.08 2 951 120.6 35.81 798.122,2 9.68 1 120 325.3 13.59
565 996.7 371 732.2 76 109.4 118 155.0
13.15 14.41 10.54 11.79
3 123 514.6 7 427 086.1
3 372 296.1 8 241 864.3
248 781.5 814 778.2
7.96 10.97
42.06
40.92
Perkembangan Jumlah %
Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2013 Keterangan : *) Angka Sangat Sementara **) Angka Prediksi
Secara statistik, terlihat bahwa kontribusi UKM terhadap PDB nasional adalah yang terbesar, dengan jumlah persentase perkembangan dari tahun 2011 menuju tahun 2012 sebesar 13.1 persen. Jumlah perkembangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan usaha besar yaitu 7.96 persen. Karena itu, UKM sebagai salah satu sektor yang perlu mendapat perhatian dan dukungan dari semua pihak, agar UKM dapat terus berkembang. Hal tersebut karena UKM memang jelas sangat memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu negara, termasuk didalamnya usaha pengolahan ikan bandeng. Keragaman masyarakat mengkonsumsi ikan bandeng berbeda cara penyajiannya antar daerah di Indonesia, sehingga masing-masing menjadi produk makanan unggulan bagi daerah tertentu hingga saat ini. Seperti halnya di Serang Banten yang dikenal dengan sate bandengnya, Jawa Timur dengan bandeng asapnya, Semarang cukup ternama dengan bandeng prestonya, dan Sulawesi Selatan dengan bandeng bakarnya (Sudradjat, 2011). Usaha pengolahan ikan bandeng yang berbentuk UKM saat ini sudah semakin meningkat. Karena itu, semakin berkembangnya usaha kecil olahan ikan bandeng di dukung oleh ketersediaan ikan bandeng segar yang terus mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut di dukung karena banyaknya UKM berbagai olahan bandeng yang semakin meningkat di Indonesia, salah satunya sate bandeng. Sate bandeng adalah salah satu hasil olahan ikan bandeng. Usaha pengolahan ikan bandeng ini telah banyak dijumpai di beberapa daerah, khususnya di daerah Banten. Olahan ikan bandeng ini memberikan nilai tambah bagi ikan bandeng itu sendiri. Karena itu, diperlukannya analisis nilai tambah untuk mengukur seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari sate bandeng itu sendiri. Nilai tambah diukur dari nilai produksi dan nilai biaya antara bahan baku dengan bahan dasar serta bahan penunjang lainnya untuk menghasilkan produk tersebut. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai yaitu mencapai laba yang maksimal dan efisien. Biaya yang dikeluarkan perusahaan diusahakan sekecil mungkin agar dapat mencapai laba yang maksimal dan efisien. Karena itu, perusahaan harus mengetahui keadaan profitabilitas perusahaannya, agar dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan atau paling tidak mempertahankan profit yang telah dicapai perusahaan untuk masa mendatang.
5 Usaha kecil menghasilkan profit yang rendah atau mendekati titik impas (Mulyadi, 1999). Profit yang mendekati titik impas dibutuhkan analisis profitabilitas guna mengetahui keadaan profitabilitas perusahaan itu sendiri. Profit adalah keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan setelah dikurangi modal dan biaya produksi lainnya, sedangkan profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, dan modal sendiri (Mulyadi, 1999). Perumusan Masalah UKM sate bandeng merupakan UKM yang bergerak dalam bidang pengolahan ikan bandeng yang saat ini terus berkembang. UKM sate bandeng ini juga sebagai salah satu usaha yang memproduksi makanan khas daerah Banten. Sebagai makanan khas daerah, banyak pesaing yang tidak ingin kalah untuk berbisnis sate bandeng. Hal tersebut, menjadikan tantangan bagi masing-masing UKM sate bandeng untuk terus berkembang. Berdasarkan data Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang Tahun 2012, terdapat beberapa industri kecil yang memproduksi sate bandeng. Berikut daftar usaha kecil yang memproduksi sate bandeng dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Daftar UKM yang memproduksi sate bandeng di wilayah kota Serang tahun 2012 No.
Nama Usaha
Satuan
1. Sate Bandeng Cepi Awaludin Tusuk 2. Sate Bandeng Ratu Toety Tusuk 3. Sate Bandeng Ibu Aliyah Tusuk 4. Sate Bandeng Ibu Mariam Tusuk 5. Sate Bandeng Ibu Mamah Tusuk 6. Sate Bandeng Ibu Oneng Tusuk 7. Sate Bandeng Heri Tusuk 8. Sate Bandeng Hj. Mariyam Tusuk 9. Sate Bandeng Alimu Saeful Muluk Tusuk 10. Sate Bandeng Ika Sartika Tusuk 11. Sate Bandeng Neneng Sofiah Tusuk 12. Sate Bandeng Ani Tusuk 13. Sate Bandeng Marsinah Tusuk 14. Sate Bandeng Mulyati Tusuk 15 Sate Bandeng Hj. Sopiah Tusuk 16. Sate Bandeng Midah Dahmalia Tusuk 17. Sate Bandeng Rimadi Tusuk 18. Sate Bandeng Uun Haeraotul Waroh Tusuk Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, 2013
Kapasitas Produksi/Tahun 28 200 47 500 25 200 21 000 18 000 18 750 15 000 109 000 18 000 15 000 13 600 1 000 18 000 28 000 6 240 28 000 1 800 1 800
Dua sampel UKM usaha sate bandeng dipilih dengan pertimbangan kedua usaha yang memiliki total penjualan yang lebih besar. Di samping itu, kedua usaha tersebut memiliki total produksi yang jauh berbeda, sehingga dapat dengan mudah dilihat usaha mana yang lebih optimal. Kedua usaha tersebut adalah UKM sate bandeng Ratu Toety dan UKM sate bandeng Hj Mariyam.
6 Setiap usaha memiliki potensi dan peluang untuk mengembangkan usahanya, namun usaha sate bandeng juga dihadapkan pada beberapa kendala. Pertama, potensi untuk menciptakan persaingan usaha cukup tinggi, karena dengan adanya peluang pasar yang besar membuat usaha-usaha sejenis untuk mudah memproduksi sate bandeng. Biasanya usaha pengolahan memiliki peluang keuntungan nilai tambah bagi komoditas itu sendiri dan tingkat profitabilitas yang lebih dibandingkan usaha produk non olahan. Hal tersebut karena produk olahan memiliki nilai tambah yang tinggi. Seperti halnya komoditas perikanan, produk yang mudah busuk dan rusak ini dibutuhkan suatu penanganan agar memiliki nilai guna yang tinggi. Komoditas perikanan yang mudah rusak dan busuk seperti ikan bandeng ini membutuhkan penanganan yang cepat untuk menjaga kualitas sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Salah satu penanganan yang dapat dilakukan dengan mengolah produk tersebut. Pengolahan memiliki tujuan yaitu mengoptimalkan setiap input yang digunakan untuk menghasilkan output sesuai dengan keinginan konsumen agar dapat menciptakan nilai tambah bagi suatu produk dan nilai guna bagi konsumen. Nilai tambah menyatakan pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yaang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan (Hayami, 1987). Besarnya nilai tambah dipengaruhi oleh besarnya harga input, biaya produksi, teknik produksi dan harga output. Kedua, bahan utama pada produksi sate bandeng adalah ikan bandeng. Dari tahun ke tahun, permintaan ikan bandeng mengalami kenaikan selama sepuluh tahun terakhir sebesar 6.33% rata-rata per tahun4. Setiap saat harga ikan bandeng terus mengalami fluktuatif. Fluktuasi harga bahan baku utama yang mempengaruhi besarnya biaya produksi berdampak pada pertumbuhan keuntungan yang diperoleh karena biaya bahan baku utama berkontribusi cukup besar pada total biaya variabel. Tak hanya itu, harga bahan baku pendukung juga berpengaruh terhadap biaya produksi sate bandeng, seperti harga bawang. Akhir-akhir ini, harga bawang mengalami kenaikan mendorong harga input yang dikeluarkan meningkat. Karena itu, sate bandeng juga mengalami kenaikan harga. Kenaikan biaya produksi membuat harga jual pun meningkat. Kenaikan harga jual akan berpengaruh pada tingkat profitabilitas yang di peroleh semakin menurun. Penentuan harga jual didasarkan pada kenaikan biaya produksi dan tingkat persaingan yang tinggi. Dengan adanya harga jual yang meningkat membuat pemintaan konsumen menurun. Dengan begitu, maka diperlukan manajemen keuangan agar dapat mengatur seberapa optimalnya tingkat harga jual ditentukan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan cara meminimalisir biaya produksi dan memaksimumkan profit dengan input yang ada. Selain itu, pada setiap skala usaha yang berbeda memiliki tingkat profitabilitas yang berbeda pula. Karena itu, dibutuhkan perbandingan antar skala usaha sejenis untuk melihat apakah dengan skala usaha yang besar akan memiliki tingkat profitabilitas usaha yang besar pula.
4
www.bi.go.id
7 Jadi, dari penjelasan tersebut bahwa profitabilitas sangat terkait dengan nilai tambah. Profitabilitas dipengaruhi oleh harga input dan jumlah input yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan. Berdasarkan uraian tersebut maka terlihat beberapa pokok permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimana tingkat profitabilitas yang di peroleh dari kedua UKM sate bandeng dengan mengambil studi kasus pada total produksi usaha yang berbeda? Seberapa besar kenaikan profit jika total penerimaan meningkat? 2. Seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan ikan bandeng menjadi sate bandeng dari masing-masing UKM?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis profitabilitas usaha sate bandeng dengan membandingkan kedua usaha terhadap tingkat profitabilitas yang di peroleh dan mengidentifikasi kenaikan profit jika total penerimaan meningkat. 2. Menganalisis nilai tambah usaha sate bandeng untuk setiap usaha sejenis.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi : 1. Bagi industri sate bandeng di Kota Serang, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi manajemen dalam pengembangan usahanya dan menerapkan rencana produksi yang baik yang sesuai dengan batas kemampuan perusahaan, serta dapat memberikan pengetahuan mengenai nilai tambah yang dapat diperoleh dari usaha yang sedang dijalankan. 2. Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan perbandingan terhadap teori yang di peroleh selama perkuliahan serta memberikan pengalaman dan tambahan wawasan dalam penelitian dan penulisan ilmiah. 3. Bagi masyarakat luas, penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam mengetahui keadaan UKM, tingkat profitabilitas, dan pengembangannya di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Profitabilitas Komoditas Perikanan Ramli (2009) menganalisis mengenai biaya produksi dan titik impas pengolahan ikan dengan menggunakan metode Break Event Point, yang terkait profitabilitas perusahaan olahan ikan Patin, yaitu ikan salai Patin, fillet salai Patin, dan nugget ikan Patin. Harga pokok produksi ikan salai Patin sebesar Rp 29 800.00 per kg, fillet salai Patin sebesar Rp 37 210.00 per kg dan untuk nugget Rp
8 879.00 perbungkus. Harga jual masing-masing produk; ikan salai Patin Rp 35 000.00/kg, fillet salai Patin Rp 45 000.00/kg dan nugget Rp 1 000.00/bungkus sehingga ada keuntungan yang diperoleh darri masing-masing produk. Titik impas penjualan yang diperoleh sebesar Rp 6 542 062.00 titik aman perusahaan 74.44% dengan tingkat profitabilitas sebesar 4.78% atau Rp 25 595 000.00. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengolahan ikan patin cukup menjanjikan untuk diusahakan namun produk ikan salai patin dan fillet salai Patin lebih menjanjikan dibandingkan dengan olahan nugget yang memiliki keuntungan yang lebih rendah. Penelitian lain mengenai profitabilitas dilakukan oleh Ramli dan Zuraidah (2009), yang meneliti tentang harga pokok produksi dan titik impas pengolahan ikan kayu. Biaya produksi yang diperlukan perusahaan untuk sekali produksi sebanyak 200kg sekitar Rp 3 578 000.00. proses produksi ikan kayu dilakukan sebanyak tiga kali dalam sebulan dengan total biaya produksi sekitar 600 kg atau dengan nilai produksi Rp 16 620 000.00. Setelah dilakukan perhitungan laba rugi dari produksi yang dilakukan diperoleh tingkat keuntungan sebesar 20.09%. Dengan titik impas dicapai pada tingkat penjualan sebesar Rp 6 052 699.00. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa usaha pengolahaan ikan kayu layak dilaksanakan. Penelitian yang sama terkait komoditas perikanan mengenai profitabilitas dilakukan oleh Pudjanarso (2012), meneliti tentang nilai tambah menggunakan metode Hayami dan profitabilitas menggunakan titik impas pada agribisnis pemindangan ikan laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi nilai tambah positif akibat proses pengolahan yaitu Rp 1 369.00 rata-rata per kilogram dan ratio nilai tambah 23.35% rata-rata per kilogram. Analisis titik impas pada proses pengolahan di peroleh rata-rata 40 kg dengan biaya dan penerimaan sebesar Rp 271 571.00 sehingga rasio keuntungan 16.70% rata-rata per kilogram. Hal ini menunjukkan rasio nilai tambah lebih besar dibandingkan rasio keuntungan yang berarti bahwa agribisnis pemindangan ikan laut memberikan prospek yang baik karena masih ada keuntungan meskipun seluruh biaya tenaga kerja telah terkover. Selain itu, penelitian mengenai profitabilitas dilakukan oleh Santi, meneliti tentang profitabilitas usaha agroindustri keripik belut sawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya total rata-rata yang dikeluarkan oleh pengusaha keripik belut tahun 2009 sebesar Rp 55 727 827.00. Penerimaaan rata-rata yang diperoleh setiap pengusaha adalah Rp 58 921 650.00 dan keuntungan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 3 193 823.00 per bulan. Usaha agroindustri keripik belut sawah di Kabupaten Klaten dikatakan menguntungkan dengan nilai profitabilitas 5.73%. Penelitian lainnya dilakukan oleh Ratnawati (2010), meneliti tentang analisis usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa biaya total rata-rata yang dikeluarkan petani ikan untuk usaha pembesaran ikan nilai merah sebesar Rp 49 074 295.36 untuk sekali proses pembesaran ikan. Besarnya penerimaan rata-rata yang dipeeroleh petani ikan adalah Rp 51 461 465.83. keuntungan yang diperoleh petani ikan senilai Rp 2 387 170.47 dengan tingkat profitabilitas 4.86 % untuk sekali proses pembesaran ikan.
9 Besarnya nilai koefisien variasi usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras adalah 0.67 dan batas bawah minus Rp 827 755.83. Berarti bahwa usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras mempunyai peluang kerugian. Efisiensi usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras adalah senilai 1.05 sehingga dapat dikatakan bahwa usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras di Kabupaten Klaten efisien. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa usaha olahan ikan lebih tinggi profitabilitas yang dihasilkan dibandingkan usaha ikan segar. Keuntungan yang diperoleh usahapun besar dibandingkan usaha ikan segar.
Nilai Tambah Komoditas Perikanan Helda (2004) melakukan penelitian tentang nilai tambah pengolahan ikan teri di Pulau Pasaran Provinsi Lampung menggunakan metode Hayami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pengolahan ikan teri menguntungkan, walaupun masih dilakukan secara sederhana atau tradisional. Akan tetapi, usaha ini memberikan nilai tambah bagi produk, pendapatan tenaga kerja serta keuntungan pengolah. Nilai tambah dari pengolahan produk yang di peroleh pengolah ikan teri adalah Rp 950.82 per kg, dengan rata-rata rasio nilai tambah sebesar 18.16 persen. Marjin yang di peroleh pengolah sebesar Rp 1 342.67 per kg yang terdiri dari pendapatan tenaga kerja sebesar 6.73 persen, sumbangan input lain sebesar 29.18 persen dan tingkat keuntungan sebesar 64.09 persen. Balas jasa yang terbesar dari adanya kegiatan pengolahan ini diberikan pada keuntungan perusahaan, artinya bahwa pengolah di industri ini memiliki tingkat keuntungan yang besar dengan adanya kegiatan tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pada industri pengolahan ini lebih padat modal. Ramli dan Anggarini (2012) melakukan penelitian mengenai nilai tambah pengolahan ikan salai patin menggunakan metode Hayami. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai tambah ekonomi yang di peroleh dari mengolah ikan Patin segar menjadi ikan salai Patin sebesar Rp 2 926.00 per kg atau sebesar 17.73 persen dengan perolehan keuntungan sebesar Rp 1 726.00 per kg dan dengan marjin sebesar Rp 3 500.0 per kg dari ikan segarnya. Sedangkan untuk imbalan tenaga kerja dengan penghasilan sebesar Rp 1 200.00 tiap kg ikan salai yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa suatu komoditas yang dimanfaatkan lebih beragam untuk diolah biasanya memiliki kualitas yang lebih tinggi. Karena komoditas apapun yang diolah pasti memiliki nilai tambah yang lebih dari komoditas itu sendiri. Semakin banyak olahan yang di dapat, semakin tinggi nilai tambah suatu komoditas itu sendiri. Nilai tambah suatu produk dapat meningkatkan nilai guna bagi konsumen. Berdasarkan penelitian di atas memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan yang mendasar adalah beberapa penelitian
10 terdahulu dan penelitian ini menganalisis tingkat profitabilitas suatu usaha produksi dengan menghitung titik impas dan profitabilitas. Perhitungan titik impas untuk melihat suatu usaha dihadapkan pada kerugian atau tidak. Dan melihat kapan suatu usaha mampu menutupi biaya produksinya. Pada penelitian mengenai analisis nilai tambah menghitung dengan menggunakan metode Hayami. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah membandingkan dari beberapa usaha yang sejenis untuk melihat apakah skala produksi yang besar akan menghasilkan profitabilitas dan nilai tambah yang besar pula dibandingkan skala produksi yang lebih rendah. Karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk menjadi referensi pada penelitian selanjutnya. Penelitian ini juga dilakukan pada usaha pengolahan sate bandeng karena sebelumnya belum pernah ada yang meneliti mengenai profitabilitas dan nilai tambah dari usaha sate bandeng.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Biaya Salah satu unsur yang penting dalam menganalisis nilai tambah pengolahan adalah biaya. Menurut Supriyono (2000), biaya merupakan harga perolehan yang digunakan atau dikorbankan dalam rangka memperoleh tujuan penghasilan atau revenue yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Istilah lain tentang biaya adalah jumlah uang dinyatakan dari sumber-sumber (ekonomi) yang dikorbankan terjadi dan akan terjadi untuk mendapatkan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu (Hamanto, 1992). Biaya merupakan objek yang di catat, digolongkan, di ringkas dan disajikan oleh akuntansi biaya. Biaya sebisa mungkin dikendalikan agar tidak terjadi pemborosan. Semakin efisien menggunakan biaya maka akan semakin terbuka untuk mendapatkan laba maksimal. Ada banyak cara yang digunakan untuk menggolongkan biaya untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam mengelola usahanya dan sekaligus menjadi tolak ukur untuk membuat keputusan. Pentingnya penggolongan biaya bagi manajemen disebabkan oleh aktivitas suatu usaha itu menggunakan sumberdaya yang terbatas, penggunaan sumber daya tersebut memerlukan adanya pengorbanan ekonomis. Karena itu terdapat berbagai macam penggolongan biaya menurut para ahli. Menurut Mulyadi (2007), penggolongan biaya digolongkan ke dalam lima golongan yaitu: 1. Penggolongaan menurut objek pengeluaran Penggolongan ini merupakan yang paling sederhana, berdasarkan penjelasan singkat mengenai suatu objek pengeluaran, misalnya nama objek pengeluaran yang berhubungan dengan telepon, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan telepon disebut biaya telepon. 2. Penggolongan menurut fungsi pokok dalam perusahaan
11 Di dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi penawaran, dan fungsi administrasi dan umum. Karena itu, di dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: (a) Biaya produksi merupakan biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap di jual, (b) Biaya pemasaran yaitu biayabiaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk, (c) Biaya administrasi dan umum adalah biaya yang mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk. 3. Penggolongan menurut hubungan biaya dengan suatu yang dibiayai Biaya dapat dihubungkan dengan sesuatu yang dibiayai atau objek pembiayaan. Jika perusahaan mengolah bahan baku menjadi produk jadi, maka sesuatu yang dibiayai tersebut adalah produk. Sedangkan jika perusahaan menghasilkan jasa maka sesuatu yang dibiayai tersebut adalah jasa. Dalam hubunngan dengan sesuatu yang dibiayai tersebut, biaya di bagi menjadi dua golongan yaitu: (a) Biaya langsung adalah biaya yang terjadi karena adanya sesuatu yang dibiayai, (b) Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh adanya sesuatu yang dibiayai. 4. Penggolongan menurut perilaku dalam kaitannya dengan perubahan volume kegiatan Penggolongan biaya sesuai dengan aktivitas perusahaan terutama dengan tujuan perencanaan, pengendalian serta pengembangan keputusan. Berdasarkan perilakunya terhadap kegiatan perusahaan biaya dapat dikelompokkan menjadi : (a) Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap tidak dipengaruhi perubahan volume kegiatan sampai tingkat kegiatan tertentu, (b) Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah secara sebanding dengan volume kegiatan, (c) Biaya semi variabel, biaya yang jumlah totalnya berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan, (d) Biaya semifixed merupakan biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu. 5. Penggolongan menurut jangka waktu manfaatnya Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat di bagi menjadi dua, yaitu: (a) Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi, (b) Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Konsep Harga Jual Penentuan harga jual produk harus dilakukan dengan pertimbangan dan perhitungan yang tepat, karena sangat mempengaruhi bagaimana pengelolaan keuangan dan strategi pemasaran perusahaan. Kekeliruan dalam menetapkan harga juah akan dapat berpengaruh pada kerugian yang dihadapkan pada perusahaan. Jika harga jual terlalu rendah, maka perusahaan akan mengalami kerugian. Namun, jika harga jual yang ditetapkan terlalu tinggi, maka produk yang di jual tidak akan laku di pasaran sehingga perusahaan akan rugi. Penentuan harga jual berhubungan dengan kebijakan penentuan harga jual dan keputusan penentuan harga jual. Kebijakan penentuan harga jual menyatakan pada sikap manajeman terhadap penentuan harga jual produk atau jasa.
12 Keputusan penentuan harga jual merupakan penentuan harga jual produk atau jasa pada umumnya di buat untuk jangka pendek yang dipengaruhi oleh penentuan harga jual, pemanfaatan kapasitas dan tujuan perusahaan. Keputusan penentuan harga jual di buat oleh perusahaan biasanya di buat berulang-ulang karena dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Tujuan dilakukan perubahan harga jual yaitu agar harga jual baru dapat mencerminkan biaya saat ini atau bahkan mungkin biaya masa depan, kondisi pasar, pesaing, laba yang diharapkan dan sebagainya (Arifin, 2007). Faktor yang dapat berpengaruh pada penentuan harga jual adalah biaya. Dengan biaya dapat dilihat batas bawah suatu harga dimana harga ditentukan, kerugian dapat terjadi jika harga jual berada di bawah biaya suatu produk (Mulyadi, 2001). Karena itu, dalam mengambil keputusan penentuan harga jual diperlukannya informasi biaya produk atau jasa. Terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan dalam melakukan penentuan harga jual, yaitu pendekatan biaya dan pendekatan pasar. Pendekatan biaya ditentukan dengan menghitung seluruh biaya per unit, ditambah dengan jumlah tertentu untuk menutup laba yang diinginkan pada unit tersebut atau disebut dengan marjin. Penetapan harga juga berdasarkan permintaaan pasar dengan mempertimbangkan biaya, dimana suatu usaha dalam kondisi titik impas jika pendapatan sama dengan ongkos produksinya. Pendekatan pasar tidak berdasarkan biaya, namun disini harga menentukan biaya bagi perusahaan. Perusahaan menentukan harga sama atau lebih tinggi maupun lebih rendah dari tingkat harga dalam persaingan (Swastha, 1998).
Analisis Profitabilitas Analisis titik impas selalu berada pada bagian perencanaan dan pengawasan keuangan. Karena itu, analisis titik impas sering kali dijadikan tolok ukur bagi manajemen dalam meningkatkan pengawasan serta perencanaan dan pengembangan terhadap produk usahanya. Analisis titik impas sering disebut sebagai cost-volume-profit analysis. Apabila suatu perusahaan hanya memiliki biaya variabel, tidak akan muncul masalah tersebut sehingga analisis titik impas tidak ada gunanya. Masalah titik impas baru saat suatu perusahaan memiliki biaya tetap dan biaya variabel. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan mengalami perubahan sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi (Sugiono, 2009). Manfaat dalam memahami dan menghitung analisis titik impas adalah sebagai berikut (Kuswandi, 2005): 1. Mengetahui hubungan volume penjualan, harga jual, biaya produksi dan biayabiaya lain serta mengetahui laba rugi perusahaan. 2. Sarana merencanakan laba 3. Alat pengendalian kegiatan operasi yang sedang berjalan 4. Bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual dan mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan perusahaan, misalnya menentukan usaha yang perlu dihentikan atau harus tetap dijalankan ketika perusahaan dan kondisi tidak mampu menutup biaya-biaya tunai.
13 Penentuan titik impas perusahaan dengan menggunakan data kuantitas harga, pendapatan, serta biaya tetap dan biaya variabel. Rumus titik impas yang biasa digunakan adalah sebagai berikut (Kuswandi, 2005): Laba Operasi = P.Q – (TVC + TFC)
Kondisi impas adalah saat laba operasi sama dengan nol, maka: (P.Q) – (TVC + TFC) (P.Q) – (AVC.Q) Q (P – AVC)
=0 = TFC = TFC
BEP (Impas dalam unit)
=
BEP (Impas dalam rupiah)
=
TFC
P−AVC TFC AVC
1− P
Keterangan : Q : Kuantitas produk P : Harga jual produk TVC : Biaya total variabel TFC : Biaya total tetap AVC : Biaya rata-rata variabel
Gambar 1 Titik impas, laba dan volume penjualan Sumber: Mulyadi (2001) Keterangan: TR TC TVC TFC P Q
: Penerimaan total (Rp) : Biaya total (Rp) : Biaya variabel total (Rp) : Biaya tetap total (Rp) : Pendapatan, biaya : Volume penjualan
Gambar 1 menunjukkan bahwa penentuan titik impas juga dapat ditentukan dengan metode grafis. Metode ini menentukan titik pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis dalam suatu grafik. Titik pertemuan antara garis biaya dengan garis pendapatan penjualan merupakan titik impas. Grafik titik impas menjelaskan bahwa titik impas terjadi pada perpotongan TR dengan TC yang ditunjukkan oleh titik output Q. Tingkat penjualan lebih kecil dari Q, maka perusahaan akan mengalami kerugian yang berarti bahwa hasil
14 penjualan tidak dapat menutupi biaya total yang telah dikeluarkan. Sebaliknya perusahaan akan mendapatkan keuntungan jika penjualan lebih besar dr Q, yang artinya hasil penjualan lebih besar dari biaya total yang lebih dikeluarkan. Titik impas dapat berubah dengan adanya perubahan harga input, output, dan teknologi. Setelah mengetahui nilai titik impas, maka selanjutnya dapat diketahui tingkat profitabilitas yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba. Laba atau profit merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan setelah dikurangi modal dan biaya produksi lainnya. Menurut Hansen dan Mowen (2001), profit adalah ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya. Tujuan perusahaan adalah memperoleh laba. Kemampuan perusahaan memperoleh laba atau profitabilitas adalah suatu ukuran dalam persentase yang digunakan untuk menilai sejauh mana perusahaan mempu menghasilkan laba pada tingkat yang dapat diterima. Angka profitabilitas dinyatakan antara lain dalam laba sebelum atau sesudah pajak, laba investasi, pendapatan per saham, dan laba penjualan. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah perusahaan tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Karena itu, setiap perusahaan akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitablititas suatu perusahaan maka kelangsungan hidup perusahaan tersebut akan lebih terjamin. Analisis profitabilitas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba, baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset, maupun modal sendiri. hasil profitabilitas dapat dijadikan sebagai tolok ukur maupun gambaran tentang efektivitas kinerja manajemen ditinjau dari keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan hasil penjualan dan investasi perusahaan. Menurut Mulyadi (1999), besarnya tingkat profitabilitas diperoleh dari perkalian Margin Income Ratio (MIR) dengan Margin Of Safety (MOS). Tingkat penurunan produksi atau penjualan yang dapat ditoleransi merupakan nilai dari MOS (Mulyadi, 1999). Secara matematis, marginal of safety dapat ditulis sebagai berikut: MOS (%) =
TR−BEP TR
x 100%
Angka marginal of safety (MOS) ini berhubungan langsung dengan laba apabila dihubungkan dengan marginal income ratio (MIR). Dengan demikian, semakin besar nilai MOS dan MIR dari suatu usaha, maka akan semakin besar nilai kemampuan usaha dalam memperoleh keuntungan, begitupun sebaliknya. Dapat disimpulkan rumus matematis perhitungan nilai profitabilitas adalah sebagai berikut: Π (%) = MOS x MIR x 100%
MIR (marginal income ratio) adalah bagian hasil penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba. Menurut Mulyadi (1999), secara matematis rumus untuk menghitung nilai MIR adalah:
15 MIR (%) =
TR−Biaya Variabel TR
x 100%
Keterangan : MOS : Margin Of Safety (%) MIR : Margin Income Ratio (%) Π : profitabilitas perusahaan (%) BEP : Nilai impas (Rp) TR : Penerimaan total (Rp)
Di samping titik impas dan marginal of safety, ada satu parameter lagi yang disebut degree of operating leverage (DOL) yang memberikan ukuran dampak perubahan pendapatan penjualan terhadap profit pada tingkat penjualan tertentu. Degree of operating leverage (DOL) ini akan dengan cepat mengetahui dampak setiap usulan kegiatan yang menyebabkan perubahan pendapatan penjualan terhadap profit perusahaan (Mulyadi,1993). Degree of operating leverage di hitung dengan rumus berikut ini: Degree of operating leverage =
Laba kontribusi Laba bersih
Laba kontribusi di dapat dari pendapatan penjualan yang sudah dikurangi dengan biaya variabel atau laba yang belum dikurangi dengan biaya tetap. Angka degree of operating leverage dapat digunakan untuk melihat setiap perubahan pendapatan penjualan dapat diketahui dengan cepat dampak perubahannyaa terhadap profit. Hal tersebut karena laba kontribusi berubah sebanding dengan perubahan pendapatan penjualan (Mulyadi, 1993).
Analisis Nilai Tambah Industri pengolahan selain berperan untuk mengolah suatu produk menjadi bentuk lain yang lebih menarik dan lebih mudah dimanfaatkan atau bahkan siap langsung untuk dikonsumsi (Sukatjo, 2008). Menurut Hayami (1987) mendefinisikan nilai tambah sebagai pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditas yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Menurut Wasis (2001), nilai tambah adalah selisih antara nilai produksi dengan nilai biaya antara bahan baku dengan bahan dasar, dan bahan penunjang lainnya yang terpakai untuk menghasilkan produk tersebut. Sudiyono (2002), menyatakan bahwa pada kegiatan subsistem pengolahan alat analisis yang sering digunakan adalah analisis nilai tambah. Analisis nilai tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai. Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pengolah) dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem tersebut. Suatu komoditas yang memperoleh perlakuan mengalami perubahan nilai sehingga menimbulkan nilai tambah, yang dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan. Besarnya nilai tambah karena adanya proses
16 pengolahan yang didapat dari pengurangan nilai output yang dihasilkan dengan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Nilai tambah tersebut merupakan imbalan bagi tenaga kerja, sumbangan input lainnya dan keuntungan bagi pengolah. Perhitungan nilai tambah dengan dua cara yaitu dengan menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran (Hayami et al. 1987). Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis (faktor pasar). Faktor teknis terdiri atas jumlah dan kualitas bahan baku serta input penyerta, kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, dan penggunaan unsur tenaga kerja. Faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah tenaga kerja, modal investasi, informasi pasar, dan nilai input lain. Komponen pendukung dalam analisis nilai tambah, yaitu faktor konversi, faktor koefisien tenaga kerja, dan nilai produk. Faktor konversi menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input. Faktor koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. Nilai produk menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input (Hayami et al., 1987).
Kerangka Pemikiran Operasional UKM sate bandeng sebagai salah satu usaha pengolahan makanan khas Banten, yaitu makanan khas Banten mempunyai tujuan pada umumnya yaitu mempertahankan keuntungan yang didapat. UKM ini harus memperhatikan segala aspek manajemen yang masih dilakukan secara sederhana dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dan pada tingkat produktivitas yang optimal. Pemanfaatan sumber daya dan tingkat produktivitas yang optimal diperlukannya analisa pada aspek keuangan. Analisis aspek keuangan dapat dilakukan melalui pendekatan analisis biaya dengan menelusuri pada komponen biaya produksi dan volume penjualan. Hal tersebut dapat terlihat bagaimana kondisi usaha sate bandeng menggunakan analisis titik impas dan analisis nilai tambah yang menjadi objek penelitian. Analisis titik impas dapat melihat bagaimana kondisi suatu usaha dihadapkan pada kerugian atau tidak. Dengan titik impas juga dapat melihat tingkat profitabilitas usaha yang diteliti dengan menggunakan MOS dan MIR. Analisis nilai tambah menunjukkan besarnya nilai tambah dari proses olahan ikan bandeng pada sate bandeng. Metode Hayami merupakan alat analisis yang digunakan pada penelitian ini. Kenaikan biaya produksi dipengaruhi oleh harga input dan jumlah input yang digunakan. Kenaikan biaya produksi berpengaruh pada tingkat penerimaan dan profitabilitas yang dicapai perusahaan. Karena itu, harga jual harus didasarkan pada harga pokok produk. Ketepatan usaha ini dalam menetapkan harga jual akan di evaluasi dan dianalisis pengaruh yang terjadi terhadap marjin yang diperoleh. Berdasarkan analisis profitabilitas dan nilai tambah yang dilakukan, akan diketahui sudah sejauh mana usaha tersebut telah mencapai tujuan dalam
17 memperoleh keuntungan. Secara ringkas, alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat di lihat pada Gambar 2.
Tujuan usaha
Gambar 2 Diagram kerangka pemikiran
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksnakan pada dua UKM pengolahan ikan bandeng di Kota Serang Banten yaitu UKM Sate Bandeng Ratu dan Sate Bandeng Hj. Maryam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2014. Jenis dan Sumber Data Penelitian yang dilakukan menggunakan data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diperoleh langsung dari pemilik usaha industri sate bandeng dan pihak-pihak yang terkait dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi yang terkait (BPS, Dinas Perikanan, beserta instansi terkait lainya) dan berbagai media cetak dan media online beserta dari berbagai buku dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini
18 Dua UKM yaitu UKM Sate Bandeng Ratu dan UKM Sate Bandeng Hj. Maryam dalam penelitian ini akan dijadikan responden adalah pengusaha sebagai produsen yang membuat sate bandeng di Kota Serang dengan pertimbangan bahwa kedua usaha tersebut memiliki total penjualan yang lebih besar. Di samping itu, kedua usaha tersebut memiliki total produksi yang jauh berbeda, sehingga dapat dengan mudah dilihat usaha mana yang lebih optimal. Kedua usaha tersebut adalah UKM sate bandeng Ratu Toety dan UKM sate bandeng Hj Mariyam. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang sampai saat ini jumlah pengusaha adalah produsen.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan di analisis secara kuantitatif, di olah dengan menggunakan kalkulator dan program microsoft excel. Periode analisis yang digunakan adalah satu tahun, dimana hari efektif kerja usaha untuk satu bulannya yaitu 25 hari (satu tahun = 300 hari kerja). Metode analisis profitabilitas usaha yang digunakan adalah perhitungan titik impas, Marginal Income Ratio (MIR), dan Marginal of Safety (MOS) yang dihasilkan berdasarkan data produksi, biaya, dan penjualan. Sedangkan untuk analisis nilai tambah, metode analisis yang digunakan adalah metode Hayami.
Analisis Biaya Produksi Salah satu tujuan akhir perusahaan secara umum adalah mendapatkan laba yang merupakan salah satu ukuran manajer dalam mengelola perusahaan yang bersangkutan. Keuntungan yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu biaya, volume penjualan, dan harga jual produk. Biaya menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki, harga jual mempengaruhi volume penjualan, sedangkan penjualan langsung berpengaruh terhadap volume produksi, dan volume produksi itu sendiri mempengaruhi biaya. Analisis biaya, volume, dan laba berfungsi sebagai alat bagi pihak manajemen untuk mengetahui potensi laba yang belum dimanfaatkan oleh suatu perusahaan. Biaya-biaya yang dianalisis memperhitungkan semua unsur biaya produksi. Adapun rumus perhitungan total biaya produksi sebagai berikut : TC = TFC + TVC Keterangan : TC : biaya total usaha pengolahan ikan bandeng menjadi sate bandeng (Rp) TFC : biaya tetap usaha pengolahan ikan bandeng menjadi sate bandeng (Rp) TVC : biaya variabel usaha pengolahan ikan bandeng menjadi sate bandeng (Rp)
Setiap proses produksi pada peralatan produksi pasti dihadapkan pada biaya penyusutan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan biaya penyusutan atau depresiasi per tahun sebagai berikut.
19 Biaya Penyusutan Tahunan =
Biaya Aktiva Tetap−Nilai Sisa Umur Ekonomis
Perhitungan biaya penyusutan dapat dilakukan dengan menghitung persentase penyusutan per tahun terlebih dahulu. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut. Persentasi penyusutan per tahun =
Biaya Penyusutan pertahun Biaya Aktiva Tetap
x 100%
Biaya penyusutan pertahun = persentase penyusutan per tahun x biaya aktiva tetap
Analisis Profitabilitas Titik impas digunakan untuk mengetahui kaitan antara volume produksi, harga jual, biaya produksi, dan laba rugi. Selain itu, dapat juga sebagai alat untuk mengetahui kapan suatu usaha mampu menutupi biaya produksinya atau kapan suatu suatu berada pada titik impas, saat laba sama dengan nol. Menurut Mulyadi (2001), BEP ada dalam dua bentuk yaitu BEP dalam tingkat harga dan BEP dalam jumlah unit produksi. a. BEP atau titik impas dalam rupiah Biaya Tetap Total BEP = Biaya Variabel 1− Total Penjualan
b.
BEP atu titik impas dalam unit Biaya Tetap Total BEP = Harga−Biaya Variabel per Unit
Setelah perhitungan titik impas diperoleh, maka dapat diketahui tingkat profitabilitas. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba (profitabilitas) perusahaan dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut (Mulyadi, 1999) : MOS (%) = MIR (%) =
TR−BEP TR
x 100%
TR−Biaya Variabel TR
x 100%
Π (%) = MOS x MIR x 100% Keterangan : MOS : Margin of Safety MIR : Marginal Income Ratio Π : Profitabilitas usaha TVC : Biaya rata-rata variabel Π (%) : MOS x MIR x 100%
Analisis Nilai Tambah Analisis nilai tambah diperoleh dari industri ini digunakan metode nilai tambah Hayami. Metode yang umum digunakan dalam menganalisis nilai tambah pada subsistem pengolahan atau produksi sekunder. Metode Hayami ini akan
20 diperoleh hasil berupa produktivitas produksi, nilai output, nilai tambah, balas jasa tenaga kerja, dan keuntungan pengolahan. Adapun hasil perhitungan nilai tambah disajikan dalam bentuk Tabel 8 berikut ini : Tabel 8 Perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami Variabel Output, Input, dan Harga 1. Output yang dihasilkan (kg/hari) 2. Input yang digunakan (kg/hari) 3. Tenaga kerja (jam/hari) 4. Faktor konversi (1/2) 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 6. Harga output (Rp/kg) 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) II. Pendapatan dan laba 8. Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) 9. Sumbangan input lain (Rp/kg output) 10. Nilai output (4x6) (Rp) 11. a. Nilai tambah (10-9-8) (Rp) b. Rasio nilai tambah ((11a/10) x 100%) 12. a. Imbalan tenaga kerja (5x7) (Rp) b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a) x 100%) 13. a. Laba (11a-12a) (Rp) b. Tingkat laba ((13a/11a) x 100%) III. Balas Jasa Pemilik Faktor-Faktor Produksi 14. Marjin (10-8) (Rp) a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14) x 100%) b. Sumbangan input lain ((9/14) x 100%) c. Keuntungan perusahaan ((13a/14) x 100%) Sumber: Hayami et al, 1987
Nilai
I.
A B C d = a/b e = c/b F G H I j=dxf k=j–h–i l (%) = (k/j) x 100% m=exg n (%) = (m/k) x 100% o=k–m p (%) = (o/k) x 100% q=j–h r (%) = (m/q) x 100% s (%) = (i/q) x 100% t (%) = (o/q) x 100%
Pada metode Hayami faktor konversi yang menunjukkan banyaknya produk olahan yang dihasilkan dari satu kilogram bahan baku. Koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah satu satuan input. Nilai output menunjukkan nilai produk yang dihasilkan dari satu satuan input. Nilai input lain mencakup nilai dari semua korbanan selain bahan baku dan tenaga kerja yang digunakan selama produksi berlangsung.
GAMBARAN UMUM USAHA Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Ratu Toety Usaha pengolahan sate bandeng yang menjadi objek penelitian ini adalah usaha milik Ibu Ratu Toety yang berumur 53 tahun, yang berlokasi di Jalan Jayadiningrat Kaloran Desa No. 22 Rt/Rw 02/06 Kota Serang Banten. Pada tahun 2008, beliau mulai merintis usaha sate bandeng, sebuah produk khas Banten yang sangat terkenal. Ibu Ratu Toety mendapatkan sebuah resep sate bandeng dari neneknya, kemudian diturunkan kepada ibunya, dan diturunkan lagi kepada beliau. Racikan
21 sate bandeng tersebut tidak dimanfaatkan sebagai bisnis, tetapi lebih banyak untuk hobi, kesenangan, dan keterampilan sendiri belaka. Ada memang beberapa tetangga yang sering meminta tolong dibuatkan, tetapi tidak terus menerus, hanya sesekali. Keterampilan bisnis ibu Ratu pun tumbuh, walaupun sedikit telat dari sisi usia beliau. Namun hal tersebut tidak menghalangi semangatnya untuk terus berkembang. Dimulai dari tahun 2008, dengan modal Rp 100 000, mulailah bisnis sate bandeng yang diberi merek Sate Bandeng Ratu Toety dijalankan. Modal Rp 100 000bisa beliau dapatkan 5 kg ikan bandeng segar yang telah diolah menjadi 20 tusuk sate bandeng. Pada awal bisnis tersebut, satu tusuk sate bandeng dijual dengan harga Rp 10 000. Beliau menjual sate bandeng dengan cara keliling kampung. Dari 20 tusuk, beliau dapat menjual 10 tusuk. Modal sedikit itu beliau putar terus menerus hingga bisa menjadi lebih besar. Beberapa waktu kemudian, beliau menerima order besar pertamanya sebanyak 100 tusuk sate bandeng seharga Rp 1 000 000. Namun beliau tidak memiliki modal besar, akhirnya beliau pun meminta pembayaran 50 persen sebagai pembayaran uang muka. Dengan penuh semangat, ibu Ratu memproduksi sate bandeng pesanan tersebut itu sebaik-baiknya. Dari berbagai pesanan inilah, ibu Ratu mulai berkembang. Rasanya yang khas, dibuat dengan segar menjadikan sate bandeng Ratu Toety mulai dikenal banyak orang. Untuk mendistribusikan produknya, ibu Ratu menggandeng toko-toko oleholeh di sekitar Serang dan Cilegon. Mereka diajak bekerja sama menjual produk sate bandeng. Selain kerjasama dengan toko oleh-oleh, beliau mempromosikan produknya pada acara pameran. Pameran masih menjadi alat promosi yang paling efektif. Promosi dilakukan dari mulut ke mulut juga sangat membantu. Pembeli yang sudah mengenal produk ibu Ratu, biasanya datang langsung ke lokasi pengolahan yang juga merupakan tempat tinggal dari ibu Ratu. Selain itu, beliau memanfaatkan media internet untuk melakukan promosi. Untuk dapat mengembangkan bisnisnya, ibu Ratu sering mengikuti semua program Bimbingan dan Pelatihan dari Pemerintah. Terdapat dua investasi penting pada usaha sate bandeng yang menunjang kelancaran kegiatan usaha, yaitu tempat usaha dan kendaraan operasional untuk mencari bahan baku. Tempat pengolahan yang sudah yang merupakan dapur dari tempat tinggal ibu Ratu, kemudian pemilik melakukan pelebaran tempat pengolahan dan renovasi secara total menjadi bangunan yang lebih besar. Biaya yang dikeluarkan untuk tempat pengolahan menghabiskan biaya sebesar Rp 50 000 000, dengan luas sekitar 21 m2. Kendaraan operasional yang digunakan pada usaha untuk memperlancar kegiatan usaha berupa motor yang dimodifikasi dengan desain box untuk angkutan barang. Biaya yang dikeluarkan untuk kendaraan operasional yaitu sebesar Rp 20 000 000. Kendaraan operasional tersebut digunakan untuk membeli bahan baku dan mengirim produk sate bandeng.
22 Pengadaan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan sate bandeng berupa ikan bandeng segar. Ikan bandeng diperoleh dari pasar tradisional. Pemilik usaha melakukan pembelian langsung dengan datang ke tempat penjual menggunakan kendaraan operasional yang dimilikinya. Pemilik usaha membeli ikan bandeng segar didapat dari beberapa pedagang pelanggan. Bahan baku ikan bandeng segar dipilih dengan bobot rata-rata dua kilogram yang berisi tujuh ekor ikan bandeng. Harga ikan bandeng selama periode 2014 adalah Rp 25 000 per kilogram. Pemilik mampu memproduksi sate bandeng sebanyak kurang lebih 30 kilogram per hari. Pembelian bahan baku ikan bandeng segar dilakukan dua hari sekali. Bumbu merupakan salah satu bahan baku pendukung pengolahan sate bandeng. Bumbu yang digunakan dalam pengolahan sate bandeng bermacammacam seperti santan kelapa, bawang merah, bawang putih, gula merah, gula putih, ketumbar, dan garam. Selain itu, ada bumbu rahasia yang menjadikan rasa sate bandeng Ratu Toety berbeda dengan yang lain. Formulasi dan cara meracik bumbu dilakukan oleh pemilik sehingga kesamaan rasa untuk setiap harinya dapat terjaga. Pembelian bahan baku pendukung untuk kelapa parut dilakukan dua hari sekali, sedangkan bahan lainnya dilakukan seminggu sekali. Bahan lainnya sepeti bambu, pelepah pisang, arang, daun pisang, kemasan, dan plastik bening diperoleh dari tempat yang berbeda. Bambu dibeli dari pedagang pelanggan yang sudah dipotong dan dibuat seperti penjepit. Bambu dipesan setiap seminggu sekali. Pelepah pisang, arang, daun pisang, dan plastik didapat dari pedagang pelanggan di pasar tradisional. Pembelian pelepah dan daun pisang dilakukan dua hari sekali, sedangkan bahan lainnya dibeli setiap seminggu sekali. Kemasan juga di pesan dari pedagang pelanggan yang dihargai Rp 3 000 per dus yang di pesan setiap satu bulan sekali.
Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan ikan bandeng dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja produksi sate bandeng Ratu Toety seluruhnya ada lima orang tenaga kerja. Produksi dilakukan dua kali produksi, produksi pertama dilakukan oleh dua tenaga kerja selama empat jam termasuk Ibu Ratu. Tenaga kerja lainnya mulai bekerja pada pagi hari selama enam jam. Upah tenaga kerja yaitu sebesar Rp 50 000 per orang per hari.
Peralatan Produksi dan Proses Produksi Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum memproduksi sate bandeng yaitu peratalan dan bahan baku. Peralatan yang digunakan dalam memproduksi sate bandeng masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda. Adapun peralatan yang digunakan dalam memproduksi sate bandeng usaha Ratu Toety dapat terlihat pada Tabel 9.
23 Tabel 9 Inventarisasi peralatan produksi sate bandeng usaha Ratu Toety No.
Uraian
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Mesin Giling Mesin Vacum Siler Mesin Parut Kelapa Freezer Tungku Blender Panci Besar Wajan Baskom Besar Baskom Kecil Sodet Talenan Pisau Bakul
Jumlah (unit) 1 1 1 2 2 2 3 2 4 4 2 2 10 2
Harga Satuan (Rp) 2 500 000 8 000 000 2 000 000 3 000 000 500 000 300 000 300 000 150 000 50 000 30 000 30 000 35 000 20 000 45 000 Total
Total Harga (Rp) 2 500 000 8 000 000 2 000 000 6 000 000 1 000 000 600 000 900 000 300 000 200 000 120 000 60 000 70 000 200 000 90 000 22 040 000
Pada Tabel 9 terlihat bahwa terdapat tiga belas peralatan yang digunakan untuk proses produksi. Peralatan produksi berupa mesin giling digunakan untuk ekstraksi daging ikan. Mesin vacum sealer pada usaha digunakan untuk membungkus sate bandeng agar hampa udara yang dibungkus dengan plastik. Manfaat mesin vacum sealer yakni agar keawetan sate bandeng lebih tahan lama. Dengan demikian, bisa dikirim ke luar kota ataupun jika di toko bisa bertahan beberapa hari lebih lama. Pemilik juga membeli mesin parut kelapa digunakan untuk memarut kelapa, Dua unit freezer yang dimiliki usaha guna sebagai tempat sate bandeng dan kelapa parut. Selain itu, jika sate bandeng tidak habis terjual maka sate bandeng disimpan dalam freezer untuk dijual kembali esok harinya. Tungku yang berfungsi sebagai tempat membakar sate bandeng. pemilik membutuhkan tungku sebanyak dua unit. Blender digunakan untuk menghaluskan bumbu dibutuhkan dua buah blender. Panci besar yang dibutuhkan sebanyak tiga buah panci berguna untuk merebus santan kelapa. Wajan dan sodet pada usaha ini dibutuhkan sebanyak dua unit. Adapun kegunaan dari kedua peralatan tersebut adalah untuk menggoreng bawang merah. Baskom kecil digunakan sebagai tempat daging ikan yang telah dikeluarkan dari kulit ikan dan sebagai tempat daging ikan yang telah di giling halus. Baskom besar digunakan sebagai tempat ikan yang telah di isi adonan daging ikan. Dua unit talenan pada usaha ini berfungsi sebagai alas untuk memotong bawang merah. Usaha ini memiliki sepuluh unit pisau, yang berfungsi untuk memotong ikan bandeng dan bahan baku lainnya. Dua unit corong yang dimiliki usaha, dengan fungsi sebagai alat untuk mempermudah adonan ikan yang telah jadi dimasukkan ke dalam kulit ikan.
24 Adapun total biaya peralatan produksi secara keseluruhan pada usaha sate bandeng Ratu Toety adalah sebesar Rp 22 040 000.00. Semua peralatan harus dipelihara dengan baik agara dapat bertahan lama dan dapat digunakan dalam jangka waktu panjang sehingga menghemat biaya. Pemeliharaan peralatan produksi dilakukan oleh pemilik usaha agar kegiatan produksi berjalan dengan lancar, yaitu dengan membersihkan sebagian peralatan. Usaha sate bandeng Ibu Ratu Toety ini mengolah rata-rata sebanyak 30 kilogram ikan bandeng segar. Selain ikan bandeng pada pembuatan sate bandeng juga membutuhkan bahan lainnya berupa gula merah, santan kelapa, bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan garam. Ikan bandeng sebagai bahan baku utama masuk ke proses pencucian. Bahan baku utama yang telah dicuci bersih kemudian dibersihkan sisiknya, lalu dibelah di bagian leher dan buang kotorannya melalui bagian leher yang sudah dibelah tadi. Setelah itu, tekuk tulang ekor ke arah kepala hingga tulangnya patah. Keluarkan daging ikan dari bagian leher yang sudah dibelah tadi ke arah bawah ekor. Kemudian tarik daging dan tulangnya hingga hanya tersisa kulit ikan bandeng saja. Kemudian setelah semua daging ikan diambil, buang tulang yang besar dan tulang ikan yang sulit diambil dan tercampur dari daging ikan digiling dengan mesin penggiling. Bahan lainnya seperti kelapa yang telah diparut di campur dengan air secukupnya kemudian saring dari ampas kelapa parut. Setelah itu, santan kepala dimasak hingga mendidih. Kemudian ambil bagian santan kental yang mengambang. Bahan lainnya seperti bawang merah, diiris tipis untuk pembuatan bawang goreng, lalu bawang goreng dan dihaluskan. Ketumbar dan bawang putih di sangrai kemudian dihaluskan bersama garam, gula putih, dan gula merah yang sudah diiris tipis. Setelah itu, pencampuran gilingan daging ikan dan santan kelapa yang kemudian diracik dengan bumbu yang telah dibuat. Adonan yang telah jadi dimasukkan kedalam tubuh ikan bandeng. Setelah terisi penuh sampai membentuk ikan semula, tubuh ikan dijepit oleh dua bilah bambu yang telah disediakan, lalu dibakar. Sebelumnya mulut bambu ditutup dengan pelepah pisang, agar ikan bandeng tidak lepas dari bambunya. Setelah matang, daun pisang dilepas, lalu sisa adonan dibalurkan lagi ke tubuh ikan, dan dibakar kembali. Sate bandeng yang telah matang siap disajikan. Adapun proses produksi sate bandeng Ibu Ratu Toety itu sendiri dapat terlihat jelas pada Gambar 3.
25
Gambar 3 Alur proses pengolahan sate bandeng
26 Gambaran Umum Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam Usaha sate bandeng selanjutnya yang menjadi objek penelitian adalah usaha milik Ibu Hj Mariyam, yang berlokasi di jalan Kiuju No. 63 Kaujon Tengah Serang Banten. Berbeda dengan usaha sate bandeng Ibu Ratu, usaha sate bandeng Hj Mariyam ini mengawali usahanya pada tahun 1970-an di daerah Kaujon. Sebagai pemilik pondok usaha sate bandeng, ibu Hj Mariyam tidak lagi terjun langsung mengolah sate bandengnya, karena usia yang sudah sepuh. Usaha inipun dilanjutkan kepada anak dan menantunya, Sri Nurhayati dan Maksum. Saat ini Bapak Amung yang menjadi generasi ketiga sejak tahun 2010 mendapat giliran memimpin usaha keluarga ini. Akan tetapi meskipun pemimpinnya berbeda, racikan bumbu dan teknik pengolahan khas Hj Mariyam yang berbeda dengan pembuat sate bandeng lainnya masih dipertahankan oleh penerusnya. Meski letak usahanya di gang kecil, namun usaha sate bandeng ini yang dirintis sejak tahun 1970-an itu tidak pernah sepi pembeli. Produksinya yang digemari hingga para pejabat tinggi. Bahkan orang nomor satu, presiden pun menjadi pelanggan khusus sate bandeng Hj. Mariyam. Selain itu, puluhan tokoh lain di negara ini juga tercatat pernah berkunjung ke sana. Pondok sate bandeng Hj Mariyam adalah yang pertama atau bisa dibilang sebagai perintis pembuat sate bandeng di Serang. Yang pertama kalinya membuat sate bandeng adalah Hj. Hasanah ibunda Hj. Mariyam. Awalnya hanya mencoba, namun kemudian mendapat respon positif dari teman dan tetangga yang pernah mencicipinya. Kreasi dari ibunda Hj Mariyam ini kemudian dilanjutkan dan dikembangkan menjadi usaha rumahan oleh Hj Mariyam yang hobi masak dan sebelumnya pun sudah memiliki usaha sebagai tukang masak keliling. Pada saat itu, setiap kali mendapat pesanan masak di tempat hajatan, beliau seringkali menyajikan masakan sate bandeng, sebagai hidangan prasmanan. Keistimewaan sate bandeng keluarga Hj Mariyam ini sering dikunjungi artis, di liput dan disiarkan oleh sejumlah stasiun televisi nasional. Salah satu acara televisi pernah membuat produsen makanan terbesar yaitu Indofood, pada tahun 2002, melakukan kerja sama membuat bumbu sate bandeng untuk produksi mie instan. Namun sayangnya, kerja sama ini tidak diperpanjang tanpa alasan yang jelas dari pihak Indofood. Sebagai produk yang sudah dikenal banyak masyarakat, produk ini mampu mempopulerkan nama Banten bahkan hingga ke mancanegara. Makanan berbahan dasar ikan bandeng ini sudah pernah singgah di beberapa negara seperti Australia, Jepang, Belanda dan beberapa negara lainnya. Memang bukan diekspor, melainkan ada turis asing atau warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri pernah membeli dan membawa ke negari mereka tinggal. Sate bandeng keluarga Hj Mariyam ini tidak dijual di toko-toko. Oleh karena itu, pembeli yang sudah biasa mengonsumsi sate bandeng miliknya akan datang langsung ke tempat pengolahan. Setiap harinya pondok sate bandeng Hj Mariyam ini tidak pernah sepi pengunjung. Tempat pembuatan sate bandeng ada dua bagian, ruang pertama untuk proses awal sampai pengadonan dan pengukusan, yang merupakan dapur dari
27 tempat tinggal ibu Hj Mariyam. Ruang lainnya untuk proses pembakaran yang di buat dengan luas 40m2 dengan menghabiskan biaya sebesar Rp 100 000 000.
Pengadaan Bahan Baku Ikan bandeng yang diperlukan oleh Bapak Amung diperoleh dari pasar tradisional. Pemilik usaha melakukan pembelian langsung dengan datang ke tempat penjual. Pemilik usaha membeli ikan bandeng segar yang di dapat dari beberapa pedagang pelanggan. Pembelian bahan baku dilakukan setiap hari oleh Bapak Amung. Bahan baku ikan bandeng segar di pilih dengan bobot rata-rata dua kilogram yang berisi tujuh ekor ikan. Harga ikan bandeng selama periode 2014 adalah Rp 25 000 per kilogram. Pemilik mampu memproduksi sate bandeng sebanyak kurang lebih 90 kilogram per hari. Pembelian ikan bandeng segar dilakukan setiap hari. Bumbu merupakan salah satu bahan baku pendukung pengolahan sate bandeng. Bumbu yang digunakan dalam pengolahan sate bandeng bermacammacam seperti santan kelapa, bawang merah, gula merah, gula putih, ketumbar, dan garam. Pembelian kelapa parut dilakukan setiap hari, sedangkan bahan pendukung lainnya di beli pada setiap seminggu sekali. Bahan lainnya sepeti bambu, pelepah pisang, arang, daun pisang, dan kemasan diperoleh dari tempat yang berbeda. Bambu di beli dari pedagang pelanggan, kemudian bambu di antarkan langsung oleh si penjual ke tempat pengolahan. Bambu di antarkan sekaligus setiap hari senin oleh si penjual. Pelepah pisang, arang, dan daun pisang didapat dari pedagang pelanggan di pasar tradisional. Kemasan di pesan dari pedagang pelanggan yang dihargai Rp 2 500 per dus yang di pesan dua minggu sekali.
Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan ikan bandeng dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja produksi sate bandeng Hj Mariyam seluruhnya ada enam belas orang tenaga kerja. Produksi dilakukan hanya satu kali produksi. Setiap karyawan mulai bekerja pada pagi hari hingga sekitar empat atau lima jam. Upah yang diberikam berbeda-beda sesuai dengan tugas yang dilakukannya, yaitu Rp 35 000 per orang per hari untuk 10 orang. Tenaga kerja yang dibayar sebesar Rp 50 000 untuk 2 orang dan Rp 100 000 per hari untuk 4 orang.
Peralatan Produksi dan Proses Produksi Ada beberapa hal yang harus di persiapkan sebelum memproduksi sate bandeng yaitu peratalan dan bahan baku. Peralatan yang digunakan dalam
28 memproduksi sate bandeng masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda. Adapun peralatan yang digunakan dalam memproduksi sate bandeng usaha Hj Mariyam dapat terlihat pada Tabel 10. Tabel 10 Inventarisasi peralatan produksi sate bandeng usaha Hj Mariyam No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Uraian Nampan Saringan Freezer Blender Panci Besar Panci Kukus Baskom Besar Wajan Sodet Pisau Tungku semen Bakul Talenan Corong Nampan plastik Golok
Jumlah (unit) 2 2 2 2 5 1 8 3 3 8 2 15 2 3 12 5
Harga Satuan (Rp)
Total Harga (Rp)
35 000 45 000 2 300 000 300 000 250 000 280 000 50 000 150 000 30 000 25 000 1 500 000 45 000 30 000 20 000 25 000 70 000
70 000 90 000 4 600 000 600 000 1 250 000 280 000 400 000 450 000 90 000 200 000 3 000 000 675 000 60 000 60 000 300 000 350 000
Total
12 475 000
Pada Tabel 10 terlihat bahwa terdapat enam belas peralatan yang digunakan untuk proses produksi. Peralatan produksi berupa nampan dan saringan digunakan untuk menghilangkan tulang ikan yang sulit dibersihkan oleh tangan yang sudah tercampur dengan daging ikan. Dua blender dibutuhkan untuk menghaluskan bumbu dan daging. Panci besar dibutuhkan sebanyak lima buah panci yang berguna untuk merebus santan kelapa. Panci kukus dibutuhkan untuk mengukus sate bandeng, agar lebih tahan lama. Panci kukus digunakan hanya pada saat tertentu saja, seperti pemesanan dengan pengiriman jauh. Baskom digunakan sebagai tempat menyimpan daging ikan dan kulit ikan, pada usaha ini membutuhkan delapan unit baskom. Wajan dan sodet pada usaha ini dibutuhkan sebanyak tiga unit, kegunaan dari kedua peralatan tersebut adalah untuk menggoreng bawang merah. Usaha ini memiliki delapan unit pisau, yang berfungsi untuk memotong ikan bandeng dan bahan baku lainnya. Tungku semen yang berfungsi sebagai tempat membakar sate bandeng, usaha ini tungku sebanyak dua unit. Bakul diperlukan yang berguna untuk menyimpan sate bandeng setelah dibakar, pada usaha ini dibutuhkan lima belas unit bakul. Dua unit talenan pada usaha ini berfungsi sebagai alas untuk memotong bawang merah. Dua unit corong yang dimiliki usaha ini memiliki fungsi sebagai alat untuk memudahkan adonan ikan yang telah jadi dimasukkan ke dalam kulit ikan. Peralatan lainnya seperti golok, digunakan untuk memotong bambu.
29 Adapun total biaya peralatan produksi secara keseluruhan pada usaha sate bandeng Hj Mariyam adalah sebesar Rp 12 475 000. Semua peralatan harus dipelihara dengan baik agar dapat bertahan lama dan dapat digunakan dalam jangka waktu panjang sehingga menghemat biaya. Pemeliharaan peralatan produksi dilakukan oleh pemilik usaha agar kegiatan produksi berjalan dengan lancar, yaitu dengan membersihkan sebagian peralatan. Usaha sate bandeng Hj Mariyam ini mengolah rata-rata sebanyak 90 kilogram ikan bandeng segar. Selain ikan bandeng pada pembuatan sate bandeng juga membutuhkan bahan lainnya berupa gula merah, santan kelapa, bawang merah, ketumbar, dan garam. proses pembuatan sate bandeng Hj Mariyam tidak jauh berbeda dengan sate bandeng Ratu Toety. Yang membedakan hanya pada proses ekstraksi daging ikan. Ikan bandeng sebagai bahan baku utama masuk ke proses pencucian. Bahan baku utama yang telah di cuci bersih kemudian dibersihkan sisiknya, lalu di belah di bagian leher dan buang kotorannya melalui bagian leher yang sudah di belah tadi. Setelah itu, pukul pelan-pelan seluruh badan ikan sampai lunak. Keluarkan dengan cara menekuk tulang ekor ke arah kepala hingga tulangnya patah. Kemudian ambil daging dan tulangnya hingga hanya tersisa kulit ikan bandeng saja. Kemudian setelah semua daging ikan diambil, daging ikan di masak sampai berubah warna, kemudian cabut duri-duri kecil yang tercampur dengan daging ikan dengan cara daging ikan yang telah di masak di simpan di nampan, kemudian di tekan-tekan dengan saringan. Sampai daging ikan keluar dari saringan. Bahan lainnya seperti kelapa yang telah diparut di campur dengan air secukupnya hingga air santan terlihat kental. Kemudian di saring dari ampas kelapa parut, setelah itu santan kelapa di rebus sampai matang. Ambil bagian santan yang mengambang. Bahan lainnya seperti bawang merah, di iris tipis untuk pembuatan bawang goreng, lalu bawang goreng dihaluskan. Ketumbar di sangrai kemudian dihaluskan bersama garam, gula putih, dan gula merah yang sudah di iris tipis. Setelah itu, pencampuran gilingan daging ikan dan santan kelapa yang kemudian di racik dengan bumbu yang telah dibuat. Adonan yang telah jadi dimasukkan kedalam tubuh ikan bandeng. Setelah terisi penuh sampai membentuk ikan semula, tubuh ikan dijepit oleh dua bilah bambu yang telah disediakan, lalu di bakar. Sebelumnya mulut bambu ditutup dengan pelepah pisang, agar ikan bandeng tidak lepas dari bambunya. Setelah matang, lalu sisa adonan dibalurkan lagi ke tubuh ikan, dan dibakar kembali. Untuk keawetan sate bandeng lebih tahan lama, setelah sate bandeng dibalur adonan kembali, kemudian sate bandeng ditutupi oleh daun pisang untuk proses pengkukusan. Setelah matang, kemudian lepas daun pisang dan sate bandeng tersebut dibakar kembali. Sate bandeng yang telah matang siap disajikan. Adapun proses produksi sate bandeng Ibu Hj Mariyam itu sendiri sama seperti proses produksi sate bandeng Ibu Ratu Toety yang dapat terlihat jelas pada Gambar 3.
30
PEMBAHASAN DAN HASIL Struktur Biaya Setiap kegiatan produksi yang dijalankan tidak terlepas dari biaya, khususnya pada usaha sate bandeng. Biaya dikeluarkan setiap usaha akan berbeda, tergantung jenis usaha yang dijalankan. Profitabilitas sebuah usaha akan diketahui dengan menganalisis biaya yang dikeluarkan. Biaya digolongkaan menjadi biaya tetap, biaya variabel, biaya semi tetap, dan biaya semi varibel. Terkait dengan itu berikut ini akan dijelaskan struktur biaya dari usaha sate bandeng yang menjadi objek dalam penelitian, terbagi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak mengalami perubahan dalam kisaran volume kegiatan tertentu, yaitu terdiri atas beberapa faktor tergantung jenis kegiatan usahanya. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh suatu usaha tentunya akan berbeda. Faktor-faktor yang menjadi biaya tetap pada masing-masing usaha antara lain biaya penyusutan investasi, gaji, biaya peralatan, biaya penyusutan peralatan, dan biaya lainnya.
Usaha Sate Bandeng Ratu Toety Biaya tetap yang dikeluarkan oleh pemilik usaha sate bandeng Ibu Ratu Toety meliputi biaya penyusutan investasi, biaya penyusutan peralatan, dan biaya tidak langsung lainnya. Tempat pengolahan memiliki luas bangunan 21 m2 . Biaya yang dikeluarkan untuk bangunan sebesar Rp 50 000 000.00. Bangunan digunakan sebagai tempat pengolahan dengan umur ekonomis selama dua puluh lima tahun, dengan penyusutan sebesar lima persen per tahun. Besarnya biaya penyusutan yang dikeluarkan adalah Rp 2 000 000.00. Selain itu, investasi yang dimiliki Ibu Ratu adalah kendaraan operasional berupa motor, yang berumur dua puluh tahun dengan biaya sebesar Rp 20 000 000. Adapun persentasi penyusutan untuk kendaraan tersebut adalah lima persen atau sebesar Rp 1 000 000 per tahun. Besarnya pengeluaran yang merupakan biaya tetap dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 11. Tabel 11 Biaya tetap usaha sate bandeng Ratu Toety per tahun No. 1. 2. 3.
Uraian Biaya penyusutan investasi Biaya penyusutan peralatan Biaya tetap tidak langsung Total
Biaya per Bulan (Rp) 250 000 203 092 8 054 167
Biaya per Tahun (Rp) 3 000 000 2 455 100 95 670 000 101 125 100
Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat komponen yang ada dalam biaya tetap yang dikeluarkan si pemilik sebesar Rp 101 125 100 per tahun. Biaya tetap yang
31 dikeluarkan berasal dari biaya penyusutan investasi, biaya penyusutan peralatan, dan biaya tidak langsung. Rincian biaya penyusutan peralatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Peralatan produksi mesin giling berumur ekonomis 10 tahun memiliki persentase penyusutan sebesar sepuluh persen per tahun, yaitu sebesar Rp 250 000. Mesin vacum sealer yang berumur ekonomi lima belas tahun memiliki persentasi penyusutan sebesar tujuh persen atau Rp 560 000 per tahun. Freezer mamiliki umur ekonomis lima belas tahun, dengan penyusutan sebesar tujuh persem per tahun. Biaya penyusutan freezer sebesar Rp 420 000 untuk dua unit freezer. Tungku dengan harga Rp 500 000 memiliki umur ekonomis sepuluh tahun. Penyusutan tungku sebesar sepuluh persen per tahun, dengan biaya penyusutan sebesar Rp 100 000 untuk dua unit tungku. Peralatan lainnya adalah blender yang dimiliki dua unit dengan biaya masing-masing Rp 300 000, umur ekonomis tiga tahun. Penyusutan untuk blender sebesar tiga puluh tiga tahun, dengan total biaya penyusutan sebesar Rp 198 000 untuk dua unit blender. Tiga buah panci yang dibutuhkan pada usaha ini memiliki umur ekonomis tiga tahun. Penyusutan untuk panci sebesar tiga puluh tiga persen, dengan biaya penyusutan seluruhnya sebesar Rp 297 000. Dua unit wajan dan sodet memiliki umur ekonomis masing-masing tiga dan dua tahun, dengan penyusutan sebesar tiga puluh tiga persen dan lima puluh persen. Biaya penyusutan masing-masing alat adalah sebesar Rp 99 000 dan Rp 30 000 untuk dua unit. Pemilik usaha ini juga membutuhkan empat baskom kecil dan baskom besar dengan umur ekonomis dua tahun. Penyusutan untuk kedua alat itu sebesar lima puluh persen, dengan biaya penyusutan masing-masing alat sebesar Rp 100 000 dan Rp 60 000 untuk empat unit. Peralatan lainnya adalah talenan, dengan umur ekonomis tiga tahun. Penyusutan untuk alat tersebut sebesar tiga puluh tiga persen, dengan biaya penyusutan sebesar Rp 23 100 untuk dua unit talenan. Pisau juga sangat diperlukan pada usaha ini, dimana si pemilik membutuhkan sepuluh unit pisau. Umur ekonomis pisau selama dua tahun, dengan penyusutan sebesar lima puluh tahun. Biaya penyusutan yang dibutuhkan seluruhnya sebesar Rp 100 000. Dua buah corong yang dibutuhkan pada usaha ini memiliki umur ekonomis sebesar satu tahun. Penyusutan alat ini sebesar seratus persen, dengan biaya penyusutan sebesar Rp 30 000 untuk dua unit. Adapun total biaya penyusutan peralatan produksi secara keseluruhan adalah sebesar Rp 2 455 100 per tahun. Faktor biaya lainnya yang juga termasuk dalam biaya tetap adalah biaya tidak langsung. Biaya tidak langsung yaitu biaya yang dikeluarkan untuk hal yang tidak berhubungan secara langsung dalam produksi, namun dapat menunjang dalam proses produksi seperti perawatan mesin produksi. Adapun biaya tidak langsung yang termasuk kedalam biaya tetap usaha sate bandeng Ratu Toety, yang secara rinci dapat terlihat pada Lampiran 3. Biaya tidak langsung yang dikeluarkan Ibu Ratu meliputi biaya listrik dan air, biaya komunikasi, komisi penjualan, biaya transportasi, upah tenaga kerja dan biaya perawatan. Biaya perawatan usaha sate bandeng Ratu merupakan biaya perawatan yang dilakukan pada periode waktu perawatan yang berbeda. Perawatan untuk mesin giling dilakukan setiap empat bulan sekali, dimana dalam
32 setahun perawatan membutuhkan biaya sebesar Rp 450 000. Mesin parut kelapa juga membutuhkan perawatan yang dilakukan dua sampai tiga kali perawatan dalam setahun, dengan biaya sebesar Rp 300 000 per setahun. Perawatan untuk kendaraan terdiri dari service dan ganti oli yang dilakukan setiap satu bulan sekali dengan biaya sebesar Rp 1 200 000 per tahun. Faktor biaya tidak langsung usaha sate bandeng lainnya yang masuk dalam biaya tetap antara lain listrik dan air, komunikasi, dan transportasi. Biaya listrik dan air per bulannya adalah Rp 85 000 atau Rp 1 020 000 per tahun, biaya komunikasi per bulan sebesar Rp 100 000 atau Rp 1 200 000 per tahun. Sedangkan untuk transportasi yang digunakan untuk membeli bahan bakar kendaraan membutuhkan biaya sebesar Rp 375 000 per bulan atau Rp 4 500 000 per tahun. Biaya komisi penjualan per tahunnya adalah sebesar Rp 12 000 000 yang dikeluarkan untuk dua pelanggan tetap yang merupakan toko kue. Upah tenaga kerja diberikan untuk lima orang pekerja yang masing-masing mendapat upah sebesar Rp 50 000 per hari atau Rp 15 000 000 per tahun. Berdasarkan keterangan sebelumnya maka diperoleh total biaya tidak langsung usaha sate bandeng Ratu Toety yang menjadi biaya tetap sebesar Rp 95 670 000 per tahun.
Usaha Sate Bandeng Hj. Mariyam Biaya tetap yang dikeluarkan oleh pemilik usaha sate bandeng Hj. Mariyam meliputi biaya penyusutan investasi, biaya penyusutan peralatan, dan biaya tidak langsung lainnya. Tempat pengolahan memiliki luas bangunan 40 m2. Biaya yang dikeluarkan bangunan sebesar Rp 100 000 bangunan yang digunakan sebagai tempat pengolahan memiliki umur ekonomis selama dua puluh lima tahun, dengan penyusutan sebesar empat persen per tahun. Besarnya biaya penyusutan yang dikeluarkan adalah Rp 4 000 000. Pengeluaran yang merupakan biaya tetap dapat di lihat pada Tabel 12. Tabel 12 Biaya tetap usaha sate bandeng Hj Mariyam per tahun No. 1. 2. 3.
Uraian Biaya penyusutan investasi Biaya penyusutan peralatan Biaya tetap tidak langsung Total
Biaya per Bulan (Rp) 333 333 146 233 28 850 000
Biaya per Tahun (Rp) 4 000 000 2 226 800 348 000 000 354 226 800
Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat pada komponen yang ada dalam biaya tetap yang dikeluarkan si pemilik sebesar Rp 353 226 800 per tahun. Biaya tetap yang dikeluarkan berasal dari biaya penyusutan investasi, biaya penyusutan peralatan, dan biaya tidak langsung. Rincian biaya penyusutan peralatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Sama halnya seperti penyusutan pada investasi, persentase penyusutan untuk masing-masing peralatan produksi usaha sate bandeng Hj. Mariyam juga berbeda sesuai umur ekonominya. Peralatan produksi nampan dan saringan masing-masing memiliki umur ekonomis 2 tahun dengan persentase penyusutan
33 sebesar lima puluh persen per tahun, yaitu masing-masing sebesar Rp 35 000 per tahun dan Rp 45 000 per tahun. Blender yang berumur ekonomis tiga tahun memiliki persentasi penyusutan sebesar tiga puluh tiga persen atau Rp 198 000 per tahun untuk dua unit blender. Panci besar memiliki umur ekonomis tiga tahun, dengan penyusutan persentase sebesar tiga puluh tiga persen per tahun. Biaya penyusutan untuk lima unit panci besar sebesar Rp 412 500, dengan harga beli sebesar Rp 250 000 per unit. Panci kukus mamiliki umur ekonomis lima tahun, dengan penyusutan sebesar dua puluh persen per tahun. Biaya penyusutan panci kukus sebesar Rp 56 000 per tahun. Tungku semen dengan harga Rp 1 500 000 memiliki umur ekonomis sepuluh tahun. Penyusutan tungku sebesar sepuluh persen per tahun, dengan biaya penyusutan sebesar Rp 300 000 untuk dua unit tungku. Peralatan lainnya adalah baskom besar yang dimiliki delapan unit dengan biaya masingmasing Rp 50 000, umur ekonomis dua tahun. Penyusutan untuk baskom besar sebesar lima puluh tahun, dengan total biaya penyusutan sebesar Rp 200 000 untuk delapan unit baskom. Delapan buah pisau yang dibutuhkan pada usaha ini memiliki umur ekonomis dua tahun. Penyusutan untuk pisau sebesar tiga lima puluh persen, dengan biaya penyusutan seluruhnya sebesar Rp 100 000. Tiga unit wajan dan sodet memiliki umur ekonomis masing-masing tiga dan dua tahun, dengan penyusutan sebesar tiga puluh tiga persen dan lima puluh persen. Biaya penyusutan masing-masing alat adalah sebesar Rp 148 500 dan Rp 45 000 untuk tiga unit. Pemilik usaha ini juga membutuhkan lima belas bakul dengan umur ekonomis lima tahun. Penyusutan untuk alat tersebut sebesar dua puluh persen, dengan biaya penyusutan bakul sebesar Rp 135 000 untuk lima belas unit bakul. Peralatan lainnya adalah talenan, dengan umur ekonomis tiga tahun. Penyusutan untuk alat tersebut sebesar tiga puluh tiga persen, dengan biaya penyusutan sebesar Rp 19 800 untuk dua unit talenan. Corong juga sangat diperlukan pada usaha ini, dimana si pemilik membutuhkan tiga unit corong. Umur ekonomis corong hanya satu tahun, dengan penyusutan sebesar seratus persen. Biaya penyusutan yang dibutuhkan seluruhnya sebesar Rp 60 000. Lima buah golok yang dibutuhkan pada usaha ini memiliki umur ekonomis sebesar sepuluh tahun. Penyusutan alat ini sebesar sepuluh persen, dengan biaya penyusutan sebesar Rp 35 000 untuk lima buah golok. Adapun total biaya penyusutan peralatan produksi secara keseluruhan adalah sebesar Rp 2 226 800 per tahun. Selain biaya produksi terdapat juga biaya tidak langsung yang termasuk kedalam biaya tetap usaha, yang secara rinci dapat terlihat pada Lampiran 4. Berdasarkan Lampiran 4 terlihat adanya faktor biaya yang termasuk ke dalam biaya tidak langsung. Upah tenaga kerja diberikan untuk enam belas orang pekerja yang memiliki upah untuk masing-masing pekerja berbeda-beda. Tenaga kerja dengan upah Rp 100 000 per orang diberikan untuk empat orang, Rp 50 000 per orang untuk dua orang tenaga kerja, sedangkan untuk upah karyawan sebesar Rp 35 000 untuk sepuluh orang tenaga kerja. Seluruhnya upah tenaga kerja per hari sebesar Rp 850 000 atau Rp 255 000 000 per tahun.
34 Faktor biaya tidak langsung usaha sate bandeng lainnya yang masuk dalam biaya tetap antara lain listrik, transportasi, dan konsumsi harian bagi tenaga kerja. Biaya listrik per bulannya adalah Rp 50 000 atau Rp 600 000 per tahun. Biaya transportasi yang dibutuhkan pada usaha ini sebesar Rp 3 000 000 per tahun. Sedangkan untuk konsumsi harian bagi tenaga kerja per hari adalah sebesar Rp 290 000 atau Rp 87 000 000 per tahun. Berdasarkan keterangan sebelumnya maka diperoleh total biaya tidak langsung usaha sate bandeng Hj. Mariyam yang menjadi biaya tetap sebesar Rp 348 000 000 per tahun.
Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang totalnya dikeluarkan sebanding dengan perubahan volume yang diproduksi. Sama seperti biaya tetap, setiap usaha memiliki biaya variabel yang berbeda. Faktor-faktor yang menjadi biaya variabel pada masing-masing usaha antara lain biaya bahan baku utama, biaya bahan baku pendukung, kemasan, dan biaya lainnya.
Usaha Sate Bandeng Ratu Toety Faktor biaya utama yang termasuk ke dalam biaya variabel pada usaha sate bandeng adalah biaya bahan baku, terdiri dari ikan bandeng segar, santan kelapa, bawang merah, bawang putih, gula merah, gula putih, ketumbar, garam, dan minyak goreng. Bahan baku terbagi menjadi dua, yaitu bahan baku utama dan bahan baku pendukung. Ikan bandeng segar termasuk dalam bahan baku utama,karena merupakan bahan baku dasar dari sate bandeng. sedangkan santan kelapa, bawang merah, bawang putih, gula merah, gula putih, ketumbar, garam, dan minyak goreng termasuk kedalam bahan baku pendukung, karena merupakan bahan baku penolong yang melengkapi proses produksi. Selain itu, ada bahan lainnya yang mendukung dalam proses produksi yaitu bambu, pelepah pisang, daun pisang, gas, minyak tanah, arang, kemasan, dan plastik. Pengeluaran total biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Biaya variabel usaha sate bandeng Ratu Toety per tahun No. 1. 2. 3.
Uraian Biaya Bahan Baku Utama Biaya Bahan Baku Pendukung Biaya Lainnya Total
Biaya per Bulan (Rp) 18 750 000 9 175 000 154 759 000
Biaya per Tahun (Rp) 225 000 000 110 100 000 166 608 000 501 708 000
Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat pada komponen yang ada dalam biaya variabel yang dikeluarkan si pemilik sebesar Rp 501 708 000 per tahun. Biaya variabel yang dikeluarkan berasal dari biaya bahan baku utama, biya bahan baku pendukung, dan biaya lainnya. Banyaknya volume produksi bahan baku yang di olah dan biaya yang dikeluarkan oleh pemilik usaha secara jelas dapat terlihat pada Lampiran 5.
35 Berdasarkan Lampiran 5, dapat diketahui biaya untuk bahan baku ikan bandeng segar yaitu sebesar Rp 750 000 per hari atau Rp 225 000 000 per tahun dimana penggunaan ikan bandeng per harinya 30 kg atau 9 000 kg per tahun. Biaya bahan baku kelapa parut membutuhkan biaya Rp 200 000 per hari untuk 50 butir kelapa atau per tahun sebesar Rp 60 000 000 untuk 15 000 butir kelapa. Biaya bawang merah sebesar Rp 60 000 untuk 3 kg bawang merah atau Rp 18 000 000 per tahun. Bawang putih dengan biaya sebesar Rp 20 000 per hari atau Rp 6 000 000 per tahun. Bawang putih yang digunakan sebesar 300 kg per tahun. Gula merah membutuhkan biaya sebesar Rp 10 800 000 per tahun untuk 900 kg gula merah. Sedangkan gula putih membutuhkan biaya sebesar Rp 3 900 000 per tahun untuk 300 kg gula putih. Biaya ketumbar yang dibutuhkan per tahunnya sebesar Rp 2 700 000 untuk 150 kg ketumbar. Garam pada usaha ini membutuhkan 900 bungkus garam dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 2 700 000 per tahun. Biaya untuk minyak goreng untuk menggoreng bawang merah dibutuhkan 600 liter dalam setahun dengan biaya sebesar Rp 6 000 000. Faktor biaya variabel lainnya yang mendukung dalam proses produksi seperti bambu, pelepah pisang, daun pisang, minyak tanah, arang, gas, kemasan, dan plastik. Biaya keseluruhan untuk bahan lainnya sebesar Rp 534 000 per hari atau Rp 166 608 000 per tahun.
Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam Ikan bandeng segar sebagai bahan baku utama akan digunakan kemudian diproses hingga siap diolah menjadi sate bandeng. Faktor biaya utama yang termasuk ke dalam biaya variabel pada usaha sate bandeng adalah biaya bahan baku, terdiri dari ikan bandeng segar, santan kelapa, bawang merah, gula merah, gula putih, ketumbar, garam, dan minyak goreng. Selain itu, ada bahan lainnya yang mendukung dalam proses produksi yaitu bambu, pelepah pisang, daun pisang, gas, minyak tanah, arang, dan kemasan. Pengeluaran total biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Biaya variabel usaha sate bandeng Hj Mariyam per tahun No. 1. 2. 3.
Uraian Biaya Bahan Baku Utama Biaya Bahan Baku Pendukung Biaya Lainnya Total
Biaya per Bulan (Rp) 56 250 000 36 125 000 32 188 500
Biaya per Tahun (Rp) 675 000 000 433 500 000 386 262 000 1 494 762 000
Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat pada komponen yang ada dalam biaya variabel yang dikeluarkan si pemilik sebesar Rp 1 494 762 000 per tahun. Biaya variabel yang dikeluarkan berasal dari biaya bahan baku utama, biya bahan baku pendukung, dan biaya lainnya. Banyaknya volume produksi bahan baku yang diolah dan biaya yang dikeluarkan oleh pemilik usaha secara jelas dapat terlihat pada Lampiran 6.
36 Berdasarkan Lampiran 6, dapat diketahui biaya untuk bahan baku ikan bandeng segar yaitu sebesar Rp 2 250 000 per hari atau Rp 675 000 000 per tahun dimana penggunaan ikan bandeng per harinya 90 kg atau 27 000 kg per tahun. Untuk 90 kg ikan bandeng segar membutuhkan kelapa sebanyak 300 butir kelapa per hari dengan biaya Rp 1 200 000 atau Rp 360 000 000 per tahun untuk 90 000 butir kelapa dengan 27 000 kg ikan bandeng segar. Biaya bawang merah per hari sebesar Rp 100 000 untuk 5 kg bawang merah atau Rp 30 000 000 per tahun dengan menghabiskan 1 500 kg bawang merah. Berbeda dengan usaha Ibu Ratu Toety, usaha ini tidak memerlukan bawang putih. Gula merah membutuhkan biaya sebesar Rp 6 600 000 per tahun untuk 600 kg gula merah. Sedangkan gula putih membutuhkan biaya sebesar Rp 18 000 000 per tahun untuk 1 500 kg gula putih. Biaya ketumbar yang dibutuhkan per tahunnya sebesar Rp 5 400 000 untuk 300 kg ketumbar. Garam pada usaha ini membutuhkan 900 bungkus garam dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 2 700 000 per tahun. Biaya untuk minyak goreng untuk menggoreng bawang merah dibutuhkan 900 liter dalam setahun dengan biaya sebesar Rp 10 800 000. Faktor biaya variabel lainnya seperti bambu, pelepah pisang, daun pisang, minyak tanah, arang, gas, dan kemasan. Biaya keseluruhan untuk bahan lainnya sebesar Rp 1 287 540 per hari atau Rp 386 262 000 per tahun.
Total Biaya Total biaya merupakan jumlah dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh usaha yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Total biaya usaha yng dikeluarkan oleh suatu usaha tentunya berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada faktor yang ada dalam biaya tetap dan biaya variabel suatu usaha. Keterangan mengenai biaya tetap dan biaya variabel telah dijelaskan sebelumnya, adapun total biaya dari kedua usaha sate bandeng dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 15. Tabel 15 Total biaya usaha sate bandeng per tahun No.
1. 2. 3.
7. 8. 9.
Uraian Biaya Tetap Biaya Penyusutan Peralatan Biaya Penyusutan Investasi Biaya Tidak Langsung Total Biaya Tetap Biaya Variabel Biaya Bahan Baku Utama Biaya Bahan Baku Pendukung Biaya Lainnya Total Biaya Variabel Total Biaya
Usaha Sate Bandeng Ratu Toety
Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam
Jumlah (Rp)
Jumlah (Rp)
2.455.100 3.000.000 95.670.000 101.125.100
2.226.800 4.000.000 348.000.000 354.226.800
225.000.000 110.100.000 166.608.000 501.708.000
675.000.000 433.500.000 386.262.000 1.494.762.000
602.833.100
1.848.988.800
37 Tabel 15 menunjukkan total biaya yang dikeluarkan untuk usaha Ratu Toety sebesar Rp 602 833100 per tahun, yang merupakan jumlah dari biaya tetap sebesar Rp 101 125 100 per tahun dan biaya variabel sebesar Rp 501 708 000 per tahun. Total biaya usaha Hj Mariyam sebesar Rp 1 848 988 800 per tahun yang terdiri dari biaya tetap sebesar Rp 354 226 800 per tahun dan biaya variabel sebesar Rp 1 494 762 000 per tahun. Jika struktur biaya dari kedua usaha dibandingkan, maka terlihat bahwa usaha Hj Mariyam memiliki total biaya yang jauh lebih besar dari usaha Ratu Toety. Hal tersebut dikarenakan volume produksi yang dilakukan usaha Hj Mariyam memang lebih banyak dibandingkan dengan usaha Ratu Toety yang hanya memproduksi 30 kg per harinya. Biaya penyusutan peralatan untuk usaha Ratu Toety sebesar Rp 2 455 100 per tahun, sedangkan biaya penyusutan peralatan untuk usaha Hj Mariyam sebesar Rp 2 226 800 per tahun. Artinya biaya penyusutan peralatan usaha Hj Mariyam terlihat lebih rendah dibandingkan usaha Ratu Toety, meskipun jumlah produksi usaha Hj Mariyam lebih banyak dibandingkan usah Ratu Toety. Ini terjadi karena usaha Ratu Toety memanfaatkan peralatan produksi yang lebih canggih dengan mengeluarkan biaya untuk pembelian peralatan. Berbeda dengan usaha Hj Mariyam hanya memanfaatkan peralatan tradisional dan lebih memanfaatkan sumber daya manusia untuk produksi usahanya. Oleh karena itu, pemilik usaha Hj Mariyam lebih banyak mengeluarkan biayanya untuk tenaga kerja.
Volume Penjualan Sate bandeng yang telah di kemas siap untuk di jual ke konsumen. Sate bandeng di kemas dalam kemasan dus yang telah di beri label. Sate bandeng yang dihasilkan ibu Ratu Toety per hari adalah sebanyak 105 tusuk sate bandeng. Sate bandeng dalam kemasan di jual dengan harga Rp 27 000. Total penerimaan ibu Ratu Toety dari usaha pengolahan ikan bandeng menjadi sate bandeng adalah sebesar Rp 2 835 000 per hari atau dalam setahun mencapai Rp 850 500 000. Keuntungan yang dicapai ibu Ratu pertahunnya Rp 247 666 900 atau Rp 825 556 per hari atau Rp 7 862 per tusuknya. Berbeda dengan usaha sate bandeng Hj. Mariyam yang ditangani oleh anaknya yaitu Pak Amung setiap harinya menghasilkan 315 tusuk sate bandeng. Sate bandeng juga dijual dengan harga Rp 27 000 per kemasan. Total penerimaan pak Amung dari usaha produksi sate bandeng adalah sebesar Rp 8 505 000 per hari atau sebesar Rp 2 551 500 000 per tahun. Keuntungan yang dicapai ibu Hj Mariyam per tahunnya Rp 702 511 200 atau Rp 2 341 704 per hari atau Rp 7 434 per tusuknya.
Analisis Profitabilitas Setiap kegiatan usaha yang dilakukan diharapkan mampu menghasilkan profit atau keuntungan. Analisis profitabilitas adalah suatu analisis untuk
38 mengukur seberapa besar suatu usaha mampu memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh suatu usaha dipengaruhi oleh biaya, volume penjualan, dan harga jual yang ditentukan. Perhitungan profitabilitas harus terlebih dahulu menghitung nilai titik impas usaha. Titik impas mampu memberikan informasi bahwa keadaan atau kondisi suatu usaha tidak menderita kerugian atau tidak memperoleh keuntungan. Penjualan pada tingkat tertentu akan menentukan besar kecilnya penerimaan yang diperoleh suatu usaha. Berikut akan di bahas mengenai penerimaan yang diperoleh dari penjualan, dilanjutkan perhitungan titik impas dan analisis profitabilitas dari masing-masing usaha yang menjadi objek penelitian.
Usaha Sate Bandeng Ratu Toety Perhitungan titik impas suatu usaha dapat di hitung dengan menghitung komponen-komponen terlebih dahulu, jika semua biaya dan pendapatan per tahun diketahui. Komponen-komponen yang dimaksud antara lain Total Fixed Cost atau total biaya tetap, Price yang merupakan harga jual, dan Average Variable Cost atau rata-rata biaya variabel. Total biaya tetap per tahun pada usaha Ratu Toety sebesar Rp 101 125 100. Harga jual yang ditetapkan yaitu Rp 27 000 per kemasan. Komponen terakhir dalam perhitungan titik impas adalah rata-rata biaya variabel, yang diperoleh dari pembagian antara total biaya variabel dengan jumlah produk yang dihasilkan. Total biaya variabel pada usaha Ratu Toety sebesar Rp 501 708 000 per tahun, maka di peroleh rata-rata biaya variabel sebagai berikut : Biaya variabel rata − rata
=
Total biaya variabel Total produksi
Rp 501.708.000
= 31.500 tusuk = Rp 15.928 per tusuk Biaya tetap rata − rata
=
Total biaya tetap Total produksi Rp 101.125.100
= 31.500 tusuk = Rp 3.210 per tusuk Rata − rata biaya =
Total biaya Total Produksi
Rp 602.833.100
= 31.500 tusuk = Rp 19.138 per tusuk Perhitungan titik impas pada penelitian ini dibedakan menjadi dua berdasarkan satuannya, yaitu unit dan rupiah. Berikut perhitungan titik impas pada usaha Ratu Toety per tahunnya dapat di lihat sebagai berikut :
39 BE dalam unit =
= =
TFC P − AVC
Rp 101.125.100
Rp 27.000−Rp 15.928 Rp 101.125.100 Rp 11.072
= 9.134 tusuk BE dalam rupiah =
=
TFC AVC 1− P
Rp 101.125.100 Rp 15.928
1−Rp 27.000
=
Rp 101.125.100 0,41
= Rp 246.646.586
Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui titik impas dalam unit (tusuk) sebesar 9 134 tusuk dan titik impas dalam rupiah didapatkan sebesar Rp 246 646 586. Artinya untuk mencapai keadaan impas atau usaha tidak rugi dan tidak untung, usaha Ratu Toety harus memproduksi paling sedikit sebanyak 9 134 tusuk per tahun atau 31 tusuk per hari dengan total penerimaan sebesar Rp 246 646 586 per tahun atau Rp 822 155 per hari. Adapun perbandingan antara hasil perhitungan titik impas dengan kondisi aktual usaha dapat di lihat lebih jelas pada Tabel 16. Tabel 16 Perbandingan titik impas dengan kondisi aktual usaha sate bandeng Ratu Toety
Keterangan Dalam Unit (kemasan) Dalam Rupiah (Rp)
Titik Impas Kondisi Aktual per Hari per Tahun per Hari per Tahun 31 9.134 105 31.500 822.155 246.646.586 2.835.000 850.500.000
Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa usaha Ratu Toety kondisinya berada di atas keadaan titik impas. Ini terlihat dari kemampuan usaha dalam memproduksi dan menjual habis sebanyak 31 500 tusuk sate bandeng yang dihasilkan per tahun, serta memperoleh pendapatan sebesar Rp 850 500 000 per tahun. Kelebihan total penerimaan di atas biaya variabel pada usaha Ratu Toety, menunjukkan usaha tersebut mampu menutupi biaya tetap dan menghasilkan laba. Kondisi perusahaan dalam titik impas juga dapat digambarkan pada grafik, seperti pada Gambar 4. Pada gambar terlihat bahwa penerimaan pada titik impas berada di atas biaya tetap sehingga perusahaan mampu berproduksi di atas titik impas.
40
Gambar 4 Titik impas produk sate bandeng Ratu Toety Kemampuan suatu usaha memperoleh laba dapat dianalisis dengan profitabilitas. Analisis profitabilitas merupakan hasil perkalian antara MIR dan MOS. MIR (Marginal Income Ratio) merupakan pembagian antara selisih dari total penerimaan dan total biaya variabel, dengan hasil penjualan itu sendiri. Total penerimaan yang didapat adalah sebesar Rp 850 500 000.00 per tahun sedangkan TVC sebsar Rp 492 708 000.00 per tahun. Adapun perhitungan MIR untuk usaha Ratu Toety dapat terlihat sebagai berikut : MIR =
TR−TVC
=
x 100%
TR 850.500.000−501.708.000
=
850.500.000
348.792.000
850.500.000
x 100 %
x 100 %
MIR = 41 %
Keterangan di atas menjelaskan bahwa setiap tahun usaha sate bandeng Ratu Toety mampu memberikan 41 persen dari hasil penjualannya, untuk menutupi biaya tetap usaha dan mendapatkan keuntungan. Hasil penjualan pada tingkat titik impas jika dihubungkan dengan penjualan aktual, maka akan diperoleh informasi tentang seberapa jauh volume penjualan boleh turun sehingga usaha tidak rugi yang disebut juga Marginal of Safety (MOS). MOS adalah penurunan jumlah produksi yang dapat ditoleransi oleh perusahaan di atas titik impas. Berikut perhitungan MOS untuk usaha ini dapat terlihat pada uraian berikut : MOS =
TR−BEP Rupiah
=
x 100%
TR 850.500.000 – 246.646.586 850.500.000 603.853.414
x 100%
= x 100% 850.500.000 MOS = 71 %
Perhitungan di atas menunjukkan bahwa usaha ini memiliki tingkat keamanan yang cukup tinggi yaitu 71 persen, yang menunjukkan batas penurunan tingkat penjualan agar usaha tidak mengalami kerugian. Persentase dari MOS
41 dapat dihubungkan langsung dengan tingkat keuntungan usaha atau MIR guna melihat tingkat profitabilitas usaha yang bersangkutan. Profitabilitas yaitu ukuran seberapa besar kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan keuntungan, dimana perhitungan profitabilitas untuk usaha sate bandeng Ratu Toety sebagai berikut : π (%) = MIR x MOS = 41 x 71 = 29,1 %
Perhitungan di atas menunjukkan usaha Ibu Ratu memiliki tingkat profitabilitas sebesar 29.1 persen. Ini menunjukkan bahwa apabila usaha tersebut mampu menjual seluruh hasil produksi, maka keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan adalah 29.1 persen.
Usaha Sate Bandeng Hj. Mariyam Analisis titik impas pada usaha sate bandeng Hj. Mariyam, sama halnya seperti perhitungan titik impas pada usaha sate bandeng Ratu Toety. Perhitungan titik impas dihitung setelah biaya dan pendapatn diketahui. Titik impas memiliki komponen-komponen perhitungan yaitu diantaranya TFC atau total biaya tetap, harga jual, dan AVC atau rata-rata biaya variabel. Biaya tetap total yang sudah dihitung sebelumnya didapat sebesar Rp 354 226 800 per tahun. Harga jual sate bandeng Hj. Mariyam Rp 27 000. Komponen selanjutnya adalah rata-rata biaya variabel, diperoleh melalui pembagian antara total biaya variabel dengan jumlah produk yang dihasilkan. Total biaya variabel pada usaha sate bandeng Hj. Mariyam sebesar Rp 1 494 762 000 per tahun, maka diperoleh rata-rata biaya variabel sebagai berikut : Biaya variabel rata − rata
=
Total biaya variabel Total Produksi Rp 1.494.762.000
= 94.500 tusuk = Rp 15.818 per tusuk Biaya tetap rata − rata =
Total biaya tetapl Total Produksi Rp 354.226.800
= 94.500 tusuk = Rp 3.748 per tusuk Biaya rata − rata =
Total biaya Total Produksi
Rp 1.848.988.800
= 94.500 tusuk = Rp 19.566 per tusuk Harga jual yang ditetapkan pada usaha Ibu Hj Mariyam Rp 27 000. Perhitungan titik impas dibedakan menjadi dua yaitu dalam unit dan rupiah. Karena itu, perhitungan analisis titik impas usaha sate bandeng Hj. Mariyam adalah sebagai berikut:
42
BE dalam unit =
= =
TFC P − AVC
Rp 353.754.800
Rp 27.000−Rp 15.818 Rp 353.754.800 Rp 11.182
= 31.678 tusuk
Hasil perhitungan titik impas dalam unit (tusuk) adalah sebesar 31 678 tusuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan menjual sate bandeng sebanyak 31 339 tusuk per tahun atau 106 tusuk per hari, si pemilik tidak mengalami kerugian atau tidak memperoleh keuntungan. Artinya usaha sate bandeng Hj. Maryam sudah mencapai impas saat menjual sebanyak 106 tusuk per hari. Kemudian untuk titik impas dalam satuan rupiah dihitung dengan cara sebagai berikut : BE dalam rupiah =
TFC AVC 1− P
=
Rp 354.226.800
=
Rp 354.226.800
Rp 15.712
1−Rp 27.000 0,41
= Rp 863.967.805
Pendapatan minimal yang harus diperoleh berdasarkan perhitungan titik impas adalah sebesar Rp 863 967 805 per tahun atau Rp 2 879 893 per hari. Artinya, jika pemilik memproduksi sate bandeng sebanyak 106 tusuk per hari dengan penerimaan sebesar Rp 2 879 893 per hari, maka pemilik tidak mendapatkan keuntungan atau tidak mengalami kerugian. Adapun perhitungan antara hasil perhitungan titik impas dengan kondisi aktual dapat dengan jelas telihat pada Tabel 17. Tabel 17 Perbandingan titik impas dengan kondisi aktual usaha sate bandeng Hj Mariyam Titik Impas Kondisi Aktual Keterangan per Hari per Tahun per Hari per Tahun Dalam Unit (kemasan) 106 31678 315 94.500 Dalam Rupiah (Rp) 2.879.893 863.967.805 8.316.000 2.551.500.000
Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa usaha sate bandeng Hj. Mariyam kondisinya berada di atas keadaan titik impas. Hal tersebut dilihat dari kemampuan usahanya dalam memproduksi dan menjual habis sebanyak 94 500 tusuk per tahun, serta memperoleh penerimaan sebesar Rp 2 551 500 000 per tahun.
43
Gambar 5 Titik impas produk sate bandeng Hj Mariyam Gambar 5 menunjukkan grafik titik impas produk sate bandeng Ibu Hj Mariyam, yang menunjukkan penerimaan pada titik impas berada di atas biaya tetap sehingga perusahaan mampu memproduksi di atas titik impas dan memperoleh keuntungan. Seberapa besar kemampuan usaha si pemilik untuk menutupi biaya tetap dan menghasilkan laba dapat dilihat melalui perhitungan MIR, dimana perhitungan MIR dapat terlihat jelas sebagai berikut : MIR = =
=
TR−TVC
x 100 %
TR 2.551.500.000−1.494.762.000 2.551.500.000
1.056.738.000 2.551.500.000
x 100 %
x 100 %
MIR = 41,4 %
Berdasarkan pehitungan diatas bahwa setiap tahun usaha sate bandeng Hj Mariyam ini mampu memberikan 41.4 persen dari hasil penjualannya, untuk menutupi biaya tetap usaha dan memperoleh profit. Selanjutnya, hasil penjualan pada tingkat break even yang dihubungkan dengan penjualan aktual, akan diperoleh informasi mengenai MOS. Adapun perhitungan MOS untuk usaha Ibu Hj Mariyam dapat terlihat pada keterangan berikut : MOS = =
TR−BEP Rupiah
x 100%
TR 2.551.500.000 – 863.682.805 2.551.500.000 1.687.817.195
= x 100% 2.551.500.000 MOS = 67,4 %
x 100%
44 Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat penjualan bagi usaha tidak boleh turun lebih dari 67.4 persen dari hasil penjualan aktual agar usaha tidak mengalami kerugian. Persentase dari MOS dapat dihubungkan langsung dengan tingkat keuntungan usaha atau MIR, ini bertujuan untuk melihat tingkat profitabilitas usaha. Perhitungan profitabilitas untuk usaha ini adalah sebagai berikut : π (%) = MIR x MOS = 41.4 x 67,4 = 27.8 %
Uraian di atas terlihat bahwa usaha yang bersangkutan memiliki tingkat profitabilitas sebesar 27.8 persen, yang artinya besarnya keuntungan yang diperoleh dari hasil pendapatan bila usaha si pemilik mampu menjual habis seluruh hasil produksi. Di samping perhitungan di atas yang sudah dijelaskan, ada satu parameter lagi yang disebut degree of operating leverage (DOL) guna memberikan ukuran dampak perubahan pendapatan penjualan terhadap profit pada tingkat penjualan tertentu. Perhitungan DOL dapat dihitung dengan menghitung komponenkomponen terlebih dahulu. Komponen tersebut diantaranya laba kontribusi dan laba bersih. Laba kontribusi diketahui dari selisih total penerimaan penjualan (TR) dan total biaya variabel (TVC), sehingga diperoleh laba kontribusi usaha Ibu Ratui Toety sebesar Rp 348 792 000.00. Selanjutnya laba bersih yang diperoleh pada usaha ini sebesar Rp 247 666 900.00. Berikut perhitungan DOL untuk usaha Ibu Ratu Toety adalah sebagai berikut : Degree of operating leverage
= (Laba kontribusi)/(Laba bersih) = (Rp 348.792.000)/(Rp 247.666.900) = 1,40
Berdasarkan perhitungan di atas pada total penerimaan sebesar Rp 850 500 000, degree of operating leverage usaha ini adalah sebesar 1.4 kali. Jika misalnya total penerimaan mengalami kenaikan sebesar 10 persen pada total penerimaan Rp 850 500 000 tersebut, maka laba bersih akan mengalami kenaikan yaitu sebesar 14 persen yang didapat dari 1.4 dikali 10 persen. Bagi usaha Ibu Hj Mariyam, laba kontribusi di peroleh sebesar Rp 1 056 738 000. Selanjutnya laba bersih yang diperoleh pada usaha ini sebesar Rp 702 983 200. Berikut perhitungan DOL untuk usaha Ibu Hj Mariyam adalah sebagai berikut : Degree of operating leverage
= (Laba kontribusi)/(Laba bersih) = (Rp 1.056.738.000)/(Rp 702.511.200) = 1,50
Berdasarkan perhitungan di atas pada total penerimaan sebesar Rp 2 494 800 000, degree of operating leverage usaha ini adalah sebesar 1.50 kali. Jika misalnya total penerimaan mengalami kenaikan sebesar 10 persen pada total penerimaan Rp 2 494 800 000 tersebut, maka laba bersih akan mengalami kenaikan yaitu sebesar 15.0 persen yang didapat dari 1.50 dikali 10 persen.
45
Berdasarkan uraian diatas, DOL yang dimiliki usaha Ibu Ratu Toety lebih kecil dibandingkan usaha Hj Mariyam. Artinya, usaha Hj Mariyam memiliki peluang profit yang lebih besar jika usaha yang dilakukan total penerimaannya ditingkatkan. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa dengan titik impas yang dicapai lebih lambat, bisa memiliki peluang profit yang lebih besar. Hal tersebut dapat terlihat pada grafik sebagai berikut.
Gambar 6 Kurva Titik impas antara usaha Ratu Toety dan Hj Mariyam Degree of operating leverage (DOL) dipengaruhi oleh laba operasi dan laba kontribusi, sehingga jika laba operasi yang dicapai lebih kecil maka akan menghasilkan DOL yang lebih besar. Dapat terlihat pada usaha Hj Mariyam yang menyatakan laba kontribusi yang dicapai lebih tinggi namun memiliki laba
46 operasi lebih rendah, sehingga DOL yang didapat akan lebih tinggi. Berbeda dengan usaha Ratu yang memiliki laba kontribusi rendah namun laba usaha yang dimiliki lebih tinggi menyebabkan DOL usaha Ratu lebih kecil. Perbandingan perhitungan antara usaha Ibu Ratu Toety dan Ibu Hj Mariyam dapat disajikan pada Tabel 18. Berikut uraian perbandingan antar kedua usaha dapat dilihat sebagai berikut Tabel 18 Perbandingan perhitungan usaha sate bandeng per tahun No. 1. 2. 3. 4. 5.
6.
7.
Uraian Total biaya tetap (Rp) Biaya tetap rata-rata (Rp/unit) Total biaya variabel (Rp) Biaya variabel rata-rata (Rp/unit) Total biaya (Rp) Biaya rata-rata (Rp/unit) Penerimaan (Rp) Keuntungan (Rp) Keuntungan (Rp/hari) Keuntungan (Rp/unit) Titik impas BEP (unit) BEP (Rp) BEP (Rp/unit) Profitabilitas MIR (%) MOS (%) Degree of Leverage Operating Tingkat Profitabilitas (%)
Nilai (Usaha Sate Bandeng Ratu Toety)
Nilai (Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam)
101.125.100 963.000 501.708.000 4.778.400 602.833.100 5.741.400 850.500.000 247.666.900 825.556 7.862
354.226.800 1.124.400 1.494.762.000 4.745.400 1.848.988.800 5.869.800 2.551.500.000 702.511.200 2.341.704 7.434
9.134 246.646.586 7.956.341
31.678 863.967.805 8.147.951
41 71 1,4 29,1
41,4 67,4 1,5 27,8
Berdasarkan Tabel 18, terlihat bahwa usaha Ratu Toety lebih menguntungkan dibandingkan usaha Hj Mariyam. Hal tersebut karena ada beberapa hal yang menyebabkan usaha Ratu Toety lebih baik dibandingkan usaha Hj Mariyam meskipun total produksi yang dilakukan lebih rendah. Pertama, biaya tetap rata-rata yang diperoleh ibu Ratu lebih rendah dibandingkan usaha ibu Hj Mariyam. Hal tersebut karena ibu Ratu lebih memanfaatkan mesin yang lebih canggih, sedangkan usaha ibu Hj Mariyam memanfaatkan sumber daya manusia atau tenaga kerjanya. Karena itu, biaya tetap rata-rata yang dikeluarkan ibu Ratu lebih kecil. Kedua, biaya variabel rata-rata yang diperoleh ibu Ratu lebih besar karena ibu Ratu lebih banyak mengeluarkan biaya untuk bahan pendukung lainnya yang tidak diperoleh usaha ibu Hj Mariyam. Karena itu, ibu Ratu lebih besar mengeluarkan biaya variabelnya. Walau demikian biaya variabel rata-rata ibu
47 Ratu lebih besar namun biaya rata-rata usaha ibu Ratu yang dikeluarkan masih lebih rendah dibandingkan usaha ibu Hj Mariyam. Titik impas yang diperoleh usaha ibu Ratu lebih cepat dibandingkan usaha ibu Hj Mariyam. Hal tersebut menunjukkan bahwa biaya variabel rata-rata yang diperoleh usaha Ratu Toety lebih rendah sehingga titik impas yang diperolehnya pun lebih cepat. Margin of safety (MOS) yang diperoleh usaha Ratu Toety lebih besar dibandingkan usaha Hj Mariyam yang membuat tingkat profitabilitas yang di peroleh pun besar. Hal tersebut karena MOS berpengaruh pada titik impas yang diperoleh. Semakin tinggi titik impas yang di peroleh maka akan semakin rendah MOS yang di dapat. Karena itu MOS pada usaha ibu Ratu lebih besar yaitu 71 persen dibandingkan usaha ibu Hj Mariyam sebesar 67.4 persen.
Analisis Nilai Tambah Metode yang dapat digunakan untuk melihat perkiraan sejauh mana perubahan nilai suatu input yang diubah menjadi suatu output berupa produk yang menimbulkan nilai tambah yang dipengaruhi oleh teknologi dalam proses pengolahan disebut juga analisis nilai tambah. Faktor-faktor yang terkait dengan pengolahan diantaranya bahan baku dan tenaga kerja, dimana dalam penelitian ini menggunakan metode Hayami dalam menganalisis nilai tambah. Analisis nilai tambah dari kegiatan pengolahan ikan bandeng segar dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah pengolahan bahan baku utama ikan bandeng segar menjadi produk sate bandeng. Dasar perhitungan nilai tambah yang digunakan adalah per satuan bahan baku utama yang dalam hal ini adalah satu kilogram ikan bandeng segar. Hasil perhitungan nilai tambah pengolahan ikan bandeng menjadi sate bandeng pada kedua usaha dapat dilihat pada Tabel 19, sedangkan perhitungan komponen nilai tambah disajikan pada Lampiran 10. Tabel 19 Analisis nilai tambah produk sate bandeng Nilai (Usaha Ratu Toety)
Nilai (Usaha Hj Mariyam)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Output, Input, dan Harga Output yang dihasilkan (kg/hari) Bahan baku yang digunakan (kg/hari) Tenaga kerja (jam/hari) Faktor konversi (1/2) Koefisien tenaga kerja (3/2) Harga output (Rp/kg) Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam)
30 30 26 1,00 0,87 94.500 9.615
90 90 64 1,00 0,71 94.500 13.281
8. 9.
Pendapatan dan Keuntungan Harga bahan baku (Rp/kg bahan baku) Sumbangan input lain (Rp/kg output)
25.000 30.033
25.000 30.328
No.
Variabel
48 10. 11. 12. 13.
14.
Nilai output (4x6) (Rp) a. Nilai tambah (10-9-8) (Rp) b. Rasio nilai tambah ((11a/10)x100%) a. Imbalan tenaga kerja (5x7) (Rp) b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100%) a. Keuntungan (11a-12a) (Rp) b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%)
94.500 39.467 41,8% 8.333 21% 31.134 79%
94.500 39.172 41,5% 9.444 24% 29.728 76%
Balas Jasa Pemilik Faktor-Faktor Produksi Marjin (10-8) (Rp) a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) b. Sumbangaan input lain ((9/14)x100%) c. Keuntungan perusahaan ((13a/14)x100%)
69.500 12% 43% 45%
69.500 14% 44% 42%
Output dalam perhitungan nilai tambah ini merupakan volume produksi sate bandeng selama setahun. Tabel 19 menunjukkan bahwa nilai tambah yang dihasilkan oleh kedua usaha tidak berbeda jauh. Hal tersebut dikarenakan kedua usaha menggunakan per bahan baku ikan bandeng segar yang sama. Output yang dihasilkan usaha Ibu Ratu Toety sebesar 30 kg atau sekitar 105 tusuk sate bandeng. Jumlah volume pemakaian bahan baku ikan bandeng segar sebesar 30 kg. Besarnya hasil produksi atau output pada usaha sate bandeng Hj Mariyam adalah sebesar 90 kg atau 315 tusuk sate bandeng dengan penggunaan bahan baku atau input rata-rata sebesar 90 kg. Dari besaran output dan input bahan baku utama diperoleh nilai faktor konversi kedua usaha sama yaitu sebesar 1.00. Artinya nilai faktor konversi sebesar 1.00 menunjukkan bahwa dari pengolahan 100 kg ikan bandeng segar akan menghasilkan sebanyak 100 kg atau 350 tusuk produksi sate bandeng. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam produksi sate bandeng Ibu Ratu Toety yaitu lima orang. Satu hari kerja untuk tenaga kerja dalam keluarga lamanya 4 jam per orang dan tenaga kerja dari luar keluarga lamanya sekitar 6 jam per orang. Nilai koefisien tenaga kerja sebesar 0.87. Hal tersebut berarti untuk mengolah 100 kg ikan bandeng segar menjadi sate bandeng membutuhkan waktu selama 87 jam. Bagi usaha Ibu Hj Mariyam, tenaga kerja yang dihitung adalah semua tenaga kerja yang berperan dalam proses produksi sate bandeng yang berjumlah 16 orang pada usaha Hj Mariyam. Semua tenaga kerja masing-masing bekerja selama 4 jam perharinya. Koefisien tenaga kerja pada usaha ini sebesar 0.71 yang berarti untuk mengolah 100 kg bahan baku ikan bandeng segar dibutuhkan waktu sebanyak 71 jam. Kedua usaha memilih jumlah per kilogram ikan bandeng yang sama yaitu dua kilogram ikan bandeng berisi tujuh ekor ikan bandeng, sehingga harga output yang dihasilkan sebesar Rp 94 500 per kg. Upah rata-rata tenaga kerja usaha Ibu Ratu Toety sebesar Rp 9 615, yang diperoleh dari hasil penjumlah upah seluruh tenaga kerja dibagi dengan total jam kerja. Usaha Ibu Hj Mariyam sendiri memiliki upah rata-rata tenaga kerja sebesar Rp 13 281, yang diperoleh dari hasil penjumlahan upah seluruh tenaga kerja dibagi dengan total jam kerja.
49 Berdasarkan uraian diatas, kedua usaha tersebut memiliki upah rata-rata tenaga kerja memiliki perbedaan yang signifikan. Hal tersebut dikarenakan usaha Ibu Ratu Toety lebih memanfaatkan peralatan yang canggih, sedangkan usaha Ibu Hj Mariyam lebih memanfaatkan tenaga kerja. Selain itu, dikarenakan kedua usaha memiliki perbedaan jumlah produksi yang jauh berbeda, sehingga usaha Ibu Hj Mariyam memiliki lebih banyak tenaga kerja. Hal tersebut akan berpengaruh pada upah rata-rata tenaga kerja. Sumbangan input lain pada usaha Ibu Ratu Toety sebesar Rp 30 033 per kg output, diperoleh dengan membagi total input lain selain bahan baku utama dengan jumlah output. Bagi usaha Ibu Hj Mariyam memiliki sumbangan input lain sebesar Rp 30 328 per kg. Nilai output sate bandeng dihasilkan sebesar Rp 94 500, didapat dari hasil perkalian faktor konversi dan harga output. Perhitungan nilai tambah di peroleh dari selisih nilai output dengan harga bahan baku utama dan nilai sumbangan input lain per kilogram bahan baku utama. Nilai tambah usaha Ibu Ratu Toety didapat dari pengolahan ikan bandeng segar sebesar Rp 39 467 per kg bahan baku utama, dengan rasio nilai tambah sebesar 41.8 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha Ibu Ratu Toety dengan mengolah ikan bandeng menjadi sate bandeng untuk setiap Rp 100 dari nilai output terdapat nilai tambah sebesar Rp 41.80. Nilai tambah di dapat dari pengolahan ikan bandeng segar Ibu Hj Mariyam sebesar Rp 39 172 per kg bahan baku utama, dengan rasio nilai tambah sebesar 41.5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha Ibu Hj Mariyam dengan mengolah ikan bandeng menjadi sate bandeng untuk setiap Rp 100 dari nilai output terdapat nilai tambah sebesar Rp 41.50. Rasio tenaga kerja merupakan persentasi dari pendapatan tenaga kerja terhadap nilai tambah. Rasio tenaga kerja bagi usaha Ibu Ratu Toety yaitu sebesar 21 persen, artinya untuk setiap Rp 100 dari nilai tambah maka sebesar Rp 21 merupakan bagian untuk pendapatan tenaga kerja. Keuntungan yang didapat dari pengolahan sate bandeng berdasarkan perhitungan nilai tambah sebesar Rp 31 134, dengan tingkat keuntungan sebesar 79 persen. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa distribusi nilai tambah lebih besar kepada keuntungan dibandingkan dengan bagian tenaga kerja, dimana distribusi nilai tambah kepada tenaga kerja sebesar 21 persen dan keuntungan sebesar 79 persen. Imbalan tenaga kerja yang diberikan dari setiap kilogram bahan baku ikan bandeng segar yang diolah menjadi sate bandeng bagi Usaha Ibu Hj Mariyam adalah Rp 9 444 dengan demikian bagian tenaga kerja dalam pengolahan sate bandeng sebesar 24 persen. Artinya untuk setiap Rp 100 dari nilai tambah maka sebesar Rp 24 merupakan bagian untuk pendapatan tenaga kerja. Selanjutnya keuntungan yang diperoleh adalah Rp 29 728 dengan tingkat keuntungan sebesar 76 persen. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa distribusi nilai tambah lebih besar kepada keuntungan perusahaan dibandingkan dengan bagian tenaga kerja, dimana distribusi nilai tambah bagian tenaga kerja sebesar 24 persen dan keuntungan sebesar 76 persen. Balas jasa pemilik faktor produksi terdiri atas pandapatan untuk tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan perusahaan. Marjin disebut sebagai
50 kontribusi faktor-faktor produksi dalam menghasilkan output selain bahan baku utama. Nilai marjin di peroleh dari pengurangan nilai output dengan harga bahan baku utamanya. Marjin pada usaha sate bandeng Ratu sebesar Rp 69 500 yang terdiri atas 12 persen untuk pendapatan tenaga kerja, 43 persen untuk sumbangan input lain, dan 45 persen keuntungan perusahaan. Marjin yang didistribusikan lebih kepada keuntungan perusahaan karena bagian terbesar bila dibandingkan dengan pendapatan tenaga kerja langsung dan sumbangan input lain. Hasil analisis nilai tambah usaha Ibu Hj Mariyam ini juga dapat menunjukkan marjin yang sama seperti usaha Ibu Ratu Toety. Setiap pengolahan 1 kg ikan bandeng segar menjadi sate bandeng, diperoleh Rp 69 500 yang didistribusikan untuk masing-masing faktor yaitu pendapatan tenaga kerja langsung 14 persen, sumbangan input lain 44 persen, dan keuntungan perusahaan sebesar 42 persen. Marjin yang didistribusikan untuk sumbangan input lain merupakan bagian terbesar bila dibandingkan dengan pendapatan tenaga kerja langsung dan keuntungan perusahaan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kedua usaha pengolahan sate bandeng mampu menghasilkan laba atau profit. Namun berdasarkan perhitungan terlihat bahwa usaha sate bandeng Ibu Ratu Toety mampu menghasilkan profit lebih besar sebesar 29.1 persen, dibandingkan usaha Ibu Hj Mariyam yang mampu menghasilkan profit sebesar 27.8 persen. Artinya tingkat profitabilitas usaha Ibu Ratu Toety lebih besar dibandingkan usaha Ibu Hj Mariyam, meskipun total penjualan usaha Hj Mariyam 3 kali lebih banyak daripada usaha Ratu Toety. Hal tersebut karena ada beberapa hal yang membuat biaya yang dikeluarkan usaha Ratu lebih rendah yang mengakibatkan titik impas yang dicapai lebih cepat sehingga menghasilkan tingkat profitabilitas yang lebih tinggi dari usaha Hj Mariyam. Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu usaha dengan total produksi lebih besar belum pasti memiliki tingkat profitabilitas yang lebih tinggi pula. Perhitungan degree of operating leverage (DOL) menunjukkan bahwa usaha Ibu Ratu Toety memiliki nilai DOL sebesar 1.4 kali. Artinya apabila total penerimaan mengalami kenaikan 10 persen, maka net profit atau laba bersih usaha akan mengalami kenaikan sebesar 14 persen. Sedangkan untuk usaha Hj Mariyam memiliki nilai DOL sebesar 1.5 kali. Hal tersebut terlihat bahwa usaha Hj Mariyam memiliki peluang profit lebih tinggi jika total penerimaannya ditingkatkan. Berdasarkan hasil perhitungan analisis nilai tambah pengolahan ikan bandeng terhadap kedua usaha memiliki nilai tambah yang hampir sama. Usaha sate bandeng Ibu Ratu Toety memiliki nilai tambah sebesar Rp 39 467.00 atau 41.8 persen, sedangkan usaha Ibu Hj Mariyam memiliki nilai tambah sebesar Rp
51 39 172.00 atau 41.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah produk sate bandeng dari kedua usaha tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Saran Berdasarkan simpulan sebelumnya terlihaat bahwa usaha Ratu Toety memiliki kemampuan lebih besar dalam menghasilkan profit atau laba dibanding usaha Hj Mariyam. Ini terjadi karena usaha Hj Mariyam memiliki total biaya yang lebih tinggi dibanding usaha Ratu Toety, sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi lebih kecil. Karena itu, perlu dilakukan penghematan biaya pada usaha Hj Mariyam, agar struktur biaya lebih efisien dan mendapatkan laba yang maksimal. Salah satunya dengan menggunakan peralatan produksi yang lebih canggih dan tahan lama, sehingga usaha Hj Mariyam dapat menghemat biaya. Selain itu, usaha yang bersangkutan harus meminimalisir penggunaan tenaga kerja sehingga biaya yang dikeluarkan akan menjadi lebih hemat.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Johan. 2007. Aplikasi Excel Untuk Perencanaan Bisnis. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hamanto, M.Soc.Sc. Akt. Drs. 1992. Akuntansi Biaya untuk Perhitungan Biaya Pokok Produksi (Sistem Biaya Historis). Yogyakarta: BPFE-UGM. Hansen DR., Mowen MM. Manajemen Biaya: Akuntansi dan Pengendalian edisi pertama. Jakarta: Salemba Empat. Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java A Perspective From A Sunda Village. Bogor: CPGRT Centre. Helda. 2004. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ikan Teri di Pulau Pasaran Provinsi Lampung. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Jumlah Produksi Perikanan di Indonesia Tahun 2008-2012. Jakarta : Kementerian Kelautan dan Perikanan. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Statistik Konsumsi Ikan Tahun 2008-2012. Jakarta : Kementerian Kelautan dan Perikanan. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha dan Tenaga Kerja Menurut Skala Usaha Tahun 2011-2012. Jakarta : Kementerian Kelautan dan Perikanan [2 Oktober 2013]. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Perkembangan Nilai PDB Menurut Skala Usaha Pada Tahun 2011-2012. Jakarta : Kementerian Kelautan dan Perikanan [2 Oktober 2013]. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Jumlah Produksi Ikan Bandeng di Indonesia Tahun 2007-2011. Jakarta : Kementerian Kelautan dan Perikanan [2 Oktober 2013].
52 Kuswandi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Biaya. Jakarta: Elex Media Komputindo. Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta. Mulyadi. 1993. Akuntasi Manajemen: Konsep, Manfaat, dan Rekayasa edisi ke-2. Yogyakarta: STIE YPKN. Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Aditya Media Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya,edisi ke-6. Yogyakarta: STIE YKPN Mulyadi. 2007. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: BPFE-UGM Murtidjo BA. 2002. Budidaya dan Pembenihan Bandeng. Yogyakarta: Kanisius. Pudjanarso Amin. 2012. Kajian Nilai Tambah dan Titik Impas serta Strategi Pengembangan Agribisnis Pemindangan Ikan Laut di Dusun Payangan Watu Ulo Sumberejo Kecamatan Ambulu. Fakultas Pertanian. Universitas Jember. Jember. Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007. Ragam Olahan Bandeng. Kanisius. Yogyakarta. Ramli M. 2009. Analisis Biaya Produksi dan Titik Impas Pengolahan Ikan Salai Patin (Kasus Usaha Soleha Berseri di Air Tiris Kampar). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. Ramli M, Anggarini IP. (2012). Nilai Tambah Pengolahan Ikan Salai Patin. Berkala Perikanan Terubuk. 40: 85-95. Ramli M, Zuraidah Syarifah. (2009). Harga Pokok Produksi dan Titik Impas Pengolahan Ikan Kayu. Jurnal Ilmu Perairan. 7: 38-47. Ratnawati RAD. 2010. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Nila Merah di Kolam Air Deras di Kabupaten Klaten. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung: Binacipta. Santi YM. 2009. Analisis Usaha Agroindustri Keripik Belut Sawah di Kabupaten Klaten. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Sudiyono. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang (ID). Universitas Muhamadiyah Malang. Malang. Sudradjat A, Wedjatmiko, Setiadharma T. 2011. Teknologi Budi Daya Ikan Bandeng. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Sugiono, Arief. 2009. Manajemen Keuangan untuk Praktisi keuangan. Jakarta: Grasindo Sukatjo I. 1998. Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern). Yogyakarta : Liberty. Sukatjo dan Sastra. 2008. Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan. Edisi Keempat. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Supriyono. 2000. Akuntansi Biaya, Buku 1, edisi dua. Yogyakarta: BPFE. Susanto, E. 2010. Pengolahan Bandeng (Chanos chanos Forsk) Duri Lunak. http://eprints.undip.ac.id/19138/1/bandeng_duri_lunak.pdf. [diakses tanggal 2 Oktober 2013]
53 Swastha B, Sukotjo I. 1998. Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern). Yogyakarta: Liberty. Wasis. 2001. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Bandung: Alumni.
54
55 Lampiran 1. Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Ratu Toety No.
Uraian
Jumlah (unit)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Mesin Giling Mesin Vacum Siler Mesin Parut Kelapa Freezer Tungku Blender Panci Besar Wajan Baskom Besar Baskom Kecil Sodet Talenan Pisau Bakul
1 1 1 2 2 2 3 2 4 4 2 2 10 2
Harga Satuan (Rp) 2.500.000 8.000.000 2.000.000 3.000.000 500.000 300.000 300.000 150.000 50.000 30.000 30.000 35.000 20.000 45.000 Total
Total Harga (Rp) 2.500.000 8.000.000 2.000.000 6.000.000 1.000.000 600.000 900.000 300.000 200.000 120.000 60.000 70.000 200.000 90.000 22.040.000
Umur Ekonomis (Tahun) 10 15 10 15 10 3 3 3 2 2 2 3 2 5
Penyusutan (%) 10 7 10 7 10 33 33 33 50 50 50 33 50 20
Penyusutan per Unit (Rp/Tahun) 250.000 560.000 200.000 210.000 50.000 99.000 99.000 49.500 25.000 15.000 15.000 11.550 10.000 9.000
Nilai Penyusutan (Rp/Tahun) 250.000 560.000 200.000 420.000 100.000 198.000 297.000 99.000 100.000 60.000 30.000 23.100 100.000 18.000 2.455.100
Lampiran 2. Inventarisasi Peralatan Produksi Sate Bandeng Hj. Mariyam No. 1. 2. 3. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Uraian Nampan Saringan Freezer Blender Panci Besar Panci Kukus Baskom Besar Wajan Sodet Pisau Tungku semen Bakul Talenan Corong Nampan plastik Golok
Jumlah (unit) 2 2 2 2 5 1 8 3 3 8 2 15 2 3 12 5
Harga Satuan (Rp) 35.000 45.000 2.300.000 300.000 250.000 280.000 50.000 150.000 30.000 25.000 1.500.000 45.000 30.000 20.000 25.000 70.000 Total
Total Harga (Rp) 70.000 90.000 4.600.000 600.000 1.250.000 280.000 400.000 450.000 90.000 200.000 3.000.000 675.000 60.000 60.000 300.000 350.000 12.475.000
Umur Ekonomis (Tahun) 2 2 15 3 3 5 2 3 2 2 10 5 3 1 2 10
Penyusutan (%) 50 50 7 33 33 20 50 33 50 50 10 20 33 100 50 10
Penyusutan per Unit (Rp/Tahun) 17.500 22.500 161.000 99.000 82.500 56.000 25.000 49.500 15.000 12.500 150.000 9.000 9.900 20.000 12.500 7.000
Lampiran 3. Biaya Tidak Langsung Usaha Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun No. 1. 2. 3.
4.
Uraian Upah Tenaga Kerja Biaya Komisi Penjualan Biaya Umum a. Komunikasi b. Transportasi c. Listrik dan air Biaya Perawatan a. kendaraan operasional b. mesin giling c. mesin parut kelapa Total Biaya Non Produksi (Rp)
Biaya (Rp) 75.000.000 12.000.000 1.200.000 4.500.000 1.020.000 1.200.000 450.000 300.000 95.670.000
Nilai Penyusutan (Rp/Tahun) 35.000 45.000 322.000 198.000 412.500 56.000 200.000 148.500 45.000 100.000 300.000 135.000 19.800 60.000 150.000 35.000 2.226.800
56 Lampiran 4. Biaya Tidak Langsung Usaha Sate Bandeng Hj. Mariyam per Tahun No. 1. 2.
Uraian Upah Tenaga Kerja Biaya Umum : a. Transportasi b. Listrik c. komunikasi c. Konsumsi harian Total Biaya Non Produksi (Rp)
Biaya (Rp) 255.000.000 3.000.000 600.000 2.400.000 87.000.000 348.000.000
Lampiran 5. Penggunaan Bahan Baku Utama dan Bahan Baku Pendukung Produksi Sate Bandeng Ratu Toety per Tahun No.
Jenis Bahan Baku
1.
Bahan Baku Utama : a. Ikan bandeng segar Total Biaya Bahan Baku Pendukung : a. Kelapa b. Bawang merah c. Bawang putih d. Gula merah e. Gula putih f. Ketumbar g. Garam h. Minyak goreng Total Biaya Biaya Lainnya : a. Bambu b. Pelepah pisang c. Minyak tanah d. Gas 3 kg e. Arang f. Daun pisang g. Kemasan h. Plastik bening i. Plastik bening tebal Total Biaya TOTAL
2.
3.
Total Biaya per Hari (Rp)
Total Biaya per Tahun (Rp)
25.000
750.000 750.000
225.000.000 225.000.000
1.250 75 25 75 25 13 75 50
4.000 20.000 20.000 12.000 13.000 18.000 3.000 10.000
200.000 60.000 20.000 36.000 13.000 9.000 9.000 20.000 367.000
60.000.000 18.000.000 6.000.000 10.800.000 3.900.000 2.700.000 2.700.000 6.000.000 110.100.000
2.625 150 25 2 50 250 2.625 2.625 500
500 2.000 12.000 17.000 35.000 2.000 3.000 500 1.000
52.500 12.000 12.000 0 70.000 20.000 315.000 52.500 0 534.000 1.651.000
15.750.000 3.600.000 3.600.000 408.000 21.000.000 6.000.000 94.500.000 15.750.000 6.000.000 166.608.000 501.708.000
Satuan
Jumlah per Hari
Jumlah per Bulan
kilogram
30
750
butir kilogram kilogram kilogram kilogram kilogram bungkus liter
50 3 1 3 1 0,5 3 2
batang batang liter tabung karung ikat pack bungkus bungkus
105 6 1 0 2 10 105 105 0
Biaya (Rp/Satuan)
57 Lampiran 6. Penggunaan Bahan Baku Utama dan Bahan Baku Pendukung Produksi Sate Bandeng Hj. Mariyam per Tahun No. 1.
2.
3.
Jenis Bahan Baku Bahan Baku Utama : a. Ikan bandeng segar Total Biaya Bahan Baku Pendukung : a. Kelapa b. Bawang merah d. Gula merah e. Gula putih f. Ketumbar g. Garam h. Minyak goreng Total Biaya Biaya Lainnya : a. Bambu b. Pelepah pisang c. Minyak tanah d. Gas 12 kg e. Arang f. Daun pisang g. Plastik kresek sablon h. Kemasan Total Biaya TOTAL
Total Biaya per Hari (Rp)
Total Biaya per Tahun (Rp)
Satuan
Jumlah per Hari
Jumlah per Bulan
Biaya (Rp/Satuan)
kilogram
90
2.250
25.000
2.250.000 2.250.000
675.000.000 675.000.000
butir kilogram kilogram kilogram kilogram bungkus liter
300 5 2 5 1 3 3
7.500 125 50 125 25 75 75
4.000 20.000 11.000 12.000 18.000 3.000 12.000
1.200.000 100.000 22.000 60.000 18.000 9.000 36.000 1.445.000
360.000.000 30.000.000 6.600.000 18.000.000 5.400.000 2.700.000 10.800.000 433.500.000
batang karung liter tabung karung ikat pack pack
3 1 3 0 10 30 1 315
75 25 75 1 250 750 25 7.875
17.000 20.000 12.000 76.000 30.000 1.500 45.000 2.500
51.000 20.000 36.000 0 300.000 45.000 45.000 787.500 1.284.500 4.979.500
15.300.000 6.000.000 10.800.000 912.000 90.000.000 13.500.000 13.500.000 236.250.000 386.262.000 1.494.762.000
58 Lampiran 7. Perhitungan beberapa faktor dalam analisis nilai tambah pada Tabel 18
Usaha Sate Bandeng Ratu Toety Output , Input dan Harga Faktor Konversi = =
kg ) hari kg Bahan baku yang digunakan ( ) hari kg 30 hari kg 30 hari
Output yang dihasilkan (
=1
Koefisien Tenaga Kerja = =
Tenaga kerja (
jam ) hari
Bahan baku yang digunakan ( jam 26 hari kg 30 hari
kg ) hari
= 0,87
Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/jam) = =
Rp ) hari jam ) Tenaga kerja ( hari
Jumlah upah (
Rp 250.000 26
jam hari
hari
= Rp 9.615
Pendapatan dan Keuntungan Sumbangan Input Lain (Rp/kg output) Rp
= = Rasio Nilai Tambah =
Rp ) kg Rp Nilai output ( ) kg
kg ) hari
Output ( Rp 367.000
=
Imbalan Tenaga Kerja (Rp)
x 100%
Nilai tambah ( Rp 8.333 Rp 39.467 (
)
= 41,8 %
Rp ) kg
x 100%
x 100% = 21 %
kg
Tingkat Keuntungan = =
kg hari
x 100%
Rp 39.467
=
+ Rp 534.000
30
= Bagian Tenaga Kerja
hari
Nilai tambah (
Rp 94.500
Keuntungan (Rp) Nilai tambah ( Rp 31.134 Rp 39.467 (
kg
)
Rp ) kg
Rp
(Biaya bahan pendukung (hari)+Biaya bahan lainnya(hari))
x 100%
x 100% = 79 %
hari
= Rp 30.033
kg output
59 Usaha Sate Bandeng Hj Mariyam Output , Input dan Harga Faktor Konversi = =
kg ) hari kg Bahan baku yang digunakan ( ) hari kg 90 hari kg 90 hari
Output yang dihasilkan (
=1
Koefisien Tenaga Kerja = =
Tenaga kerja (
jam ) hari
Bahan baku yang digunakan ( jam hari kg 90 hari
64
kg ) hari
= 0,71
Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/jam) = =
Rp ) hari jam ) Tenaga kerja ( hari
Jumlah upah (
Rp 850.000 64
jam hari
hari
= Rp 13.281
Pendapatan dan Keuntungan Sumbangan Input Lain (Rp/kg output) Rp
= = Rp 30.328 Rasio Nilai Tambah =
kg ) hari
Output ( Rp 1.445.000
hari
90
x 100%
Rp 39.172
=
Imbalan Tenaga Kerja (Rp)
=
x 100%
Rp 94.500
Nilai tambah ( Rp 9.444 Rp 39.172 (
)
= 41,5 %
Rp ) kg
x 100%
x 100% = 24 %
kg
Tingkat Keuntungan = =
kg hari
Nilai tambah (
= Bagian Tenaga Kerja
+ Rp 1.284.500
kg output
Rp ) kg Rp Nilai output ( ) kg
Keuntungan (Rp) Nilai tambah ( Rp 29.728 Rp 39.172 (
kg
)
Rp ) kg
Rp
(Biaya bahan pendukung (hari)+Biaya bahan lainnya(hari))
x 100%
x 100% = 76%
hari
=
60 Lampiran 8. Dokumentasi Tempat Usaha
Gambar 7. Sate Bandeng
Gambar 14. Tempat Usaha Ibu Ratu Toety
Gambar 16. Tempat Usaha Ibu Hj Mariyam
Gambar 17. Kemasan Dus Sate Bandeng Ratu Toety
Gambar 18. Kemasan Plastik Sablon Sate Bandeng Ratu Toety
Gambar 19. Kemasan Dus Sate Bandeng Hj Mariyam
Gambar 20. Plastik Sablon Sate Bandeng Hj Mariyam
61
Gambar 21. Kendaraan Operasional Usaha Ratu Toety
62 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang Banten pada tanggal 14 Februari 1992. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Syachrul dan Tati Herawati. penulis menyelesaikan sekolah di TK Al-Azhar Serang tahun 1996, SD Negeri 2 Serang tahun 1998, SLTP Negeri 4 Serang tahun 2004, dan SMA Negeri 1 Kramatwatu tahun 2007. Pada tahun 2010, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan dan kepanitian di IPB seperti IPB`s Dedicatiob for Education (IDEA) tahun 2012, bendahara Divisi Logistik dan Tranportasi pada Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2012, staff Divisi Logistik dan Transportasi pada Mimitran tahun 2012, IPB Green Living Movement #2 with Kompas and Tupperware tahun 2012, staff Divisi Kesektariatan pada 5th Jurnalistic Fair tahun 2012, bendahara Divisi Dana dan Usaha pada Masa Perkenalan Departemen (MPD) 48 tahun 2012, bendahara Divisi Logistik dan Transportasi pada International Scholarship and Education Expo (ISEE) 2012, ketua Divisi Konsumsi pada Career Development Training (CDT) tahun 2012, staff Divisi Medis pada 6th Sportakuler tahun 2012, dan staff Divisi Komunikasi dan Informasi pada Campus Social Responsibility (CSR) Bina Desa dan FEM Mengajar tahun 2013.