Bidang Sosial
LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA “SATEKs” UNSRI
Judul Penelitian:
PEMERATAAN KESEMPATAN MEMPEROLEH PENDIDIKAN DI DAERAH (Analisis Aksesibilitas Pendidikan bagi Masyarakat Desa Terpencil di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin)
Oleh : Ketua : Zailani Surya Marpaung, S.Sos., MPA Anggota : Dwi Mirani, S.IP
Dibiayai dari DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Nomor: 0132/023-04.2/2010 tanggal 31 Desember 2010 sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Penelitian Dosen Muda Sateks Unsri Nomor: 0320.a/UN9.4.2.1/LK/2011 tanggal 13 Juni 2011
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA NOVEMBER 2011 2
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA ‘SATEKs Unsri’ TAHUN ANGGARAN 2011 1. Judul Penelitian
Pemerataan Kesempatan Memperoleh Pendidikan di Daerah (Analisis Aksesibilitas Pendidikan bagi Masyarakat Desa Tertinggal di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin)
2. Bidang Ilmu Penelitian 3. Ketua Peneliti a. Nama b. Jenis Kelamin c. NIP d. Jabatan Fungsional e. Jabatan Struktural f. Bidang Keahlian g. Fakultas/Jurusan
Sosial
h. Perguruan Tinggi i. Alamat 4. Jumlah Tim Peneliti a. Nama Anggota 5. Lokasi Penelitian 6. Mata Kuliah Yang Diampu 7. Waktu Penelitian 8. Biaya
Zailani Surya Marpaung,S.Sos.,MPA Laki-Laki 198108272009121002 Asisten Ahli Manajemen SDM Ilmu Sosial dan Ilmu Politik / Administrasi Negara Universitas Sriwijaya Universitas Sriwijaya JL.Raya Palembang-Prabumulih. KM 32, Ogan Ilir 30662, No Telepon (0711)581077; Fax 0711 580053, E-Mail :se
[email protected] 1 Orang Dwi Mirani, S.IP Ogan Ilir Keuangan Negara dan Kebijakan Fiskal 7 (tujuh) bulan Rp. 6.750.000,-
Dekan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dra. Dyah Hapsari. ENH, M.Si
NIP. 19601002 1992 032001
Inderalaya, 24 November 2011 Ketua Peneliti,
Zailani Surya Marpaung,S.Sos.,MPA NIP. 198108272009121002
Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya
Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Said,M.Sc NIP. 196108121987031003 3
RINGKASAN DAN SUMMARY RINGKASAN Penelitian ini akan mengangkat isu pendidikan di daerah terpencil terutama di kabupaten Bayung Lencir, Musi Banyuasin, yang memiliki akses sangat terbatas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, tetapi tidak menutup kemungkinan menggunakan metode yang digunakan oleh penelitian kuantitatif. Dalam penelitian eksplanatory peneliti menggunakan pendekatan deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena tertentu secara lebih konkret dan rinci. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan studi menganalisis aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat pedesaan terpencil di Kecamatan Bayung Lencir, Musi Banyuasin dengan mengidentifikasi aktor yang terlibat, kebijakan yang telah diimplementasikan dan partisipasi masyarakat desa terpencil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Aksesibilitas pendidikan yang dirasakan perlu bagi seluruh masyarakat Musi Banyuasin khususnya masyarakat Bayung Lencir sangat tergantung pada dua hal yaitu adanya pihak penyelenggara sebagai pihak penyedia layanan dan pihak masyarakat sebagai pengguna Layanan
SUMMARY This research will raise the issue of education in remote areas particularly in districts Bayung Lencir, Musi Banyuasin extremely limited access. The method used in this study is a qualitative research method, but did not rule out using methods that are used by the quantitative research. In the explanatory method researchers used descriptive approach, which aims to describe certain phenomena in a more concrete and detailed. Purpose of this study was to conduct a study analyzing the accessibility of education for isolated rural communities in Sub District Musi Banyuasin Bayung Lencir with identifying actors involved, the policy has been implemented policies and participation of rural remote village. Results showed that the accessibility of education is felt necessary for the whole community Musi Banyuasin particularly Bayung Lencir society depends on two things namely the existence of the organizers as the provider of services and the public as service users.
4
PRAKATA
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian Sateks Unsri ini dengan judul “Pemerataan Kesempatan Memperoleh Pendidikan di Daerah (Analisis Aksesibilitas Pendidikan bagi Masyarakat Desa Terpencil di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin)”. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan suatu studi analisis terhadap aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa terpencil yang nantinya akan mampu untuk membuka peluang bagi mereka untuk meningkatkan kapasitas SDM, disamping itu juga untuk melakukan analisis kritis terhadap aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa terpencil di Kecamatan Bayung Lencir dengan mengindentifikasi Aktor yang terlibat, kebijakan kebijakan yang telah dilaksanakan dan partisipasi masyarakat desa terpencil di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin Peneliti menyadari masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam laporan penelitian ini ini, dan peneliti telah berusaha untuk mencapai hasil yang maksimal demi kesempurnaan. Maka dari itu, penulis sangat terbuka atas saran dan masukan yang sifatnya konstruktif dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimah kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu peneliti baik dalam bentuk materil maupun moril dalam rangka penyelesaian penlitian ini. Akhir kata, Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Palembang, 24 November 2011
Penulis
5
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ i RINGKASAN DAN SUMMARY ...................................................................... ii PRAKATA .......................................................................................................... iii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN …...………………….... 34 BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 42 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................105 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................113 LAMPIRAN
6
DAFTAR TABEL
Tabel 1
: Kualitas Pelayanan Publik Bagi Penduduk Miskin Propinsi Sumsel Tahun 2009 .......................................................
Tabel 2
3
: Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2008 / 2009)* ................................... 45
Tabel 3
: Angka Melanjutkan (AM) Menurut Jenjang Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir Tahun 2008 / 2009 ....................................................................... 45
Tabel 4
: Dana Bantuan Operasional Sekolah Pada Pendidikan Dasar Kec.Bayung Lencir Tahun 2008 .................................................................................. 75
Tabel 5
: Kondisi Guru Kecamatan Bayung Lencir (Dilingkungan Masyarakat Desa Tertinggal) .............................. 85
Tabel 6
: Angka Putus Sekolah (APS) Masyarakat Desa Terpencil Menurut Jenjang Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir Tahun 2008 ...................................... 101
Tabel 7
: Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2008 .................................................. 102
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Pola Berpikir Vertikal ........................................................................ 30 Gambar 2 : Pola Berpikir Lateral .......................................................................... 30 Gambar 3: Keadaan Siswa Saat Belajar ............................................................... 92 Gambar 4: Akses Penyeberangan ........................................................................ 93 Gambar 5: Kondisi Jalan ..................................................................................... 93 Gambar 6: Kondisi Pakaian Yang Tidak Seragam .............................................. 96 7
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Peneliti Lampiran 2. Foto Kegiatan Penelitian Lampiran 3. Jadwal Kegiatan penelitian Lampiran 4. Total Rincian Biaya Penelitian Lampiran 5. Instrumen Penelitian
8
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hasil penelitian World Development Report tahun 2008 menunjukan bahwa akses rakyat miskin dalam pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah. Pemimpin Ekonom Kelompok Riset Perkembangan Ekonomi Bank Dunia Jeffrey S Hammer dan Ekonom Senior Pelayanan Publik untuk Pengembangan SDM Bank Dunia Deon Filmer mengatakan, akses masyarakat yang sangat rendah terhadap jasa pelayanan publik yang sulit dijangkau masyarakat miskin ini antara lain pendidikan, jasa kesehatan, dan air bersih. Rendahnya aksesibilitas pada layanan publik itu merupakan penyebab sulitnya Indonesia bebas dari kemiskinan. Seharusnya Pemerintah Indonesia mengutamakan peningkatan aksesibilitas masyarakat miskin pada pelayanan publik agar dapat segera bebas dari kemiskinan. Pada era global sekarang ini pendidikan bukanlah merupakan suatu hal yang tidak wajib bagi warga negara akan tetapi sudah menjadi kebutuhan primer yang harus dimilki oleh seseorang untuk bersaing dalam merebut semua peluang dimasa yang akan datang. Bangsa yang sudah maju menyamakan kebutuhan akan pendidikan ini dengan kebutuhan perumahan, sandang dan pangan. Bahkan ada banyak keluarga didunia ini rela mengurangi kualitas perumahan, bahkan makanan demi pendidikan dalam keluarganya. Pembangunan Sumberdaya manusia dapat dilakukan dengan sektor formal dan informal. Dalam sektor yang formal pendidikan formal seperti sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi dan pendidikan informal seperti pelatihan, Balai Latihan Kerja dan lain sebagainya. Merupakan suatu keharusan yang harus dipikirkan untuk dikembangkan oleh Pemerintah. Dengan memperioritaskan sektor pendidikan dari sektor lain yang juga penting mendukung pembangunan. Seperti diketahui sebagian besar keadaan ekonomi rakyat Indonesia masih tergolong ekonomi kurang mampu. Mulai Inpres Nomor 10 tahun 1971 tentang pembangunan sekolah dasar dan Inpres, selanjutnya negeri ini telah berusaha 9
memberikan pendidikan yang mudah dan murah untuk anak bangsanya. Puluhan ribu gedung sekolah dasar telah dibangun dan puluhan ribu guru dipersiapkan untuk memberikan pemerataan kesempatan belajar untuk jenjang sekolah dasar dan dapat dilaksanakan dengan murah. Semua golongan masyarakat dapat memanfaatkan pendidikan dengan biaya yang murah. Program yang sudah dilaksanakan dalam tiga dasawarsa ini sangat kelihatan sudah banyak mengakomodir dan menjawab kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Dimulai pada tahun 1984 dengan pendidikan dasar wajib 6 tahun dan pada tahun 1994 menjadi pendidikan dasar wajib 9 tahun menjadikan landasan yang baik bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk keluar dari buta aksara. Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar adalah memberikan pelayanan kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat banyak. Apabila perlu, pendidikan dasar enam tahun seharusnya dapat diberikan pelayanan secara gratis karena dalam pendidikan dasar enam tahun atau sekolah dasar kebutuhan mendasar bagi warga negara mulai diberikan (Kompas:2005). Sejalan dengan perubahan pola fikir masyarakat terhadap pendidikan yang ada sekarang hendaknya diikuti dengan perubahan pelayanan pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah, peningkatan aksesibilitas pendidikan bagi warga negara merupakan suatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Seluruh lapisan masyarakat harus mampu menfaatkan seluruh kesempatan dan peluang untuk mendapatkan pendidikan yang layak di seluruh Indonesia. Dengan demikian warga negara tidak terjebak dalam komersialisasi pendidikan yang pada akhir akhir ini mencuat. Hal ini akan membuat pemikiran yang buruk bagi dunia pendidikan. Pendidikan sudah menjadi lahan bisnis yang cukup potensial dengan memaksimalkan peserta didik sebagai konsumen yang diwajibkan. Amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. bertujuan untuk berkembangnya potensi 10
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab” Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 49 ayat 1 menetapkan bahwa Anggaran pendidikan sebesar dari 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara hal ini akan berdampak positif kepada dunia pendidikan di indonesia. Harapan untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan akan mudah terwujud dengan baik dari anggaran yang akan dikucurkan. Problem aksesibilitas pendidikan di Indonesia terkait dengan kemampuan dan daya beli masyarakat, perluasan akses pendidikan yang akan dilaksanakan akan menaikkan daya beli. Selain itu aksesibilitas pendidikan tak terpisahkan dengan permasalahan masyarakat yang sudah bersifat multidimensional, selain ketidakmampuan masyarakat dan keraguan akan output yang dihasilkan belum bisa berbuat banyak setelah mereka menamatkan pendidikan mereka. Penilaian kualitas pelayanan publik di Propinsi Sumsel dapat dilihat pada hasil Governance Assesment Survey (GAS) 2009 memperlihatkan beberapa indikator penting. Secara umum aksesibilitas masyarakat masih rendah terhadap berbagai jenis pelayanan publik, kondisi ini semakin buruk bagi kaum miskin, karena akses mereka terhadap pendidikan, kesehatan, administrasi kependudukan, dan modal pada umumnya rendah, sementara pelayanan dasar inilah yang akan mampu memperbaiki nasib mereka, dapat dilihat berdasarkan hasil survei yang dirangkum dalam tabel berikut; Tabel 1 Kualitas Pelayanan Publik bagi Penduduk Miskin Propinsi Sumsel tahun 2009 Kriteria
Indikator
Pendidikan
Kesehatan
Permodalan
50,00 7,78 8,89 57,78 32,22 14,44 52,22
Administrasi kependudukan 48,89 44,44 -
Aksesibilitas Biaya Pelayanan Prosedur Pelayanan Kapasitas
Rendah Tinggi Murah Mahal Sulit Mudah Rendah
47,78 11,11 11,11 52,22 32,22 14,44 58,87
SDM
Tinggi
8,89
14,44
-
-
63,33 8,89 -
Sumber; diolah dari data GAS 2009.
11
Dari data diatas dapat dilihat bebarapa hal seperti mahalnya biaya dan sulitnya prosedur termasuk buruknya pelayanan kepada penduduk miskin, menurut GAS 2006 salah satu disebabkan APBD Sumsel lebih mengedepankan kepentingan kalangan pejabat birokrasi dan anggota DPRD, daripada kepentingan publik. Kemampuan aparatur pemerintah dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan publik, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun investasi, dalam penilaian pemangku kepentingan tergolong rendah. Temuan bahwa kualitas SDM penyelenggara pelayanan pendidikan dinilai lebih rendah dari pada pelayanan Kesehatan. Pentingnya pelayanan publik terutama Pendidikan menjadi salah satu cara untuk mengeluarkan masyarakat dari jurang kemiskinan yang sudah lama mereka rasakan. Namun demikian paradigma masyarakat yang demikian bukanlah pandangan yang tepat karena sangat mengantungkan hidup pada dunia pendidikan. Pemerintah juga bukanlah sebagai aktor tunggal dalam peningkatan aksesibilitas pendidikan. Masyarakat juga harus mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas hidup mereka sendiri. Perubahan Mindset dan kesadaran masyarakat tentang peningkatan hidup berkualitas sangat berpengaruh pada aksesibilitas pendidikan, karena itu aksesibilitas bukanlah suatu prosses yang dimainkan oleh single actor akan tetapi dilakukan secara bersinergi. Hal ini dilakukan dengan pemerataan, peningkatan aksesibilitas, perbaikan fasilitas makro dan mikro, harus menunjukan kerangka kerja sama dengan bidang bidang lain dalam visi pembangunan berkelanjutan (Agus Suwignyo, Kompas:2006). Pemerataan Kesempatan untuk memperoleh pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan kita. Strategi yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional meliputi tiga hal yang mendasar yaitu: a.
Persamaan kesempatan dalam memperoleh pendidikan seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;
12
b.
c.
Aksesibilitas, dapat dijelaskan bahwa setiap orang tanpa memandang asal usulnya mempunyai akses yang sama terhadap pendidikan pada semua jenis dan jalur pendidikan; Keadilan dan atau kewajaran (equity) dijelaskan bahwa perlakuan kepada peserta didik sesuai dengan keadaan internal dan eksternal peserta didik, dalam arti adalah wajar dan adil jika peserta didik diperlakukan sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
Otonomi daerah membawa dampak yang cukup signifikan dalam dunia pendidikan di Kabupaten Musi Banyuasin, dengan peraturan Bupati Musi Banyuasin tahun 2008 tentang rencana Pembangunan Jangka Menengah yang didalamnya terdapat Rencana pembangunan untuk sektor pendidikian antara lain peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan melalui peningkatan sarana prasarana, manajemen pendidikan dan peningkatan kualitas SDM. Pembangunan daerah yang cukup pesat Kabupaten Musi Banyuasin menempatkan pendidikan sebagi pos terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sekitar 20 Persen dari total 2,1 Triliun dengan anggaran sebesar itu mampu untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan bagi seluruh masyarakat Musi Banyuasin secara keseluruhan. Alokasi yang cukup besar tersebut dilaksanakan dengan berbagai program mulai dari membangun sekolah-sekolah dasar, pengembangan sistem pendidikan antara lain pembebasan uang SPP sejak tahun 2004, pembelian buku pelajaran, pendirian pustaka sekolah sampai pemberian bea siswa kepada murid berprstasi, keinginan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin meningkatkan tingkat Pendidikan secara fisik maupun nonfisik cukup luar biasa . hampir di seluruh desa di Kabupaten Musi Banyuasin sudah memiliki sekolah dasar dan Madrasah Diniah Awaliyah (MDA) sebagai penunjang pelaksanaan Program Wajib Belajar Sembilan tahun. Sejalan dengan amandemen Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 49 ayat 1 yang menetapkan anggaran sekitar 20 pesen dari Anggaran pendapatan Belanja, Kabupaten Musi Banyuasin Sudah Memulai melaksanakan ketentuan tersebut. Semua itu ditujukan untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat Musi Banyuasin secara keseluruhan. Perkembangan kemajuan tersebut menyisakan masalah yang cukup menyesakkan bagi kaum marginal yang berada di hampir setiap Kecamatan 13
termasuk Kecamatan Bayung Lencir terutama daerah terpencil. untuk di daerah terpencil masyarakat ditemukan terabaikan yang disebabkan jauhnya lokasi desa terpencil tersebut. Keberadaan masyarakat terpencil di pedalaman Musi Banyuasin haruslah menjadi suatu perhatian khusus bagi pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin untuk dapat meningkatkan akses pendidikan bagi mereka dengan sarana dan prasarana yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Bab 5, pasal 3 menyatakan bahwa warga negara yang ada di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan khusus. Kemampuan yang sangat terbatas untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada dilingkungannya membuat masyarakat terpencil lambat dalam menyerap segala bentuk perubahan yang ada di daerah mereka termasuk diantaranya pembangunan sektor pendidikan. Keterbelakangan Sumberdaya Manusia orang tua murid dan akses sarana transportasi serta keadaan geografis yang sangat buruk menjadikan suatu kendala yang nyata untuk mereka menyerap perubahan yang terjadi di dunia pendidikan di sekitar lingkungan mereka. Aksesibilitas pendidikan yang berusaha di tawarkan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dilakukan dengan berbagai program pendidikan seperti pembebasan SPP, pengadaan buku dan sarana prasarana serta manajemen pendidikan yang makin membaik diharapkan mampu untuk merubah paradigma yang nantinya akan menuju kepada kehidupan yang penuh kesejahteraan bagi mereka. Dengan keterbatasan yang ada, setidaknya mereka memiliki kemampuan untuk
menfaatkan
peluang,
kesempatan
yang
mereka
miliki
untuk
memaksimalkan akses pendidikan yang disediakan pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin. Pendidikan bagi masyarakat terpencil ini menarik bagi peneliti untuk melakukan penelitian aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat terpencil di Kecamatan Bayung Lencir sebagai kajian tema penelitian dengan permasalahan yang ada dan Kecamatan Bayung Lencir Sebagai Objek Penelitian.
14
1.2
Perumusan Masalah Peningkatan Aksesibilitas pendidikan akan meningkatkan Kualitas SDM
yang nantinya akan mampu merubah Trend kehidupan yang positif bagi masyarakat desa terpencil di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin. Dengan studi analisis aksesibilitas ini banyak dampak yang akan kelihatan ada yang akan bersifat positif atau sebaliknya, penulis dengan ini mengajukan pertanyaan penelitian untuk di kaji lebih dalam yaitu “Bagaimana Aksesibilitas Pendidikan bagi Masyarakat Desa Terpencil di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin.”
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Aksesibilitas Aksesibilitas sendiri berasal dari kata akses yang merupakan terjemahan dari kata access dalam bahasa inggris yang berari jalan masuk, sedangkan aksesibilitas yang berasal dari kata accessibility yang diterjemahkan menjadi hal yang dapat masuk atau mudah dijangkau/dicapai (Echols dan Shadily,1995:5) memberikan jalan yang mudah, boleh menggunakan dan dapat juga diartikan daya jangkau, daya capai atau kesempatan peluang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa akses merupakan jalan masuk, terusan sedangkan aksesibilitas adalah hal yang dapat dijadikan jalan masuk, hal yang dapat dikaitkan, keterkaitan dua hal. Moseley (1979:56): menegaskan ”when we talk abaout something being accessible we are referring, to put it crudely, to degree a program to which it is get at able….” Pemikiran yang dikembangkan oleh Aday dan Andersen (1975) dalam Hartono,et.al (1999,5) untuk studi tentang akses terhadap pelayanan kesehatan ditegaskan bahwa akses diartikan sebagai pemanfaatan pelayanan yang dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempermudah proses pemanfaatan tersebut. Akses adalah suatu ukuran dalam pelayanan publik yang relatif kompleks Aday (1993) mendefenisikan akses dalam konteks indikator struktural seperti karakteristik sistem pelayanan dan dalam konteks indikator struktural seperti kareteristik sistem pelayanan dan dalam konteks keinginan, yaitu kebutuhan dan sumber daya yang muncul dalam proses pencarian pelayanan. Dengan kata lain akses terkait dengan beberapa konsep antara lain ; a. Adanya kesesuaian antara klien dengan sistem pelayanan itu sendiri, dapat dipahami bahwa bila terjadi kecocokan baik itu menyangkut sistem pelayanan dengan apa yang dibutuhkan oleh klien maka akses akan mudah untuk didapat dan memenuhi kebutuhan antara keduanya.
16
b.
Suatu jaminan ketersediaan sumber daya; ketersediaan sumberdaya akan memicu akses seseorang untuk memperoleh yang diinginkannya. Keterkaitan
pihak
sebagai
suplier
(penyedia)
dengan
yang
membutuhkan (demand) sangat mendukung pelaksanaan akses itu sendiri. c.
Pemanfaatan sumber daya yang setara dengan kebutuhan yang setara akan menjadikan akses keduanya akan terhubung dengan baik dan akan berjalan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan suatu bentuk pelayanan tersebut.
Pelayanan publik dalam berbagai sektor yang diselenggarakan oleh birokrasi pemerintahan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial warga negara. Karena itu, akses kepada proses pembuatan keputusan yang menentukan alokasi pelayanan publik serta akses kepada birokrasi yang menentukan pendistribusian pelayanan tersebut menjadi penting dalam mencapai pemerataan pelayanan administrasi. Akses dapat dijadikan kerangka konseptual untuk mengukur kemampuan organisasi pemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan serta kemampuan untuk mengurangi ketimpangan sosial yang terdapat dalam masyarakat (Effendi, 1986). Studi yang telah dilakukan Ascobat Gani (1981) dalam Agus Pramusinto (1989) di bidang kesehatan menjelaskan bahwa tidak semua warga masyarakat mampu memanfaatkan pusat pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah, Ascobat Gani menggunakan konsep demand seperti dalam teori ekonomi, sehingga konsumsi seseorang terhadap pelayanan publik adalah kombinasi antara keingingan dengan jumlah uang yang dimiliki untuk memperolehnya. Jumlah barang yang dikonsumsi oleh konsumen akan dipengaruhi oleh beberapa hal consumers
taste
dan
antara lain : 1). The price of goods; 2).the
preference.3).
the
number
of
customers
under
consideration:4). Customers income; 5). The price of related goods:6) the range of goods available to the consumers.
17
Kemudian ada juga studi yang berkaitan dengan pelayanan perkereditan perdesaan yang dilakukan oleh Gordon Donald (1975) dalam Agus Pramusinto (1989). Studi ini menjelaskan bahwa keberhasilan pelayanan kredit perdesaan akan dipengaruhi oleh faktor penyelenggaranya/ organisasi dan sosial budaya. Study yang dilakukan oleh Aday dan Andersen dalam Hartono et.al (1999.5) dalam bidang kesehatan menjelaskan terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi pemanfaatan akses pelayanan kesehatan antara lain kebijakan tentang kesehatan, karakteristik sistem pelayanan meliputi sumberdaya kesehatan dan lembaga kesehatan dan karakteristik masyarakat itu sendiri yang meliputi predisposition
(kecendrungan
individu
untuk
menggunakan
pelayanan),
enablement (kapasitas/ kemampuan individu dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan) dan need (kebutuhan akan pelayanan). Dari beberapa pengertian diatas dapat kita simpulkan sebuah konsep bahwa aksesibilitas adalah hal yang dapat masuk, hal yang mudah di capai, keterjagkauan, akan suatu jenis pelayanan publik yang merupakan
adanya
keterhubungan antara pihak penyedia sumber daya pelayanan (suplier) dan pihak yang membutuhkan pelayanan (demand) yang dilakukan dengan pemerataan kepada seluruh komponen yang merasa membutuhkan akan pelayanan tersebut. Aksesibilitas masyarakat kepada pelayanan publik akan baik apabila terdapat pemerataan kesempatan yang berlaku sama bagi masyarakat untuk memnfaatkan pelayanan, apabila terjadi pembiasan yang bersifat struktural dan spasial maka kelompok kelompok tertentu dalam masyarakat akan dirugikan karena tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan peluang /pelayanan tersebut. Dalam pelaksanaan akses yang dilakukan oleh birokrasi publik sering mengalami stagnasi dan tidak berkembang. Korten (1983) menjelaskan ada beberapa penyebab kegagalan program pembagunan dalam meningkatkan akses masyarakat karena dalam penyusunannya sering terjadi, antara lain: a. Ketergantungan pada organisasi birokrasi terpusat yang hanya mempunyai sedikit kemampuan untuk memecahkan masalah.
18
b. Investasi yang tidak memadai dalam proses pengembangan kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang ada. c. Perhatian yang sangat kurang dalam menangani keanekaragaman masyarakat terutama masalah sosial perdesaan yang berlapis lapis. d. Tidak cukupnya integrasi antara komponen-komponen teknis dengan sosial pembangunan. B. Aksesibilitas Pelayanan Publik Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik sebagaimana di kemukakan oleh Mahmudi (2005:229) adalah: “Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dalam hal ini, yang dimaksud penyelenggara pelayanan publik ialah instansi pemerintah yang meliputi : satuan kerja, departemen, lembaga pemerintah non departemen, BUMN, BHMN, BUMD, dan instansi lainnya, baik pemerintah Pusat maupun Daerah termasuk dinas-dinas dan badan-badan. “ Pelayanan publik menurut pendapat Widodo (2001:269) dapat diartikan “Sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan”. Dalam pengertian pelayanan publik tersebut diatas, secara konkrit diutarakan beberapa hal sebagai berikut : a. Pelayanan itu merupakan salah satu tugas utama dari aparatur pemerintah,dalam hal ini disebut dengan “pemberi pelayanan publik” yaitu pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
19
b. Obyek yang dilayani, dalam hal ini disebut dengan “penerima pelayanan publik” yaitu orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum. c. Bentuk pelayanan itu adalah pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, berupa barang dan jasa yang sesuai dengan kepentingan kebutuhan masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi pelayanan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pemerintah sebagai penyedia pelayanan publik utama senantiasa harus menyiapkan kebutuhan pelayanan masyarakat yang berkualitas, hal ini perlu dilaksanakan guna peningkatan kesadaran dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah karena terkait dengan perubahan-perubahan yang mendasar terhadap tuntutan perbaikan sistem pelayanan masyarakat dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan kualitas pelayanan yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel bagi seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip equity dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi, artinya pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menurut Kotler dan Andreasson (1991) dalam Dwiyanto (2006:179) menjelasakan bahwa pada level yang sangat dasar atau pelayanan dasar, sebagian besar pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat lebih mengarah pada pelayanan yang berupa jasa dari pada produk yang terlihat secara fisik berupa benda (barang-barang yang diproduksi oleh pemerintah).
20
Laing (2003) dalam Dwiyanto (2006:179-180) menjelaskan bahwa ada beberapa karakteristik pelayanan publik antara lain: a. Dalam Kegiatan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, pelayanan publik dicirikan oleh adanya pertimbangan untuk mencapai tujuan politik yang lebih besar dibandingkan dengan upaya untuk mewujudkan tujuan ekonomis.namun jika pelayanan publik disediakan oleh sektor swasta pada umumnya lebih banyak pada pertimbangan ekonomi, maka penyediaan pelayanan publik oleh pemerintah tidak didasarkan pertimbangan untuk memperoleh keuntungan ekonomi semata, melainkan lebih banyak pada pertimbangan untuk mewujudkan keadilan sosial (Social Justice) bagi masyarakat. Berdasarkan karekteristik diatas pelayanan publik bukan hanya memenuhi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan akan tetapi lebih dari itu, pelayanan publik dapat merealisasikan tujuan politik dari pemeritah, misalnya penyediaan pelayanan pendidikan dan kesehatan selain mempermudah akses juga dapat mengangkat taraf pendidikan masyarakat kurang mampu; b. Pelayanan publik juga dicirikan oleh adanya asumsi bawa pengguna layanan lebih dilihat posisinya sebagai warga negara daripada hanya sebagai pengguna layanan (costumers) semata. Asumsi ini sebenarnya merupakan konsekwensi lebih lanjut dari karekteristik pelayanan yang pertama. Karena tugas pemerintah tidak semata-mata mencari keuntungan, maka hubungan antara pemerintah dengan pengguna jasa tidak dapat dilihat sebagai hubungan yang bersifat resiprokal antara penarik pajak (pemerintah) dan pembayar pajak (warga negara ) sebagai mana kita jumpai di pelayanan publik yang disediakan sektor swasta. Akan tetapi secara fundamental lebih dilandasi adanya komitmen bersama antara pemerintah dan pihak yang diperintah (warga Negara) untuk membangun suatu negara, dengan kata lain keyword yang harus dipahami adalah adanya equality (Pesamaan) dengan demikian harus
21
mempunyai akses yang sama untuk memperoleh
pelayanan publik
yang mereka butuhkan; c. Pelayanan publik juga dicirikan dengan oleh karakter pengguna layanan (customers) yang kompleks dan multidimensional. Multidimensional tersebut tercermin dari level pemanfaat layanan yang dapat bersifat individu, keluarga dan komunitas. Misalnya dalam beberapa jenis pelayanan publik seperti pelayanan pendidikan atau pelayanan sosial lainya bukan saja akan memberi manfaat bagi orang yang memanfaatkan program tersebut aja akan tetapi juga akan berdampak pada keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Untuk menilai pelayanan publik itu sendiri banyak sekali indikator yang diguanakan diantaranya menurut Lenvine (1990) dalam Dwiyanto (2006:143) menjelaskan bahwa produk pelayanan publik dalam negara demokrasi harus setidaknya memenuhi 3 indikator, yaitu responsivness, responsibilitas dan accountability; a.
Responsivness atau responsivitas adalah daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan.
b.
Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan admistrasi dan organisasi yang benar dantelah ditetapkan.
c.
Accountability
atau
Akuntabilitas
adalah
suatu
ukuran
yang
menunjukan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholder dan norma-norma yang berkembang dimasyarakat. Dari uraian–uraian sebelumnya, maka dalam pelayanan publik terdapat dua pihak yang mendominasi, yaitu :
22
a.
Pihak yang melayani atau organisasi yang memberikan pelayanan, dalam
pelayanan
administrasi
publik
disebut
Birokrasi
atau
pemerintah (provider); dan. b.
Pihak yang dilayani atau organisasi yang menerima pelayanan atau pengguna jasa, dalam hal ini disebut dengan pelanggan (customers/ demand).
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, pemerataan dalam mendapatkan pelayanan publik akan dapat dilakukan
dengan peningkatan akses terhadap
seluruh pelayanan publik. Akses pelayanan publik dapat diartikan adanya pemerataan kesempatan oleh pihak customers atau demand untuk mendapatkan pelayanan yang disediakan oleh pihak provider dalam hal ini birokrasi yang dipengarauhi oleh beberapa faktor dalam pelayanan publik. Seperti SDM, Responsivitas, dan persepsi pelayanan oleh masyarakat itu sendiri. C. Pendidikan sebagai Akses Pelayanan Publik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu: memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Menurut undang undang Nomor 20 tahun 2003 menjelaskan pengertian pendidikan adalah: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
23
Dalam pelayanan publik ada beberapa kelompok pelayanan berdasarkan KEPMENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menjelaskan ada ada beberapa jenis pelayanan antara lain sebagai berikut: a. Kelompok
pelayanan
Administratif
yaitu
pelayanan
yang
menghasilkan beberapa bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda penduduk(KTP), akte pernikahan, akte Kelahiran, Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), surat izin Mengemudi (SIM), Surat tanda Nomor Kendaraan(STNK), Izin Mendirikan Bangunan(IMB), paspor, Sertifikat Kepemilikan/penguasaan Tanah dan sebagainya. b. Kelompok pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik misalnya jaringan telepon, penyediaan air bersih, tenaga listrik dan sebagainya. c. Kelompok pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik seperti pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya. Sebagai bentuk pelayanan publik maka perlu perhatian besar bahwa pendidikan lebih dianggap sebagai publik goods. Yaitu pemerintah memegang peranan yang amat mendasar khususnya dalam penyediaan kesempatan belajar dan tidak menutup kemungkinan untuk pihak swasta untuk menyediakan tersebut. Pesatnya pertumbuhan penduduk merupakan beban yang sangat berat bagi pemerintah untuk menyediakan pemerataan kesempatan pendidikan bagi masyarakatnya. Studi Danim (2005:247) menjelaskan bahwa pemerataan kesempatan pendidikan (equality of educational opportunity) mengamit dimensi aksesibilitas pendidikan (educational accessibility) dan ekuitas atau keadilan pendidikan (educational equity) itu sendiri. Namun demikian faktor-faktor kultural, 24
perbedaan individual, bias jender, kemampuan ekonomi keluarga, lingkungan geografis dan lain lain meskipun terbuka hak dan peluang yang sama namun selalu muncul perbedaan akses populasi untuk menerima layanan pendidikan dan pembelajaran yang secara layak. Studi yang dilakukan Coleman (1966) dalam Suryadi dan Tilaar (1993). Mengarah pada pemerataan pendidikan. Sudi ini menjelaskan bahwa latar belakang keluarga secara mengejutkan lebih besar dibandingkan dengan pengaruh faktor-faktor sekolah, tentu saja dapat diterangkan dengan suatu teori mengenai mutu kehidupan masing masing etnis. Kebiasaan belajar yang diturunkan oleh orang tua mereka membuat suatu lingkungan yang mengakibatkan mereka memiliki motivasi dan kebiasaan untuk belajar. Namun yang sangat penting dalam studi Coleman adalah keberhasilan dalam membedakan pemerataan kesempatan pendidikan secara pasif, dengan pemerataan pendidikan secara aktif. Artinya pemerataan secara fasif adalah lebih menekankan pada kesamaan memperoleh
kesempatan
untuk
mendaftar
kesekolah,
sedangkan
untuk
pemerataan aktif ialah kesempatan yang sama diberikan oleh sekolah kepada murid-murid terdaftar agar memperoleh hasil belajar yang setinggi-tingginya. Komponen-komponen konsep pemerataan pendidikan ini secara lebih jelas diungkapkan oleh Schiefelbein dan Farrell( 1982) dalam Suryadi dan Tilaar (1993) menyatakan bahwa pemerataan pendidikan atau equality of educational oportunity tidak terbatas pada, apakah murid memeliki kesempatan yang sama untuk masuk sekolah (pemerataan Kesempatan pendidikan secara fasif menurut coleman) tetapi lebih dari itu, murid tersebut harus memperoleh perlakuan yang sama sejak masuk, belajar, lulus sampai dengan memperoleh manfaat dari pendidikan yang mereka ikuti dalam kehidupan masyarakat. Pertama, pemerataan kesempatan memasuki sekolah (equality of access). Konsep ini berkaitan erat dengan tingkat partisipasi pendidikan sebagai indikator kemampuan sistem pendidikan dalam memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak usia sekolah untuk memperoleh pendidikan. Pemerataan pendidikan ini dapat dikaji berdasarkan dua konsep yang berlainan, yaitu pemerataan kesempatan (equality of access) dan keadilan ( equity) di dalam memperoleh pendidikan.
25
Kedua, pemerataan kesempatan untuk bertahan di sekolah (equality of survival). Konsep ini menitikberatkan pada kesempatan setiap individu untuk memperoleh keberhasilan dalam pendidikan dan pelatihan. Jenis analisis ini mencurahkan perhatian pada tingkat efesiensi internal sistem pendidikan dilihat dari bebrapa indikator yang dihasilkan dari metode kohort. Metode ini mempelajari efesiensi pendidikan berdasarkan murid murid dibandingkan dengan murid murid yang mengulang kelas dan putus sekolah. Ketiga, pemerataan kesempatan untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar (equality of output). Dilihat dari sudut pandang perseorangan , equality of output ini menggambarkan kemampuan sistem pendidikan dalam memberikan kemampuan dan ketrampilan yang tinggi kepada lulusan tanpa membedakan variable suku bangsa, daerah, status sosial ekonomi, dan sebagainya. Konsep output pendidikan biasanya diukur dengan prestasi belajar akademis. Konsep ini menggambarkan seberapa jauh sistem pendidikan itu efesien dalam memanfaatkan sumber daya yang terbatas, efektif dalam mengisi kekurangan tenaga kerja yang dibutuhkan, dan mampu melakukan kontrol terhadap kemungkinan kelebihan tenaga kerja dalam hubungannya dengan jumlah yang dibutuhkan oleh lapangan kerja. Keempat, pemerataan kesempatan dalam menikmati manfaat pendidikan dalam kehidupan masyarakat (equality of outcome). Konsep ini menggambarkan keberhasilan pendidikan secara eksternal (eksternal efffeciency) dari suatu sistem pendidikan dan pelatihan dihubungkan dengan penghasilan lulusan individu, jumlah dan komposisi lulusan disesuaikan dengan kebutuhan akan tenaga kerja (masyarakat), dan yang lebih jauh lagi pertumbuhan ekonomi (masyarakat). Tekhnik yang biasa digunakan adalah biasanya meliputi analisis rate of return to education, hubungan pendidikan dengan kesempatan kerja, fungsi produksi pendidikan dengan menggunakan pendekatan “status attainment analitycal model” dan sebagainya. D. Pemerintah, Penyelenggara pendidikan dan akses pendidikan bagi masyarakat Peranan pemerintah dalam bidang pendidikan sangatlah penting. Begitu pentingnya bagi seseorang, oleh karenanya pemerintah juga menaruh perhatian yang cukup besar terhadap dunia pendidikan. Peningkatan sumber daya manusia adalah hal yang sangat diharapkan untuk perkembangan dan kemajuan bangsa. Untuk itu peningkatan mutu pendidikan adalah alternatif penyelesaian yang harus dilakukan oleh pemerintah.
26
Pentingnya peranan pemerintah dalam bidang pendidikan juga didasari alasan bahwa kunci keberhasilan suatu bangsa adalah pendidikan. lewat pendidikan
diharapkan
setiap
individu
dapat
meningkatkan
kualitas
keberadaannya. Dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan. Pendidikan merupakan alat untuk memperbaiki keadaan sekarang dan juga hari depan yang lebih baik, Pendidikan juga menyangkut berbagai sektor kehidupan yang penting bagi rakyat pendidikan juga dapat dilihat sebagai faktor politik dan kekuatan politik, karena pendidikan dan sekolah pada hakekatnya merupakan pencerminan daari kekuatan sosial politik yang berkuasa, dan merupakan refleksi dari orde penguasa yang ada dalam Negara demokrasi, pendidikan bagi masyarakat selalu bergandengan dengan emansipasi politik (Kartono, 1997). Setiap pembuat kebijakan dituntut lebih memiliki kemampuan dan keahlian tanggung jawab dan kemauan sehingga dapat membuat kebijakan dengan segala resikonya. Baik yang diharapkan (intended risk) maupun yang tidak diharapkan (unintended risk). Pembuat kebijakan tidak hanya ingin melihat kebijkannya dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemrintah yang mempunyai tujuan demi kepentingan masyarakat, tetapi juga ingin mengetahui seberapa jauh kebijakan tersebut telah memberikan konsekwensi positif dan negatif bagi masyarakat (Wibawa,dkk: 1994). Dalam kaitannya dengan kebijakan peningkatan akses pendidikan bagi masyarakat suku terasing kebijakan ini juga menunjukan bagaimana tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam upaya peningkatan akses pendidikan bagi mereka. Termasuk pula di dalam kebijakan tersebut bagaimana melaksanakan nya di lapangan dunia pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan terdapat beberapa aspek yang penting untuk dapat mewujudkan akses pendidikan yang baik untuk masyarakat antara lain : a.
Kebijakan Pembiayaan Pendidikan Kebijakan peningkatan akses pendidikan merupakan bagian dari
kebijakan publik pemerintah. Sebagai sebuah kebijkan publik, maka ada pilihan pemerintah untuk melakukannya atau tidak melakukanya sebagaimana pendapat
27
(Dye:1981) dalam Barsono (2005:2) yang menyatakan bahwa kebijkan publik adalah apa yang akan atau pun yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Bila pemerintah melakukan sesuatu maka harus ada goal dan kebijaka tersebut bukan semata mata hanya keinginan sebagian orang dalam perintahan. Dalam kebijakan pembiayaan pendidikan paling tidak ada tiga persoalan pokok yang harus diperhatikan, yaitu (1) financing, menyangkut darimana sumber pembiayaan diperoleh; (2) budgeting, bagaimana biaya pendidikan dialokasikan; dan (3) accountability, bagaimana anggaran
yang diperoleh
digunakan dan dipertanggungjawabkan. Konsep biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). Maksud biaya langsung adalah biayabiaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi dan gaji guru baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua maupun oleh siswa sendiri. Sedangkan yang dimaksud biaya tidak langsung adalah pengeluaran yang tidak secara langsung tetapi memungkinkan proses pendidikan misalnya
biaya
hidup
siswa,
menunjang proses pendidikan
tersebut
terjadi
di
sekolah,
biaya transportasi ke sekolah, biaya jajan,
biaya kesehatan dan harga kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar (Supriadi :2006). Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada pasal 46 ayat (1) ditegaskan bahwa : “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.” Sebelumnya pada pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 telah ditegaskan
bahwa
“Masyarakat
berhak
berperan
serta
dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”. Kemudian pada pasal 9 ditegaskan pula “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Selanjutnya, pada pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengamanatkan bahwa :
28
Dana
pendidikan
selain
gaji
pendidik
dan
biaya
pendidikan
kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (UU Nomor
20 tahun 2003 Pasal 49 ayat (1)) Meskipun
Undang-Undang
Nomor
20
Tahun
2003
tersebut
sudah mengamanatkan untuk anggaran pendidikan di APBN dan APBD di luar gaji dan pendidikan kedinasan minimal 20%, dalam realisasinya kebijakan eksekutif dan legislatif sangat sulit dipahami sehingga terus menerus mengundang perdebatan. Pada tataran Nasional, berdasarkan
kesepakatan antara DPR dengan
Pemerintah pada tahun 2004, diperoleh skenario kenaikan anggaran pendidikan dalam APBN secara bertahap berdasarkan proyeksi kapasitas fiskal pemerintah hingga mencapai 20% dari Belanja Pemerintah. Rencana kenaikan tersebut berturutturut untuk tahun 2005 sebesar 9,3 %, tahun 2006 adalah 12%, tahun 2007 sebesar 14,7%, tahun 2008 diperkirakan 17,4%, dan pada tahun anggaran 2009 anggaran pendidikan diproyeksikan sebesar 20,1%. b. Program yang menunjang peningkatan Akses masyarakat. Banyak program pendidikan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah untuk masyarakat baik pendidikan secara formal maupun pendidikan non formal. Undang undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 13 menjelaskan bahwa: 1. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal saling melengkapi dan memperkaya; 2. Pendidikan Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh. Program yang di persiapkan disetiap pemerintah kabupaten tidak semuanya sama, tergantung kebutuhan dan keinginan arah kebijakan yang dinginkan khususnya di sektor pendidikan, berbagai program yang ditawarkan mulai dari pembebasan SPP/BP3, pengadaan buku-buku pelajaran, pembangunan 29
infrastruktur, pendidikan berbasis asrama , pendidikan luar sekolah dan lain sebagainya. Kewajiban
pemerintah
dalam
memenuhi
akses
pendidikan
tertentu
menngikuti
pendidikan
bagi
masyarakat : 1. Mewajibkan
usia
dasar.untuk
mewajibkan usia tertentu mengikuti pendidikan dasar maka dilaksnakan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun hal ini bertujuan untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan bermutu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan untuk memenuhi hak dasar Warga Negara tentunya tidak terlepas dari perhatian yang cukup besar dari pemerintah seperti pembebasan SPP dan berbagai program untuk pendidikan bagi masyarkat yang kurang mampu. 2. Memperbanyak
jumlah
sekolah.Sejalan
dengan
perkembangan
penduduk yang cukup pesat perlu dilakukan penambahan jumlah sekolah yang mampu mengakomodir seluruh anak usia sekolah seiring dengan pertumbuhan penduduk tersebut. 3. Memperluas sebaran sekolahselain jumlah sekolah yang ditingkatkan jumlahnya perlu juga memperhatikan sebaran sekolah sekolah untuk menurunkan
kesenjangan
pendidikan.
Penurunan
ini
dengan
memberikan akses yang besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan yang selama ini kurang terjangkau oleh masyarakat terpencil, masyarakat suku terasing, dan masyarakat miskin. 4. Menyediakan jenis ssekolah yang sesuai dengan kebutuhan atau selera masyarakat. Menyelenggarakan pendidikan formal maupun non formal yang sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain pendidikan formal, pendidikan non formal juga dirasakan penting untuk meningkatkan lifeskill yang nantinya akan mampu utnuk mengangkat kualitas hidupnya. Memenuhi amanat yang diamanatkan undang-undang No. 20/2003, Pasal 36 (2), bahwa kurikulum dikembangkan secara berdiversifikasi dan amanat
PP
19/2005
kurikulum
dikembangkan
oleh
satuan pendidikan 30
(sekolah) dengan mengacu Standar Isi, yang tertuang dalam Permendiknas Nomor 22/2006, dan Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan, yang tertuang
dalam Permendiknas Nomor. 23/2006, dan berpedoman pada
panduan
yang
disusun
oleh
BSNP. Pengembangan
dan
pelaksanaan
kurikulum berdiversifikasi merupakan tantangan besar bagi sekolah. Jika selama ini kurikulum disusun secara lengkap oleh pemerintah dan sekolah tinggal menerapkan, di masa sekarang dan seterusnya sekolah dituntut mampu mengembangkan kurikulum sendiri. Kebijakan
tersebut menuntut
sekolah untuk mampu menjabarkan standar isi yang telah ditetapkan oleh pemerintah menjadi kurikulum yang diyakini cocok dengan situasi dan kondisi sekolah yang bersangkutan dan pelaksanaannya mampu mengantarkan peserta didik mencapai standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan. Jika melihat kondisi dilapangan sangat terlihat bervariasi kemampuan yang dimiliki oleh sekolah untuk mengembangkan kurikulum tersebut. Ada sekolah yang sudah mampu mengembangkan kurikulumnya sendiri dengan baik, tetapi kebanyakan sekolah yang belum mampu. sekelompok sekolah bersama-sama mengembangkan kurikulum, bersama bahan ajarnya karena di antara mereka tidak terlalu banyak mengalami perbedaan kebutuhan belajar bagi peserta didiknya. Secara operasional, hal-hal yang akan dilakukan mencakup:
(1)
merencanakan
program
pembinaan
sekolah
pengembangan kurikulum berdasarkan data tentang kemampuan masing
sekolah
dalam masing-
sehingga masing-masing kelompok sasaran memperoleh
layanan yang tepat; (2) menghindari pola pembinaan yang seragam untuk semua sekolah; (3) berkolaborasi dengan perguruan tinggi untuk mendampingi sekolah atau sekelompok sekolah dalam mengembangkan kurikulum; (4) merumuskan
prinsip-prinsip
memberdayakan sekolah;
(5)
pendampingan menentukan
yang
kriteria
bagi
benar-benar pemilihan
pendamping; (6) membuka hotline services lewat telpon dan internet. Perencanaan kurikulum. Dari sekian banyak problema kependidikan, perencanaan kurikulum dinilai paling tidak jelas ujung-pangkalnya. Percepatan supra sistem secara teoretis tidak mungkin dikejar, isi pendidikan selalu tertinggal
31
dengan kemajuan pembangunan bidang pertanian, industri, informasi dan rekayasa genetik serta kemajuan-kemajuan lain. c. Sumber Daya Pendidikan Sumber daya pendidikan merupakan hal yang harus adadunia pendidikan hal ini merupakan penunjang pendidikan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Sumber daya ini meliputi beberapa hal antara lain , sumber daya pendidik dan sarana dan prasarana pendidikan. c.1 Sumber Daya Manusia Pendidik Sumber Daya Manusia Pendidik merupakan pilar yang paling utama dalam pendidikan, Guru sebagai salah satu SDM Pendidikan, mempunyai peran,
fungsi
dan
kedudukan
yang
sangat
strategis
dalam
menyelenggarakan pendidikan yang bermutu. Terselenggaranya pendidikan yang bermutu telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11, ayat (1) dan ayat (2). “ (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.” Pendidik dan Tenaga Kependidikan harus mempunyai tanggung jawab untuk membentuk anak didiknya menjadi orang yang berilmu dan berakhlak yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan tarap hidup masyarakat. Oleh karena itu kemampuan guruguru dalam melakukan kajian serta analisis harus dikembangkan agar semakin peka dalam memahami cara-cara masing-masing
terutama
pemecahan
masalah
di
sekolahnya
untuk mengimbangi perkembangan informasi dan
teknologi yang semakin cepat. Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang semakin maju telah menuntut perubahan dan peningkatan standar mutu kompetensi guru agar segera menyesuaikan diri dengan tantangan dan kebutuhan masyarakat yang
32
semakin kompleks. Meningkatkan mutu guru sebagai tenaga pendidik pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada tingkat yang lebih tinggi (Boediono, 1997:17). Tujuan Pembangunan pendidikan dilakukan bukan sematamata untuk mencapai tujuan dan target pembangunan, tapi yang paling utama adalah untuk meningkatkan, memperbaiki dan mensejahterakan taraf hidup penduduknya. Dengan demikian tujuan akhir dari s egala pembangunan pendidikan adalah peningkatan mutu manusia (human quality). Komitmen
pemerintah
terhadap
penjaminan
mutu
pendidikan
menunjukkan perkembangan yang semakin kuat, hal ini ditandai dengan lahirnya Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Undang- Undang No 14 Th 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang
Nomor
20
Tahun
2003
tentang
Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 5 dan 6 menjelaskan bahwa : “Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan”. 1 “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Lebih lanjut dijelaskan pula : “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”. (UU No.20 Th. 2003 Sisdiknas Bab XI, Ps 39 ayat 2E) Kedudukan guru sebagai tenaga profesional dipertegas lagi dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada bab II Pasal 2 dijelaskan bahwa : “Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang- undangan.”
33
Lebih jauh dalam Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab IV pasal 8, 9 dan 10 ditegaskan pula bahwa : “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” (Pasal 8) “Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.”(Pasal 9) “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi kepribadian,kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.”(Pasal 10 ayat 1) Peningkatan kompetensi guru untuk memenuhi standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan
tujuan
pendidikan
nasional.
Kualifikasi
akademik yang dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan. c.2 Sarana dan Prasarana Pendidikan Salah satu syarat efektif dan efisiennya pendidikan adalah dukungan sarana dan prasarana pendidian yang memadai. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I Pasal 1 ayat (8) dijelaskan bahwa: ”Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.” Lebih lanjut, masih Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab Bab VII Pasal 42 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa : 34
(1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Membahas masalah sarana dan prasarana pendidikan pada dasarnya sangat kompleks, namun demikian untuk telaah sekurang-kurangnya dapat ditelusuri dari sisi jenis dan pemanfaatannya. Dari segi jenisnya, secara makro seluruh lingkungan fisik dalam suatu satuan pendidikan yang dirancang untuk memberikan fasilitas dalam proses pendidikan, seperti rancangan halaman, tata letak gedung, taman, prasarana jalan, tempat parkir dan lain-lain. Sementara itu, secara mikro ada tiga komponen sarana pendidikan yang secara langsung mempengaruhi kualitas hasil pembelajaran, yaitu buku pelajaran dan perpustakaan, peralatan laboratorium atau bengkel kerja beserta
bahan
praktiknya, dan peralatan
pendidikan di dalam kelas termasuk media belajar dan alat peraga. Ditinjau dari segi fungsi dan pemanfaatannya, terutama dalam konteks pembelajaran, menurut Suharsimi dalam Hasbullah (2006 : 119) membedakan sarana pendidikan menjadi tiga macam, yaitu (1) alat pelajaran; (2) alat peraga; dan (3) media pengajaran. Untuk
proses
pengadaan
sarana
pendidikan,
ada
beberapa
kemungkinan yang bisa ditempuh, yaitu (1) pembelian dengan biaya pemerintah, (2) pembelian dengan biaya dari iuran sekolah (SPP), dan (3) bantuan
dari
masyarakat
lainnya.
Sedangkan
pada
tahap
pemakaian
(penggunaan) terutama sarana alat perlengkapan dapat dibedakan atas barang habis pakai dan barang tidak habis pakai. Penggunaan
barang
habis
pakai
harus
secara
maksimal
dan 35
dipertanggungjawabkan pada tiap semester. Sementara penggunaan barang tetap dipertanggungjawabkan setahun sekali, untuk itu perlu pemeliharaan dan barang- barang tersebut sering disebut barang inventaris. Pembangunan prasarana penunjang seperti jalan ,listrik dan lain sebagainya yang mampu untuk menambah pengetahuan masyarakat dan peningkatan ekonomi masyarakat yang pada akhirnya akan menigkatkan akses masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Pemerintah menurut Danim (2005;249) harus memiliki dua kepedulian utama yaitu: 1). Memberikan garansi bahwa setiap orang dapat menyelesaikan sekolah dasar. Perolehan yang didapat oleh peserta didik yang menamatkan pendidikan dasar merupakan kompetensi dasar yang harus berfungsi secara efektif di masyarakat. Berbekal keterampilan dasar untuk hidup, lulusan pendidikan diharapkan dapat melakukan aktivitas aktivitas perekonomian. 2). Menjamin siswa yang potensial tidak terhalang aksesnya pada pendidikan karena mereka miskin, wanita, dari etnis minoritas, bermungkin di wilayah terpencil secara geografis (live in gheographically remote regions),
atau memiliki
kebutuhan khusus dilihat dari perpektif pendidikan.
d. Responsivitas Penyelenggara Pendidikan Dwiyanto (2006:62) menjelaskan responsivitas adalah kemampuan birokrasi unutk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengmbangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dikatakan bahwa responsivitas adalah untuk mengetahui daya tanggap birokrsi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa. Resonsivitas ini diperlukan dalam pelayanan pendidikan karena akan mampu mengukur kemampuan pihak penyelenggara pendidikan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam operasionalnya Dwiyanto (2006:63) responsivitas dijabarkan menjadi beberapa indikator antara lain.(1). Terdapat tidaknya keluhan pengguna
36
jasa selama satu tahun terakhir, (2).sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa, (3) penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggraan pelayanan dimasa yang akan datang (4) berbagai tidakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa serta (50 penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku. E. Prilaku dan kemampuan masyarakat dalam Aksesibiltas Pendidikan. Berhasil tidaknya suatu program tergantung pada kemampuan masyarakat untuk merubah pola pikir, prilaku dan gaya hidupnya. Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya untuk merubah pola pikir dan tingkah laku dengan memberikan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan kepada seseorang atau sekelompok orang agar mereka dapat berfikir dan berprilaku sesuai yang dicitacitakan, antara lain mengerti dan mendukung pembangunan dengan berpartisipasi di dalamnya . keterbelakangan masyarakat suku terasing sering sekali dipengaruhi oleh keterbelakangan pendidikannya. Persepsi masyarakat terhadap sekolah. Ada persepsi masyarakat yang sudah mengakar, yaitu memacu masa depan hanya dengan jalan di bangku sekolah. Perencana dan guru telah mapan dengan pameo: anak tidak akan maju tanpa pendidikan. Akibatnya, banyak warga mengejar target jangka panjang secara vertikal (lihat Gambar 1), target jangka panjang secara lateral (lihat Gambar 2) atau menyamping terabaikan. Dalam banyak hal, hipotesis ini banyak benarnya, namun tidak semua orang ditakdirkan Tuhan berinteligensi tinggi dan mampu membayar biaya pendidikan yang kian mahal. Keberadaan seseorang karena dia berpikir, sesuai dengan semboyan Rene Descartes "Cogito ergo sum", saya berpikir jadi saya ada. Lulusan institusi pendidikan adalah pemikir sesuai dengan levelnya. Akan tetapi tidak diingkari pula, orang yang pintar susah diatur di satu pihak dan belum mampu mengatur diri di pihak lain. Mobilisasi opini bagi peserta didik untuk mengejar target jangka pendek (short term) oleh para guru dan perencana pendidikan mutlak perlu, di samping
37
target jangka panjang yang bersifat vertikal. Pola berpikir vertikal dan lateral peserta didik, guru dan perencana dapat pendidikan dilihat pada gambar 1 dan 2 berikut ini. Perguruan
Dunia
tinggi
kerja
Pendidikan menengah
Pendidikan
Masyarakat Masuk
dasar
Gambar 1 : Pola Berpikir Vertikal
Dunia
Perguruan
kerja
tinggi
Dunia
Pendidikan
kerja
menengah
Dunia
Pendidikan
kerja
dasar
Masuk
Masyarakat
Gambar 2 : Pola Berpikir Lateral Pola berpikir vertikal banyak kendalanya: dana, inteligensi, kekuatan fisik, ketabahan, ketersediaan fasilitas lokal, informasi pendidikan yang tidak diketahui sepenuhnya, adat kawin muda, transportasi dan lain-lain. Untuk itu, perlu kesadaran masyarakat luas akan pentingnya makna belajar sambil bekerja. Anak
38
usia sekolah sejak awal harus mampu menilai diri sendiri agar matang secara ekonomi dan intelektual. Keadaan darurat, berupa putus sekolah tidak perlu ditakutkan oleh mereka, karena mereka sudah terbiasa dengan pekerjaan, apa pun bentuk pekerjaan halal yang mereka lakukan. Isi pendidikan yang didapat oleh anak didik tidak jarang mengundang frustrasi, bukan sebagai prestise sosial. Sebagai contoh, secara akademik orang seorang bergelar sarjana, namun dilihat dan ketenaga kerjaan, bukan apa-apa, gelar sarjana seringkali bukan sebagai berkah, melainkan bencana. Pembekuan program studi yang sudah jenuh yang dilakukan oleh pengelola di tingkat pusat, merupakan langkah positif, selanjutnya dibuka program-program jangka pendek, seperti politeknik, akademi kedinasan, pelatihan di balai-balai latihan dan pusatpusat pelatihan lain, dan lain-lain dengan kriteria raw-input yang ketat, mungkin dapat dijadikan prioritas perencanaan pendidikan dan pelatihan di masa depan. Pendidikan pada dasarnya merupakan human investment yang mempunyai kontribusi sangat signifikan terhadap tingkat keuntungan ekonomi suatu negara. Pernyataan di atas dan bahwa pendidikan itu mahal mulai dirasakan kebenarannya terutama sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997. Sampai saat ini, Indonesia belum bisa bangkit dari krisis itu, sementara negara lain di kawasan Asia Tenggara, yang memberikan perhatian kepada bidang pendidikan dalam bentuk anggaran lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran pendidikan di Indonesia, keadaan ekonominya sudah mulai pulih. Di satu sisi, krisis multidimensi itu merupakan malapetaka, namun di sisi lain krisis itu menjadi trigger bangsa Indonesia melakukan ref ormasi total di segala bidang. Salah satu dampak dari krisis itu dan dirasakan perubahannya di bidang pendidikan adalah otonomi penyelenggaraan pendidikan yang berjalan seiring dengan desentralisasi pemerintahan. Sejak tahun 1997 bermunculan berbagai peraturan bidang pendidikan yang pada intinya merupakan perbaikan dari sistem sentralistis yang dirasakan sudah tidak tepat lagi dengan kebutuhan dan keinginan bangsa Indonesia saat ini. Pendidikaan adalah tanggung jawab bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dengan dasar pada kata-kata bijak itu, maka perbaikan kualitas
39
pendidikan di Indonesia menjadi beban bersama orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan beberapa peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan, diantaranya adalah: 1) Hak dan Kewajiban Masyarakat Pada pasal 8 dan 9 UUSPN disebutkan bahwa masyarakat berhak untuk berperanserta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Sedangkan Pasal 9 menyebutkan bahwa masyarakat wajib memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. 2) Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pasal 10 UUSPN menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berhak
mengarahkan,
membimbing,
membantu
dan
mengawasi
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan pada pasal 11 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah: 1) wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi, 2) wajib menjamin tersedianya daya guna dan terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. 3) Tanggung Jawab Pendanaan Pasal 46 UUSPN menyebutkan bahwa a) pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat, b) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat (4) UUD1945. 4) Sumber dan Pengelolaan Dana Pendidikan Pasal 47 UUSPN menyebutkan bahwa a) sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan; b) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber 40
daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pasal 48 menyebutkan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas publik. 5) Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan diatur dalam pasal 54 UUSPN, yaitu: a) Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga,organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan
dalam
penyelenggaraan
dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan. b) Masyarakat dapat berperanserta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Secara lebih spesifik, pada pasal 56 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa di masyarakat ada dewan pendidikan dan komite sekolah atau komite madrasah, yang berperan: 1) Masyarakat
berperan
dalam
peningkatan
mutu
pelayanan
pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah; 2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan
mutu
pelayanan
pendidikan
dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis; 3) Komite sekolah/ madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
41
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini memberikan suatu studi analisis terhadap aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa terpencil yang nantinya akan mampu untuk membuka peluang bagi mereka untuk meningkatkan kapasitas SDM mereka dengan tujuan antara lain: 1. Melakukan studi analisis terhadap aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa terpencil di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin dengan mengindentifikasi Aktor yang terlibat, kebijakan kebijakan yang telah dilaksanakan dan partisipasi masyarakat desa terpencil. 2. Untuk memberikan masukan atas temuan masalah yang dihadapi dalam aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa terpencil di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian yang diharapkan oleh peneliti adalah: 1. Manfaat praktis; diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin. dalam peningkatan aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa terpencil dan seluruh masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin dimasa yang akan datang . 2. Manfaat akademis; dengan penelitian ini diharapkan akan mampu untuk menemukan pemikiran strategik untuk peningkatan Kapasitas SDM dimasa yang akan mendatang.
42
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya secara lebih faktual dengan mengacu pada masalah dan tujuan penelitian yang menjadi dasar penelitian ini. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, akan tetapi tidak menutup kemungkinan menggunakan cara cara yang digunakan oleh penelitian secara kuantitatif. Dalam metode eksplanasi peneliti menggunakan pendekatan deskriftif, yang bertujuan menggambarkan fenomena tertentu secara lebih konkrit dan terperinci. Menurut Azwar (2004:7) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi dan kejadian. Di lain pihak Nazir, (2003:54) metode deskriptif adalah “suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa masa sekarang”. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena
yang
diselidiki.
Penelitian
ini
dimaksudkan
untuk
menggambarkan bagaimana aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa terpencil khususnya masyarakat desa terpencil di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin
B. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan peneliti adalah metode kualitatif seperti yang diungkapkan oleh Moleong (2007:9) “Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif
yaitu Pengamatan, wawancara dan
menelaah Dokumentasi” dan dapat dijelaskan sebagai berikut : 43
1.
Pengamatan (Observasi) Pengamatan (observasi) yaitu metode pengumpulan data dengan cara
pengamatan secara langsung pada obyek penelitian secara langsung di lapangan. Pengamatan dilapangan ini bertujuan untuk menggali kemungkinan adanya informasi yang terlewatkan walaupun nantinya kan dilaksanakan
wawancara
untuk memperkaya dimensi pengamatan dari fenomena penelitian yang ada. 2.
Wawancara Wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung
kepada responden (Singarimbun dan Effendi, 1995 : 192). Wawancara dilakukan secara mendalam (indepth interview), untuk mendapatkan data kualitatif serta beberapa informasi yang tidak diperoleh dari data sekunder dan hasil pengamatan. Wawancara mendalam ini dilakukan terhadap responden yang terdiri pejabat struktural staff kantor atau dinas pendidikan setempat serta para kepala sekolah dan pengajar yang dianggap memiliki pengetahuan terhadap persoalan yang dihadapi, maupun masyarakat desa terpencil yang anaknya bersekolah ataupun tidak bersekolah dilakukan dengan cara melontarkan pertanyaan mudah, singkat dan menanggapi jawaban yang diberikan oleh responden. 3.
Penelaahan Dokumentasi Penelaahan Dokumentasi yaitu metode pengumpulan data yang digunakan
untuk menggali data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti seperti peraturan-peraturan, surat keputusan dan dokumen lainnya yang ada di Dinas Pendidikan, sekolah sekolah di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin berkenaan dengan masyarakat desa terpencil. C. Lokasi Penelitian dan Objek Penelitian Unit Analisis Dalam penelitian ini, yang menjadi lokasi penelitian adalah di Kecamatan Bayung Lencir yang diwakili oleh 2 Desa Terpencil Yaitu Desa Muara Merang dan Desa Mangsang yang letak geografisnya sangat jauh (sekitar 4 jam perjalanan dengan boat) dan 6 Jam perjalanan darat dengan Kondisi jalan yang rusak dari
44
Pusat Kecamatan Bayung Lencir. objek penelitian adalah cabang Dinas Pendidikan, Kepala sekolah dan Guru yang berada di lokasi penelitian dan masyarakat desa terpencil yang anaknya bersekolah maupun tidak bersekolah di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat suku terpencil di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin. D. Sumber Data Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2000 : 112) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Oleh karena itu, data yang dipergunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber, baik data primer maupun data sekunder. 1.
Data primer diperoleh dari responden yaitu pejabat struktural dan staf di kantor Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah Dan Guru di lokasi Penelitian dan masyarakat desa terpencil yang anaknya bersekolah maupun tidak bersekolah.
2.
Data sekunder diperoleh dari dokumen seperti peraturan Perundangundangan, referensi, data statistik maupun catatan dan laporan-laporan dari Kecamatan Bayung Lencir maupun Kabupaten Musi Banyuasin. Dalam pelaksananan penelitian ini yang disajikan sumber data adalah
pejabat yang menduduki jabatan struktural Dinas Pendidikan serta beberapa staf, kepala sekolah dan guru dilokasi penelitian dan masyarakat desa terpencil sebagai stakeholder . Dalam penelitian yang menjadi responden adalah sebagai berikut: 1.
Kepala Dinas Pendidikan beserta Staf.
2.
Kepala Sekolah dan guru
3.
Masyarakat desa terpencil yang anaknya bersekolah maupun tidak bersekolah di lokasi penelitian.
Cara menentukan responden dari masyarakat adalah dengan menggunakan teknik Sampling Aksidental. Menurut Sugiyono (2001 : 62) Sampling Aksidental
45
adalah teknik menentukan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. Jumlah masyarakat yang diwawancarai sangat ditentukan oleh banyaknya informasi yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan dengan berpegang pada pendapat Moleong (2000 : 166) yang mengemukakan bahwa jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi yang diperlukan. Untuk memperluas informasi yang didapat maka penarikan sampel dapat diteruskan akan tetapi bila informasi yang didapat hanya pengulangan saja, maka penarikan sampel sudah dapat diakhiri. Sehingga untuk responden Dinas Pendidikan (3 orang). Kepala Sekolah dan Guru (6 Orang). Dan masyarakat desa terpencil (19 Orang ). E. Definisi Konsep dan Operasional 1.
Definisi Konsep Aksesibilitas
pendidikan
dapat
diartikan
keterjangkauan/
dapat
dijangkaunya, dapat dimanfaatkannya pendidikan bagi seluruh masyarakat. Dapat didefenisikan bahwa akses dalam konteks indikator struktural seperti kareteristik sistem pelayanan dan dalam konteks keinginan, yaitu kebutuhan dan sumber daya yang muncul dalam proses pencarian pelayanan. Dalam konsep aksesibilitas ada dua hal yang penting dibicarakan adanya Supply (penyelenggara pendidikan) dan demand (masyarakat yang memanfaatkan pendidikan). Aspek Kapasitas Penyelenggara pendidikan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh penyelenggara pendidikan atau yang terlibat serta program pendidikan yang dilaksanakan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat menurut lenvine (1990) dalam Dwiyanto (2006:143) menjelaskan bahwa dalam pelayanan publik dalam negara demokrasi harus setidaknya memenuhi 3 indikator, yaitu responsivness, responsibilitas dan accountability. Sedangkan untuk aspek demand (masyarakat sebagai pemanfaat pendidikan) ditinjau dari prilaku dan kemampuan masyarakat adalah
46
kebiasaan dan kemampuan yang ada dalam masyarakat dalam memanfaatkan penyelenggaraan pendidikan atau jasa yang dibutuhkan.
2.
Definisi Operasional Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara mengukur variabel (Singarimbun dan Effendi, 1995:46). Sesuai dengan definisi konsep yang telah dijelaskan, maka dapat dikemukakan definisi operasional dari masing-masing aspek yaitu: 1.
Aspek Penyelenggara Pendidikan (Suplly) dalam hal ini ada beberapa indikator yang menjadi perhatian antara lain : a. Kebijakan pembiayaan pendidikan meliputi berapa anggaran untuk membiayai pendidikan, penggunaan dana dan pengelolaan dana untuk kepentingan masyarakat desa terpencil b. Program Peningkatan Aksesibilitas Pendidikan bagi masyarakt desa terpencil meliputi berbagai program yang dilaksanakana oleh Kabupaten Musi Banyuasin seperti Pembebasan SPP, Pengadaan Buku Pelajaran, Pendidikan Luar sekolah, dan Penyediaan kurikulum berbasis kebutuhan masyarakat desa terpencil. c. Sumber daya Pendidikan sebagai penunjang aksesibilitas pendidikan yang menunjukan bagaimana Sumber daya Pendidikan tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan Penyelenggaraan Pendidikan sesuai dengan proses penyelenggaraan pelayanan yang sesuai dengan kepentingan stakeholder dan norma-norma yang berkembang dimasyarakat meliputi -
Sumber Daya Manusia Pendidik, meliputi kualitas dan kompotensi guru yang dimiliki serta kuantitas dan pemerataan penyebaran guru yang ada di Kecamatan Bayung Lencir.
-
Sarana dan Prasarana Pendidikan yang dibutuhkan untuk menunjang aksesibilitas pendidikan.
47
d. Responsivitas Penyelenggara pendidikan dalam aksesibilitas pendidikan. -
Komunikasi dan informasi mengetahui sejauh mana pihak penyelenggara tanggap terhadap keluhan dan saluran penyeluran aspirasi dari dan ke masyarakat desa terpencil
-
Sikap/perlakuan Penyelenggara pendidikan terhadap masyarakat desa terpencil
2.
Aspek Prilaku dan kemampuan masyarakat (Demand) dalam hal ini akan mengkaji beberapa hal : 2.1. Persepsi
Masyarakat
terhadap
Pendidikan
mengetahui
mengetahui polafikir yang dianut oleh masyarakat terhadap pendidikan. 2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan meliputi berbagai hal tentang keharusan bekerja, kebudayaan
dan akses untuk mendapatkan kerja di
masyarakat. 2.3. Kemampuan pembiayaan dan kebutuhan masyarakat pada pendidikan anak. -
Mengetahui permasalahan mendasar dalam pemenuhan kebutuhan akan pendidikan anak bagi masyarakat desa terpencil.
-
Mengetahui kemampuan masyarakat desa terpencil untuk membiayai sekolah anak.
F. Analisa Data Pengertian analisis data menurut Patton (dalam Moleong, 2000:103) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, katagori dan satuan uraian dasar. Selanjutnya dijelaskan bahwa analisis data dilakukan untuk memberikan arti yang signifikan terhadap data, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. Adapun proses analisis data meliputi :
48
a.
Pengumpulan data, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen perpustakaan dan hasil wawancara.
b.
Penilaian data, melalui data yang telah dikumpulkan melalui teknik dokumentasi, wawancara dan observasi, dilakukan penilaian dengan memperhatikan prinsip validitas, obyektivitas, reliabilitas melalui cara mengkategorikan data dengan sistem pencatatan yang relevan dan melakukan kritik atas data yang telah dikumpulkan.
c.
Interpretasi data, yang dilakukan dengan cara menganalisis data dengan pemahaman intelektual yang dibangun atas dasar pengalaman empiris terhadap data, fakta, dan informasi yang telah dikumpulkan dan disederhanakan dalam bentuk analisis.
d.
Kesimpulan, yaitu penarikan kesimpulan terhadap hasil interpretasi data dan anlisis data yang dikumpulkan.
49
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Kebijakan
Pemerintah
terhadap Akses Pendidikan di Kecamatan
Bayung Lencir. A. Gambaran Umum Pendidikan di Kecamatan Bayung Lencir Pendidikan merupakan pilar penting dalam meningkatkan kualitas Sumber daya manusia.sejalan dengan arti pentingnya pendidikan tersebut Kabupaten Musi Banyuasin telah memulai dengan memberikan jaminan kepada seluruh masyarakat agar pendidikan yang ada harus dapat diterima secara merata oleh semua lapisan masyarakat yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin. Pembangunan pendidikan di Kabupaten Musi Banyuasin dilakukan harus dengan mempertimbangkan kesepakatan kesepakatan nasional dan internasional seperti pendidikan untuk semua (educaton for all), konvensi hak anak ( convensintion on the right of child) dan milenium development goals (MDGs) serta world summid on sustainable development yang secara jelas menekankan pentingnya pendidikan sebagai salah satu cara penanggulangan kemiskinan. Peningkatan keadilan dan kesetaraaan gender. Pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta peningkatan keadilan sosial. Kecamatan Bayung Lencir sebagai salah satu Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin mengadopsi kebijakan-kebijakan yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin untuk melaksanakan program pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang layak di wilayah kerjanya. Dengan program-program yang mampu untuk menjamin pemerataan tersebut diikuti dengan peningkatan mutu pendidikan serta relevansi dan efesiensi manajemen pendidikan untuk menjawab tantangan perubahan kehidupan baik lokal, Nasional maupun secara global. Sebagai
daerah
terpencil
pendidikan
diharapkan
mampu
untuk
meningkatkan daya saing masyarakat tempatan dengan masyarakat global yang 50
akan selalu hilir mudik di daerah Kabupaten Musi Banyuasin dimasa yang akan datang. Kemampuan yang kompleks bagi masyarakat diharapkan mampu diciptakan oleh Pemerintah Daerah dengan program program yang relevan untuk pengembangan sumber daya manusia yang nantinya akan mampu menjawab kebutuhan tersebut. Pelaksanaan wajib belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dititikberatkan pada: a.
Peningkatan partisipasi anak yang belum mendapatkan layanan pendidikan dasar terutama melalui penjaringan anak anak yang belum pernah sekolah pada jenjang Sekolah Dasar termasuk SDLB/MI/Paket A dan peningkatan angka kelulusan Sekolah Dasar termasuk SDLB/MI/Paket A ke jenjang SMP/MTs/ paket B atau bentuk lain yang sederajat.
b.
Mempertahankan
kinerja
pendidikan
yang
telah
dicapai
terutama
menurunkan angka putus sekolah dan angka mengulang kelas, serta dengan meningkatkan kualitas pendidikan . c.
Penyediaan tambahan layanan pendidikan bagi anak anak yang ingin melanjutkan kejenjang pendidikan menengah.
Kecamatan Bayung Lencir berdasarkan data Kecamatan Bayung Lencir dalam angka menjelaskan bahwa untuk anak yang terdapat sekitar 38,6 % yang belum tamat Sekolah dasar sedangkan yang tamat Sekolah Dasar sekitar 20,9 %, sedangkan yang tamat SMP berkisar 20,8 % dan tamat SMU terdapat sekitar 15,07 % Berdasarkan kondisi diatas dapat kita jelaskan bahwa kondisi pendidikan di Kecamatan Bayung Lencir sangatlah tertinggal dibandingkan dengan daerah lain yang cukup maju dunia pendidikannya. Keterbelakangan ini disebabkan sebagian besar karena faktor ekonomi masyarakat yang masih bisa dkategorikan rendah tak sebanding dengan kebutuhan yang makin banyak dengan harga yang cukup mahal. Sehingga banyak mereka menjatuhkan pilihan untuk tidak
51
bersekolah atau hanya sekedar bisa membaca dan tidak melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi lagi. Pada tahun 2009 di Kecamatan Bayung Lencir tercatat jumlah Sekolah Dasar terdapat 5 SDN dan 3 SD swasta. Dengan 107 kelas untuk SDN dan 24 kelas untuk SDS. Dengan jumlah murid secara keseluruhan sekitar 4108 siswa SD negeri dan 291 untuk SD Swasta. sedangakan untuk tingkat sekolah menengah antara lain untuk tingkat SMP di Kecamatan Bayung Lencir ada 1 buah SMP negeri dan 4 buah MTS setingkat SMP dengan fasilitas 51 kelas dengan jumlah siswa 921 untuk siswa SMP negeri dan 707 siswa untuk Mts. Sedangankan SMA hanya 1 buah yang Negeri dan 2 SMA swasta serta Madrasah Aliyah dan Pondok Pesantren ada 4 buah dengan fasilitas belajar ada 31 kelas dengan jumlah murid 401 siswa SMA Negeri dan 418 siswa untuk SMA swasta serta 293 siswa untuk Madrasah Aliyah. B. Arah kebijakan pendidikan Secara umum di Kecamatan Bayung Lencir faktor Ekonomi merupakan faktor utama anak usia sekolah meninggalkan bangku sekolah mereka dan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi baik karena biaya sekolah ataupun harus berkerja membantu orang tua. Hal tersebut berdampak pada tingginya kesenjangan antara penduduk yang mampu dengan penduduk yang kurang beruntung nasibnya. hal ini terlihat pada anak kelompok umur 16-18 tahun di kota anak anak seumur tersebut masih sekolah akan tetapi di Kecamatan Bayung Lencir anak anak umur segitu banyak yang sudah menjadi tulang punggung keluarga untuk laki laki dan sudah menjadi ibu rumah tangga bagi yang perempuan. Masyarakat masih menilai pendidikan sebagai barang yang mahal untuk di jangkau dan masih belum memberikan manfaat yang langsung dapat dirasakan. Dan pendidikan belum menjadi pilihan investasi. Pembebasan SPP yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin belum mampu untuk meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mengikuti pendidikan . hal ini dapat kita lihat dalam tabel sebagai berikut :
52
Tabel 2 Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2008 / 2009)* No
1. 2. 3.
Jenjang Pendidikan SD / MI SMP / MTs SMA / MA
Kelompok Usia 6-12 thn 13-15 thn 16-19 thn
Penduduk Usia Sekolah 4169 1909 1782
Siswa
APK (%)
4469 1628 1112
107,1 85,28 62,40
Sumber : UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir tahun 2009 )* Per 1 Januari 2009
Dilihat dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa masih sangat rendahnya partisipasi masyarakat. Mereka menilai pembebebasan SPP yang dilaksanakan masih mengeluarkan biaya lain yang lebih besar seperti pembelian buku tulis, transportasi siswa. Pakaian seragam merupakan faktor kendala terbesar bagi masyarakat yang kurang mampu, hal ini memicu anak anak yang masih dalam usia sekolah untuk berkeja membantu perekonomian keluarga. Dan angka siswa yang melanjutkan kesekolah lain masih belum mencapai angka yang maksimal seperti yang tertera ditabel dibawah ini:
Tabel 3 Angka Melanjutkan (AM) Menurut Jenjang Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir Tahun 2008 / 2009) No 1. 2.
Jenjang Pendidikan AM ke SMP AM ke SMA
Lulusan
Siswa / Baru
689 465
503 441
AM (%) 73,43 94,8
Sumber : Data olahan UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir tahun 2009
Permasalahan permasalahan pendidikan yang terjadi di Kecamatan Bayung Lencir mencakup beberapa hal antara lain. (a). Tenaga pendidik yang belum memadai baik secara kualitas maupun kuantitas. (b).kesejahteraan penduduk masih jauh dari yang diharapkan apalagi kondisi lokasi mengajar yang sangat jauh dari pusat ibukota Kecamatan dengan akses transportasi yang sulit.
53
(c). Fasilitas belajar mengajar yang masih sangat kurang.(d) biaya operasional pendidikan yang belum disediakan secara memadai. Dalam rangka mewujudkan mutu pendidikan arah kebijakan pendidikan Kecamatan Bayung Lencir mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2005-2025 Yaitu : a. Menyelenggarakan Wajib belajar 12 Tahun untuk mewujudkan pemerataan pendidikan yang bermutu di Kabupaten Musi Banyuasin dalam memenuhi hak dasar sebagai warga negara. b. Berusaha menurunkan secara signifikan jumlah penduduk yang buta aksara melalui peningkatan intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional yang didukung dengan upaya penurunan angka putus sekolah, khususnya pada kelas-kelas awal jenjang Sekolah Dasar/MI atau yang sederajat. c. Mengembangkan budaya baca untuk menghindari buta aksara kembali (relapse iliteracy), dan menciptakan masyarakat belajar. d. Meningkatkan perluasan dan pemerataan pendidikan menengah jalur formal dan nonformal baik umum maupun kejuruan untuk mengantisipasi meningkatnya lulusan sekolah menengah pertama sebagai dampak dari pelaksanan Wajar 9 Tahun. e. Meningkatkan menengah
penyediaan
yang
berkualitas
tenaga dengan
kerjalulusan menguatkan
pendidikan relevansi
pendidikan menengah dengan kebutuhan tenaga kerja. f. Meningkatkan perluasan dan mutu pendidikan tinggi termasuk menyeimbangkan dan menyerasikan jumlah da jenis program stdi yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan untuk menghasilkan lulusan ynag memenuhi kebutuhan pasar kerja.
54
g. Meningkatkan perluasan pendidikan usia dini dalam rangka membina, menumbuhkan dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal. h. Menyelenggarakan pendidikan non formal yang bermutu untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang tidak terpenuhi kebutuhan pendidikannya melalui jalur formal terutama bagi masyarakat yang tidak pernah sekolah atau buta aksara , putus sekolah dan warga masyarakat lainnya. i. Menyelenggarakan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
tingkat
kesulitan
dalam
memperoleh
proses
pembelajaran, karena adanya kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. j. Mengembangkan kurikulum baik nasional maupun lokal yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan seni serta perkembangan global, regional, nasional dan lokal termasuk pengembangan kinestika dan integrasi pendidikan kecakapan hiduo untuk meningkatkan etos kerja dan kemampuan kewirausahaan peserta didik. k. Mengembangkan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan multikultural guna menumbuhkan wawasan kebangsaan dan menyemaikan
nilai
nilai
demokrasi
dengan
memantapkan
pemahaman nilai pluralisme, toleransi dan inklusif dalam rangka meningkatkan daya rekat sosial masyarakat. l. Memantapkan pendidikan budi perkerti dalam rangka pembinaan akhlak mulia termasuk etika dan estetika sejak dini dikalangan peserta didik dan pengembangan wawasan kesenian, kebudayaan dan lingkungan hidup. m. Menyediakan materi dan peralatan pendidikan (teaching and learning materials) terkini baik yang berupa materi cetak sepeti buku pelajaran maupun yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi dan alam sekitar.
55
n. Meningkatkan
jumlah
dan
kualitas
pendidik
dan
tenaga
kependidikan lainnya serta meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan
hukum
bagi
pendidik
agar
lebih
mampu
mengembangkan kompetensinya dan mengembangkan komitmen mereka dalam melaksanakan tugas pembelajaran. o. Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dibidang pendidikan berbagai ilmu pengetahuan, alat bantu pengajaran, fasilitas pendidikan, standar kompetensi, penunjang administrasi pendidikan,
alat
bantu
manajemen
serta
pendidikan
dan
infrastruktur pendidikan. p. Mengembangkan sistem evaluasi, akreditasi dan sertifikasi termasuk sistem pengujian dan penilaian pendidikan dalam rangka mengendalikan mutu pendidikan nasional pada satuan pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan, serta evaluasi terhadap penyelenggara pendidikan ditingkat Kecamatan. q. Menyempurnakan manajemen pendidikan dengan meningkatkan otonomi
pendidikan
menyelenggarakan
kepada
pendidikan
satuan secara
pendidikan efektif
dan
dalam efesien,
transparan, bertanggung jawab, akuntabel serta partisifatifyang dilandasi oleh standar pelayanan minimal serta meningkatkan relevansi pembelajaran dengan lingkungan setempat. r. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan
termasuk
didalamnya
pembiayaan
pendidikan,
penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarkat serta peningkatan mutu layanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. s. Meningkatkan penelitian dan pengembangan pendidikan untuk penyusunan kebijakan program dan kegiatan pembangunan pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas, jangkauan (akses) dan kesetaraan pelayanan, efektivitas dan efesiensi manajemen
56
pelayanan pendidikan termasuk mendukung upaya menuju wajib belajar 12 tahun.
C. Upaya peningkatan akses pendidikan. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin memprioritaskan pendidikan sebagai hal yang paling utama dengan menggelontorkan anggaran yang sangat besar dari anggaran Pendapatan Belanja Daerah, hal ini terwujud dengan adanya program penghapusan SPP, Pembangunan sarana pendidikan, kesejahteraan guru, dan penunjang pengembangan SDM lainnya. Dengan dana yang cukup besar pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin melalui Dinas pendidikan melakukan beberapa program yang nantinya diharapkan mampu untuk meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin secara keseluruhan dan masyarakat Kecamatan Bayung Lencir pada khususnya adapun program yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin antara lain : a. Program pendidikan anak usia dini Tujuan program ini adalah agar semua anak usia dini baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya sejalan dengan tahap-tahap perkembangan mereka dan merupakan persiapan untuk mengikuti pendidikan jenjang sekolah dasar. Sasaran program meliputi: 1) Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk optimalisasi pemanfaatan fasilitas yang ada. 2) Menumbuhkan partisipasi dan memberdayakan masyarakat termasuk lembaga
keagamaan
dan
organisasi
sosial
masyarakat
untuk
menyeleng-garakan dan mengembangkan pendidikan anak usia dini. 3) Pengembangan kurikulum dan bahan ajar yang bermutu serta perintisan model-model pembelajaran PAUD yang mengacu pada tahap-tahap per-kembangan anak, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, budaya dan seni.
57
4) Pengembangan
kebijakan,
melakukan
perencanaan, monitoring,
evaluasi, dan pengawasan pelaksanaan pembangunan pendidikan anak usia dini sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan demokratisasi. b. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan yang bermutu dan terjangkau, baik melalui jalur formal maupun non formal yang mencakup SD, termasuk SDLB, Ml dan Paket A serta SM, MTs, dan Paket B, serta SMA/MA/SMK dan Paket C sehingga seluruh anak usia 7-18 tahun baik laki-laki maupun perempuan dapat memperoleh pendidikan, setidak-tidaknya sampai jenjang Sekolah Menengah Atas atau yang sederajat. Sasaran program adalah : (1) Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas termasuk pembagunan unit sekolah baru (USB), ruang kelas baru (RKB), laboratorium, perpustakaan, buku pelajaran dan peralatan peraga pendidikan. (2) Penyediaan
sarana
dan
prasarana
pendidikan
serta
tenaga
kependidikan secara lebih merata, bermutu, tepat lokasi, terutama untuk daerah pedesaan, wilayah terpencil dan pedalaman, disertai rehabilitasi, revitalisasi sarana dan prasarana yang rusak. (3) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar baik melalui jalur formal maupun non formal untuk memenuhi kebutuhan, kondisi, dan potensi anak termasuk anak dari keluarga miskin dan yang tinggal di wilayah perdesaan, dan desa terpencil. (4) Pemberian perhatian bagi peserta didik yang memiliki kesulitan mengikuti proses pembelajaran dan yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. (5) Mengoptimalkan upaya menurunkan angka putus sekolah tanpa diskriminasi gender dengan menerapkan sistem informasi pendidikan yang berbasis masyarakat.
58
(6) Pengembangan kurikulum nasional dan lokal yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan seni termasuk pengembangan pendidikan kecakapan hidup. (7) Penyediaan mated pendidikan, media pengajaran dan teknologi pendidikan termasuk peralatan peraga pendidikan, buku pelajaran, buku bacaan dan buku ilmu pengetahuan dan teknologi serta materi pelajaran yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (8) Penerapan manajemen berbasis sekolah yang memberi wewenang dan tanggungjawab pada satuan pendidikan untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki dalam mengembangkan institusinya dan meningkatkan relevansi pembelajaran dengan lingkungan setempat. (9) Peningkatan partisipasi masyarakat baik dalam penyelenggaraan, pem-biayaan, maupun dalam pengelolaan pembangunan pendidikan dasar, dan peningkatan pentingnya
pemahaman
masyarakat mengenai
pendidikan dasar bagi anak laki-laki maupun anak
perempuan. c. Program Pendidikan Menengah Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan menengah yang bermutu dan terjangkaii bagi penduduk laki-laki dan perempuan melalui jalur formal maupun nonformal, yang mencakup SMA, SMK, MA, dan Paket C. Sasaran program adalah : 1) Menyediakan
sarana
dan
prasarana
pendidikan
termasuk
pembangunan USB, RKB, laboratorium, perpustakaan, buku pelajaran dan peralatan peraga pendidikan, disertai rehabilitasi dan revitalisasi sarana dan prasarana yang rusak. 2) Pengembangan kurikulum nasional dan lokal, bahan ajar, dan modelmodel pembelajaran yang mengacu pada standar nasional dan mempertimbang-kan
standar
internasional
sesuai
dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan seni termasuk kurikulum pendidikan kecakapan hidup.
59
3) Penataan bidang keahlian pada pendidikan menengah kejuruan yang disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja, yang didukung oleh upaya meningkatkan kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri. 4) Penyediaan materi pendidikan, media pengajaran dan teknologi pendidikan termasuk peralatan peraga pendidikan, buku pelajaran, buku bacaan dan buku ilmu pengetahuan dan teknologi serta materi pelajaran yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi. 5) Penyediaan layanan pendidikan baik umum maupun kejuruan bagi siswa SMA/SMK/MA sesuai dengan kebutuhan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi atau untuk bekerja melalui penyediaan tambahan fasilitas dan program antara (bridging program) pada sekolah/madrasah yang ada dan/atau melalui kerjasama antar satuan pendidikan baik formal maupun non formal. 6) Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan menengah baik formal maupun nonformal untuk menampung kebutuhan penduduk miskin, dan penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan, terpencil dan kepulauan. 7) Pembinaan minat, bakat, dan kreativitas peserta didik dengan memberi perhatian pada anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 8) Penerapan manajemen berbasis sekolah dan masyarakat yang memberi wewenang dan tanggungjawab pada satuan pendidikan untuk mengelola
sumberdaya
yang
dimiliki
dalam
mengembangkan
institusinya dan meningkatkan relevansi pembelajaran dengan lingkungan setempat. 9) Peningkatan
partisipasi
masyarakat
dalam
penyelenggaraan
pendidikan, pembiayaan dan pengelolaan pembangunan pendidikan menengah, dan peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pendidikan menengah baik umum maupun kejuruan bagi anak laki-laki maupun anak perempuan. 10) Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring,
60
evaluasi, dan pengawasan pelaksanaan pembangunan pendidikan menengah sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan demokratisasi. d. Program peningkatan mutu Pendidikan Tinggi Program ini ditujukan untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan pendidikan tinggi baik untuk penduduk laki-laki maupun perempuan sesuai dengan kelembagaan pendidikan tinggi yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin. Sasaran program adalah : 1) Menyedi&kan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai sesuai dengan kebutuhan belajar mengajar termasuk pendidik dan tenaga kepen-didikan dengan kualifikasi yang sesuai dengan bidang yang dibutuhkan. 2) Penyediaan materi pendidikan dan media pengajaran termasuk buku pelajaran dan jurnal ilmiah dalam dan luar negeri serta materi pelajaran yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi. 3) Pelaksanaan
Tri
Dharma
Perguruan
Tinggi
yang
mencakup
pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. 4) Peningkatan kerjasama perguruan tinggi dengan dunia usaha, industri dan pemerintah daerah untuk meningkatkan relevansi pendidikan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja dan pengembangan wilayah, termasuk kerjasama dalam pendidikan dan penelitian. 5) Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi dan pengawasan pelaksanaan pembangunan pendidikan tinggi sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, demokratisasi.
e. Program Pendidikan Non Formal Program ini bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan baik untuk laki-laki maupun perempuan sebagai pengganti penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal guna mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan
61
pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional dalam rangka mendukung pendidikan seumur hidup. Sasaran program adalah : 1) Penguatan satuan-satuan pendidikan non formal yang meliputi lembaga kursus, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, serta satuan pendidikan yang sejenis melalui pengembangan standarisasi, akreditasi, dan sertifikasi. 2) Penguatan kemampuan manajerial pengelola pendidikan nonformal serta pengembangan format dan kualitas program pendidikan nonformal. 3) Peningkatan
intensifikasi
perluasan
akses
dan
kualitas
penyelenggaraan pendidikan keaksaraan fungsional bagi penduduk buta aksara tanpa diskriminasi gender baik di perkotaan maupun perdesaan. 4) Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan termasuk pendidik dan tenaga kependidikan lainnya yang bermutu secara memadai serta menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan nonformal. 5) Pengembangan kurikulum, bahan ajar dan model-model pembelajaran pendidikan nonformal yang mengacu pada standar nasional. 6) Penyediaan materi pendidikan, media pengajaran dan teknologi pendidikan termasuk peralatan peraga pendidikan, buku pelajaran, dan buku bacaan serta materi pelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 7) Pemberian kesempatan pelaksanaan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri dan kelompok. 8) Peningkatan
pengendalian
pelaksanaan
pendidikan
kesetaraan
untuk menjamin relevansi dan kesetaraan kualitasnya dengan pendidikan formal.
62
f. Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan Program ini bertujuan untuk meningkatkan kecukupan jumlah, kualitas, kompetensi dan profesionalisme pendidik baik laki-laki maupun perempuan pada satuan pendidikan formal dan non formal, negeri maupun swasta, untuk dapat merencanakan dan meiaksanakan proses pembelajaran serta mempunyai komitmen secara profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, dan mampu melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Sasaran program adalah : 1) Peningkatan rasio pelayanan pendidik dan tenaga kependidikan melalui pengangkatan, penempatan, penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan termasuk tutor pendidikan non formal. 2) Peningkatan kualitas layanan pendidik dengan melakukan pendidikan dan latihan agar memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi. 3) Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik dan tenaga kependidikan. 4) Penyebarluasan peraturan perundang-undangan tentang guru dan dosen yang telah mencakup pengembangan guru dan dosen sebagai profesi serta kesejahteraan dan perlindungan hukum. g. Program pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakaan Program ini bertujuan untuk mengembangkan budaya baca, bahasa, sastra Indonesia dan daerah dalam masyarakat termasuk peserta didik dan masyarakat umum guna membangun masyarakat berpengetahuan, berbudaya, maju dan mandiri. Sasaran program yang dilaksanakan adalah : 1) Perluasan dan peningkatan kualitas layanan perpustakaan melalui: (a) penambahan dan pemeliharaan koleksi perpustakaan dan taman bacaan masyarakat; (b) pengadaan sarana dan revitalisasi perpustakaan keliling dan perpustakaan masyarakat; (c) mendorong tumbuhnya perpustakaan masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada di masyarakat; (d) peningkatan peran serta masyarakat termasuk
63
lembaga swadaya masyarakat dan dunia usaha dalam menyediakan fasilitas membaca termasuk buku-buku bacaan sebagai sarana belajar sepanjang hayat; (e) peningkatan kemampuan pengelola perpustakaan termasuk perpustakaan yang berada di satuan pendidikan melalui pendidikan
dan
latihan;
(f)
peningkatan
diversifikasi
fungsi
perpustakaan untuk mewujudkan perpustakaan sebagai tempat yang menarik, terutama bagi anak dan remaja untuk belajar dan mengembangkan kreativitas; dan (g) pemberdayaan tenaga pelayan perpustakaan dengan mengembangkan jabatan fungsional pustakawan. 2) Pemantapan sinergi antara perpustakaan nasional, provinsi, kabupaten dan jenis perpustakaan lainnya dengan perpustakaan di satuan pendidikan dan taman bacaan masyarakat melalui: (a) pengembangan perpustakaan nasional dan daerah sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kepustakaan; (b) peningkatan jaringan perpustakaan dari tingkat pusat sampai daerah satuan pendidikan, dan perpustakaan
masyarakat;
dan
(c)
peningkatan
kemampuan
perpustakaan nasional dan perpustakaan daerah dalam memberikan pelayanan pada masyarakat berdasarkan standar kelayakan. 3) Pembinaan
dan
pengembangan
bahasa
untuk
mendukung
berkembangnya budaya ilmiah, kreasi sastra, dan seni, peningkatan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk memperluas akses masyarakat terhadap bahan bacaan yang bermutu secara tepat waktu. 4) Peningkatan intensitas pelaksanaan kampanye dan promosi budaya baca melalui media masa dan cara-cara lainnya. h. Program peningkatan mutu pengembangan pendidikan Program
ini
bertujuan
meningkatkan
intensitas
dan
kualitas
pengembangan pendidikan guna mendukung perumusan kebijakan dalam memecahkan permasalahan pembangunan pendidikan khususnya di Kabupaten Musi Banyuasin. Sasaran program yang dilaksanakan adalah :
64
1) Penyediaan data dan informasi pendidikan yang memperhatikan aspek wilayah, sosial ekonomi dan gender sebagai dasar perumusan kebijakan pembangunan pendidikan di Kabupaten Musi Banyuasin. 2) Pelaksanaan penelitian dan pengkajian kebijakan pendidikan nasional secara berkelanjutan serta penyebarluasan hasil penelitian dan kebijakan yang dilakukan untuk mendukung proses perumusan kebijakan pembangunan pendidikan. 3) Pengembangan dan penerapan sistem evaluasi dan penilaian pendidikan
yang
handal
dalarn
rangka
meningkatkan
dan
mengendalikan mutu pendidikan, termasuk pengembangan jaringan sistem ujian pada jalur formal dan non formal, bank soal nasional, penilaian di tingkat kelas (classroom assessment), dan pengembangan sistem akreditasi dan sertifikasi. i. Program manajemen pelayanan pendidikan Program
ini
bertujuan
meningkatkan
kapasitas
lembaga
dalam
mengembang-kan tata pemerintahan yang baik (good'governance), meningkatkan koordinasi antar tingkat pemerintahan, mengembangkan kebijakan, melakukan advokasi dan sosialisasi kebijakan pembangunan pendidikan, serta meningkatkan partisi-pasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan. Sasaran program yaitu : 1) Pengembangan manajemen pendidikan secara terpadu dan holistik serta penerapan tatakelola satuan pendidikan yang baik termasuk tata kelola pendidikan swasta baik pada satuan pendidikan umum maupun keagamaan. 2) Pengembangan sistem pembiayaan yang berprinsip adil, efisien, efeklif, transparan dan akuntabel dengan memberikan alokasi yang lebih besar kepada yang lebih membutuhkan serta membagi secara jelas tanggung jawab pembiayaan setiap jenjang pemerintahan. 3) Peningkalan produktivitas dan efektivitas pemanfaatan sumberdaya yang dialokasikan untuk pembangunan pendidikan di tingkat kabupaten dan di tingkat satuan pendidikan.
65
4) Peningkatan efektivitas peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/ Madrasah, dan meningkatkan kompetensi lulusan. 5) Pengembangan
kerjasama
regional
dan
internasional
dalam
membangun pendidikan. 6) Pengembangan dan penerapan sistem pengawasan pembangunan pendidikan termasuk sistem tindak lanjut temuan hasil pengawasan terhadap
setiap
kegiatan
pembangunan
pendidikan
termasuk
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi pendidikan. j. Program pendidikan luar biasa. Program yang dilakukan ini diharapkan akan memenuhi sasaran yang ingin dicapai oleh Kabupaten Musi Banyuasin adapun sasaran adalah meningkatnya akses masyarakat terhadap pendidikan dan mutu pendidikan. Sasaran tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan peningkatan jumlah penduduk dan perubahan struktur penduduk sampai dengan tahun 2015. Secara lebih rinci sasaran pembangunan pendidikan ditandai oleh : 1) Meningkatnya taraf pendidikan penduduk Kabupaten Musi Banyuasin melalui peningkatan secara nyata persentase penduduk yang dapat menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, dan meningkatnya secara signifikan partisipasi penduduk yang mengikuti pendidikan menengah. 2) Meningkatnya kualitas pendidikan yang ditandai dengan tersedianya standar pendidikan nasional serta standar pelayanan minimal untuk tingkat Kabupaten Musi Banyuasin,
meningkatnya
proporsi
pendidik pada jalur pendidikan formal maupun non formal yang memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar,
meningkatnya proporsi satuan
Program yang dijabarkan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dijabarkan dalam Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Kecamatan Bayung Lencir dengan mengidentifikasi permasalahan dan berupaya melakukan
66
pemecahan permasalahan tersebut hal tersebut tertuang dalam peta pendidikan Dinas Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir. Upaya yang dilakukan tersebut dengan mengindentifikasi beberapa permasalahan seperti Lembaga Pendidikan, siswa, guru, sarana prasarana, kurikulum dan pembiayaan antara lain sebagai berikut : 1. Lembaga Pendidikan a. Bangunan sekolah terkonsentrasi pada desa/ kelurahan tertentu (tidak menyebar) b. Bangunan sekolah tidak memperhatikan aspek kenyamanan belajar c. Kualitas bangunan asal jadi d. Membangun atau mendirikan lembaga pendidikan tidak memperhatikan aspek kebutuhan masyarakat, melainkan memperhatikan aspek bisnis. e. Penyebaran sekolah negeri dengan sekolah swasta tidak seimbang f. Letak bangunan sekolah tidak memperhatikan aspek edukatif dan ekologi. g. Letak bangunan sekolah terlalu jauh dari jangkauan masyarakat h. Pembangunan ruang belajar tanpa perencanaan jangka panjang sehingga terjadi susunan bangunan yang tidak teratur (tumpang tindih), akibatnya ruang belajar pengap dan gelap. 2. Siswa 1. Kualitas siswa terkonsentrasi pada sekolah tertentu. Hal ini disebabkan oleh adanya sekolah binaan, sekolah unggulan. 2. Jumlah siswa menumpuk pada sekolah negeri saja. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pemberian bantuan yang tidak adil antara sekolah negeri dengan sekolah swasta. 3. Jumlah siswa perkelas melebihi kapasitas. 4. Prilaku siswa banyak yang menyimpang, karena tidak tersedia dan tidak berfungsinya guru BK.
67
5. Siswa berpeluang cabut/ lari pada jam belajar karena sebagian besar tidak adanya SATPAM sekolah. 6. Siswa tidak dapat mengembangkan dirinya secara maksimal, karena tidak tersedia fasilitas penunjang, dan guru profesional dibidangnya. sekolah
Di samping itu tidak transparannya
untuk
mengalokasikan
dana
untuk
kepala kegiatan
pengembangan diri siswa. 7. Konsentrasi belajar siswa terganggu karena letak bangunan ditengah keramaian dan adanya gangguan penangkar burung walet di sekitar sekolah. 8. Minat belajar siswa kurang, karena profesionalisme guru kurang, dan alat bantu belajar yang tidak tersedia di sekolah. 9. Rata-rata HUN kelulusan tidak merata antara sekolah negeri dengan sekolah swasta. 10. Disiplin siswa rendah, karena tidak adanya kerjasama antara guru dengan orang tua, komite sekolah dan kepala sekolah. 3. Sarana dan Prasarana 1. Ruang belajar tidak mencukupi daya tampung siswa. 2. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang pustaka, kalaupun ruang pustaka ada tetapi koleksi bukunya tidak memadai. 3. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang kepala sekolah, sehingga kepala sekolah memanfaatkan ruangan belajar untuk menjadi ruang kepala sekolah. 4. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang majelis guru dan TU 5. Banyak sekolah yang tidak mempunyai lapangan olahraga, sehingga guru tidak dapat melaksanakan aktivitasnya dengan maksimal. 6. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang UKS 7. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang BP
68
8. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang OSIS 9. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang Wakil Kepala Sekolah 10. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang dapur 11. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang gudang 12. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang WC guru/ TU 13. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang WC Siswa, sehingga siswa sering pulang ke rumah atau menumpang pada masyarakat di lingkungan sekolah untuk membuang hajat, sehingga siswa sulit dikontrol. 14. Ruangan serbaguna tidak tersedia, sehinga sulit bagi sekolah untuk mengundang atau mengumpulkan wali siswa. 15. Banyak sekolah yang tidak mempunyai ruang kantin yang memadai, dan sesuai dengan kebutuhan jumlah siswa. 16. Banyak sekolah yang tidak mempunyai kompueter dun labor 17. Banyak sekolah yang tidak mempunyai labor Bahasa, kalaupun mempunyai
ruang
labor
Bahasa
tetapi
mebeuler
dan
perlengkapan lainnya tidak ada. 18. Banyak sekolah yang tidak mempunyai labor IPA, kalaupun sekolah mempunyai ruangan tersebut tetapi mebeuler dan perlengkapannya tidak memadai. 19. Tidak satupun sekolah yang mempunyai ruang multimedia. 20. Tidak satupun sekolah mempunyai ruang keterampilan. 21. Tidak tersedianya alat bantu pembelajaran yang memadai. 22. Tidak tersedianya alat peraga pembelajaran yang memadai. 23. Tidak tersedianya media pembelajaran yang memadai. 24. Tidak tersedianya alat, lapangan olahraga. 25. Banyak sekolah yang tidak mempunyai mushalla 26. Tidak tersedianya tempat parkir guru dan siswa yang memadai. 27. Tidak tersedianya lapangan upacara yang memadai. 28. Tidak tersedianya alat kesenian yang memadai.
69
29. Tidak tersedianya alat keterampilan 30. Pendistribusian bantuan sarana dan prasarana tidak merata (terkonsentrasi pada sekolah tertentu). 4. Guru 1. Beban mengajar guru melebihi jam maksimal karena memberlakukan guru kelas. 2. Kualitas guru kurang, terutama dalam membimbing siswa. 3. Guru yang berkualitas terkonsentrasi pada sekolah tertentu. 4. Guru tidak mengajar sesuai dengan kualifikasi akademiknya. 5. Banyak guru yang tidak mempunyai ijazah S1 kependidikan/ Akta mengajar. 6. Banyak guru yang tidak pernah mengikuti diklat. 7. Tidak seimbangnya jumlah guru laki-laki dengan guru perempuan pada sekolah tertentu. 8. Rekruitmen kepala sekolah tidak melalui prosedur yang jelas, atau tidak mempunyai indikator yang jelas. 9. Mindset guru sangat rendah. 10. Disiplin guru kurang 11. Inovasi guru dalam pembelajaran kurang 12. Kreativitas guru kurang 13. Banyak guru yang pangkat/ golongan IV/A terbentur untuk naik ke pangkat/ golongan lebih tinggi. 14. Banyak guru yang tidak menguasai komputer. 15. Banyaknya guru tidak memnguasai bahasa Inggris 16. Banyak guru tidak pernah memanfaatkan jasa internet dalam penunjang pembelajaran. 17. Masih banyak guru yang tidak diuji kompetensinya. 18. Tidak seimbang jumlah guru negeri dengan jurplah siswa. 19. Kesejahteraan guru belum sesuai dengan kebutuhan. 20. Tidak adanya penyegaran/ mutasi guru secara priodik.
70
5. Kurikulum, KBM dan Mutu Kelulusan 1. Banyak sekolah yang tidak mernpunyai perangkat KTSP 2. Proses KBM tidak berjalan dengan baik. 3. Guru mengajar berdasarkan buku, bukan berdasar silabus dan RPP (KTSP). 4. Silabus/RPP yang digunakan guru bukan buatannya sendiri. 5. Kualitas kelulusan siswa sangat rendah, sehingga hanya sebagian kecil siswa diterima di Perguruan Tinggi Negeri (Berkualitas). 6. Banyak siswa yang lulus tidak siap pakai di dunia kerja. 6. Pembiayaan a. Biaya yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah b. Tidak transparannya pengelolaan dana sekolah c. Penerimaan dana bantuan tidak konsisten/kontiniu d. Biaya yang diterima dari siswa atau orang tua siswa tidak memadai untuk keperluan sekolah (khusus sebagaian sekolah swasta) Dengan permasalahan diatas UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir juga mempersiapkan Program untuk pemecahan permasalahan yang dihadapi tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Lembaga Pendidikan a) Pembangunan gedung sekolah dibangun berdasarkan rayon atau kebutuhan masyarakat b) Perencanaan bangunan ruang belajar harus memperhatikan aspek kenyaman berlajar, seperti ukuran ruang, tinggi ruang, pentilasi ruang jendela dan pintu. c) Pembangunan ruang belajar harus mempunyai standar kualitas. d) Perencanaan
pendirian
sekolah/
gedung
sekolah
harus
memperhatikan kebutuhan masyarakat. e) Untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat, pemerintah
harus
mendirikan sekolah
negeri,
sehingga
71
masyarakat yang berkeinginan belajar tidak dipungut biaya. f) Pembangunan masyarakat
gedung
yang
sekolah
harus
dilingkungan
peduli pendidikan dan lingkungan yang
kondusif. g) Letak bangunan gedung sekolah harus mudah dijangkau oleh masyarakat belajar. h) Pendirian sekolah harus direncanakan untuk jangka panjang. 2. Siswa a) Jangan ada deskriminasi
status
lembaga pendidikan.
Sehubungan itu harus diberlakukan penerimaan siswa sistem rayonisasi. b) Pemberian bantuan yang adil dan seimbang antara sekolah swasta dan negeri, baik yang berada dinaungan Pemda maupun Departemen Agama. c) Membangun
ruang
belajar
sesuai
dengan
kebutuhan
masyarakat belajar. d) Meningkatkan disiplin siswa dengan memnfungsikan guru BK dan piket sekolah. e) Merekrut SATPAM setiap sekolah. f) Menyediakan guru BK sesuai dengan kebutuhan sekolah. g) Meningkatkan dan menagktifkan kegiatan ekstrakurikuler, pramuka, rohis. h) Menyediakan fasilitas pegembangan diri bagi siswa. i) Menyediakan guru yang profesional untuk membimbing siswa dalam kegiatan pengembangan diri (life skill), j) Mengalokasikan dana kegiatan pengembangan diri secukupnya. k) Siswa diberi kesempatan untuk mengelola dana kegiatan pengembangan diri, pramuka dan esktrakuriuler. l) Untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, hapus dan tertibkan tempat penangkaran burung walet di lingkungan sekolah.
72
m) Untuk memotivasi minat belajar siswa, dan menciptakan belajar yang bermakna harus menyediakan alat bantu, alat peraga dan media pendidikan sesuai dengan kebutuhan. n) Untuk meningkatkan rata HUN siswa, direncanakan program pembelajaran yang berkelanjutan dan bermakna. o) Untuk meningkatkan rata-rata HUN siswa, cqjtakan guru yang berkualitas melalui uji kompetensi, pelatihan secara kontinu. Baik guru sekolah negeri maupun guru sekolah swasta. p) Meningkatkan disiplin siswa melalui kerjasama yang baik antara kepala sekolah, guru dan orang tua (komite sekolah). 3. Sarana dan Prasarana a) Membangun ruang belajar sesuai kebutuhan daya tampang dan sesuai denga kriteria standar (WC, Meubeler, Kipas Angin, LCD/ Komputer, ruang ganti pakaian). b) Membangun ruang pustaka yang memadai disertai dengan pengadaan buku sesuai dengan rasio siswa. c) Membangun ruang kepala sekolah sesuai kriteria standar baik ukuran maupun fasilitas (WC, Meubeler, Komputer, Internet, TV, AC/Kipas angin). d) Membangun ruang majelis guru dengan kriteria standar baik ukuran maupun fasilitas (WC, Meubeler, Komputer Peralel, TV, AC/ Kipas Angin, Internet, Telepon, ruang tamu, ruang hias) e) Membangun ruang TU sesuai dengan kriteria standar (WC, Meubeler, Kumputer Kerja/ Peralel, AC/ Kipas Angin, ruang kepala TU, ruang tamu). f) Membangun fasilitas olahraga sesuai dengan standar nasional (Lapangan Bola Kaki, Volly Ball, Basket Ball, Takraw, Bulu Tangkis, Kolam Renang, Lompat Jauh, Lompat Tinggi, Matras, Tolak Peluru, Lembing, Cakram, Tenis Meja, Panjat Tebing, dll.)
73
g) Membangun ruang UKS sesuai dengan standar (Tempat Tidur, Peralatan Obat-obatan, Tenaga Medis, WC). h) Membangun ruang BP sesuai dengan standar (Kursi Meja Konsultasi, TV, Kursi Tamu, Komputer/ Internet, AC/ Kipas Angin, Meubeler). i) Membangun ruang OSIS sesuai dengan standar (Meubeler, Komputer, WC, Kipas Angin). j) Membangun ruang wakil kepala sekolah (Kurikulum, Humas, Kesiswaan
dan Sarana) sesuai dengan standar (Meubeler,
Komputer, WC, TV, dll). k) Membangun ruang dapur. l) Membangun ruang gudang sesuai dengan standar. m) Membangun WC siswa, setiap kelas minimal dua WC (WC laki-laki dan WC Perempuan) n) Membangun ruang serbaguna sesuai dengan daya tampung siswa. o) Membangun ruang kantin sesuai dengan rasio siswa (satu kantin 100 siswa) p) Membangun labor komputer yang dilengkapi dengan perangkat komputer dan jaringan internet sesuai dengan rasio siswa. q) Membangun labor Bahasa yang dilengkapi dengan peralatan yang memadai. r) Membangun Labor IPA yang dilengkapi dengan peralatan yang memadai. s) Membangun ruang multimedia yang dilengkapi dengan perlengkapannya (LCD, Komputer/ Laptop, Layar LCD, TV, OHP, dll). t) Membangun ruang keterampilan yang dilengkapi dengan peralatan yang memadai (sesuai dengan kebutuhan sekolah). u) Menyediakan alat bantu pembelajaran sesuai kebutuhan mata pelajaran dan guru.
74
v) Menyediakan
alat
peraga
pembelajaran
sesuai
dengan
kebutuhan mata pelajaran dan guru, w) Menyediakan media pembelajaran sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran dan guru. x) Membangun mushalla sekolah yang dilengkapi dengan perlengkapan yang memadai. y) Membangun tempat parkir sesuai dengan rasio siswa. z) Membangun lapangan upacara sesuai dengan rasio siswa. å) Menyediakan alat-alat kesenian sesuai dengan kebutuhan sekolah. 4. Guru a) Menyediakan
guru
sesuai
dengan
kebutuhan
sekolah
atau rasio siswa dan memberlakukan guru mata pelajaran/ bidang studi. b) Memberikan diklat kepada guru sesuai dengan kualifikasi akademiknya, dan mengadakan uji kompetensi secata kontiniu. c) Membina guru atau memberikan diklat kepada guru secara adil terhadap guru negeri dan guru honor, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta. d) Rekruitmen guru baik guru negeri maupun guru honor harus sesuai dengan kualifikasi akademik. e) Penempatan guru harus memperhatikan kebutuhan sekolah dan mata pelajaran yang diperlukan. f) Memberikan beasiswa kepada guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1. g) Memberikan diklat kepada guru secara adil dan merata sesuai dengan kualifikasi akademiknya. h) Rekruitmen guru, jumlah laki-laki dan perempuan harus seimbang. i) Rekruitmen kepala sekolah harus melalui prosedur yang jelas. j) Meningkatkan mainset guru melalui inovasi pembelajaran dan
75
penelitian tindakan kelas dan diklat. k) Meningkatkan disiplin guru melalui aturan dan sanksi yang jelas. l) Meningkatkan inovasi kreativitas guru melalui diklat, lomba keberhasilan guru, lomba karya tulis ilmiah (PTK), lomba tulis buku pembelajaran dan lomba tulis buku cerita. m) Menyediakan dana Diklat Bimbingan Teknis tentang penulisan Karya Tulis Ilmiah (PTK) untuk golongan IV ke atas secara kontiniu. n) Memberikan bantuan pembuatan Karya Tulis Ilmiah (PTK) kepada guru. o) Mewajibkan guru menguasai bahasa Inggris. p) Memberikan pelatihan komputer kepada guru disertai dengan pengadaan komputer sesuai dengan kebutuhan guru, q) Menganjurkan guru memanfaatkan jaringan internet dalam penunjang pembelajaran. Dalam hal ini jaringan internet harus dilengkapi di sekolah. r) Harus dilakukan uji kompetensi terhadap guru secara kontiniu, dan dilanjutkan diklat bagi guru yang belum lulus uji kompetensi. s) Kesejahteraan guru harus diperhatikan sesuai dengan UU yang berlaku. Menurut UU Nomor 14 tentang guru dan dosen kesejahteraan guru adalah; tunjangan fungsional, tunjangan profesi, tunjang kemahalan, tunjangan kemaslahatan, dan tunjangan pendidikan anak. t) Melakukan penyegaran/ mutasi guru secara priodik sehingga guru tidak merasa jenuh di satu sekolah saja. 5. Kurikulum, KBM dan Mutu Kelulusan a) Mengintensifkan sosialisai KTSP bagi sekqlah-sekolah yang belum
mendapatkan
pengetahuan
tentang
KTSP
dan
melakukan pengawasan dan penegasan yang ketat bagi sekolah 76
yang sudah mendapatkan sosialisai KTSP. b) Dilakukan supervisi secara rutin dan intensif tcrhadap guru yang melaksanakan KBM oleh pimpinan sekolah, kalau perlu diberikan sanksi administrasi yang tegas. c) Memberikan
penegasan
kepada
guru
untuk
mengajar
berdasarkan kurikulum bukan berdasarkan buku disertai dengan pengawasan yang ketat. d) Memberikan pelatihan/bimbingan kepada guru agar dapat membuat silabus dan RPP sendiri dan mewajibkan guru untuk menggunakannya dalam KBM memalui pengawasan secara rutin. e) Meningkatkan kualitas pembelajaran secara intensif dengan cara peningkatan kualitas guru melalui diklat dan melengkapi sarana yang dibutuhkan dalam KBM. f) Menciptakan kurukulum yang muatannya berorientasi kepada tuntutan dunia kerja. 6. Pembiayaan 1. Menganggarkan biaya sesuai dengan kebutuhan sekolah. 2. Mewujudkan pengelolaan biaya sekolah secara transparan. 3. Memberikan dana bantuan ke sekolah secara konsisten dan kontiniu. 4. Menambah besarnya anggaran sesuai dengan kebutuhan sekolah dan menggalakkan gerakan orang tua asuh.
5.2 Analisis Aksesibilitas Pendidikan bagi Masyarakat Desa Terpencil di Kecamatan Bayung Lencir Pendidikan merupakan instrumen yang amat penting yang dilakukan oleh setiap bangsa untuk berinvestasi mempersiapkan pembangunan Sumber daya manusianya dimasa yang akan datang. Dengan pendidikan seorang manusia akan
77
mampu untuk bersaing dalam percaturan politik, ekonomi, hukum, budaya dan pertahanan serta tata kehidupan masyarkat global. Akan tetapi permasalahan di dunia pendidikan bukanlah permasalahan yang gampang untuk dipecahkan dengan berbagai rumusan yang ada, baik itu masalah
aksesibilitas
dan
pemerataan
pendidikan,
peningkatan
kualitas
pendidikan itu sendiri sampai dengan perencanaan strategik yang melibatkan komponen suatu bangsa untuk berkerja keras. Permasalahan aksesibilitas pendidikan sebagai salah satu bentuk dari pelayanan publik sebagai mana yang diungkapkan oleh Menpan Dalam pelayanan publik ada beberapa kelompok pelayanan berdasarkan KEPMENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menjelaskan ada ada beberapa jenis pelayanan antara lain sebagai berikut: a. Kelompok
pelayanan
Administratif
yaitu
pelayanan
yang
menghasilkan bebrapa bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda penduduk(KTP), akte pernikahan, akte Kelahiran, Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), surat izin Mengemudi (SIM), Surat tanda Nomor Kendaraan(STNK), Izin Mendirikan Bangunan(IMB), paspor, Sertifikat Kepemilikan/penguasaan Tanah dan sebagainya. b. Kelompok pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk /jenis barang yang digunakan oleh publik misalnya jaringan telepon, penyediaan air bersih, tenaga listrik dan sebagainya. c. Kelompok pelayanan Jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik seperti pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya. Melihat betapa pendidikan merupakan salah satu pelayanan publik yang paling banyak diminati dan paling kompleks permasalahannya. Maka peneliti
78
mencoba membahas dari sisi aksesibilitasnya di masyarakat Desa Terpencil yang berada di Kecamatan Bayung Lencir. Aksesibilitas merupakan keterjangkauan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mendapatkan suatu jenis pelayanan publik yang diberikan oleh pihak penyelenggara pendidikan. Dalam membicarakan aksesibilitas hendaklah memperhatikan 2 (dua) hal yang membuat suatu akses itu ada yaitu pihak Provider (supply) yang dalam hal ini adalah penyelenggara pendidikan dan juga pihak masyarakat yang membutuhkan pelayanan pendidikan (demand). Peneliti melakukan kajian lebih dalam dan dilakukan dilokasi penelitian di Kecamatan Bayung Lencir khususnya di lingkungan masyarakat Desa Terpencil hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat Desa Terpencil di Kecamatan Bayung Lencir. A. Penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada peningkatan aksesibilitas pelayanan publik. Hampir
semua
pelayanan
Publik
mempunyai
penyelenggara
pelayanannya. Dan tak akan mungkin pelayanan tersebut akan berjalan tanpa ada yang menyediakan pelayanan tersebut. Dalam hal pendidikan para penyelenggara pendidikan itu terbagi atas 2 ( dua) gugusan yang besar yaitu 1). Pengambil Kebijakan dalam Hal ini adalah UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir dan :2). Para Kepala Sekolah, Pengawas dan Guru guru sebagai pelaksana pelayanan yang bersentuhan langsung dengan murid dan orang tua murid. Penyelenggaraan pendidikan yang baik harus mensinergikan peran keduanya melalui berbagai kebijakan seperti mengatur kebijakan pembiayaan, program pendidikan yang baik dan menyediakan sumber daya pendidikan serta membangun
responsivitas
penyelenggara
pendidikan
tersebut
terhadap
masyarakat Desa Terpencil., jika kebijakan yang dituangkan dalam program baik tapi pelaksanaan tidak maksimal maka pelayanan pendidikan tersebut tidak juga akan berjalan sebagai mana mestinya, demikian juga sebaliknya pelaksanaan pendidikan akan baik jika program yang akan mau dilaksanakan terencana dan disusun dengan baik.
79
a)
Kebijakan pembiayaan Pendidikan Kebijakan merupakan apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh
penyelenggara pendidikan di lingkungannya. Untuk mempersiapkan SDM dimasa depan yang handal perlu dilakukan beberapa persiapan dan perencanaan yang mampu menjawab tantangan pendidikan dimasa yang kan datang. Pembangunan pendidikan yang bersinergi akan mampu untuk membangun SDM yang berwatak , cerdas, dan berbudi luhur. komponen pendidikan seperti jumlah dan pemerataan penyebaran guru, peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru, kurikulum yang disempurnakan, sumber belajar, sarana dan prasarana yang memadai, iklim pembelajaran yang kondusif serta didukung oleh kebijakan (Political will) pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Pelaksanaan Kebijakan yang dilaksanakan meliputi pelaksanaan sumber pembiayaan pendidikan, program kegiatan penunjang peningkatan aksesibilitas pendidikan terhadap masyarakat Desa Terpencil lainnya . Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 Pasal 46 ayat (1) menjelaskankan bahwa Pendanaan
pendidikan
menjadi
tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Dengan demikian pembiayaan pembangunan
pendidikan
dalam rangka pemerataan, perluasan akses dan
peningkatan mutu pendidikan bersumber pada APBN, APBD dan Dana Masyarakat. Dalam kebijakan anggaran Kabupaten Musi Banyuasin menempatkan sebagai prioritas terbesar dalam pelaksanaan Pengembangan SDM, untuk anggaran sektor pendidikan dianggarkan lebih dari 20 % seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 thun 2003 menjelaskan bahwa APBD harus menyediakan Anggaran Minimal 20% dari anggaran yang disediakan untuk sektor pendidikan, Kabupaten Musi Banyuasin merencanakan investasi di sektor pendidikan sekitar 1.014,34 juta rupiah ( 1,01 trilyun) dalam kurun waktu 2005-2015 atau rata rata sekitar lebih dari 20% setiap tahunnya. Penggunaan
anggaran
yang
cukup
besar
tersebut
untuk
dapat
meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat secara keseluruhan termasuk masyarakat desa terpencil. Untuk anggaran terkhusus pada masyarakat desa
80
terpencil sama sekali tidak ada diplot anggarannya dan hanya mengikuti kegiatan yang dilakukan secara keseluruhan oleh Pemerintah seperti yang di ungkapkan oleh salah satu Kasubbag pada UPTD Dinas Pendidikan Kabupaten Musi Banyuasin: “……Sepanjang pengetahuan saya, belum ada program yang khusus untuk pendidikan masyarakat desa terpencil, semua fasilitas yang dianggarkan oleh Pemerintah Kabupaten untuk masyarakat secara keseluruhan dan tidak dibedakan mana masyarakat desa terpencil mana masyarakat yang tinggal di perkotaan “ Dari hasil wawancara diatas diinterprestasikan bahwa selama ini masyarakat desa terpencil adalah masyarakat biasa yang tidak perlu adanya perlakuan khusus bagi dunia pendidikan mereka, berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti hampir 85% masyarakat desa terpencil hidup dalam keadaan yang sangat memprihatinkan dan hidup hanya dari penghasilan yang di dapat dari kerja serabutan. Seperti buruh tani, nelayan tidak tetap dan lainnya. Dalam Kegiatan Pembangunan Pendidikan di Kecamatan Bayung Lencir selain meliputi kegiatan pembangunan Fisik juga dilakukan kegiatan non fisik. Untuk kegiatan fisik meliputi penyediaan sarana prasarana bangunan, laboratorium pustaka, dan prasarana lain yang menunjang pembelajaran sedangkan kegiatan non fisik meliputi penyediaan alat alat pembelajaran, buku buku dan lain sebagainya. Dalam kegiatan belajar mengajar Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin Juga menganggarkan Bantuan Dana rutin yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan Sekolah. Operasional tersebut digunakan sepenuhnya untuk membiayai kegiatan operasional seekolah seperti perawatan sekolah, penyediaan bahan belajar mengajar, alat tulis kantor dan lain sebagainya. Ada beberapa persepsi sekolah tentang penggunaaan dana Batuan Operasional yang datangnya dari APBD maupun Dari APBN. Anggaran yang telah dipatokan hanya digunakan untuk kepentingan sekolah dalam belajar mengajar menempati porsi terbesar yaitu 45% untuk kesejahteraan dan honor guru sekitar 30% untuk Konsumsi Guru 12% untuk Rehab Ringan sebesar 6 % untuk kegiatan Siswa sekitar 5% dadn untuk lagganan Daya dan Jasa sekitar 2 %. 81
Seperti yang diungkapkan oleh wakil Kepala sekolah salah satu SD di Muara Merang antara lain: “........Anggaran dana rutin yang kami tergantung Jumlah Murid yang ada untuk Tahun ini kami menerima sebesar 4 juta Rupiah per triwulan atau 16 Juta Setahun. Anggaran itu kami gunakan untuk kegiatan siswa , kegiatan belajar mengajar 45%, kesejahteraan guru 30%, konsumsi 30%, untuk rehab ringan 6% dan daya dan jasa 2% yang dipakai untuk sekolah. Dan untuk kegiatan siswa hanya 5% Dan kami mengolahnya berdasarkan petunjuk dari Dinas Pendidikan, dan memang tidak ada sama sekali dana yang khusus buat mereka masyarakat desa terpencil, “. Selain dana Rutin yang disediakan oleh APBD Pemerintah juga memberikan Dana Bantuan Operasional Sekolah Kepada semua sekolah seluruh indonesia sasaran dana BOS adalah semua Sekolah setingkat SD dan SMP baik Negeri maupun swasta di seluruh Indonesia yang bertujuan untuk memberikan bantuan biaya bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan siswa yang lain agar memperoleh akses pendidikan sebgai layanan dasar yang bermutu sampai dengan tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 Tahun. Pada tahun 2008 Dana Bos Untuk tingkat sekolah Dasar yaitu SD/Mi/ SDLB/Salafiyah/sekolah agama non islam setara SD adalah sebesar Rp.254.000,pertahun/siswanya.
Sedangkan
untuk
tingkat
SMP
yaitu
SMP/MTs/
SMPLB/salafiyah/ sekolah agama non islam setara SMP sebesar Rp. 354.000,_ pertahun/persiswa. Dengan demikian dapat kita gambarkan dana bos untuk Kecamatan Bayung Lencir adalah untuk tingkatan sekolah Dasar adalah 4469 siswa X Rp.254.000.-adalah Rp.1.113.126.000,- sedangkan untuk tingkat SMP adalah Rp.576.312.000,- dana yang cukup besar tersebut dan jika kita lihat kondisi yang diterima per sekolah sangat kecil sekali karena Kecamatan Bayung Lencir murid yang ada tidaklah sebanyak yang bersekolah di kota. Berikut gambaran Sumber Pembiayaan Pendidikan yang beraasal Dari Operasional Pendidikan.
82
Tabel 4 Dana Bantuan Operasional Sekolah Pada Pendidikan dasar Kec.Bayung Lencir tahun 2008 Satuan Pendidikan
Jumlah Siswa
SD
4469
Total Dana / Tahun (Rp)
Sumber Dana
1.135.116.000,-
APBN
132.000,589.908.000,354.000,326.034.000,156.000,143.676.000,MTs 707 354.000,250.278.000,156.000,110.292.000,JUMLAH 2.555.304.000,Sumber : Data Olahan UPTD Dinas Pendidikan Kec.Bayung Lencir 2008
APBD APBN APBD APBN APBD -
SMP
Jumlah Dana BOS Siswa/ Thn (Rp) 254.000,-
921
Dalam kegiatannya dana BOS digunakan untuk membantu siswa yang kurang mampu untuk membiayai sekolah dan tidak digunakan untuk bangunan sekolah. Penggunaan dana BOS digunakan untuk membantu meningkatkan Aksesibilitas masyarakat yang tidak mampu untuk memperoleh pendidikan yang layak selama wajib belajar 9 tahun. Adapun Penggunaan Dana Bos sebagai mana yang diatur oleh Kementerian Pendidikan Nasional adalah untuk Kepentingan Sebagai berikut : a. Pembiayaan Seluruh Kegiatan dalam rangka Penerimaan Siswa Baru, Biaya pendaftaran, penggandaan Formulir, administrasi Pendaftaran, dan pendaftaran ulang, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut. b. Pembelian Buku teks Pelajaran (diluar Buku yang telah dibeli oleh BOS buku) dan buku referensi yang telah dikoleksi perpustakaan. c. Pembiayaan kegiatan remedial, pembelajaran pengayaan, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palamg merah emaja dan sejenisnya. d. Pembiayaan ulangan Harian, Ulangan Umun, ujian Sekolah/ Madrasah/ Pondok Pesantren dan laporan Hasil Belajar Siswa. e. Pembelian barang barang habis pakai, buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan Praktikum, Buku induk siswa, buku inventaris, langganan
83
koran, kopi, teh dan gula untuk kepentingan sehari hari di sekolah/ madrasah/ ponpes. f. Pembiayaan langganan daya dan Jasa : Listrik, air, telepon, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitat sekolah/ madrasah/ ponpes. g. Pembiayaan perawatan sekolah/ madrasah/ ponpes, pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan meubeler, perbaikan sanitasi sekolah dan perawatan sekolah lainnya. h. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer, tambahan insentif rutin bagi kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah. i. Pengembangan
Profesi
guru;
pelatihan,
KKG/MGMP
dan
KKKS/MKKS (dan sejenisnya di madrasah). j. Pemberian biaya transfortasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transfortasi dari dan ke sekolah/ madrasah/ ponpes. k. Pembiayaan
Pengelolaan
BOS,
alat
tulis
Kantor(ATK).
Penggandaan, surat menyurat, dan penyusunan Program Laporan. l. Khusus Pesantren salafiyah dan sekolah keagamaan non islam, dana bos dpat digunakan untuk biaya asrama pondokan dan membeli peralatan Ibadah. m. Bila seluruh Komponen a s/d l diatas terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana , maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran dan Meubeler sekolah. Di Kecamatan Bayung Lencir khususnya di sekolah sekitar lingkungan Masyarakat Desa Terpencil Penggunaan Dana BOS bisa dikatakan sudah berjalan dengan baik akan tetapi pengunaan itu banyak yang kurang tepat sasaran walaupun sudah dimusyawarahkan dengan Komite sekolah anggaran untuk siswa sangatlah sedikit sekali dibandingkan dengan anggaran yang digunakan untuk
84
keperluan lainnya. Penggunaan anggaran Dana BOS dan Dana Rutin dilakukan dengan pembagian porsi di setiap pengeluaran yang dilakukan. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala TU SMPN 1 Mangsang “.....mengelola Dana BOS dan Rutin ini Dilakukan dengan Memanfaatkan keduanya sekaligus, misalnya untuk pembelian buku atau biaya konsumsi kami mengambil dana bos 50% dan Dana Rutin 50%nya kecuali untuk kesejahteraan Guru, untuk Dana BOS tidak diberikan Per Jam pelajaran seperti dana rutin, akan tetapi hanya untuk guru yang menghonor, tapi tak dapat gaji dari Kabupaten..” Dalam pengelolaan anggaran yang ada di sekolah terjadi pembagian porsi dalam memenuhi kebutuhan sekolah misalnya sekolah ingin membeli perlalatan dan perlengkapan sekolah maka dana yang dipakai adalah dana anggaran rutin yang dari APBD dan dana BOS di bagi dua sesuai harga barang yang akan dibeli, akan tetapi kebijakan ini tidak semua sekolah sama, akan tetapi berdasarkan observasi yang dilakukan hampir semua sekolah menggunakan pola yang sama dalam pengelolaan dana tersebut. Dalam pelaksanaan pembiayaan pendidikan di Kabupaten Musi Banyuasin juga mendapatkan pembiayaan dari Dana DAK sebesar 2,407 miliyar yang pelaksanaannya dilakukan dalam bentuk pembangunan dan rehabilitasi sarana prasarana di Kecamatan Bayung Lencir. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin juga memberikan bantuan melalui Gerakan Nasional Orang tua Asuh ( GN-OTA) yang biasanya diberikan dalam bentuk pakaian sekolah, Perlengkapan Belajar, Bantuan Pendidikan, dan Beasiswa seperti yang diungkapkan Kepala Sekolah SD Muara Merang sebagai Berikut: “ …selain BOS dan Dana rutin Kami juga selalu mendapat Bantuan dari GN-OTA berupa perlengkapan sekolah, perlengkapan Belajar, bantuan pendidikan, dan beasiswa, cuman jumlahnya terbatas, kalau ada dana beasiswanya kami belikan barang, biar anak dari desa terpencil lainnya dapat karena mereka rata rata dari keluarga miskin…” Pengelolaan GN-OTA tersebut adalah kerjasama antara Pihak Kecamatan dengan UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir. Dan hampir setiap
85
tahun ajaran baru GN-OTA memberikan Bantuan untuk meringankan beban masyrkat yang kurang mampu. b). Program Peningkatan Aksesibilitas Pendidikan Bagi Masyarakat Desa Terpencil Peningkatan Aksesibilitas pendidikan di Kabupaten Musi Banyuasin secara umum dan secara Khusus di Kecamatan Bayung Lencir dilakukan dengan berbagai Program yang saling mendukung seperti program pembebebasan SPP dari Sekolah Dasar sampai ke Sekolah Menengah Atas, Program Penyediaan Buku teks Pelajaran, Program pendidikan Luar Sekolah, Penyesuaian Kurikulum yang berbasis masyarakat. a.
Pembebasan pembiayaan SPP. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 34 Ayat (2) disebutkan: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. Kabupaten Musi Banyuasin sebagai salah satu Kabupaten yang memiliki pendapatan dari dana perimbangan Minyak Bumi dan Gas yang cukup besar sehingga Kabupaten Musi Banyuasin memungkinkan mampu memberikan pendidikan gratis untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah. penyelenggaraan pendidikan gratis ini diharapkan mampu untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan masyarkat di lingkungannya. Berdasarkan Surat Edaran Bupati Musi Banyuasin Nomor 425/2005/797 yaitu “Tidak membenarkan lagi bagi SD/MI, SMP, SMU/SMK negeri memungut uang SPP dan BP3 terhadap wali murid”. Pelaksanaan Pembebasan SPP ini dilaksanakan di Kabupaten Musi Banyuasin sejak tahun 2005 sebagai gantinya Kabupaten Musi Banyuasin mengeluarkan Subsidi Silang berupa Bantuan rutin, bantuan buku gratis, dan kebutuhan lainnya untuk pendidikan di Kabupaten Musi Banyuasin. Pemerintah mengeluarkan dana sekitar 200 milyar pada tahun pertama pelaksanaan pembebasan biaya pendidikan. Teknis pelaksanaan pada tahun
86
pertama kebijakan dilaksanakan sepenuhnya oleh Dinas Pendidikan. Selanjutnya Dinas pendidikan mengeluarkan buku petunjuk penggunaan dana rutin sekolah tahun ajaran 2005 tertanda mulai tanggal 1 Januari 2005. Dana yang dikeluarkan pemerintah setiap tahunnya berbeda, tergantung besarnya APBD yang disahkan. Sekolah melakukan pendataan jumlah siswa yang mempengaruhi jumlah dana yang didapat sebagai pengganti dana BP3 yang selama ini dipungut sekolah sebagai dana kesejahteraan guru. Sekolah dapat mengatur arah kebijakan karena bervariasinya tingkat sosial ekonomi siswa. Sehingga sekolah dapat mengatur kebijakan lanjutan dari kebijakan atasan dengan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan. Dalam hal ini sekolah melakukan program Subsidi Silang untuk menciptakan pemerataan sesuai tingkat kemampuan orang tua siswa. Untuk pendidikan dasar anak anak masyarakat desa terpencil itu rata-rata sudah merasakan manfaat untuk ikut akan tetapi tidak demikian halnya untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas mereka masih terkendala dana karena untuk masuk sekolah itu harus mengeluarkan biaya BP3 karena sekolah tersebut adalah sekolah swasta yang dikelola sebuah yayasan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh seorang ibu warga Masyarakat desa terpencil di Muara Merang: “….nak sekolah tinggi (ke SMA) tak biso pak, sekolahnya mahal, Rp.35.000,- per bulan mana nak cari, makan aja payah pak, apalagi musim hujan begini..”. Kebetulan ibu itu sekeluarga hanyalah petani karet yang mengandalkan hasil sadapan karet yang mereka miliki. Untuk sekolah Negeri sangat jauh sekali dari rumah mereka dan mereka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menyewa kamar dan tempat tinggal mereka di lokasi sekolah Negeri yang terletak di ibukota Bayung Lencir. b. Penyediaan Buku Teks Pelajaran Selain Pembebasan SPP Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin juga menyediakan buku teks pelajaran yang diharapkan mampu menunjang proses belajar mengajar di sekolah sekolah yang jauh sekali dari akses penjualan buku buku pelajaran. Selain dana Pemerintah dari Bantuan Operasional Sekolah Khusus untuk buku juga diluncurkan dari dana APBN untuk BOS buku setiap
87
siswanya mendapat sekitar Rp. 22.000,- persiswa untuk Sekolah dasar maupun Sekolah Menengah. Sedangkan dari Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin pengadaan Buku dilakukan melalui Proyek pengadaan buku yang dilelang kepada pihak rekanan. Bantuan buku ini diharapkan mampu mendongkrak motivasi masyarakat untuk giat bersekolah dalam membangun masa depan mereka kelak di kemudian hari. c. Pendidikan Luar Sekolah Program Pembinaan Pendidikan
Luar
Sekolah
(PLS)
bertujuan
untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pendidikan khususnya bagi masyarakat miskin atau yang belum/tidak sempat mengikuti pendidikan formal. Selain itu program ini bertujuan untuk mendorong pengembangan pendidikan anak dini usia (early child development) dan pengembangan pendidikan untuk semua (education for all).
Masyarakat yang mengikuti
pendidikan luar sekolah dapat dikelompokkan dalam 4 kategori usia. Kategori pertama adalah mereka yang masih dalam kelompok usia prasekolah (0-6 tahun) dengan tujuan untuk mempersiapkan mereka memasuki usia sekolah dasar. Kategori kedua adalah mereka yang masih dalam kelompok usia pendidikan dasar yaitu penduduk berusia sekitar 7–15 tahun. Dalam kelompok usia tersebut pendidikan yang ditawarkan adalah pendidikan penyetaraan untuk penuntasan wajib belajar sembilan tahun dalam bentuk Kejar Paket A dan Paket B. Kategori ketiga adalah warga belajar pada kelompok usia produktif
yaitu
sekitar
16–24
tahun.
Bagi
kelompok
ini
disediakan
pendidikan penyetaraan dalam bentuk Paket C dan pendidikan berkelanjutan yang berorientasi pada kecakapan hidup. Selanjutnya kelompok keempat adalah warga belajar yang berusia 25 tahun keatas. Bagi kelompok ini disediakan pendidikan masyarakat yang diarahkan pada perluasan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Disamping itu, melalui pendidikan luar sekolah dilakukan pendidikan keaksaraan fungsional yang diprioritaskan bagi kelompok usia 10-44 tahun dan penduduk perempuan dalam rangka menurunkan jumlah penduduk buta aksara. Dalam mengelola pendidikan luar sekolah tersebut terbagi kewenangan antara Pemerintah Pusat , Propinsi dan Kabupaten. Untuk 88
Kewenangan Kabupaten adalah (a) menyelenggarakan pembinaan pendidikan anak dini usia (0-6 tahun) sebagai upaya mempersiapkan mereka untuk memasuki usia sekolah dasar dengan memanfaatkan Anak, Kelompok Bermain dan Posyandu, (b)
lembaga
Penitipan
melaksanakan pemberantasan
buta aksara melalui pendekatan Keaksaraan Fungsional untuk mengurangi buta aksara dan angka latin, buta bahasa Indonesia dan buta pengetahuan dasar, (c) menyelenggarakan program Paket A setara SD dan Paket B setara SLTP dalam rangka menunjang wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, (d) melaksanakan pendidikan berkelanjutan melalui penyelenggaraan program Paket C setara SMU, (e) melanjutkan pembinaan dan perluasan pendidikan masyarakat yang diarahkan pada perluasan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan dalam upaya memberi bekal kepada masyarakat miskin yang tidak/belum memiliki pekerjaan agar dapat mandiri dan dapat memulai usahausaha
produktif
seperti
kegiatan
Kelompok
Belajar
Usaha
(KBU),
pemberian beasiswa/magang untuk kursus keterampilan, dan pendidikan keterampilan bagi perempuan, (f) melaksanakan peningkatan mutu tenaga kependidikan
pendidikan luar
sekolah,
(g)
melaksanakan
upaya-upaya
pembinaan dan peningkatan kualitas dan kuantitas layanan Pusat Belajar
Kegiatan
Masyarakat, Taman Bacaan Masyarakat, kursus-kursus, dan satuan-
satuan pendidikan luar sekolah lainnya, (h) memfasilitasi
Kelompok-
kelompok/organisasi kemasyarakatan penyelenggara pendidikan luar sekolah sebagai
vocal point kesetaraan dan keadilan gender, (i) melaksanakan
fasilitasi dan pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan program yang berkeadilan gender melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan Taman Bacaan Masyarakat, (j) merealisasikan
pendidikan
berkualitas untuk semua
khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang beruntung, serta (k) melakukan pengawasan,
pengendalian
dan
evaluasi
penyelenggaraan
program-program pendidikan luar sekolah. Untuk Kecamatan Bayung Lencir Pendidikan Luar sekolah yang dilakukan antara lain : Penyediaan perpustakaan , Program Paket A dan Paket B dan Pendidikan Usia Dini yang masih dalam Perencanaan. Kesemuanya itu
89
terletak di ibukota Kecamatan jauh sekali dari akses masyarakat yang ada di desa. Untuk masyarakat desa terpencil pendidikan Luar sekolah yang diikuti adalah Program Pendidikan Kesetaraan Paket A dan Paket B . Program ini dilaksanakan di beberapa desa yang diikti oleh Masyarakat desa terpencil yang sudah dewasa yang dulunya putus sekolah atau tidak pernah bersekolah sama sekali. Program Kesetaraan paket A berpusat di Desa Muara Merang dan Desa Mangsang yang diikuti oleh 40 orang peserta dengan 2 kelompok belajar. yang dilaksanakan setiap hari selasa s/d Kamis sore, dengan guru guru/tutor yang berasal dari SD setempat. Adapun sumber pembiayaan sepenuhnya dari APBD sebanyak 15 Juta Per tahun yang digunakan untuk gaji tutor, pembelian ATK , Kelengkapan Belajar dan pemberian insentif bagi yang berprestasi. Kemajuan saat ini sudah sekitar 60% masyarakat yang mengikuti sudah bisa baca. Program Kesetaraan Paket B juga dilakukan di 2 desa terpencil yaitu Desa Mangsang dan Desa Muara Merang. Paket B ini diikuti oleh 280 orang dengan 14 Kelompok belajar sedangkan jumlah. Jadwalnya bersamaan dengan Paket A akan tetapi gurunya hampir keseluruhan dari tingkat SMP. Sedangkan Pembiayaan dari APBD sebesar 18 Juta dan Dari APBN sebesar 18 Juta dengan pengunaan dana yang sama dengan Paket A. Program Paket A dan paket B ini dapat memotivasi masyarkat untuk memacu anaknya untuk giat sekolah seperti yang diungkapkan oleh salah seorang warga belajar dari masyarakat desa terpencil : “….Senang betul kito pak bisa ikut belajar balek di paket A ni, apalagi zaman yang sudah semakin canggih ni, kami dulu tak ado sekolah di sini, anak kami janganlah cak kami lah tuo baru nak sekolah….” d. Kurikulum yang berbasis kebutuhan masyarakat desa terpencil Memenuhi amanat yang diamanatkan undang-undang Nomor 20/2003, Pasal 36 (2), bahwa kurikulum dikembangkan secara berdiversifikasi dan amanat
PP
19/2005
kurikulum
dikembangkan
oleh
satuan pendidikan
(sekolah) dengan mengacu Standar Isi, yang tertuang dalam Permendiknas
90
Nomor .22/2006, dan Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan, yang tertuang
dalam Permendiknas Nomor 23/2006, dan berpedoman pada
panduan
yang
disusun
oleh
BSNP. Pengembangan
dan
pelaksanaan
kurikulum berdiversifikasi merupakan tantangan besar bagi sekolah. Jika selama ini kurikulum disusun secara lengkap oleh pemerintah dan sekolah tinggal menerapkan, di masa sekarang dan seterusnya sekolah dituntut mampu mengembangkan kurikulum sendiri. Kebijakan
tersebut menuntut
sekolah untuk mampu menjabarkan standar isi yang telah ditetapkan oleh pemerintah menjadi kurikulum yang diyakini cocok dengan situasi dan kondisi sekolah yang bersangkutan dan pelaksanaannya mampu mengantarkan peserta didik mencapai standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan. Jika melihat kondisi dilapangan sangat terlihat bervariasi kemampuan yang dimiliki oleh sekolah untuk mengembangkan kurikulum tersebut. Ada sekolah yang sudah mampu mengembangkan kurikulumnya sendiri dengan baik, tetapi kebanyakan sekolah yang belum mampu. sekelompok sekolah bersama-sama mengembangkan kurikulum, bersama bahan ajarnya karena di antara mereka tidak terlalu banyak mengalami perbedaan kebutuhan belajar bagi peserta didiknya. Secara operasional, hal-hal yang akan dilakukan mencakup:
(1)
merencanakan
program
pembinaan
sekolah
pengembangan kurikulum berdasarkan data tentang kemampuan masing
sekolah
dalam masing-
sehingga masing-masing kelompok sasaran memperoleh
layanan yang tepat; (2)menghindari pola pembinaan yang seragam untuk semua sekolah; (3) berkolaborasi dengan perguruan tinggi untuk mendampingi sekolah atau sekelompok sekolah dalam mengembangkan kurikulum; (4) prinsip-prinsip pendampingan
yang
benar-benar
merumuskan
memberdayakan sekolah;
(5) menentukan kriteria bagi pemilihan pendamping; (6) membuka hotline services lewat telpon dan internet. Di Kecamatan Bayung Lencir penyusunan Kurikulum dilakukan seragam bersama sama antara sekolah satu dengan sekolah yang lain. Pada dasarnya kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar sekolah berbeda beda, akan tetapi karena keterbatasan sekolah sehingga banyak sekolah yang hanya
91
mengadopsi kurikulum yang ada di sekolah lain. Hal inilah yang membuat tidak terpenuhinya kebutuhan akan mata pelajaran tersebut misalnya pada pelajaran agama, dan muatan Lokal yang hanya menonjolkan kebutuhan Kurikulum berdasarkan Program yang disusun oleh Dinas Pendidikan Kabupaten. Untuk sekolah dilingkungan masyarkat desa terpencil hal itu sangat kekurangan sekali. Sehingga pemandangan yang terjadi ketika sekelompok orang belajar maka akan ada siswa yang bermain diluar menunggu kelompok tersebut selesai belajar . c. Sumber Daya Pendidikan sebagai Penunjang Akses Pendidikan Dalam Pembangunan Dunia pendidikan selain Anggaran kita juga membutuhkan
sumber
daya
Pendidikan
yang
dapat
menunjang
akses
Pembangunan Dunia pendidikan tersebut. Sumber Daya pendidikan minimal yang harus dimiliki adalah Sumber Daya manusianya dan Sarana Prasarana yang menunjang Pembangunan Pendidikan tersebut. 1. Sumber Daya Manusia Pendidik. Pendidikan tidak hanya terfokus pada pemenuhan material saja seperti pembangunan sarana prasarana dan penyediaan Biaya akan tetapi juga harus memperharikan Sumber daya Manusia Pendidiknya. Sebagai penyempurna seluruh komponen pendidikan dan paling menentukan berhasil atau tidaknya pendidikan tersebut. Dalam penentuan Aksesibilitas pendidikan guru sangat memiliki peranan yang multidimensional dan kompleks. Guru tidak hanya berperan ketika dia mengajar di sekolah akan tetapi memiliki fungsi yang ganda sebagai motivator untuk meningkatkan partisipasi murid untuk bersekolah. Guru atau pendidik juga sebagai penentuan kurikulum, sumber belajar, dan juga sangat menentukan keberhasilan suatu sistem pendidikan di sekolah. Perkembangan yang terjadi guru guru di Kecamatan Bayung Lencir sangatlah terbatas dan banyak yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untuk mengajar di suatu lembaga pendidikan. perlunya peningkatan kualitas guru hal itu akan sangat berarti dalam meningkatkan pendidikan secara keseluruhan “ peningkatan mutu dan kualitas guru sama dengan meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan, apabila ini dilakukan maka pemerintah akan dapat menyelesaikan setengah dari masalah 92
pendidikan yang ada di Indonesia.(Bambang Sudibyo. Mantan Mendiknas RI). Perbaikan apapun yang dilakukan dengan berbagai kegiatan yang menunjang pendidikan dalam meningkatkan kualitasnya tidak akan memberikan perkembangan yang berarti tanpa di dukung oleh guru yang profesional dan berkualitas di bidangnya.dalam penelitian ini peneliti menulis tentang Kulitas dan kompetensi guru dan kuantitas yang dibutuhkan sesuai dengan penyebaran pemerataan guru tersebut. a.
Kualitas dan Kompetensi Yang dimiliki Oleh guru. Pemerintah Melalui Menteri Pendidikan nasional pernah mencanangkan
pada tahun 2004 menjadi guru sebagai suatu profesi, hal ini dilakukan untuk memperbaikai pelayanan pendidikan dasar yang masih di hadapkan pada persoalan aksesibilitas pendidikan yang belum merata, masih rendahnya kualifikasi pendidikan yang dimiliki oleh guru.dan ketidaksesuaian antara mata pelajaran yang diajarkan dengan mata pelajaran yang diajarkan (missmacht). Dengan menjadikan guru sebagai profesi maka pemerintah harus meningkatkan kualitas guru dan kompetensinya karena keterkaitannya dengan mutu pendidikan tidak dapat kita bantah lagi. Pendidikan yang baik dan bermutu tergantung dengan kualitas guru. Pendidik atau guru harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat rohani dan jasmani, serta mempunyai kemampuan dan komitmen untuk mewujudkan tujuan nasional. Kualifikasi akademik dimaksudkan mempunyai tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi dengan ijazah/ sertifikat keahlian yang relevan. Berikut Kondisi guru di Kecamatan Bayung Lencir di sekolah lingkungan Masyarakat desa terpencil. Tabel 5 Kondisi Guru Kecamatan Bayung Lencir (dilingkungan masyarakat desa tertinggal) Desa
Guru PNS
Guru Honor
Jumlah Guru
1. Muara Merang
3
8
11
2. Mangsang 5 11 Sumber : data olahan UPTD Dinas Pendidikan 2008
16
93
Memperhatikan kompetensi yang dimiliki oleh guru secara internal disekolah masih sangat kurang sekali dan sulit sekali untuk memenuhi amanat yang di tuangkan dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2007. guru dalam meningkatkan aksesibilitas pendidikan selain kemampuan secara internal yang ada disekolah guru juga dituntut untuk mampu meningkatkan kualitasnya secara eksternal. Kemampuan seorang guru dalam membantu meningkatkan aksesibilitas pendidikan dalam desa terpencil merupakan kemampuan guru tersebut mensosialisasikan sekolah kepada masyarkat desa terpencil. Hasil observasi Tidak banyak guru yang mau berkorban untuk mensosialisasikan sekolah kepada masyarakat desa terpencil. Hal ini ketika ditanyakan kepada beberapa orang guru guru Sekolah dasar yang ada dilingkungan masyarakat
desa terpencil beliau
mengungkapkan “…kalau sengaja melakukan sosialisasi untuk mengajak mereka agar mau sekolah memang belum pernah dilakukan, akan tetapi setiap ada kesempatan kita datang ketempat mereka kalau ada anaknya yang tidak sekolah kami selalu menghimbau untuk disekolahkan “....memang ada peluang dan sarana untuk mensosialisasikan sekolah ketika hari musim hujan, mereka para orang tua selalu berkumpul di depan rumah mereka, akan tetapi tidak pernah dimanfaatkan oleh guru guru untuk memberikan informasi tentang sekolah kepada masyarakat tersebut….” Kemampuan bersosialisasi menyampaikan informasi masih dirasakan sangat minim sekali sehingga aksesibilitas pendidikan karena disebabkan oleh informasi yang sering disampaikan oleh para guru perlu mendapat perhatian yang serius
karena
guru
merupakan
sarana
yang
paling
efektif
untuk
menginformasikan tentang sekolah mereka. Kotak. observasi Ketika berada di SD Mangsang pada jmat tanggal 2 september 2011 peneliti menemukan kejadian unik seorang guru datang dengan menjinjit sepatu dengan celana yang berkubang Lumpur dan jam menunjukan pukul 08.05 menandakan bahwa pelajaran sudah dimulai setengah jam yang lalu akan tetapi murid belum belajar karena masih menunggu guru tersebut diselidiki ternyata dia sudah berjalan kaki sejauh 2,5 Km dari rumahnya menuju sekolahnya lagi lagi sarana jalan yang menjadi faktor utama. Dan keterlambatan itu dimaklumi karena kondisi jalan yang cukup parah pada saat itu. Dengan gaji yang hanya Rp.450.000, seorang guru sudah mau mengorbankan segala daya upaya untuk mengajar di sekolah tersebut.
94
Kemampuan guru yang kompleks hendaknya dikuti oleh tingkat kesejahteraan yang mapan supaya mereka tidak memikirkan hal lain selain mampu mengembangkan pendidikan di dunia pendidikan yang digelutinya. Untuk seorang guru Honor daerah hanya dibayar 450-500 ribu untuk yang tamat SMA dan 650-750 Ribu untuk yang tamatan sarjana dengan pembayaran yang per triwulan. Hal ini masih sangat dirasakan kurang dan tidak sesuai dengan perjuangan seorang guru yang mengajar di daerah terpencil yang berkorban waktu dan tenaga demi mencedaskan kehidupan bangsa. Hal ini juga membuat motivasi guru untuk bersosialisasi dengan masyarakat akit itu akan menjadi rendah sekali. Upaya peningkatan kualitas guru yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin adalah dengan mengadakan beberapa pelatihan yang berkenaan dengan kualitas kegiatan Belajar Mengajar yang dimiliki oleh seorang guru. Akan tetapi hal itu masih sangat minim sekali dilakukan pada tahun 2007 peningkatan guru yang dilakukan untuk tingkat
Sekolah Dasar adalah
Peningkatan Guru Inti SD sebanyak 4 orang yang dapat pelatihan peningkatan kualitas yaitu untuk mata pelajaran matematika 1 orang bahasa Indonesa 1 orang, Bahasa Inggris 1 orang dan guru Olahraga juga 1 orang.. Hal ini juga ter jadi di tingkat SMP hanya 10 orang yang mendapatkan pelatihan dari 165 orang guru SMP yang ikut. Upaya peningkatan kualitas guru juga dilakukan dengan memberikan kesempatan guru untuk melanjutkan pendidikan yang lebih baik seiring dengan adanya program D.III yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin yang berkerja sama dengan Universitas Sriwijaya banyak guru yang tamatan SMA mengikuti jumlahnya sekarang yang sudah wisuda sekitar 82 guru yang sudah menamatkan D.III dan sekarang sampai dengan bulan desember masih berjalan pendidikan S.1 yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin berkerja sama dengan Universitas terbuka. Secara kualifikasi dan kemampuan keahlian yang dimiliki oleh guru di Kecamatan Bayung Lencir masih sangat rendah sekali seperti yang diungkapkan oleh TU UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir berikut:
95
“.......Selain pendidikan yang tak sesuai dengan apa yang diharap, guru guru ni juga tak punya keahlian khusus seperti komputer aja banyak yang tak kenal.. tapi tak dapat juga disalahkan memang barang tu (Komputer) tidak ada di sekolah mereka. Makanya guru guru ni sedikit sekali yang kreatif”. Kuantitas dan penyebaran pemerataan kebutuhan guru. Guru sebagai salah satu SDM Pendidikan, mempunyai peran, fungsi dan kedudukan yang sangat strategis dalam menyelenggarakan pendidikan yang
bermutu.
diamanatkan
Terselenggaranya
dalam
Undang-Undang
pendidikan Nomor
20
yang Tahun
bermutu 2003
telah tentang
Sistem Pendidikan Pendidik dan Tenaga Kependidikan harus mempunyai tanggung jawab untuk membentuk anak didiknya menjadi orang yang berilmu dan berakhlak yang pada akhirnya diharapkan dapat
memberikan kontribusi
dalam meningkatkan tarap hidup masyarakat. Oleh karena itu kemampuan guruguru dalam melakukan kajian serta analisis harus dikembangkan agar semakin peka dalam memahami cara-cara pemecahan masalah disekolahnya masingmasing terutama untuk mengimbangi perkembangan informasi dan teknologi yang semakin cepat. Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat yang semakin maju telah menuntut perubahan dan peningkatan standar mutu kompetensi guru agar segera menyesuaiakan diri dengan tantangan dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. Tingkat persebaran pemerataan guru sangat dipengaruhi motivasi seseorang untuk mengabdikan diri di daerah daerah yang jauh dari akses informasi dan transportasi yang dimiliki oleh suatu wilayah tempat dia mengajar. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh TU UPTD UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir ; “….. karena dilokasi sekolah di desa sangat sulit ditempuh dan belum ada listrik, telepon, sehingga guru guru yang baru penempatan dari Sekayu susah mau diletakan di lokasi yang terpencil, mau tak mau kami memakai tenaga lokal yang kualifikasinya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan sekolah …
96
Kebutuhan sekolah atas kekurangan guru sangat dirasakan oleh sekolah sekolah yang ada di lokasi terpencil. Persebaran yang tidak merata dan masih menumpuk di ibukota Kecamatan merupakan Fenomena yang hampir sama terjadi di dunia pendidikan daerah manapun. Terbatasnya fasilitas yang ada akan membuat guru enggan untuk mengajar di daerah yang sangat terpencil termasuk dilingkungan masyarakat desa terpencil. Hal ini menghambat aksesibilitas pendidikan di daerah yang terpencil dimana banyak masyarakat bermukim di sana. Situasi guru guru yang mengajar di lingkungan masyarakat desa terpencil. b. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Menganalisis Sumber Daya pendidikan bukan saja membicarakan masalah SDM guru sebagai tenaga Pendidik akan tetapi merupakan suatu yang kompleks dan saling terkait dengan fasilitas yang menunjang pelaksanaan pendidikan tersebut. Sarana Prasarana merupakan suatu hal yang wajib harus ada dalam Proses pendidikan yang menginginkan kualitas yang terbaik. Sarana dan prasarana pendidikan haruslah disiapkan secara optimal baik sarana dan prasarana yang memang untuk peningkatan pendidikan itu sendiri termasuk juga sarana prasarana yang juga menunjang proses aksesibilitas masyarakat untuk memperoleh pendidikan seperti Listrik, jalan yang bagus dan akses informasi . Dalam membahas sarana dan prasarana ini peneliti membagi kedalam dua kelompok besar yaitu sarana dan prasana pendidikan dan prasarana penunjang pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan meliputi bagaimana ketersedian fasilitas gedung, perpustakaan, dan bahana atau media untuk belajar. Sedangkan sarana penunjang lainnya menggambarkan kondisi Kelistrikan, transportasi menuju akses pendidikan dan sarana telekomunikasi yang ada dilokasi tersebut. Dengan demikian untuk memudahkan pemahaman antara sarana dan prasarana pendidikan adalah pada saat menggunakan peralatan atau kelengkapan belajar dimaksud, ketika digunakan secara langsung pada proses belajar mengajar maka peralatan dan kelengkapan tersebut disebut sarana pendidikan, tapi apabila manfaatnya hanya mendukung dan tidak digunakan secara
langsung
maka peralatan dan kelengkapan itu disebut prasarana 97
pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa satuan pendidikan harus memiliki sarana pendidikan minimal yaitu : Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab I Pasal 1 ayat 8) Dan dijelaskan lebih lanjut dlam peraturan Pemerintah yang sama pada Bab VII Pasal 42 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa : (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Keseluruhan sarana dan prasarana pendidikan begitu juga prasarana Penunjang pendidikan lainnya diharapkan mampu memberikan kontribusi yang maksimal dalam peningkatan akses pendidikan masyarakat. Sarana dan prasarana pendidikan
yang memadai diharapkan mampu untuk menarik minat dan
penyelenggaran Proses belajar mengajar yang menyenangkan bagi murid dan guru dengan memanfaatkan fasilitas belajar yang ada dan cukup baik kualitas maupun jumlahnya. Dalam mewujudkan aksesibilitas pendidikan kepada semua
penduduk
diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai untuk semua jenjang pendidikan. Ketersediaan prasarana pendidikan yang mudah diakses
98
oleh semua penduduk. Dalam bagian sarana dan prasarana
pendidikan
ini
penulis
akan
mendeskripsikan
kemudian dilanjutkan pada pembahasan
prasarana penunjang pendidikan. 1. Sarana Dan Prasarana Pendidikan. Dalam Proses pendidikan sarana dan Prasarana adalah sesuatu yang memang harus ada dalam menunjang proses pendidikan tersebut. sarana pendidikan merupakan sesuatu yang digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar seperti buku, media peraga dan lain sebagainya, sedangkan prasarana merupakan sesuatu yang tidak digunakan akan tetapi menunjang Proses kegiatan Belajar mengajar seperti gedung, laboratorium pustaka, lapangan olah raga dan lain sebagaianya. Sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Bayung Lencir sangat terbatas sekali, untuk buku berdasarkan hasil observasi hampir 80% sekolah sudah memiliki buku teks pembelajaran, akan tetapi hanya sedikit sekali sekolah yang mempunyai buku tambahan diluar buku teks pelajaran yang dimiliki oleh sekolah.walaupun sudah ada dana BOS sebesar Rp.22.000 per siswa untuk keperluan buku per bulan akan tetapi karena Lokasi yang sangat jauh dari tempat penjualan Buku sehingga akses untuk mendapatkan buku yang layak memang sangat sulit dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai akses lebih baik. Selain buku pelajaran Media belajar merupakan yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan atau nilai pendidikan dengan mudah kepada murid murid yang ada di sekolah tersebut. pembelajaran secara Konvensional masih merupakan pilihan yang tunggal di dunia pendidikan Khususnya dilingkungan masyarakat desa terpencil. Terbatasnya ketersediaan Komputer, Over head Proyektor (OHP) dan alat peraga lainnya membuat guru hanya menggunakan metode “chalk and Talk” (tulis dan tutur), sehingga siswa hanya mengerti dengan mengembangkan imajinasinya (kognitif) akan tetapi kemampuan mengenal langsung atau praktek sangat jauh dari yang diharapkan. Gedung sekolah yang merupakan prasarana yang harus ada di setiap lembaga pendidikan haruslah tersedia dengan layak huni dan belajar di dalamnya.
99
Gambar 3: keadaan siswa saat belajar
Selain gedung yang masih sangat terbatas untuk Laboratorium dan Perpustakaan masih sangat terbatas sekali hanya tingkat SMP yang memiliki Laboratorium yaitu SMP 1.
2.
Prasarana Penunjang Pendidikan. Selain sarana dan prasarana pendidikan Prasarana penunjang lainnya
sangat mendukung dalam proses aksesibilitas pendidikan di Kecamatan Bayung Lencir Khususnya juga di lingkungan masyarakat desa terpencil. Untuk fasilitas listrik Masyarakat masih banyak yang menggunakan mesin genset yang hidupnya hanya dari jam 17.00 sampai dengan pukul 24.00 dan kalau siang hari tidak ada aktivitas masyarakat yang menggunakan listrik termasuk sekolah. Ada juga sekolah melalui Dana opersionalnya yang menyediakan listrik dengan membeli mesin genset untuk kegiatan tapi itupun sangat terbatas karena harga BBM dilokasi pendidikan bisa mencapai satu setengah kali lipat dari harga di SPBU. Selain akses informasi dan telekomunikasi baru tahun 2007 kemarin desa mangsang dan muara merang terjangkau oleh seluler dan itupun baru satu provider. Sedangkan untuk akses televisi masyarakat yang mampu saja yang sanggup untuk membeli parabola. hal ini di perparah lagi tidak adanya media satupun yang mau menyampaikan aksesnya ke lokasi pemukiman masyarakat di sekitar lingkungan masyarakat desa terpencil khususnya daerah mangsang. Hal seperti ini akan memberikan dampak yang buruk bagi aksesibilitas pendidikan karena masyarakat sangat minim mendapatkan komparasi ilmu pengetahuan dari
100
luar daerahnya untuk dikembangkan atau diadopsi di daerahnya. Selain kondisi diatas kondisi jalan yang sangat
berantakan
sangat
menghambat
akses masyarakat untuk mencapai lokasi pendidikan mereka. masih ada siswa yang pergi sekolah dengan menggunakan perahu seperti pada gambar. 4 untuk menjangkau sekolah mereka hal ini disebabkan belum Gambar.4. akses penyeberangan
dibangunnya jembatan yang merupakan
akses vital di Mangsang yang Menghubungkan antara mangsang tengah dan mangsang selatan selain juga merupakan Akses perekonomian masyarakat. Kondisi ini diperparah hampir sekitar 25 kilometer jalan poros Mangsang – Muara Merang yang rusak hal ini membuat akses terhadap segala kegiatan baik itu menyangkut pendidikan maupun ekonomi dan lainnya akan
Gambar.5. kondisi jalan
terhenti kalau musim hujan. Hal ini sudah dirasakan masyarakat berpuluh puluh tahun yang lalu. c.
Responsivitas penyelenggara terhadap masyarakat desa terpencil Aksesibilitas pendidikan selain didukung oleh kebijakan pembiayaan,
pengadaan sumber daya juga harus diperhatikan responsivitas yang dimiliki oleh penyelenggara pendidikan terhadap masyarakat yang merupaka objek dalam dunia pendidikan. Responsivitas adalah kemampuan aparat birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program program yang sesuai dengan kebutuhan aspirasi masyarakat Dwiyanto,(2006:62). Secara singkat dapat dijelaskan bagaimana pelayanan pendidikan dalam menanggapi kebutuhan, keluhan dan aspirasi serta keinginan masyarakat. Keberhasilan
dunia
pendidikan
sangat
ditentukan
oleh
sikap
penyelenggaranya, karena pendidikan bukan saja sebuah agenda pemindahan 101
Pengetahuan “transfer of knowlege” akan tetapi juga memperhatikan bagaimana sikap penyelenggara dalam proses penyelenggaraan pendidikan tersebut. Dalam membahas responsivitas ini peneliti menempatkan beberapa acuan indikator yang menentukan responsivitas yang didapat melalui observasi dan beberapa wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan diantaranya komunikasi dan informasi pendidikan dan subjektivitas Penyelenggara pendidikan kepada masyarakat desa terpencil. a. Akses Komunikasi dan Informasi Membangun komunikasi antara pihak yang menyelenggara pendidikan dengan pihak masyarakat sekitar merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan aksesibilitas pendidikan. Komunikasi yang baik antara keduanya akan memudahkan suatu program akan mudah untuk dijalankan sesuai dengan keinginan bersama. Melihat kondisi di Kecamatan Bayung Lencir hal yang terjadi sekolah sudah cukup baik menjalankan komunikasi dengan pihak masyarakat akan tetapi komunikasi yang dibangun hanya sebatas hubungan sekolah dengan Komite sekolah yang merupakan syarat wajib yang harus ada di setiap sekolah. Masyarakat hanya bertemu dengan pihak sekolah ketika mengambil rapor bagi siswa saja. Dalam merumuskan kebijakan sekolah komite jarang sekali dilibatkan seperti yang dikemukakan oleh beberapa anggota Komite sekolah sebagai berikut;
“....kami hanya diundang pas ( ketika) ngambil rapor anak kami ajo (saja) pak. Pak kepala sekolah cuman ngasi tau masalah kemajuan murid sekolah ni ajo... “....kami pernah diundang rapat membicarakan masalah dana BOS, tapi kami hanya memberikan masukan aja, masalah masukan kami ntah diterima atau tidak tak tau kami pak, dan pelaksananya pun mereka juga, macam mana kami nak kontrol pak...”
Komunikasi yang baik antara masyarakat dengan sekolah terlihat ketika sekolah mengadakan kegiatan sekolah seperti yang terjadi pada kegiatan hari
102
guru di sekolah sekolah hampir seluruh sekolah sekolah dilingkungan masyarakat desa terpencil mengikutsertakan masyarakat dalam setiap kegiatan perayaan disekolah mereka. Peran ketua adat dalam suatu kelompok masyarakat desa terpencil sangat dirasakan penting oleh sekolah seperti yang diungkapkan oleh kepala sekolah SDN muara merang sebagai berikut; “.... masyarakat disini semenjak sekolah gratis ni, banyak juga malas malasan sekolah, mereka banyak memperkerjakan anak mereka untuk membantu rumah tangga mereka, sedap dulu jaman Bathin (ketua adat) mereka masih hidup kalau ada anak mereka tak sekolah kami tinggal kasi tau bathin anak siapa yang tak sekolah. Karena bathin dulu tu sangat perhatian dengan sekolah anak ni..tau aja dia ada anak ni tak berangkat kesekolah, malamnya orang tuanya kena panggil kerumah tuk bathin, biasanya dinasehati kalo masih juga tak sekolah kadang orang tuanya dimarah ama tuk bathin, orang ni paling segan ama tuk bathin..”. Kondisi sekarang ketika bathinnya sudah meninggal dunia masyarakat sudah tidak ada yang disegani lagi dan banyak dari mereka yang masih menyuruh anak mereka untuk berkerja membantu orang tua mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Selain membangun komunikasi, informasi tentang penyelenggaraan pendidikan juga dirasakan perlu, masyarakat perlu mendapatkan dan memberikan informasi yang menjadi masukan dan kajian kepada sekolah. Informasi yang didapat masyarakat tentang pendidikan biasanya hanya dari mulut kemulut antara orang tua wali murid baik itu informasi mengenai perkembangan sekolah, maupun tentang perkembangan pendidikan bagi anak mereka. Hampir 85 % sekolah tidak mempunyai sarana penyampaian informasi kepada orang tua wali murid tentang perkembangan pendidikan putra mereka, dan hampir semua sekolah juga tidak memiliki kotak saran, maupun layanan pengaduan dari masyarakat ketika dikonfirmasi salah satu guru sekolah mengatakan ; “.... masyarakat sudah sepenuhnya mempercayakan anaknya kepada kami, jarang ada yang mengeluh, kalau ada yang mengeluh biasanya mereka datang kerumah saya untuk menceritakan keluhan mereka.....paling sering mereka keluhkan masalah tak sanggup beli baju dan perlengkapan sekolah..”
103
Keterbatasan informasi dan sarana penyampaian informasi tersebut membuat responsivitas terhadap masyarakait cenderung sangat kurang, hal ini disebabkan sekolah sedikit sekali mendapat masukan dari masyarakat desa terpencil yang bersekolah di sekolah mereka. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa terpencil akan kebutuhan sekolah yang mudah di akses akan sulit. Jika kebutuhan akan pendidikan desa terpencil tidak terindentifikasi ditambah lagi organisasi yang cenderung pada budaya paternalistik yang hanya berpedoman pada kebijakan dari Dinas pendidikan, maka sekolah cenderung menjalankan penyelenggaraan pendidikan tidak akan pernah sesuai dengan kebutuhan masyarakat apalagi masyarakat desa terpencil yang cenderung terbelakang dari kualitas SDM nya. b. Perlakuan Penyelenggara Pendidikan pada masyarakat desa terpencil. Selain komunikasi dan informasi yang dilaksanakan dan disediakan oleh pihak penyelenggara-penyelenggara pendidikan harus memperhatikan sikap aparat yang menunjukan kepada tidak adanya diskriminasi kepada peserta didik dan memperkuat aksesibilitas penddikan bagi seluruh masyarakat. Perlakuan yang menunjang aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat dapat dibagi menjadi perlakuan ketika masuk sekolah dan perlakuan ketika sedang mengikuti pelajaraan. Penyelenggara pendidikan di Kecamatan
Bayung
Lencir
khususnya
dilingkungan masyarakat desa terpencil sudah memberikan usaha perlakuan yang dapat mempermudah akses pendidikan bagi masyarakat desa terpencil dalam bersekolah seperti mempermudah prosedur pendaftaran siswa untuk mengikuti pendidikan dan tidak
Gambar.6. kondisi pakaian yang tidak seragam
memaksakan pembelian seragam, pembelian buku tulis, dan ketika terlambat sekolah. Bahkan ada yang membelikan sepeda bagi masyarakat yang kurang mampu terutama masyarakat desa terpencil. Akan tetapi masyarakat juga menemukan keluhan ketika ada bantuan sepeda didistribusiksan seperti yang diungkapan oleh seorang warga desa terpencil di mangsang menyebutkan;
104
“...memang ado (ada ) bantuan sepeda pak, tapi bukan orang susah kek (seperti) kami ni yang dapat, orang dah mampu dan punya masih sering dapat. kami dah cakap samo guru sekolah budak ni, tapi kato orang tu gantian dapatnyo, tapi sampai sekarang tak nampak barangnyo Pada waktu observasi, penyelenggara sekolah juga memberikan itikad baik demi memajukan pendidikan masyarakat di daerah yang terisolir jauh dari sekolah dan mempunyai kondisi transportasi yang cukup buruk untuk menempuh sekolah mereka hal ini membuat mereka terlambat dan penyelenggara sekolah memakluminya, pihak sekolah telah mengusulkan pembangunan asrama untuk mengantisipasi keterlambatan mereka untuk mengikuti Pelajaran di sekolah. Selain akses ketika masuk sekolah akses ketika belajar pun menjadi perhatian penyelenggara pendidikan. Kemampuan penyelenggara yang terbatas membuat dalam penyelenggaraan pendidikan masyarakat desa terpencil agak sedikit lambat dalam penyesuaian diri di ruang belajar Ditingkat SMP di dapati bahwa siswa yang masyarakat desa terpencil ini cenderung hidup dan bergaul secara homogen dan kurang mampu untuk bergaul dengan masyarakat lain, dalam belajar juga para guru sedikit menemukan kesulitan dalam mengajar karena mereka lebih fokus pada sekolah hanya sebatas memnuhi kewajiban sebagai anak usia mereka bukan meyerap ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa responsivitas penyelenggara pendidikan sangat ditentukan oleh komunikasi yang baik dengan pihak masyarakat desa terpencil, dan penyediaan informasi dan sarana penyaluran informasi serta sikap penyelenggara terhadap peserta didik dalam peningkatan aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa terpencil.
5.3
Prilaku
dan
Kemampuan
Masyarakat
Desa
Terpencil
dalam
Aksesibilitas Pendidikan
Perkembangan dunia pendidikan yang ada di Indonesia tidak terlepas dari peran masyarakat terhadap dunia. Pembangunan yang bersifat Top down selama
105
ini telah memanjakan masyarakat sehingga mereka cenderung malas untuk memberikan sumbangsihnya dibidang pendidikan di lingkungan mereka. Tatanan ekonomi yang tidak stabil di masyarakat desa terpencil membuat mereka lemah dalam mencapai aksesibilitas dalam hal apapun. Dibidang pendidikan mereka hanya menganggap pendidikan bukan suatu hal yang memang penting didapatkan, begitu juga di bidang kesehatan masyarakat desa terpencil cenderung mempercayai dukun dibandingkan dengan seorang tenaga medis. Pergeseran pola pikir ini membutuhkan waktu dan dukungan dari semua pihak yang terlibat akan tetapi masyarakat sendirilah yang menentukan arah dan kebijakan hidupnya akan dibawa menuju masa depannya. Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas merupakan sesuatu yang harus dilakuakn secara sinergi antara pihak penyelenggara pendidikan dengan masyarakat sebagi pihak yang membutuhkan pendidikan untuk menyonsong masa depan mereka. Sesuai mandat yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Lebih lanjut dalam Batang Tubuh UUD 1945 diamanatkan pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara seperti yang tertuang dalam Pasal 28B Ayat (1) yaitu bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan
dasarnya,
berhak
mendapatkan
pendidikan
dan
mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia, dan Pasal 31 Ayat (1) yang mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Selanjutnya di dalam Undang Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 menjelaskan pasal 54 ayat 2 “Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.” Masyarakat sebagai sumber pendidikan dapat diartikan masyarakat dapat menyelanggarankan pendidikan dilingkungannya, masyarakat juga sebagai pelaksana pendidikan dan masyarakat juga sebagai pengguna pelayanan pendidikan.
106
Pengguna suatu pelayanan publik sangat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain persepsi masyarakat itu sendiri terhadap pendidikan, motivasi masyarakat untuk mengikuti pendidikan, permasalahan kemampuan masyarakat untuk membiayai sekolah anak mereka. a. Persepsi masyarakat desa terpencil terhadap pendidikan Masyarakat desa terpencil mempunyai persepsi yag berbeda beda terhadap sekolah hal ini ditemui di beberapa informan yang berbeda beda latar belakang sosial ekonominya mereka cenderung menempatkan pendidikan sebagai investasi jangka panjang akan tetapi masyarakat desa terpencil yang mempunyai ekonomi yang agak lemah menganggap hanya bisa memanfaatkan kebutuhan akan pendidikan mumpung disediakan gratis oleh Kabupaten Musi Banyuasin. Masyarakat desa terpenci biasanya mengejar target pendidikan secara lateral dengan arti kata pendidikan yang didapat anak anak mereka hanyalah untuk memasuki dunia kerja secara langsung sesuai dengan pendidikan yang di dapatinya. Berbeda berfikir secara vertikal yang menyatakan pendidikan harus mencapai level yang tertinggi untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak kelak. Pendidikan bagi masyarakat desa terpencil bukanlah suatu kewajiban dan lebih banyak diikuti oleh laki-laki ketimbang perempuan seperti yang dikemukakan oleh salah seorang masyarakat yang bekerja sebagai petani dari masyarakat desa terpencil ; “ ..... betino (perempuan) tak payah sekolah terlalu tinggi, nantinya juga ke dapur juga pak...” Hal senada juga pernah diungkapkan seorang guru di desa terpencil menjelaskan; “...budak perempuan payah nak sekolah pak, mereka (anak Perempuan) asal udah nampak besar sikit (sedikit) badannya orang tuanya bilang sudah dara (gadis) walaupun umur mereka baru belasan tahun, udah sering saya imbau untuk tidak kawin muda dulu tapi payah pak sudah budaya......” Keadaan ini di dukung dengan budaya patrelinial yang mengangap kaum laki laki lebih dominan disegala sektor dibanding dengan kaum perempuan. Masyarakat desa terpencil yang berkerja di sektor pemerintahan masih bisa 107
dihitung dengan jari tangan di Kecamatan Bayung Lencir hanya beberapa orang di kantor. Sementara di sektor lain mereka belum ada yang bekerja dilingkungan pemerintahan. Budaya masyarakat sekitar yang menempatkan berkerja di sektor pelayanan publik sebagai pilihan mempengaruhi pilihan masyarakat desa terpencil untuk sekolah lebih tinggi lagi.karena mereka berfikir peluang mereka sangat rendah sekali. Dari beberapa pernyataan yang serupa dibidang perkebunan pertanian dan lainya dapat dijelaskan bahwa masyarakat desa terpencil mempunyai persepsi terhadap pendidikan hanyalah sebatas pengetahuan yang harus dimiliki untuk berkerja bukan pengetahuan yang dilakukan secara formal terprogram, dan dengan jangka panjang. Pola berfikir lateral inilah yang membuat masyarakat desa terpencil lambat untuk beradaptasi dengan kemajuan. Masyarakat desa terpencil memang sebuah masyarakat yang unik dan masih mempunyai fikiran yang sangat tradisional. Mereka cenderung menerapkan budaya meniru apa yang mereka lihat hal ini dapat dilihat dari cara berpakaian, budaya hidup, pemberian nama kepada anak dan lain lainnya. b.
Faktor yang mempengaruhi Motivasi masyarakat desa terpencil mengakses pendidikan. Suatu kecendrungan yang dimiliki oleh semua orang untuk mendapatkan
kesenangan dalam berbagai hal dan menekan segala bentuk kesusahan yang terjadi dalam hidupnya hal ini yang dikemukakan oleh Adam Smith, dkk dalam (Thoha:204.1983). motivasi merupakan sesuatu yang ada di dalam hidup manusia untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkannya baik secara individual, grup maupun kelompok yang lebih besar dengan strategi dan cara yang disepakati bersama. Aksesibilitas pendidikan sangat tergantung dengan motivasi masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, keharusan berkerja untuk membantu orang tua, kebudayaan, dan akses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
108
Hampir seluruh anak anak desa terpencil diajarkan untuk membantu orang tuanya berkerja memenuhi kebutuhan hidup mereka, hal ini seperti yang diungkapkan salah seorang masyarakat desa terpencil berikut ini: “...... masyarakat sini rata-rata memperkerjakan anak-anaknya mulai dari kecil untuk membantu orang tua cari makan, mulai dari masang jerat sampai dengan membantu mengangkat pengerih (sejenis alat tangkap Udang dan ikan tepi)...” Ketidakberdayaan secara ekonomi membuat mereka agak lemah dalam mengakses pendidikan yang lebih parah lagi seperti yang disampaikan oleh kepala sekolah menggambarkan sebagai berikut; “...hampir tiap tahun terjadi orang tua yang memberhentikan anak mereka dari sekolah dengan alasan memperkerjakan mereka untuk menambah pendapatan mereka mulai dari mengangkut pasir proyek pemda sampai dengan alasan mau mengawinkan anaknya karena sudah ada yang melamar...padahal yang kami sayangkan mereka sudah dua atau tiga bulan lagi mau ujian akhir...” Hal ini membuat angka putus sekolah masyarakat desa terpencil terus menjadi sorotan di Kecamatan Bayung Lencir angka putus sekolah di Kecamatan Bayung Lencir untuk sekolah dasar sebesar 2,11 % sedangkan untuk SMP sebanyak 4,29% dan untuk tingkat SMA sebesar 16% hal ini menjadi dilema bagi UPTD Dinas Pendidikan karena Program wajib belajar belum sepenuhnya mampu menyentuh masyarakat desa terpencil di Kecamatan Bayung Lencir. Tabel 6 Angka Putus Sekolah (APS) masyarakat desa terpencil Menurut Jenjang Pendidikan Kecamatan Bayung Lencir Tahun 2008 No 1. 2. 3
Jenjang Pendidikan SD SMP SMA
Siswa Tahun Sebelumnya
Siswa Putus Sekolah
APS
756 163 50
16 7 8
2,11 4,29 16
(%)
Sumber : Data olahan UPTD UPTD Dinas Pendidikan tahun 2008
Selain merupakan keharusan membantu orang tua sehingga mengabaikan sekolah, anak anak juga melakukan pekerjaan yang belum pantas mereka lakukan seperti menjadi kuli angkut, menjadi pembantu rumah tangga karena keinginan mendapatkan penghasilan sendiri dan tidak membebani orang tua dalam
109
mendapatkan uang untuk jajan dan bermain. Dan orang tua akan mendapatkan keuntungan finansial dari hasil berkerjanya sang anak. Hal ini juga di dukung kaum wanita masyarakat desa terpencil yang jarang berkerja membantu suami mereka, mereka banyak yang bersikap pasif hanya menunggu penghasilan dari suami dan anak lelaki mereka. Selain keharusan berkerja yang menghambat aksesibilitas pendidikan kebudayaan yang mereka anut juga membuat aksesibilitas terhadap pendidikan menjadi sangat sulit, penghasilan yang mereka dapatkan banyak digunakan untuk kepentingan menyenangkan sesaat dibandingkan dengan berinvestaasi untuk mengantarkan anaknya kejenjang yang lebih tinggi, terlihat dari observasi ada keluarga yang anaknya tidak sekolah sementara dirumahnya masih memiliki perlengkapan seperti televisi, VCD, tape rekorder dan lainnya. Faktor kebudayaan menikahkan anaknya muda menjadi faktor yang selalu menghambat anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini dilihat dari lemahnya angka Partisipasi Kasar yang ada di Masyarakat desa terpencil antara lain. Tabel 7 Angka Partisipasi Kasar (APK) Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2008 No
1. 2. 3.
Jenjang Pendidikan SD SMP SMA
Kelompok
Penduduk
Usia
Usia Sekolah
6-12 thn 13-15 thn 16-19 thn
841 451 401
Siswa
APK (%)
756 163 50
89,8 36,1 12,4
Sumber : UPTD Dinas Pendidikan tahun 2008
Kedua hal diatas dapat dikatakan faktor yang menghambat motivasi mereka untuk sekolah ditambah lagi akses mereka untuk terjun kedunia kerja terutama didunia formal sangat sulit sekali karena keterbelakangan mereka sehingga banyak orang tua yang pesimis menyuruh anaknya sekolah tinggi karena akhirnya berkerja menjadi buruh tani atau kuli juga. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah dengan menyamaratakan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang layak sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang mereka miliki.
110
c. Kemampuan masyarakat desa terpencil dalam pembiayaan pendidikan Walaupun SPP telah digratiskan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin mulai dari sekolah Dasar sampai Dengan sekolah Menengah keatas masyarakat hanya mampu untuk menyekolahkan anak mereka sebatas sekolah dasar saja. Hal ini karena keterbatasan ekonomi yang dimiliki mereka. Pekerjaan masyarakat desa terpencil yang di dominasi dengan mengambil upahan dari pertanian dan perkebunan yang berkerja di sektor pertanian sekitar 26,6% sedangkan yang berkerja di sektor Perkebunan sekitar 46 % dibidang peternakan terutama peternakan sapi 5,9% nelayan sebanyak 12,7% yang berdagang kecil kecilan 2,9 % sedangkan yang menjadi PNS dan tenaga honorer sekolah 0,35 % dan masih banyak pengangguran terbuka masyarakat desa terpencil yang tidak mendapatkan pekerjaan. Penghasilan yang mereka dapatkan hanya untuk makan sehari-hari untuk biaya tambahan dirasakan sangat sulit bagi mereka. Diilustrasikan penghasilan seorang penyadap karet hanya berdasarkan jumlah karet yang mereka dapatkan dibagi 2 dengan yang memiliki lahan tersebut dan penyedapan hanya bisa dilakukan di musim panas tidak di musim hujan. Demikian juga nelayan, mereka hanya mengandalkan jaring ikan yang hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari hari, terkadang kalau rezeki lagi bagus baru mereka jual, selain itu ada juga yang berkerja mengumpulkan kayu bakau untuk bahan baku pembuatan arang dan sejak bakau semakin menipis mereka banyak yang kehilangan mata pencaharian . Kondisi penghasilan keluarga seperti ini membuat mereka menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan yang tidak wajib bagi masyarakat mereka, walaupun dilapangan ditemukan beberapa orang yang berfikiran agak maju menempatkan pendidikan sebagai hal yang penting tapi jumlahnya relatif kecil sekali. Penggunaan dana yang di dapat memang sepenuhnya untuk pemenuhan kebutuhan sehari hari seperti yang disampaikan kepala RW muara merang berikut; “... masyarakat sini sikit yang senang pak.. kerjaan kami rata rata Cuma ngambil upahan noreh (nyadap) sama pengerih kalo ada bantuan pengerih dari pemerintah , kalo tidak ya paling Cuma noreh,...kalopun dapat duit paling habis buat makan samo bayar utang 111
makan kat (di) kedai tu, untung ajo sekolah dah tak bayar lagi pak, jadi budak dapat sekolah SD aja Jadilah” Ketersediaan sekolah gratis yang dirasakan masih memiliki kendala di beberapa masyarakat desa terpencil tanpa ditunjang prasarana yang memadai membuat orang tua harus mengeluarkan biaya ekstra seperti biaya pompong ( kapal Laut), biaya bensin honda, dan biaya perlengkapan sekolah lainnya. Keterbataan ekonomi membuat mereka harus berenti sekolah seperti yang dikemukakan oleh seorang ibu dari warga mangsang sebagai berikut: “...kasian budak pak kalo musim hujan gini, hajap betol nak pergi kesekolah tu, kami harus beri 10 ribu tiap hari untuk tambang kapal pompong, nak lalu kat darat tu tak dapat betol, jalan hancur betol..makonyo banyak budak berenti, tak sanggup lagi bapak mamaknyo nak bayar tambang wong tu tiap hari.” Dapat diartikan bahwa seorang ibu prihatin pada anaknya yang tidak sekolah disebabkan karena orang tua mereka tidak sanggup untuk mengeluarkan biaya untuk anaknya bersekolah karena letak sekolah yang cukup jauh dari rumah mereka.kemampuan masyarakat untuk membayar yang lemah dan belum bisa untuk secara penuh menyediakan finansial untuk berinvestasi demi pendidikan anaknya membuat aksesibilitas pendidikan yang sudah disediakan oleh pemerintah daerah cukup baik kurang termanfaatkan dengan baik.
112
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Aksesibilitas pendidikan yang dirasakan perlu bagi seluruh masyarakat Musi Banyuasin khususnya masyarakat Bayung Lencir sangat tergantung pada dua hal yaitu adanya pihak penyelenggara sebagai pihak penyedia layanan dan pihak masyarakat sebagai pengguna layanan. Hal ini dapat kita simpulkan bahwa aksesibilitas yang disediakan oleh pemerintah meliputi berbagai hal antara lain: a. Penyelenggaraan Pendidikan yang berorientasi pada peningkatan aksesibilitas Pendidikan meliputi beberapa hal antara lain; Kebijakan Pembiayaan pendidikan, Program peningkatan aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa terpencil, sumber daya pendidikan dan Responsivitas penyelenggara pendidikan bagi masyarakat desa terpencil; 1.a Kebijakan Pembiayaan Anggaran. Kebijakan anggaran di Kabupaten Musi Banyuasin sudah sesuai dengan UU Nomor 20 tahun 2003 dimana menempatkan anggaran sebesar 20% untuk pembangunan pendidikan, penggunaan anggaran ditemui dilapangan tidak ada yang khusus untuk masyarakat desa terpencil dan dana rutin yang didukung dengan dana BOS lebih mengutamakan kepentingan guru dan sekolah dibandingkan dengan kepentingan siswanya secara lagsung. 2.a Program Peningkatan Aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa terpencil. Berdasarkan Surat Edaran Bupati Musi Banyuasin Nomor 425/2005/797 yaitu “Tidak membenarkan lagi bagi SD/MI, SMP, SMU/SMK negeri memungut uang SPP dan BP3 terhadap wali murid”. Hal ini menjadi acuan tiap sekolah untuk membebaskan SPP bagi seluruh siswanya. Akan tetapi bagi masyarakat desa terpencil untuk sekolah Ke SMA harus mengeluarkan Biaya karena tidak adanya sekolah Negeri di Lokasi pemukiman mereka.
Selain pembebasan SPP Pemerintah Kabupaten Juga menyiapkan pengadaan Buku teks pelajaran baik melalui Proyek Pengadaan Buku maupun melalui Program BOS Buku yang menganggarkan sebesar Rp.22.000,-/ siswa/tahun. Pendidikan luar sekolah juga merupakan suatu hal yang penting untuk meningkatkan pendidikan. untuk di lingkungan masyarakat desa terpencil hanya ada dua kegiatan yaitu Kesetaraan Paket A dan Kesetaraan Paket B sedangkan yang lain tidak ada. Kurikulum yang disusun merupakan kurikulum yang belum berdasarkan kebutuhan masyarakat desa terpencil seperti pelajaran agama mereka yang tidak ada di sekolah, dan pengembangan muatan lokal yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa terpencil. 3.a Sumber daya pendidikan meliputi Kualaitas dan Kompetensi yang dimiliki dan Kuantitas dan Penyebaran Pemerataan guru. 3.a.1. Kualitas dan Kompetensi yang dimiliki Perkembangan yang terjadi guru guru di Kecamatan Bayung Lencir sangatlah terbatas dan banyak yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untuk mengajar di suatu lembaga pendidikan. perlunya peningkatan kualitas guru hal itu akan sangat berarti dalam meningkatkan pendidikan secara keseluruhan. Keadaan tamatan/ lulusan pendidikan guru yang tidak sesuai dengan UU Nomor 15 Tahun 2005 tentang guru dan dosen guru hanya kebanyakan tamat D.III, guru hanya mengajar disekolah kurang sekali bersosialisasi dengan masyarakat desa terpencil untuk memotivasi untuk peningkatan pendidikan, kemampuan pemda untuk membayar kesejahteraan guru masih sangat minim sekali terutama di daerah yang sulit di jangkau. Dan Skill kemampuan tambahan Yang dimiliki oleh guru sangat terbatas sekali seperti Komputer dan Bahasa inggris. Masih sangat minimnya sarana peningkatan Kualitas guru yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin Maupun Pihak sekolah. 3.a.2. Kuantitas dan Penyebaran Pemerataan Guru. Masih terjadi penumpukan guru di lokasi pendidikan yang mudah dengan
akses informasi dan sarana lainnya terutama di ibukota Kecamatan. Masih ditemui guru guru yang merangkap mengajar beberapa mata pelajaran padahal bukan merupakan kualifikasi/ keahlian bidang yang dikuasai. 3.a.3. Ketersediaan sarana dan Prasarana Pendidikan
meliputi
sarana dan Prasarana Pendidikan, dan prasarana Penunjang Pendidikan. 1. Sarana dan Prasarana pendidikan. Buku teks pelajaran yang dimiliki oleh sekolah kurang bervariasi dan tidak adanya perpustakaan yang ada di sekolah. Gedung sekolah masih ada yang kondisinya memprihatinkan terutama dilokasi pendidikan masyarakat desa terpencil. Tidak adanya media belajar dan sarana lainya seperti komputer dan laboratorium yang secara keseluruhan akan membangkikan minat untuk memanfaatkan akses pendidikan bagi masyarakat. 2. Prasarana Penunjang Pendidikan Belum ada fasilitas Listrik yang memadai sehingga masyarakat hanya memanfaatkan genset yang hidupnya terbatas, masih terbatasnya akses informasi baik telekomunikasi maupun pertelevisian nasional. Masih buruknya akses infrastruktur jalan seingga banyak anak yang sulit bersekolah karena terhambat jalan yang rusak. 4.a Responsivitas Penyelenggara pendidikan bagi masyarakat desa terpencil. Meliputi Komunikasi dan Informasi dan Perlakuan Penyelenggara Pendidikan . 1. Akses Komunikasi dan Informasi Masih ditemukan kurangnya komunikasi antara pihak sekolah dengan orang tua wali murid dan tidak adanya sarana informasi dan sarana penyaluran aspirasi antara masyarakat dengan sekolah di lingkungan masyarakat. 2. Perlakuan Penyelenggara Pendidikan. Pada
proses
penyempaian
bantuan
terjadi
diskriminasi
terhadap
masyarakat desa terpencil, sekolah sudah ada yang memberikan toleransi pada siswa yag tinggal jauh dari sekolah jika mereka terlambat datang sekolah karena jalan yang rusak.
b. Prilaku dan Kemampuan Masyarakat dalam Aksesibilitas pendidikan , meliputi persepsi masyarakat terhadap pendidikan, faktor yang mempengaruhi motivasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan dan kemampuan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan. b.1. Persepsi masyarakat terhadap Pendidikan. Terjadi beberapa persepsi masyarakat tentang sekolah antara lain pola fikir lateral yang umumnya didominasi oleh masyarakat desa terpencil yang menempatkan pendidikan bukan investasi jangka panjang akan tetapi syarat untuk mendapatkan perkerjaan dan hanya mengandalkan kepandaian orang tua yang diturunkan kepada anaknya, akan tetapi masyarakat desa terpencil yang sudah bercampur sedikit lebih maju untuk berinvestasi di bidang pendidikan anaknya sehingga ada yang sukses di luar kampung mereka. Mayarakat desa terpencil lebih mengutamakan anak laki laki dibandingkan anak perempuan untuk bersekolah. b.2. Faktor yang mempengaruhi motivasi masyarakat desa terpencil dalam memperoleh pendidikan. Masyarakat desa terpencil sejak umur 8 tahun sudah diajarkan untuk berkerja membantu orang tua mendukung ekonomi keluarga dan kebudayaan konsumtif yang cukup tinggi sehingga hasil kerja mereka lebih banyak untuk kesenangan sesaat dibandingkan untuk berinvestasi. Akses untuk berkerja di dunia formal yang cukup sulit didapatkan oleh masyarakat desa terpencil. Dan juga didukung adanya akses untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi oleh yayasan keagamaan akan tetapi hanya pendidikan keagamaan saja yang ditawarkan. b.3. Kemampuan masyarakat desa terpencil dalam pembiayaan Pendidikan. Masyarakat lebih banyak bekerja tidak tetap dengan menjadi buruh tani dengan penghasilan yang sangat tergantung dari cuaca dan jumlah produksi, sehingga pendapatannya tidak dapat dipastikan berapa perbulannya. Dan penggunaan dana yang mereka dapatkan lebih diutamakan pada makan sehari hari
kaena keterbatasan yang mereka miliki dibandingkan untuk berinvestasi untuk pendidikan walaupun sekolah sudah ditawarkan secara gratis SPP.
6.2 Saran Aksesibilitas pendidikan akan dirasakan baik idealnya terpenuhinya semua hal yang menjadi kewajiban penyelenggara pendidikan dan masyarakat juga sebagai pihak yang membutuhkan memiliki kemampuan dan prilaku yang menunjang pendidikan seperti yang disarankan sebagai; a. Penyelenggaraan Pendidikan yang berorientasi pada peningkatan aksesibilitas Pendidikan yang mencakup beberapa hal antara lain: 1.a Kebijakan Pembiayaan Anggaran. Kebijakan anggaran yang cukup baik harus diikuti aturan yang jelas dengan perencanaan pembangunan yang jangka panjang dan terukur sehingga dana yang besar tidak saja berfokus pada kegiatan tahunan saja yang nantinya akan menyulitkan pencapaian misi dan visi Kabupaten Musi Banyuasin dan pengelolaan keuangan yang lebih berpihak kepada siswa secara langsung khususnya masyarakat desa terpencil agar lebih ditingkatkan. 2.a Program Peningkatan Aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa terpencil. Perhatian Pemerintah Kabupaten dengan pembebasan SPP hendaknya diikuti pembangunan/ persekolahan di daerah Pemukiman Masyarakat desa terpencil, sehingga akan meminimalisir pengeluaran orang tua murid masyarakat desa terpencil.
Perlu didirikan perpustakaan di lokasi Pemukiman Masyrakat yang jauh dari ibukota Kecamatan dan perpustakaan sekolah untuk menampung buku buku yang akan memperkaya pengetahuan anak anak peserta didik.
Pendidikan luar sekolah tidak hanya untuk orang dewasa akan tetapi harus daeri usia dini yaitu melalui Program Pendidikan Usia Dini (PAUD) yang sekarang ini masih ada satu di ibukota Kecamatan. Serta penambahan guru untuk agama mereka dan mencari muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan mereka. 3.a Sumber daya pendidikan meliputi Kualitas dan Kompetensi yang dimiliki dan Kuantitas dan Penyebaran Pemerataan guru. 3.a.1. Kualitas dan Kompetensi yang dimiliki Selain peningkatan kualifikasi pendidikan yang dmiliki oleh guru Pemerintah Kabupaten harus memperhatikan ketermpilan (skill) yang dimiliki oleh guru guru yang ada di Kecamatan Bayung Lencir sehingga tidak ada lagi guru yang tidak kenal komputer serta peningkatan kesejahteraan guru terutama yang mengajar di lokasi yang jauh dari akses informasi dan sebagainya. 3.a.2. Kuantitas dan Penyebaran Pemerataan Guru. Perlu dilakukan restrukturisasi guru yang mengajar dengan mengatur pola penempatan guru yang baru sehingga tidak terjadi penumpukan guru di lokasi sekolah tertentu dan menambah jumlah guru karena masih ada guru yang merangkap dalam mengajar. 3.a.3. Ketersediaan sarana dan Prasarana Pendidikan meliputi sarana dan Prasarana Pendidikan, dan prasarana Penunjang Pendidikan. 1. Sarana dan Prasarana pendidikan. Agar lebih meningkatkan minat untuk bersekolah perlu dibangun sarana dan prasarana pendidikan yang cukup representatif baik dari sisi gedung, sarana belajar dan penyediaan buku buku yang lebih bervariasi. 2. Prasarana Penunjang Pendidikan Pembangunan fasilitas Listrik harus segera diusahakan oleh pemerintah daerah untuk membuka isolasi Kecamatan Bayung Lencir Utamanya Desa Mangsang dan Desa Muara Merang yang hanya memakai listrik dari jam 17.00 s/d 07.00 hal ini membuat seluruh aktivitas masyarakat disiang hari tidak memakai listrik begitu juga aktiitas di kantor maupun disekolah. Pemerintah Kabupaten harus segera memperbaiki jalan dan jembatan yang merupakan urat nadi Kecamatan Bayung Lencir sehingga akan mempermudah akses pendidikan
dan akses sektor kehidupan lainnya. 4.a Responsivitas Penyelenggara pendidikan bagi masyarakat desa terpencil. Meliputi Komunikasi dan Informasi dan Perlakuan Penyelenggara Pendidikan 4.a.1. Akses Komunikasi dan Informasi Pihak sekolah harus lebih intensif membangun komunikasi antara sekolah dengan pihak orang tua demi keberhasilan sekolah baik dalam prestasi maupun peningkatan akses pendidikan. Dan untuk peningkatan akses perlu dipersiapkan sarana informasi dan penyampaian informasi seperti kotak saran media lain seperti radio atau saluran telefon/sms. 4.a.2 Perlakuan Penyelenggara Pendidikan. Tidak diskriminatif dalam segala bentuk bantuan dan harus lebih selektif dalam memilih siswa yang berhak menerima bantuan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Adanya niat baik sekolah untuk membangun asrama sekolah harus di dukung dengan komitmen Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin untuk memajukan pendidikan diwilayah tersebut dengan infrastruktur jalan yang sangat buruk. b. Prilaku dan Kemampuan Masyarakat dalam Aksesibilitas pendidikan, meliputi
persepsi
masyarakat
terhadap
pendidikan,
faktor
yang
mempengaruhi motivasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan dan kemampuan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan. b.1. Persepsi masyarakat terhadap Pendidikan. Pembangunan pendidikan harus dilakukan secara terpadu misalnya melalui posyandu memberikan sosialisasi pentingnya berinvestasi pendidikan anak untuk masa depan mereka, atau disetiap pertemuan warga di kantor desa atau di rumah ketua kampung. Memberikan pendidikan yang bernuansa life skill kepada masyarakat desa terpencil sehingga mereka tamat sekolah bisa mengerjakan sesuatu sesuai dengan keahlian yang mereka dapatkan di sekolah. b.2. Faktor yang mempengaruhi motivasi masyarakat desa terpencil dalam memperoleh pendidikan.
Pemerintah harus lebih memberikan perhatian terhadap sikap orang tua yang mengajarkan anak mereka berkerja usia dini karena tugas seorang anak adalah belajar dan bermain untuk masa depan mereka bukan mencari nafkah membantu orang tua mereka. Pemerintah membuka akses bagi masyarakat desa terpencil untuk berkerja di sektor formal, dan bagi yayasan yang mau membantu hendaknya jangan hanya mengutamakan sektor agama saja akan tetapi dibidang lain yang nantinya akan mampu mengangkat harkat dan martabat mereka di berbagai bidang ilmu. b.3. Kemampuan masyarakat desa terpencil dalam pembiayaan Pendidikan. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin memberikan kemudahan, membuka lapangan kerja melalui sistem pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang mempunyai aturan dan ketentuan yang fleksibel, misalnya failitas kredit untuk pertanian, bantuan modal/ bibit sehingga mereka mempunyai pekerjaan tetap dan layak dan harus didukung kemauan yang kuat dengan penjaminan yang jelas untuk memajukan keluarga maupun daerah mereka sendiri. Sehingga keterbatasan yang selama ini menghambat aksesibilitas pendidikan perlahan akan teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2002, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekontruksi dan Demokrasi, kompas. Jakarta Azwar, Saiffuddin, 2004, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, yogyakarta. Bastian, Aulia Reza, 2002, Reformasi Pendidikan, Lappera, yogyakarta Boediono, 1997, Kebhinekaan Masyarakat di Indonesia, Erlangga, Jakarta. ----------------,
1995,
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia,
Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan, Balai Pustaka , Jakarta. Danim, sudarwan, 1994,
Transformasi Sumber Daya Manusia,
Bumi
Aksara, Bandung. Danim, Sudarwan, 2004, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Pustaka Setia, Bandung. Djoko Wijono, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan (teori strategi dan aplikasi) Vol 1, 1999, Airlangga University Press, surabaya Djoko Wijono, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan (teori strategi dan aplikasi) Vol 2, 1999, Airlangga University Press, Surabaya Dwiyanto, Agus (Editor), 2005, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Dwiyanto, Agus, 2002, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Pusat Studi Kpendudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dye, Thomas R, 1992, Understanding Public Policy (Seventh edition), Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey 07632. Echols, Jhon M dan Hassan Sadilly, 1995, Kamus Inggris-Indonesia: an English-Indonesian Dictionary, PT.Gramedia, Jakarta. Hasbullah,
2006, Otonomi
Pendidikan,
Kebijakan
Otonomi Daerah
dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hartono, Joko, dkk, 1999, Akses terhadap Pelayanan Kesehatan Reproduksi: studi kasus di Kabupaten Jayawijaya Irian Jaya, Puslitbang Kependudukan dan Ketenagakerjaan LIPI, Jakarta. Jalal, Fasli dan Supriadi, 2001, Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta. Juliantara, Dadang, 2005, Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Dalam Pelayanan Publik, Pembaruan, Yogyakarta Korten, David C, dan Felipe B Alfonso, 1983, Bureucracy and The Poor: Clossing Gap, Kumarian Press. Mosley, Malcolm J, 1979, Accesibility: The Rural Challenge, Methuen & co.ltd London Mastuhu, 2003, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, Safiria Insania Press,Yogyakarta Mahmudi, 2005, Manajemen Kinerja Sektor Publik, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Nawawi, Hadari, 2005, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Nazir, Moh. 2003, Methode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta Pramusinto, Agus, 1989, Pemerataan Pelayanan Kredit Pedesaan: Suatu Perbandingan antara Badan Kredit Kecamatan dan Sektor Kredit Desa, Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIPOL UGM, Yogyakarta. Subasono, AG,
2005. Analisis Kebijakan Publik. Konsep, Teori dan
Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Sukardi, MS, 2006, Penelitian Kualitatif Naturalistik dalam Pendidikan, Usaha Keluarga, Jogjakarta Suparlan, Cetakan Pertama Mei 2006, Guru Sebagai Profesi, Hikayat Publishing,Yogyakarta Supriadi, Dedi, Cetakan Keempat, Mei 2006, Satuan Biaya Pendidikan Dasar danMenengah, PT Remaja Rosda Karya Bandung.
Sofian Effendi, 1986. Pelayanan Publik, Pemerataan dan Administrasi Negara Baru. Artikel. Disiapkan untuk seminar di Penelitian dan Pengembangan Pedesaan dan Kawasan UGM Yogyakarta Tilaar, H.A.R, 2006, Standardisasi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta Widodo, Joko, 2001, Good Governance telaah dari dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendikia, Surabaya Winarno, Budi, 2002,
Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media
Pressindo, Yogyakarta. Wibawa, Samoedra dkk. 1994, Evaluasi Kebijakan Publik PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
PERUNDANG-UNDANGAN: 1. Undang-Undang dasar 1945 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 5. Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi 6. Permendiknas Nomor. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan, 7. Keputusan Mendiknas Nomor 44/U/2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. SUMBER LAIN: Kompas, edisi Selasa, 23 September 2003, Bank Dunia: Akses Pelayanan Publik di Indonesia Rendah Kompas, edisi Kamis, 05 Agustus 2004, Kemiskinan dan Kesempatan Memperoleh Pendidikan Kompas, edisi Kamis, 09 November 2006, Watak Politik-Pendidikan Pemerintah