ARTIKEL
Judul PEMERTAHANAN IDENTITAS SEBAGAI PEDAGANG SATE MELALUI PENDIDIKAN DI LINGKUNGAN KELUARGA PADA ETNIK MADURA DI KAMPUNG MADURA, SERIRIT BULELENG ,BALI
Oleh JAMILAH 1014021008
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2014
PEMERTAHANAN IDENTITAS SEBAGAI PEDAGANG SATE MELALUI PENDIDIKAN DI LINGKUNGAN KELUARGA PADA ETNIK MADURA DI KAMPUNG MADURA, SERIRIT BULELENG ,BALI Oleh: Jamilah, NIM 1014021008 Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia Email: (
[email protected],
[email protected],
[email protected])
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, (1) latar belakang memilih pekerjaan sebagai pedagang sate dalam mempertahankan identitas etnik Madura di Kampung Madura Seririt, Buleleng Bali, (2) pola pendidikan di lingkungan keluarga dalam mempertahankan identitas etnik sebagai pedagang sate. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu: (1) penentuan lokasi penelitian; (2) teknik penentuan informan; (3) teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, studi dokumen dan studi pustaka); (4) validasi data; (5) teknik analisis data; dan (6) teknik penulisan hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang pemertahanan identitas sebagai pedagang sate dalam mempertahankan identitas etnik Madura di Kampung Madura Seririt, Buleleng Bali dipengaruhi oleh empat faktor yaitu faktor tradisi, faktor modal yang terjangkau, faktor sosial dan faktor kemudahan medapat tenaga kerja yang ada di wilayah tersebut. Pola pendidikan yang diterapkan oleh keluarga dalam mempertahankan identitas etnik sebagai pedagang sate Madura adalah orang tua menjadi agen dalam pendidikan di lingkungan keluarga dan anak menjadi peserta didik yang akan menerima pewarisan dalam hal pemertahanan identitas sebagai pedagang sate. Selain itu pengenalan terhadap alat-alat yang digunakan untuk kegiatan berdagang sate serta jenis-jenis bumbu yang digunakan untuk pembuatan sate Madura semuanya diterapkan dengan menggunakan metode pembiasaan yang sudah ada di dalam keluarga seperti kegiatan berkandang, kegiatan meracik bumbu, kegiatan menusuk daging kambing dan kegiatan berdagang. Penanaman etos kerja dalam pola pendidikan yang ada di lingkungan keluarga juga menjadi upaya dalam pemertahanan identitas etnik Madura yang terkenal tekun, ulet, rajin, serta memiliki semangat kerja yang tinggi.
Kata Kunci: pemertahanan identitas etnik, pendidikan keluarga, etos kerja ABSTRACT This research aims to determine, (1) the background of choosing a job as a satay trader in maintaining identity of Madura ethnic, Madura village, Seririt, Buleleng, Bali, (2) the pattern of education in the family in maintaining ethnic identity as traders satay. This research used a qualitative approach, namely: (1) determining the location of the study; (2) determination techniques informant; (3) data collection techniques (observation, interviews, document studies and literature); (4) data validation; (5) data analysis techniques; and (6) writing techniques and research results. The results showed that the retention background of identity to be a trader of Madura satay, in Madura village, Seririt, Buleleng, Bali is influenced by four factors: cultural factors, affordable capital factors, social factors and easiness factors to get the workforce in the region. The education pattern which is adopted by the family in maintaining ethnic identity as traders Madura satay is the parents roles as agents in education in the family, and children become learners who will receive inheritance of identity retention as satay traders. Besides that, an introduction to the tools which is used for trading satay and the types of spices which is used to manufacture Madura satay is applied by using the habituation method that is already in the family such as farming activities, seasoning mix activities , mutton piercing activities and trading activities. Planting work ethic in the pattern of education in the family environment is also an efforts to maintain Madura ethnic identity which are diligent, tenacious, diligent, and have a high morale. Keywords: retention of ethnic identity, family education, work ethic
PENDAHULUAN Suku Madura mendiami Pulau Madura dan pulau-pulau kecil sekitarnya. Wilayah domisili suku Madura merupakan bagian dari provinsi Jawa Timur. Populasi suku Madura ini termasuk yang terbesar di Indonesia, selain itu Madura terkenal dengan pulau yang kaya akan garamnya di mana banyak lahan yang dipergunakan untuk bertambak garam di pulau ini. Mayoritas masyarakat suku Madura adalah penganut Islam. Islam Madura adalah Islam yang dikenal cukup aneh karena menganggap semua yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan. Contoh mereka tidak mau bayar sewa tanah, bayar listrik, bayar air karena mereka menganggap itu adalah milik Tuhan dan mereka bebas menggunakannya (Jonge, 2006 :32 ) Mereka juga kerap kali mencuri sesuatu karena asas "semua milik Tuhan" yang mereka percaya itu namun tidak semua suku Madura menganut kepercayaan tersebut. Kepercayaan di atas hanya dianut oleh segelintir suku Madura yang masih sangat awam. Sekarang Pondok Pesantren dan pendidikan Islam tumbuh subur di Madura. Sehingga, kepercayaan tersebut sudah ditinggalkan oleh suku Madura. Mata pencaharian masyarakat Madura umumnya menggantungkan hidup pada kegiatan ekstraktif yang bersifat subsisten, mengambil sesuatu dari alam yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dan sekadar bertahan hidup. Jika kebutuhan tidak mencukupi maka cara yang ditempuh adalah bekerja di luar Madura. Ada dua mata pencaharian masyarakat Madura yang tidak keluar merantau namun tetap bertahan di tanah kelahirannya yaitu Petani dan Nelayan (Wiyata, 2006: 28) Pekerjaan sebagai petani merupakan pekerjaan mayoritas masyarakat Madura yang berasal dari daerah tempat orang Madura berasal baik sebagai petani tembakau, padi, jagung, garam dan lainlain, namun ada juga sebagian dari masyarakat Madura asli menggantungkan kehidupannya pada laut atau bekerja sebagai nelayan yang hasilnya dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat Madura. Dalam hal mencari
nafkah, mereka tidak sedikit pun takut apalagi malu, malu bagi mereka diibaratkan sebagai ”tai kucing” yang tidak pantas untuk disimpan. Masyarakat Madura yang merantau ke daerah meninggalkan anak dan istri selama bertahun-tahun lamanya tidak membuat semangat orang Madura luntur. Bahkan, mereka rela mengorbankan jiwa raga demi memberi nafkah yang halal bagi keluarga. Semua itu bisa dibuktikan dengan melihat betapa banyak orang Madura yang bermigrasi dan bahkan emigrasi keluar kota hanya demi menghidupi keluarga (Jonge, 2002: 59). Menurut data statistik tahun 1930 sampai 2000 bahwa jumlah penduduk Madura di pulau Madura pada tahun 2000 adalah 3.230.300 jiwa, sedangkan jumlahnya di seluruh propvinsi Jawa Timur sebesar 6.281.058 jiwa dan di seluruh Indonesia adalah 6.771.727 jiwa. Ini berarti bahwa dalam lingkup nasional terdapat 3.541.427 (52,29%) orang Madura merantau ke luar pulau Madura. Dari jumlah ini 3.050.758 (86,14%) perantau Madura terkonsentrasi di wilayah "Tapal Kuda", selebihnya 490.669 (13,86%) orang Madura tersebar di 29 provinsi yang lain. Angka ini cukup fantastik, karena lebih dari separuh orang Madura merantau atau berdomisili di luar pulau Madura salah satu contoh di pulau Bali khususnya Seririt Buleleng Bali (Wiyata, 2006: 30 ) METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Sukmadinata (2009:94), penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang atau perspektif partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diajak wawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran, persepsinya. Teknik-teknik pendukungnya adalah (1) penentuan lokasi penelitian, (2) teknik penentuan informan yang menggunakan teknik Purposive Sampling yang dikembangkan dengan menggunakan teknik Snowball Sampling, (3) teknik pengumpulan data yang meliputi cara observasi, wawancara, studi dokumen atau studi pustaka, (4) validasi data, (5) analisis
data, dan terakhir adalah (6) penulisan hasil penelitian. HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Kelurahan Buleleng, Bali
Seririt,
Kelurahan Seririt merupakan salah satu kelurahan yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Buleleng, Seririt, Bali. Posisi Kelurahan Seririt yaitu terletak di tengah pusat kota Seririt. Lokasi penelitian Kampung Madura secara kasat mata berdekatan dengan Pasar Seririt yang menjadi pusat perekonomian terpadat di kecamatan Seririt, dan berdekatan pula dengan tempat ibadah yaitu Pura Padmasana Seririt dan Masjid Nurul Islam sebuah tempat yang digunakan untuk ritual keagamaan. Sebagai wilayah yang berada dalam pusat kota, membuat jarak tempuh masyarakat untuk menuju ke pusat-pusat pemerintahan seperti pemerintahan daerah maupun pemerintah provinsi membutuhkan waktu yang cukup singkat. Berdasarkan monografi Kelurahan Seririt, disebutkan bahwa jarak pemerintahan Kelurahan Seririt ke pusat pemerintahan adalah 0 Km dari Kelurahan, dilanjutkan jarak dari pemerintahan Kecamatan Seririt ke Kabupaten yaitu 21 Km dan Provinsi berjarak 117 Km. Kelurahan Seririt berlokasi di daerah Bali Utara tepatnya Kabupaten Buleleng Bali, Kelurahan Seririt apabila dilihat dari peta Pulau Bali berada di wilayah pesisir pantai bagian Utara atau termasuk wilayah Bali Utara. Dilihat dari segi geografisnya Kelurahan Seririt terletak dipusat Kota Kecamatan Seririt dengan luas wilayah 223.000 Ha, secara geografis adalah daerah pinggiran pantai, dimana sebagian besar wilayahnya diperuntukan sebagai pemukiman penduduk, area perkantoran, sekolah, pasar, terminal, tempat ibadah, kuburan, jalan, taman dan sebagian kecil dijadikan lahan persawahan. Kelurahan Seririt yang sekarang dipimpin oleh Bapak Nyoman Agus Tri Kartika Yuda, S.IP. M.Si, memiliki staf pegawai yang terstruktur serta kompeten
sesuai dengan tugas-tugasnya. Staf-staf pegawai ini memiliki peranan sentral dalam mengurus segala jenis administrasi kelurahan, serta sebagai petugas yang membantu keperluan administrasi masyarakat contohnya yaitu Sekretaris dipeng oleh Bapak Made Sujana, SH bertugas mencatat serta membidangi bagian kesekretariatan, Kasi Pemerintahan dipegang oleh Bapak I.G.B Gede Arimbawa, A.md betugas membidangi masalah pemerintahan, Kasi Pembangunan dipegang oleh Bapak I.G.B Sarpa Wijaya, SE bertugas membidangi masalah pembangunan yang ada di Kelurahan Seririt dan yang terakhir yaitu Kasi Sosial dipegang oleh Ibu Made Astrining bertugas membidangi masalah sosial masyarakat Kelurahan Seririt. Sedangkan kepanjangan tangan Lurah ke masyarakat di amanatkan kepada lima orang Kepala Lingkungan. Jumlah penduduk Kelurahan Seririt 7492 Jiwa ( Laki-laki : 3776 dan Perempuan : 3716 ) dengan 1874 KK ( Laki-laki : 1681 dan Perempuan : 166 ) sesuai dengan Register Penduduk yang memiliki KTP 5412 Orang, sedangkan yang memiliki KK 5412 orang Dengan Mata Pencaharian : sebagai besar dibidang Jasa, yaitu Pedagang, Bengkel, Wiraswasta, disamping juga menjadi PNS.POLRI.TNI, Buruh, Petani, dan lainlain. Gambaran Singkat Kampung Madura Kelurahan Seririt, Buleleng, Bali. Sejarah dari adanya Kampung Madura yang ada di Jalan Diponegoro Kelurahan Seririt Buleleng Bali yaitu dimulai dari adanya orang-orang Madura yang pada tahun 1945 atau pada zaman revolusi sudah ada di Seririt, tepatnya mereka bermukim di daerah seputaran Jalan Surapati Seririt dahulunya tempat ini merupakan kios pedagang minyak bensin dan dihuni oleh orang Madura yang pada saat itu masih sedikit. Menurut Bapak Abdul Hadi (69 tahun, 8 Maret 2014) menyatakan bahwa ada sekitar lima sampai sepuluh kepala keluarga yang beretnis Madura tinggal di daerah itu sebelum adanya peristiwa kebakaran pada
tahun 1952 yang menyebabkan orangorang Madura ini pindah tempat dari Jalan Surapati Seririt ke Jalan Diponegoro Seririt, dahulunya marupakan hamparan sawah. Ada beberapa kepala keluarga beretnis Madura yang sudah ada pada saat itu diantaranya adalah keluarga Bapak Haji Abdul Azim, keluarga Bapak Ahmad Rai, keluarga Bapak Tahir, keluarga Bapak Sargidin, keluarga Bapak Pukanah. Mereka mengungsi dari Jalan Surapati Seririt ke Jalan Diponegoro Seririt pada tahun 1959-1960an serta memulai usaha baru sebagai pedagang, sehingga dapat dikatakan bahwa lima kepala keluarga inilah yang pertama kali menempati daerah yang kini disebut Kampung Madura Seririt. Istilah kampung sangat kental dengan kehidupan suku Madura yang selalu hidup berkelompok dan membentuk perkampungan apabila menetap di suatu wilayah yang baru. Hal ini pulalah yang membuat orang-orang Madura ini menyebut wilayahnya dengan sebutan Kampong Mejhi artinya “wilayah yang dihuni oleh sekelompok orang-orang Madura” (M. Syahri, 54 tahun, 8 Maret 2014). Kampung Madura ini berlokasi di Jalan Diponegoro Kelurahan Seririt yang menjadi enclap orang-orang yang beretnis Madura, lebih tepatnya daerah ini masuk kawasan Lingkungan III / RT 02 yang dipimpin oleh Bapak Muhammad Syahri selaku ketua RT 02, menurut penuturan Bapak Muh. Syahri (54 tahun, 8 Maret 2014) menyatakan bahwa pendatang dari luar mayoritas kebanyakan dari pulau Jawa lebih tepatnya etnik Madura pada tahun 1960-1969 . Seiring berjalannya waktu dari tahun 1960 sampai 1969 wilayah Kampung Madura semakin banyak dihuni oleh etnis pendatang lainnya diantaranya etnis Bali, etnis Jawa, etnis Padang, etnis Lombok dan lain-lain, sehingga wilayah ini tidak lagi dihuni oleh mayoritas etnis Madura tetapi menjadi wilayah multietnis. Latar Belakang Memilih Pekerjaan Sebagai Pedagang Sate Dalam Pemertahanan Identitas Etnik Madura
Demikian halnya kuliner etnis Madura yaitu sate gule kambing khas Madura yang menjadi icon dari etnis Madura bila dipandang dari segi kulinernya karena adanya faktor sistem pendidikan di lingkungan keluarga sehingga dalam hal usaha mempertahankan identitas etnik ini pendidikan di lingkungan keluarga merupakan faktor yang paling berperan selain faktor keluarga ada juga beberapa faktor yang juga ikut menguatkan sehingga dalam hal pemertahanan identitas etnis Madura sebagai pedagang sate dapat dipertahankan. Faktor Tradisi Tradisi yaitu kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dalam suatu budaya. Terkait masalah pemertahanan identitas etnik Madura sebagai pedagang sate yaitu sebagian besar mata pencahariaan orang-orang yang memiliki etnis Madura adalah yang bergelut di bidang pertanian atau agraris di daerah asalnya yaitu pulau Madura. Aktivitas-aktivitas di bidang pertanian ini tidak dapat berlangsung sepanjang tahun, aktivitas mananam padi hanya dapat dilakukan pada musim penghujan (nembhara) sedangkan pada musim kemarau (nemor) lahan-lahan pertanian biasanya ditanami ketela pohon, kacangkacangan, kedelai, umbi-umbian, dan ada kalanya tembakau. Selain itu juga masih banyak orang Madura yang menjadikan nelayan sebagai satu-satunya mata pencaharian mereka, mencari ikan di tengah laut dalam siang maupun malam, tidak gentar biarpun ada badai menghantam, berselimut angin dan berbantal ombak, tidak sedikit pun mengurangi rasa optimistis orang Madura untuk terus bertahan hidup, bahkan ada yang sampai berhari hari berada di tengah laut tanpa membawa seekor ikan pun ke rumah. Semuanya dilakukan setiap hari dengan penuh ketabahan. Itulah semangat kerja orang Madura dalam mencari nafkah. Mereka hanya akan makan jika semua itu terjamin halal, tidak seperti orang-orang kota yang menjunjung tinggi kekenyangan bukan kebenaran. Oleh karena itu sangat dipahami bahwa Madura termasuk salah
satu daerah paling miskin di Indonesia. Sehingga banyak masyarakat atau orangorang Madura pergi merantau serta meninggalkan tempat tinggal atau asalnya. Hal ini terjadi juga di kampung Madura Seririt yang masyarakatnya dihuni oleh etnis Madura serta memiliki mata pencahariaan sebagai pedagang sate. Ini dikarenakan tidak adanya lahan yang mampu digunakan untuk melakukan kegiatan agraris seperti bertani maupun melaut yang dikarenakan tempat yang dihuni sekarang merupakan daerah rantauan, sehingga membuat masyarakat Madura tidak bisa melakukan aktivitas yang sama seperti ditempat kelahiran atau tanah airnya. Maka orang Madura yang memiliki keahlian dalam bidang berdagang serta lihai dalam meracik kuliner Madura membuat etnis ini tetap bertahan di tempat rantauan yaitu sebagai pedagang sate Madura. Faktor Modal Terjangkau atau Modal Finansial Dalam kegiatan berdagang sate Madura, hal yang paling terpenting adalah modal usaha yang akan ditanamkan dalam berdagang, berapa jumlah modal serta berapa pula jumlah keuntungan yang akan diraih dalam berdagang. Ini juga yang sering dilakukan oleh setiap pedagang khususnya dalam hal ini pedagang sate Madura hanya membutuhkan modal yang bisa dikatakan cukup terjangkau dari mulai pemilihan hewan ternak yang akan dijadikan bahan baku untuk pembuatan sate kambing Madura. Faktor ekonomi atau modal menjadi penyebab umum dari pemilihan pekerjaan sebagai pedagang sate Madura, latar belakang menekuni usaha sebagai pedagang sate disebabkan oleh usaha pedagang sate yang tidak memerlukan modal yang sangat besar hanya saja memerlukan keterampilan khusus untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Faktor ekonomi juga sangat besar pengaruhnya dalam pemilihan pekerjaan sebagai pedagang sate. Hal ini disebabkan karena di tengah keterpurukan ekonomi, pilihan sebagai pedagang sate dipandang rasional jika ditinjau dari hasil yang diperoleh karena mampu menghasilkan tambahan pemasukan keuangan keluarga.
Faktor Sosial Pemanfaatan tenaga kerja dalam rumah tangga menjadi salah satu strategi ekonomi yang dilakukan oleh rumah tangga miskin. Anggota rumah tangga dilibatkan secara aktif dalam menambah pendapatan rumah tangga. Ikatan kekerabatan pada masyarakat Madura pada umumnya sangat tinggi. Ikatan kekerabatan ini bahkan berkembang pada bentuk ikatan etnis ketika mereka berada di luar Madura. Kuatnya kohesivitas masyarakat Madura menumbuhkan modal sosial yang sangat berarti bagi perbaikan kesejahteraan hidup rumah tangga. Modal sosial ini dapat berupa kelembagaan tradisional yang dapat memberikan jaminan rasa aman bagi rumah tangga. Selain itu, jejaring sosial juga bermanfaat dalam memberikan akses terhadap berbagai bentuk modal yang lain, utamanya modal finansial. Dalam kaitannya dengan pemertahanan identitas etnik Madura sebagai pedagang sate Madura bahwasanya yang meneruskan usaha keluarga adalah keluarga itu sendiri sangat kecil sekali kemungkinan yang meneruskan usaha keluarga itu adalah orang yang bukan termasuk dalam sistem kekerabatan orang Madura. Terkecuali adanya sebuah hubungan yang berdasarkan kesepakatan antara keluarga Madura dengan keluarga yang non Madura, misalnya melalui hubungan pernikahan atau amalgamasi (pernikahan campur atau beda etnis). Sehingga mampu meneruskan usaha dalam keluarga. Faktor Kemudahan Mendapat Tenaga Kerja Etnik Madura memiliki pandangan kemasyarakatan yang sangat melekat pada diri orang Madura antara lain yaitu: bangga akan identitas, tolong-menolong, kebersamaan dan persatuan. Kebersaaman antar anggota keluarga yang harus selalu dijaga tidaklah mengherankan bila melihat sistem kekerabatan di dalam etnik Madura. Menurut Wiyata (2006:55), ikatan kekerabatan dalam masyarakat Madura terbentuk melalui keturunan-keturunan, baik dari keluarga berdasarkan garis ayah maupun garis ibu (paternal and maternal relatives). Dalam konsep kekerabatan
tersebut, hubungan persaudaraan mencakup sampai empat generasi ke atas (ascending generations) dan ke bawah (descending generations) (Wiyata, 2006:56). Oleh karena itu keutuhan keluarga besar merupakan sebuah keharusan dalam masyarakat etnik Madura. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suwardi (55 tahun, 7 Maret 2014) menyatakan bahwa yang menjalankan usaha keluarga adalah keluarga itu sendiri dalam kegiatan berusaha sebagai pedagang sate Madura yang mengelolanya adalah keluarga atau anak-anak mereka yang sudah di didik untuk menjadi penerus usaha keluarga dan mempertahankan identitas etnik serta tradisi yang ada di dalam keluarga tanpa ada perubahan sedikit pun, maka kebersamaan di dalam lingkungan keluarga sangat diperlukan dan harus dipertahankan yang tua memberikan pendidikan kepada yang muda agar bisa diandalkan menjadi penerus usaha keluarga. Pola Pendidikan di Lingkungan Keluarga Dalam Mempertahankan Identitas Etnik Sebagai Pedagang Sate. Pola pendidikan di lingkungan kelaurga dalam mempertahankan identitas etnik sebagai pedagang sate adalah menjadikan perang orang tua atau orang yang dituakan menjadi agen dalam pewarisan keahlian dalam bidang perdagangan khususnya sebagai pedagang sate Madura kepada anak-anak didiknya atau yang menjadi peserta didik. Berikut adalah beberapa jenis-jenis bahanbahan serta teknologi sederhana yang digunakan untuk usaha berdagang sate dalam rangka pemertahanan identitas etnik madura sebagai pedgang sate sekaligus pengenalan dan pendidikan terhadap penggunaan peralatan, perlengkapan, keahlian, keterampilan yang ditanamkan oleh orang tua sebagai agen kepada peserta didik atau anak diantanya yaitu: Pengenalan terhadap alat-alat yang digunakan untuk kegiatan usaha pedagang sate Madura 1) Ladthing atau Pisau yaitu adalah alat yang digunakan untuk
2)
3)
4)
5)
6)
memotong sebuah benda. Pisau terdiri dari dua bagian utama, yaitu bilah pisau dan gagang atau pegangan pisau. Bilah pisau terbuat dari logam pipih yang tepinya dibuat tajam, tepi yang tajam ini disebut mata pisau. Pegangan pisau umumnya berbentuk memanjang agar dapat digenggam dengan tangan. Pisau ini bisa digunakan untuk mengiris hampir semua jenis daging atau unggas karena memiliki bentuk yang sempit dan tajam. Pisau ini memang ditujukan untuk menghasilkan potongan yang , seperti memotong kecil-kecil daging kambing, daging sapi panggang dan lain-lain. Areng Celeng atau Arang Hitam yaitu arang yang terbuat dari bahan dasar kayu. Arang kayu paling banyak digunakan untuk keperluan memasak seperti contoh membuat sate arang sangat diperlukan untuk pembakaran tersebut. Tusuk Sate yaitu alat yang terbuat dari buluh bambu dan digunakan untuk menusukkan daging yang akan dibakar contohnya daging kambing atau sate daging kambing. Pemanggangan atau Pamangghengan yaitu sebuah alat untuk memasak yang menggunakan haba kering, baik menerusi nyala api terbuka, ketuhar, maupun sumber haba yang lain. Kipas Sate yaitu alat yang terbuat dari anyaman bambu biasanya digunakan oleh pedagang sate. Pedagang sate mayoritas menggunakan alat tradisional ini, untuk menunjukkan keunikan serta ciri khas dari pedagang sate khususnya sate Madura, dan pedagang sate Madura sangat memperhitungkan dari mulai jenis arangnya, kipasnya, agar kualitas aroma dan rasanya semakin meningkat. Batu Asah atau Pagengshian yaitu alat yang digunakan untuk mengasah peralatan seperti
parang, kapak, pisau, dan peralatan yang lainnya. 7) Penyerutan Kelapa atau Selleppa Nyiur yaitu sebuah alat yang menggunakan mesin sebagai motor untuk menyerut kelapa yang nanti akan digunakan sebagai bahan untuk pembuatan bumbu sate ataupun jenis kuliner Madura lainnya contohnya rendang, gulai, dan lain-lain. Jenis-Jenis Bumbu Yang Digunakan Untuk Pembuatan Sate Madura Dan Kuliner Khas Madura Lainnya 1) Bumbu Kacang yaitu jenis bumbu untuk sate yang berbahan pokok kacang tanah yang digiling secara halus dan terdiri dari beberapa bahan-bahan campuran yang lainnya. 2) Bumbu Pelecing yaitu jenis bumbu untuk sate yang berbahan pokok cabe merah besar yang dihaluskan dan terdiri dari beberapa bumbu penunjang lainnya 3) Bumbu Gulai yaitu jenis bumbu yang berbahan darsar kunyit sehingga memiliki ciri khas bumbu yang berwarna kuning karena pengaruh sari kunyit dan santan kelapa. Metode Pembiasaan Dalam Keluarga Terkait upaya pemertahanan identitas etnik sebagai pedagang sate Madura di kampung Madura Seririt, materi yang diwariskan mencakup pengetahuan dan keterampilan dalam hal kegiatan pemeliharaan hewan ternak yang akan digunakan untuk bahan pokok pembuatan sate Madura (untuk anak laki-laki), ketrampilan meracik bumbu-bumbu (untuk anak perempuan), keterampilan menusuk sate, keterampilan berdagang, keterampilan mengatur waktu. Orang tua yang menjadi model dan menduduki peran yang tidak bisa diabaikan dalam pewarisan identitas etnik atau kultur. Sasaran sosialisasi adalah anak-anak remaja sebagai pewaris dan penerus sekaligus penjaga identitas etnik. Kegiatan keterampilan yang diberikan oleh orang tua dalam usaha mempertahankan identitas etnik Madura dalah hal berdagang sate dimulai dari kegiatan melatih dan mendidik
anak agar terbiasa ikut mengerjakan pekerjaan atau usaha yang digeluti oleh orang tuanya yaitu berdagang sate. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu: 1) Kegiatan Berkandang (Merawat Hewan Ternak) yaitu dilakukan oleh keluarga Madura khususnya bagi kaum laki-laki baik yang memiliki pekerjaan sebagai pedagang sate Madura maupun tidak memiliki pekerjaan tersebut. Hal ini sudah menjadi kebiasaan orang Madura asli dalam kaitannya sebagai seorang peternak kambing, karena orang Madura berpikir bahwa mereka menginvestasikan harta atau uang mereka dalam bentuk hewan ternak yang sewaktu-waktu dapat dijual dengan harga yang lumayan bagus. Ini juga menjadi kebiasaan untuk anak-anak remaja yang dilatih oleh orang tua untuk menggembalakan hewan ternaknya dari mulai memberikan makan, minum, menyembelih dll. Semua itu dilakukan dengan penuh ketekunan sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang akan terus melekat. 2) Kegiatan Meracik Bumbu yaitu kegiatan meracik bumbu atau cara pengolahan makanan dilakukan umumnya hal ini dikerjakan oleh kaum perempuan melalui proses belajar, memberi contoh, pembiasaan, pengulangan, dan bimbingan dari orang tua sebagai upaya untuk mempertahankan identitas etnik. 3) Kegiatan Menusuk Daging Kambing yaitu kegiatan menusuk daging kambing yang telah dipotong kecil-kecil menggunakan penusukkan yang terbuat dari buluh bambu diruncingkan, dalam kegiatan ini yang mengerjakannya adalah seluruh anggota keluarga ikut membantu menusuk daging sate kambing. Sehingga dapat terlihat bagaimana kerjasama antara seluruh anggota keluarga yang tua mengajari yang muda cara penusukan daging sate yang benar agar tidak melukai tangan atau jari ketika menusukkan
dagingnya, dan hal ini sudah menjadi pembiasaan sampai semua anggota keluarga mahir dalam menusuk daging dengan cara yang benar. 4) Kegiatan Berdagang yaitu kegiatan berdagang yang dilaksanakan oleh keluarga yang menggeluti usaha sebagai pedagang sate Madura ini dilakukan di pasar Senggol Seririt yang terletak di Jalan Udayana II. Dimana Pasar Senggol ini menjadi tempat atau lokasi berbagai macam pedagang yang menggunakan gerobak dorong yang besar untuk mengangkut barang dagangannya, diantaranya adalah pedagang sate Madura. Kegiatan berdagang dimulai setelah semua persiapan yang sudah dikemas dirumah siap untuk dibawa ke tempat berjualan atau lokasi yang menjadi tempat kegiatan berdagang. Ciri Identitas Etnik Madura Di Mata Etnis Lainnya Karakteristik etnik Madura dalam konstelasi kebudayaan nasional, memiliki spesifikasi yang barangkali “jarang” dimiliki kebudayaan daerah lainnya. Fenomena ini dapat dibuktikan dari penyebaran etis madura di berbagai pelosok Indonesia masih tetap mempertahankan nuansa kemaduraannya. Meski sebenarnya berhadapan dengan berbagai budaya dimana mereka hidup. Warna lokal yang demikian melekat merupakan kontribusi yang menjadi kekentalan ciri khasan warga Madura. Warna keetnisan inilah yang memungkinkan Madura menjadi simbol dan memiliki berbagai konotasi dengan berbagai penilaiannya. Fenomena ini pada awalnya muncul dari sebuah tatanan masyarakat yang hidup dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat masyarakat Madura secara kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Hal ini tersirat bahwa dalam tatanan masyarakat Madura mengandung usnsurunsur (1) pola tingkah laku yang khas mengenai semua sektor kehdupannya dalam batas kesatuannya, (2) pola itu
harus bersifat mantap dan kontinyu sehingga menjadi adat istiadat yang khas dan (3) suatu rasa identitas diantara para warga atau anggotanya, yang membedakan dengan kesatuan-kesatuan manusia lainnya (Koentjaraningrat, 1980:160) Ulet, rajin, kerja keras merupakan etos kerja orang Madura yang sudah dikenal oleh masyarakat luar. Ungkapan kar-karkar colpe’ (mengais terus mematuk) sangat tepat melukiskan sifat rajin orang Madura. Makna ungkapan ini, layaknya seekor ayam yang mencakar-cakar tanah (karkarkar) mencari makanan “sebutir demi sebutir”, kemudian butir demi butir hasil yang didapat dipatuk (colpe’) dan ditelannya. Oleh karena keuletan yang disertai kerajinannya itu, mudah dipahami jika orang Madura tidak mudah putus asa, meskipun hasilnya sedikit mereka akan tekun bekerja sampai akhirnya memperoleh apa yang diinginkan. Motivasi untuk semakin giat dan ulet bekerja semakin muncul ketika orang Madura berada di luar lingkungan komunitasnya (baik di tingkat wilayah Madura, apalagi di luar wilayah Madura). Alasannya, mereka dalam melakukan pekerjaan itu merasa ta’ etangale atau ta’ ekatela’ oreng (tidak terlihat oleh sanak keluarga atau tetangga). Secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa orang Madura semakin ulet dan tekun ketika mereka merasa bebas dari pengamatan lingkungan sosialnya. Itu sebabnya, pekerjaan apa pun asalkan dianggap halal, pasti akan dilakukannya, lebih-lebih ketika mereka berada di rantau. UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur di panjatkan kehadapan Allah Subhanahu Wata’ala, karena berkat rahmat-Nya, artikel ini terselesaikan. Artikel ini disusun guna memenuhi persyaratan tugas akhir perkuliahan. Dalam penyusunan artikel ini tentu ada bantuan dari beberapa pihak yang ikut membantu dalam menyelesaikannya, untuk itu di sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terkait. Adapun pihak yang ikut membantu baik itu dari dukungan dan bimbingan dalam penyelesaian artikel ini, yaitu:
1. Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A selaku Pembimbing Akademik (PA) dan Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya kepada penulis dalam memberikan pengetahuannya, memotivasi dan membimbing dari awal sehingga penyusunan artikel skrispsi ini menjadi lancar dan dapat terselesaikan dengan baik. 2. Dr. I Ketut Margi, M.Si sebagai Pembimbing II yang telah memberikan motivasi, saran dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini sehingga penyusunan artikel skripsi ini menjadi lancar. Untuk semua itu semoga Tuhan memberikan imbalan yang setinggi-tinggiNya serta melimpahkan berkah yang menyertai semua orang yang telah membantu dalam penyelesaian artikel skripsi ini. DAFTAR PUSTAKA Arista, Kadek Dewi. 2011. Peranan Pedagang Etnis Cina dalam Perdagangan di Sekitar Pelabuhan Buleleng, Bali. Skripsi (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Barth, F. (ed) 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya (diterjemahkan Nining L. Soesilo). Jakarta: UI Press Erikson, Erik H. (1989), Identitas & Siklus Hidup Manusia, Bunga Rampai I, Jakarta : Gramedia.
Herimanto dan Winarno. 2012. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Edisi 1 Cetakan 5. Jakarta: Bumi Aksara. Jonge, Huub de.2012. Garam Kekerasan dan Aduan Sapi. Yogyakarta: Lkis Jonge, Huub de. 1988. Madura Dalam Empat Zaman: Pedagang, Parkembagan Ekonomi, dan Islam. Jakarta: Garamedia Agama, Huub de. 1989. Kebudayaan, dan Ekonomi. Rajawali Press Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta: Prenada Media Group
Jonge,
Leliweri.2003. Prasangka dan Etnik Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: LKiS Margi,
I Ketut. 2011. Pemertahanan Identitas Etnik Dan Implikasinya Terhadap Hubungan Intern Dan Interetnik Di Desa Pengastulan Buleleng Bali. Disertasi. Denpasar: Universitas Udayana