PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI PADA SUSU MURNI MERK N YANG DIJUAL DI KECAMATAN CIAMIS
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan pada Program Studi D3 Analis Kesehatan
Oleh : YUNITA ANDIANUR NIM. 13DA277054
PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI PADA SUSU MURNI MERK N YANG DIJUAL DI KECAMATAN CIAMIS1 Yunita Andianur2 Minceu Sumirah3 Doni Setiawan4
INTISARI Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan ditemukan suatu metode yang di gunakan untuk menguji kelayakan suatu makanan yang di namakan uji ALT (Angka Lempeng Total). Melalui uji Angka Lempeng Total ini dapat diketahui apakah suatu makanan itu layak atau tidak untuk dikonsumsi. Susu merupakan bahan pangan yang mengandung gizi seimbang yang diperlukan oleh tubuh, namun susu sangat rentan terjadi kontaminasi serta menjadi media pertumbuhan bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka lempeng total pada susu murni merk N yang di jual di Kecamatan Ciamis pada tahun 2016 sudah sesuai atau tidak dengan ketentuan SNI 7388: 2009 Jenis penelitian adalah deskriptif. Sampel penelitian ini sebanyak 3 sampel susu murni merk N yang di jual di Kecamatan Ciamis. Kemudian dilakukan pemeriksaan Angka Lempeng Total (ALT). Hasil penelitian terhadap 3 sampel susu murni merk N yang dijual di Kecamatan Ciamis, satu sampel melebihi ambang batas Standar Nasional Indonesia (SNI 7388:209) dan 2 sampel memenuhi standar yaitu 5 x 104. Susu murni merk N yang di jual di Kecamatan Ciamis, satu sampel tidak sesuai dan dua sampel sesuai dengan ketentuan dari SNI 7388 : 2009 tentang Batas Minimum Cemaran Mikroba pada Susu. Kata kunci Kepustakaan Keterangan
: Angka Lempeng Total (ALT), Susu Murni. : 17 (2003-2014) : 1 Judul, 2 Nama mahasiswa, 3 Nama Pembimbing I, 4 Nama pembimbing II
iv
BACTERIOLOGICAL EXAMINATION ON PURE MILK BRAND N SOLD IN KECAMATAN CIAMIS1 Yunita Andianur2 Minceu Sumirah3 Doni Setiawan4
ABSTRACT In line with the development of science in discover a method used to test the feasibility of a food in the ALT test call (number Plates Total). The Number Plate of this Total can be known whether a food is it worth or not for consumption. Fresh milk is a food containing a balanced nutrient needed by the body, but the milk contamination occurred particularly vulnerable as well as bacterial growth media. The study of to find out the number plate of pure milk brands in total N on sale in district of Ciamis in 2016 is in compliance or not with the SNI 7388:2009. The research was descriptive Type. The sample of this research as much as pure milk sample 3 N brand sold in district of Ciamis. Then conducted an examination of the number Plate Total (ALT). The results of the research on pure milk sample 3 N brand sold in district of Ciamis, one sample exceeded the threshold of Indonesia national standard (SNI 7388:209) and 2 samples meet the standard IE 5 x 104. The brand pure milk N sold in district of Ciamis, one sample did not match and two samples in accordance with the provisions of the SNI 7388:2009 about the Minimum limit of microbial Impurities on Milk. Keywords Library Description
: Number Plates Total (ALT), Pure Milk. : 17 (2003-2014) : 1 the title of the, 2 name of student, 3 name of supervisor I, 4 name of supervisor II.
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Makanan dan minuman adalah semua bahan baik dalam bentuk alamiah maupun dalam bentuk buatan yang dimakan manusia kecuali air dan obat-obatan, karena itu makanan merupakan satusatunya sumber energi bagi manusia. Sebaliknya makanan juga dapat menjadi media penyebaran penyakit. Dengan demikian penanganan makanan harus mendapat perhatian yang cukup. Untuk itu, produksi dan peredaran makanan di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 329/MenKes/XII/1976. Bab II Pasal 2 peraturan ini menyebutkan bahwa makanan yang diproduksi dan diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi syarat-syarat keselamatan, kesehatan, standar mutu, atau persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri untuk tiap jenis makanan. Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan mimunan dapat menyebabkan
berubahnya
makanan
tersebut.
Penyakit
yang
ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (food-borne diseases). Departemen Kesehatan mengelompokkan penyakit bawaan makanan menjadi lima kelompok, yaitu: yang disebabkan oleh virus, bakteri, amuba atau protozoa, parasit. Sedangkan Karla dan Blaker membagi menjadi tiga kelompok, yaitu: penyakit infeksi yang disebabkan oleh perpindahan penyakit. Penjamah makanan memegang peranan penting dalam pemularan ini. Golongan kedua adalah keracunan makanan atau infeksi karena bakteri.
Golongan
ketiga
adalah
penyebab
mikroorganisme (Susanna dan Hartono, 2003).
1
yang
bukan
2
Terinfeksinya manusia oleh bakteri hampir selalu disebabkan mengkonsumsi makanan atau minuman tercemar. Makanan yang biasanya tercemar meliputi kue-kue yang mengandung saus, susu, daging
cincang,
sosis
unggas,
daging
panggang
yang
di
perdagangkan, dan telur. Walaupun sumber penular dan orang sakit dapat mencemari makanan dan minuman, sumber Salmonellosis tersebar yang merupakan sumbernya Salmonella adalah hewan unggas peliharaan diantaranya ayam, kalkun, kucing, sapi dan banyak lagi hewan lainnya (Irianto, 2006). Pada dasarnya semua yang terdapat dibumi adalah ciptaan Allah SWT untuk manusia dan makhluk lainnya, apa yang dihasilkan dibumi. Allah SWT telah memberi anjuran dalam syariat kepada kita agar meminum susu. Sebagaimana firman Allah dalam surat An – Nahl: 66 yang berbunyi :
Artinya: “Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benarbenar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya”. Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai komposisi yang baik sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme. Susu yang berasal dari sapi yang tidak sehat juga sering terkontaminasi oleh bakteri patogen dan juga dipengaruhi oleh suhu penyimpanan susu. Penyimpanan susu akan menentukan spesies mana yang akan tumbuh dan menjadi dominan. Pasteurisasi yang dilakukan terhadap susu terutama ditunjukan untuk membunuh bakteri patogen yang tidak membentuk spora, disamping membunuh mikroba pembusuk. Susu
3
yang telah di pasteurisasi disimpan dalam lemari es pada suhu 1 4oC. Susu yang diperah dengan sanitasi yang tidak baik sering terkontaminasi oleh bakteri Coliform. Tetapi dengan pasteurisasi, bakteri Coliform akan mati. Pengujian mikroba terhadap susu perlu dilakukan untuk mengetahui mutu susu (Irianto, 2013). Melalui makanan atau minuman yang telah terkontaminasi, yaitu dari segi kualitas makanan dan minuman, alat-alat yang digunakan
dalam
proses
penyediaan,
kebersihan
lingkungan,
kebersihan tangan, higenis orang yang menyediakan serta sumber makanan yang telah terkontaminasi mikroba. Susu sapi yang dikonsumsi tanpa dipanaskan terlebih dahulu sangat
potensial
dalam
menimbulkan
penyakit-penyakit
yang
berhubungan dengan makanan, karena mengandung bakteri-bakteri patogen
yang
berbahaya
bagi
kesehatan.
Tentunya
proses
pasteurisasi juga harus dilakukan dengan cara yang benar. Oleh karena sebagian organisme masih hidup, maka setelah proses pasteurisasi harus diikuti cara penyimpanan yang tepat, misalnya pendinginan untuk produk susu. Agar mendapatkan susu yang berkualitas dapat dilihat dari Angka Lempeng Total (ALT) yang rendah, rasa dan penampilan yang enak, penyimpanan yang baik, nilai gizi yang tinggi, dan tidak terdapat bakteri-bakteri patogen maupun zat-zat asing lain. ALT merupakan salah satu pemeriksaan standar bakteriologis untuk susu. ALT bertujuan untuk menghitung jumlah koloni mikroorganisme yang berkembang dalam susu tersebut (Puspitasari, 2006). Penelitian
menunjukkan
angka
kejadian
infeksi
melalui
makanan atau minuman sekitar 10-100 kali lebih sering daripada infeksi penyakit lain (Martiani, 2006). Dilihat dari Standar Nasional Indonesia (SNI 7388: 2009) menetapkan standar susu pasteurisasi yang masih layak dikonsumsi ditinjau dari kandungan bakteri adalah apabila memiliki jumlah bakteri masih dibawah 5 x
Koloni/mL.
4
B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat diambil penulis adalah berapa jumlah koloni bakteri pada susu murni merk N yang dijual di Kecamatan Ciamis?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui jumlah koloni bakteri pada Susu Murni Merk N yang dijual di Kecamatan Ciamis. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan jumlah koloni bakteri pada Susu Murni Merk N yang dijual di Kecamatan Ciamis. b. Menganalisis jumlah koloni bakteri pada Susu Murni Merk N yang dijual di Kecamatan Ciamis sesuai dengan SNI No:7388 2009.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Penulis Dapat
memperdalam
dan
memperluas
pengetahuan
tentang bakteri terutama pemeriksaan bakteriologi dan juga mempraktekkan secara langsung ilmu yang telah didapat selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Analis Kesehatan STIKes Muhammadiyah Ciamis. 2. Bagi Masyarakat Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya memperhatikan kebersihan dan pengolahan makanan mentah, khususnya susu murni merk N yang dijual di Kecamatan Ciamis.
5
3. Pedagang Memberikan informasi kepada pedagang susu murni untuk menjaga sanitasi lingkungan agar susu murni yang dijual tidak terkontaminasi Bakteri.
E. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah “Uji bakteriologis susu kedelai produk rumah tangga yang dijual dipasaran” oleh Gustina indriati pada penelitian didapatkan hasil Hasil penelitian dari 5 sampel susu kedelai 40 % negatif Escherichia colli 60% positif Coliform. Persamaan penelitian dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada variabel yang diteliti yaitu susu. Perbedaannya terletak susu sapi, pemeriksaan, tahun penelitian, dan tempat penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Minuman Minuman menurut Permenkes No. 329 tahun 1976 adalah barang yang digunakan sebagai
makanan atau minuman
manusia, termasuk permen karet dan sejenisnya tetapi bukan obat. Makanan penting untuk pertumbuhan karena sebagai bahan yang diperlukan untuk membangun dan mengganti jaringan tubuh, untuk memelihara pertahanan tubuh terhadap penyakit dan memberikan energi untuk bekerja. Makanan yang terkontaminasi biasanya dikarenakan penanganan yang tidak baik dalam pengolahannya dan faktor penunjang yang tidak memadai seperti fasilitas bangunan dan keadaan lainnya (Permenkes, 1976). 2. Susu a. Definisi Susu Susu sapi merupakan sumber protein yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dalam menjaga kesehatan. Susu sapi segar merupakan unsur penting dalam industri pengolahan susu. Sebagai pangan asal hewan, susu bersifat mudah rusak (perishable food). Dalam rangka meningkatkan peran susu segar dalam negeri dan perlindungan
terhadap
konsumen
dan
produsen,
telah
ditetapkan standar nasional SNI 01–3141-1998 mengenai standar susu (SNI, 2011). Beberapa macam kemasan susu sebagai berikut :
6
7
Gambar 2.1 Macam-Macam Kemasan Susu (Sumber : Koleksi Pribadi)
Susu merupakan bahan pangan yang tersusun atas berbagai nilai gizi yang tinggi. Tingginya pertumbuhan bagi mikroba, sehingga susu merupakan salah satu bahan pangan yang
mudah rusak
atau
perishable.
Faktor penyebab
kerusakan susu dapat meliputi faktor kimia, fisik, dan mikrobiologi menjadi penyebab utama kerusakan susu. Hal ini mengakibatkan susu sangat mudah tercemar oleh mikroba, baik pada waktu proses pemerah maupun pengolahan, sehingga menjadikan masa simpan susu relatif singkat, yaitu hanya sekitar 5 (lima) jam apabila disimpan dalam disuhu ruang. Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai komposisi
baik
sehingga
mudah
ditumbuhi
oleh
mikroorganisme. Susu yang berasal dari sapi yang tidak sehat juga sering terkontaminasi oleh bakteri patogen. Pasteurisasi yang dilakukan terhadap susu terutama ditunjukan untuk membunuh bakteri patogen yang tidak membentuk spora, disamping membunuh sebagian mikroorganisme pembusuk. Kelemahan susu dalam hal masa simpan yang relatif singkat membutuhkan proses pasteurisasi. Pasteurisasi efektif membunuh bakteri-bakteri yang berpotensi patogenik di dalam susu, namun proses ini ternyata tidak dapat mematikan sporanya, terutama spora bakteri yang bersifat termoresisten atau tahan terhadap suhu tinggi, sehingga diperlukan aplikasi
8
proses
penanganan
bertujuan
untuk
lainnya
berupa
memperpanjang
pengawetan
masa
yang
simpan
susu
tahun
2005
pasteurisasi (Hariyadi, 2010). b. Komposisi susu Menurut
Departemen
Kesehatan
kandungan rata-rata susu sapi adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Kandungan Gizi Susu Sapi per 100 gram Kandungan zat gizi Lemak Protein Karbohidrat Energi Air Kalsium
Komposisi 3,5 g 3,2 g 4,3 g 61 kkal 88,3 g 143 mg
Sumber : Departemen Kesehatan Tahun 2005
Susu
mentah
mikroorganisme
yang
mengandung berasal
dari
berbagai berbagai
jenis sumber.
Komposisi susu sapi terdiri atas 3,2% protein, 4,8% karbohidrat, 3,9% lipida, dan 0,9% mineral. Selain kasein dan laktalbumin, susu mengandung asam amino bebas yang menyediakan sumber nitrogen yang baik, dan jika diperlukan digunakan sebagai sumber karbon. Laktosa merupakan karbohidrat
utama
penghidrolisis
yang
laktosa
akan
dari
dihidrolisis
mikroorganisme,
oleh yaitu
enzim foto
galaktoside. Lemak susu dapat dihidrolisis oleh enzim lipase mikroba, sehingga menghasilkan asam lemak volatile, yaitu asam butirat, kaprik, dan kaproat. Mikroba yang terdapat dalam susu dengan metabolism laktosa, komponen protein, asam lemak tidak jenuh, dan menghidrolisis trigliserida. Populasi bakteri pada susu yang disimpan dengan suhu refrigerasi
selama
beberapa
hari,
setelah
pemerahan
didominasi oleh bakteri psikrofilik gram negatif berbentuk
9
batang, seperti Psedomonas, Alcaligenes, Flavobacterium sp, dan beberapa Coliform (Sopandi, 2014). c. Bakteri susu Susu yang diperah dengan sanitasi yang tidak baik sering terkontaminasi oleh bakteri Coliform. Tetapi dengan pasteurisasi,
bakteri
Coliform
akan
mati.
Pengujian
mikrobiologi terhadap susu perlu dilakukan untuk mengetahui mutu susu sebelum diolah lebih lanjut. Misalnya di sterilisasi atau dibuat menjadi produk-produk lain seperti es krim, keju, yogurt, dan sebagainya (Irianto, 2006). Pseudomonas dan spesies yang tidak menghasilkan enzim laktosa. Akan memetabolisme komponen protein sehingga menyebabkan perubahan flavor dan warna susu. Bakteri tersebut juga menghasilkan enzim lipase yang tahan terhadap pemanasan, yang menyebabkan flavor ransid. Pertumbuhan bakteri Coliform yang mempunyai enzim laktosa menghasilkan
asam
laktat,
asetat,
CO2
menyebabkan
gumpalan, buit (busa), serta susu asam. Beberapa Alcaliges sp. Misalnya Alcaligenes faecalis dan Coliform juga dapat menyebabkan susu berlendir, karena viskositas eksopolisakarida. Populasi bakteri pada susu mentah yang tidak disimpan pada suhu refrigerasi, dengan segera didominasi oleh pertumbuhan bakteri mesofilik seperti Lactococus, Lactobacillus, Enterococus, Micrococus, Bacillus, Clastridium, dan Coliform. Bersama dengan Pseudomonas, Proteus, dan lain-lain, tetapi secara umum spesies bakteri menghidrolisis
Laktosa
seperti
Lactococcus
sp.
dan
Lactobacillus sp. lebih dominan serta menghasilkan asam yang
dapat
menurunkan
pH
susu
dan
menghambat
pertumbuhan bakteri lain. Mikroorganisme lain juga dapat tumbuh dan melakukan proteolisis, lipolisis, dan membentuk
10
gas. Pertumbuhan kapang dan khamir pada kondisi normal secara umum tidak terjadi (Sopandi, 2014). d. Sumber kontaminasi Susu 1) Hewan Pangan hewani, termasuk unggas dalam kondisi normal dapat membawa berbagai jenis mikroorganisme indigenous
dalam
saluran
pencernaan,
respirasi,
urogenital, puting susu, kulit, kuku, rambut, dan bulu. Jumlah jenis mikroorganisme tersebut tergantung pada jenis organ, misalnya saluran intestinal dapat berisi jumlah bakteri 1010 sel/g. Beberapa organ dapat membawa bakteri patogen seperti Eschericia colli, Campylobacter jejuni, Yenisinia enterocolitica, dan Listeria monocytogenis tanpa menunjukan gejala. Mikroorganisme
perusak
dan
patogen
dapat
merusak kedalam pangan hewani (susu, telur, daging, dan produk ikan) selama produksi dan pengolahan. Susu dapat terkontaminasi oleh material feses pada permukaan ambing, telur selama periode bertelur, daging oleh saluran isi pencernaan selama penyembelihan, dan ikan oleh isi saluran pencernaan selama pengolahan. Kontaminasi pangan hewani dari sumber kontaminan material feses dipandang sangat penting karena dapat membawa patogen enteris. Selain patogen enteris dari material feses,
daging
terkontaminasi
ternak oleh
dan
beberapa
unggas
juga
mikroorganisme
dapat yang
berasal dari kulit, rambut, dan bulu yaitu Staphylococus aureus,
Micrococcus
sp,
Propionibacterium
sp,
Carynebacterium sp, kapang, dan khamir. Pencegahan kontaminasi pangan hewani dari sumber
kontaminan
tersebut
memerlukan
sistem
11
peternakan yang efektif, termasuk kandang, pemberian pakan,
dan
air
minum
yang
tidak
terkontaminasi.
Pengujian patogen pada produk ternak dan penyingkiran ternak pembawa kontaminan, berperan penting untuk menentukan angka sakit akibat mikroorganisme dalam pangan. Pencucian pekakas dengan air yang berkualitas baik, khususnya penggunaan antimikroba dalam air, pencukuran
rambut.
Pengeluaran
organ
saluran
pencernaan, serta perlakukan sanitasi yang baik selama penyembelihan dan penanganan produk hasil ternak, dapat mencegah peningkatan jumlah dan jenis mikroba kontaminan hingga batas yang diinginkan. Pembersihan hewan sebelum pemerahan, pendinginan susu sebelum pemerahan, pengolahan dan sanitasi berperan penting dalam menurunkan mikroorganisme kontaminan pada susu. 2) Manusia Selama proses produksi dan konsumsi, pangan akan
bersentuhan
dengan
berbagai
orang
yang
menangani pangan, termasuk dengan orang yang bekerja dipertanian, petugas penanganan pangan di restoran, toko, supermarket, dan di rumah. Manusia dapat menjadi sumber kontaminan mikroorganisme patogen, khususnya pada pangan yang selanjutnya menyebabkan penyakit bawaan pangan, khususnya pada pangan siap santap. Tangan dan pakaian yang tidak bersih, serta rambut dapat menjadi
sumber
utama
kontaminasi
mikroba
pada
pangan. Luka ringan dan infeksi pada tangan atau tubuh, serta
penyakit
yang
umum
seperti
flu,
radang
tenggorokan, atau stadium awal hepatitis dapat meningkat
12
kontaminasi mikroba. Selain itu, bakteri perusak dan patogen pangan seperti Staphilococus aureus, Salmonella sp, Shigella sp dan E.colli, serta hepatitis A dapat masuk kedalam pangan dari manusia (Sopandi, 2014). e. Ciri-ciri Biokimia Apabila
susu
dibiarkan
pada
keadaan
yang
memungkinkan pertumbuhan bakteri, susu mentah dengan mutu kesehatan yang baik akan memberikan rasa asam yang khas. Perubahan ini terutama disebabkan oleh Streptococcus lactis, dan spesies-spesies Lactobacillus tertentu. Perubahan utama yang terjadi ialah fermentasi laktosa menjadi asam laktat. Tipe perubahan ini kadang-kadang disebut sebagai fermentasi normal susu. Organisme lain dapat menyebabkan perubahan yang menghasilkan produk-produk akhir yang tidak enak dimakan (Irianto, 2013). f.
Pengaruh Suhu terhadap Penyimpanan Susu Bakteri yang terdapat dalam susu dapat digolongkan berdasarkan suhu pertumbuhan dan ketahanannya terhadap panas. Pertimbangan ini sangst praktis, karena suhu rendah digunakan untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroba yang merusak susu, dan suhu tinggi (pasteurisasi) digunakan memusnahkan
untuk bakteri
mengurangi patogen,
populasi dan
secara
mikroba, umum
memperbaiki mutu penyimpanan susu. Berdasarkan pada persyaratan suhu, tipe bakteri yang ditemui dalam susu ialah psikrofilik, mesofilik, termofilik (Irianto, 2013). Karena beberapa bakteri psikrofilik tertentu tumbuh pada suhu yang sedikit di atas suhu beku dan beberapa bakteri termofilik tumbuh diatas suhu 65oC, maka suhu penyimpanan susu akan menentukan spesies mana yang akan tumbuh dan menjadi dominan. Susu yang telah
13
dipasteurisasi dan disimpan dalam lemari es dapat bertahan selama satu minggu atau lebih. Namun, lama kelamaan terjadi juga perusakan susu oleh mikroorganisme, ditandai dengan adanya
perubahan
rasa
dan
bau
yang
ditimbulkan.
Sedangkan pada suhu tinggi, yang menimbulkan masalah ialah termofil. Tabel pengaruh suhu penyimpanan susu mentah terhadap jumlah dan tipe bakteri.
Suhu oC 1–4
4 – 10
10 – 20
20 – 30 30 – 37
Tabel 2.2 pengaruh suhu penyimpanan susu mentah terhadap jumlah dan tipe bakteri Perubahan jumlah Organism yang dominan misalnya Penurunan perlahan pada Psikrofil, beberapa hari diikuti dengan spesies-spesies kenaikan bertahap setelah 7 Achromobacter, Flafobacterium, dan sampai 10 hari. Alcaligenes. Sedikit perubahan dalam Sama dengan yang jumlah selama hari – hari diatas perubahan yang pertama diikuti dengan terjadi pada waktu pertambahan jumlah yang penyimpanan ialah cepat setelah 7 hari sampai 10 keadaan pengentalan, hari atau lebih proteolisis, dan lain – lain Pertambahan jumlah cepat Terutama tipe sekali, tercapai populasi yang pembentukan gas berlebihan dalam beberapa hari seperti Streptokokus atau kurang. Terbentuk populasi tinggi dalam Streptokokus, Koliform, beberapa jam dan tipe –tipe mesofilik lain Terbentuk populasi tinggi dalam Kelompok Koliform beberapa jam
g. Proses Pengolahan Susu 1) Pasteurisasi Susu Susu sapi, kerbau, kambing, dan kedelai mentah atau belum mengalami pengolahan, serta susu yang telah pasteurisasi membawa sejumlah mikroorganisme. Susu
14
mengandung protein dan karbohidrat (laktosa) yang dapat digunakan oleh beberapa mikroorganisme untuk tubuh. Bakteri merupakan jenis mikroorganisme yang dominan pada susu mentah dan susu pasteurisasi, walaupun disimpan pada tempat yang dingin, susu tersebut mempunyai masa simpan terbatas. Pada susu mentah, mikroorganisme dapat berasal dari hewan, permukaan tubuh ternak, pakan, udara, air, dan peralatan yang digunalan untuk pemerahan dan penyimpanan. Jenis mikroorganisme yang dominan pada susu sapi yang sehat terdiri atas Micrococcus, Streptococcus, Corinebacterium, dengan jumlah mikroorganisme kurang dari 103 sel/i. Namun, pada susu sapi yang terkena mastitis,
jumlah
bakteri
Streptocuccus
alagactiae,
S.aureus, Koliform, dan Psedomonas dapat lebih tinggi. Kontaminasi bakteri pada susu yang berasal dari ternak, pakan, tanah, dan air didominasi oleh bakteri asam laktat, Koliform, Mikrococcus, Staphylococcus, Enterococcus, Bacillus, Clostridium, dan bakteri gram negatif batang. Bakteri patogen seperti Salmonella, L.monocitogenes, Y. enterocolitica dan C. jejuni juga dapat berasal dari sumber kontaminasi tersebut. Bakteri yang berasal dari peralatan dapat mengontaminasi susu dan produk susu yang didominasi oleh bakteri gram negatif batang seperti Pseudomonas, Alcaligenes, dan Flavobacterium, serta bakteri
gram
positif
seperti
Micrococcus
dan
Enterococcus. Selama sebelum Psikrotrof
di
penyimpanan paseteurisasi,
termasuk
ditempat hanya
Pseudomonas,
yang
dingin
terdapat
bakteri
Flavobacterium,
15
Alcaligenes, dan beberapa Koliform, serta Bacillus sp yang tumbuh dalam susu. Bakteri-bakteri tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas susu, seperti pembentukan flavor dan tekstur yang tidak diinginkan. Beberapa bakteri tersebut dapat memproduksi enzim yang tahan terhadap panas, seperti Protease dan Lipase yang juga dapat berpengaruh terhadap kualitas susu, bahkan setelah di pasteurisasi. Mikroorganisme
yang
berada
dalam
susu
pasteurisasi adalah mikroorganisme yang tahan terhadap suhu pasteurisasi, misalnya bakteri termofil, bakteri yang masuk setelah pemanasan, dan sebelum pengemasan (kontaminan post-pasteurisasi). Bakteri termofil yang tahan
terhadap
beberapa
pasteurisasi
Enterococcus
Streptococcus,
beberapa
termasuk
Micrococcus,
(Enterococcus Lactobacillus
faecalis),
(Lactobacillus
viridescens), Bacillus, dan Clostridium. Kontaminan pasca pemanasan susu adalah bakteri Coliform, Pseudomonas, Alcaligenes,
dan
Flavobacterium.
Beberapa
bakteri
patogen yang sensitif terhadap panas juga dapat masuk kedalam
susu
sedangkan
pasteurisasi
bakteri
psikrofil
setelah dapat
pemanasan,
tumbuh
selama
refregerasi. 2) UHT (Ultra Hight Temperature) Produk susu UHT
adalah susu segar
yang
mengalami proses sterilisasi yang kemudian dikemas dengan kemasan aseptik sehingga mudah dikonsumsi dan
dapat
diminum
kapan
saja
serta
mudah
penyimpanannya tanpa memerlukan alat pendingin. Sterilisasi
produk
biasanya
dilakukan
dengan
menggunakan alat penukar panas atau bahkan dengan
16
pemanasan
langsung
sehingga
pemanasan
bisa
dilakukan pada suhu yang sangat tinggi dan waktu yang sangat singkat. Pemanasan demikian inilah yang sering disebut sebagai pemanasan Ultra-High Temperature, yaitu proses pemanasan pada suhu tinggi (>135°C-150°C) (Hariyadi, 2010). 3. Angka Lempeng Total Untuk menghitung jumlah total bakteri pada bahan makanan dapat menggunakan metode hitungan cawan. Pengujian angka lempeng total adalah pengujian yang dilakukan untuk menghitung angka bakteri aerob mesofil yang terdapat dalam suatu sampel (Waluyo, 2008). Prinsip dari metode hitungn cawan adalah jika sel jasad renik yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop (Jewetz, 2005). ALT secara umum tidak terkait dengan bahaya keamanan pangan namun kadang bermanfaat untuk menunjukkan kualitas, masa simpan/waktu paruh, kontaminasi dan status higienis pada saat proses produksi (SNI, 2009). Metode hitungan cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba karena alasan-alasan sebagai berikut : a. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung b. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus c. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba, karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari satu sel mikro dengan penampakan pertumbuhan spesifik.
17
Metode hitungan cawan juga mempunyai kelemahan sebagai berikut : a. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni. b. Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda. c. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar. d. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung. Metode hitungan cawan dibedakan menjadi dua cara yaitu : a. Metode Tuang (Pour Plate) Pengenceran yang dikehendaki, sejumlah sampel (1mL) dimasukkan kedalam cawan petri. Kemudian masukkan agar cair steril yang telah didinginkan sampai 50˚C sebanyak kira-kira 15 mL lalu goyangkan sampai sampelnya menyebar. Setelah
agar
memadat,
cawan-cawan
tersebut
dapat
diinkubasikan di dalam inkubator. Setelah akhir masa inkubasi, koloni yang terbentuk dihitung. Setiap koloni dapat dianggap berasal dari satu sel yang membelah menjadi banyak sel, meskipun mungkin juga berasal dari lebih dari satu sel yang letaknya berdekatan. Perhitungan jumlah koloni dapat dilakukan menggunakan Colony Counter. Ketelitian akan lebih tinggi jika dilakukan secara duplo, yaitu menggunakan dua cawan petri untuk setiap pengenceran. b. Metode Permukaan (Surface / Spread Plate) Pada pemupukan dengan metode permukaan, agar steril terlebih dahulu dituangkan ke dalam cawan petri steril
18
dan
dibiarkan
membeku.
Setelah
membeku
dengan
sempurna, kemudian sebanyak 0,1 mL sampel yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut. Sebuah batang gelas melengkung dicelupkan ke dalam alkohol 95% dan dipijarkan sehingga alkohol habis terbakar. Setelah dingin, batang gelas tersebut digunakan untuk meratakan contoh di atas medium agar.Selanjutnya inkubasi dilakukan seperti pada metode tuang (Setiawan, 2012). Untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi digunakan suatu satandar yang disebut Standar Plate Count (SPC). Data yang dilaporkan sebagai SPC harus mengikuti peraturanperaturan sebagai berikut : a. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama di depan koma dan angka kedua dibelakang koma. Jika angka yang yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka yang kedua. b. Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi, oleh karena itu jumlah koloni pada pengenceran yang terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung. c. Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah, oleh karena itu jumlah koloni pada pengencaran yang tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
19
d. Jika pada cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni dengan jumlah 30 dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan dua, dilaporkan rata-rata dari kedua
nilai
tersebut
dengan
memperhitungkan
faktor
pengenceranya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil. e. Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan, sehingga harus dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan kedua cawan duplo dengan koloni di antara 30 dan 300 (Waluyo, 2008).
20
B. Kerangka Konsep Susu Murni
Uji kualitas
Kimia
Mikrobiologi
Metode MPN
Metode ALT
Sesuai SNI 5 x 104 koloni/mL
Tidak sesuai SNI > 5 x 104 koloni/mL
Keterangan : Variabel yang tidak diteliti Variable yang diteliti
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran. (2010) Al Quran dan Terjemahannya. Bandung : CV Penerbit Dipenogoro. Depkes RI. (2005) Daftar Komposisi Makanan. Jakarta: Depkes RI. Hariyadi, Purwiyatno dkk. (2010) Sterilisasi Susu UHT dan Pengemasan Aseptik. Indonesia : IDI. Irianto, Koes. (2006) Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung : Yrama Widya. Irianto, Koes. (2013) Mikrobiologi Medis (Medical Microbiology). Bandung : Alfabeta. Jewetz, Melnick, Adelrberg’s dan Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (trj). (2005) Mikrobiologi Kedokteran, Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika. Martiani. (2006) Kualitas Susu Pasteurisasi Komersial pada Penyimpanan Suhu Dingin Ditinjau Dari Aspek Mikrobiologi. Tugas Akhir. Tidak diterbitkan, Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang. Permenkes No. 329 tahun 1976. Tentang Definisi Makanan. Puspitasari. (2006) Hubungan Higiene dan Sanitasi Produsen Susu Sapi dengan Angka Lempeng Total dalam Susu Sapi Siap Minum di Daerah Gunung Pati,Semarang. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Universitas Dipenogoro Semarang. Setiawan, Tira. (2012) Karya Tulis Ilmiah. Hubungan Higiene dan Sanitasi dengan Total Mikroba Pada Jamu Gendong Beras Kencur di RW 06 Ciracas-Jakarta Timur.Tidak diterbitkan, Jakarta. 2012. SNI No.3141:2011. (2011) Susu Segar. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. SNI No.7388:2009. (2009) Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Susu Pasteurisasi. Bogor: Badan Standarisasi Nasional. Sopandi, Tatang (2014) Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.
35
36
Susanna, Hartono. (2003) Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan Gado – Gado di Lingkungan Kampus Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologis. Depok : Jurnal Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Tatang, S. (2013). Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta : ANDI Yogyakarta. Waluyo, Lud. (2008) dan Metode Dasar Mikrobiologis. Malang: UPT Penerbitan Universitas Malang. Waluyo, Lud. (2007) Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.