1
BAB I PENGANTAR
1.1
Latar belakang
Keterlibatan pemuda dalam pembangunan sangat penting karena pemuda dianggap berada di usia yang produktif untuk mendukung aktifitas pembangunan di pelbagai bidang. Saat ini, jumlah penduduk usia pemuda di Indonesia mencapai 40 juta jiwa. Jumlah yang sangat besar tersebut dapat menentukan arah kemajuan bangsa dan negara ke depan, sehingga pelbagai kebijakan harus dapat menunjang pemberdayaan pemuda agar lebih produktif. Pemuda, sebagian besar memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi dan memperoleh bekal masa depan, sebagian lagi menghadapi kenyataan pahit karena tidak mengenyam pendidikan tinggi atau bahkan putus sekolah. Sebagian mereka dapat diserap di pasar tenaga kerja dan sebagian lagi tersisih dari persaingan dan menjadi kelompok yang statis. Tidak sedikit pula dari mereka yang terjun ke dalam dunia usaha namun faktanya bahwa menjadi wirausaha merupakan pilihan terakhir bagi para pemuda pengangguran setelah mereka tersingkir dari persaingan dunia kerja. Sebagaimana dipaparkan Fields (2013:165-188) bahwa individu-individu kerap kali menjadi entrepreneur karena mereka terlempar dalam situasi-situasi yang memaksa mereka mencari nafkah dengan cara mereka sendiri. Setelah para pengangguran merasa frustasi tidak memperoleh pekerjaan, mereka mulai mencoba untuk membuka usaha sendiri. Banyaknya jumlah pengangguran terutama pada usia produktif tidak terlepas dari persoalan paradigma berfikir
2
(mindset) generasi muda yang rata-rata ingin menjadi pegawai, dan pada saat bersamaan, ketersediaan lapangan kerja di sektor formal sangat terbatas. Berdasarkan data BPS tahun 2012, TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) penduduk pada kelompok usia muda hasil Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) pada bulan Agustus 2012 sebesar 19,56 persen, yang menggambarkan bahwa dari 100 orang penduduk berusia 15-24 tahun yang termasuk angkatan kerja, terdapat sekitar 20 orang yang menganggur. Angka ini naik sebesar 1,63 persen bila dibanding pada bulan Mei 2012 (17,93 persen), dan naik sebesar 0,48 persen bila dibandingkan pada bulan Februari 2012 (19,08 persen). Freire (2004:35) berpendapat maraknya pengangguran di negara-negara berkembang ditengarai memiliki mata rantai yang saling berkaitan dengan aspekaspek lain. Bukan hanya pada aspek pendidikan itu sendiri, tetapi juga pada aspek sosial, budaya dan politik. Pada aspek pendidikan misalnya, maraknya penganguran terdidik disebabkan terjadinya ketimpangan dan ketidakterkaitan (missmatch) antara dunia pendidikan di satu sisi, dan dunia kerja pada sisi lain. Ketimpangan artinya jenis-jenis kompetensi atau keterampilan yang disediakan perguruan tinggi tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Lebih dari itu menurut Wibowo (2011:19), jika dikaitkan dengan negara, prasyarat maju tidaknya sebuah negara sangat ditentukan oleh banyak sedikitnya penduduk yang berwirausaha. Dengan kata lain, sebuah negara dikatakan maju apabila memiliki dua persen wirausahawan dari jumlah penduduknya. Di Amerika Serikat, misalnya, terdapat sekitar 11 persen wirausahawan dari jumlah penduduk; Singapura sekitar 7 persen; dan Indonesia baru sekitar 0,18 persen. Selain prasyarat tersebut diatas tentang indikator maju dan tidaknya sebuah Negara hal
3
penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah soal pertumbuhan ekonomi hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi mencerminkan perubahan aktivitas ekonomi. Menurut Soeratno (2004:5) pertumbuhan ekonomi mencerminkan perubahan aktivitas ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat bernilai positif dan dapat pula bernilai negatif. Jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan positif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami peningkatan. Sedangkan jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan negatif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami penurunan. Perekonomian Indonesia akan memiliki fundamen yang kuat jika ekonomi rakyat telah menjadi pelaku utama produktif dan berdaya saing dalam perekonomian nasional. Untuk itu, pembangunan ekonomi rakyat melalui pengembangan dan pemberdayaan wirausaha muda harus menjadi prioritas utama pembangunan ekonomi nasional dalam jangka panjang. Perekonomian Indonesia dalam masa ke masa terus tumbuh, namun yang dikhawatirkan jika pertumbuhannya lebih dikarenakan oleh sektor konsumsi dan bukan sektor produksi. Dengan kata lain, rendahnya tingkat investasi dan produktivitas, serta rendahnya pertumbuhan usaha baru di Indonesia perlu memperoleh perhatian yang serius. Menurut Fadiati (2011:1-2), saat ini, seorang wirausaha dapat dikatakan sebagai pahlawan ekonomi. Wirausaha mampu mengikis kemiskinan dan pengangguran yang menjadi masalah krusial dinegara ini. Dengan kemampuannya melihat peluang bisnis, seorang wirausaha mampu mengubah sumber daya yang tidak dilirik dan diperhitungkan orang lain menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis bagi dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar.
4
Upaya pengembangan wirausaha di Indonesia telah lama dilakukan, baik oleh lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah (Perguruan Tinggi, LSM, BUMN, Perbankan, dan Masyarakat), terutama sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997. Meskipun demikian, pengembangan wirausaha bukan sekedar persoalan bisnis, akan tetapi kewirausahaan merupakan persoalan sikap mental yang perlu dibangun dan dipupuk serta dapat diaplikasikan pada pelbagai sektor kehidupan. Berkaitan dengan upaya pengembangan kewirausahaan di Indonesia, menurut Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pemuda dan olahraga Tahun 2010-2014 (2010:5) bahwa pembangunan kepemudaan dilakukan melalui proses fasilitasi segala hal yang berkaitan dengan pelayanan kepemudaan, menitikberatkan kepada proses
penyadaran,
pemberdayaan,
dan
pengembangan
kepemudaan.
Pengembangan kepemudaan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan pemuda, sehingga pada gilirannya dapat melahirkan pemuda yang maju yakni pemuda yang berkarakter, berkapasitas, dan berdaya saing. Program peningkatan upaya pengembangan kewirausahaan pemuda merupakan salah satu dari sekian banyak program yang diamanatkan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia kepada instansi daerah yang menangani urusan kepemudaan baik di level Provinsi maupun di level Kabupaten atau Kota di Indonesia. Pengembangan kewirausahaan pemuda merupakan kebijakan lintas bidang dan lintas sektor. Dengan sifatnya yang lintas bidang dan lintas sektor tersebut, Kemenpora perlu melibatkan para stakeholders
5
terkait kepemudaan dalam pelaksanaan kebijakan kewirausahaan pemuda. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan Kemenpora dan Bappenas (2010), setidaknya terdapat 9 kementerian/lembaga yang melaksanakan kegiatan kewirausahaan pemuda, yaitu sebagai berikut. Tabel.1.1 Data implementasi kebijakan kegiatan kewirausahaan pemuda di Kementerian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Kementerian Kementerian Pemuda dan Olahraga Kementerian pendidikan nasional Kementerian Agama Kementerian Tenaga Kerja Kementerian Koprasi dan UKM Kementerian Pertanian Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Sosial Jumlah Sumber: Data RAN Kemenora-Bappenas 2010.
Jumlah Kegiatan 7 (tujuh) 3 (tiga) 1 (satu) 1 (satu) 2 (dua) 1 (satu) 1 (satu) 3 (tiga) 1 (satu) 20 (dua puluh)
Adapun rincian kegiatan di masing-masing kementerian sebagai berikut: 1.
Kementerian Pemuda dan Olahraga, dengan kegiatan sebagai berikut: (a) pelatihan dasar dan pembangunan motivasi bagi wirausaha muda prapengusaha; (b) pelatihan peningkatan cara berproduksi yang baik (good manufacturing practices) bagi wirausaha muda; (c) peningkatan kapasitas kelembagaan sentra-sentra kelompok wirausaha pemuda (KWP); (d) fasilitasi dana stimulan bagi wirausaha muda pra-pengusaha; (e) pemilihan dan apresiasi wirausaha muda terbaik; (f) pameran produk dan jasa wirausaha muda se-ASEAN; (g) pengembangan kebijakan SKPD tingkat provinsi, kabupaten/kota bagi penumbuhan wirausaha muda.
6
2.
Kementerian Pendidikan Nasional, dengan kegiatan sebagai berikut: (a) kursus wirausaha bagi pemuda putus sekolah di pedesaan; (b) kursus wirausaha bagi pemuda putus sekolah di perkotaan; dan (c) pendidikan kecakapan hidup bagi pemuda.
3.
Kementerian Agama, dengan kegiatan berupa peningkatan pendidikan dan keterampilan bidang politeknik, agribisnis dan kewirausahaan santri pada pondok pesantren.
4.
Kementerian Tenaga Kerja, dengan kegiatan berupa program Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional (TKPMP).
5.
Kementerian Koperasi dan UKM, dengan kegiatan sebagai berikut: (a) Program Sarjana Pencipta Kerja Mandiri (Prospek Mandiri); dan (b) Gerakan Tunas Kewirausahaan Nasional (Getuknas).
6.
Kementerian Pertanian, kegiatan berupa program magang pemuda tani.
7.
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dengan kegiatan berupa pemberdayaan pemuda di daerah tertinggal dan perbatasan.
8.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dengan kegiatan sebagai berikut: (a) peningkatan kemampuan pemuda dalam pengemasan produk budaya dan pariwisata; (b) peningkatan kemampuan pemuda dalam pengembangan destinasi pariwisata unggulan; (c) peningkatan kemampuan pemuda dalam pengembangan pemasaran pariwisata.
9.
Kementerian Sosial, kegiatan seperti pelatihan nasional Karang Taruna. Kebijakan kewirausahaan pemuda juga dilaksanakan oleh masing-masing
instansi yang menangani urusan kepemudaan di 33 provinsi dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, hanya provinsi Kalimantan Utara saja yang masih belum
7
menjalankan kebijakan ini dikarenakan sebagai daerah otonomi baru (DOB) pemekaran dari provinsi Kalimantan Timur sehingga urusan kepemudaan masih dikendalikan oleh Dispora Kalimantan Timur. Salah satu provinsi yang ikut menjalankan pelbagai kebijakan kewirausahaan pemuda di Indonesia adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Di Provinsi DIY terdapat empat instansi pelaksana kebijakan kewirausahaan pemuda, yaitu sebagai berikut. Tabel.1.2 Data implementasi kebijakan kegiatan kewirausahaan pemuda diProvinsi DIY No 1 2 3 4
Jenis Instansi Dinas Pendidikan, Pemuda & Olahraga (BPO) Dinas Tenaga Kerja Disperindagkop-UKM Dinas Sosial Jumlah Sumber: Dikpora DIY-Instansi terkait.
Jumlah Kegiatan 4 (empat) 2 (dua) 1 (satu) 3 (tiga) 10 (sepuluh)
Adapun rincian kegiatan di masing-masing instansi sebagai berikut: 1.
Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) – Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, dengan kegiatan sebagai berikut: (a) pengembangan sentra pemberdayaan pemuda; (b) pelatihan keterampilan bagi pemuda; (c) lomba dan pembinaan inovasi bisnis bagi pemuda; dan (d) pameran prestasi hasil karya pemuda.
2.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), dengan kegiatan sebagai berikut: (a) pembentukan wirausaha baru melalui pendayagunaan Tenaga Kerja Mandiri Terdidik (TKMT) dan pendampingan; dan (b) pembentukan wirausaha baru melalui pendayagunaan Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional (TKPMP) dan pendampingan.
8
3.
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (DisperindagkopUKM), dengan kegiatan sebagai berikut: Diklat kewirausahaan bagi sarjana baru.
4.
Dinas Sosial (Dinsos), dengan kegiatan sebagai berikut: (a) pendidikan dan pelatihan bagi penghuni Panti Sosial Bina Remaja (PSBR); (b) pendidikan dan pelatihan bagi penghuni Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP); dan (c) Bimbingan usaha Ekonomi Produktif (UEP) bagi karang taruna. Sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY No.41 Tahun 2008 tentang Balai
Pemuda dan Olahraga (BPO) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dari Dinas pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi D.I.Y berperan sebagai
leading sector dalam
pelaksanaan kebijakan
kewirausahaan pemuda. Di Provinsi DIY pelaksanaan kebijakan tersebut diamanahkan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga atau lebih khususnya lewat Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Pemuda
dan
Olahraga.
Program
Peningkatan
Upaya
Penumbuhan
Kewirausahaan Pemuda, sebagaimana diamanatkan di dalam Renstra (Rencana Strategis) Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2010(2010:5). Kegiatan pengembangan kewirausahaan di Provinsi DIY difasilitasi melalui dua sumber pendanaan yakni dari APBN berupa dana dekonsentrasi dan melalui pendanaan APBD Provinsi DIY yang kemudian dijabarkan ke dalam beberapa kegiatan di antaranya dalam bentuk kegiatan Pelatihan Keterampilan Pemuda,
Pelatihan
Kewirausahaan
Pemuda,
Inovasi
Bisnis,
Sentra
Pemberdayaan Pemuda. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan
9
kemandirian pemuda sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam mewujudkan pembangunan. Berdasarakan penelusuran awal peneliti, ditemukan bahwa jumlah wirausaha muda di Provinsi DIY masih minim, sementara itu pelaksanaan program
dan
kegiatan
yang
berorientasi
pada
upaya
pengembangan
kewirausahaan pemuda setiap tahunnya selalu digelar oleh BPO Provinsi DIY. Disinilah pentingnya penelitian tentang bagaimana peran Balai Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY dalam upaya pengembangan kewirausahaan pemuda dalam mendukung ketahanan ekonomi keluarga. Berangkat dari fenomena yang peneliti kemukakan di atas, peneliti tertarik untuk mengkajinya ke dalam tesis ini dengan judul Peran Balai Pemuda dan Olahraga (BPO) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Upaya Pengembangan Kewirausahaan Pemuda Untuk Mendukung Ketahanan Ekonomi Keluarga.
1.2
Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yakni seiring dengan tujuan kebijakan pemerintah pusat dalam mendorong peningkatan partisipasi dan peran pemuda dalam pembangunan melalui kebijakan program kewirausahaan pemuda yang kemudian diimplementasikan oleh pelbagai instansi di daerah.
Faktanya sekalipun sudah ada kebijakan kewirausahaan
pemuda, namun masih sangat minim sekali jumlah partisipasi pemuda dibidang kewirausahaan
khususnya di Provinsi DIY. Adapun pertanyaan penelitian
(research question ) ini meliputi dua poin sebagai berikut.
10
1. Bagaimana peran BPO dalam upaya pengembangan kewirausahaan pemuda di Provinsi DIY ? 2. Bagaimana ketahanan ekonomi keluarga para wirausahawan muda alumni kegiatan kewirausahaan BPO Provinsi DIY ?
1.3
Keaslian Penelitian
Penelitian dengan lokus yang sama secara spesifik tentang Peran Balai Pemuda dan Olahraga Yogyakarta dalam upaya pengembangan kewirausahaan pemuda guna mendukung ketahanan ekonomi keluarga belum pernah ada, namun beberapa penelitian yang sejenis dengan penelitian ini telah banyak dilakukan misalnya sebagai berikut. 1) Liana, alumnus pascasarjana program studi Psikologi Universitas Gadjah Mada (Tesis, 2008), melakukan penelitian pada tahun 2008 dengan judul kepribadian big five dan pengetahuan kewirausahaan terhadap minat berwirausaha
pada mahasiswa. Penelitian ini
mengambil lokus penelitian di lingkungan Fakultas Psikologi dan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan menggunakan analisis statistic SPSS 11.0.For windows. Adapun tujuan penelitian ini untuk meneliti seberapa besar kepribadian big five (extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability dan openness to experience)dan pengetahuan kewirausahaan secara bersama-sama sebagai predictor untuk dapat memprediksi minat berwirausaaha,
meneliti
seberapa
besar
kepribadian
big
five
(extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability
11
dan openness to experience) sebagai predictor untuk memprediksi minat berwirausaha, dan meneliti seberapa besar pengetahuan kewirausahaan
sebagai
predictor
untuk
memprediksi
minat
berwirausaha. Adapun hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kepribadian big five (extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability dan openness to experience) dan pengetahuan kewirausahaan
secara
bersama-sama
dapat
dijadikan
predicto
(prediksi) di dalam memprediksi minat berwirausaha mahasiswa pada dua dimensi yaitu dimensi openness to experience dan dimensi extraversion diikuti dengan semakin tingginya minat berwirausaha pada mahasiswa. Selain itu, pengetahuan kewirausahaan juga dapat dijadikan predictor di dalam memprediksi minat berwirausaha di kalangan
mahasiswa.
Artinya,
semakin
luas
pengetahuan
kewirausahaan diikuti juga dengan semakin tinggi minat berwirausaha. 2) Darmanto, alumnus dari pascasarjana Program studi Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada (Tesis, 2011), melakukan penelitian pada tahun 2011 dengan judul sinergi antar instansi pemerintah dalam impementasi kebijakan kewirauahaan pemuda di Provinsi DIY. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengungkap seberapa jauh sinergi antarinstansi pemerintah dalam implementasi kebijakan kewirausahaan pemuda di Provinsi DIY. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif sebagai alat analisisanya dengan mengambil lokus penelitian di Provinsi DIY dan pada kesimpulannya disimpulkan bahwa pembangunan kewirausahaan
12
pemuda merupakan kebijakan publik yang bersifat lintas bidang dan lintas sektor dengan melibatkan beberapa stake holder terkait. Namun yang menjadi persoalan adalah di antara stakeholder kepemudaan tersebut belum terjalin sinergi dan koordinasi yang optimal, sehingga implementasi program dan kegiatan belum memberikan dampak yang optimal
bagi
pemuda
untuk
meningkatkan
kemampuannya
berwirausaha. Dengan bantuan dari beberapa teori tentang kebijakan dan implementasi kebijakan publik, serta teori tentang kemitraan, maka alur berfikir penelitian Darmanto (2011) ini difokuskan pada empat variabel, yaitu kebijakan, aktor, program dan kegiatan, serta pola sinergi antar instansi publik. Berdasar alur berfikir tersebut penelitian ini menarik kesimpulan yaitu sebagai berikut: a)
kebijakan pada tingkat nasional telah mengatur mekanisme koordinasi dan kemitraan, sedangkan pada tingkat daerah belum;
b) tidak semua instansi terkait, menjadi instansi yang terlibat dalam implementasi kebijakan kewirausahaan pemuda; c) program dan kegiatan tumpang tindih pada fokus intervensi; d) kerjasama yang dilakukan antar instansi publik belum membentuk suatu keterkaitan dan masih bersifat parsial berbasis kegiatan. 3) Sutrisno, alumnus pascasarjana program studi magister manajemen Universitas Gadjah Mada (Tesis, 2012), melakukan penelitian pada tahun 2012 dengan judul penelitian tentang pelaksanaan pelatihan kewirausahaan untuk meningkatkan minat berwirausaha siswa SMKN
13
4 Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat minat kewirausahaan siswa di SMKN 4 Yogyakarta sebelum dan sesudah pelaksanaan Pelatihan Kewirausahaan, menguji pengaruh pelaksanaan Pelatihan Kewirausahaan untuk meningkatkan minat kewirausahaan siswa, mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap pelaksanaan Pelatihan Kewirausahaan. Adapun alat analisa yang digunakan adalah dengan menggunakan metode eksperimen semu dengan mengambil lakus penelitian di SMKN 4 Yogyakarta, dan hasil penelitian ini menyimpulkan antara lain bahwa sebaiknya pelatihan kewirausahaan bagi siswa dilaksanakan pada saat siswa berada di kelas X dengan harapan sejak awal dapat ditumbuhkan minat kewirausahaan siswa. Selain itu, pelatihan kewirausahaan juga dapat dilaksanakan oleh guru mata pelajaran kewirausahaan di luar jam belajar dan memanfaatkan tempat di luar kelas. Perlu dipertimbangkan untuk menghadirkan para alumni yang dianggap sukses berwirausaha guna memberi motivasi bagi siswa. Selain tiga kesimpulan di atas, juga ditambahkan pentingnya mencoba model pembelajaran kelompok yang terdiri dari siswa lintas jurusan dengan harapan akan mampu menumbuhkan semangat kebersamaan. 4) Susanto, alumnus dari pascasarjana program studi magister manajemen Universitas Gadjah Mada (Tesis, 2013), melakukan penelitian pada tahun 2013 dengan judul analisis pengaruh hambatan berwirausaha terhadap niat berwirausaha di kalangan mahasiswa. Penelitian tersebut bertujuan untuk menguji apakah penghindaran resiko berpengaruh
14
negatif pada niat untuk berwirausaha mahasiswa, untuk menguji apakah ketakutan kegagalan berpengaruh negatif pada niat untuk berwirausaha mahasiswa, dan untuk menguji apakah kekurangan jaringan sosial berpengaruh negatif pada niat untuk berwirausaha mahasiswa. Adapun analisa penelitian ini menggunakan analisa kuantitatif dan penelitian ini mengambil lokus penelitian di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta , dan hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor psikologis seperti penghindaran resiko, ketakutan kegagalan, penghindaran stress dan kerja berat merupakan faktor-faktor yang menjadi hambatan dan secara signifikan memberi pengaruh negatif pada niat berwirausaha mahasiswa. Sementara faktor kekurangan jaringan sosial serta kekurangan sumber daya tidak menjadi hambatan yang berpengaruh negatif terhadap niat berwirausaha pada mahasiswa. Dari kelima faktor yang diteliti, faktor ketakutan kegagalan secara negatif dan signifikan memiliki hubungan paling kuat terhadap niat untuk berwirausaha pada mahasiswa. Penelitian Darmanto di atas lebih terarah pada aspek sinergisitas
antar
instansi
dalam
implementasi
kebijakan
kewirausahaan pemuda, kemudian selanjutnya pengaruh dimensi hambatan berwirausaha serta pelaksanaan pelatihan kewirausahaan sehingga dengan demikian penelitian ini menjadi hal baru ketika memfokuskan kajia pada aspek peran Balai Pemuda & Olahraga DIY dalam upaya pengembangan kewirausahaan pemuda guna mendukung
15
ketahanan ekonomi keluarga. Guna memperjelas akan dipaparkan dalam bentuk tabel sebagaimana berikut ini: Tabel.1.3 Daftar keaslian penelitiaan N o
Nama
Tahun
1
Mailani Liana
2008
2
Didik Darmanto
2011
3
Edy Sutrisno
2012
4
Himawan Susanto
2013
Judul
Lokus
Kepribadian Big Five & pengetahuan kewirausahaan terhadap minat wirausaha pada mahasiswa Sinergi antar instansi pemerintah dalam implementasi kebijakan kewirausahaan pemuda di DIY Pelaksanaan Pelatihan Kewirausahaan untuk meningkatkan minat kewirausahaan siswa SMKN 4 Yogyakarta Analisis pengaruh hambatan berwirausaha terhadap niat berwirausaha di kalangan mahasiswa
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Psikologi UGM Instansi Pemerintah Provinsi DIY
Metode
Kuantitatif
Kualitatif
SMKN 4 Yogyakarta
Kuantitatif
Fakultas Ekonomi & Bisnis UGM
Kuantitatif
Sumber: Data sekunder 2014 (diolah)
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu perbedaan pada fokusnya yakni peran Balai Pemuda dan Olahraga dalam upaya pengembangan kewirausahaan pemuda, serta lokus penelitian ini tertuju pada Balai pemuda dan olahraga provinsi DIY dalam upaya pengembangan kewirausahaan pemuda dan mengkaji dukungan kegiatan tersebut terhadap aspek ketahanan ekonomi keluarga.
1.4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mencapai suatu tujuan yang bermanfaat dan berarti bagi Instansi Balai Pemuda&Olahraga D.I.Y dalam upaya menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Adapun tujuan tersebut yakni:
16
1.
Untuk mengetahui
peran BPO Provinsi
DIY dalam
upaya
pengembangan kewirausahaan pemuda 2.
untuk mengkaji aspek ketahanan ekonomi keluarga para alumni kegiatan pelatihan keterampilan budidaya lele yang digagas oleh BPO Provinsi DIY
1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penenelitian ini yakni sebagai berikut: 1. Dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada pelbagai pihak yang terkait dalam rangka penyempurnaan pelbagai kebijakan yang menyangkut pelaksanaan program dan kegiatan kepemudaan di Provinsi DIY agar dapat terlaksana dengan baik sesuai harapan dan tepat sasaran. 2. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi pengetahuan serta menjadi dasar penelusuran lebih lanjut secara
lebih
mendalam,
pemberdayaan pemuda.
khususnya
pada
kegiatan–kegiatan