STRATEGI BERSAING USAHA SATE BEBEK H. SYAFE’I CIBEBER, KOTA CILEGON, PROVINSI BANTEN
SKRIPSI
MAYASARI H34061751
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
RINGKASAN MAYASARI. Strategi Bersaing Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NARNI FARMAYANTI). Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dapat menyebabkan peningkatan konsumsi masyarakat, khususnya konsumsi pangan. Gaya hidup super sibuk yang saat ini tengah berkembang, mendorong masyarakat untuk memilih makanan yang cepat saji, mudah diperoleh, mudah dikemas, dan sesuai selera. Hal ini menyebabkan kebiasaan makan di luar rumah semakin meningkat, sehingga usaha restoran/rumah makan pun semakin berkembang. Berbagai jenis usaha restoran/rumah makan juga berkembang di Kota Cilegon, Provinsi Banten. Hal tersebut mengakibatkan persaingan antar restoran/rumah makan semakin meningkat. Salah satu jenis restoran/rumah makan yang sedang menghadapi persaingan adalah usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Sate bebek merupakan salah satu makanan khas Provinsi Banten yang berasal dari Kota Cilegon, sehingga usaha restoran/rumah makan yang menawarkan sate bebek sebagai menu utamanya banyak berkembang di kota tersebut. Jumlah rumah makan sate bebek yang semakin banyak menyebabkan penurunan jumlah permintaan yang ditandai dengan penurunan jumlah produksi. Selain itu produk subtitusi yang banyak tersedia, seperti rumah makan yang menawarkan sate ayam, sate kambing, maupun jenis sate lainnya membuat persaingan semakin ketat. Hal tersebut menuntut usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber untuk menyiapkan strategi bersaing yang tepat agar dapat meningkatkan keunggulan bersaing dan memenangkan persaingan dalam industri rumah makan sate bebek. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis lingkungan eksternal dan internal usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, (2) Menganalisis posisi bersaing usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, serta (3) Merumuskan alternatif strategi dan merekomendasikan prioritas strategi bersaing yang tepat untuk diterapkan pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Penelitian dilaksanakan pada Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Pengumpulan dan analisis data dilakukan pada Bulan Maret sampai Mei 2010. Penentuan responden dilakukan dengan purposive sampling dan convenience sampling. Metode pengolahan dan analisis data terdiri atas analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggunakan metode deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif menggunakan alat bantu analisis berupa matriks External Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor Evaluation (IFE), matriks profil kompetitif (Competitive Profile Matrix/CPM), matriks InternalEksternal (IE), matriks Strengths-Weaknesses-Opportunities-Treaths (SWOT) dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Faktor-faktor eksternal utama yang menjadi peluang bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber terdiri dari peningkatan PDRB perkapita, penurunan tingkat inflasi, peningkatan jumlah penduduk seiring dengan perkembangan tren makan di luar rumah, perkembangan teknologi, dan kekuatan tawar menawar pemasok rendah. Faktor yang menjadi peluang utama yaitu kekuatan tawar-menawar pemasok rendah. Faktor-faktor eksternal utama yang termasuk ancaman usaha yaitu konversi penggunaan minyak tanah ke gas, hambatan masuk industri rumah
makan sate bebek kecil, jumlah rumah makan sate bebek banyak, produk subtitusi banyak tersedia, dan kekuatan tawar-menawar pembeli tinggi. Faktor yang menjadi ancaman utama adalah kekuatan tawar-menawar pembeli tinggi. Faktor-faktor internal utama yang menjadi kekuatan bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber terdiri dari pelaksanaan tugas dilakukan dengan baik sesuai bagiannya, hubungan yang baik antara pengelola dan karyawan usaha, rumah makan yang dikenal sebagai pionir usaha sate bebek, dan proses produksi dilakukan dengan baik. Faktor yang menjadi kekuatan utama yaitu proses produksi dilakukan dengan baik. Faktor-faktor internal utama yang menjadi kelemahan usaha yaitu belum memiliki perencanaan usaha secara jelas, menu yang kurang bervariasi, jam buka usaha yang kurang lama, lokasi usaha kurang strategis, tempat usaha kurang tertata baik, serta pengelolaan keuangan belum baik. Faktor yang menjadi kelemahan utama adalah lokasi usaha yang kurang strategis. Hasil analisis CPM menunjukkan bahwa usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber menempati urutan terakhir dibandingkan dengan pesaing-pesaing utamanya, yaitu sate bebek Cindelaras, Pondok Makan Sate dan Sop Asmawi, serta sate bebek Abu Faisal. Keunggulan usaha ini dibandingkan dengan pesaingnya terletak pada pelayanan, sedangkan kelemahan utamanya terletak dalam hal variasi produk. Hasil matriks IE menempatkan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber pada sel II yaitu tumbuh dan membangun. Strategi yang tepat dilakukan untuk kuadran ini antara lain strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT, diperoleh tujuh alternatif strategi bersaing yang dapat diterapkan oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya. Adapun urutan prioritas strategi berdasarkan hasil QSPM adalah : (1) Memperbaiki upaya pemasaran, (2) Memperbaiki perencanaan dan keuangan, (3) Meningkatkan kualitas produk, (4) Pengembangan pasar, (5) Menambah fasilitas produksi dan karyawan, (6) Konversi bahan bakar, dan (7) Meningkatkan kualitas hubungan kerja antara pengelola dan karyawan usaha.
STRATEGI BERSAING USAHA SATE BEBEK H. SYAFE’I CIBEBER, KOTA CILEGON, PROVINSI BANTEN
MAYASARI H34061751
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Proposal
: Strategi Bersaing Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber, Kota Cilegon, Provinsi Banten
Nama
: Mayasari
NIM
: H34061751
Disetujui, Pembimbing
Ir. Narni Farmayanti, M.Sc NIP. 19630228 199003 2 001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Strategi Bersaing Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber, Kota Cilegon, Provinsi Banten” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2010
Mayasari H34061751
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 18 Desember 1988. Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Dani dan Ibunda Karmila. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Rangkas Barat O2 Pasir Tariti Rangkasbitung pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 1 Rangkasbitung. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 1 Serang pada tahun 2006. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Gentra Kaheman IPB 2008-2009, HIPMA 2009 (Kesekretariatan), dan Coast Tari FEM (Penanggung jawab kostum) 2008-2009. Penulis dan beberapa teman di AGB 43 pernah menjadi juara 1 tari tradisional pada Sportakuler 2007.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Bersaing Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber, Kota Cilegon, Provinsi Banten”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lingkungan eksternal dan internal, menganalisis posisi bersaing, serta merumuskan alternatif strategi dan merekomendasikan prioritas strategi bersaing yang tepat untuk diterapkan pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2010 Mayasari
UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain : 1.
Keluargaku tersayang : Mama, Papa, Maci, Bapak Sam, Nenek, serta paman dan bibi. Terimakasih atas kasih sayang, doa, dan dukungannya selama ini. Semoga ini bisa menjadi salah satu hal yang dapat membahagiakan dan membanggakan kalian.
2.
Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
3.
Ir. Wahyu Budi Priatna, MSi selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan, kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
4.
Rahmat Yanuar, SP. MSi selaku dosen penguji wakil departemen atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.
5.
Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.
6.
Pihak usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.
7.
Sanmakhrozal Haqiqi, Ayu Firricia Tristianti, Rommi Prastikharisma, dan Akbar Ersya Pratama S.K. atas segala bantuan, doa, dan dukungannya.
8.
Kak Elga, Uin, Ine, Dewi, Yully, Jiban, Mba Pipit, Kak Nene, Sely, Bundo, Bale, Anyez, Mira, Bayu, Adam, Bagus, Firdy, warga Arsida 2, dan seluruh teman-teman AGB 43 atas kebersamaan dan pengalaman yang indah selama ini.
9.
Teman-teman seperjuanganku satu bimbingan : Triana, Widy, Okla atas dukungannya.
10. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, namun tidak menghilangkan rasa terima kasih atas bantuan dan dukungannya kepada penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xv
I
PENDAHULUAN...................................................................... 1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1.2. Perumusan Masalah.............................................................. 1.3. Tujuan Penelitian.................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian................................................................ 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................
1 1 4 7 7 7
II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 2.1. Deskripsi Sate ....................................................................... 2.2. Jenis-Jenis Rumah Makan .................................................... 2.3. Penelitian Terdahulu ............................................................ 2.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ..............................
8 8 9 11 16
III
KERANGKA PEMIKIRAN..................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................... 3.1.1. Konsep Bersaing Perusahaan ..................................... 3.1.2. Konsep Strategi .......................................................... 3.1.3. Jenis-Jenis Strategi ..................................................... 3.1.4. Konsep Manajemen Strategis ..................................... 3.1.5. Visi dan Misi Perusahaan ........................................... 3.1.6. Analisis Lingkungan Bisnis Perusahaan .................... 3.1.6.1. Lingkungan Eksternal .................................... 3.1.6.2. Lingkungan Internal....................................... 3.1.7. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation) ............................. 3.1.8. Matriks Profil Kompetitif (CPM/Competitive Profil Matrix) ........................................................................ 3.1.9. Matriks IE (Internal External Matrix) ....................... 3.1.10. Matriks SWOT (Strengths-WeaknessesOpportunities-Threats) ............................................. 3.1.11. Matriks QSP (Quantitative Strategic Plannning ..... Matrix/QSPM) .......................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional.........................................
19 19 19 19 20 23 25 26 26 31
IV
METODE PENELITIAN ......................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................ 4.2. Metode Penentuan Sampel ................................................... 4.3. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data................................. 4.4.1. Analisis Kualitatif ...................................................... 4.4.2. Analisis Kuantitatif ....................................................
33 33 34 34 35 36 39 39 39 40 40 40 41
V
4.4.2.1. Tahap Masukan (Input Stage) ........................ 4.4.2.2. Tahap Pencocokan (Matching Stage) ............ 4.4.2.3. Tahap Keputusan (Decision Stage) ...............
41 47 50
GAMBARAN UMUM USAHA SATE BEBEK H. SYAFE’I CIBEBER ................................................................................... 5.1. Sejarah Pendirian Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber .... 5.2. Lokasi Usaha ........................................................................ 5.3. Visi dan Misi Usaha ............................................................. 5.4. Karakteristik Konsumen .......................................................
53 53 54 55 55
VI
ANALISIS LINGKUNGAN USAHA SATE BEBEK H. SYAFE’I CIBEBER ................................................................................... 58 6.1. Lingkungan Eksternal .......................................................... 58 6.1.1. Kekuatan Ekonomi ..................................................... 58 6.1.2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan ................................................................ 60 6.1.3. Kekuatan Politik, Pemerintahan, dan Hukum ............ 61 6.1.4. Kekuatan Teknologi ................................................... 62 6.1.5. Kekuatan Kompetitif .................................................. 63 6.2. Lingkungan Internal ............................................................. 68 6.2.1. Manajemen ................................................................. 68 6.2.2. Pemasaran .................................................................. 72 6.2.3. Keuangan/Akuntansi .................................................. 76 6.2.4. Produksi/Operasi ........................................................ 77 6.2.5. Penelitian dan Pengembangan.................................... 79 6.2.6. Sistem Informasi Manajemen .................................... 79
VII
FORMULASI STRATEGI USAHA SATE BEBEK H. SYAFE’I CIBEBER ................................................................................... 81 7.1. Tahap Masukan .................................................................... 81 7.1.1. Identifikasi Faktor Peluang dan Ancaman ................. 81 7.1.2. Identifikasi Faktor Kekuatan dan Kelemahan ............ 84 7.1.3. Analisis Matriks EFE ................................................. 87 7.1.4. Analisis Matriks IFE .................................................. 88 7.1.5. Analisis Matriks Profil Kompetitif............................. 89 7.2. Tahap Pencocokan................................................................ 94 7.2.1. Analisis Matriks IE .................................................... 94 7.2.2. Analisis Matriks SWOT ............................................. 96 7.7.2.1. Strategi S-O ................................................... 97 7.7.2.2. Strategi W-O .................................................. 98 7.7.2.3. Strategi S-T .................................................... 99 7.7.2.4. Strategi W-T .................................................. 100 7.3. Tahap Keputusan 7.3.1. Analisis QSPM ........................................................... 103
VIII
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 8.1. Kesimpulan........................................................................... 8.2. Saran .....................................................................................
105 105 106
xi
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
107
LAMPIRAN ...........................................................................................
109
xii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Rata-Rata Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Banten Tahun 2000-2008 ....................................................................
1
Jumlah Restoran/Rumah Makan di Kota/Kabupaten Provinsi Banten Tahun 2008 ..................................................
3
Produk Domestik Regional Bruto Kota Cilegon Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Pada Tahun 2006-2008 (Juta Rupiah)...........................................................................
3
4.
Studi Terdahulu yang Terkait dengan Penelitian ...................
18
5.
Penilaian Bobot Faktor-Faktor Eksternal Utama Perusahaan ..............................................................................
42
6.
Matriks EFE ............................................................................
43
7.
Penilaian Bobot Faktor-Faktor Internal Utama Perusahaan ..............................................................................
44
8.
Matriks IFE .............................................................................
45
9.
Matriks Profil Kompetitif .......................................................
47
10.
Matriks QSP (QSPM) .............................................................
51
11.
Karakteristik Umum Konsumen Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber Tahun 2010 ..............................................
56
Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Pada Tahun 2006-2008..............
58
Rata-Rata Pengeluaran Makanan Per Kapita Per Bulan Kota Cilegon Tahun 2006-2008 ......................................................
59
14.
Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2004-2009..
60
15.
Perkembangan Harga BBM Tahun 2008-2009 ......................
62
16.
Daftar Harga Menu Pada Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber....................................................................................
73
17.
Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal......................................
81
18.
Faktor-Faktor Lingkungan Internal ........................................
84
19.
Hasil Analisis Matriks EFE ....................................................
87
20.
Hasil Analisis Matriks IFE .....................................................
89
21.
Hasil Analisis CPM ................................................................
92
22.
Prioritas Strategi Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber Tahun 2010 .............................................................................
104
2. 3.
12. 13.
xiii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Model Komprehensif Manajemen Strategis ...........................
25
2.
Kekuatan-Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri ....................................................................................
29
3.
Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................
38
4.
Matriks IE ...............................................................................
46
5.
Matriks SWOT .......................................................................
48
6.
Struktur Organisasi Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber ....
69
7.
Tata Ruang Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber ................
76
8.
Matriks IE Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber ..................
95
9.
Hasil Analisis Matriks SWOT ................................................
97
10.
Usulan Tata Ruang Tanpa Renovasi ......................................
101
11.
Usulan Tata Ruang dengan Renovasi .....................................
102
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman Kuesioner Karakteristik dan Pendapat Konsumen Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber ...............................................
110
Matriks Banding Berpasangan Untuk Pembobotan Faktor Eksternal Utama .....................................................................
113
Penentuan Peringkat (Rating) untuk Faktor Eksternal Utama......................................................................................
116
4.
Perhitungan Matriks EFE .......................................................
118
5.
Matriks Banding Berpasangan untuk Pembobotan Faktor Internal Utama ........................................................................
119
Penentuan Peringkat (Rating) untuk Faktor Internal Utama......................................................................................
122
7.
Perhitungan Matriks IFE ........................................................
124
8.
Matriks Banding Berpasangan untuk Pembobotan Faktor Keberhasilan Penting CPM ....................................................
125
Penentuan Peringkat (Rating) untuk Faktor Keberhasilan Penting CPM ..........................................................................
126
10.
Perhitungan CPM ...................................................................
128
11.
Perhitungan Matriks QSP .......................................................
129
12.
Dokumentasi ...........................................................................
132
2. 3.
6.
9.
xv
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara ke-4 dunia yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2009 diperkirakan mencapai 230.975.120 jiwa. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk sekitar 29 juta jiwa dibandingkan dengan tahun 2000 yang hanya mencapai 202.649.482 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk dapat meningkatkan konsumsi masyarakat, khususnya konsumsi pangan, karena pangan merupakan kebutuhan primer makhluk hidup. Salah satu Provinsi di Indonesia yang juga mengalami peningkatan jumlah penduduk adalah Provinsi Banten. Pada tahun 2009 jumlah penduduk provinsi Banten diperkirakan mencapai 10.761.524 jiwa, padahal pada tahun 2000 jumlahnya hanya mencapai 8.098.000 jiwa1). Rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Banten tahun 2000-2008 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Banten Tahun 2000-2008 No Kabupaten/Kota Pertumbuhan (persen) Kabupaten 1 Pandeglang 0,96 2 Lebak 2,29 3 Tangerang 3,18 4 Serang 1,25 Kota 5 Tangerang 1,82 6 Cilegon 1,93 7 Serang Catatan : Data Kota Serang bergabung dengan Kabupaten Serang Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009)
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa Kabupaten Tangerang memiliki rata-rata laju
pertumbuhan
penduduk
yang
paling
tinggi
dibandingkan
dengan
kabupaten/kota lainnya yang terdapat di Provinsi Banten, yaitu sebesar 3,18 persen. Kemudian diikuti oleh Kabupaten Lebak sebesar 2,29 persen dan Kota Cilegon sebesar 1,93 persen. Sedangkan Kota Tangerang, Serang (kabupaten dan kota), dan Kabupaten Pandeglang secara berturut-turut berada pada peringkat 1)
Proyeksi Penduduk Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2004-2009 http://digilibampl.net/file/pdf/UO-044-01.pdf [Diakses tanggal 15 April 2010]
berikutnya. Pada tahun 2008, Kabupaten Tangerang memiliki jumlah penduduk paling banyak yaitu sebesar 3.574.048 jiwa, sedangkan Kota Cilegon memiliki jumlah penduduk paling sedikit dibandingkan kota/kabupaten lainnya di Provinsi Banten, yaitu hanya mencapai 343.599 jiwa (BPS Provinsi Banten 2009). Gaya hidup super sibuk yang saat ini tengah berkembang, membuat orangorang memilih makanan cepat saji, mudah diperoleh, mudah dikemas, dan sesuai selera. Hal ini menyebabkan kebiasaan makan di luar rumah semakin meningkat. Pada tahun 2009, perusahaan riset Nielsen telah melakukan penelitian tentang tren makan di luar rumah dan hasilnya menunjukkan bahwa kebiasaan tersebut memang sudah mendunia. Dalam hasil penelitian tersebut diketahui bahwa sekitar 44 persen masyarakat dunia, termasuk Indonesia, makan di luar rumah satu hingga tiga kali dalam seminggu dan sekitar 38 persen melakukannya sebulan sekali bahkan kurang2). Peningkatan konsumsi pangan yang didukung oleh perkembangan tren makan di luar rumah menyebabkan bisnis restoran/rumah makan semakin berkembang di Indonesia. Salah satu provinsi yang mengalami perkembangan jumlah restoran/rumah makan adalah Provinsi Banten. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009) menyebutkan bahwa pada tahun 2008 Provinsi Banten memiliki jumlah restoran/rumah makan sebanyak 568 unit. Hal ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 542 unit. Jumlah tersebut tersebar di seluruh kota/kabupaten yang ada di Provinsi Banten yang dapat dilihat Pada Tabel 2. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa Kota Cilegon memiliki jumlah restoran/rumah makan yang terbilang banyak dibandingkan kota/kabupaten lainnya di Provinsi Banten, yaitu menempati urutan ke-3 setelah kota dan Kabupaten Tangerang. Padahal Kota Cilegon memiliki jumlah penduduk paling sedikit dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya.
2)
Hadriani. 2009. Bukan Sekedar Makan. http://dev.tempointeraktif.com [Diakses tanggal 8 April 2010]
2
Tabel 2. Jumlah Restoran/Rumah Makan di Kota/Kabupaten Provinsi Banten Tahun 2008 Kabupaten/Kota Jumlah Restoran/Rumah Makan Kabupaten Pandeglang 83 Lebak 25 Tangerang 161 Serang 88 Kota Tangerang 113 Cilegon 98 Serang Catatan : Data Kota Serang bergabung dengan Kabupaten Serang Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009)
Perkembangan usaha restoran/rumah makan dapat juga dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Cilegon berdasarkan harga konstan tahun 2000 yang meningkat sejak tahun 2006-2008 seperti yang terlihat Pada Tabel 3. Tabel 3. Produk Domestik Regional Bruto Kota Cilegon Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Pada Tahun 2006-2008 (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha 2006 2007*) 2008**) Pertanian, peternakan, 1 kehutanan, dan 262.294,79 265.580,93 267.383,93 perikanan Pertambangan dan 2 8.798,34 9.385,19 10.184,89 penggalian 3 Industri pengolahan 6.315.848,60 6.625.956,77 6.848.341,04 Listrik, gas, dan air 4 925.553,72 921.166,85 911.970,08 bersih 5 Bangunan 43.212,96 46.959,53 49.281,84 Perdagangan, hotel, 6 1.197.149,40 1.343.203,99 1.546.959,42 dan restoran Pengangkutan dan 7 811.879,39 866.322,37 926.106,30 komunikasi Keuangan, persewaan, 8 271.550,42 290.027,59 319.141,64 dan jasa perusahaan 9 Jasa-jasa 136.559,32 150.336,11 167.951,50 Jumlah 9.972.846,95 10.518.939,33 11.047.320,64 Keterangan : * : Angka Perbaikan **: Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Cilegon (2009)
3
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa PDRB Kota Cilegon sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 mengalami peningkatan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kota Cilegon semakin membaik. Salah satu lapangan usaha yang memiliki kontribusi besar dalam laju pertumbuhan ekonomi tersebut adalah lapangan usaha di bidang perdagangan, hotel dan restoran, dimana menempati urutan ke-2 setelah industri pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa lapangan usaha tersebut sangat berkembang di Kota Cilegon. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2008) menyebutkan bahwa yang dimaksud restoran adalah usaha penyedia makanan dan minuman jadi yang pada umumnya dikonsumsi di tempat penjualan, seperti bar, kantin, warung kopi, rumah makan, warung nasi, warung sate, dan lain-lain. Salah satu jenis restoran/rumah makan yang berkembang di Kota Cilegon adalah rumah makan sate bebek. Sate bebek adalah salah satu makanan khas Provinsi Banten yang berasal dari Kota Cilegon, sehingga usaha ini mudah ditemui di kota tersebut. Menurut informasi yang diperoleh dari grup usaha sate bebek Kota Cilegon, rumah makan sate bebek di Kota Cilegon terdiri dari sate bebek H. Syafe’i Cibeber, sate bebek Cindelaras, sate bebek Bang Hazin PCI, sate bebek Abu Faisal, sate bebek Banyu Milli Kang Zukky, sate bebek Nong Inul, warung sate bebek Cibeber dan sate bebek Bung Hatta. Konsep usaha sate bebek pada umumnya berupa rumah makan yang menu utamanya berupa sate dan sop bebek. Ada juga yang menambahkan menu bebek goreng ataupun produk substitusi sate bebek berupa sate ayam, sate kambing, maupun jenis sate lainnya. Salah satu rumah makan sate bebek di Kota Cilegon adalah sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber merupakan pionir usaha sate bebek di Provinsi Banten. Usaha rumah makan sate bebek yang semakin berkembang menyebabkan tingkat persaingan dalam industri rumah makan sate bebek pun semakin tinggi. Hal tersebut menuntut usaha sate bebek H.Syafe’i Cibeber untuk menyiapkan strategi bersaing yang tepat sehingga dapat mengungguli pesaingnya dalam industri. 1.2. Perumusan Masalah Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber berdiri sejak tahun 1977. Pada awalnya, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber memang menguasai industri rumah 4
makan sate bebek, namun seiring dengan berjalannya waktu, muncul usaha-usaha sejenis yang berusaha untuk merebut pasar usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Hal ini terlihat dari penurunan penjualan yang ditandai oleh penurunan jumlah produksi. Sejak tahun 2007, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber mengalami penurunan jumlah bebek yang diproduksi tiap harinya. Sebelum tahun 2007, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat menggunakan 50 ekor bebek per hari, namun sejak tahun 2007 mereka hanya dapat menggunakan 30 ekor bebek per harinya untuk dijadikan sate dan sop bebek. Usaha sate bebek Cindelaras diidentifikasi sebagai salah satu pesaing utama usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, karena memiliki target konsumen yang sama, letaknya berdekatan, dan memiliki konsep usaha yang hampir sama. Harga yang ditawarkan oleh usaha sate bebek Cindelaras sama dengan harga yang ditawarkan oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, yaitu untuk sepuluh tusuk sate bebek harganya Rp 10.000,00, sedangkan untuk satu porsi sop bebek harganya Rp 5.000,00. Letak usaha kedua rumah makan tersebut pun berdekatan. Dalam hal lokasi, sate bebek Cindelaras lebih unggul, karena lokasi usahanya di pinggir jalan, sehingga konsumen dapat dengan mudah menemukan lokasinya dan mudah diakses oleh kendaraan umum maupun pribadi. Berbeda halnya dengan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber yang lokasinya masuk ke perkampungan dengan kondisi jalan yang rusak dan sulit dijangkau oleh angkutan umum. Dalam hal konsep usaha, sate bebek Cindelaras memiliki konsep yang hampir sama dengan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, yaitu rumah makan dengan menu utama yang ditawarkan berupa sate dan sop bebek, dimana konsumen dapat menikmati menu-menu yang tersedia dengan cara lesehan ataupun menggunakan kursi dan meja makan. Selain itu usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber harus menghadapi persaingan yang cukup ketat dengan keberadaan usaha-usaha rumah makan sate bebek lainnya di Kota Cilegon. Masing-masing usaha memiliki kondisi intern yang berbeda, yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan dalam bersaing untuk memperoleh bagian pasar yang ada dalam industri rumah makan sate bebek.
5
Persaingan dengan produk substitusi rumah makan sate bebek berupa rumah makan yang menawarkan sate ayam, sate kambing ataupun jenis sate lainnya dihadapi juga oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Pada umumnya sate ayam ataupun sate kambing memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga sate bebek. Harga sate ayam per sepuluh tusuk di rumah makan yang ada di Kota Cilegon berkisar antara Rp 7.000,00-8.000,00, sedangkan sate kambing pada umumnya dijual dengan harga Rp 9.000,00-10.000,00 per sepuluh tusuk. Contoh lain yang membuktikan bahwa harga sate bebek lebih mahal dibandingkan sate ayam dan sate kambing dapat dilihat di Pondok sate dan sop Asmawi, rumah makan tersebut menjual sate bebek dengan harga Rp 12.000,00 per sepuluh tusuknya sedangkan untuk sate ayam Rp 10.000,00 per sepuluh tusuk, dan sate kambing Rp 11.000,00 per sepuluh tusuknya. Untuk menghadapi hal tersebut, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber perlu meningkatkan posisi saingnya diantara pesaing-pesaing yang ada. Hal ini dapat diwujudkan dengan menerapkan strategi bersaing yang tepat sehingga tercipta suatu keunggulan bersaing dalam usahanya. Penerapan strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan peluang dan berusaha meminimalkan risiko ancaman yang ada di lingkungan eksternal tersebut. Selain itu penerapan strategi juga disesuaikan dengan kondisi internal usaha tersebut. Oleh karena itu, suatu usaha perlu menganalisis lingkungan internalnya, sehingga dapat diidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka pembahasan dalam penelitian ini antara lain : 1)
Faktor eksternal apa saja yang menjadi peluang dan ancaman bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber?
2)
Faktor internal apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber?
3)
Bagaimana posisi bersaing usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dibandingkan pesaing-pesaing utamanya?
4)
Bagaimana alternatif dan prioritas strategi bersaing yang tepat untuk diterapkan pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber?
6
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1)
Menganalisis lingkungan eksternal dan internal usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
2)
Menganalisis posisi bersaing usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
3)
Merumuskan alternatif strategi dan merekomendasikan prioritas strategi bersaing yang tepat untuk diterapkan pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihakpihak yang berkepentingan, seperti : 1)
Pengelola usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi usahanya dalam menerapkan strategi bersaing untuk meningkatkan keunggulan bersaingnya sehingga dapat memenangkan kompetisi dalam industri.
2)
Pembaca. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi mengenai usaha sate bebek dan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
3)
Penulis. Penelitian ini sebagai pengalaman nyata dalam penerapan ilmuilmu yang diperoleh selama kuliah.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya mencakup pengkajian strategi bersaing usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber pusat yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal usaha. Penerapan strategi diserahkan sepenuhnya kepada pengambil keputusan pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Persaingan usaha sate bebek dalam industri rumah makan sate bebek dibatasi berdasarkan wilayah, yaitu Kota Cilegon. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa Kota Cilegon memiliki jumlah usaha sate bebek yang banyak dengan harga yang bersaing.
7
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Sate Sate atau kadang-kadang ditulis satay atau satai adalah makanan yang terbuat dari potongan daging (ayam, kambing, domba, sapi, babi, ikan, dan lainlain) yang dipotong kecil-kecil, dan ditusuk dengan tusukan sate yang biasanya terbuat dari bambu, kemudian dibakar menggunakan bara arang kayu. Sate kemudian disajikan dengan berbagai macam bumbu (bergantung pada variasi resep sate). Sate diketahui berasal dari Jawa, Indonesia, tetapi sate juga populer di negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Sate juga populer di Belanda yang dipengaruhi masakan Indonesia yang dulu merupakan koloninya. Sate dalam versi Jepang disebut yakitori. Cara pembuatannya berbeda-beda tiap daerah, hampir segala jenis daging dapat dibuat sate. Biasanya sate diberi saus berupa sambal kecap atau yang lainnya. Sate dimakan dengan nasi hangat. Namun di beberapa daerah, sate disajikan dengan lontong. Kadang-kadang juga sate dimakan dengan ketupat. Sate diciptakan oleh para pendatang Tionghoa yang menjual daging bakar di pinggir jalan. Kata sate berarti “tiga tingkat” dalam dialek Tionghoa3). Penelitian ini dilakukan pada usaha yang menawarkan sate bebek sebagai menu utamanya. Sate bebek merupakan potongan-potongan kecil daging bebek/itik yang ditusuk dengan penusuk sate yang biasanya terbuat dari bambu. Penampilan sate bebek hampir mirip dengan sate-sate pada umumnya. Hanya saja terdapat perbedaan karakteristik pada dagingnya dan bumbunya. Apabila bebek tidak diolah dengan benar, maka sate bebek akan berbau amis dan dagingnya terasa keras. Menurut penanggung jawab bagian produksi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, untuk menghilangkan bau amisnya maka brutu bebek harus dipotong terlebih dahulu sebelum diolah. Sumber lain mengatakan bahwa agar bebek tidak berbau amis, setelah penyembelihan bebek harus dilumuri oleh cuka atau jeruk nipis, cuci, lalu tiriskan, kemudian dilakukan pemotongan pada brutu bebek. Agar daging bebek empuk, rendam selama 12 jam dan sebelum
3)
2010]
Wikipedia. 2009. Sate. http://id.wikipedia.org/wiki/Sate [Diakses tanggal 6 Januari
pengolahan daging bebek harus direbus selama satu jam dicampur dengan rempah-rempah (serai, jahe, bawang putih, daun jeruk)4). Pada umumnya sate ayam, sate kambing ataupun jenis sate lainnya dicampur dengan bumbu kacang ataupun bumbu kecap saat penyajiannya. Hal tersebut tidak dilakukan pada sate bebek. Sebelum melakukan pembakaran, daging bebek telah dicampur dengan bumbu-bumbu yang membuat rasanya menjadi khas. Sate bebek hanya disajikan dengan potongan bawang merah dan tomat. 2.2. Jenis-Jenis Rumah Makan Rumah makan adalah istilah umum untuk menyebut usaha yang menjual hidangan kepada masyarakat dan menyediakan tempat untuk menikmati hidangan itu. Rumah makan biasanya memiliki spesialisasi dalam jenis makanan yang dijual, misalnya rumah makan padang, rumah makan cepat saji (fast food restaurant) dan sebagainya. Menurut Torsina (2000) jenis rumah makan ada bermacam-macam yang mampu memenuhi kebutuhan selera, citarasa, dan kepuasan konsumen, yaitu : 1.
Family Conventional Restoran tradisi keluarga, mementingkan makanan yang enak, suasana, dan harga yang bersahabat. Jenis restoran ini biasanya menawarkan pelayanan dan dekorasi yang sederhana.
2.
Fast Food Menu yang disajikan telah siap atau segera tersedia, agak terbatas dalam jenis, ruang dengan dekorasi warna-warna utama dan tenang. Harga yang ditawarkan pun relatif mahal serta mengutamakan banyak pelanggan. Produknya dapat dikonsumsi di dalam restoran (eat in) dan dapat dibungkus untuk dimakan di luar restoran (take out).
3.
Speciality Restaurants Restoran ini biasanya terletak jauh dari keramaian, namun menyajikan makanan khas yang menarik perhatian dan berkualitas. Umumnya ditujukan
4)
Kurniawan et al. 2009. Peking Place. http: // www. ciptapangan.com / files /downloadsmodule/ @ random4ac1e97e4e107/1254223145_Bulletin_Bebek1.pdf [Diakses tanggal 11 Februari 2010]
9
kepada turis atau orang-orang yang ingin menraktir teman atau keluarga dalam suasana khas. 4.
Cafetaria Biasanya terletak di dalam perkantoran, pusat perbelanjaan, sekolah atau pabrik-pabrik. Cafetaria menyajikan menu terbatas seperti yang disajikan di rumah, berganti-ganti setiap hari, dan harga ekonomis.
5.
Coffee Shop Ditandai dengan pelayanan makanan secara tepat dan pergantian tempat duduk yang cepat. Terdapat sitting yang menempati counter service untuk menekankan suasana informal. Lokasi utamanya berada di gedung perkantoran atau di pusat perbelanjaan dengan lalu lalang pejalan yang tinggi. Hal ini berguna untuk menarik perhatian pengunjung untuk makan siang atau coffee break (walau pelayanan untuk sarapan pagi juga bisa dilakukan).
6.
Gourmet Merupakan restoran yang berkelas, dengan suasana yang sangat nyaman dan dekorasi yang bersifat artistik. Ditujukan bagi mereka yang menuntut standar penyajian yang tinggi dan bergengsi.
7.
Etnik Menyajikan makanan daerah tertentu yang spesifik. Dekorasi disesuaikan dengan etnik yang bersangkutan. Bahkan pakaian seragam pekerjanya kadang bernuansa etnik.
8.
Snack Bar Ruangannya lebih kecil, cukup untuk melayani orang-orang yang ingin makan kecil atau jajan. Dapat diperoleh volume penjualan yang baik, karena waktu makan yang ditawarkan ditambah dengan pesanan take-out.
9.
Buffet Biasanya berupa swalayan, namun untuk produk minuman wiew, liquor atau bir dapat dilayani dengan khusus. Ciri utama buffet adalah berlakunya satu harga untuk makan sepuasnya apa yang disajikan di buffet. Peragaan dan display makanan sangat memegang peranan di sini sebab langsung menjual dirinya.
10
10. Drive In / Drive Thru or Parking Para pembeli yang menggunakan mobil tidak perlu keluar dari kendaraannya. Pesanan diantar hingga ke mobil untuk eat-in (sementara parkir) atau take away. Jenis makanan harus bisa dikemas secara praktis. Lokasi tertentu harus sesuai untuk tempat parkir mobil/motor. Berdasarkan pembagian jenis rumah makan tersebut, usaha sate bebek H.Syafe’i Cibeber termasuk dalam kelompok rumah makan etnik, karena menu makanan yang ditawarkan merupakan makanan khas Banten yang berasal dari daerah Cibeber, Kota Cilegon. 2.3. Penelitian Terdahulu Ridwansyah (2008) melakukan penelitian tentang strategi pemasaran pada Rumah Makan Sate Kiloan Empuk Cibinong. Rumah Makan Sate Kiloan Cibinong merupakan rumah makan sederhana yang menawarkan sate kambing kepada para konsumennya. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 50 responden, karakteristik konsumen Rumah Makan Sate Kiloan Empuk adalah masyarakat dari daerah sekitar Citeureup dan Cibinong sebesar 74 persen. Responden pria 74 persen dan responden wanita 26 persen dengan kisaran usia 26-35 tahun sebanyak 40 persen. Responden sudah menikah sebesar 72 persen dengan latar belakang pendidikan sama dan lebih tinggi dari SLTA. Pengeluaran konsumsi keluarga per bulan kurang dari Rp 2.000.000,00 dengan rata-rata pekerjaan sebagai karyawan swasta. Pada tahap perkenalan, 50 persen dari responden telah melakukan kunjungan untuk kedua kali dan lebih. Hal ini menunjukkan bahwa Rumah Makan Sate Kiloan Empuk sudah mendapatkan respon penerimaan yang baik dari konsumen. Faktor jarak mempengaruhi keputusan konsumen sebesar 42 persen. Responden kebanyakan mengunjungi pada malam hari sebesar 56 persen. Dari delapan atribut (citarasa sop dan gulainya, keempukan satenya, harga, kuantitas, pelayanan, halal, areal parkir, dan kebersihan), yang paling mempengaruhi keputusan konsumen adalah keempukan satenya sebesar 44 persen serta citarasa sop dan gulainya sebesar 38 persen. Harga yang ditawarkan untuk sate kambing sudah sesuai dengan yang diinginkan pasar Rp 80.000,00 sampai Rp 100.000,00 per kilogram sebesar 84 persen, sedangkan harga sop masih dinilai lebih tinggi 11
dari keinginan pasar Rp 12.000,00 per porsi dibandingkan keinginan konsumen Rp 8.000,00 sampai Rp 10.000,00 per porsi sebesar 76 persen. Konsumen yang mengunjungi Rumah Makan Sate Kiloan Empuk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebesar 40 persen belum menunjukkan loyalitas yang positif atau kesetiaan kepada Rumah Makan Sate Kiloan Empuk dengan tindakan yang dilakukan konsumen bila rumah makan ini tutup adalah mengunjungi rumah makan lain sebesar 66 persen. Rumusan strategi pemasaran yang direkomendasikan kepada pihak Rumah Makan Sate Kiloan Empuk adalah produk yang berkualitas dengan selalu mempertimbangkan bahan baku yang berkualitas, serta dengan mempertahankan keempukan sate dan citarasa sop atau gulainya menjadi prioritas utama. Promosi melalui spanduk yang lebih menarik dan jelas menjadi prioritas ke-2. Prioritas ke3 adalah penetapan harga yang lebih bersaing juga adalah cara yang tepat untuk menembus dan merebut pasar. Untuk lokasi yang sekarang sudah dapat diterima dengan baik oleh konsumen sehingga cukup menjadi prioritas ke-4 dalam pengembangannya. Rumah Makan Sate Kiloan Empuk pada tahap perkenalannya harus mampu mempertahankan kualitas produknya yang menjadi strategi prioritas untuk mempertahankan konsumen yang telah menjadi pelanggan. Dalam penetapan harga, pengelola perlu untuk selalu mengikuti perkembangan pasar industri rumah makan di Citeureup dan Cibinong dengan selalu memantau persaingan harga yang bervariasi di pasar yang dilakukan oleh para pemilik usaha sejenis. Fannani (2006) menganalisis tentang respon dan kepuasan konsumen terhadap sate kelinci Kedai DACI di Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kotamadya Bogor, Provinsi Jawa Barat. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa perkembangan usaha sate kelinci di Kota Bogor berjalan sangat lambat. Hal tersebut bisa dilihat dari kuantitas produsen olahan daging kelinci yang bisa ditemui oleh penulis. Beberapa faktor yang menghambat perkembangan usaha ini seperti: pasokan daging kelinci yang cukup sulit dan mahal, serta persepsi konsumen yang masih awam terhadap kelinci. Berdasarkan hasil analisis tingkat kesesuaian, atribut yang telah memberikan kepuasan tertinggi kepada responden adalah tingkat kematangan,
12
kemudian diikuti oleh atribut ukuran potongan daging dan manfaat produk tersebut. Atribut cara penyajian, merek, dan rasa juga telah memenuhi harapan responden. Urutan tertinggi dari atribut produk dimana kepuasan konsumen belum tercapai adalah kemudahan memperoleh produk. Ini menunjukkan bahwa kinerja produk sate kelinci yang diharapkan oleh responden dari atribut tersebut belum terpenuhi. Peringkat kepentingan atribut produk yang mendapat urutan tertinggi adalah rasa dan yang terendah adalah daya tahan produk. Peringkat kinerja atribut produk yang mendapat urutan tertinggi adalah rasa dan yang terendah adalah daya tahan produk. Rekomendasi alternatif strategi pemasaran yang dapat diterapkan oleh Kedai DACI terhadap produk sate kelinci adalah strategi produk (senantiasa berinovasi melakukan variasi bumbu tersebut sambil tetap memperhatikan kebutuhan konsumen yang cenderung fluktuatif, menggunakan kemasan yang lebih baik seperti penggunaaan styrofoam untuk mengemas produk sate kelinci yang ingin dibawa pulang; Membuat pelayanan delivery pada saat-saat tertentu. Misalnya hanya pada hari Sabtu dan Minggu konsumen dapat menggunakan layanan ini; atau dengan inovasi alternatif teknik pengolahan yang lebih baik sehingga dapat membuat daya tahan produk menjadi lebih lama. Misalnya dengan pemilihan dan penyesuaian bumbu yang lebih berkualitas), strategi harga (efisiensi biaya-biaya produksi khususnya dari faktor bahan baku daging kelinci, sehingga dapat menurunkan Harga Pokok Produksi (HPP) dari sate kelinci sehingga produk ini dapat bersaing dalam faktor harga; Meningkatkan keterampilan sumberdaya manusia di Kedai DACI sehingga mampu mengolah bahan baku secara optimal bahkan bila perlu sampai zero waste. Misalnya dalam proses mengolah karkas menjadi sate kelinci, bagian kelinci yang tidak dapat digunakan karena ukuran potongan yang terlalu kecil. Dengan peningkatan keterampilan ini, diharapkan dapat memperkecil kerugian tersebut), strategi promosi (memperbanyak sentra-sentra penjualan produk sate kelinci, yang berarti perlu adanya peningkatan pangsa pasar dengan cara menarik konsumen baru serta mempertahankan konsumen yang loyal melalui strategi promosi yang baik; Mengoptimalkan media promosi lewat jaringan rekanan Kedai DACI seperti melalui komunitas Pusat Pengembangan Islam Bogor (PPIB) yang dapat
13
terlaksana secara efektif, efisien, dan terjangkau; Menggunakan teknologi seperti website, milis, dan sebagainya untuk mempromosikan produk; Membuat pelayanan delivery pada saat-saat tertentu. Misalnya pada hari Sabtu dan Minggu konsumen dapat menggunakan layanan ini), dan strategi distribusi/lokasi (memisahkan ruang produksi dan ruang pelayanan sehingga penilaian negatif yang mungkin muncul dari konsumen akibat mengetahui proses produksi menjadi terminimalisasi). Isnawati (2009) melakukan analisis strategi bersaing gula rafinasi pada PT Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten. Pada lingkungan eksternal yang menjadi peluang PT JMR adalah bea masuk impor raw sugar rendah, pembatasan kuota impor gula rafinasi, kenaikan bea masuk gula rafinasi impor, pengembangan pasar ekspor, harga BBM yang menurun, kemudahan memasarkan produk ke pasar internasional,
tingginya
kebutuhan
industri
pengguna,
teknologi
yang
berkembang, ketergantungan pemasok rendah, dan ancaman produk subtitusi rendah. Ancaman PT JMR adalah pembatasan jumlah impor raw sugar, rumitnya penyaluran ke daerah, nilai tukar rupiah yang semakin terdepresiasi, persaingan dengan produk gula rafinasi impor, harga gula rafinasi impor lebih rendah, anggapan negatif pasar industri pengguna terhadap gula rafinasi lokal, hambatan untuk masuk industri rendah, pembeli memiliki kekuatan, dan peningkatan jumlah pabrik sejenis. Pada lingkungan internal yang menjadi kekuatan PT JMR adalah produk berkualitas, tim khusus penjualan, distribusi yang luas, tanggung jawab sosial yang tinggi, memiliki budget kontroller, perolehan modal yang mudah, hubungan baik dengan investor dan pemegang saham, pengawasan proses produksi yang baik, loyalitas karyawan tinggi, sumberdaya manusia yang terlatih, orientasi jaminan kualitas produk yang dihasilkan dan komputeriasi dalam sistem pencatatan setiap kegiatannya. Kelemahan PT JMR adalah pasar yang dituju sama dengan perusahaan sejenis, promosi belum optimal, belum memiliki indikator keuangan (rasio keuangan), jumlah produksi yang masih undercapasity, belum adanya program khusus yang mengintegrasikan setiap divisi, dan tenaga kerja IT mengandalkan outsourcing.
14
Hasil Matriks Profil Persaingan (CPM) menunjukkan PT JMR berada pada peringkat ke-3 setelah PT Angels Product, PT Sentra Usahatama Jaya. PT JMR memiliki keunggulan pada produk yang berkualitas dan distribusi serta memiliki kelemahan utama pada daya saing harga Berdasarkan analisis dengan menggunakan matriks IE, maka diperoleh posisi PT JMR berada pada kuadran I. Posisi tersebut dikendalikan oleh strategi grow and build dengan strategi yang umum dilakukan adalah strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh berbagai alternatif strategi yang dapat dijalankan oleh perusahaan, yaitu mengembangkan pasar, meningkatkan mutu dan volume produksi dengan mengoptimalkan quality kontrol dan mesin produksi, memperluas dan memperkuat jaringan distribusi yang ada dalam menghadapi pasar yang masih potensial, memantapkan dan memelihara wilayah pemasaran dalam menghadapi perusahaan sejenis yang lebih gencar dalam promosi, membuat sistem informasi manajemen, mencari tenaga kerja IT yang berpengalaman dengan memanfaatkan teknologi, melakukan promosi yang gencar, dan meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Berdasarkan analisis AHP diperoleh bahwa meningkatkan pelayanan kepada pelanggan merupakan strategi prioritas yang sebaiknya dilaksanakan oleh perusahaan dalam jangka pendek. Penelitian mengenai strategi bersaing juga dilakukan oleh Kristiyani (2008) yang mengkaji strategi bersaing Merdeka Bakery di kota Bogor. Hasilnya menunjukkan bahwa posisi bersaing Merdeka Bakery saat ini berada pada tahap pertahankan dan pelihara (hold and maintain). Strategi yang cocok diterapkan pada tahap ini adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Strategi yang terpilih sebagai prioritas stretegi bersaing Merdeka Bakery secara berturut-turut adalah (1) Melakukan riset pasar untuk memantau perkembangan pemasaran produk dan tingkat persaingan industri, (2) Memperluas wilayah distribusi produk dan memperluas pasar untuk meningkatkan volume penjualan, (3) Mempertahankan dan meningkatkan kualitas/mutu produk untuk meningkatkan penjualan volume penjualan, (4) Meningkatkan kegiatan promosi, (5) Meningkatkan pelayanan kepada konsumen, (6) Meningkatkan diferensiasi
15
produk bakery yang berkualitas dan terus melakukan upaya inovasi dan pengembangan produk untuk menghadapi pesaing dan pendatang baru, (7) Memperbaiki sistem dan fungsi manajemen perusahaan, (8) Meningkatkan produksi perusahaan untuk mencegah produk kosong di toko, (9) melakukan efisiensi biaya. Mayasari (2008) menganalisis strategi bersaing industri kecil makanan tradisional khas Kota Payakumbuh pada industri kecil “Erina”, Kota Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan analisis lingkungan eksternal diketahui bahwa peluang utama “Erina” adalah dukungan dari Dinas Koperasi dan UMKM, sedangkan ancaman utamanya adalah substitusi yang semakin banyak dan dikenal masyarakat. Sedangkan dari analisis lingkungan internalnya diketaui bahwa kekuatan utama “Erina” adalah harga produk yang bersaing, sedangkan kelemahan utamanya yaitu daerah pemasaran yang masih terbatas. Analisis matriks CPM menunjukkan bahwa “Erina” memiliki keunggulan dalam harga jika dibandingkan dengan lima pesaing lainnya. Namun secara total, “Erina” berada pada posisi kedua setelah Tek Tam. Analisis matriks IE menunjukkan bahwa “Erina” berada pada kuadran V, yakni “pertahankan dan pelihara” dimana strategi yang cocok adalah strategi pengembangan produk dan penetrasi pasar. Analisis matriks SWOT menghasilkan tujuh alternatif strategi. Selanjutnya melalui matriks QSP diperoleh tiga alternatif strategi terbaik yaitu, (1) Menjalin kerjasama dengan berbagai macam instansi pemerintah dalam mengembangkan pasar dan menarik investor untuk pengembangan usaha, (2) Melakukan inovasi rasa produk, kemasan, dan mesin-mesin industri melalui kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah, dan (3) Menggencarkan promosi produk. 2.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belum ada penelitian mengenai analisis strategi bersaing pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan beberapa penelitian sebelumnya, baik dari alat bantu analisis maupun lokasi penelitian. Ridwansyah (2008) melakukan penelitiannya di Rumah Makan Sate Kiloan Empuk. Penelitian tersebut memiliki jenis lingkup penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini, yaitu dilakukan 16
di sebuah rumah makan sate, hanya saja jenis sate yang dijual berbeda. Ridwansyah (2008) melakukan penelitian di rumah makan sate kambing, sedangkan penelitian ini dilakukan di rumah makan sate bebek. Perbedaan lainnya yaitu terlihat pada topik penelitian. Fannani (2006) menganalisis respon dan kepuasan konsumen terhadap sate kelinci Kedai DACI di Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kotamadya Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sama halnya dengan penelitian Ridwansyah (2008), Fannani (2006) melakukan penelitian yang lingkupnya di suatu rumah makan sate, hanya saja sate yang dijual di tempat tersebut berbeda dengan penelitian ini, lokasi penelitian Fannani (2006) menjual sate kelinci, sedangkan lokasi penelitian ini menjual sate bebek. Topik penelitian yang berbeda pun terlihat antara penelitian ini dengan penelitian Fannani (2006). Mayasari (2008) menggunakan alat bantu analisis yang sama dengan penelitian ini, yaitu matriks IFE, matriks EFE, matriks profil persaingan (CPM), matriks faktor internal-eksternal (matriks IE), matriks SWOT, dan matriks QSP. Isnawati (2009) dan Kristiyani (2008) juga menggunakan alat bantu analisis yang hampir sama, perbedaannya terlihat pada bagian decision stage. Kedua penelitian tersebut menggunakan AHP, sedangkan penelitian ini menggunakan QSPM. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan semua penelitian sebelumnya terutama dalam hal lokasi penelitian.
17
Tabel 4. Studi Terdahulu yang Terkait dengan Penelitian No. Penulis/Tahun Judul 1 Ridwansyah/2008 Strategi Pemasaran Pada Rumah Makan Sate Kiloan Empuk Cibinong (Kasus Strategi Pemasaran Pada Perusahaan Baru) 2 Fannani/2006 Analisis Respon dan Kepuasan Konsumen Terhadap Sate Kelinci Kedai Daci (Studi Kasus di Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kotamadya Bogor, Provinsi Jawa Barat) 3 Isnawati/2009 Analisis Strategi Bersaing Gula Rafinasi (Studi Pada PT Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) 4 Kristiyani/2008 Analisis Strategi Bersaing Merdeka Bakery, Kota Bogor 5 Mayasari/2008 Analisis Strategi Bersaing Industri Kecil Makanan Tradisional Khas Kota Payakumbuh (Studi Kasus Industri Kecil “Erina”, Kota Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat)
Alat Analisis AHP
IPA
Perbedaan Topik penelitian, penelitian, alat analisis
Topik Penelitian, penelitian, alat analisis
lokasi
lokasi
Matriks IFE, matriks EFE, CPM, Lokasi penelitian, alat analisis matriks IE, SWOT, AHP (pada tahap decision stage) Matriks IFE, matriks EFE, CPM, Lokasi penelitian, alat analisis matriks IE, SWOT, AHP (pada tahap decision stage) Matriks IFE, matriks EFE, CPM, Lokasi penelitian matriks IE, SWOT, QSPM
18
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Bersaing Perusahaan Perusahaan dalam suatu industri selalu mengalami persaingan dalam menjalankan usahanya. Persaingan tersebut timbul akibat adanya beberapa perusahaan sejenis yang bersaing dalam industri. Menurut Porter (1991), suatu industri didefinisikan sebagai sekelompok perusahaan yang menghasilkan produk yang dapat saling menggantikan secara dekat (close substitutions). Persaingan di dalam industri akan menekan tingkat hasil pengembalian modal yang ditanamkan menuju tingkat pengembalian dasar industri yang bersaing atau tingkat pengembalian yang akan dinikmati oleh industri. Setiap perusahaan tidak menginginkan tingkat pengembalian modal yang besarnya di bawah tingkat pengembalian dasar industri dalam jangka panjang, karena adanya alternatif untuk menanamkan modal pada industri lain yang lebih menguntungkan. Jika tingkat pengembalian modal lebih tinggi daripada tingkat pengembalian dasar industri, maka hal ini akan merangsang masuknya arus modal ke dalam industri baik melalui pendatang baru maupun melalui investasi tambahan oleh para pesaing yang sudah ada. Industri yang memiliki kondisi tersebut akan menghadapi suatu persaingan yang ketat di antara perusahaan yang ada. Keunggulan bersaing dapat diperoleh perusahaan melalui penerapan strategi bersaing yang tepat. Strategi bersaing merupakan salah satu strategi bisnis yang berfokus pada peningkatan posisi bersaing produk dan jasa perusahaan dalam industri atau segmen pasar tertentu yang dilayani perusahaan (Hunger & Wheelen 2003). 3.1.2. Konsep Strategi Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Candhler (1962) diacu dalam Rangkuti (2006) menyatakan bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumberdaya. Selanjutnya Learned et al. (1965) diacu dalam Rangkuti (2006) mengemukakan strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing.
19
Dengan demikian, salah satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau tidak. Dalam perkembangannya, konsep strategi terus berkembang. Hal ini dapat ditunjukkan oleh adanya perbedaan konsep mengenai strategi selama 30 tahun terakhir. Argrys (1985), Mintzberg (1979), Steiner dan Miner (1977) diacu dalam Rangkuti (2006) menyatakan strategi merupakan respon, baik secara terusmenerus maupun adaptif, terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Hamel dan Prahalad (1995) diacu dalam Rangkuti (2006), yaitu strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan di masa depan. Dengan demikian, perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat terjadi” bukan dimulai dari “apa yang terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetisi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut yang terdapat dalam Rangkuti (2006) dapat disimpulkan bahwa strategi adalah respon yang dilakukan secara adaptif dan terus menerus terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal untuk mencapai tujuan jangka panjang dan menciptakan keunggulan bersaing. 3.1.3. Jenis-Jenis Strategi David (2009) menyebutkan bahwa strategi yang dapat dijalankan oleh sebuah perusahaan dikategorikan ke dalam 11 strategi alternatif yang terdiri dari strategi integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal, penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, diversifikasi yang terkait, diversifikasi yang tak terkait, penciutan, divestasi, dan likuidasi. Alternatifalternatif strategi tersebut terbagi ke dalam empat strategi generik. Masing-masing strategi tersebut dijelaskan sebagai berikut : 1) Strategi Integrasi Integrasi ke depan, integrasi ke belakang, dan integrasi horizontal secara kolektif kadang disebut sebagai strategi-strategi integrasi vertikal (vertical 20
integration). Strategi-strategi integrasi vertikal memungkinkan sebuah perusahaan memperoleh kendali atas distributor, pemasok dan pesaing. a) Strategi integrasi ke depan (forward integration) berkaitan dengan usaha untuk memperoleh kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas distributor. b) Strategi integrasi ke belakang (backward integration) adalah sebuah strategi yang mengupayakan kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas pemasok perusahaan. Strategi tersebut sangat tepat ketika pemasok perusahaan yang ada saat ini tidak bisa diandalkan, terlampau mahal, atau tidak mampu memenuhi kebutuhan perusahaan. c) Strategi integrasi horizontal (horizontal integration) mengacu pada strategi yang mengupayakan kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas pesaing perusahaan. 2) Strategi Intensif Penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk kadang disebut sebagai strategi-strategi intensif (intensive strategies) sebab hal-hal tersebut mengharuskan adanya upaya-upaya intensif jika posisi kompetitif sebuah perusahaan dengan produk yang ada saat ini ingin membaik. a) Strategi penetrasi pasar (market penetration) adalah strategi yang mengusahakan peningkatan pangsa pasar untuk produk atau jasa yang ada di pasar saat ini melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih besar. Penetrasi
pasar
meliputi
penambahan
jumlah
tenaga
penjualan,
peningkatan pengeluaran untuk iklan, penawaran produk-produk promosi penjualan secara ekstensif, atau pelipatgandaan upaya-upaya pemasaran. b) Strategi pengembangan pasar (market development) meliputi pengenalan produk atau jasa yang ada saat ini ke wilayah-wilayah geografis yang baru. c) Strategi pengembangan produk (product development) adalah sebuah strategi yang mengupayakan peningkatan penjualan dengan cara memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang ada saat ini. 3) Strategi Diversifikasi Strategi ini dimaksudkan untuk menambah produk baru. Strategi ini kurang begitu populer, paling tidak ditinjau dari sisi tingginya tingkatan kesulitan
21
manajemen dalam mengendalikan aktivitas perusahaan yang berbeda. Strategi diversifikasi dibagi menjadi dua, yaitu : a) Strategi diversifikasi terkait, yaitu strategi menambah produk atau jasa yang baru namun masih berkaitan. b) Strategi diversifikasi tak terkait adalah strategi menambah produk atau jasa yang baru namun tidak berkaitan. 4) Strategi Defensif Selain strategi integratif, intensif, dan diversifikasi, organisasi juga dapat melakukan strategi penciutan, divestasi, dan likuidasi. a) Strategi
penciutan
terjadi
jika
sebuah
organisasi
melakukan
pengelompokkan ulang melalui pengurangan biaya atau aset untuk membalik penjualan dan laba yang menurun. Kadang kala disebut pembalikan atau strategi reorganisasional, penciutan dirancang untuk memperkuat kompetisi khusus dasar suatu organisasi. Penciutan bisa melibatkan penjualan lahan dan bangunan untuk mendapatkan kas yang dibutuhkan, memangkas lini produk, menutup bisnis yang tidak menguntungkan, menutup pabrik yang usang, mengotomatisasi proses, mengurangi jumlah karyawan, dan membangun sistem pengendalian beban. b) Strategi divestasi, yaitu menjual suatu divisi atau bagian dari suatu organisasi. Strategi ini sering digunakan untuk meningkatkan modal untuk akuisisi strategis atau investasi lebih lanjut. Divestasi dapat menjadi bagian dari keseluruhan strategi penciutan untuk membebaskan organisasi dari bisnis yang tidak menguntungkan, yang membutuhkan terlalu banyak modal, atau yang tidak begitu sesuai dengan aktivitas-aktivitas perusahaan yang lain. Divestasi juga telah menjadi strategi yang populer bagi perusahaan untuk berfokus pada bisnis inti mereka dan tidak terlalu terdiversifikasi. c) Strategi likuidasi, yaitu menjual semua aset perusahaan secara terpisahpisah untuk kekayaan berwujudnya. Lebih baik menghentikan operasi daripada terus menderita kerugian uang dalam jumlah yang besar.
22
Menurut Porter (1991) terdapat tiga strategi generik yang secara potensial akan berhasil untuk mengungguli perusahaan lain dalam suatu industri, yaitu : 1) Strategi Keunggulan Biaya Strategi keunggulan biaya menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat rendah untuk konsumen yang sangat peka terhadap perubahan harga. Dalam penerapannya, srtrategi keunggulan biaya umumnya harus dilakukan bersama dengan diferensiasi. Sejumlah elemen biaya mempengaruhi penggunaan strategi umum, termasuk skala ekonomis yang dicapai, persentase pemanfaatan kapasitas yang dicapai, serta hubungan dengan pemasok dan distributor. 2) Strategi Diferensiasi Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan jasa yang dianggap unik diseluruh industri dan ditujukan kepada konsumen yang relatif tidak terlalu peduli terhadap perubahan harga. Berbagai strategi memberikan tingkat diferensiasi yang berbeda. Melakukan diferensiasi tidak menjamin munculnya keunggulan kompetitif, terutama bila produk standar cukup memenuhi kebutuhan pelanggan atau apabila pesaing dapat dengan cepat meniru. 3) Strategi fokus Fokus berarti membuat produk dan menyediakan jasa yang memenuhi kebutuhan sejumlah kelompok kecil konsumen. Organisasi yang menerapkan strategi ini dapat memusatkan perhatian pada kelompok pelanggan, pasar geografis atau segmen lini produk tertentu agar dapat melayani pasar sempit namun jelas secara lebih baik daripada para pesaing yang melayani pasar yang lebih luas. 3.1.4 Konsep Manajemen Strategis Menurut David (2009) manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang memampukan sebuah organisasi mencapai tujuannya. Proses manajemen strategis terdiri atas tiga tahap ,yaitu perumusan strategi, penerapan strategi, dan penilaian strategi.
23
1) Perumusan Strategi Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategistrategi alternatif, dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Karena tidak ada organisasi yang memiliki sumber daya yang tak terbatas, para penyusun strategi harus memutuskan strategi alternatif mana yang akan paling menguntungkan perusahaan. 2) Penerapan Strategi Penerapan strategi sering kali disebut “tahap aksi” dari manajemen strategis. Menerapkan strategi berarti memobilisasi karyawan dan manajer untuk melaksanakan strategi yang telah dirumuskan. Sering kali dianggap sebagai tahap yang paling sulit dalam manajemen strategis. Penerapan atau implementasi strategi membutuhkan disiplin, komitmen dan pengorbanan personal. Penerapan strategi yang berhasil bergantung pada kemampuan manajer memotivasi karyawan, yang lebih merupakan seni daripada pengetahuan. 3) Penilaian Strategi Penilaian strategi adalah tahap terakhir dalam manajemen strategis. Tiga aktivitas penilaian strategi yang mendasar adalah (1) peninjauan ulang faktorfaktor eksternal dan internal yang menjadi landasan bagi strategi saat ini, (2) pengukuran kinerja, (3) pengambilan langkah korektif. Aktivitas perumusan, penerapan, dan penilaian terjadi di tiga level hierarki di sebuah organisasi besar : korporat, divisional atau unit bisnis strategis, dan fungsional. Strategi yang diterapkan pada masing-masing tingkatan memiliki bentuk yang berbeda namun tetap mengacu pada tujuan yang ditetapkan. Salah satu cara yang digunakan untuk mempelajari dan mengaplikasikan proses manajemen strategis adalah dengan sebuah model, dimana setiap model mempresentasikan proses tertentu. Model manajemen strategis menurut David (2009) dapat dilihat pada Gambar 1.
24
Melakukan Audit Ekternal
Mengembangkan Pernyataan Visi dan Misi
Menetapkan Tujuan Jangka Panjang
Menciptakan, Mengevaluasi, dan Memilih Strategi
Implementasi StrategiIsu-isu Manajemen
Melakukan Audit Internal
Formulasi Strategi
Mengimplementasi kan StarategiPemasaran, Keuangan, Akuntansi, Litbang, dan isu MIS
Implementasi Strategi
Mengukur dan Mengevaluasi Kinerja
Evaluasi Strategi
Gambar 1. Model Komprehensif Manajemen Strategis Sumber : David (2009)
3.1.5. Visi dan Misi Perusahaan Sangat penting bagi para manajer dan eksekutif di organisasi mana pun untuk sepaham mengenai visi dasar yang ingin diraih perusahaan dalam jangka panjang. Pernyataan visi harus menjawab pernyataan dasar, “Ingin menjadi seperti apakah kita?” Sebuah visi yang jelas akan menjadi dasar bagi pengembangan pernyataan visi yang komprehensif. Pernyataan visi seharusnya dibuat terlebih dahulu dan diutamakan. Pernyataan visi seharusnya singkat, lebih disukai satu kalimat, dan sebisa mungkin masukan diberikan oleh semua manajer dalam mengembangkan pernyataan visi ini
(David 2009). Visi merupakan cita-cita
tentang kondisi di masa yang akan datang yang ingin diwujudkan oleh suatu perusahaan. Dengan kata lain visi berarti cita-cita suatu perusahaan yang digambarkan dalam suatu kalimat yang singkat. David (2009) menyebutkan bahwa pernyataan misi menjawab pertanyaan “Apakah bisnis kita?”. Pernyataan misi yang jelas penting untuk merumuskan tujuan dan formulasi strategi yang efektif. Misi adalah pernyataan jangka panjang 25
mengenai tujuan yang membedakan sebuah bisnis dari perusahaan lain yang serupa. Pernyataan misi menguraikan nilai-nilai dan prioritas dari suatu organisasi serta menggambarkan arah suatu organisasi di masa depan. 3.1.6. Analisis Lingkungan Bisnis Perusahaan Analisis lingkungan diperlukan dalam rangka menilai lingkungan organisasi secara keseluruhan yang meliputi faktor-faktor yang berada di luar (eksternal) maupun di dalam (internal) organisasi yang mempengaruhi kemajuan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara umum lingkungan organisasi meliputi lingkungan eksternal dan lingkungan internal. 3.1.6.1. Lingkungan Eksternal Analisis lingkungan eksternal menekankan pada pengenalan dan evaluasi kecenderungan peristiwa yang berada di luar kendali sebuah perusahaan. Tujuan analisis lingkungan eksternal adalah untuk mengembangkan suatu daftar peluang yang dapat menguntungkan sebuah perusahaan dan ancaman yang harus dihindarinya. David (2009) menyatakan bahwa lingkungan eksternal dibagi menjadi lima kekuatan, yaitu (1) Kekuatan ekonomi, (2) Kekuatan sosial, budaya, demografis, dan lingkungan, (3) Kekuatan politik, pemerintahan, dan hukum, (4) Kekuatan teknologi, dan (5) Kekuatan kompetitif. 1) Kekuatan Ekonomi Layanan konsumen yang lebih baik, ketersediaan yang cepat, operasi produk yang bebas masalah, serta perawatan dan layanan perbaikan yang andal menjadi semakin penting. Saat ini orang-orang bersedia membayar lebih untuk
mendapatkan
layanan
yang
baik
jika
hal
itu
membatasi
ketidaknyamanan. Faktor ekonomi memiliki dampak langsung terhadap daya tarik potensial dari beragam strategi. Setiap segi ekonomi dapat membantu atau menghambat usaha mencapai tujuan perusahaan dan menyebabkan keberhasilan ataupun kegagalan strategi, misalnya, kebijakan perpajakan dapat mengurangi daya tarik investasi dalam suatu industri atau mengurangi pendapatan setelah dipotong pajak dari para konsumen, yang akhirnya mengurangi tingkat pengeluarannya.
26
2) Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan Perubahan sosial, budaya, demografis, dan lingkungan memiliki dampak yang besar atas hampir semua produk, jasa, pasar, dan konsumen. organisasi kecil, besar, laba, dan nirlaba di semua industri dikejutkan dan ditantang oleh peluang dan ancaman yang muncul dari perubahan dalam variabel sosial, budaya, demografis, dan lingkungan. Tren-tren sosial, budaya, demografis, dan lingkungan membentuk cara orang hidup, bekerja, memproduksi, dan mengonsumsi. Tren-tren baru itu menciptakan jenis konsumen dan konsekuensi yang berbeda, menciptakan kebutuhan akan produk, jasa, dan strategi yang berbeda pula. Berbagai interaksi yang terjadi antara satu perusahaan dengan aneka ragam kelompok masyarakat yang dilayani para pengambil keputusan strategis, faktor-faktor sosial sangat penting untuk disadari. Berbagai faktor seperti keyakinan, sistem sosial yang dianut, sikap, opini, bahkan gaya hidup harus dikenali secara tepat. Proses pengenalan ini tidaklah mudah, karena kenyataan menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut selalu berubah, adakalanya dengan intensitas yang sangat tinggi. 3) Kekuatan Politik, Pemerintahan, dan Hukum Pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan pembuat regulasi, deregulasi, penyubsidi, pemberi kerja, dan konsumen utama organisasi. Oleh karena
itu,
faktor-faktor
politik,
pemerintahan,
dan
hukum
dapat
merepresentasikan peluang atau ancaman utama baik bagi organisasi kecil maupun besar. Kesalingtergantungan global yang semakin meningkat di kalangan ekonomi, pasar, pemerintah, dan organisasi memaksa perusahaan untuk mempertimbangkan dampak potensial dari variabel-variabel politik dalam perumusan dan penerapan strategi kompetitif mereka. Undang-undang, badan pembuat peraturan, dan kelompok kepentingan khusus dapat memberi dampak yang besar terhadap strategi dari organisasi kecil, besar, laba, dan nirlaba. Banyak perusahaan telah mengubah atau meninggalkan strategi masa lalu karena aksi politis atau pemerintahan.
27
4) Faktor Teknologi Perubahan dan penemuan teknologi yang revolusioner memiliki dampak yang dramatis terhadap organisasi. Kemajuan superkonduktivitas saja, yang meningkatkan daya produk-produk elektrik dengan mengurangi resistensi pada arus, telah merevolusi operasi bisnis, khususnya dalam industri transportasi, utilitas, perawatan kesehatan, kelistrikan, dan komputer. Internet bertindak sebagai mesin ekonomi nasional dan global yang memacu pertumbuhan, sebuah faktor yang sanagt penting dalam kemampuan sebuah negara untuk meningkatkan standar hidup. Internet juga membuat perusahaan mampu menghemat miliaran rupiah biaya distribusi dan transaksi dari penjualan langsung ke sistem swalayan. Internet mengubah hakikat terdalam dari peluang dan ancaman dengan mengubah siklus hidup produk, meningkatkan kecepatan distribusi, menciptakan produk dan jasa baru, menghapuskan batasan-batasan pasar geografis tradisional, dan mengubah perimbangan historis antara standarisasi produk dan fleksibilitas. 5) Faktor Kompetitif Model lima kekuatan Porter tentang analisis kompetitif merupakan pendekatan yang digunakan secara luas untuk mengembangkan strategi dalam banyak industri. Menurut Porter (1991) hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima kekuatan, yaitu ancaman masuknya pendatang baru, ancaman produk atau jasa pengganti, kekuatan tawarmenawar pembeli, kekuatan tawar-menawar pemasok, dan persaingan di antara perusahaan yang ada. Hal tersebut seperti terlihat pada Gambar 2. a) Ancaman Masuknya Pendatang Baru Masuknya perusahaan sebagai pendatang baru akan berimplikasi terhadap perusahaan yang sudah ada, seperti kapasitas bertambah, terjadinya perebutan pangsa pasar, dan perebutan sumber daya produksi yang terbatas. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan ancaman bagi perusahaan yang telah ada. Terdapat beberapa faktor penghambat pendatang baru untuk masuk ke dalam suatu industri yang sering disebut hambatan masuk.
28
Pendatang baru potensial Ancaman masuknya pendatang baru Kekuatan tawarmenawar pemasok
Persaingan di kalangan anggota industri
Pemasok
Pembeli Persaingan di antara perusahaan yang ada
Kekuatan tawar menawar pembeli
Ancaman produk atau jasa pengganti Produk pengganti Gambar 2. Kekuatan-Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri Sumber : Porter (1991)
Faktor-faktor hambatan masuk adalah : i. Skala Ekonomis Skala ekonomis menggambarkan turunnya biaya satuan (unit cost) suatu produk apabila volume absolut per periode meningkat. Skala ekonomis ini akan menghalangi masuknya pendatang baru dengan memaksa para pendatang baru tersebut untuk masuk pada skala besar dan menghadapi risiko adanya reaksi keras dari pesaing yang ada atau masuk dengan skala kecil dan beroperasi dengan biaya yang tidak menguntungkan. ii. Diferensiasi Produk Diferensiasi menciptakan hambatan masuk dengan memaksa pendatang baru mengeluarkan biaya yang besar untuk mengatasi kesetiaan pelanggan yang ada. Kondisi ini biasanya akan berdampak terhadap kerugian di saat awal dan seringkali bertahan untuk waktu yang cukup panjang.
29
iii. Kebutuhan Modal Kebutuhan untuk menanamkan sumberdaya keuangan yang besar agar mampu bersaing akan menciptakan hambatan masuk bagi pemain baru, terutama jika modal tersebut diperlukan untuk periklanan di saat awal yang tidak dapat kembali atau untuk kegiatan riset dan pengembangan yang penuh risiko. iv. Biaya Beralih Pemasok Biaya beralih pemasok adalah biaya satu kali yang harus dikeluarkan pembeli apabila berpindah dari produk pemasok tertentu ke produk pemasok lainnya. Jika biaya peralihan ini tinggi maka pendatang baru harus menawarkan penyempurnaan yang besar dalam hal biaya atau prestasi agar pembeli mau beralih dari pemasok lama. v. Akses ke Saluran Distribusi Hambatan masuk dapat ditimbulkan dengan adanya kebutuhan dari pendatang baru untuk mengamankan distribusi produknya. Apabila saluran distribusi untuk produk tersebut telah dikuasai oleh perusahaan yang sudah mapan, perusahaan baru mungkin sulit memasuki saluran yang ada dan harus mengeluarkan biaya yang besar untuk membangun saluran sendiri. vi. Biaya Tak Menguntungkan Terlepas dari Skala Perusahaan yang telah mapan mungkin mempunyai keunggulan biaya yang mungkin tidak dapat ditiru oleh pendatang baru yang akan masuk ke dalam industri. Adapun keunggulan-keunggulan yang dimaksud adalah teknologi produk milik sendiri, penguasaan atas bahan baku, lokasi yang menguntungkan, subsidi pemerintah, dan kurva belajar atau pengalaman. b) Ancaman Produk Substitusi Perusahaan-perusahaan yang berada dalam suatu industri tertentu akan bersaing pula dengan produk pengganti karena produk pengganti membatasi laba potensial dari industri. Ancaman produk substitusi kuat jika konsumen dihadapkan pada switching cost yang sedikit atau produk
30
substitusi memiliki harga yang lebih murah tapi dengan kualitas sama bahkan lebih tinggi dari produk-produk suatu industri. c) Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli Para pembeli dapat bersaing dengan industri dengan cara memaksa harga turun, meningkatkan mutu produk, dan pelayanan yang lebih baik. Kelompok pembeli dikatakan kuat jika kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah besar, produk yang dibeli standar atau tidak terdiferensiasi, pembeli menghadapi biaya peralihan yang kecil, pembeli mendapatkan laba kecil, pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik, produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli, dan pembeli memiliki informasi lengkap. d) Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok Pemasok dapat mempengaruhi para peserta industri melalui kemampuan pemasok untuk menaikkan harga atau menurunkan kualitas produk atau jasa yang dibeli. Pemasok dikatakan memiliki daya tawar yang kuat apabila pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terkonsentrasi daripada industri dimana mereka menjual, pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada industri, industri bukan merupakan pelanggan yang penting bagi kelompok pemasok, produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli, produk pemasok terdiferensiasi atau pemasok telah menciptakan biaya peralihan, dan kelompok pemasok memperlihatkan ancaman yang meyakinkan untuk melakukan integrasi maju. e) Tingkat Persaingan dalam Industri Persaingan dalam industri akan mempengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan. Tingkat persaingan dalam industri dipengaruhi oleh jumlah kompetitor, tingkat pertumbuhan industri, karakteristik produk, biaya tetap yang besar, kapasitas, dan hambatan keluar. 3.1.6.3. Lingkungan Internal Lingkungan internal perusahaan adalah lingkungan yang berada di dalam perusahan tersebut dan secara normal memiliki implikasi langsung dan khusus pada perusahaan serta mempengaruhi arah dan kinerja perusahaan dalam 31
pencapaian tujuannya. Lingkungan internal dapat menentukan kinerja perusahaan sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki, kapabilitas, dan kompetensi inti. Analisis lingkungan internal dimaksudkan untuk mengembangkan daftar kekuatan yang dimanfaatkan oleh perusahaan dan daftar kelemahan yang harus diatasi oleh perusahaan tersebut. Pendekatan fungsional diperlukan untuk menganalisis lingkungan internal perusahaan. Menurut David (2009) bidang fungsional yang menjadi variabel dalam analisis internal adalah : 1) Manajemen Manajemen merupakan suatu tingkatan sistem pengaturan organisasi yang mencakup sistem produksi, pemasaran, pengelolaan sumberdaya manusia dan keuangan. Fungsi manajemen terdiri dari lima aktivitas dasar yaitu perencanaan,
pengorganisasian,
pemotivasian,
penempatan
staf
dan
pengendalian. 2) Pemasaran Pemasaran
dapat
digambarkan
sebagai
proses
mendefinisikan,
mengantisipasi, menciptakan, serta memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan atas barang dan jasa. Pemasaran terkait dengan bauran pemasaran. Untuk suatu rumah makan, bauran pemasarannya terdiri dari tujuh elemen. Dibb dan Simkin (1993) diacu dalam Tjiptono dan Chandra (2007) menyatakan bahwa tujuh elemen bauran pemasaran jasa yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), promosi (promotion), orang (people), proses (process), dan bukti fisik (physical evidence). 3) Keuangan/Akuntansi Kondisi keuangan sering dijadikan ukuran tunggal terbaik dalam menentukan posisi persaingan. Selain itu, kondisi keuangan perusahaan juga dapat menjadi daya tarik bagi investor. Penetapan kekuatan dan kelemahan finansial dibuat penting untuk memformulasikan strategi secara efektif. 4) Produksi/Operasi Produksi/operasi dalam suatu perusahaan marupakan seluruh aktivitas yang mengubah menjadi input menjadi output berupa barang atau jasa. Manajemen produksi dan operasi erat kaitannya dengan input, proses, dan output.
32
5) Penelitian dan Pengembangan Arah operasi internal ke-5 yang harus dicermati kekuatan dan kelemahannya adalah penelitian dan pengembangan (litbang). Saat ini banyak perusahaan yang tidak memiliki divisi litbang, tetapi banyak perusahaan lain bergantung pada aktivitas litbang yang berhasil untuk bertahan. Penelitian dan pengembangan biasanya diarahkan pada produk-produk baru sebelum pesaing melakukannya. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan pemasaran serta mendapatkan keunggulan dari biaya melalui efisiensi. 6) Sistem Informasi Manajemen Informasi menghubungkan semua fungsi bisnis dan menyediakan landasan bagi semua keputusan manajerial. Informasi merupakan batu pertama bagi semua organisasi. Informasi mempresentasikan sumber penting keunggulan atau kelemahan manajemen kompetitif. Menilai kekuatan dan kelemahan internal sebuah perusahaan dalam sistem informasi adalah dimensi yang penting dari suatu audit internal. Sistem informasi manajemen (SIM) mengumpulkan data mengenai pemasaran, keuangan, produksi, dan hal-hal yang terkait dengan personalia secara internal. SIM juga mengumpulkan data mengenai faktor-faktor sosial, budaya, demografis, lingkungan, ekonomi, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, dan kompetitif secara eksternal. 3.1.7. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation) Matriks
IFE
(Internal
Factor
Evaluation)
ditujukan
untuk
mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki unit yang dianalisis. Matriks EFE (External Factor Evaluation) ditujukan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan mengukur sejauh mana peluang dan ancaman yang dihadapi unit yang dianalisis. 3.1.8. Matriks Profil Kompetitif (CPM/Competitive Profile Matrix) Matriks Profil Kompetitif dipergunakan untuk mengidentifikasi pesaingpesaing utama suatu perusahaan serta kekuatan dan kelemahan khusus mereka dalam hubungannya dengan posisi strategis perusahaan sampel. Bobot dan skor bobot total baik dalam Matriks Profil Kompetitif maupun Evaluasi Faktor Eksternal memiliki arti yang sama. Namun demikian, faktor keberhasilan penting 33
(critical success) dalam Matriks Profil Kompetitif mencakup baik isu-isu internal maupun eksternal.. 3.1.9. Matriks IE (Internal External Matrix) Matriks
internal-eksternal
menggunakan
parameter
yang
meliputi
parameter kekuatan internal dan pengaruh eksternal perusahaan yang masingmasing akan diidentifikasi ke dalam elemen eksternal dan internal melalui matriks EFE dan IFE. Tujuan penggunaan matriks IE adalah untuk memperoleh strategi bisnis ditingkat perusahaan yang lebih detail (Rangkuti 2006). Menurut David (2009) tujuan melakukan audit eksternal dalam suatu matriks EFE adalah untuk mengembangkan daftar terbatas peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan dan ancaman yang harus dihindari. Penggunaan istilah terbatas mengacu pada pengertian bahwa analisis eksternal tidak bertujuan untuk mengembangkan daftar panjang dan lengkap dari setiap faktor kemungkinan yang dapat mempengaruhi bisnis. Audit eksternal tersebut meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, dan persaingan. Sementara audit internal dalam matriks IFE dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan internal perusahaan di bidang-bidang fungsional, termasuk manajemen, pemasaran, keuangan atau akuntansi, produksi/operasi, pendidikan dan pengembangan serta sistem informasi manajemen. Penggabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks IE yang menghasilkan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang memiliki implikasi strategi berbeda, yaitu tumbuh dan membangun (grow and build), menjaga dan mempertahankan (hold and maintain), serta panen atau divestasi (harvest or divest). 3.1.10 Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) adalah sebuah alat pencocokkan yang penting yang membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi, yaitu strategi SO (kekuatan-peluang), strategi WO (kelemahan-peluang), strategi ST (kekuatan-ancaman), dan strategi WT (kelemahan-ancaman). 34
Strategi SO memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal. Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal. Strategi ST menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Strategi WT merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal. 3.1.11. Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning Matrix/QSPM) Matriks perencanaan strategis kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix/QSPM) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi alternatif strategi mana yang terbaik. QSPM menggunakan input dari analisis tahap pertama, yaitu matriks EFE, IFE, dan CPM serta input dari hasil pencocokan pada tahap kedua, misalnya matriks IE atau matriks SWOT untuk menentukan secara objektif diantara alternatif strategi. Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal. Daya tarik relatif dari setiap strategi di dalam rangkaian alternatif dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari setiap faktor keberhasilan penting eksternal dan internal. Adapun keunggulan QSPM antara lain set strategi dapat dievaluasi secara bertahap atau bersama-sama, tidak ada batasan untuk jumlah strategi yang dapat dievaluasi atau jumlah set strategi yang dapat dievaluasi, mendorong para penyusun strategi untuk memasukkan faktor-faktor eksternal dan internal yang relevan ke dalam proses keputusan, penggunaan QSPM dapat diadaptasikan untuk diaplikasikan oleh organisasi kecil, besar, berorientasi laba maupun nirlaba, dan dapat diaplikasikan untuk hampir semua tipe organisasi. Akan tetapi, disamping memiliki kelebihan, QSPM juga memiliki keterbatasan, yaitu QSPM selalu membutuhkan penilaian intuitif dan asumsi yang mendasar, serta QSPM hanya dapat bermanfaat sebagai informasi pendahuluan dan analisis pencocokan yang mendasari penyusunannya.
35
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Sate bebek merupakan salah satu makanan khas Provinsi Banten yang berasal dari Kota Cilegon. H. Syafe’i merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan dan membuka usaha sate bebek di Cibeber, Cilegon. Keberhasilan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber membuat banyak orang tertarik untuk membuka usaha sejenis, sehingga usaha sate bebekpun berkembang di Kota Cilegon. Persaingan ketat yang dihadapi oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber menyebabkan penurunan penjualan. Hal ini terlihat dari jumlah penggunaan bebek tiap harinya. Sejak tahun 2007, usaha sate bebek H. Syafe’i menggunakan 30 ekor bebek per harinya untuk dijadikan sate dan sop bebek. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, mereka menggunakan 50 ekor bebek per harinya. Salah satu pesaing utama usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah sate bebek Cindelaras. Hal ini disebabkan karena lokasinya yang berdekatan serta memiliki target konsumen dan konsep usaha yang hampir sama. Lokasi sate bebek Cindelaras lebih strategis dibandingkan dengan dengan lokasi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Cindelaras berlokasi di Jalan Raya Cilegon, sehingga mudah dilihat dan mudah dijangkau oleh konsumennya, sedangkan sate bebek H. Syafe’i Cibeber terletak di dalam perkampungan (100 m dari Jalan Raya Cilegon). Selain itu, sate bebek Cindelaras juga menawarkan harga sate dan sop yang sama dengan sate bebek H. Syafe’i Cibeber serta memiliki konsep usaha yang sama yaitu rumah makan yang menawarkan sate dan sop bebek dimana konsumennya dapat menikmati menu tersebut dengan cara lesehan ataupun tidak. Persaingan juga muncul dari produk-produk substitusi rumah makan sate bebek seperti rumah makan yang menjual sate ayam, sate kambing, dan berbagai jenis sate lainnya, dimana harga sate-sate tersebut lebih rendah dibandingkan dengan sate bebek. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi bersaing yang tepat agar usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat bertahan dan meningkatkan keunggulan bersaingnya. Perumusan strategi diawali dengan identifikasi visi dan misi perusahaan. Formulasi atau perumusan strategi bersaing ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu tahap pemasukan data (input stage), tahap pencocokan (matching stage), dan
36
tahap pengambilan keputusan (decision stage). Pada tahap pemasukan data, dilakukan analisis lingkungan eksternal dan internal untuk mengetahui peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan yang ada di lingkungan usaha. Analisis lingkungan eksternal terdiri dari kekuatan ekonomi; kekuatan sosial, budaya, demografis, dan lingkungan; kekuatan politik, pemerintahan, dan hukum; kekuatan teknologi; serta kekuatan kompetitif yang berdasarkan lima kekuatan Porter yaitu ancaman masuk pendatang baru, kekuatan tawar-menawar pemasok, ancaman produk/jasa pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli, dan persaingan diantara pesaing yang ada. Selain analisis lingkungan eksternal, dilakukan juga analisis lingkungan internal yaitu dengan menganalisis kondisi fungsional perusahaan seperti manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi,
penelitian
dan
pengembangan,
serta
sistem
informasi
manajemen. Hasil dari identifikasi peluang dan ancaman pada analisis eksternal dituangkan pada matriks EFE, sedangkan hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan pada analisis internal dituangkan dalam matriks IFE. Selain itu digunakan pula matriks profil kompetitif untuk mengetahui posisi strategis perusahaan yang dianalisis dibandingkan dengan pesaing-pesaing utamanya. Tahap kedua adalah tahap pencocokan (matching stage). Pada tahap ini dilakukan plot dari hasil matriks EFE dan IFE ke dalam matriks IE, sehingga didapat sel posisi perusahaan di dalam industri. Setelah mengetahui tipe strategi yang cocok diterapkan perusahaan berdasarkan posisi perusahaan, dilanjutkan dengan penyusunan matriks SWOT untuk merumuskan beberapa alternatif strategi yang dapat diterapkan perusahaan. Tahap terakhir adalah tahap pengambilan keputusan (decision stage). Pada tahap ini akan diputuskan beberapa prioritas strategi yang layak untuk diterapkan dengan menggunakan QSPM. Maka dari ketiga tahap tersebut akan diperoleh strategi bersaing yang dapat diprioritaskan untuk diterapkan oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
37
• Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber : Pionir usaha sate bebek Persaingan dari usaha sejenis dan produk substitusi semakin ketat Penurunan penjualan
Identifikasi visi dan misi sate bebek H. Syafe’i Cibeber
Analisis Lingkungan Eksternal Perusahaan : • Ekonomi • Sosial, budaya, demografis, dan lingkungan • Politik, pemerintahan, dan hukum • Teknologi • Kompetitif : Ancaman masuknya pendatang baru Kekuatan tawar-menawar pemasok Ancaman produk pengganti Kekuatan tawar-menawar pembeli Persaingan antara perusahaan yang ada
Analisis Lingkungan Internal Perusahaan : • Manajemen • Pemasaran • Keuangan/akuntansi • Produksi/operasi • Penelitian dan Pengembangan • Sistem Manajemen Informasi
Kekuatan dan Kelemahan (Matriks IFE)
CPM
Peluang dan Ancaman (Matriks EFE)
Tahap pencocokan melalui matriks IE dan SWOT Tahap keputusan melalui matriks QSP
Strategi bersaing usaha sate bebek H. Syafei’i Cibeber Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
38
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa usaha tersebut merupakan pionir usaha sate bebek dan mengalami penurunan penjualan. Pengumpulan dan analisis data dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2010. 4.2. Metode Penentuan Sampel Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, dimana pemilihan responden dilakukan secara sengaja. Responden yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal meliputi penanggung jawab bagian produksi, keuangan, dan pemasaran. Pemilihan responden internal dilakukan dengan alasan bahwa para responden tersebut dapat mewakili usaha sate bebek H.Syafe’i Cibeber dan memiliki wewenang dalam menentukan strategi perusahaan. Pihak eksternal yaitu kepala bidang pariwisata Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Cilegon serta penggagas grup usaha sate bebek Kota Cilegon. Pemilihan responden eksternal tersebut didasarkan bahwa pihak tersebut mengetahui kondisi atau lingkungan bisnis rumah makan sate bebek di Kota Cilegon. Selain itu 30 orang konsumen usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber juga dipilih menjadi responden eksternal. Konsumen dipilih dengan menggunakan convenience sampling, dimana konsumen yang dapat menjadi responden adalah konsumen yang telah mengunjungi dan mengonsumsi sate bebek H.Syafe’i Cibeber minimal sebanyak dua kali. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa konsumen tersebut sudah dapat menilai usaha ini dan memberikan pendapatnya. Konsumen yang dipilih pun harus memiliki usia minimal 17 tahun, hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa pada usia tersebut konsumen sudah dapat memahami dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dengan benar. Pemilihan konsumen sebagai responden dilakukan untuk mengetahui gambaran umum karakteristik konsumennya dan mengetahui pendapat mereka tentang usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Adanya keterlibatan pihak eksternal dalam
penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan alternatif strategi yang lebih objektif. 4.3. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung baik dengan cara pengamatan (observasi) di lapangan maupun dengan menggunakan kuesioner terhadap responden, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang telah terdokumentasi sebelumnya. Pada penelitian ini, data primer dikumpulkan dan diperoleh secara langsung melalui pengamatan (observasi) di lapangan, wawancara dengan pihak manajemen usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber yang memiliki kontribusi besar dalam merumuskan strategi perusahaan dan pengisian kuesioner oleh responden terpilih yang dianggap mengerti tentang lingkungan perusahaan. Selain itu pengisian kuesioner pun dilakukan oleh konsumen untuk mengetahui karakteristik dan pendapat konsumen sebagai pertimbangan dalam merumuskan strategi bersaing usaha tersebut. Data sekunder berasal dari studi literatur berbagai buku, skripsi, internet dan instansi-instansi terkait seperti perpustakaan IPB serta Badan Pusat Statistik Provinsi Banten dan Kota Cilegon. 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan dan analisis data terdiri dari analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggunakan metode deskriptif, sedangkan analisis kuantitatif menggunakan alat bantu analisis berupa matriks IFE, matriks EFE, matriks profil kompetitif (CPM), matriks faktor internal-eksternal (matriks IE), matriks SWOT, dan matriks QSP. 4.4.1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Menurut Nazir (2005) metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa mendatang. Tujuan dari penelitian ini ialah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang
40
diselidiki. Metode deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan gambaran umum usaha, mendefinisikan visi dan misi, serta mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal dari usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber sehingga dapat menggambarkan kondisi riilnya. 4.4.2. Analisis Kuantitatif Analisis Kuantitatif dalam penelitian ini meliputi proses perumusan strategi yang terdiri dari tahap masukan (input stage), tahap pencocokan (matching stage), dan tahap keputusan (decision stage) dengan menggunakan alat bantu berupa matriks EFE dan IFE, CPM, analisis IE, analisis SWOT, serta QSPM. 4.4.2.1. Tahap Masukan (Input Stage) 1) Analisis EFE dan IFE Informasi yang diperoleh dari tahap input dianalisis secara deskriptif untuk memberikan gambaran umum usaha, mendefinisikan visi dan misi, serta mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal dari usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber sehingga dapat menggambarkan kondisi riilnya. Informasi tersebut kemudian diklasifikasikan secara kualitatif menurut analisis lingkungan eksternal untuk mengetahui peluang dan ancaman, kemudian juga mengklasifikasikan lingkungan internal untuk menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Daftar peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan yang ada, kemudian dievaluasi dan dibuat dalam bentuk matriks EFE dan IFE. a) Matriks EFE Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, dan persaingan dalam industri dimana perusahaan berada. Tahapan kerja matriks EFE menurut David (2009) adalah sebagai berikut : i. Membuat daftar faktor-faktor eksternal utama yang terdiri dari 10 faktor yang mencakup peluang dan ancaman. Menuliskan peluang terlebih dahulu kemudian ancaman. 41
ii. Menentukan bobot pada analisis ekternal perusahaan yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada responden terpilih dengan menggunakan metode paired comparison (Kinnear dan Taylor 2001). Untuk menentukan bobot setiap faktor eksternal utama menggunakan skala 1, 2, dan 3. 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bobot setiap faktor eksternal utama diperoleh dengan membagi sejumlah nilai setiap faktor eksternal utama terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor eksternal utama dengan menggunkan rumus :
αi = Keterangan : αi = bobot faktor-faktor eksternal utama ke-i Xi = nilai faktor-faktor eksternal utama ke-i i
= 1, 2, 3,…,10
n = 10 faktor eksternal utama Tabel 5. Penilaian Bobot Faktor-Faktor Eksternal Utama Perusahaan Faktor-Faktor Eksternal Utama A B C … J Total A B C … J Total
Bobot
Sumber : Kinnear dan Taylor (2001)
Adapun bobot yang diberikan berkisar 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting) untuk masing-masing faktor eksternal utama. Bobot yang diberikan kepada masing-masing faktor eksternal utama mengindikasikan tingkat penting relatif dari faktor eksternal utama terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri. Peluang sering kali mendapat bobot yang lebih tinggi daripada ancaman, tetapi ancaman
42
bisa diberi bobot tinggi terutama jika ancaman tersebut sangat parah atau mengancam. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0. iii. Memberikan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor eksternal
utama
untuk
menunjukkan
seberapa
efektif
strategi
perusahaan saat ini dalam merespon faktor tersebut, dimana 4 = responnya sangat bagus, 3 = responnya di atas rata-rata, 2 = responnya rata-rata, dan 1 = responnya di bawah rata-rata. Peringkat didasarkan pada keefektifan strategi perusahaan. Oleh karena itu peringkat tersebut berbeda antar perusahaan, sementara bobot berbasis industri. Peluang dan ancaman dapat menerima peringkat 1, 2, 3, atau 4. iv. Mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot. Semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh skor bobot total. Skor bobot total akan berkisar antara 1 sampai 4 dengan rata-rata 2,5. Skor bobot total sebesar 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi merespon dengan sangat baik terhadap peluang dan ancaman yang ada dalam industrinya. Dengan kata lain, strategi perusahaan secara efektif mengambil keuntungan dari peluang yang ada saat ini dan meminimalkan efek yang mungkin muncul dari ancaman eksternal. Total nilai 1,0 mengindikasikan bahwa strategi perusahaan tidak mampu memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman yang muncul. Tabel 6. Matriks EFE Faktor-Faktor Eksternal Utama Peluang 1. 5. Ancaman 1. 5. Total
Bobot
Peringkat
Skor Bobot
1,00
Sumber : David (2009)
43
b) Matriks IFE Matriks IFE digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Adapun tahapan kerja dalam membuat matriks IFE adalah sebagai berikut : i. Membuat daftar faktor-faktor internal utama yang terdiri dari 10 faktor yang mencakup kekuatan dan kelemahan. Menuliskan kekuatan terlebih dahulu kemudian kelemahan. ii. Menentukan bobot pada analisis internal perusahaan dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan kepada responden terpilih dengan menggunakan metode paired comparison (Kinnear dan Taylor 2001). Untuk menentukan bobot setiap faktor internal utama menggunakan skala 1,2, dan 3. 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal. 2 = Jika indikator horizantol sama penting daripada indikator vertikal. 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal. Bobot setiap faktor internal utama diperoleh dengan membagi jumlah nilai setiap faktor internal utama terhadap jumlah nilai keseluruhan faktor internal utama dengan menggunakan rumus : αi = Keterangan : αi = bobot faktor-faktor internal utama ke-i Xi = nilai faktor-faktor internal utama ke-i i = 1,2,3,…,10 n = 10 faktor internal utama Tabel 7. Penilaian Bobot Faktor-Faktor Internal Utama Perusahaan Faktor-Faktor Internal Utama A B C … J Total A B C … J Total
Bobot
Sumber : Kinnear dan Taylor (2001)
44
Adapun bobot yang diberikan berkisar 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting) untuk masing-masing faktor internal utama. Bobot yang
diberikan
kepada
masing-masing
faktor
internal
utama
mengindikasikan tingkat penting relatif dari faktor internal utama terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri. Tanpa memandang apakah faktor utama itu adalah kekuatan dan kelemahan internal, faktor internal utama yang dianggap memiliki pengaruh paling besar dalam kinerja perusahaan harus diberikan bobot yang paling tinggi. Jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0. iii. Memberikan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut menunjukkan kelemahan utama (peringkat = 1) atau kelemahan minor (peringkat = 2), kekuatan minor (peringkat = 3) atau kelemahan mayor (peringkat = 4). Perhatikan bahwa kekuatan harus mendapat peringkat 3 atau 4 dan kelemahan harus mendapat peringkat 1 atau 2. Peringkat adalah berdasarkan perusahaan, dimana bobot di langkah dua adalah berdasarkan industri. Tabel 8. Matriks IFE Faktor-Faktor Internal Utama Kekuatan 1. 4. Kelemahan 1. 6. Total
Bobot
Peringkat
Skor bobot
1,00
Sumber : David (2009)
iv. Mengalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot bagi masing-masing faktor internal utama. Semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk mendapatkan skor bobot total. Skor bobot total akan berkisar antar 1 sampai 4 dengan rata-rata 2,5. Skor bobot total di bawah 2,5 menggambarkan organisasi yang
45
lemah secara internal, sementara total nilai di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang kuat. 2) Matriks Profil Kompetitif Matriks Profil Kompetitif (CPM atau Competitive Profile Matrix) mengidentifikasi pesaing utama usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, yaitu sate bebek Cindelaras, sate bebek Abu Faisal, Pondok Makan Sate dan Sop Asmawi, serta kekuatan dan kelemahan khusus mereka dalam kaitan dengan posisi strategis usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Bobot dan skor bobot total dalam CPM dan EFE mempunyai arti yang sama. Akan tetapi, faktor keberhasilan penting (critical success) dalam CPM mencakup isu internal dan eksternal. Dengan demikian, peringkat (rating) mengacu pada kekuatan dan kelemahan, dimana 4 = kondisi perusahaan sangat di atas rata-rata pesaing (kekuatan utama), 3 = kondisi perusahaan sedikit di atas pesaing (kekuatan minor), 2 = kondisi perusahaan sedikit di bawah rata-rata pesaing (kelemahan minor), dan 1 = kondisi perusahaan sangat di bawah rata-rata pesaing (kelemahan utama). Menurut Raharjo (2008) untuk mengenali pesaing usaha berupa rumah makan atau restoran, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah lokasi, pelayanan, variasi menu, promosi, dan suasana ruangan. Lokasi ini berkaitan dengan kemudahan konsumen mengakses lokasi usaha dan kemudahan konsumen untuk melihat lokasi usaha tersebut. Pelayanan dapat dilihat dari sikap karyawan dalam melayani konsumen, misalnya keramahan dan kesigapan mereka dalam menghadapi konsumen. Variasi menu terkait dengan berapa banyak pilihan menu yang ditawarkan oleh rumah makan atau restoran, dan promosi terkait dengan seberapa baik kegiatan promosi yang dilakukan oleh usaha sehingga usaha tersebut menjadi lebih dikenal oleh konsumen. Suasana ruangan menjadi salah satu hal yang menjual dari suatu usaha rumah makan atau restoran, sehingga hal ini menjadi salah satu pertimbangan konsumen untuk datang ke lokasi usaha tersebut. Terdapat sedikit perbedaan kepentingan antara EFE dan CPM. Pertama, faktor penentu keberhasilan dalam CPM lebih luas, tidak termasuk data spesifik dan faktual, bahkan terfokus pada isu internal. Faktor penentu
46
keberhasilan dalam CPM juga tidak dikelompokkan menjadi peluang dan ancaman seperti dalam EFE. Dalam CPM, peringkat (rating) dan skor bobot total untuk perusahaan pesaing dapat dibandingkan dengan perusahaan sampel. Analisis perbandingan ini memberikan informasi strategis internal yang penting (David 2009). Matriks Profil Kompetitif (CPM atau Competitive Profil Matrix) disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Matriks Profil Kompetitif Faktor H. Syafe’i KeberCibeber Bobot hasilan Rating Skor Penting A. B. C. D. E. Total 1,00 Sumber : David (2009)
Cindelaras Rating
Skor
Abu Faisal Rating
Skor
Asmawi Rating
Skor
4.4.2.2. Tahap Pencocokan (Matching Stage) Tahap pencocokan berlandaskan pada informasi yang diturunkan dari tahap input untuk mencocokkan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal. Dalam penelitian ini, tahap pencocokan menggunakan IE kemudian dilanjutkan dengan matriks SWOT. a) Matriks Internal-Eksternal (IE) Matriks IE didasari pada dua dimensi kunci, yaitu skor bobot total IFE pada sumbu x dan skor bobot total EFE pada sumbu y. Pada sumbu x dari matriks IE menggambarkan posisi internal dimana skor bobot total dari 1,0 hingga 1,99 dianggap lemah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 adalah sedang; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah kuat. Sedangkan pada sumbu y dari matriks IE menggambarkan posisi eksternal dimana skor bobot total dari 1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 adalah sedang; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi. Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 4.
47
Kuat 3,0 – 4,0 4,0 I
Tinggi 3,0 – 4,0
SKOR BOBOT TOTAL IFE Sedang Lemah 2,0 – 2,99 1,0 – 1,99 2,0 3,0 II
1,0
III
3,0 Sedang 2,0 – 2,99
IV
V
VI
VII
VIII
IX
2,0 Rendah 1,0 – 1,99 1,0 Gambar 4. Matriks IE Sumber : David (2009)
Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang memiliki implikasi strategi berbeda. Pertama, rekomendasi untuk divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan membangun (grow and build). Strategi yang sesuai untuk posisi tersebut adalah strategi intensif atau strategi integratif. Kedua, divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII dapat dikelola dengan cara terbaik dengan strategi menjaga dan mempertahankan (hold and maintain). Strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang umum dipakai untuk divisi tipe ini. Ketiga, rekomendasi yang umum diberikan untuk divisi yang masuk dalam sel VI, VIII, atau IX adalah panen atau divestasi (harvest or divest). Strategi yang sering dipakai untuk tipe ini adalah strategi penciutan dan strategi divestasi. b)
Matriks SWOT Matriks
Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman
(Matriks
SWOT)
merupakan alat yang penting untuk membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi, yaitu SO (Strengths-opportunities), WO (Weaknesessopportunities), ST (Strengths-threats), dan WT (Weaknesess-threats).
48
i. Strategi
SO
menggunakan
kekuatan
internal
perusahaan
untuk
memanfaatkan peluang eksternal. ii. Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. iii. Strategi ST menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal. iv. Strategi WT adalah taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Penyajian yang sistematis dari matriks SWOT terdapat pada Gambar 5. Menurut David (2009) untuk membuat matriks SWOT terdapat delapan langkah yang harus dilakukan, yaitu : 1. Membuat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan. 2. Membuat daftar ancaman-ancaman eksternal utama perusahaan. 3. Membuat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan. 4. Membuat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan. 5. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat strategi SO dalam sel yang ditentukan. 6. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat strategi WO dalam sel yang ditentukan. 7. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat strategi ST dalam sel yang ditentukan. 8. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat strategi WT dalam sel yang ditentukan.
49
INTERNAL
EKSTERNAL
PELUANG (OPPORTUNITIES - O)
ANCAMAN (THREATS - T)
KEKUATAN (STRENGTHS – S)
KELEMAHAN (WEAKNESESS - W)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang
STRATEGI ST
STRATEGI WT
Menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Gambar 5. Matriks SWOT Sumber : David (2009)
4.4.2.3. Tahap Keputusan (Decision Stage) Setelah beberapa alternatif strategi dihasilkan dari tahap pencocokan maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah tahap keputusan. Menurut David (2009) terdapat satu teknik yang dapat digunakan untuk merumuskan alternatif strategi mana yang terbaik. Teknik ini adalah Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif
(Quantitative
Strategic
Planning
Matrix-QSPM).
QSPM
menggunakan input dari analisis tahap satu dan hasil pencocokan dari analisis tahap dua untuk secara objektif menentukan strategi yang hendak dijalankan diantara strategi-strategi alternatif. Berikut ini merupakan enam langkah yang dibutuhkan untuk mengembangkan QSPM. 1.
Membuat daftar peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal kunci perusahaan pada kolom kiri dalam QSPM. Informasi ini diambil secara langsung dari matriks EFE dan IFE. Sepuluh faktor eksternal utama dan sepuluh faktor internal utama dimasukkan dalam QSPM.
2.
Memberikan bobot untuk masing-masing faktor internal dan eksternal utama. Bobot tersebut sama dengan yang ada pada IFE dan EFE.
50
3.
Mengevaluasi matriks SWOT dan mengidentifikasi alternatif-alternatif strategi yang harus dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan.
4.
Menentukan Skor Daya Tarik (Attractiveness - AS). Skor Daya Tarik ditentukan dengan mengevaluasi masing-masing faktor internal utama atau eksternal. Secara khusus, Skor Daya Tarik harus diberikan pada setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif satu strategi atas strategi yang lain dengan mempertimbangkan faktor tertentu. Kisaran Skor Daya Tarik adalah, 1 = tidak memiliki daya tarik, 2 = daya tariknya rendah, 3 = daya tariknya sedang, dan 4 = daya tariknya tinggi. Namun jika memiliki lebih dari satu strategi, maka Skor Daya Tarik berkisar dari 1 sampai “jumlah strategi yang dievaluasi”. Mengacu pada hal tersebut, maka dalam penelitian ini Skor Daya Tarik-nya antara 1 sampai 7, karena memiliki tujuh alternatif strategi, dalam artian bahwa semakin besar nilai, maka semakin menarik strategi tersebut. Nilai 1 menunjukkan strategi tersebut tidak memiliki daya tarik dan 7 menunjukkan bahwa strategi tersebut memiliki daya tarik yang sangat tinggi. Jangan pernah menyalin skor yang sama dalam satu baris. Jika AS diberikan pada satu strategi, maka AS juga diberikan pada strategi yang lain. Dengan kata lain, jika satu strategi tidak diberi AS, maka strategi lain pun tidak mendapatkan AS.
Tabel 10. Matriks QSP (QSPM) FaktorFaktor Utama Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Total
Bobot
Strategi 1 AS TAS
Alternatif Strategi Strategi 2 Strategi … AS TAS AS TAS
Strategi 7 AS TAS
Sumber : David (2009)
51
5.
Menghitung Skor Daya Tarik Total (Total Attractiveness Score - TAS). Skor Daya Tarik Total didefinisikan sebagai hasil kali bobot (langkah dua) dengan Skor Daya Tarik (langkah empat) dalam masing-masing baris. Skor Daya Tarik Total mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing alternatif strategi dengan hanya mempertimbangkan pengaruh faktor-faktor utama internal atau eksternal yang berdekatan. Semakin tinggi Skor Daya Tarik Total, semakin menarik alternatif strategi tersebut.
6.
Menghitung penjumlahan Skor Daya Tarik Total dengan menambahkan Skor Daya Traik Total dalam masing-masing kolom strategi dari QSPM. Penjumlahan Skor Daya Tarik Total (STAS) menunjukkan strategi mana yang paling menarik di setiap rangkaian alternatif. Nilai STAS yang paling tinggi berarti strategi tersebut yang paling layak diaplikasikan dalam perusahaan.
52
V GAMBARAN UMUM USAHA 5.1. Sejarah Pendirian Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber merupakan pionir usaha sate bebek di Provinsi Banten, khususnya Kota Cilegon. Usaha ini didirikan oleh almarhum H. Syafe’i sejak tahun 1977 di Cibeber, Cilegon. Usaha ini berawal ketika H. Syafe’i sedang membuat sate bebek di halaman rumah. Seorang tetangga desa yang berasal dari Desa Ketemu Putih, Cilegon, mendekati H. Syafe’i dan berbicara bahwa aroma sate yang sedang dibuat H. Syafe’i sangat enak dan membuat orang tersebut ingin mencobanya. Keesokan harinya orang tersebut ingin membeli sejumlah sate bebek yang dibuat oleh almarhum H.Syafe’i. Berdasarkan hal tersebut, beliau memutuskan untuk membuka usaha sate bebek yang diberi nama sate bebek H. Syafei’i Cibeber. Pada awal berdirinya, sate bebek H. Syafe’i Cibeber dijual dengan harga Rp 25,00 per tusuknya. Namun harga tersebut terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu dan sejak tahun 2008 hingga sekarang, sate bebek tersebut dijual dengan harga Rp 1.000,00 per tusuknya. Pada tahun 1980-an, selain menjual sate bebek, H. Syafe’i pun menjual bubur bebek. Namun pada tahun 1990-an menu bubur bebek diganti dengan sop bebek. Hal ini disebabkan jumlah sate bebek yang diproduksi oleh usaha ini semakin banyak, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam membuat bubur bebek karena keterbatasan waktu dan tenaga kerja yang dimiliki, padahal bubur bebek juga merupakan menu favorit di rumah makan ini. Dari sejak itu sampai sekarang sate bebek identik disantap dengan menggunakan sop bebek. Pada saat itu usaha ini dapat menggunakan 50 sampai 60 ekor bebek per hari untuk diolah menjadi sate dan sop bebek. Namun sejak tahun 2007 mereka hanya menggunakan 30 sampai 35 ekor bebek untuk diolah. Hal tersebut disebabkan karena semakin banyaknya usaha sejenis yang berkembang di Kota Cilegon. Menu sop bebek terinspirasi dari tulang-tulang bebek yang tidak digunakan dalam pembuatan sate bebek, sehingga H. Syafe’i dan keluarganya berinisiatif mengolah tulang-tulang tersebut agar lebih bermanfaat. Sejak saat itu hingga sekarang, menu yang ditawarkan oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah sate bebek dengan nasi atau lontong, sop bebek, dan aneka minuman. Namun pada bulan Ramadhan dan tahun baru, usaha ini menambah variasi
menunya. Pada bulan Ramadhan, mereka menambah variasi minumannya dengan es campur dan es kelapa muda. Sedangkan pada tahun baru mereka menambah variasi menunya dengan sate ayam. Pada tahun 2005, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber membuka cabang usahanya yang pertama dan berlokasi di samping Hotel Sukma Cilegon. Cabang usaha tersebut berada di bawah tanggung jawab salah satu cucu almarhum H.Syafe’i dan memiliki tiga orang karyawan. Sedangkan untuk lokasi usaha yang berpusat di Cibeber memiliki Sembilan orang karyawan yang membantu Hj. Junenah (istri almarhum H.Syafe’i) dalam mengelola usaha tersebut. 5.2. Lokasi Usaha Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber buka dari jam 17.00 – 23.00 WIB dan terletak di jalan K.H. Mabruk No. 17 RT 04 RW 01, Cibeber, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Adapun luas tanah tempat usaha sekitar 200 m2 dengan luas bangunan 120 m2 dan dapat menampung sebanyak 50 orang konsumen, namun pada bulan Ramadhan, usaha ini menyewa tempat yang berada di depannya karena pada bulan tersebut usaha ini memerlukan lokasi yang memiliki kapasitas pengunjung yang mencapai 100 orang. Lokasi usaha ini berada di wilayah perkampungan yang padat penduduk, dimana angkutan kota tidak dapat menjangkaunya dan berada sekitar 100 m2 dari jalan raya Kota Cilegon. Untuk dapat menjangkau lokasi usaha ini, konsumen dapat menggunakan ojek, kendaraan pribadi, atau jalan kaki dari tepi jalan raya Cilegon. Papan nama usaha yang dapat berfungsi sebagai identitas usaha dan penunjuk arah tidak terpasang di tepi jalan raya Cilegon, sehingga bagi konsumen yang belum pernah mengunjungi lokasi ini khususnya bagi konsumen yang berasal dari luar kota, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber sulit untuk ditemukan. Hanya terdapat spanduk yang bertuliskan “Sate Bebek H.Syafe’i Cibeber” di depan rumah makan sate bebek ini. Lokasi usaha yang berada di wilayah perkampungan padat penduduk membuat usaha ini tidak memiliki lahan parkir yang luas. Hal ini didukung oleh pernyataan beberapa konsumen yang menyebutkan bahwa mereka merasa kesulitan untuk memarkirkan kendaraannya apabila konsumen yang datang ke
54
rumah makan ini sedang ramai, sehingga mereka harus memarkirkan kendaraannya di halaman rumah penduduk sekitar. 5.3. Visi dan Misi Usaha Pada dasarnya usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber belum memiliki visi dan misi secara tertulis. Namun secara tersirat dari hasil wawancara dengan pengelola usaha, diketahui bahwa visi dari usaha ini adalah memperkenalkan sate bebek H. Syafe’i Cibeber ke seluruh Indonesia dan mampu menciptakan loyalitas di hati konsumen. Sedangkan misi dari usaha ini adalah membuka cabang di berbagai kota di Indonesia dengan tetap menjaga kualitas rasa sate dan sopnya serta memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen. 5.4. Karakteristik Konsumen Berdasarkan hasil kuesioner yang diperoleh dari 30 orang konsumen, dapat diketahui mengenai gambaran umum karakteristik konsumen usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber seperti terlihat pada Tabel 11. Kelompok usia menurut Khasali (2003) diacu dalam Amalia (2009) yaitu, 17-23 tahun adalah kelompok masa transisi, 24-30 tahun adalah kelompok masa pembentukan karir, 31-40 tahun adalah kelompok masa peningkatan karir, 41-50 tahun adalah kelompok masa kemapanan, dan 51-65 tahun adalah kelompok masa pensiun. Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar konsumennya berusia 24-40 tahun, yaitu berada pada kelompok masa pembentukan karir (26,67%) dan peningkatan karir (26,67%). Pada umumnya konsumen usaha merupakan pria dan berstatus sudah menikah. Mayoritas konsumen telah melewati jenjang pendidikan SMA (33,33%) dan S1/Sarjana (40,00%). Responden yang telah melewati jenjang pendidikan atas cenderung lebih kritis dalam menilai produk ataupun jasa yang dikonsumsi. Mayoritas konsumen usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber bekerja sebagai karyawan swasta. Pada umumnya karyawan swasta memiliki tingkat kesibukan yang tinggi, sehingga usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber menjadi tujuan mereka untuk berkumpul dan makan bersama keluarga, teman, ataupun rekan bisnis.
55
Tabel 11. Karakteristik Umum Konsumen Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber Tahun 2010 No Karakteristik Jumlah Persentase (%) 1
2
3
4
5
6
Usia 17-23 24-30 31-40 41-50 51-65 Total Jenis Kelamin Pria Wanita Total Status Pernikahan Menikah Belum Menikah Total Pendidikan Terakhir SD SMP SMA Diploma/Akademi S1 (Sarjana) S2/S3 (Pascasarjana) Total Pekerjaan Pelajar/Mahasiswa Pegawai Negeri Karyawan Swasta Wiraswasta Ibu Rumah Tangga Pensiun Belum/Tidak Bekerja BUMN Total Pendapatan/Bulan < Rp 500.000,00 Rp 500.000,00-Rp 999.999,99 Rp 1.000.000,00-Rp 2.499.999,99 Rp 2.500.000,00-Rp 4.999.999,99 > Rp 5.000.000,00 Total
4 8 8 6 4 30
13,33 26,67 26,67 20,00 13,33 100,00
21 9 30
70,00 30,00 100,00
20 10 30
66,67 33,33 100,00
10 6 12 2 30
33,33 20,00 40,00 6,67 100,00
4 5 16 2 2 1 30
13,33 16,67 53,33 6,67 6,67 3,33 100,00
2 15 10 3 30
6,67 50,00 33,33 10,00 100,00
56
Sebanyak 6,67 persen konsumen memiliki pendapatan sebesar Rp 500.000,00-999.999,99 per bulannya, 50 persen konsumen memiliki pendapatan sebesar Rp 1.000.000,00-2.499.999,99 per bulan, 33,33 persen konsumennya berpenghasilan Rp 2.500.000,00-4.999.999,99 per bulan, dan 10,00 persen respondennya memiliki pendapatan lebih besar dari Rp 5.000.000,00 per bulan. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa mayoritas konsumen usaha sate bebek H. Syafe’i
Cibeber
berada
pada
kelompok
pendapatan
Rp
1.000.000,00-
2.499.999,99 per bulan, yaitu sebanyak 15 orang atau 50 persen. Hal ini dikarenakan mayoritas konsumennya merupakan karyawan swasta pada kelompok usia pembentukan dan peningkatan karir, dimana penghasilan yang diterimanya masih tergolong menengah. Berdasarkan pertanyaan terbuka dalam kuesioner juga diketahui bahwa sebagian besar konsumennya, yaitu sebanyak 80 persen bertempat tinggal di Kota Cilegon, 13,33 persen di Kota Serang, dan 6,67 persen di Jakarta. Konsumen yang berasal dari Serang dan Jakarta melakukan pembelian pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber setelah mereka melakukan rekreasi di Anyer bersama keluarga dan teman-temannya. Pada umumnya mereka mengetahui lokasi usaha dari teman yang sudah pernah mengunjungi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
57
VI ANALISIS LINGKUNGAN USAHA Analisis lingkungan merupakan salah satu proses yang harus dilakukan dalam manajemen strategi yang bertujuan untuk mengidentifikasi lingkungan perusahaan. Pada umumnya lingkungan perusahaan terdiri dari lingkungan eksternal dan lingkungan internal. 6.1. Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal dibagi menjadi lima kategori besar, yaitu (1) Kekuatan ekonomi, (2) Kekuatan sosial, budaya, demografis, dan lingkungan, (3) Kekuatan politik, pemerintahan, dan hukum, (4) Kekuatan teknologi, dan (5) Kekuatan kompetitif 6.1.1. Kekuatan Ekonomi Kekuatan ekonomi yang mempengaruhi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah sebagai berikut : 1.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2008) menyatakan bahwa PDRB per kapita dapat digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Pada Tahun 2006-2008 PDRB Per Kapita (Rupiah) Kabupaten/Kota 2006 2007*) 2008**) Kabupaten Pandeglang 3.266.088,69 3.380.023,45 3.500.793,00 Lebak 2.834.636,15 2.940.986,61 3.000.233,30 Tangerang 5.221.193,99 5.409.729,70 5.584.230,20 Serang 3.415.383,75 3.532.116,50 4.981.558,32 Kota Tangerang 15.478.362,71 16.245.618,25 17.018.718,52 Cilegon 30.068.855,05 31.118.636.47 32.151.783,44 Serang Keterangan : *)
: Angka Perbaikan **) : Angka Sementara Data Kota Serang bergabung dengan Kabupaten Tangerang Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009)
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa tiap kabupaten/kota di Provinsi Banten mengalami peningkatan jumlah PDRB per kapita. Kota Cilegon memiliki PDRB per kapita paling tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya yang ada di Provinsi Banten. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kota Cilegon memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat kabupaten/kota lainnya di Provinsi Banten. Selain itu besarnya PDRB per kapita Kota Cilegon pun meningkat sejak tahun 2006 sampai tahun 2008. Peningkatan jumlah PDRB per kapita berdasarkan harga konstan tahun 2000 pada tahun 2008, yakni sebesar 42,90 persen, memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 2000-2008, yakni sebesar 1,93 persen. Hal ini menggambarkan kesejahteraan masyarakat Kota Cilegon mengalami peningkatan yang berimplikasi pada peningkatan daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli dapat dilihat dari peningkatan rata-rata pengeluaran konsumsi makanan per kapita per bulan yang terjadi di Kota Cilegon seperti terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rata-Rata Pengeluaran Makanan Per Kapita Per Bulan Kota Cilegon Tahun 2006-2008 Tahun Jumlah Pengeluaran (Rupiah) Perubahan (%) 2006 215.000,00 2007 241.961,00 12,54 2008 313.362,00 29,51 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009)
2.
Laju Inflasi Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Perkembangan laju inflasi Indonesia pada Tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 14. Pada tahun 2005, inflasi di Indonesia mencapai 17,11 persen. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang sangat tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 6,40 persen. Laju inflasi yang sangat tinggi ini diakibatkan karena naiknya harga BBM pada Maret dan Oktober 2005. Kenaikan harga BBM secara langsung akan mempengaruhi 59
kenaikan harga-harga barang lain karena BBM merupakan bagian dari faktor input. Tabel 14. Perkembangan Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2004-2009 Tahun Tingkat Inflasi (%) 2004 6,40 2005 17,11 2006 6,60 2007 6,59 2008 11,06 2009 2,78 Sumber : www.bi.go.id [Diakses tanggal 25 Maret 2010]
Pada tahun 2006 perekonomian Indonesia mulai membaik, terlihat dari penurunan tingkat inflasi yang cukup signifikan menjadi 6,60 persen, sedangkan pada tahun 2007 inflasinya sebesar 6,59 persen. Sejak awal tahun 2008, tingkat inflasi terus meningkat dan mengalami peningkatan yang cukup tajam pada Mei 2008, dimana inflasinya sebesar 10,38 persen. Hal ini seiring dengan kenaikan harga BBM pada saat itu, dimana harga premium mencapai harga tertinggi yaitu Rp 6.000,00, solar Rp 5.500,00, dan minyak tanah Rp 2.500,00. Pada akhir tahun 2008 inflasi Indonesia mencapai 11,06 persen. Pada tahun 2009 inflasi Indonesia sebesar 2,78 persen. Hal ini sejalan dengan dikeluarkannya peraturan menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2009 yang menurunkan harga eceran BBM, premium Rp 4.500,00, solar Rp 4.500,00, dan minyak tanah Rp 2.500,00. Penurunan tingkat inflasi tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2008 menyebabkan penurunan harga barang atau jasa. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan biaya produksi suatu usaha dan peningkatan daya beli masyarakat. 6.1.2. Kekuatan Sosial, Budaya, Demografis, dan Lingkungan Gaya hidup super sibuk membuat orang-orang lebih memilih makanan yang cepat saji, mudah diperoleh, mudah dikemas, dan sesuai selera. Istilah kangen pada makanan rumah kini tampaknya akan semakin jarang diucapkan, sebab kebiasaan makan di luar rumah saat ini semakin menjadi-jadi. Paling tidak hal itu terlihat dari hasil penelitian perusahaan riset Nielsen dan tren itu memang sudah mendunia.
60
Catherine Eddy, direktur eksekutif penelitian konsumen menyebutkan sekitar 44 persen masyarakat dunia, termasuk Indonesia, makan di luar rumah satu hingga tiga kali dalam seminggu dan sekitar 38 persen melakukannya sebulan sekali bahkan kurang. Dalam hal memilih tempat, sebanyak 44 persen responden di Indonesia mempertimbangkan jenis makanannya. Setelah itu, pertimbangan harga sebesar 25 persen. Masakan lokal menjadi favorit (59 persen), diikuti makanan Cina (23 persen) dan sisanya Jepang (18 persen). Berkumpul untuk menikmati makanan di luar rumah tak hanya dengan keluarga, tapi juga teman-teman. Ada juga yang lebih sering dengan pasangannya. Pengamat gaya hidup Muara Bagja menyebutkan, makan di luar rumah ini memang bagian dari gaya hidup5). Jumlah
penduduk
Indonesia
tahun
2009
diperkirakan
mencapai
230.975.120 jiwa. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk sekitar 29 juta jiwa dibandingkan dengan tahun 2000 yang hanya mencapai 202.649.482 jiwa6). Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk Indonesia, Kota Cilegon juga mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 1,93 persen dari tahun 2000-2008. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan permintaan pasar meningkat. Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti oleh tren makan di luar rumah yang berkembang di Kota Cilegon, dapat dilihat pada banyaknya usaha/rumah makan di Kota Cilegon dengan kondisi jumlah penduduk yang sedikit dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya di Provinsi Banten. Hal tersebut dapat menjadi peluang bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber untuk terus bertahan dan bersaing dalam industri. 6.1.3. Kekuatan Politik, Pemerintahan, dan Hukum Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2007 tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga liquefied petroleum gas (LPG) tabung tiga kilogram, menyebutkan bahwa pemerintah menjamin penyediaan dan pengadaan bahan bakar di dalam negeri dan mengurangi subsidi BBM guna meringankan beban keuangan negara, sehingga perlu dilakukan subtitusi penggunaan minyak tanah ke liquefied petroleum gas. Dengan dikeluarkannya 5) 6)
Hadriani . Op.cit. Hlm 3 Proyeksi Penduduk Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2004-2009. Op.cit. Hlm 1
61
peraturan ini, maka pemerintah mulai mengurangi subsidi terhadap BBM dan harga BBM pun mulai meningkat. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15. Perkembangan Harga BBM Tahun 2008-2009 Berlaku Harga (rupiah per liter) Tahun Tanggal Premium Minyak Tanah Minyak Solar 2007 1 Desember 4.500,00 2.000,00 4.300,00 2008 24 Mei 6.000,00 2.500,00 5.500,00 2008 1 Desember 5.500,00 2.500,00 5.500,00 2008 15 Desember 5.000,00 2.500,00 4.800,00 2009 15 Januari 4.500,00 2.500,00 4.500,00 Sumber : www.esdm.go.id [Diakses Tanggal 5 April 2010]
Pada tabel 15 dapat dilihat bahwa harga minyak tanah sejak tahun 20082009 adalah Rp 2.500,00. Harga tersebut berbeda dengan harga yang ada di pasaran saat ini. Menurut hasil wawancara dengan penanggung jawab bagian produksi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dan berdasarkan survey yang dilakukan oleh penulis di Kota Cilegon, harga minyak tanah pada bulan Maret 2010 berkisar antara Rp 7.5000,00-8.000,00 per liter. Harga minyak tanah di agen adalah Rp 7.500,00 per liter, sedangkan harga eceran minyak tanah di warung mencapai Rp 8.000,00 per liter. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber sangat bergantung pada pasokan minyak tanah, karena kompor yang mereka gunakan untuk produksi merupakan kompor semawar yang berbahan bakar minyak tanah. Menurut pernyataan mantan Presiden RI Jusuf Kalla, subsidi untuk minyak tanah pada tahun 2010 akan dihapuskan, terkait dengan dilakukannya konversi penggunaan minyak tanah ke gas yang akan selesai dilakukan pada tahun 2010, khususnya di Pulau Jawa. Pemerintah akan menarik penyebaran minyak tanah hingga 90 persen dan yang menjadi target utama adalah Pulau Jawa7). Hal tersebut akan menyebabkan sulitnya perolehan minyak tanah yang diikuti oleh harganya yang tinggi. Terbatasnya pasokan minyak tanah dan harganya yang relatif mahal dibandingkan dengan jenis bahan bakar yang lain dapat menjadi ancaman bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
7)
Digo. 2008. Tahun 2010 Subsidi Minyak Tanah Akan di Hapus http://www.berita8.com/news.php?cat=3&id=6915 [Diakses tanggal 21 April 2010]
62
6.1.4. Kekuatan Teknologi Perkembangan teknologi dapat memberikan kemudahan bagi siapa saja termasuk para pelaku usaha untuk mengembangkan bisnisnya. Suatu usaha dapat mengambil keuntungan dari teknologi yang berkembang, misalnya mereka dapat mempercepat proses produksi ataupun menciptakan inovasi produk dan jasa. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber menggunakan teknologi baik di bagian produksi maupun pemasaran. Teknologi produksi yang digunakan yaitu freezer dan telepon. Freezer digunakan untuk menyimpan sate-sate yang telah dibumbui hari ini untuk dijual keesokan harinya, sedangkan telepon digunakan usaha ini untuk menghubungi pemasok terkait dengan supply bahan baku. Teknologi pemasaran yang digunakan adalah internet dan telepon. Teknologi internet digunakan untuk mempromosikan usaha mereka melalui situs jejaring sosial facebook, sedangkan telepon digunakan untuk menerima pesanan dari konsumen. Kedua bidang tersebut, yaitu produksi dan pemasaran juga dibantu oleh teknologi transportasi berupa motor dan mobil, sehingga penggunaan teknologi ini semakin mempermudah usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dalam menjalankan usahanya. 6.1.5. Kekuatan Kompetitif Menurut Porter (1991) hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima kekuatan, yaitu ancaman masuknya pendatang baru, kekuatan tawar-menawar pemasok, ancaman produk atau jasa pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli, dan persaingan antara perusahaan yang ada. 1) Ancaman Masuknya Pendatang Baru Terdapat enam faktor hambatan masuk bagi pendatang baru ke dalam suatu industri, yaitu skala ekonomis, diferensiasi produk, kebutuhan modal, biaya beralih pemasok, akses ke saluran distribusi, dan biaya tidak menguntungkan terlepas dari skala. a. Skala Ekonomis Untuk mendirikan usaha rumah makan sate bebek tidak harus beroperasi pada skala usaha besar. Hal ini karena siapa saja dapat memulai usaha sate bebek mulai dari skala kecil yang disesuaikan dengan kemampuan
63
kapasitas produksi yang dimiliki tanpa harus mengikuti skala usaha usaha sate bebek yang telah ada. b. Diferensiasi produk Pada umumnya sate bebek yang diproduksi oleh rumah makan hampir sama secara fisik. Perbedaan yang terjadi antar usaha dapat dilihat dari kualitas rasa sate bebek, variasi ukuran sate bebek, pelayanan, promosi, suasana ruangan dan lokasi usaha. c. Kebutuhan Modal Usaha rumah makan sate bebek dapat dibangun mulai dari skala kecil hingga skala besar yang tentunya akan berdampak pada modal yang dibutuhkan. Modal yang diperlukan misalnya untuk pengadaan peralatan produksi, peralatan makan ataupun biaya sewa tempat. d. Biaya Beralih Pemasok Biaya beralih pemasok yang harus dikeluarkan oleh pendatang baru cukup besar agar pelaku usaha sate bebek yang telah ada mau berpindah dari pemasok tetapnya. Hal ini karena hubungan antara pelaku usaha (pembeli) dengan pemasok telah terjalin cukup baik sehingga pendatang baru akan merasa kesulitan untuk membuat pelaku usaha sate bebek yang telah ada pindah dari pemasok yang lama. Namun banyaknya jumlah pemasok memungkinkan pendatang baru untuk menjalin kerjasama dengan pemasok lainnya. e. Akses ke Saluran Distribusi Usaha-usaha yang telah mapan biasanya telah memiliki saluran distribusi sendiri untuk pemasaran produknya sehingga perusahaan pendatang baru sulit memasuki saluran yang ada dan harus mengeluarkan biaya yang besar untuk membangun saluran sendiri. Pada usaha rumah makan sate bebek, pada umumnya saluran yang digunakan yaitu saluran distribusi langsung, produsen langsung menyampaikan produknya kepada konsumen atau konsumen langsung datang ke tempat produsen untuk memperoleh produk atau jasa. Pendatang baru harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk menarik perhatian konsumen, sehingga konsumen mau berpindah dari rumah makan sate bebek yang biasa mereka kunjungi.
64
f. Biaya Tidak Menguntungkan Terlepas dari Skala Para pelaku usaha sate bebek yang telah mapan mungkin memiliki keunggulan biaya yang mungkin tidak dapat ditiru pendatang baru yang akan masuk ke dalam industri sate bebek, misalnya dalam hal pengalaman, teknologi, penguasaan terhadap sumber daya produksi, atau lokasi yang menguntungkan. Meskipun demikian pendatang baru masih berpotensi masuk ke dalam industri usaha sate bebek karena bahan baku dan peralatan yang digunakan untuk mendirikan usaha sate bebek cukup banyak tersedia. 2) Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok Analisis kekuatan tawar-menawar pemasok ditujukan untuk melihat kemampuan
pemasok
dalam
mempengaruhi
suatu
industri
melalui
kemampuan mereka untuk menaikkan harga dan mengurangi kualitas produk. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber menggunakan bebek sebagai bahan baku utamanya. Dalam pembelian bebek, biasanya usaha ini membeli di Pasar Hewan Kalodran Serang setiap Selasa dan Sabtu. Usaha ini biasanya membeli di penjual bebek langganannya, namun jika pemasok tersebut tidak mampu menyediakan bebek dengan harga yang bersaing dalam jumlah yang banyak, usaha ini dapat mencari bebek di penjual yang lainnya, karena penjual bebek banyak terdapat di pasar hewan tersebut. Selain itu, usaha ini pun mendapat pasokan bebek dari Labuan dan Desa Teratai Kabupaten Serang, namun waktu pengirimannya tidak pasti. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009), populasi bebek/itik di Provinsi Banten menempati urutan ke dua setelah populasi ayam. Pada tahun 2008, populasi bebek/itik mencapai 1.247.062 ekor, diikuti oleh populasi kambing, domba, kerbau, sapi potong, babi, kuda, dan sapi perah. Sedangkan rumah tangga yang mengusahakan itik berjumlah 47.951. Jumlah tersebut sebagian besar tersebar di Serang, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Pandeglang. Jumlah rumah tangga yang mengusahakan itik merupakan jumlah terbesar dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang mengusahakan ternak lainnya. Rumah tangga yang mengusahakan ayam berjumlah 11.711, kerbau sebanyak 45.713, kambing sebanyak 33.175, domba sebanyak 13.412, sapi sebanyak 1.635, dan
65
babi sebanyak 536. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemasok bebek/itik di Provinsi Banten memiliki jumlah yang banyak. Usaha ini biasanya melakukan pembelian bumbu-bumbu di Pasar Rau Serang ataupun di Pasar Baru dan Pasar Kelapa Cilegon. Sedangkan tusuk sate, arang, dan minyak tanah diperoleh dari pemasok yang datang langsung ke lokasi usaha untuk mengantarnya. Kekuatan tawar-menawar pemasok terhadap usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dikatakan lemah. Hal ini disebabkan karena jumlah pemasoknya banyak dan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber melakukan pembelian dalam jumlah banyak. Selain itu produk dari pemasok tidak terdiferensiasi serta pemasok tidak mampu menciptakan produk yang dihasilkan oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. 3) Ancaman Produk Subtitusi Produk subtitusi adalah produk lain yang berbeda namun dapat memberikan kepuasan yang sama seperti produk yang diproduksi oleh suatu usaha. Keberadaan produk subtitusi tersebut menjadi ancaman bagi suatu usaha jika produk subtitusi tersebut mempunyai harga yang lebih murah namun memiliki kualitas yang sama dengan produk yang ditawarkan oleh suatu usaha. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber tidak terlepas dari adanya produk subtitusi. Produk subtitusi dari usaha rumah makan sate bebek adalah rumah makan yang menawarkan sate ayam, sate kambing, sate sapi, dan berbagai jenis sate lainnya. Rumah makan yang menawarkan sate ayam dan sate kambing mudah ditemukan di Kota Cilegon. Harga sate bebek pada umumnya lebih mahal dibandingkan dengan sate ayam dan sate kambing. Adanya produk subtitusi dengan jumlah yang banyak dan harga yang lebih murah menjadi ancaman bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. 4) Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli Kekuatan tawar menawar pembeli dalam usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber tergolong kuat. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah rumah makan sate bebek yang disertai tidak adanya diferensiasi produk dari usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Selain itu harga yang ditawarkan oleh usaha lain relatif sama
66
sehingga biaya peralihan yang dihadapi konsumen kecil dan konsumen memiliki kebebasan dalam memilih rumah makan mana yang akan dikunjungi. 5) Persaingan antara Perusahaan yang Ada Sate bebek merupakan salah satu makanan khas Provinsi Banten yang berasal dari Kota Cilegon. Usaha rumah makan yang menjual sate bebek mudah ditemui di kota ini. Jumlah rumah makan yang menjual sate bebek tidak terhitung secara pasti. Tidak adanya data pasti jumlah usaha ini dikarenakan banyak dari usaha tersebut yang tidak dikenakan pajak, sehingga tidak ada kewajiban bagi pengusaha rumah makan sate bebek untuk melaporkan usahanya kepada dinas terkait. Secara umum persaingan yang terjadi dalam industri rumah makan sate bebek ini yaitu mutu produk, lokasi usaha, pelayanan, promosi, dan suasana ruangan. Persaingan mutu produk ini meliputi kualitas rasa sate bebek serta variasi ukuran satenya. Hal ini dilakukan dalam upaya memasarkan produknya agar diterima oleh konsumen, sehingga pelaku usaha harus mampu melihat selera konsumen tentang sate bebek seperti apa yang diminati. Selanjutnya juga terdapat persaingan lokasi usaha. Lokasi usaha ini berkaitan dengan kemudahan tempat usaha tersebut dilihat dan diakses oleh konsumen. Selain itu karyawan pun harus memiliki sikap yang ramah dan cepat tanggap terhadap keinginan konsumen. Promosi pun menjadi bagian yang penting dari suatu rumah makan sehingga konsumen mengetahui keberadaannya. Suasana ruangan dalam sebuah usaha rumah makan menjadi salah satu nilai jualnya. Suasana rumah makan ini juga terkait dengan tata ruang dan fasilitas yang dimiliki oleh rumah makan tersebut. Menurut informasi yang diperoleh dari grup usaha sate bebek Kota Cilegon, rumah makan sate bebek di Kota Cilegon terdiri dari sate bebek H. Syafe’i Cibeber, sate bebek Cindelaras, sate bebek Bang Hazin PCI, sate bebek Abu Faisal, sate bebek Banyu Milli Kang Zukky, sate bebek Nong Inul, warung sate bebek Cibeber dan sate bebek Bung Hatta. Persaingan tersebut mempengaruhi besarnya pangsa pasar usaha dalam industri. Semakin
67
banyaknya jumlah pesaing, maka pangsa pasar usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber semakin berkurang. 6.2. Lingkungan Internal Lingkungan internal adalah lingkungan yang berada di dalam perusahaan serta berpengaruh langsung terhadap arah dan tindakan perusahaan. Analisis lingkungan internal dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Aspek-aspek lingkungan internal
yang
dianalisis
meliputi
aspek
manajemen,
pemasaran,
keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi manajemen. 6.2.1. Manajemen Aspek manajemen yang di analisis dalam usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber terdiri dari aspek perencanaan, pengorganisasian, pemberian motivasi, penempatan staf, dan aspek pengendalian/kontrol. 1) Perencanaan Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber belum memiliki perencanaan tertulis baik untuk jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Hal ini terlihat dari belum adanya visi dan misi usaha secara tertulis. Usaha ini hanya memiliki perencanaan usaha secara umum dan tidak dituangkan dalam tulisan, sehingga pelaksanaannya tidak terarah. Usaha sate bebek H Syafe’i Cibeber berencana untuk membuka cabang usaha di kota-kota lain selain Kota Cilegon. Dalam waktu dekat usaha ini berencana untuk membuka cabang di Kota Serang. Namun hal tersebut tidak diikuti oleh adanya perencanaan usaha secara jelas. 2) Pengorganisasian Struktur organisasi suatu usaha menggambarkan pembagian kerja dalam usaha tersebut yang berkaitan dengan tanggung jawab dan wewenang berdasarkan posisinya masing-masing. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber belum memiliki struktur organisasi secara tertulis, namun secara umum gambaran mengenai struktur organisasi usaha tersebut telah tersirat dalam wawancara dengan penanggung
68
jawab bagian pemasaran. Struktur organisasi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dilihat pada Gambar 6.
PEMILIK
BAGIAN KEUANGAN
BAGIAN PRODUKSI
BAGIAN PEMASARAN
Gambar 6. Struktur Organisasi Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber Gambar 6 menunjukkan bahwa pemilik usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber membawahi tiga bagian dalam usahanya, yaitu bagian keuangan, bagian produksi, dan bagian pemasaran. Setiap bagian memiliki penanggung jawab, dimana penanggung jawab tersebut merupakan anak dan cucu dari pemilik. Mereka memberi laporan secara lisan tiap harinya kepada pemilik usaha. Pemilik usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber saat ini adalah Ibu Hj. Junenah. Pada awalnya pemilik usaha ini adalah almarhum H. Syafe’i. Namun setelah beliau wafat pada tahun 2008, usaha ini diambil alih oleh istrinya, yaitu Hj. Junenah. Karena usia yang sudah tua, beliau mengelola usaha sate bebek ini dibantu oleh anak dan cucunya. Beliau hanya mengawasi serta menerima laporan mengenai keuangan dan jalannya usaha setiap hari dari para penanggung jawab bagian. Bagian keuangan berada di bawah tanggung jawab Hj. Unwanah. Hj. Unwanah bertindak sebagai kasir dan membantu Hj. Junenah untuk mengatur segala hal yang berhubungan dengan keuangan dalam menjalankan usaha sate bebek ini, baik dalam hal pembayaran upah karyawan, biaya pengadaan bahan baku dan keperluan operasional lainnya. Hj. Hasanah merupakan penanggung jawab bagian produksi. Tugas bagian produksi meliputi pengadaan bahan baku, pemeliharaan bebek, serta pembuatan sate dan sop bebek. Bagian pemasaran berada di bawah tanggung jawab Bapak Rustomyani. Bagian pemasaran ini bertanggung jawab dalam hal pelayanan kepada konsumen, baik konsumen yang datang langsung ke lokasi usaha maupun 69
konsumen yang melakukan pemesanan lewat telepon. Selain itu, bagian pemasaran juga bertugas untuk merumuskan ide-ide pengembangan usaha agar usaha tersebut tetap dapat bersaing dalam industri. 3) Pemberian Motivasi Pengelola usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, yakni para penanggung jawab tiap bagian, tidak memandang karyawan lainnya sebagai bawahan, melainkan memandangnya sebagai rekan kerja. Hal tersebut dilakukan agar para karyawan merasa nyaman dalam bekerja terkait dengan kelancaran usaha, sehingga tercipta hubungan kerjasama yang harmonis. Pengelola usaha tidak menunjukkan adanya jurang pemisah dengan karyawan, hal tersebut terlihat dari tindakan mereka yang melibatkan diri dalam kegiatan operasional rumah makan, seperti turut serta dalam proses produksi dan proses pelayanan kepada konsumen. Hal tersebut dilakukan para penanggung jawab untuk memotivasi karyawan lainnya agar selalu bekerja dengan baik. Selain itu, untuk meningkatkan kinerja karyawan, usaha ini juga memberi makan siang dan makan malam karyawan secara gratis. 4) Penempatan Staf Seperti yang telah dijelaskan pada bagian pengorganisasian, pemilik usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber membawahi tiga bagian, yaitu bagian keuangan, produksi, dan pemasaran. Bagian keuangan hanya dikelola oleh satu orang, yaitu putri dari pemilik usaha. Bagian produksi memiliki empat orang karyawan dengan satu orang penanggung jawab yang juga merupakan salah satu anak dari pemilik usaha. Sedangkan bagian pemasaran memiliki enam orang karyawan dengan satu orang penanggung jawab yang merupakan cucu dari pemilik usaha. Dua orang karyawan bagian pemasaran membantu di lokasi usaha yang beralamat di jalan K.H. Mabruk, sedangkan empat orang lainnya mengelola cabang usaha. Pembagian gaji karyawan, dilakukan oleh pemilik dan bagian keuangan. Gaji dapat diberi per hari, per minggu, dan per bulan, tergantung permintaan dari karyawan. Untuk karyawan produksi, yang bekerja dari jam 08.00-15.00 WIB, gaji per harinya sebesar Rp 27.000,00 ditambah dengan makan siang. Sedangkan untuk karyawan pemasaran, yang bertugas untuk melayani
70
konsumen, dimana hanya bekerja dari jam 16.00-23.00 WIB, gaji per harinya yaitu Rp 20.000,00 ditambah dengan makan malam. Namun jika karyawan produksi membantu pekerjaan para karyawan pemasaran pada malam harinya, maka mereka mendapat upah berupa makan malam. Untuk para penanggung jawab di tiap bagian, mereka memperoleh gaji sebesar Rp 1.000.000,00 per bulan. Menjelang Idul Fitri, karyawan mendapat insentif berupa uang dan satu ekor bebek. Karyawan yang bekerja di rumah makan ini merupakan orang-orang yang kurang mampu dan berasal dari lingkungan sekitar rumah pemilik. Karyawan bekerja selama tujuh hari dalam seminggu, namun mereka dapat mengajukan izin apabila sakit atau ada urusan keluarga. Untuk karyawan baru, biasanya mereka mendapat pelatihan terlebih dahulu selama satu hari. 5) Pengendalian/Kontrol Pada umumnya pengendalian pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dilakukan pada bagian produksi dan pemasaran kepada konsumen. Hal ini dilakukan untuk menjaga loyalitas konsumen pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Pengendalian pada bagian produksi terkait dengan pengadaan bahan baku dan proses pengolahan. Pengendalian pengadaan bahan baku sangat penting dilakukan karena terkait langsung dengan proses produksi pembuatan sate dan sop bebek sehingga kontinuitas pembuatannya tetap terjaga. Sama halnya dengan pengendalian pengadaan bahan baku, pengendalian pada proses pengolahan juga penting dilakukan karena terkait dengan kualitas produk yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan, penanggung jawab bagian produksi selalu mengingatkan dan mengontol para karyawannya agar membuat produk mereka sesuai dengan takaran penggunaan bahannya masing-masing. Pengendalian pada bagian pemasaran juga penting dilakukan. usaha ini melakukan kontrol pada pelayanan. Pengelola usaha selalu mengingatkan dan mengontrol karyawannya agar memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen, baik dalam bentuk kecepatan penyajian pesanan, transaksi, komunikasi yang baik dengan konsumen maupun kebersihan tempat dan
71
peralatan makan konsumen sehingga kualitas produk yang disajikan tetap terjaga. Usaha ini membersihkan ruangan setiap hari, sebelum dan setelah usaha ini buka. Hal-hal tersebut dilakukan agar konsumen merasa nyaman ketika menikmati produk dan jasa yang ditawarkan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. 6.2.2. Pemasaran Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber termasuk dalam kategori rumah makan, sehingga untuk pemasarannya terkait dengan tujuh bauran pemasaran, yaitu produk, harga, tempat, promosi, orang, proses, dan bukti fisik. 1) Produk Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber menawarkan menu sate bebek, sop bebek, nasi, lontong, dan aneka minuman. Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada 30 orang konsumen, sebanyak sepuluh orang konsumen (33,33%) menyarankan agar usaha ini menambah variasi menunya. Sate bebek dapat disajikan bersama nasi atau lontong, tergantung permintaan dari konsumen. Tampilan sate bebek berbeda dengan sate ayam ataupun sate kambing pada umumnya. Sate bebek tidak menggunakan bumbu kacang ataupun kecap. Sate ini disajikan tanpa campuran apapun, karena telah dibumbui sebelum sate bebek dibakar. Namun jika konsumen ingin menambah bumbu kecap atau kacang, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber juga menyediakannya. Sate ini biasanya disajikan berdampingan dengan potongan bawang dan tomat. Kemasan yang digunakan untuk membungkus sate bebek yang dipesan konsumen untuk dibawa pulang menggunakan kertas nasi, sedangkan sopnya menggunakan plastik transparan. Namun untuk pembelian 50 sate atau lebih, usaha ini menyediakan kotak kardus untuk membungkus sate bebek yang dipesan. 2) Harga Menurut Kotler dan Amstrong (2007) penetapan harga yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pada umumnya didasarkan oleh tiga pendekatan, yaitu (1) Berdasarkan biaya, yang terdiri dari penetapan harga berdasarkan biaya-plus (cost-plus pricing) dan pendekatan harga titik impas (penetapan harga laba72
sasaran). Cost-plus pricing yaitu menambahkan bagian laba (mark up) standar ke biaya produk, sedangkan pendekatan harga titik impas yaitu menetapkan harga pada titik impas atau biaya pembuatan dan pemasaran sebuah produk, atau menetapkan harga untuk menghasilkan laba sasaran; (2) Berdasarkan nilai (persepsi pembeli), yaitu melakukan survei untuk harga barang yang sama oleh beberapa penjual yang ditanyakan langsung kepada konsumen; dan (3) Berdasarkan persaingan, yaitu penetapan harga yang dilakukan setelah meneliti harga yang ditetapkan oleh para pesaing dekatnya. Berdasarkan wawancara dengan penanggung jawab bagian pemasaran, diketahui bahwa usaha sate bebek H. Syafe’i melakukan penetapan harga produk berdasarkan pendekatan biaya (cost-plus pricing), yaitu usaha ini menambahkan ‘mark up’ ke biaya produk. Selain melayani pembelian langsung, usaha ini juga melayani pemesanan dalam jumlah banyak yang dilakukan melalui telepon. Walaupun konsumen memesan dalam jumlah banyak, namun usaha ini tidak memberikan potongan harga jual. Hanya saja jika konsumen memesan sate bebek sebanyak 1000 tusuk atau lebih, maka usaha ini akan mengantarkan pesanan tersebut langsung kepada konsumen. Namun jika konsumen memesan kurang dari 1000 tusuk, maka konsumen sendiri yang mengambilnya ke lokasi usaha ini. Harga untuk menu yang ditawarkan di rumah makan ini dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Daftar Harga Menu Pada Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber No Produk Harga (Rupiah) 1 Sate bebek/10 tusuk 10.000,00 2 Sop Bebek/mangkuk 5.000,00 3 Nasi/porsi 3.000,00 4 Lontong/porsi 3.000,00 5 Aneka minuman 2.000,00 - 4.000,00 Tabel 16 menunjukkan bahwa harga sate bebek per porsinya (10 tusuk) adalah Rp 10.000,00. Sedangkan harga untuk semangkuk sop bebek yaitu Rp 5.000,00. Konsumen juga dapat memesan nasi atau lontong dengan harga Rp 3.000,00 untuk melengkapi menu mereka dalam menyantap sate ataupun sop bebek. Harga minuman yang ditawarkan berkisar antara Rp 2.000,004.000,00. 73
3) Tempat Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber buka sejak pukul 17.00-23.00 WIB dan hanya memiliki satu saluran distribusi, yaitu distribusi langsung, produk yang dihasilkan diterima langsung oleh konsumen dari produsen. Konsumen dapat menikmati sate ataupun sop bebek dengan cara langsung mendatangi lokasi usaha. Lokasi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dikatakan kurang strategis karena terletak di dalam perkampungan yang padat penduduk (sekitar 100 m dari jalan raya Cilegon) dengan kondisi jalan yang rusak dimana konsumen sulit untuk melihat serta menjangkaunya dengan angkutan umum. Hal ini juga dapat menyebabkan saluran distribusi terganggu. 4) Promosi Usaha ini telah berdiri sejak tahun 1977. Pada awal berdirinya, usaha ini hanya melakukan promosi dengan cara word of mouth (WOM). Cara ini dilakukan karena keterbatasan modal yang dimiliki. Namun karena usaha ini merupakan pionir usaha sate bebek, promosi dengan WOM dianggap mampu memperkenalkan usaha ini kepada masyarakat. Pada umumnya konsumen mengetahui mengenai usaha ini dari teman atau saudaranya yang sudah terlebih dahulu mengunjungi dan menikmati sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Sampai saat ini tidak ada papan nama usaha yang dapat menunjang kegiatan promosi dan dapat menunjukkan lokasi usaha. Berdasarkan kuesioner, sebanyak empat orang konsumen (13,33%) menyarankan agar usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber membuat papan nama usaha yang diletakkan di depan jalan masuk usaha, sehingga konsumen menyadari keberadaan usaha, mengetahui arah menuju lokasi usaha dan menu apa saja yang ditawarkan. Pada saat membuka cabang usaha yang pertama, mereka melakukan promosi melalui radio dan penyebaran pamflet. Namun promosi dengan cara seperti itu sudah tidak dilakukan lagi. Saat ini mereka hanya menggunakan teknik promosi word of mouth dan melalui situs pertemanan facebook. 5) Orang Pelayanan kepada konsumen merupakan kunci membuat konsumen untuk datang
dan
menggunakan
atau
membeli
produk
kembali.
Dalam
74
pelayanannya kepada konsumen, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber selalu berusaha untuk bersikap ramah dan sopan. Hal tersebut dapat dilihat dari pakaian para karyawannya yang sopan, walaupun mereka tidak menggunakan seragam dalam kesehariannya. Namun untuk pesanan yang diantar ke tempat konsumen, karyawan usaha ini menggunakan seragam sebagai identitas usaha. Sikap yang ramah dalam melayani konsumen juga merupakan salah satu hal yang wajib dilakukan oleh para karyawannya. Hal ini dilakukan agar konsumen merasa nyaman berkomunikasi dengan para karyawan dan terciptanya loyalitas konsumen. 6) Proses Aspek proses ini dapat dilihat dari sistem pemesanan menu yang dilakukan di rumah makan ini. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber berupaya untuk memberikan pelayanan dengan proses yang cepat tapi tetap mengutamakan kualitas. Rumah makan ini menerapkan sistem first order first served, dimana konsumen yang datang terlebih dahulu dipastikan mendapat prioritas untuk dilayani. 7) Bukti fisik Bukti fisik merupakan lingkungan fisik perusahaan dimana layanan diciptakan, penyediaan jasa dan pelanggan berinteraksi, ditambah unsur-unsur berwujud yang ada dan dipakai untuk berkomunikasi atau mendukung peran jasa. Bukti fisik pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dilihat dari layout bangunan dan fasilitas di dalamnya. Usaha ini memiliki kapasitas kursi untuk 50 orang pengunjung, baik untuk pengunjung yang menggunakan kursi dan meja makan maupun pengunjung yang ingin lesehan. Selain itu terdapat juga wastafel, televisi, mushola, toilet, dapur bersih, dapur kotor, meja kasir, tempat pembakaran sate dan lahan parkir. Usaha ini berdiri di atas tanah seluas 200 m2 dengan luas bangunan 120 m2. Berdasarkan hasil kuesioner, 16 orang konsumen (53,33%) menyarankan bahwa usaha ini perlu melakukan perbaikan pada kondisi ruangan, sehingga terlihat lebih rapi, bersih, dan menarik. Pada bulan Ramadhan, usaha ini menyewa tempat yang berada di depannya untuk menambah kapasitas ruangan, karena ruangan yang ada tidak mampu
75
untuk menampung banyaknya jumlah konsumen yang datang. Pada hari-hari biasa pun, konsumen kadang harus menunggu antrian tempat duduk untuk dapat menikmati menu sate ataupun sop bebek yang ada di rumah makan ini. Kondisi lahan parkir yang ada pun kurang memadai karena konsumen sering kali harus memarkir kendaraannya di depan halaman rumah warga sekitar. Tata ruang usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dilihat pada Gambar 7.
Toilet
mushola
Dapur bersih
Dapur kotor Wastafel
Meja kasir TV
Lesehan
Tidak Lesehan
Tempat Parkir
Tempat pembakaran sate
Pintu masuk
Gambar 7. Tata Ruang Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber 6.2.3. Keuangan/Akuntansi Untuk mendirikan sebuah perusahaan diperlukan sejumlah modal. Modal tersebut tidak hanya dalam bentuk uang, tapi juga termasuk lahan, bangunan dan alat-alat produksi yang dimiliki perusahaan. Modal yang digunakan pun dapat berasal dari modal pribadi atau modal pinjaman. Pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, modal awal yang digunakan berasal dari modal pribadi. Hal tersebut dilakukan karena pada awalnya produk yang dihasilkan oleh usaha ini tidak dalam jumlah yang banyak. Namun sampai saat ini, ketika jumlah produksinya bertambah, usaha ini tetap mengandalkan modal pribadinya tersebut tanpa melakukan pinjaman pada pihak manapun. Pengelolaan keuangan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber masih sederhana. Pencatatan keuangan belum dilakukan dengan baik. Mereka menghitung pendapatan harian dengan menggunakan kalkulator dan belajar dari pengalaman sebelumnya dalam hal pengalokasian dana yang dikeluarkan untuk 76
keperluan usaha. Biasanya transaksi yang terjadi hanya dicatat dalam bentuk nota ataupun catatan-catatan kecil dan itu pun tidak disimpan dengan baik. Pemisahan antara dana pribadi dan dana usaha pun belum dilakukan. Hal-hal tersebut mengakibatkan pengelola usaha mengalami kesulitan untuk dapat mengetahui secara pasti berapa banyak dana yang dimiliki usaha saat ini. Meskipun pengelolaan keuangan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber masih sederhana dan belum rapi, namun dalam yang berkaitan dengan absensi karyawan biasanya dicatat oleh penanggung jawab keuangan, yaitu H. Unwanah yang digunakan sebagai kontrol dalam pemberian upah kepada karyawan tiap harinya. 6.2.4. Produksi/Operasi Ketersediaan bahan baku secara kontinyu merupakan salah satu faktor utama yang harus diperhatikan dalam pembuatan produk tertentu. Dalam pembuatan produk usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, khususnya bahan baku pembuatan sate bebek sebagai menu utamanya, yaitu daging bebek, bawang merah, cabe merah, garam, gula putih, dan ketumbar. Daging bebek adalah bahan baku utamanya. Bebek yang digunakan bisa bebek lokal maupun bebek peking, bebek dengan tubuh gemuk lebih diutamakan. Bagian produksi menyebutkan bahwa bebek yang gemuk memiliki daging yang lebih empuk. Sebagian dari tulang bebek yang ada diproduksi untuk membuat sop bebek. Bahan baku utamanya yaitu tulang bebek, sedangkan bahan baku pendukungnya yaitu bawang merah, bawang putih, merica, pala, cengkih, garam, dan penyedap rasa. Akses bahan baku sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan suatu produksi tertentu. Terkait dengan hal tersebut, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber memiliki pemasok yang berbeda untuk masing-masing bahan baku. Bagian produksi membeli bebek dalam keadaan hidup di Pasar Kalodran, setiap hari Selasa dan Sabtu. Bebek yang dibeli sebanyak 150 ekor bebek setiap kali melakukan pembelian di pasar. Bebek yang dibeli tersebut, tidak semuanya langsung dipotong untuk diolah, bagian produksi hanya memotong 30 ekor bebek per hari. Sisanya mereka pelihara untuk dapat diolah di hari berikutnya. Kadangkadang usaha ini pun mendapat kiriman bebek dari Panimbang, Labuan dan Desa Teratai Kabupaten Serang. Untuk tusuk sate, usaha ini memiliki pemasok di 77
daerah Parung Panjang. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber memesan tusuk sate setiap seminggu atau dua minggu sekali. Untuk semua bumbu, usaha ini melakukan pembelian di Pasar Rau setiap seminggu sekali ataupun di pasar Kelapa dan Pasar Baru Cilegon. Sedangkan untuk arang dan minyak tanah, usaha ini mendapatkannya dari pemasok yang datang langsung ke lokasi usaha. Satu ekor daging bebek dapat menghasilkan 80 – 100 tusuk sate bebek, sehingga dalam sehari usaha ini dapat membuat sate bebek mencapai 3000 tusuk. Namun jika usaha ini sedang tidak ramai dikunjungi konsumen, sate yang tersisa disimpan dalam freezer untuk dijadikan stok dan dijual di hari berikutnya. Penyimpanan dalam freezer ini dilakukan untuk menjaga kualitas sate agar tetap baik dan menggunakan sistem first in first out. Dalam mengolah produknya, usaha ini melakukannya secara manual. Namun usaha ini pun pernah menggunakan alat pencabut bulu bebek, tapi alat tersebut tidak berfungsi secara maksimal, karena masih ada bulu yang tidak tercabut. Sehingga mereka memutuskan untuk mengolah semuanya secara manual. Peralatan yang digunakan hampir sama dengan peralatan yang digunakan oleh rumah tangga. Hanya terdapat perbedaan pada kompor yang digunakan. Usaha ini menggunakan kompor semawar berbahan bakar minyak tanah untuk mengolah setiap produknya. Bagian produksi mengatakan bahwa kompor semawar memiliki api yang lebih besar dibandingkan dengan api pada kompor gas. Proses pembuatan sate bebek H. Syafe’i Cibeber diawali dengan pemotongan bebek, selain leher bebek yang dipotong, bagian produksi juga memotong berutu bebek. Pemotongan berutu adalah kunci agar daging bebek tidak amis. Setelah bebek tersebut dipotong dan dibersihkan darahnya, maka bebek yang sudah mati itu direndam dalam air panas kurang lebih selama tiga menit. Tujuannya agar bulu-bulunya mudah untuk dibersihkan. Cara tersebut hanya dilakukan untuk membersihkan bulu-bulu kasarnya saja, sedangkan untuk membersihkan bulu-bulu halusnya maka bagian produksi membakar bebek tersebut dalam waktu yang singkat, sehingga bulu-bulu halusnya tidak terasa lagi. Tahap selanjutnya yaitu daging bebek dipisahkan dari tulangnya. Setelah itu daging bebek dipotong-potong sesuai ukuran sate bebek yang akan disajikan.
78
Kemudian potongan daging tersebut diaduk dengan bumbu yang telah disiapkan, lalu ditusuk-tusuk dan siap untuk di bakar. Proses produksi mendapatkan perhatian yang besar dari manajemen usaha, khususnya bagian produksi, agar menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. 6.2.5. Penelitian dan Pengembangan Banyak
perusahaan
saat
ini
tidak
menjalankan
penelitian
dan
pengembangan (litbang), tetapi banyak juga perusahaan yang mengandalkan keberhasilan aktivitas litbang untuk bartahan hidup. Perusahaan yang menjalankan strategi pengembangan produk khususnya, harus memiliki orientasi penelitian dan pengembangan yang kuat. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber tidak memiliki bagian penelitian dan pengembangan. Bagian ini dianggap belum terlalu penting untuk diadakan, karena untuk semua hal yang berhubungan dengan inovasi produk, bagian produksi masih bisa untuk melakukannya. Sebagai contohnya, pada saat bagian produksi tidak mampu memproduksi bubur bebek lagi, mereka mencoba untuk membuat sop bebek sebagai penggantinya, dan sampai saat ini, menu sop bebek tersebut masih bertahan di rumah makan ini. 6.2.6. Sistem Informasi Manajemen Sistem informasi manajemen (SIM) menerima bahan mentah dari evaluasi internal dan eksternal suatu organisasi. SIM mengumpulkan data tentang pemasaran, keuangan, produksi, dan yang berhubungan dengan karyawan secara internal, serta faktor sosial, budaya, demografi, lingkungan, ekonomi, politik, peraturan pemerintah, teknologi, dan kompetitif secara eksternal. Data diintegrasikan dalam cara yang dibutuhkan untuk mendukung pengambilan keputusan manajerial. Saat ini usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber belum memiliki SIM. Informasi mengenai lingkungan internal maupun eksternalnya tidak dikelola dengan baik. Misalnya saja, usaha ini belum memiliki data-data yang dikelola dengan menggunakan sistem komputerisasi tentang karyawan, fasilitas usaha, ataupun pesaing-pesaingnya serta kondisi ekonomi yang dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan manajerialnya. Walaupun demikian SIM dianggap belum perlu diadakan dalam usaha karena skala usahanya belum 79
terlalu besar dan pengambilan keputusan manajerialnya dapat dilakukan tanpa harus mempertimbangkan keberadaan SIM.
80
VII FORMULASI STRATEGI 7.1. Tahap Masukan 7.1.1. Identifikasi Faktor Peluang dan Ancaman Berdasarkan hasil analisis lingkungan eksternal perusahaan, maka diperoleh beberapa faktor lingkungan eksternal yang menjadi peluang dan ancaman bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Tabel 17. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal Faktor Peluang Ancaman Ekonomi 1. Peningkatan PDRB per kapita 2. Penurunan tingkat inflasi Sosial, Budaya, 3. Peningkatan jumlah Demografi, dan penduduk seiring Lingkungan dengan perkembangan tren makan di luar rumah Politik, Pemerintah, dan 1. Konversi penggunaan Hukum minyak tanah ke gas Teknologi 4. Perkembangan Teknologi Kompetitif 5. Kekuatan tawar- 2. Hambatan masuk menawar pemasok industri rumah makan rendah sate bebek kecil 3. Jumlah usaha rumah makan sate bebek banyak 4. Produk subtitusi banyak tersedia 5. Kekuatan tawarmenawar pembeli tinggi Faktor-faktor yang menjadi peluang usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah : 1.
Peningkatan PDRB Per Kapita PDRB per kapita Kota Cilegon yang mengalami peningkatan sejak tahun 2006 sampai tahun 2008 menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat Kota Cilegon juga mengalami peningkatan. Semakin meningkat kesejahteraan suatu masyarakat, maka daya belinya juga akan meningkat yang ditandai oleh
peningkatan rata-rata pengeluaran per kapita masyarakatnya. Hal ini dapat menjadi peluang bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber untuk terus meningkatkan posisi bersaingnya di mata konsumen. 2.
Penurunan Tingkat Inflasi Penurunan tingkat inflasi ditandai oleh penurunan harga barang dan jasa. Hal ini dapat meringankan biaya produksi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dan juga meningkatkan daya beli konsumen.
3.
Peningkatan Jumlah Penduduk Seiring dengan Perkembangan Tren Makan di Luar Rumah Gaya hidup super sibuk mendorong tren makan di luar rumah semakin berkembang. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan waktu yang dimiliki. Perkembangan gaya hidup seperti itu yang diiringi oleh peningkatan jumlah penduduk dapat menjadi peluang suatu usaha, khususnya usaha rumah makan. Hal tersebut dapat menjadi peluang bagi sate bebek H. Syafe’i Cibeber untuk meningkatkan keunggulan bersaingnya dalam industri.
4.
Perkembangan Teknologi Perkembangan teknologi dapat lebih memudahkan pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya dan mendorong kemajuan bisnisnya itu. Hal ini dirasakan oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Perkembangan teknologi khususnya teknologi yang terkait produksi dan pemasaran membantu usaha tersebut baik dalam hal perolehan bahan baku, penyimpanan produk, dan pemasaran produknya.
5.
Kekuatan Tawar Menawar Pemasok Rendah Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber berhubungan dengan pemasok bebek, minyak tanah, bumbu-bumbu produk, arang, dan tusuk sate. Hubungan antara pelaku usaha dengan pemasok tidak terikat kontrak. Apabila pemasok tidak dapat memenuhi kriteria pembelian yang akan dilakukan oleh pelaku usaha, seperti bebek dalam jumlah banyak dan harga yang relatif murah, maka usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber akan mencari pemasok lain yang mampu memenuhi permintaannya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah pemasok, sehingga pelaku usaha bebas memilih pemasok yang ada.
82
Faktor-faktor lingkungan eksternal yang menjadi ancaman usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah : 1.
Konversi Penggunaan Minyak Tanah ke Gas Konversi minyak tanah ke gas mengakibatkan sulit ditemukannya minyak tanah dengan harga murah di pasaran. Hal ini didukung oleh rencana pemerintah yang menargetkan bahwa pada tahun 2010 konversi minyak tanah ke gas akan selesai 100 persen dan pemerintah akan menarik hampir 90 persen minyak tanah di Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Hal ini menjadi ancaman bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber karena usaha ini masih menggunakan minyak tanah pada proses produksinya.
2.
Hambatan Masuk Industri Rumah Makan Sate bebek Kecil Hambatan masuk ke dalam industri rumah makan sate bebek yang kecil menyebabkan setiap orang memiliki kesempatan untuk mendirikan usaha ini. Kondisi ini tentunya menjadi ancaman bagi usaha yang telah ada, termasuk usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Pendatang baru yang semakin mudah masuk dalam industri akan menyebabkan perebutan pangsa pasar ataupun sumber daya produksi yang semakin meningkat.
3.
Jumlah Usaha Rumah Makan Sate Bebek Banyak Semakin banyak rumah makan yang menawarkan sate bebek di Kota Cilegon meyebabkan tingkat persaingan yang tinggi dalam industri. Terlebih lagi jika rumah makan tersebut dapat menawarkan diferensiasi produk atau jasa dengan harga yang sama atau lebih murah dibandingkan dengan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Hal ini tentunya menjadi ancaman usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dalam menjalankan usahanya.
4.
Produk Subtitusi Banyak Tersedia Produk subtitusi rumah makan sate bebek yang banyak tersedia seperti rumah makan yang menawarkan sate ayam, sate kambing, ataupun jenis sate-sate lainnya dengan harga yang lebih murah dapat menjadi ancaman bagi usaha ini. Terlebih lagi usaha rumah makan yang menawarkan sate bebek beserta produk penggantinya sebagai menu usaha tersebut. Hal tersebut merupakan salah satu ancaman bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
83
5.
Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli Tinggi Jumlah usaha sejenis yang semakin banyak mengakibatkan pembeli memiliki banyak pilihan tempat usaha yang akan mereka kunjungi. Pembeli tidak terikat pada satu tempat saja jika ingin menikmati sate bebek, sehingga dapat dikatakan bahwa kekuatan tawar menawar pembelinya tinggi. Kondisi ini dapat menjadi ancaman bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
7.1.2. Identifikasi Faktor Kekuatan dan Kelemahan Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal perusahaan, maka diperoleh beberapa faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Tabel 18. Faktor-Faktor Lingkungan Internal Faktor Kekuatan Kelemahan Manajemen 1. Pelaksanaan tugas 1. Belum memiliki dilakukan dengan baik perencanaan usaha sesuai dengan secara jelas bagiannya 2. Hubungan yang baik antara pengelola dan karyawan usaha Pemasaran 3. Rumah makan yang 2. Menu yang kurang dikenal sebagai pionir bervariasi usaha sate bebek 3. Jam buka usaha yang kurang lama 4. Lokasi usaha kurang strategis 5. Tempat usaha kurang tertata baik Keuangan/Akuntansi 6. Pengelolaan keuangan belum baik Produksi/Operasi 4. Proses produksi dilakukan dengan baik Faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi peluang bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah : 1.
Pelaksanaan Tugas Dilakukan Dengan Baik Sesuai Dengan Bagiannya Meskipun belum ada struktur organisasi secara tertulis, namun usaha ini telah membagi tugas-tugas di tiap bagiannya. Masing-masing orang sudah mengetahui posisinya berada di bagian mana dan apa saja yang harus dikerjakannya. Hal ini didukung oleh pengawasan yang dilakukan oleh tiap84
tiap penanggung jawab bagian terhadap karyawan lainnya. Ini dapat menjadi kekuatan usaha karena koordinasi antar tiap bagian sudah berjalan dengan baik, sehingga tidak terjadi tumpang tindih tanggung jawab ataupun saling melempar tanggung jawab antar karyawan. 2.
Hubungan yang Baik Antara Pengelola dan Karyawan Usaha Pengelola usaha memandang karyawan lainnya sebagai rekan kerja, sehingga mereka saling membantu dalam menjalankan usaha ini. Komunikasi juga terjalin dengan baik. Pengelola usaha tidak menciptakan jurang pemisah dengan karyawan, misalnya melakukan makan siang dan makan malam bersama. Karyawan dapat menyampaikan berbagai kritik dan saran mereka terhadap pengelola maupun pengelolaan usaha. Hal ini dapat menjadi kekuatan usaha karena dapat menciptakan loyalitas karyawan terhadap usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
3.
Rumah Makan yang Dikenal Sebagai Pionir Usaha Sate Bebek Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber merupakan pionir dalam hal penjualan sate bebek. Hal tersebut dapat menjadi kekuatan usaha karena pada umumnya konsumen tertarik dengan istilah pionir usaha yang terkait dengan kualitas sate bebek yang dihasilkan karena pengalaman produksi yang dimiliki oleh pionir selama ini.
4.
Proses Produksi Dilakukan Dengan Baik Proses produksi mulai dari pengadaan bahan baku dan pengolahan produk dilakukan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ada dari sejak usaha ini berdiri. Bebek yang digunakan untuk produksi sebaiknya bebek gemuk agar dagingnya tidak terasa keras. Selain itu proses pengolahan pun harus dilakukan dengan benar agar bebek tidak terasa amis, yaitu dengan memotong brutu bebek. Penanggung jawab produksi selalu memastikan hal-hal tersebut dilakukan agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi kelemahan usaha sate
bebek H. Syafe’i Cibeber adalah : 1.
Belum Memiliki Perencanaan Usaha Secara Jelas Perencanaan sangat penting bagi kelangsungan suatu usaha. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber belum memiliki perencanaan usaha yang disusun dengan
85
jelas, sehingga semua hal yang menjadi rencana mereka di masa yang akan datang akan menjadi kurang terarah untuk direalisasikan dan kurang termotivasi untuk mencapai rencana tersebut jika perencanaan usahanya tidak dibuat dengan jelas. 2.
Menu yang Kurang Bervariasi Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber hanya menawarkan sate bebek, sop bebek, dan aneka minuman. Sedangkan usaha sejenis lainnya selain menawarkan sate dan sop bebek, juga menawarkan bebek goreng, botok ayam, serta aneka sate dan sop lainnya. Kurangnya variasi menu yang ditawarkan ini menjadi kelemahan usaha karena menu yang bervariasi dapat menjadi nilai lebih bagi suatu rumah makan.
3.
Jam Buka Usaha yang Kurang Lama Usaha ini hanya melayani konsumennya sejak pukul 17.00-23.00 WIB. Jika dibandingkan dengan usaha sejenisnya, hal tersebut dapat menjadi kelemahan usaha karena para pesaingnya mulai membuka usaha mereka dari pagi sampai malam hari, sehingga dapat memperoleh konsumen dalam jumlah yang lebih banyak.
4.
Lokasi Usaha Kurang Strategis Suatu usaha dapat dikatakan strategis apabila usaha tersebut dekat dengan bahan baku dan pembeli. Lokasi usaha ini sulit dijangkau dan tidak mudah terlihat oleh konsumen. Dalam hal perolehan bahan baku, usaha tidak mengalami kesulitan terkait dengan lokasi usaha, karena bahan baku yang diperlukan terdapat di sekitar Kota Cilegon. Walaupun proses produksi dapat berjalan lancar, namun jika konsumen mengalami kesulitan untuk menjangkau lokasi usaha, maka ini dapat menjadi kelemahan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
5.
Tempat Usaha Kurang Tertata Baik Jika dilihat dari tata ruangnya, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber belum menatanya dengan baik. Terlihat dari arus pergerakan karyawan yang dapat mengganggu kenyamanan konsumen. Selain itu suasana ruangan pun terlihat kurang menarik sehingga dapat mempengaruhi penurunan minat konsumen
86
untuk datang ke tempat tersebut. Hal tersebut dapat menjadi kelemahan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. 6.
Pengelolaan Keuangan Belum Baik Pengelolaan keuangan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber masih sederhana. Pencatatan keuangan belum dilakukan dengan baik. Mereka menghitung pendapatan harian dengan menggunakan kalkulator dan belajar dari pengalaman sebelumnya dalam hal pengalokasian dana yang dikeluarkan untuk keperluan usaha. Biasanya transaksi yang terjadi hanya dicatat dalam bentuk nota ataupun catatan-catatan kecil dan itu pun tidak disimpan dengan baik. Usaha ini pun belum melakukan pemisahan antara dana pribadi dan dana usaha, sehingga tidak diketahui secara pasti berapa jumlah dana usaha yang dimiliki.
7.1.3. Analisis Matriks EFE Hasil Analisis Matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 19. Adapun nilai pembobotan dan peringkat (rating) pada faktor internal utama dari masing-masing responden dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Tabel 19. Hasil Analisis Matriks EFE Faktor-Faktor Eksternal Utama Peluang A.Peningkatan PDRB per kapita B.Penurunan tingkat inflasi C.Peningkatan jumlah penduduk seiring dengan perkembangan tren makan di luar rumah D.Perkembangan Teknologi E.Kekuatan tawar-menawar pemasok rendah Ancaman F.Konversi penggunaan minyak tanah ke gas G.Hambatan masuk industri kecil H.Jumlah usaha rumah makan sate bebek Banyak I.Produk subtitusi banyak tersedia J.Kekuatan tawar-menawar pembeli tinggi Total
Bobot
Peringkat
Skor Bobot
0,093 0,118
3,667 3,667
0,342 0,432
0,074
3,333
0,248
0,072 0,117
3,667 4,000
0,265 0,467 1,754
0,118 0,091
2,000 3,000
0,236 0,273
0,114
3,000
0,343
0,086 0,117
2,333 3,000
0,200 0,350 1,402 3,156
1,000
87
Total skor bobot matriks EFE berkisar antara 1,0-4,0. Hasil analisis matriks EFE menunjukkan bahwa skor bobotnya yaitu sebesar 3,156. Hal ini menunjukkan bahwa usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber sudah cukup baik (di atas rata-rata) dalam memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman dalam industri. Peluang utama bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah faktor peluang dengan skor bobot yang terbesar yaitu kekuatan tawar-menawar pemasok rendah dengan skor bobot sebesar 0,467. Kekuatan tawar-menawar pemasok yang rendah mengakibatkan pelaku usaha dapat dengan mudah memilih pemasok mana yang dapat memberikan pasokan yang berkualitas dengan harga yang bersaing sehingga dapat menguntungkan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Faktor eksternal yang menjadi ancaman utama bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah tingginya kekuatan tawar-menawar pembeli dengan skor bobot sebesar 0,350. Tingginya kekuatan tawar-menawar pembeli ini menuntut usaha untuk memberikan produk yang berkualitas dan pelayanan yang baik kepada konsumen, karena konsumen berkuasa untuk memilih rumah makan mana yang akan dikunjungi sehingga kebutuhan dan keinginannya terpenuhi. Tingginya tawar-menawar pembeli ini disebabkan oleh banyaknya pesaing dalam industri, sehingga tiap usaha harus berkompetisi untuk dapat menarik perhatian pembeli. Ancaman utama ini perlu dihindari dengan menggunakan strategi yang tepat. 7.1.4. Analisis Matriks IFE Skor bobot pada matriks IFE diperoleh dari pembobotan dan pemberian peringkat pada faktor internal kunci. Hasil analisis Matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 20. Adapun pembobotan dan peringkat (rating) dari masing-masing responden pada faktor-faktor internal utama dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Total skor bobot matriks IFE pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah sebesar 2,489 yang artinya usaha ini memiliki kondisi rata-rata secara internal. Kekuatan utama usaha ini terletak pada proses produksi dilakukan dengan baik dengan skor bobot sebesar 0,484. Hal ini menjadi kekuatan karena dengan proses produksi yang baik, usaha ini mendapat kepercayaan dari konsumennya, khususnya untuk produk yang ditawarkan. Sate bebek H. Syafe’i Cibeber memiliki daging yang tidak keras dan tidak berbau amis. Pemilihan bahan 88
baku yang berkualitas serta proses pengolahan yang baik sangat pendukung proses produksi tersebut sehingga dapat dilakukan dengan baik. Dengan adanya kekuatan tersebut, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat lebih menarik perhatian konsumennya dan dapat mengungguli pesaingnya. Tabel 20. Hasil Analisis Matriks IFE Faktor-Faktor Internal Utama
Bobot
Kekuatan A.Pelaksanaan tugas dilakukan dengan baik sesuai bagiannya B.Hubungan yang baik antara pengelola dan karyawan usaha C.Rumah makan yang dikenal sebagai pionir usaha sate bebek D.Proses produksi dilakukan dengan baik Kelemahan E.Belum memiliki perencanaan secara jelas F.Menu yang kurang bervariasi G.Jam buka usaha kurang lama H.Lokasi usaha kurang strategis I.Tempat usaha kurang tertata baik J.Pengelolaan keuangan belum baik
usaha
Total
Peringkat
Skor Bobot
0,108
3,000
0,323
0,104
3,667
0,383
0,099
4,000
0,396
0,121
4,000
0,484 1,586
0,099
2,000
0,198
0,088 0,073 0,108 0,092 0,108
1,333 2,000 1,000 1,667 1,667
0,117 0,147 0,108 0,154 0,180 0,903 2,489
1,000
Kelemahan utama usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber terletak pada lokasinya yang kurang strategis dengan skor bobot sebesar 0,108. Lokasinya yang tidak terletak di tepi jalan raya dan berada di perkampungan padat penduduk dengan kondisi jalan sempit yang rusak mengakibatkan lokasi usaha ini sulit dilihat dan dijangkau oleh konsumen. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap proses
penjualannya,
karena
usaha
sate
bebek
H.
Syafe’i
Cibeber
mendistribusikan langsung produknya kepada konsumen. Kelemahan ini juga semakin berbahaya karena para pesaingnnya memiliki lokasi yang lebih strategis, dimana konsumen dapat dengan mudah melihat dan menjangkaunya. 7.1.5. Analisis Matriks Profil Kompetitif Matriks Profil kompetitif (CPM atau Competitive Profile Matrix) mengidentifikasi pesaing utama usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, yaitu sate 89
bebek Cindelaras, sate bebek Abu Faisal, Pondok sate dan Sop Asmawi, serta kekuatan dan kelemahannya dalam kaitan dengan posisi strategis usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Menurut Raharjo (2008) untuk mengenali pesaing usaha berupa rumah makan atau restoran, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah lokasi, pelayanan, variasi menu, promosi, dan suasana ruangan. Pesaing utama usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah sate bebek Cindelaras, sate bebek Abu Faisal, serta pondok sate dan sop Asmawi. Usaha tersebut dikatakan sebagai pesaing utama sate bebek H. Syafe’i Cibeber karena lokasinya yang berdekatan serta target konsumen dan konsep usaha yang hampir sama. Hal ini juga diperkuat oleh hasil kuesioner yang diberikan kepada 30 orang konsumen, mereka menyebutkan bahwa selain menikmati sate bebek H. Syafe’i Cibeber, mereka juga dapat menikmati sate bebek di lokasi usaha yang menjadi pesaingnya tersebut. Berikut ini dijelaskan mengenai pesaing utama sate bebek H. Syafe’i Cibeber. 1.
Sate Bebek Cindelaras Usaha ini terletak di Jalan Raya Cilegon No. 8 (Depan Madrasah Al Jauharotunnaqiyyah Cibeber). Usaha ini buka dari jam 08.00-22.00 WIB. Cindelaras merupakan pesaing yang lokasinya berada paling dekat dengan sate bebek H. Syafe’i Cibeber dan memiliki konsep usaha yang sama yaitu konsumen dapat menikmati makanannya dengan cara lesehan ataupun lengkap dengan kursi dan meja. Selain menawarkan sate bebek, sop bebek, dan aneka minuman, usaha ini juga menawarkan menu yang lainnya seperti botok ayam, bebek goreng, ayam goreng, sate ayam, soto ayam, sop babat atau kikil, sop kambing, sop babat atau kikil, dan sate bandeng.
2.
Sate Bebek Abu Faisal Usaha ini berlokasi di samping SMP 1 Cilegon, tepatnya di Jalan Stasiun Cilegon No. 1 Kota Cilegon dan buka sejak pukul 09.00-21.00 WIB. Perbedaan usaha ini dengan usaha sate bebek H. Syafe’i adalah dalam hal variasi menu. Usaha ini menawarkan menu tambahan berupa yaitu botok ayam dan bebek goreng. Dari segi konsep usaha, sate bebek Abu Faisal memiliki konsep yang sama dengan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
90
Mereka sama-sama menawarkan dua konsep dalam ruangannya,yaitu lesehan dan tidak lesehan. 3.
Pondok Sate dan Sop Asmawi Usaha ini beralamat di Jalan Raya Cilegon (samping optik Lily Kasoem) dan buka sejak pukul 09.00-22.00 WIB. Dibandingkan dengan pesaingnya yang lain, usaha ini memiliki menu yang lebih beragam. Selain sate dan sop bebek, usaha ini juga menawarkan aneka sop dan sate lainnya, yaitu sate ayam, sate kambing, sate sapi, sate ati, sop ayam, sop kambing, sop sapi, sop kikil, dan sop buntut. Pada CPM pemberian nilai bobot dan peringkat untuk perusahaan
dilakukan oleh Kepala Bidang Pariwisata Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Cilegon serta penggagas grup rumah makan sate bebek di Kota Cilegon. Adapun pembobotan dan pemberian peringkat (rating) dari masing-masing responden pada faktor-faktor keberhasilan penting dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8. Dari hasil tersebut, diperoleh nilai untuk masing-masing faktor-faktor keberhasilan penting tiap rumah makan yang diperlihatkan pada Tabel 21. Hasil Matriks Profil kompetitif menunjukkan bahwa Cindelaras paling unggul dibandingkan dengan ketiga pesaingnya, yaitu sate bebek H. Syafe’i Cibeber, sate bebek Abu Faisal, dan Pondok Sate dan Sop Asmawi dengan total skor bobot sebesar 3,088. Untuk faktor-faktor keberhasilan penting lokasi, Cindelaras dan Asmawi paling unggul dibandingkan dengan pesaingnya yang lain dengan skor bobot masing-masing 0,950. Cindelaras dan Asmawi memang memiliki lokasi usaha yang mudah dilihat dan mudah dijangkau karena terletak di Jalan Raya Cilegon yang merupakan jalan raya utama di Kota Cilegon. Sedangkan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber berada pada urutan paling bawah dalam hal lokasi dibandingkan dengan yang lainnya, yaitu hanya mendapat nilai sebesar 0,238. Hal ini disebabkan oleh lokasinya yang tidak mudah dilihat dan dijangkau karena terletak di perkampungan yang padat penduduk dengan kondisi jalan yang rusak.
91
Tabel 21. Hasil Analisis CPM Faktor-Faktor H. Syafe’i Keberhasilan Penting Cibeber A. Lokasi 0,238 B. Pelayanan 0,713 C. Variasi Menu 0,175 D. Promosi 0,300 E. Suasana Ruangan 0,400 1,825 Total
Skor Bobot Cindelaras
Abu Faisal
0,950 0,475 0,613 0,450 0,600 3,088
0,475 0,475 0,350 0,150 0,600 2,050
Asmawi 0,950 0,475 0,613 0,450 0,500 2,988
Faktor-faktor keberhasilan penting untuk pelayanan, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber berada pada peringkat pertama dengan nilai sebesar 0,713. Hal ini disebabkan karena usaha ini selalu berusaha memberikan pelayanan yang berkualitas. Bertindak cepat dan bersikap ramah ketika berhadapan kepada konsumen, misalnya dengan memberikan senyuman ketika melayani konsumen dan tidak membuat konsumen menunggu lama untuk melakukan pemesanan makanan serta ketika melakukan pembayaran. Cindelaras dan Asmawi kembali unggul dalam hal variasi produk dengan skor bobot masing-masing sebesar 0,613. Kedua rumah makan tersebut selain menawarkan sate dan sop bebek, juga menawarkan produk subtitusi lainnya, saperti sate dan sop ayam, sate dan sop kambing, bebek goreng, ayam goreng, dan lain-lain. Variasi menu tersebut dapat menjadi nilai tambah suatu rumah makan karena konsumen dapat lebih bebas melakukan pemilihan menu makanan yang akan mereka nikmati. Sedangkan untuk usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, dalam hal variasi menu berada pada urutan terbawah dibandingkan tiga pesaingnya yang lain, yaitu hanya memperoleh skor bobot sebesar 0,175. Hal ini disebabkan karena usaha ini hanya menawarkan menu makanan berupa sate dan sop bebek, sehingga konsumen terbatas hanya dapat melakukan pilihan pada dua jenis menu tersebut. Sate bebek Abu Faisal mendapat nilai yang lebih besar dari sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Hal tersebut karena Abu Faisal tidak hanya menawarkan sate dan sop bebek, tetapi juga menawarkan botok ayam dan bebek goreng. Variasi menu tersebut memang masih terbilang sedikit dibandingkan dengan variasi menu yang dilakukan oleh Cindelaras dan Pondok Sop dan Sate Asmawi.
92
Faktor-faktor keberhasilan penting untuk promosi dengan skor bobot tertinggi sebesar 0,450 ditempati oleh sate bebek Cindelaras dan Pondok Sate den Sop Asmawi. Hal ini berarti kedua rumah makan tersebut telah melakukan kegiatan promosi yang lebih baik dibandingkan dengan pesaing lainnya. Selain promosi dengan cara word of mouth, usaha ini juga memasang papan nama usaha yang besar di depan lokasi usaha, sehingga konsumen mudah mengetahui keberadaan usaha dan menu apa saja yang ditawarkannya. Promosi melalui facebook pun kini dilakukan oleh kedua usaha ini. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber mendapat skor bobot 0,300. Nilai tersebut berada di bawah Cindelaras dan Asmawi, namun berada di atas nilai Abu Faisal. Hal ini terjadi karena usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber merupakan pionir usaha sate bebek, sehingga konsumen lebih mengingat usaha ini melalui promosi word of mouth yang dilakukan. Skor bobot tertinggi untuk suasana ruangan sebesar 0,600 didapatkan oleh Cindelaras dan Abu Faisal. Ruangan di kedua tempat tersebut memang tertata dengan rapi dan bersih, sehingga konsumen dapat merasa nyaman ketika sedang menikmati makanan di rumah makan itu. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber hanya mendapatkan skor bobot sebesar 0,400. Skor bobot tersebut merupakan skor bobot terendah dalam faktor-faktor keberhasilan penting suasana ruangan. Hal ini disebabkan karena suasana ruangannya kurang menciptakan kebersihan dan kerapian. Atap dan pintu ruangan tidak terkesan rapi, selain itu pun dinding ruangan tidak tampak seragam. Di sisi yang satu dindingnya berbata, namun di sisi lainnya hanya berlapis triplek saja. Sedangkan untuk Pondok Sate dan Sop Asmawi, suasana ruangannya terkesan sempit karena atap ruangan pendek dan kurangnya lubang udara di dalam ruangan, sehingga konsumen merasa kepanasan ketika sedang berada di dalam ruangan. Dari hasil analisis profil matriks persaingan atau CPM ini, dapat diketahui bahwa usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber memiliki keunggulan dominan pada pelayanan dan memiliki kelemahan dominan pada lokasi, variasi menu, dan suasana ruangan. Dengan mengetahui posisi bersaingnya, usaha ini dapat mengevaluasi kondisi untuk memperbaiki langkah kerjanya di kemudian hari. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber harus mempertahankan dan mengembangkan
93
faktor-faktor keberhasilan penting yang sudah unggul dan memperbaiki faktorfaktor keberhasilan penting yang dinilai masih sangat lemah dibandingkan dengan pesaingnya. 7.2. Tahap Pencocokan 7.2.1. Analisis Matriks IE Strategi suatu perusahaan akan lebih efektif apabila strategi yang diterapkan sesuai dengan posisi dan kondisi perusahaan. Posisi perusahaan diketahui berdasarkan pada suatu analisis kuantitatif faktor-faktor internal dan eksternal yang dikombinasikan. Hasil analisis yang diperoleh dari matriks EFE dan IFE menyusun sebuah matriks yang dinamakan matriks internal-eksternal (IE) yang menggambarkan posisi persaingan suatu perusahaan saat ini, sehingga dapat mempermudah perusahaan tersebut dalam melakukan pemilihan strategi. Nilai EFE sebesar 3,195 dan IFE sebesar 2,489 menempatkan posisi perusahaan saat ini ke dalam sel II yang termasuk pada kondisi tumbuh dan membangun. Hasil analisis matriks IE usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dilihat pada Gambar 8. Pada gambar tersebut terlihat bahwa posisi perusahaan berada pada sel II, dimana memiliki posisi internal rata-rata dan posisi ekternal yang kuat. Pada posisi tumbuh dan membangun ini strategi yang cocok diterapkan adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). Strategi penetrasi pasar merupakan strategi yang berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar suatu produk atau jasa dengan melakukan pemasaran yang lebih besar, misalnya usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber membuka cabang baru di Kota Cilegon dengan lokasi yang lebih strategis dengan menawarkan menu yang bervariasi dan jam buka usaha yang lebih lama. Strategi pengembangan pasar yaitu strategi yang memperkenalkan produk atau jasa ke area geografis yang baru, misalnya usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber membuka cabang baru di luar Kota Cilegon. Strategi pengembangan produk merupakan strategi yang dilakukan untuk meningkatkan penjualan melalui perbaikan produk atau jasa saat ini atau mengembangkan produk atau jasa baru. Terkait dengan strategi pengembangan produk, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber misalnya 94
dapat menambah jenis menu yang ditawarkan dan memperbaiki suasana ruangan usaha sehingga dapat membuat konsumen merasa lebih nyaman ketika menikmati makanannya. Kuat 3,0 – 4,0 4,0 Tinggi 3,0 – 4,0
3,156 I
3,0 Sedang 2,0 – 2,99
IV
SKOR BOBOT TOTAL IFE Sedang Lemah 2,0 – 2,99 1,0 – 1,99 3,0 2,0 2,489 II Tumbuh Tumbuh dan dan membangun Kembangkan
1,0
III
VI
2,0 Rendah 1,0 – 1,99
VII
VIII
IX
1,0 Gambar 8. Matriks IE Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber Strategi integrasi ke belakang merupakan strategi yang berupaya untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan. Melalui strategi ini, misalnya usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber tetap menjaga kerjasama yang sudah terjalin dengan pemasok seperti membuat kontrak atas jumlah dan waktu pasokan yang jelas ataupun melakukan ternak bebek secara tersendiri sehingga dapat memenuhi kebutuhan bahan baku berupa daging dan tulang bebek. Strategi integrasi ke depan yaitu strategi yang berupaya untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas distributor atau pengecer. Dalam hal ini usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber hanya memiliki satu saluran distribusi, dimana produk atau jasa langsung disampaikan kepada konsumen tanpa distributor ataupun pengecer, sehingga dapat dikatakan bahwa strategi ini kurang relevan dengan kondisi usaha. Strategi integrasi horizontal merupakan setrategi yang berupaya untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pesaing. Misalnya usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber melakukan akuisisi terhadap pesaingnya.
95
Strategi pengembangan produk hasil analisis matriks IE konsisten dengan hasil analisis CPM. Pada CPM disebutkan bahwa variasi menu, suasana ruangan, dan lokasi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber memperoleh nilai terendah dibandingkan dengan pesaingnya yang lain. Dengan dilakukannya strategi pengembangan produk, usaha ini perlu menambah jenis menu yang ditawarkan dan memperbaiki kondisi ruangan usahanya, sehingga lokasi usaha yang kurang strategis dapat ditutupi oleh kelebihan-kelebihan lain yang ditawarkan oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. 7.2.2. Analisis Matriks SWOT Setelah dianalisis faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan dan mencocokkannya pada matriks IE, selanjutnya adalah tahap memformulasi strategi dengan matriks SWOT. Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT seperti yang terlihat pada Gambar 9, terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber agar dapat bersaing dalam industri rumah makan sate bebek. Alternatif strategi yang dihasilkan pada analisis matriks SWOT berkorelasi dengan hasil analisis pada matriks IE. Strategi S-O sejalan dengan strategi intensif (pengembangan pasar) pada hasil analisis matriks IE. Namun dalam aplikasinya nanti, strategi pengembangan pasar ini pun perlu diiringi oleh strategi diferensiasi, yaitu dengan mencoba menawarkan menu bubur bebek yang masih terbilang unik dalam industri rumah makan sate bebek. Strategi yang lainnya dalam matriks SWOT sejalan dengan strategi pengembangan pasar. Namun terdapat strategi yang merupakan kombinasi antara strategi penetrasi pasar, pengambangan produk, dan diferensiasi, yaitu strategi W-T (memperbaiki upaya pemasaran). Dalam strategi tersebut, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber perlu memperbaiki produk yang ada saat ini, seperti menambah variasi menu, jam usaha, dan memperbaiki kondisi ruangan. Selain itu, usaha ini pun perlu melakukan penetrasi pasar melalui peningkatan upaya promosi dengan cara memasang papan nama usaha. Sedangkan strategi diferensiasi yang perlu dilakukan adalah dengan mencoba menawarkan kembali bubur bebek yang masih terbilang unik dalam industri rumah makan sate bebek.
96
Internal
Eksternal
Peluang (O) 1. Peningkatan PDRB per kapita (O1) 2. Penurunan tingkat inflasi (O2) 3. Peningkatan jumlah penduduk seiring dengan perkembangan tren makan di luar rumah (O3) 4. Perkembangan Teknologi (O4) 5. Kekuatan tawar-menawar pemasok rendah (O5) Ancaman (T) 1. Konversi penggunaan minyak tanah ke gas (T1) 2. Hambatan masuk industri rumah makan sate bebek kecil (T2) 3. Jumlah usaha rumah makan sate bebek banyak (T3) 4. Produk subtitusi banyak tersedia (T4) 5. Kekuatan tawar menawar pembeli tinggi (T5)
Kekuatan (S) 1. Pelaksanaan tugas dilakukan dengan baik sesuai bagiannya (S1) 2. Hubungan yang baik antara pengelola dan karyawan usaha (S2) 3. Rumah makan yang dikenal sebagai pionir usaha sate bebek (S3) 4. Proses produksi dilakukan dengan baik (S4)
Kelemahan (W) 1. Belum memiliki perencanaan usaha secara jelas (W1) 2. Menu yang kurang bervariasi (W2) 3. Jam buka usaha yang kurang lama (W3) 4. Lokasi usaha kurang strategis (W4) 5. Tempat usaha kurang tertata baik (W5) 6. Pengelolaan keuangan belum baik (W6) Strategi S-O Strategi W-O 1. Pengembangan pasar 1. Menambah fasilitas (S1,S2,S3,S4,O1,O2,O3, produksi dan karyawan O4,O5) (W2,W3, O3)
Strategi S-T 1. Meningkatkan kualitas produk (S3,S4,T2,T3,T4,T5) 2. Meningkatkan kualitas hubungan kerja antara pengelola dan karyawan usaha (S1,S2,T2,T3,T4) 3. Konversi bahan bakar (S4,T1)
Strategi W-T 1. Memperbaiki upaya pemasaran (W2,W3,W4,W5,T2,T3, T4,T5) 2. Memperbaiki perencanaan dan keuangan usaha (W1,W6,T1,T2,T3,T4,T5)
Gambar 9. Hasil Analisis Matriks SWOT 7.2.2.1. Strategi S-O Strategi S-O yang dapat diterapkan oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber terdiri dari satu strategi yaitu pengembangan pasar. Pengembangan pasar ini dilakukan dengan cara membuka cabang usaha yang baru di luar Kota Cilegon, misalnya di kota/Kabupaten Tangerang dan kota/Kabupaten Serang, dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut memiliki jumlah pemasok bebek yang banyak dan daya belinya pun tinggi. Cabang usaha yang baru ini harus dipersiapkan dengan konsep usaha yang lebih baik dari sebelumnya dan berbeda dari rumah makan sate bebek yang telah 97
ada. Misalnya dengan menawarkan menu bubur bebek yang dulu pernah menjadi menu favorit di rumah makan ini ataupun menu olahan bebek lainnya. Kualitas sate bebek yang dihasilkan harus sama atau bahkan lebih baik dari kualitas sebelumnya, sehingga harus dapat memilih pemasok mana yang dapat memenuhi kriteria bahan baku yang diperlukan. Lokasi usaha pun harus mudah dilihat dan mudah dijangkau oleh konsumen. Tata ruang harus diperhitungkan dengan baik agar pergerakan karyawan maupun konsumen tidak saling merasa terganggu. Walaupun suasana ruangannya sederhana, namun tetap harus menjaga kerapihan dan kebersihannya. Agar konsumen merasa nyaman ketika berada di dalam ruangan. Hal ini dapat menjadi nilai tambah usaha. Kualitas pelayanan pun harus tetap terjaga dengan baik, dimana pelayanan merupakan kekuatan utama usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dibandingkan dengan pesaingnya yang lain berdasarkan matriks CPM, sehingga perlu terus dipertahankan bahkan ditingkatkan. Kegiatan promosi perlu dilakukan untuk mendukung kelancaran pemasarannya, misalnya dengan memasang papan nama usaha dengan jelas, menggunakan berbagai situs pertemanan yang saat ini sedang berkembang atau memasang spanduk di lokasi yang banyak dilalui oleh orang banyak. Berbekal kekuatan yang dimiliki oleh usaha, upaya membuka cabang baru ini diharapkan dapat memanfaatkan peluang yang ada. 7.2.2.2. Strategi W-O Strategi menambah fasilitas produksi dan karyawan dilakukan dalam upaya menambah variasi menu dan jam buka usaha, sehingga dapat memanfaatkan tren makan di luar rumah yang sedang berkembang. Menu bubur bebek tidak dijual lagi oleh usaha karena keterbatasan waktu dan sumber daya, maka untuk dapat bersaing dalam industri, dimana para pesaingnya memiliki variasi menu yang lebih banyak dan jam buka usaha yang lebih lama, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber sebaiknya melakukan penambahan fasilitas produksi, seperti kompor, panci dan peralatan lainnya yang mendukung penambahan variasi menu serta menambah karyawannya, misalnya empat orang (dua orang untuk membantu produksi dan dua orang untuk membantu dalam melayani konsumen). Hal tersebut terkait dengan penambahan variasi menu dan waktu usaha, dimana 98
akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak. Penambahan karyawan tersebut didukung oleh adanya peningkatan jumlah penduduk. 7.2.2.3. Strategi S-T 1.
Meningkatkan Kualitas Produk Strategi ini dilakukan untuk menghindari ancaman yang ada dengan memanfaatkan kekuatan usaha yang dimiliki. Berbekal nama jual usaha dan proses produksi yang baik, usaha ini harus berupaya untuk terus meningkatkan kualitas produknya. Kualitas produk yang baik dapat mempertahankan loyalitas pelanggan yang telah ada di tengah persaingan produk sejenis maupun produk penggantinya.
2.
Meningkatkan Kualitas Hubungan Kerja Antara Pengelola dan Karyawan Usaha Strategi ini dilakukan untuk meningkatkan loyalitas dan kinerja karyawan serta pengelola usaha agar dapat terus bekerja sama untuk membangun usaha dan dapat menghadapi persaingan. Pelaksanaan tugas tiap bagian yang sudah dijalankan dengan baik harus selalu dijaga dan sebaiknya dibuat peraturan secara tertulis yang disepakati bersama agar terlihat jelas mengenai hak dan kewajiban masing-masing orang. Selain itu perlu diadakan pertemuan rutin antara pengelola dan karyawan untuk mengevaluasi kinerjanya masingmasing. Pertemuan rutin itu juga bermaksud agar pengelola dan karyawan mengetahui mengenai kondisi usaha dan rencana apa saja yang akan dijalankan. Hubungan yang baik antara karyawan dan pengelola usaha pun perlu terus dijaga agar loyalitas mereka terhadap usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat terus ditingkatkan. Upaya ini dapat dilakukan dengan mengadakan rekreasi bersama antara karyawan dan pengelola usaha pada waktu-waktu tertentu guna menjaga hubungan baik yang sudah terjalin. Dengan adanya pembagian hak dan kewajiban yang tertulis dengan jelas, pertemuan rutin, dan didukung oleh adanya loyalitas pengelola dan karyawan, diharapkan mereka dapat memberikan yang terbaik bagi kelangsungan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
99
3.
Konversi Bakar Gas Strategi ini dilakukan untuk meringankan biaya produksi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber terkait dengan konversi penggunaan minyak tanah ke gas. Untuk mendukung proses produksi yang baik, usaha ini hanya akan menggunakan kompor semawar, karena menurut penanggung jawab bagian produksi, kompor ini menghasilkan api yang sangat besar dibandingkan dengan kompor-kompor lainnya. Namun kompor semawar yang digunakan oleh usaha ini masih menggunakan bahan bakar berupa minyak tanah. Padahal bahan bakar berupa minyak tanah ini dapat diganti oleh gas yang lebih mudah diperoleh dibandingkan minyak tanah dan memiliki harga yang lebih murah. Untuk lebih meringankan biaya produksi, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber sebaiknya beralih dari penggunaan minyak tanah ke gas untuk bahan bakar kompor semawar yang digunakannya.
7.2.2.4. Strategi W-T 1.
Memperbaiki Upaya Pemasaran Strategi W-T yang dapat dilakukan oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah memperbaiki upaya pemasaran. Seperti yang telah dibahas pada analisis lingkungan internal bahwa bauran pemasaran meliputi produk, harga, promosi, tempat, proses, orang, dan bukti fisisk, strategi ini dilakukan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan usaha terkait dengan aspek pemasaran dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya, sehingga dapat lebih menarik perhatian konsumen. Konsep usaha yang masih sederhana mengakibatkan usaha ini kurang memiliki kekuatan untuk memenangkan kompetisi dalam industri. Hasil CPM juga menyebutkan bahwa usaha ini memiliki nilai terendah dalam hal variasi menu, lokasi, dan suasana ruangan, sehingga perlu dilakukan perbaikan agar usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat meningkatkan keunggulan bersaingnya. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjalankan strategi W-T ini adalah dengan menambahkan variasi menu yang berbeda dengan usaha lain, seperti bubur bebek yang dulu pernah ditawarkan oleh usaha ini. Menu bubur bebek yang belum ada di pasaran dapat menjadi daya tarik usaha ini, selain dari 100
menu sate dan sop bebek yang sudah ada. Usaha ini juga dapat menambah aneka produk subtitusi sate bebek lainnya seperti sate ayam dengan harga dan kualitas bersaing. Sate ayam biasanya ditawarkan usaha pada malam tahun baru saja. Variasi minuman pun dapat dilakukan dengan menawarkan es campur dan es kelapa muda yang biasanya mereka tawarkan pada Bulan Ramadhan. Kemampuan bagian produksi dalam mengolah bubur bebek, sate ayam, es campur, dan es kelapa muda sebaiknya lebih dimanfaatkan untuk menambah variasi menu dalam upaya memperbaiki konsep pemasaran agar dapat lebih menarik perhatian konsumen. Hal ini juga di dukung oleh ketersediaan pemasok bebek dan ayam dalam jumlah yang banyak di sekitar Kota Cilegon. 7
6
Keterangan : 1. Meja kasir 2. Tempat pembakaran sate 3. Wastafel 4. Televisi 5. Dapur bersih 6. Mushola 7. Toilet 8. Dapur kotor
5
8 4
3
Lesehan
Tidak Lesehan
1
2
Pintu masuk Tempat Parkir
Gambar 10. Usulan Tata Ruang Tanpa Renovasi Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber buka mulai pukul 17.00-23.00 WIB. Waktu buka usaha tersebut terbilang sangat singkat dibandingkan dengan pesaingnya yang mulai membuka usaha mereka sejak pagi hari. Menanggapi hal tersebut, sebaiknya usaha ini juga dapat menambah waktu usaha mereka agar konsumen yang datang ke tempat ini tidak dibatasi oleh waktu buka usaha yang singkat, misalnya dari jam 08.00-22.00 WIB. Tempat usaha pun perlu mengalami perbaikan, agar terlihat lebih rapi, bersih, dan teratur. Tata ruang (layout) perlu mengalami perubahan agar aktivitas 101
antara konsumen dan karyawan tidak saling mengganggu. Adapun tata ruang usaha yang diusulkan penulis, seperti terlihat pada Gambar 10 dan 11. Gambar 10 adalah usulan tata ruang dimana pengelola usaha tidak perlu melakukan renovasi terhadap bangunan. Gambar 11 adalah usulan tata ruang dimana pengelola usaha perlu melakukan renovasi. Dengan adanya kelebihan-kelebihan yang ditawarkan, pembeli pun akan berusaha untuk menjangkau lokasi usaha yang kurang strategis ini. Untuk mendukung hal itu, sebaiknya dilakukan pemasangan papan nama usaha di depan jalan masuk menuju lokasi usaha, sehingga dapat menunjukkan keberadaan lokasi usaha. 9
8
7
3
4
Lesehan
Keterangan : 1. Meja kasir 2. Tempat pembakaran sate 3. Wastafel 4. Televisi 5. Dapur bersih 6. Dapur kotor 7. Toilet 8. Tempat Wudhu 9. Mushola
6
5
Tidak Lesehan 1 Pintu masuk Tempat Parkir
Gambar 11. Usulan Tata Ruang dengan Renovasi Pada Gambar 10 pengelola usaha hanya perlu memindahkan beberapa bagian agar terlihat lebih teratur, seperti meja kasir serta lokasi tempat lesehan dan tidak lesehan. Sedangkan pada Gambar 11
pengelola perlu melakukan
renovasi bangunan, seperti memindahkan letak toilet, mushola, dan dapur kotor, menambahkan tempat wudhu, serta melakukan perubahan pada bagian lainnya seperti terlihat pada gambar. Hal ini dilakukan agar konsumen merasa lebih nyaman ketika berada di menggunakan segala fasilitas yang disediakan oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
102
2.
Memperbaiki Perencanaan dan Keuangan Usaha Persaingan di industri rumah makan sate bebek yang semakin ketat menuntut usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber untuk dapat membuat perencanaan usaha yang baik. Perencanaan sangat diperlukan untuk menjalankan suatu usaha agar lebih terarah dan dapat mencapai tujuannya dengan tepat. Untuk dapat memenangkan kompetisi dalam industri, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber harus menyusun perencanaan usahanya dengan jelas, baik yang mencakup bagian produksi, keuangan, maupun pemasarannya. Misalnya dengan membuat target bulanan yang harus dicapai oleh tiap bagian. Hal ini dilakukan agar tiap bagian memahami mengenai apa saja yang harus dilakukan sehingga usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat bersaing dan menjadi pemenang dalam kompetisi industri. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber juga harus memperbaiki pengelolaan keuangannya. Misalnya mulai membuat pembukuan mengenai pemasukan dan pengeluaran secara rinci baik menggunakan pembukuan manual ataupun teknologi komputer, agar dapat diketahui keperluan mana yang penting dan yang tidak penting, sehingga dapat melakukan penghematan biaya. Selain itu perlu dilakukan pemisahan antara dana pribadi dan dana usaha, agar dapat diketahui dengan pasti mengenai sumber dana usaha yang dimiliki.
7.8. Tahap Keputusan 7.8.1. Analisis QSPM Setelah melalui tahap pemasukan data dan tahap pencocokkan, tahap berikutnya dalam proses perumusan strategi adalah tahap pengambilan keputusan. Pada tahap ini dilakukan pemilihan prioritas dari beberapa alternatif strategi dengan menggunakan Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix-QSPM). David (2009) menyebutkan bahwa Skor Daya Tarik (AS) tidak boleh sama dalam satu baris dan kisaran Skor Daya Tarik mulai dari 1 sampai “jumlah strategi yang dievaluasi”. Hasil dari pengisian kuesioner QSPM pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat dilihat pada Lampiran 11. Selanjutnya nilai STAS untuk masingmasing strategi dirata-ratakan agar dapat melihat alternatif strategi mana yang
103
menjadi prioritas perusahaan. Hasil dari rata-rata nilai STAS pada masing-masing alternatif strategi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Prioritas Strategi Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber Tahun 2010 RataAlternatif STAS STAS STAS Prioritas Rata Strategi Responden 1 Responden 2 Responden 3 Strategi STAS Strategi 1 8,853 9,260 8,826 8,980 4 Strategi 2 6,196 6,541 6,389 6,375 5 Strategi 3 9,119 9,849 8,318 9,095 3 Strategi 4 5,268 5,172 4,871 5,104 7 Strategi 5 5,760 5,346 6,044 5,717 6 Strategi 6 11,484 10,491 11,232 11,069 1 Strategi 7 9,320 9,341 10,320 9,660 2 Berdasarkan hasil rata-rata STAS dari masing-masing alternatif strategi, dapat dilihat strategi mana saja yang menjadi prioritas untuk diterapkan perusahaan dalam upaya meningkatkan keunggulan bersaingnya. Adapun urutan prioritas strateginya yaitu, strategi 6 (memperbaiki upaya pemasaran), strategi 7 (memperbaiki perencanaan dan keuangan), strategi 3 (meningkatkan kualitas produk), strategi 1 (pengembangan pasar), strategi 2 (menambah fasilitas produksi dan karyawan), strategi 5 (konversi bahan bakar), dan strategi 4 (meningkatkan kualitas hubungan kerja antara pengelola dan karyawan usaha). Nilai STAS tertinggi diperoleh strategi 6, yaitu memperbaiki upaya pemasaran. Hal ini menunjukkan bahwa usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat meningkatkan keunggulan bersaingnya dengan memperbaiki upaya pemasaran melalui penambahan variasi menu (bubur bebek, sate ayam, es campur, dan es kelapa muda) dan jam buka usaha (08.00-22.00 WIB), memperbaiki kondisi ruangan dan tata ruang usahanya sehingga terlihat lebih rapi, bersih, dan teratur, serta membuat papan nama usaha di depan jalan masuk menuju lokasi usaha. Dengan penerapan strategi ini, maka ancaman yang timbul dari hambatan masuk industri rumah makan sate bebek yang kecil, jumlah rumah makan sate bebek yang banyak, produk subtitusi yang banyak tersedia, dan tawar-menawar pembeli yang tinggi dapat dihindari. Strategi ini pun dapat mengurangi kelemahan usaha yang terdiri dari menu yang kurang bervariasi, jam buka usaha kurang lama, lokasi usaha yang kurang strategis, serta tempat usaha yang kurang tertata baik.
104
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, diperoleh kesimpulan yaitu : 1) Berdasarkan hasil analisis lingkungan eksternal, terdapat lima faktor peluang dan lima faktor ancaman. Faktor-faktor yang menjadi peluang terdiri dari peningkatan PDRB perkapita, penurunan tingkat inflasi, peningkatan jumlah penduduk seiring dengan perkembangan tren makan di luar rumah, perkembangan teknologi, dan kekuatan tawar menawar pemasok rendah. Peluang utama usaha yaitu kekuatan tawar-menawar pemasok rendah. Faktorfaktor yang menjadi ancaman yaitu, konversi penggunaan minyak tanah ke gas, hambatan masuk industri rumah makan sate bebek kecil, jumlah rumah makan sate bebek banyak, produk subtitusi banyak tersedia, dan kekuatan tawar-menawar pembeli tinggi. Ancaman utama usaha adalah kekuatan tawar-menawar pembeli tinggi. 2) Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal, terdapat empat faktor kekuatan dan enam faktor kelemahan. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan terdiri dari pelaksanaan tugas dilakukan dengan baik sesuai bagiannya, hubungan yang baik antara pengelola dan karyawan usaha, rumah makan yang dikenal sebagai pionir usaha sate bebek, dan proses produksi dilakukan dengan baik. Kekuatan utama usaha yaitu proses produksi dilakukan dengan baik. Faktor-faktor yang menjadi kelemahan yaitu, belum memiliki perencanaan usaha secara jelas, menu yang kurang bervariasi, jam buka usaha yang kurang lama, lokasi usaha kurang strategis, tempat usaha kurang tertata baik, serta pengelolaan keuangan belum baik. Kelemahan utama usaha adalah lokasi usaha yang kurang strategis. 3) Pesaing-pesaing utama usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah sate bebek Cindelaras, sate bebek Abu Faisal, serta Pondok Sate dan Sop Asmawi. Kekuatan dan kelemahan khusus masing-masing usaha tersebut dilihat dari segi lokasi, pelayanan, variasi menu, promosi, dan suasana ruangan. Hasil CPM menunjukkan bahwa usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber berada pada peringkat ke-4 setelah sate bebek Cindelaras, Pondok Sate dan Sop Asmawi,
dan sate bebek Abu Faisal. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber memiliki keunggulan dalam hal pelayanan dan memiliki kelemahan terutama dalam hal variasi menu. 4) Hasil matriks IE menempatkan usaha pada sel II yaitu tumbuh dan membangun. Strategi yang tepat dilakukan untuk kuadran ini antara lain strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT, diperoleh tujuh alternatif strategi bersaing yang dapat diterapkan oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya. Adapun urutan prioritas strategi berdasarkan hasil QSPM adalah : (1) Memperbaiki upaya pemasaran, (2) Memperbaiki perencanaan dan keuangan, (3) Meningkatkan kualitas produk, (4) Pengembangan pasar, (5) Menambah fasilitas produksi dan karyawan, (6) Konversi bahan bakar, dan (7) Meningkatkan kualitas hubungan kerja antara pengelola dan karyawan usaha. 8.2. Saran Saran yang dapat diberikan kepada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber adalah : 1.
Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber sebaiknya memperbaiki upaya pemasaran yang meliputi penambahan variasi menu (bubur bebek, sate ayam, es campur, dan es kelapa muda) dan jam usaha (08.00-22.00 WIB), perbaikan kondisi ruangan dan tata ruang usaha sehingga terlihat lebih rapi, bersih, dan teratur, serta memasang papan nama usaha di depan jalan masuk menuju lokasi usaha.
2.
Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber perlu mempertahankan pelayanannya, dimana hal tersebut menjadi keunggulan usaha dibandingkan dengan para pesaingnya.
3.
Strategi yang akan dilakukan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait (pengelola dan karyawan usaha) agar proses pencapaian tujuan strategi tersebut dapat dilakukan dengan baik dan hasil yang dicapai sesuai harapan.
106
DAFTAR PUSTAKA Amalia R. 2009. Strategi pengembangan usaha jus buah pada CV Winner Perkasa Indo Unggul [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Cilegon. 2009. Cilegon dalam Angka. Cilegon: BPS Kota Cilegon. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2009. Banten dalam Angka. Serang: BPS Provinsi Banten. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2008. PDRB Provinsi Banten Menurut Lapangan Usaha. Serang : BPS Provinsi Banten David FR. 2009. Manajemen Strategis Konsep. Edisi 12. Dono S, penerjemah; Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari: Strategic Management. Fannani O. 2006. Analisis respon dan kepuasan konsumen terhadap sate kelinci kedai DACI (studi kasus di Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kotamadya Bogor, Provinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hunger JD, Wheelen TL. 2003. Manajemen Strategis. Julianto A, penerjemah; Yogyakarta: Andi. Terjemahan dari: Strategic Manajement. Isnawati SF. 2009. Analisis strategi bersaing gula rafinasi (studi pada PT Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kinear TC dan Taylor JR. 2001. Marketing Research an Applied Approach 4th Edition. United States of America : McGraw-Hill, Inc Kotler P, Amstrong G. 2007. Dasar-Dasar Pemasaran. Alexander S, penerjemah; Jakarta: PT Indexs. Terjemahan dari: Prinsiples of Marketing. Kristiyani D. 2008. Analisis strategi bersaing Merdeka Bakery, Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mayasari V. 2008. Analisis strategi bersaing industri kecil makanan tradisional khas Kota Payakumbuh (studi kasus industri kecil “Erina”, Kota Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia Porter ME. 1991. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Agus M, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Competitive Strategy. Raharjo A. 2008. 5 Rahasia Sukses Bisnis Restoran. Jakarta : Penebar Plus Rangkuty F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ridwansyah F. 2008. Strategi pemasaran pada rumah makan sate kiloan empuk Cibinong (kasus strategi pemasaran pada perusahaan baru) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tjiptono F, Chandra G. 2007. Service, Quality & Satisfaction. Yogyakarta : CV Andi Offset Torsina M. 2000. Usaha Restoran yang Sukses. Jakarta : PT Buana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
108
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Karakteristik dan Pendapat Konsumen Usaha Sate Bebek H.Syafe’i Cibeber KUESIONER PENELITIAN STRATEGI BERSAING USAHA SATE BEBEK H.SYAFE’I CIBEBER, KOTA CILEGON, PROVINSI BANTEN
Responden Respon den yang terhormat, Saya Mayasari, Mahasiswi Departemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor (IPB), sedang melakukan penelitian untuk skripsi yang berjudul Strategi Bersaing Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber, Kota Cilegon, Provinsi Bersaing Banten. Saya mengharapk mengharapkan an kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar agar informasi ilmiah yang saya sajikan dapat dipertanggungjawabkan dan tercapai hasil yang diinginkan. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terimakasih.
Petunjuk : Pilih salah satu jawaban dan berikan tanda (x) pada ja jawaban waban yang sesuai menurut Anda SCREENING Petunjuk : Beri tanda silang (x) pada jawaban yang menurut penilaian Anda paling sesuai 1. Sudah berapa kali Anda mengunjungi dan mengonsumsi usaha sate bebek H. Syafei Cibeber? a. Satu kali (STOP, Terimakasih) b. Dua kali c. > Dua kali I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama
:
2. Alamat
:
3. Usia
:
4. Jenis Kelamin
: a. Pria
5. Status Pernikahan : a. Menikah
b. Wanita b. Belum Menikah
c. SMA e. S1 (Sarjana) d. Diploma/Akademi f. S2/S3 (Pascasarjana) : a. Pelajar/Mahasiswa f. Pensiun b. Pegawai Negeri g. Belum/Tidak Bekerja
6. Pendidikan Terakhir: a. SD b. SLTP 7. Pekerjaan
110
c. Karyawan Swasta d. Wiraswasta e. Ibu Rumah Tangga
h. BUMN i. Lainnya, sebutkan……
8. Pendapatan/Bulan : a. < Rp 500.000,00 b. Rp 500.000,00-Rp 999.999,99 c. Rp 1.000.000,00-Rp 2.499.999,99 d. Rp 2.500.000,00-Rp 4.999.999,99 e. Rp > Rp 5.000.000,00 • Untuk responden pelajar/mahasiswa, pendapatan per bulan merupakan ratarata uang saku per bulan yang diberikan oleh orang tua. • Untuk responden ibu rumah tangga, pendapatan merupakan pendapatan dari suami II. PENDAPAT KONSUMEN MENGENAI USAHA SATE BEBEK H. SYAFE’I CIBEBER 9. Dari mana Anda mendapat informasi mengenai sate bebek H.Syafe’i Cibeber? a. Teman b. Media massa (TV,radio,internet,Koran/majalah,) c. Keluarga d. Lainnya, sebutkan……………………. 10.Menurut Anda bagaimanakah akses menuju lokasi usaha ini? a. Mudah dijangkau oleh kendaraan pribadi b. Mudah dijangkau oleh kendaraan umum c. Mudah dijangkau oleh kendaraan umum dan kendaraan pribadi d. Sulit dijangkau oleh kendaraan umum dan kendaraan pribadi 11. Menurut Anda apakah harga untuk sepuluh tusuk sate bebek di lokasi ini sudah sesuai, yaitu Rp 10.000,00? a. Ya b. Tidak, tuliskan berapa harga yang sesuai…………………….. 12. Menurut Anda apakah harga sop bebek di lokasi ini sudah sesuai, yaitu Rp 5.000,00? a. Ya b. Tidak, tuliskan berapa harga yang sesuai…………………….. 13. Apa yang Anda pertimbangkan untuk melakukan pembelian di usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber ini? a. Rasa sate dan sop bebeknya yang lezat b. Lokasi yang mudah dijangkau c. Tempat parkir yang nyaman d. Kebersihan tempatnya e. Harganya yang terjangkau f. Lainnya, Sebutkan…………………………… 14. Menurut Anda apa yang harus diperbaiki dari usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber? a. Tidak ada b. Rasa sate dan sopnya c. Tempat parkirnya d. Kondisi ruangannya 111
e. Harga menu yang ditawarkan f. Lainnya, Sebutkan………………………….. 15. Apabila usaha sate bebek H.Syafe’i sedang tutup/habis, apa yang Anda lakukan? a. Membeli sate/sop bebek di tempat lain, sebutkan………………… b. Tidak jadi membeli 16. Apabila harga sate/sop bebek H. Syafe’i mengalami kenaikan, apa yang Anda lakukan? a. Tetap membelinya b. Melakukan pembelian di tempat lain 17. Apakah Anda merekomendasikan kepada orang lain untuk melakukan pembelian di lokasi ini? a. Ya b. Tidak 18. Apa saran dan harapan Anda untuk usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber di masa yang akan datang ? ………………………………………………………………………………...... ………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………..
112
Lampiran 2. Matriks Banding Berpasangan Untuk Pembobotan Faktor Eksternal Utama 1. Responden 1 : Hj. Hasanah (Penanggung Jawab Bagian Produksi) FEU A B C D E F G H I J Total A X 1 3 3 1 1 3 1 2 2 17 B 3 X 2 3 2 2 3 2 3 2 22 C 1 2 X 3 1 1 1 1 2 2 14 D 1 1 1 X 2 1 2 2 2 1 13 E 3 2 3 2 X 2 3 2 3 2 22 F 3 2 3 3 2 X 3 2 3 2 23 G 1 1 3 2 1 1 X 2 2 1 14 H 3 2 3 2 2 2 2 X 2 2 20 I 2 1 2 2 1 1 2 2 X 2 15 J 2 2 2 3 2 2 3 2 2 X 20 Total 180
Bobot 0,094 0,122 0,078 0,072 0,122 0,128 0,078 0,111 0,083 0,111 1,000
2. Responden 2 : Hj. Unwanah (Penanggung Jawab Bagian Keuangan) FEU A B C D E F G H I J Total A X 2 2 3 1 1 2 1 2 1 15 B 2 X 3 3 2 2 3 2 3 2 22 C 2 1 X 2 1 1 2 1 2 2 14 D 1 1 2 X 1 1 2 2 2 2 14 E 3 2 3 3 X 2 3 2 3 2 23 F 3 2 3 3 2 X 2 2 2 2 21 G 2 1 2 2 1 2 X 2 2 1 15 H 3 2 3 2 2 2 2 X 2 2 20 I 2 1 2 2 1 2 2 2 X 1 15 J 3 2 2 2 2 2 3 2 3 X 21 Total 180
Bobot 0,083 0,122 0,078 0,078 0,128 0,117 0,083 0,111 0,083 0,117 1,000
3. Responden 3 : Rustomyani (Penanggung Jawab Bagian Pemasaran) FEU A B C D E F G H I J Total Bobot X 2 2 3 2 2 2 1 2 2 A 18 0,100 2 X 3 3 2 2 2 2 3 2 B 21 0,117 2 1 X 3 1 1 2 1 2 1 C 14 0,078 1 1 1 X 1 1 2 1 2 2 D 12 0,067 2 2 3 3 X 2 2 2 3 2 E 21 0,117 2 2 3 3 2 X 2 2 2 2 F 20 0,111 2 2 2 2 2 2 X 2 2 1 G 17 0,094 3 2 3 3 2 2 2 X 2 2 H 21 0,117 2 1 2 2 1 2 2 2 X 1 I 15 0,083 2 2 3 2 2 2 3 2 3 X J 21 0,117 Total 180 1,000 113
4. Responden 4 : H. As’ad Syukri, SH (Kabid Pariwisata Disbudpar Kota Cilegon) FEU A B C D E F G H I J Total Bobot A X 2 3 3 2 2 2 1 2 1 18 0,100 B 2 X 3 2 2 2 2 2 3 2 20 0,111 C 1 1 X 2 2 1 2 1 2 2 14 0,078 D 1 2 2 X 2 1 2 1 2 1 14 0,078 E 2 2 2 2 X 2 2 2 2 2 18 0,100 F 2 2 3 3 2 X 2 2 2 2 20 0,111 G 2 2 2 2 2 2 X 2 3 2 19 0,106 H 3 2 3 3 2 2 2 X 2 2 21 0,117 I 2 1 2 2 2 2 1 2 X 1 15 0,083 J 3 2 2 3 2 2 2 2 3 X 21 0,117 Total 180 1,000 5. Responden 5 : Fahruroji (Penggagas Grup Usaha Sate Bebek Kota Cilegon) FEU A B C D E F G H I J Total Bobot A X 2 3 3 1 1 2 1 2 1 16 0,089 B 2 X 3 3 2 2 3 2 2 2 21 0,117 C 1 1 X 1 1 1 2 1 2 1 11 0,061 D 1 1 3 X 2 1 1 1 1 1 12 0067 E 3 2 3 2 X 2 2 2 3 2 21 0,117 F 3 2 3 3 2 X 2 2 3 2 22 0,122 G 2 1 2 3 2 2 X 2 2 1 17 0,094 H 3 2 3 3 2 2 2 X 2 2 21 0,117 I 2 2 2 3 1 1 2 2 X 2 17 0,094 J 3 2 3 3 2 2 3 2 2 X 22 0,122 Total 180 1,000 Keterangan : FEU = Faktor-Faktor Eksternal Utama A = Peningkatan PDRB per kapita B = Penurunan tingkat inflasi C = Peningkatan jumlah penduduk seiring dengan perkembangan tren makan di luar rumah D = Perkembangan teknologi E = Kekuatan tawar-menawar pemasok rendah F = Konversi penggunaan minyak tanah ke gas G = Hambatan masuk industri kecil H = Jumlah usaha rumah makan sate bebek banyak 114
I = Produk subtitusi banyak tersedia J = Kekuatan tawar-menawar pembeli tinggi 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
115
Lampiran 3. Penentuan Peringkat (Rating) untuk Faktor Eksternal Utama 1. Responden 1 : Hj. Hasanah (Penanggung Jawab Bagian Produksi) Peringkat Faktor-Faktor Eksternal Utama 1 2 3 A. Peningkatan PDRB per kapita B. Penurunan nilai inflasi C. Peningkatan jumlah penduduk seiring dengan v perkembangan tren makan di luar rumah D. Perkembangan teknologi E. Kekuatan tawar-menawar pemasok rendah v F. Konversi penggunaan minyak tanah ke gas G. Hambatan masuk industri rumah makan sate bebek v kecil v H. Jumlah usaha rumah makan sate bebek banyak v I. Produk subtitusi banyak tersedia v J. Kekuatan tawar-menawar pembeli tinggi
2. Responden 2 : Hj. Unwanah (Penanggung Jawab Bagian Keuangan) Peringkat Faktor-Faktor Eksternal Utama 1 2 3 v A. Peningkatan PDRB per kapita v B. Penurunan nilai inflasi C. Peningkatan jumlah penduduk seiring dengan v perkembangan tren makan di luar rumah v D. Perkembangan teknologi E. Kekuatan tawar-menawar pemasok rendah v F. Konversi penggunaan minyak tanah ke gas G. Hambatan masuk industri rumah makan sate bebek v kecil v H. Jumlah usaha rumah makan sate bebek banyak v I. Produk subtitusi banyak tersedia v J. Kekuatan tawar-menawar pembeli tinggi
4 v v
v v
4
v
116
3. Responden 3 : Rustomyani (Penanggung Jawab Bagian Pemasaran) Peringkat Faktor-Faktor Eksternal Utama 1 2 3 A. Peningkatan PDRB per kapita B. Penurunan nilai inflasi C. Peningkatan jumlah penduduk seiring dengan perkembangan tren makan di luar rumah D. Perkembangan teknologi E. Kekuatan tawar-menawar pemasok rendah v F. Konversi penggunaan minyak tanah ke gas G. Hambatan masuk industri rumah makan sate bebek v kecil v H. Jumlah usaha rumah makan sate bebek banyak v I. Produk subtitusi banyak tersedia v J. Kekuatan tawar-menawar pembeli tinggi
4 v v v v v
Keterangan : 1 = Responnya di bawah rata-rata 2 = Responnya rata-rata 3 = Responnya di atas rata-rata 4 = Responnya sangat bagus
117
Lampiran 4. Perhitungan Matriks EFE FEU A B C D E F G H I J Total
1 0,094 0,122 0,078 0,072 0,122 0,128 0,078 0,111 0,083 0,111 1,000
Bobot Responden ke2 3 4 0,083 0,100 0,100 0,122 0,117 0,111 0,078 0,078 0,078 0,078 0,067 0,078 0,128 0,117 0,100 0,117 0,111 0,111 0,083 0,094 0,106 0,111 0,117 0,117 0,083 0,083 0,083 0,117 0,117 0,117 1,000 1,000 1,000
5 0,089 0,117 0,061 0,067 0,117 0,122 0,094 0,117 0,094 0,122 1,000
Bobot Rata-Rata 0,093 0,118 0,074 0,072 0,117 0,118 0,091 0,114 0,086 0,117 1,000
Peringkat Responden ke1 2 3 4 3 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3
Peringkat Rata-Rata 3,667 3,667 3,333 3,667 4,000 2,000 3,000 3,000 2,333 3,000
Skor Bobot 0,342 0,432 0,248 0,265 0,467 0,236 0,273 0,343 0,200 0,350 3,156
118 118
Lampiran 5. Matriks Banding Berpasangan untuk Pembobotan Faktor Internal Utama 1. Responden 1 : Hj. Hasanah (Penanggung Jawab Bagian Produksi) FIU A B C D E F G H I J Total A X 2 2 2 2 3 3 2 3 2 21 B 2 X 2 1 2 3 2 2 2 1 17 C 2 2 X 1 1 3 3 2 2 2 18 D 2 3 3 X 2 3 3 3 3 2 24 E 2 2 3 2 X 3 3 2 3 2 22 F 1 1 1 1 1 X 2 2 2 1 12 G 1 2 1 1 1 2 X 1 2 1 12 H 2 2 2 1 2 2 3 X 2 2 18 I 1 2 2 1 1 2 2 2 X 1 14 J 2 3 2 2 2 3 3 2 3 X 22 Total 180
Bobot 0,117 0,094 0,100 0,133 0,122 0,067 0,067 0,100 0,078 0,122 1,000
2. Responden 2 : Hj. Unwanah (Penanggung Jawab Bagian Keuangan) FIU A B C D E F G H I J Total X 2 2 2 3 2 3 2 2 2 A 20 2 X 2 3 2 1 3 1 1 1 B 16 2 2 X 2 2 3 3 2 3 2 C 21 2 1 2 X 3 3 3 2 3 2 D 21 1 2 2 1 X 3 3 2 3 2 E 19 2 3 1 1 1 X 2 2 2 1 F 15 1 1 1 1 1 2 X 1 1 1 G 10 2 3 2 2 2 2 3 X 2 2 H 20 2 3 1 1 1 2 3 2 X 1 I 16 2 3 2 2 2 3 3 2 3 X J 22 Total 180
Bobot 0,111 0,089 0,117 0,117 0,106 0,083 0,056 0,111 0,089 0,122 1,000
3. Responden 3 : Rustomyani (Penanggung Jawab Bagian Pemasaran) FIU A B C D E F G H I J Total Bobot X 2 3 2 3 2 2 2 3 3 A 22 0,122 2 X 2 1 3 3 3 2 3 2 B 21 0,117 1 2 X 3 2 3 3 2 2 2 C 20 0,111 2 3 1 X 3 3 3 2 2 3 D 22 0,122 1 1 2 1 X 2 2 1 2 2 E 14 0,078 2 1 1 1 2 X 2 2 2 1 F 14 0,078 2 1 1 1 2 2 X 2 2 1 G 14 0,078 2 2 2 2 3 2 2 X 2 2 H 19 0,106 1 1 2 2 2 2 2 2 X 1 I 15 0,083 1 2 2 1 2 3 3 2 3 X J 19 0,106 Total 180 1,000 119
4. Responden Cilegon) FIU A A X B 2 C 2 D 2 E 1 F 2 G 2 H 3 I 3 J 2 Total
4 : H. As’ad Syukri, SH (Kabid Pariwisata Disbudpar Kota B 2 X 2 2 1 2 1 2 2 2
C 2 2 X 3 3 2 2 3 2 2
D 2 2 1 X 2 2 1 1 2 2
E 3 3 1 2 X 2 2 2 2 2
F 2 2 2 2 2 X 2 2 2 1
G 2 3 2 3 2 2 X 2 2 3
H 1 2 1 3 2 2 2 X 2 1
I 1 2 2 2 2 2 2 2 X 2
J 2 2 2 2 2 3 1 3 2 X
Total Bobot 17 0,094 20 0,111 15 0,083 21 0,117 17 0,094 19 0,106 15 0,083 20 0,111 19 0,106 17 0,094 180 1,000
5. Responden 5 : Fahruroji (Penggagas Grup Usaha Sate Bebek Kota Cilegon) FIU A B C D E F G H I J Total Bobot A X 2 2 2 3 2 2 2 1 3 19 0,106 B 2 X 2 1 3 2 2 1 1 2 16 0,089 C 2 2 X 2 2 2 2 2 2 2 18 0,100 D 2 3 2 X 3 2 3 2 3 2 22 0,122 E 1 1 2 1 X 2 2 1 1 2 13 0,072 F 2 2 2 2 2 X 2 2 2 2 18 0,100 G 2 2 2 1 2 2 X 1 2 2 16 0,089 H 2 3 2 2 3 2 3 X 2 2 21 0,117 I 3 3 2 1 3 2 2 2 X 2 20 0,111 J 1 2 2 2 2 2 2 2 2 X 17 0,094 Total 180 1,000 Keterangan : FIU = Faktor-Faktor Internal Utama A = Pelaksanaan tugas dilakukan dengan baik sesuai dengan bagiannya B = Hubungan yang baik antara pengelola dan karyawan usaha C = Rumah makan yang dikenal sebagai pionir usaha sate bebek D = Proses produksi dilakukan dengan baik E = Belum memiliki perencanaan usaha secara jelas F = Menu yang kurang bervariasi G = Jam buka usaha yang kurang lama H = Lokasi usaha kurang strategis I = Tempat usaha kurang tertata baik 120
J = Pengelolaan keuangan belum baik 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
121
Lampiran 6. Penentuan Peringkat (Rating) untuk Faktor Internal Utama 1. Responden 1 : Hj. Hasanah (Penanggung Jawab Bagian Produksi) Peringkat Faktor-Faktor Internal Utama 1 2 3 A. Pelaksanaan tugas dilakukan dengan baik sesuai v dengan bagiannya B. Hubungan yang baik antara pengelola dan karyawan usaha C. Rumah makan yang dikenal sebagai pionir usaha sate bebek D. Proses produksi dilakukan dengan baik v E. Belum memiliki perencanaan usaha secara jelas v F. Menu yang kurang bervariasi v G. Jam buka usaha yang kurang lama v H. Lokasi usaha kurang strategis v I. Tempat usaha kurang tertata baik v J. Pengelolaan keuangan belum baik
2. Responden 2 : Hj. Unwanah (Penanggung Jawab Bagian Keuangan) Peringkat Faktor-Faktor Internal Utama 1 2 3 A. Pelaksanaan tugas dilakukan dengan baik sesuai v dengan bagiannya B. Hubungan yang baik antara pengelola dan karyawan v usaha C. Rumah makan yang dikenal sebagai pionir usaha sate bebek D. Proses produksi dilakukan dengan baik v E. Belum memiliki perencanaan usaha secara jelas v F. Kurangnya variasi menu v G. Jam buka usaha yang kurang lama v H. Lokasi usaha kurang strategis v I. Tempat usaha kurang tertata baik v J. Pengelolaan keuangan belum baik
4
v v v
4
v v
122
3. Responden 3 : Rustomyani (Penanggung Jawab Bagian Pemasaran) Peringkat Faktor-Faktor Internal Utama 1 2 3 A. Pelaksanaan tugas dilakukan dengan baik sesuai v dengan bagiannya B. Hubungan yang baik antara pengelola dan karyawan usaha C. Rumah makan yang dikenal sebagai pionir usaha sate bebek D. Proses produksi dilakukan dengan baik v E. Belum memiliki perencanaan usaha secara jelas v F. Menu yang kurang bervariasi v G. Jam buka usaha yang kurang lama v H. Lokasi usaha kurang strategis v I. Tempat usaha kurang tertata baik v J. Pengelolaan keuangan belum baik
4
v v v
Keterangan : 1 = Sangat lemah (kelemahan mayor) 2 = Lemah (kelemahan minor) 3 = Kuat (kekuatan minor) 4 = Sangat kuat (kekuatan mayor)
123
Lampiran 7. Perhitungan Matriks IFE FSI A B C D E F G H I J Total
1 0,117 0,094 0,100 0,133 0,122 0,067 0,067 0,100 0,078 0,122 1,000
Bobot Responden ke2 3 4 0,111 0,122 0,094 0,089 0,117 0,111 0,117 0,111 0,083 0,117 0,122 0,117 0,106 0,078 0,094 0,083 0,078 0,106 0,056 0,078 0,083 0,111 0,106 0,111 0,089 0,083 0,106 0,122 0,106 0,094 1,000 1,000 1,000
5 0,094 0,111 0,083 0,117 0,094 0,106 0,083 0,111 0,106 0,094 1,000
Bobot Rata-Rata 0,108 0,104 0,099 0,121 0,099 0,088 0,073 0,108 0,092 0,108 1,000
Peringkat Responden ke1 2 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 1 2 1 2
Peringkat Rata-Rata 3,000 3,667 4,000 4,000 2,000 1,333 2,000 1,000 1,667 1,667
Skor Bobot 0,323 0,383 0,396 0,484 0,198 0,117 0,147 0,108 0,154 0,180 2,489
124 124
Lampiran 8. Matriks Banding Berpasangan Untuk Pembobotan Faktor Keberhasilan Penting CPM 1. Responden 1 : H. As’ad Syukri, SH (Kabid Pariwisata Disbudpar Kota Cilegon) FKP A B C D E Total Rata-Rata Bobot A X 2 2 3 2 9 0,225 B 2 X 3 3 2 10 0,250 C 2 1 X 2 2 7 0,175 D 1 1 2 X 2 6 0,150 E 2 2 2 2 X 8 0,200 Total 40 1,000
2. Responden 2 : Fahruroji (Penggagas Grup Usaha Sate Bebek Kota Cilegon) FKP A B C D E Total Rata-Rata Bobot A X 2 3 3 2 10 0,250 B 2 X 2 3 2 9 0,225 C 1 2 X 2 2 7 0,175 D 1 1 2 X 2 6 0,150 E 2 2 2 2 X 8 0,200 Total 40 1,000 Keterangan : FPK = Faktor-Faktor Keberhasilan Penting A
= Lokasi
B
= Pelayanan
C
= Variasi Menu
D
= Promosi
E
= Suasana ruangan
1
= Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal
2
= Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal
3
= Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
125
Lampiran 9. Penentuan Peringkat (Rating) untuk Faktor Keberhasilan Penting CPM 1. Responden 1 : H. As’ad Syukri, SH (Kabid Pariwisata Disbudpar Kota Cilegon) Peringkat Faktor Keberhasilan Penting (H. Syafe’i Cibeber) 1 2 3 4 A. Lokasi v B. Pelayanan v C. Variasi Menu v D. Promosi v E. Suasana Ruangan v
Faktor Keberhasilan Penting (Cindelaras)
1
A. Lokasi B. Pelayanan C. Variasi Menu D. Promosi E. Suasana Ruangan
Faktor Keberhasilan Penting (Abu Faisal) A. Lokasi B. Pelayanan C. Variasi Menu D. Promosi E. Suasana Ruangan
Faktor Keberhasilan Penting (Abu Faisal) A. Lokasi B. Pelayanan C. Variasi Menu D. Promosi E. Suasana Ruangan
Peringkat 2 3
4 v
v v v v
1
Peringkat 2 3 v v v
4
v v
1
Peringkat 2 3
4 v
v v v v
126
2. Responden 2 : Fahruroji (Penggagas Grup Usaha Sate Bebek Kota Cilegon) Peringkat Faktor Keberhasilan Penting (H. Syafe’i Cibeber) 1 2 3 4 A. Lokasi v B. Pelayanan v C. Variasi Menu v D. Promosi v E. Suasana Ruangan v
Faktor Keberhasilan Penting (Cindelaras)
1
Peringkat 2 3
A. Lokasi B. Pelayanan C. Variasi Menu D. Promosi E. Suasana Ruangan
Faktor Keberhasilan Penting (Abu Faisal) A. Lokasi B. Pelayanan C. Variasi Menu D. Promosi E. Suasana Ruangan
Faktor Keberhasilan Penting (Asmawi) A. Lokasi B. Pelayanan C. Variasi Menu D. Promosi E. Suasana Ruangan
4 v
v v v v
1
Peringkat 2 3 v v v
4
v v
1
Peringkat 2 3
4 v
v v v v
Keterangan : 1
= Kondisi perusahaan sangat di bawah rata-rata pesaing (kelemahan mayor)
2
= Kondisi perusahaan sedikit di bawah rata-rata pesaing (kelemahan minor)
3
= Kondisi perusahaan sedikit di atas pesaing (kekuatan minor)
4
= Kondisi perusahaan sangat di atas rata-rata pesaing (kekuatan mayor)
127
Lampiran 10. Perhitungan CPM FKP A. Lokasi B. Pelayanan C. Variasi Menu D. Promosi E. Suasana Ruangan Total
Bobot 0,238 0,238 0,175 0,150 0,200 1,000
H. Syafe’i Cibeber Peringkat Skor 1 0,238 3 0,713 1 0,175 2 0,300 2 0,400 1,825
Cindelaras Peringkat Skor 4 0,950 2 0,475 3,5 0,613 3 0,450 3 0,600 3,088
Abu Faisal Peringkat Skor 2 0,475 2 0,475 2 0,350 1 0,150 3 0,600 2,050
Asmawi Peringkat Skor 4 0,950 2 0,475 3,5 0,613 3 0,450 2,5 0,500 2,988
128 128
Lampiran 11. Perhitungan Matriks QSP 1. Responden 1 : Hj. Hasanah (Penanggung Jawab Bagian Produksi) Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Faktor Bobot Kunci AS TAS AS TAS AS TAS A 0,093 7 0,653 4 0,373 5 0,467 B 0,118 6 0,707 4 0,471 3 0,353 C 0,074 5 0,372 6 0,447 3 0,223 D 0,072 5 0,361 2 0,144 3 0,217 E 0,117 6 0,700 4 0,467 7 0,817 F 0,118 3 0,353 2 0,236 5 0,589 G 0,091 2 0,182 1 0,091 6 0,547 H 0,114 2 0,229 1 0,114 6 0,687 I 0,086 1 0,086 3 0,257 6 0,513 J 0,117 2 0,233 3 0,350 6 0,700 K 0,108 7 0,754 3 0,323 2 0,216 L 0,104 7 0,731 3 0,313 2 0,209 M 0,099 7 0,692 4 0,396 6 0,593 N 0,121 7 0,848 1 0,121 6 0,727 O 0,099 2 0,198 5 0,494 1 0,099 P 0,088 3 0,263 6 0,527 5 0,439 Q 0,073 5 0,367 6 0,440 4 0,293 R 0,108 6 0,647 2 0,216 5 0,539 S 0,092 4 0,369 1 0,092 5 0,461 T 0,108 1 0,108 3 0,323 4 0,431 STAS 8,853 6,196 9,119
Strategi 4 AS TAS 2 0,187 1 0,118 1 0,074 1 0,072 1 0,117 1 0,118 3 0,273 3 0,343 2 0,171 1 0,117 6 0,647 6 0,627 3 0,297 2 0,242 3 0,297 2 0,176 2 0,147 3 0,323 3 0,277 6 0,647 5,268
Strategi 5 AS TAS 1 0,093 2 0,236 2 0,149 4 0,289 2 0,233 7 0,824 4 0,364 4 0,458 4 0,342 4 0,467 1 0,108 1 0,104 1 0,099 5 0,606 4 0,396 1 0,088 1 0,073 1 0,108 2 0,184 5 0,539 5,760
Strategi 6 AS TAS 6 0,560 7 0,824 7 0,521 7 0,506 5 0,583 4 0,471 7 0,638 7 0,801 7 0,599 7 0,817 4 0,431 4 0,418 5 0,494 4 0,484 6 0,593 7 0,614 7 0,513 7 0,754 7 0,646 2 0,216 11,484
Strategi 7 AS TAS 3 0,280 5 0,589 4 0,298 6 0,433 3 0,350 6 0,707 5 0,456 5 0,572 5 0,428 5 0,583 5 0,539 5 0,522 2 0,198 3 0,363 7 0,692 4 0,351 3 0,220 4 0,431 6 0,553 7 0,754 9,320
129
2. Responden 2 : Hj. Unwanah (Penanggung Jawab Bagian Keuangan) Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Faktor Bobot Kunci AS TAS AS TAS AS TAS A 0,093 7 0,653 4 0,373 3 0,280 B 0,118 7 0,824 2 0,236 4 0,471 C 0,074 7 0,521 6 0,447 3 0,223 D 0,072 7 0,506 5 0,361 6 0,433 E 0,117 7 0,817 6 0,700 5 0,583 F 0,118 3 0,353 2 0,236 5 0,589 G 0,091 1 0,091 3 0,273 6 0,547 H 0,114 1 0,114 3 0,343 5 0,572 I 0,086 3 0,257 4 0,342 6 0,513 J 0,117 3 0,350 4 0,467 5 0,583 K 0,108 6 0,647 2 0,216 5 0,539 L 0,104 6 0,627 2 0,209 5 0,522 M 0,099 7 0,692 2 0,198 6 0,593 N 0,121 6 0,727 3 0,363 7 0,848 O 0,099 5 0,494 4 0,396 1 0,099 P 0,088 4 0,351 6 0,527 5 0,439 Q 0,073 3 0,220 6 0,440 5 0,367 R 0,108 4 0,431 2 0,216 5 0,539 S 0,092 4 0,369 1 0,092 5 0,461 T 0,108 2 0,216 1 0,108 6 0,647 STAS 9,260 6,541 9,849
Strategi 4 AS TAS 2 0,187 1 0,118 2 0,149 1 0,072 1 0,117 1 0,118 2 0,182 2 0,229 1 0,086 1 0,117 7 0,754 7 0,731 5 0,494 1 0,121 2 0,198 2 0,176 4 0,293 3 0,323 3 0,277 4 0,431 5,172
Strategi 5 AS TAS 1 0,093 3 0,353 1 0,074 2 0,144 3 0,350 7 0,824 4 0,364 4 0,458 2 0,171 2 0,233 1 0,108 1 0,104 1 0,099 5 0,606 3 0,297 1 0,088 2 0,147 1 0,108 2 0,184 5 0,539 5,346
Strategi 6 AS TAS 6 0,560 5 0,589 5 0,372 3 0,217 4 0,467 4 0,471 7 0,638 7 0,801 7 0,599 7 0,817 3 0,323 3 0,313 4 0,396 4 0,484 6 0,593 7 0,614 7 0,513 7 0,754 7 0,646 3 0,323 10,491
Strategi 7 AS TAS 5 0,467 6 0,707 4 0,298 4 0,289 2 0,233 6 0,707 5 0,456 6 0,687 5 0,428 6 0,700 4 0,431 4 0,418 3 0,297 2 0,242 7 0,692 3 0,263 1 0,073 6 0,647 6 0,553 7 0,754 9,341
130
3. Responden 3 : Rustomyani (Penanggung Jawab Bagian Pemasaran) Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4 Faktor Bobot Kunci AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS A 0,093 7 0,653 4 0,373 3 0.280 1 0.093 B 0,118 7 0,824 3 0,353 4 0,471 1 0,118 C 0,074 7 0,521 6 0,447 4 0,298 2 0,149 D 0,072 7 0,506 2 0,144 4 0,289 1 0,072 E 0,117 7 0,817 6 0,700 5 0,583 1 0,117 F 0,118 3 0,353 2 0,236 5 0,589 1 0,118 G 0,091 1 0,091 3 0,273 5 0,456 2 0,182 H 0,114 1 0,114 3 0,343 5 0,572 2 0,229 I 0,086 2 0,171 3 0,257 5 0,428 1 0,086 J 0,117 2 0,233 3 0,350 5 0,583 1 0,117 K 0,108 6 0,647 2 0,216 3 0,323 7 0,754 L 0,104 6 0,627 2 0,209 3 0,313 7 0,731 M 0,099 7 0,692 2 0,198 6 0,593 3 0,297 N 0,121 6 0,727 1 0,121 7 0,848 2 0,242 O 0,099 3 0,297 5 0,494 1 0,099 2 0,198 P 0,088 4 0,351 6 0,527 1 0,088 2 0,176 Q 0,073 4 0,293 6 0,440 1 0,073 2 0,147 R 0,108 4 0,431 2 0,216 5 0,539 3 0,323 S 0,092 4 0,369 3 0,277 5 0,461 2 0,184 T 0,108 1 0,108 2 0,216 4 0,431 5 0,539 STAS 8,826 6,389 8,318 4,871
Strategi 5 AS TAS 2 0,187 2 0,236 1 0,074 3 0,217 2 0,233 7 0,824 4 0,364 4 0,458 4 0,342 4 0,467 1 0,108 1 0,104 1 0,099 5 0,606 4 0,396 3 0,263 3 0,220 1 0,108 1 0,092 6 0,647 6,044
Strategi 6 AS TAS 6 0,560 6 0,707 5 0,372 6 0,433 3 0,350 4 0,471 7 0,638 7 0,801 7 0,599 7 0,817 5 0,539 5 0,522 5 0,494 4 0,484 6 0,593 7 0,614 7 0,513 7 0,754 7 0,646 3 0,323 11,232
Strategi 7 AS TAS 5 0,467 5 0,589 3 0,223 5 0,361 4 0,467 6 0,707 6 0,547 6 0,687 6 0,513 6 0,700 4 0,431 4 0,418 4 0,396 3 0,363 7 0,692 5 0,439 5 0,367 6 0,647 6 0,553 7 0,754 10,320
131
Lampiran 12. Dokumentasi I. Suasana Ruangan Usaha Sate bebek H. Syafe’i Cibeber
II. Produk Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber (Nasi, Sate dan Sop bebek)
III. Fasilitas Usaha Sate Bebek H. Syafe’i Cibeber
Halaman Parkir
Mushola dan Toilet 132