Pembuatan Region of Interest (ROI) Ginjal Secara Otomatis pada Pemeriksaan Ginjal Menggunakan Kamera Gamma dan 99mTc-DTPA Krisnadi Tri Oktara, Djarwani S. Soejoko, dan Arreta Rei Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 E-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Nilai Glomelural Filtration Rate (GFR) sebagai salah satu hasil pemeriksaan renogram, saat ini diperoleh dengan cara membuat Region of Interest (ROI) secara manual pada kedua ginjal. ROI ini akan menghasilkan jumlah cacahan dari kedua ginjal yang akan digunakan untuk menghitung GFR. Karena dibuat secara manual, maka ROI dan nilai GFR tersebut hasilnya subyektif dan bergantung pada kemampuan operator. Oleh karena itu, pembuatan ROI ginjal secara otomatis menggunakan prinsip segmentasi citra dengan algoritma pengolahan citra yang sudah ada dapat menjadi solusi. Proses pembuatan ROI ginjal secara otomatis meliputi 3 tahap yaitu pre-processing, image contrast enhancement, dan image segmentation. Hasil akhir yang diperoleh adalah citra hasil pemeriksaan renogram dengan kedua ginjal yang sudah dibROI secara otomatis. Hasil pengujian yang dilakukan terhadap 35 pasien diperoleh 26 pasien berhasil di ROI secara otomatis dan 9 pasien gagal. Dari 26 pasien yang berhasil, hasilnya dibandingkan secara kuantitatif dengan ROI manual yang dilihat dari nilai true positive (TP), false negative (FN), dan false positive (FP). Diperoleh nilai rata-rata dari semua pasien yang berhasil yaitu TP 82,42%, FN 16,86%, dan FP 14,57%.
The Making of Automatic Kidney Region of Interest (ROI) in Renogram Examination Using Gamma Camera and 99mTc-DTPA Abstract Glomelural Filtration Rate (GFR) value as one of the result of renogram examination, is obtained by delineate Region of Interest (ROI) manually on both kidney. This ROI will produce counts from both kidney which is used to calculate GFR. Because of delineate manually, the result would be subjective and depend on operators’ skill. Therefore, automatic kidney ROI using image segmentation with image processing algorithm that have been widely used can be one solution to relieve this problem. The process to make this automatic kidney ROI include 3 steps: pre-processing, image contrast enhancement, and image segmentation. The final result is renogram examination image that both kidney have ROI automatically. Results of the test performed on 35 patients show 26 patients were successful and 9 patients failed because of some reasons. From this 26 successful patients, the results were compared quantitatively with manual delineation ROI as seen from true positive (TP), false negative (FN), dan false positive (FP) value. The average values obtained from all patients who successfully ie TP 82.42%, FN 16.86%, and 14.57% FP. Keywords
: algorithm; contrast enhancement; Glomerular Filtration Rate; Region of Interest; segmentation
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
1.
PENDAHULUAN Teknik renografi menggunakan radionuklida untuk memeriksa fungsi ginjal telah
dikenal sejak tahun 1950-an (Batan, 2008). Renografi dalam praktek kedokteran nuklir digunakan untuk pemeriksaan ginjal dan saluran kemih. Dengan pemeriksaan ini, pendeteksian kelainan ginjal dapat dilihat secara anatomi maupun fisiologi. Pasien akan di periksa menggunakan kamera gamma selama 20 menit setelah disuntikkan radiofarmaka melalui pembuluh darah. Cacahan dari syringe juga diukur selama satu menit sebelum dan sesudah pemeriksaan. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan ini berupa citra ginjal, kurva renogram, dan juga nilai Glomerular Filtration Rate (GFR) yang menggambarkan fungsi ginjal. GFR merupakan jumlah filtrasi glomerulus yang dibentuk setiap menit dalam nefron kedua ginjal dan sangat berkaitan dengan clearance ginjal. Nilai GFR diperoleh dari jumlah cacahan kedua ginjal. Perkembangan teknik renografi dalam bidang kedokteran nuklir sangat pesat seiring dengan berkembangnya teknologi kamera gamma yang mampu menyajikan citra dan data pendukung diagnostik yang lebih baik (Batan, 2008). Gary F. Gates menemukan sebuah metode untuk menentukan nilai GFR pada pemeriksaan renografi dengan kamera gamma dan radiofarmaka 99mTc-DTPA. Gates membandingkan nilai GFR hasil pemeriksaan renografi menggunakan radiofarmaka dengan uji kreatinin. Dalam metode ini, Gates menyebutkan bahwa nilai GFR sebanding dengan cacahan kedua ginjal pada menit ke-2 sampai ke-3 setelah radiofarmaka diinjeksikan (Gates, 1982). Sekarang ini, metode yang diajukan Gates merupakan metode yang paling banyak digunakan pada sistem kamera gamma yang dilengkapi dengan pemeriksaan renografi. Metode Gates ini mampu menggantikan pemeriksaan kreatinin pada sampel darah dan urin untuk menentukan nilai GFR. Pemeriksaan kadar kreatinin untuk menentukan nilai GFR membutuhkan pengumpulan urin 24 jam yang akurat. Selama waktu tersebut atau setelah pengumpulan urin 24 jam juga diperlukan pengambilan sampel darah. Kemudian hasilnya baru dapat diperoleh. Hal ini berbeda dengan pemeriksaan menggunakan metode Gates hanya memerlukan waktu 20 menit. Selain itu, pasien lebih nyaman karena tidak memerlukan pengambilan darah dan prosedur pemeriksaannya mudah dipahami oleh pasien. Rumus perhitungan GFRnya pun tidak terlalu rumit. Akan tetapi, metode ini memiliki kekurangan. Proses untuk memperoleh nilai GFR mengharuskan penggambaran ROI ginjal secara manual pada citra renografi yang dihasilkan.
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
Apabila dilakukan secara manual, tentu saja hasilnya sangat subyektif dan sangat bergantung pada kemampuan operator. Pembuatan ROI ginjal secara otomatis menggunakan beberapa algoritma pengolahan citra yang sudah umum digunakan seperti segmentasi citra, contrast enhancement, dan thresholding, dapat menjadi solusi. Data citra pasien renografi diperlukan untuk membuat program ROI ginjal secara otomatis ini. Data citra yang diperlukan adalah citra dinamik selama 20 menit pasien renografi dan citra renografi pasien yang digunakan untuk dibuat ROI secara manual. Proses pembuatan ROI ginjal secara otomatis dari data citra yang dikumpulkan tersebut dibagi dalam 3 tahap yaitu; pre-processing, image contrast enhancement, dan image segmentation (Kun-Ju Lin et al, 2011). Hasil dari pengolahan citra ini berupa hasil akhir citra pemeriksaan renografi yang sudah diberi ROI pada masing-masing ginjal. Kemudian dari citra ini akan dibandingkan jumlah piksel, nilai true positive, nilai false positive, dan nilai false negative dengan ROI yang dibuat secara manual untuk mengevaluasi hasil ROI otomatis ini secara kuantitatif. Nilai tersebut digunakan untuk melihat kemampuan ROI ginjal secara otomatis ini bila dibandingkan dengan ROI manual, terutama nantinya untuk menentukan nilai GFR. Dengan adanya pembuatan ROI ginjal secara otomatis ini, diharapkan nilai GFR yang dihasilkan akan menunjukkan kondisi fisiologis ginjal pasien dengan lebih baik lagi.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Renografi Renografi dengan radionuklida merupakan salah satu pemeriksaan yang ada di kedokteran nuklir. Renografi digunakan untuk melihat fungsi ginjal secara anatomi dan fungsional, baik global maupun masing-masing ginjal (Gates, 1982). Anatomi ginjal dapat dilihat dari citra yang dihasilkan, sementara fungsi ginjal dilihat dari nilai GFR serta kurva renografi hasil pemeriksaan yang dilakukan. Pemeriksaan renografi dilakukan dengan memberikan radiofarmaka melalui penyuntikan pada pembuluh darah, setelah itu pasien akan di scan menggunakan kamera gamma selama 20 menit pada posisi posterior. Radiofarmaka yang umum digunakan sekarang ini untuk renografi adalah Tc-99m DTPA. Prinsip renografi yaitu melihat tangkapan ginjal terhadap radiofarmaka, yang dialirkan melalui nefron dan diekskresikan ke dalam pelvis ginjal lalu melalui ureter sampai ke kandung kemih. Perubahan pada aktivitas ginjal terhadap waktu direkam akan menghasilkan kurva renografi. Berdasarkan kurva ini akan diperoleh nilai atau hasil seperti fungsi
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
penangkapan, waktu transit, dan efisiensi outflow (IAEA, 2006). Contoh kurva renografi dapat dilihat pada Gambar 2.1. Kurva normal memperlihatkan adanya 3 fase yaitu fase initial, fase sekresi, dan fase eksresi. Pada fase initial, terjadi peningkatan secara cepat setelah penyuntikan radiofarmaka yang menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran darah vaskuler ke dalam ginjal. Dari fase ini dapat pula dilihat apakah terjadi penyumbatan pada bolus. Fase sekresi menunjukkan kenaikan yang lebih lamban dan meningkat secara bertahap. Fase ini berkaitan dengan proses penangkapan radiofarmaka oleh dan di dalam ginjal melalui difusi lewat sel-sel tubuh ke dalam tubulus. Dalam keadaan normal fase ini mencapai puncak dalam waktu 2-5 menit. Sementara itu pada fase ekskresi, tampak kurva menurun dengan cepat setelah mencapai puncak kurva yang menunjukkan keseimbangan antara radioaktivitas yang masuk dan yang meninggalkan ginjal. Bila ginjal sudah tidak berfungsi penangkapan radioaktivitas akan minim atau tidak sama sekali dan kurva akan berjalan datar/tidak beraturan, hanya menggambarkan aktivitas latar belakang saja (Indartati, 2012). Nilai GFR merupakan nilai yang dapat menunjukkan fungsi ginjal. GFR dihitung dari jumlah cacahan kedua ginjal, dimana hal tersebut menandakan kemampuan ginjal menangkap dan mengekskresikan radiofarmaka. Biasanya suatu kamera gamma sudah dilengkapi dengan alat/perangkat lunak untuk menghitung GFR dan menghasilkan kurva renografi, dengan sebelumnya membuat ROI pada daerah ginjal dan kandung kemih.
Gambar 2. 1. Contoh kurva renografi
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
2.2 Pengolahan Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan informasi berbentuk visual. Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dengan x dan y adalah koordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan (brightness) suatu citra pada suatu titik (Gonzales dan Woods, 2008). Suatu citra diperoleh dari penangkapan kekuatan sinar yang dipantulkan oleh objek. Citra digital adalah citra f(x,y) yang telah dilakukan digitalisasi baik koordinat area maupun brightness level. Nilai f di koordinat (x,y) menunjukkan brightness atau grayness level dari citra pada titik tersebut. Citra Digital adalah representasi dari sebuah citra dua dimensi sebagai sebuah kumpulan nilai digital yang disebut elemen gambar atau piksel. Piksel adalah satuan terkecil dari citra yang mengandung nilai terkuantisasi yang mewakili brightness dari sebuah warna pada sebuah titik tertentu. Aturan koordinat citra digital dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2. 2. Aturan koordinat citra digital [Sumber : Gonzalez dan Woods, 2008]
Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Agar citra yang mengalami gangguan mudah diinterpretasi (baik
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
oleh manusia maupun mesin), maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang studi yang menyangkut hal ini adalah pengolahan citra (image processing). Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik (Rinaldi Munir). Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra (image compression) (Rinaldi Munir). Pengenalan pola mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis oleh mesin (dalam hal ini komputer). Tujuan pengelompokan adalah untuk mengenali suatu objek di dalam citra. Manusia bisa mengenali objek yang dilihatnya karena otak manusia telah belajar mengklasifikasi objek-objek di alam sehingga mampu membedakan suatu objek dengan objek lainnya. Kemampuan sistem visual manusia inilah yang dicoba ditiru oleh mesin. Komputer menerima masukan berupa citra objek yang akan diidentifikasi, memproses citra tersebut, dan memberikan keluaran berupa deskripsi objek di dalam citra. Operasi-operasi yang dilakukan di dalam pengolahan citra banyak ragamnya. Namun, secara umum, operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis sebagai berikut (Rinaldi Munir): a.
Perbaikan kualitas citra (image enhancement). Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara
memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri-ciri khusus yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan seperti penajaman yang ditunjukkan Gambar 2.3. Contoh-contoh operasi perbaikan citra: •
perbaikan kontras gelap/terang
•
perbaikan tepian objek (edge enhancement)
•
penajaman (sharpening)
•
pembrian warna semu (pseudocoloring)
•
penapisan derau (noise filtering)
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
b.
Pemugaran citra (image restoration). Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra. Tujuan
pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya, pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui. Contoh-contoh operasi pemugaran citra: •
penghilangan kesamaran (deblurring).
•
penghilangan derau (noise)
c.
Pemampatan citra (image compression). Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk
yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh metode pemampatan citra adalah metode JPEG.
Gambar 2. 3. Contoh citra sebelum (gambar kiri) dan setelah ditajamkan (gambar kanan)
d.
Segmentasi citra (image segmentation). Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa
segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
e.
Pengorakan citra (image analysis) Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk
menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri-ciri tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya. Contoh-contoh operasi pengorakan citra: •
Pendeteksian tepi objek (edge detection)
•
Ekstraksi batas (boundary)
•
Representasi daerah (region)
f.
Rekonstruksi citra (image reconstruction) Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra
hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis. Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh.
2.3 Segmentasi Citra Segmentasi membagi sebuah citra menjadi daerah-daerah penyusunnya atau objekobjek. Tingkat pembagiannya bergantung dari masalah atau objek apa yang ingin dicari. Oleh karena itu, segmentasi harus berhenti ketika objek yang diinginkan sudah terisolasi (R.C Gonzales et al, 2009). Istilah segmentasi citra mempunyai arti membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan tingkat keabuan piksel-piksel tetangganya (Witeti, 2004). Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam segmentasi objek yaitu teknik threshold, teknik region-based, dan metode deteksi tepi. Teknik threshold mengelompokkan citra sesuai dengan distribusi properti penyusun citra. Lain halnya dengan teknik regionbased, dimana teknik ini mengelompokkan citra ke dalam daerah-daerah tertentu secara langsung berdasarkan persamaan karakteristik suatu area dalam citra. Kedua teknik ini merupakan pendekatan segmentasi berdasarkan kemiripan area citra. Metode deteksi tepi
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
mengelompokkan citra ke dalam wilayah berbeda yang terpisah karena adanya perubahan warna tepi dan warna dasar citra. 3.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan 35 data pasien renografi dengan kondisi ginjal yang
berbeda-beda dan mempunyai total GFR lebih dari 10. Data yang diambil berupa citra dinamik dari frame pertama sampai frame ke-20 (9,7 detik per frame), citra renografi yang digunakan untuk dilakukan ROI manual, dan data GFR masing-masing pasien. Program ROI ginjal secara otomatis ini dibuat menggunakan software Matlab 2013a. Proses pembuatannya terbagi ke dalam 3 tahap yaitu pre-processing, image contrast enhancement, dan image segmentation yang mengadopsi dari program yang dibuat oleh Kun-Ju Lin et al. Beberapa modifikasi dilakukan untuk memperoleh hasil yang maksimal dari data yang diperoleh. Hasil ROI otomatis yang diperoleh akan dianalisa secara kuantitatif dengan membandingkan jumlah piksel dan akurasinya, dilihat dari nilai true positive, false positive, dan false negative, dengan ROI manual. ROI secara manual dibuat menggunakan software imageJ. 3.1. Langkah-langkah Pembuatan ROI secara Otomatis 3.1.1. Pre-Processing Tahap pre-processing ini bertujuan untuk menghilangkan daerah di atas ginjal yang jumlah cacahannya cukup tinggi dan mengurangi noise pada citra renogram sehingga pada tahap berikutnya terutama pada tahap segmentasi, hasil yang diberikan lebih optimal. Tahap pre-processing ini meliputi algoritma pertama, component labeling, morphological operations, flood-fill, dan algoritma kedua. Algoritma pertama dikembangkan oleh Kun-Ju Lin et al untuk mengidentifkasi daerah selain ginjal terutama daerah di atas ginjal yang disebut dengan rough blood pool. Pada penelitian ini citra yang dipilih yaitu citra pada detik ke-29.1 sampai 38.8 (frame ke-4) dan citra detik ke-87.3 sampai 97 (frame ke-10) karena memberikan hasil yang lebih baik dalam pendeteksian daerah rough blood pool. Citra hasil pengolahan algoritma pertama ini ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Berikut ini adalah source code untuk algoritma pertama:
I_4 = imread(''); % citra frame ke-4 I_10 = imread(''); % citra frame ke-10
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
m = mean2(I_4); %mean intensity value I_4 [row column] = size(I_4); for y = 1:row for x = 1:column a = I_4(y,x); % nilai piksel I_4 b = I_10(y,x); % nilai piksel I_10 if (a - b) > (m / 4.5) IRBP(y,x) = 255; else IRBP(y,x) = 0; end end end
Kemudian citra hasil algoritma pertama akan diidentifikasi objek-objeknya atau yang lebih dikenal dengan component labeling. Dengan menggunakan fungsi bwareaopen yang ada pada matlab, objek dengan jumlah piksel yang kurang dari nilai yang ditentukan (threshold) akan dihilangkan. Pada penelitian ini, nilai threshold yang digunakan yaitu 500, maka objekobjek dengan piksel dibawah 500 akan bernilai nol atau dihilangkan. Setelah objek yang diinginkan teridentifikasi, citra tersebut akan diberikan fungsi morphological operation dan flood-fill untuk menghilangkan small holes. Small holes disini adalah daerah piksel nol yang dikelilingi oleh piksel 255 (dalam skala greyscale). Pada tahap ini, morphological operation yang dilakukan adalah dilation yang diikuti dengan erosion, atau yang lebih dikenal dengan operasi closing, sebanyak dua kali. Setelah itu, fungsi flood-fill diberikan untuk menghilangkan daerah small holes. Hasil citranya kemudian dinotasikan sebagai IBP dan dapat dilihat pada Gambar 3.2. Kemudian citra IBP ini akan digabung dengan citra gabungan dari frame ke-4 sampai frame ke-10. Alasan dipilihnya citra gabungan ini karena biasanya pada rentang waktu ini belum terbentuk cacahan pada daerah kandung kemih. Daerah pada kandung kemih ini dapat mengganggu proses segmentasi. Lalu untuk menghindari daerah blood pool yang masih ada di bagian atas citra yang tidak dihilangkan oleh algoritma pertama dan component labeling, maka pada citra IBP ditambahkan pengaturan dari bagian atas citra sampai 1/8 bagian, pikselnya bernilai nol. Begitu juga dari bagian tengah citra hingga bawah, nilai pikselnya juga dibuat nol untuk menghindari hasil labelling yang melebihi bagian tengah citra sehingga hasil algoritma kedua menjadi maksimal. Kemudian proses penggabungan citra IBP dengan citra gabungan yaitu apabila piksel pada IBP bernilai 255, maka piksel pada citra gabungan dengan
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
koordinat yang sama dengan piksel IBP akan bernilai nol. Hasil citranya dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan disebut sebagai IBPR.
Gambar 3. 1. Contoh citra hasil algoritma satu yang mendeteksi objek-objek selain ginjal
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
Gambar 3. 2. Citra IBP hasil component labeling, morphological operation, dan flood-fill yang hanya menyisakan daerah di atas ginjal
Gambar 3. 3. Hasil citra IBPR dimana daerah di atas ginjal sudah dibuat menjadi nol
Algoritma kedua digunakan untuk menghilangkan daerah yang tidak diinginkan pada IBPR dan membantu pada saat proses segmentasi citra. Citra IBPR digunakan untuk
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
menempatkan titik referensi untuk body region ginjal dan titik pemisah. Langkah pertama, dari titik tengah citra dilakukan pengecekan secara horisontal ke arah kiri untuk menemukan piksel nol pertama yang dinotasikan sebagai plb (huruf ‘a’ pada Gambar 3.6). Kemudian dengan cara yang sama digunakan untuk menemukan piksel nol pertama pada arah kanan, disebut sebagai prb (huruf ‘b’ pada Gambar 3.6). Lalu titik pemisah psep (huruf ‘c’ pada Gambar 3.6) akan diperoleh dengan rumus :
psep(x)=((prb(x)–plb(x))/2)+plb(x),psep(y)=plb(y)
(3.1)
Setelah itu, dari bagian atas citra sampai ke psep dilakukan pengecekan secara vertical dan piksel bukan nol pertama yang ditemukan dinotasikan sebagai pstr (huruf ‘d’ pada Gambar 3.6). Dari pstr kemudian diperiksa ke bawah sampai psep, baris dengan piksel nol paling banyak dengan batas plb dan prb dilambangkan dengan L seperti pada Gambar 3.4. Titik-titik referensi tersebut kemudian digunakan pada algoritma kedua dan hasil citranya dinamakan IRM seperti pada Gambar 3.5. Source code untuk algoritma kedua sebagai berikut: for y = 1:h for x = 1:w if y < L or x < plb or x > prb or (x between [psep(x)-3,psep(x)+3] IRM(y,x) = 0; else IRM(y,x) = IBPR(y,x); end end end
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
Gambar 3. 4. Letak titik-titik referensi yang digunakan pada algoritma kedua untuk menghilangkan daerah yang tidak diinginkan [Sumber : Kun-Ju Lin et al, 2011]
Gambar 3. 5. Hasil citra algoritma kedua (IRM) yang sudah dihilangkan beberapa daerah dan kedua ginjal sudah dipisahkan
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
3.1.2. Image Contrast Enhancement Tahap image contrast enhancement ini menggunakan algoritma yang dikembangkan oleh Jen et al. Langkah-langkah dari algoritma ini akan diuraikan seperti berikut. Citra hasil algoritma kedua akan diperiksa ke semua piksel citra kemudian dihitung perbedaan intensitasnya dengan 4 piksel yang bersebelahan. 4 piksel tersebut yaitu piksel sebelah kiri, kiri atas, atas, dan kanan atas. Apabila perbedaan intensitas lebih besar dari nilai threshold yang sudah dipilih, maka expansion force (EF) akan dihasilkan, sebaliknya jika perbedaan intensitas kurang dari nilai threshold, anti-expansion force (AEF) yang akan dihasilkan. Nilai threshold berhubungan dengan nilai noise pada citra (Jen et al, 2005). Pada penelitian ini nilai threshold yang digunakan yaitu nilai rata-rata citra hasil algoritma kedua. Lalu untuk menahan peningkatan noise, digunakan sebuah net expansion force (NEF) yang diperoleh dengan rumus (Jen et al, 2005): (3.2) dengan 0≤ h ≤ 255 dan g merupakan parameter yang mengendalikan anti-expansion force (pada penelitian ini g bernilai 0,1). Bila nilai NEF kurang dari nol, maka nilai tersebut akan dijadikan nol. Pada Matlab, EF, AEF, dan NEF merupakan sebuah vektor 256 yang awalnya berisi nol. Proses penambahanya yaitu disepanjang indeks sesuai dengan pasangan intensitasnya. Apabila nilai dari NEF langsung diterapkan pada citra, akan menyebabkan penambahan kontras yang terlalu berlebihan. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan magnitude mapping function sehingga perbedaan antara nilai maksimum dan minimumnya dikurangi. Magnitude mapping function didefinisikan sebagai berikut (Jen et al, 2005): (3.3) dengan K merupakan NEF, Y adalah nilai NEF yang sudah diatur, dan m merupakan parameter yang mengatur NEF (nilainya 1,2,3,dst). Pada penelitian ini, nilai m yang digunakan yaitu 4. Setelah itu nilai NEF yang sudah diatur ini dimasukkan ke dalam skala keabuan 0~255. Bila sudah memperoleh nilai NEF yang sudah diatur dan dinormalisasi dalam skala keabuan (NMEF), maka intensity mapping function untuk penambahan kontras dapat diperoleh dengan (Jen et al, 2005):
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
(3.4) dengan 0≤ a ≤ 1, dan OMF adalah original mapping function (gradient=1). Nilai a yang digunakan yaitu 0,2. Original mapping function merupakan fungsi yang membuat hasil keluaran sama dengan nilai awal atau input. Pada matlab ini OMF juga merupakan vektor 256 dengan nilai masing-masing vektor dari 0 sampai 255. Begitu juga dengan IMF yang merupakan vektor 256. Proses peningkatan kontras dari citra dengan IMF ini yaitu dengan memeriksa semua nilai piksel pada citra. Misalkan nilai pikselnya 128, lalu akan dicari indeks ke 128 pada vektor IMF. Jika nilai pada indeks 128 sama 128, maka nilai piksel pada citra tetap 128. Tetapi bila nilai indeks 128 berbeda, misal 200, maka nilai piksel pada citra berubah menjadi 200 untuk semua nilai piksel 128. Citra hasil penambahan kontras ini dinotasikan dengan IENH dan dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3. 6. Citra hasil peningkatan kontras menggunakan aloritma yang dikembangkan oleh Jen et al
3.1.3. Image Segmentation Setelah diperoleh citra hasil peningkatan kontras, langkah selanjutnya adalah image segmentation. Tahap segmentasi ini memodifikasi algoritma adaptive thresholding yang dikembangkan oleh Kun-Ju Lin et al dengan algoritma adaptive thresholding Guanglei Xiong dan proses segmentasi yang umum digunakan pada program matlab. Adaptive thresholding yang digunakan oleh Kun-Ju Lin et al yaitu dengan pemberian nilai threshold pada lokal
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
matriks dengan ukuran 8x8 ke seluruh citra. Pada penelitian ini threshold yang digunakan hanya 112 saja. Ini dikarenakan hasil menggunakan ketiga nilai threshold dengan pemberian threshold yang hanya 112 saja, tidak memberikan perbedaan yang signifikan. Kemudian hasilnya akan diolah menggunakan algoritma adaptive thresholding yang dikembangkan oleh Guanglei Xiong untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan memperjelas contour dari ginjal. Algoritma ini menggunakan fungsi medfilt2 yang tersedia di matlab dengan lokal matriks 16x16 (Xiong, 2005). Setelah diperoleh citra hasil fungsi medfilt2, citra tersebut akan diubah ke dalam bentuk biner. Threshold yang dipakai pada penelitian ini yaitu 0,47. Untuk menghilangkan small holes yang mungkin terbentuk dan mengganti bagian ginjal yang hilang karena pengaruh algoritma pertama dan threshold, dilakukan lagi operasi morphological closing, fungsi flood fill, dan fungsi imdilate. Kemudian fungsi bwperim digunakan untuk membuat gambar ginjal tadi menjadi gambar tepi ginjalnya saja. Setelah itu, gambar tersebut digabung dengan citra yang digunakan untuk membuat ROI manual, dimana gambar tepi ginjal yang bernilai 1 pada citra sebelumnya akan bernilai 255 pada citra yang digunakan untuk ROI manual. Akhirnya didapatkan pada citra akhir renografi tersebut sudah ada ROI ginjalnya. Hasil akhir citra ini seperti yang ditunjukkan Gambar 3.7 dan dinamakan sebagai ISEG.
Gambar 3. 7. Hasil akhir citra (ISEG) yang sudah diberi ROI secara otomatis pada kedua ginjal
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
4.
HASIL DAN DISKUSI
4.1. Hasil Pengujian Hasil yang diperoleh dari pengujian terhadap 35 pasien yaitu 26 pasien berhasil dan 9 pasien gagal. Tingkat keberhasilan dari program ROI ginjal secara otomatis yang dibuat ini yaitu 74,29%. Dari 9 pasien yang gagal, 8 orang pasien gagal pada tahap pre-processing dan 1 orang pasien gagal pada tahap image segmentation. Pada 26 pasien yang berhasil, ditemukan 8 orang pasien yang hanya mendeteksi 1 ginjal dan 1 orang pasien yang hasil salah satu ginjalnya kurang baik.
4.2. Hasil perbandingan secara kuantitatif Perbandingan antara ROI otomatis dan ROI manual secara kuantitatif dapat dilihat dari nilai true positive (TP), false negative (FN), dan false positive (FP). Rata-rata ketiga nilai tersebut yaitu TP 82,42%, FN 16,86%, dan FP 14,57%. Nilai TP paling rendah yaitu 52,38% dan nilai paling tinggi yaitu 97,66%. Untuk false negative, nilai terendah yang diperoleh yaitu 2,90% dan yang tertinggi 49,39%, sedangkan untuk nilai FP, nilai paling tinggi yaitu 45,94% dan paling rendah yaitu 0,56%.
4.3. Diskusi 4.3.1. Tahap Pre-Processing Hasil pada tahap pre-processing sangat menentukan untuk hasil akhir segmentasi ginjal. Pre-processing terbagi ke dalam beberapa tahap yaitu; algoritma pertama, component labelling, morphological operations dan flood-fill, dan algoritma kedua. Jika suatu citra mampu mendeteksi daerah blood pool dan dapat diproses hingga memperoleh hasil algoritma kedua tanpa ada bagian ginjal yang terpotong, citra tersebut dinyatakan berhasil melewati tahap pre-processing ini. Sebaliknya, apabila citra tersebut tidak dapat mendeteksi daerah blood pool yang harus dihilangkan (Gambar 4.1.(a)) atau sebagian besar ginjal ikut terdeteksi sebagai blood pool (Gambar 4.1.(b)), maupun hasil algoritma kedua ada yang tidak sesuai pemotongannya, maka citra tersebut gagal dan tidak dapat diproses untuk tahap contrast enhancement. Pasien yang hasilnya hanya sebagian daerah blood pool yang terdeksi atau sedikit bagian ginjal yang hilang akan tetap dilanjutkan ke proses berikutnya karena sudah diberikan beberapa solusi seperti yang dibahas pada tahap metode.
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
Dari 35 pasien yang diujikan, ada 8 pasien yang gagal dan sisanya berhasil seperti yang ditunjukkan oleh tabel pada lampiran 3. Hasil citra pre-processing yang baik dapat dilihat pada Gambar 4.2. Sebanyak 7 dari 8 pasien tersebut gagal pada algoritma pertama dimana hasilnya tidak dapat mendeteksi daerah blood pool sehingga apabila prosesnya dilanjutkan mengalami kegagalan di algoritma kedua atau jika sampai tahap segmentasi, daerah blood pool akan ikut di ROI juga. Kemudian hasil algoritma pertama ini juga ada yang mendeteksi ginjal sebagai daerah blood pool sehingga sebagian atau seluruh bagian ginjal hilang. Hal ini terjadi pada 5 pasien dari pasien yang gagal pada tahap pre-processing tersebut. Dari 5 orang pasien tersebut, 2 orang pasien mempunyai nilai GFR di atas 50. Dengan nilai GFR tersebut seharusnya program ini dapat bekerja dengan baik. Akan tetapi, masih ada faktor lain yang mempengaruhi. Contohnya pada pasien nomor 20 yang memiliki GFR 84,16. Kegagalannya dapat disebabkan karena pada 2 frame awal dari citra dinamik belum menangkap citra dan cacahan sama sekali. Ini juga terjadi pada pasien nomor 34 dengan GFR 45,41. Keterlambatan pada penangkapan citra ini dapat menyebabkan perbedaan kondisi pada citra dinamik yang dipilih sehingga untuk masukan pada algoritma satunya menjadi tidak sesuai. Hal ini dapat disebabkan karena penyuntikan radiofarmaka yang kurang baik sehingga terjadi penggumpalan di daerah penyuntikan yang membuat radiofarmaka tidak langsung mengalir menuju ginjal. Lalu untuk pasien nomor 14, ginjal sebelah kanan hilang karena terdeteksi juga sebagai blood pool pada algoritma pertama. Jika dilanjutkan sampai tahap segmentasi, ROI yang dihasilkan hanya yang ginjal kiri saja. Hasilnya pun kurang baik karena GFR total dan GFR masing-masing ginjalnya rendah, citra ginjal dan backgroundnya agak sulit untuk dibedakan, sedangkan pasien nomor 22 dengan GFR total 61,53 gagal karena posisi ginjalnya pada citra terlalu ke atas sehingga ginjalnya ikut dihilangkan karena dari atas sampai 1/8 bagian citra dibuat nol. Kondisi dengan posisi ginjal yang terlalu atas ini hanya terjadi pada satu pasien saja, sehingga pengaturan bagian citra yang dibuat nol tidak akan mengganggu apabila saat pemeriksaan posisi pasiennya benar. Kemudian pasien nomor 10, GFR 60,43, tidak berhasil pada tahap algoritma kedua karena tidak dapat menemukan nilai piksel nol pertama yang dicari dari titik tengah ke sebelah kanan sehingga algoritma kedua tidak dapat dijalankan. Hal ini disebabkan dari citra pasien itu sendiri atau dapat dikarenakan posisi pasien yang agak ke kanan sehingga pada tahap resize dan cropping tidak menyisakan ruang pada bagian kanan. Lalu untuk pasien
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
nomor 2 dan 24 mempunyai nilai GFR yang rendah, ginjal sebelah kanan juga terdeteksi sebagai blood pool.
(a)
(b)
Gambar 4. 1. (a) Contoh hasil pre-processing yang tidak dapat mendeteksi daerah blood pool seluruhnya. (b) Contoh hasil yang mendeteksi ginjal sebagai dareah blood pool
Gambar 4. 2. Contoh hasil pre-processing yang baik
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
4.3.2. Tahap Image Contrast Enhancement Pada tahap peningkatan citra, semua data dari tahap pre-processing dapat diproses dengan baik. Dengan peningkatan citra ini, perbedaan kontras antara daerah ginjal dan background semakin diperjelas. Hal ini sangat penting untuk tahap segmentasi. Karena KunJu Lin et al tidak memberikan secara jelas nilai threshold, m, dan a yang digunakan pada tahap ini, maka hasilnya sulit untuk dibandingkan.
4.3.3. Tahap Image Segmentation Tingkat keberhasilan dan bentuk ROI yang dihasilkan pada tahap segmentasi ini sangat dipengaruhi oleh hasil pre-processing terutama algoritma pertama. Apabila hasilnya bagus, maka hasil segmentasi ini akan maksimal. Suatu citra dikatakan berhasil apabila dapat memberikan hasil ROI pada bagian ginjal, sedangkan jika ROI yang dihasilkan diluar bagian ginjal atau ada bagian lain yang jauh dari ginjal juga terkena ROI, maka data pasien tersebut dinyatakan gagal. Contoh citra segmentasi yang berhasil dan gagal berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan 4.4. Dari 28 pasien yang masuk ke tahap segmentasi ini, terdapat 8 pasien yang hanya mendeteksi satu ginjal atau menghasilkan ROI salah satu ginjal saja, 1 pasien dengan salah satu ROI ginjal yang bagus, dan 1 pasien gagal. Pasien yang gagal yaitu pasien nomor 4 dengan GFR 46,78. Penyebab ginjalnya gagal disegmentasi yaitu daerah tepi-tepi ginjalnya sulit dibedakan dan bentuk ginjal yang terbentuk di citra juga kurang baik. Hal ini membuat nilai threshold untuk merubah citranya menjadi citra biner menjadi tidak sama dengan citra lainnya. Kemudian untuk 8 orang pasien yang hanya menghasilkan satu ROI ginjal, jika dilihat dari data citra renogram pasien dan dibandingkan dengan data GFR masing-masing ginjal, hasil tersebut sudah cukup tepat karena yang terlihat memang hanya satu ginjal dan nilai GFR ginjal yang tidak ada ROI juga sangat rendah, nilai GFRnya di bawah 6. Kemudian pasien yang salah satu ROI ginjalnya kurang baik memiliki nilai GFR pasien 19,76. Ini menjadi anomali karena ada nilai GFR di bawahnya yang dapat tersegmentasi dengan baik. Bila dilihat dari citranya, ginjal tersebut memang memiliki bentuk yang kecil dan pada tahap pre-processing ada sedikit bagian ginjalnya yang hilang.
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
Gambar 4. 3. Contoh hasil segmentasi yang berhasil dengan ROI pada kedua ginjal
Gambar 4. 4. Contoh hasil segmentasi yang gagal dimana bentuk ROI melebar sampai ke daerah kandung kemih
4.3.4. Perbandingan ROI Otomatis dengan ROI Manual Hasil dari 26 pasien yang dapat dibuat ROI ginjalnya secara otomatis ini akan dibandingkan jumlah piksel pada masing-masing ginjalnya dengan hasil yang diperoleh dari ROI secara manual. Untuk ROI otomatis, jumlah piksel diperoleh dari program yang dibuat
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
pada tahap segmentasi, sedangkan untuk ROI manual, ROI dibuat pada software ImageJ kemudian dicari jumlah pikselnya. ROI yang dibuat ini mengacu pada ROI yang sebelumnya dibuat oleh operator di rumah sakit. Secara kuantitatif, perbandingan ROI otomatis dengan ROI manual ini memiliki ketepatan rata-rata true positive 82,42% dan sebanyak 16,86% daerah pada ROI manual yang tidak ikut di ROI oleh program yang dibuat, sedangkan nilai false positivenya 14,57%. Nilai true positive yang paling tinggi yaitu 97,66% yang merupakan ginjal kiri dari pasien nomor 30. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1 Daerah false negative biasanya ada di bagian atas ginjal. Hal ini dapat disebabkan karena daerah ginjal yang hilang pada tahap preprocessing dan tidak dapat dibentuk kembali pada tahap segmentasi. Dari letaknya, ROI otomatis lebih bergeser ke dalam pada bagian ureter karena belum mampu membuat kelengkungan pada daerah tersebut, Gambar 4.5 memperlihatkan perbandingan antara ROI otomatis dan ROI manual.
Gambar 4. 5. Contoh citra perbandingan ROI otomatis yang ditunjukkan garis putih dan roi manual yang ditunjukkan garis kuning. ROI otomatis belum dapat membuat kelengkungan pada daerah ureter
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
Tabel 4.1. Perbandingan ROI otomatis dan ROI manual secara kuantitatif No. Pasien 1 3 5 6 7 8 9 11 12 13 15 16 17 18 19 21 23 25 26 27 29
Ginjal L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R L R
TP (%) 75.73 75.63 80.09 -‐ 89.20 97.00 67.37 52.38 82.69 89.66 94.96 88.38 78.81 78.65 87.00 85.68 -‐ 80.03 56.61 88.29 -‐ 79.11 86.57 81.15 93.96 85.07 74.81 81.25 75.92 87.67 -‐ 67.54 -‐ 77.35 73.20 62.13 92.28 97.07 84.47 87.58 92.38 91.42
FN (%) 22.26 24.75 20.41 -‐ 9.04 2.90 30.24 49.39 16.98 9.35 5.77 8.26 19.20 21.47 12.25 11.63 -‐ 20.04 43.25 12.67 -‐ 18.81 12.73 18.23 5.51 14.57 24.67 18.75 22.60 11.23 -‐ 31.83 -‐ 19.68 31.65 33.33 4.44 6.29 14.56 12.14 5.30 5.66
FP (%) 7.16 26.52 4.62 -‐ 9.27 32.11 1.01 4.32 10.02 20.23 9.35 20.22 11.83 12.02 9.14 25.52 -‐ 24.61 3.84 21.89 -‐ 39.32 7.90 16.25 15.06 27.61 4.67 11.17 7.77 14.43 -‐ 19.87 -‐ 45.94 5.67 19.90 8.47 19.86 2.30 27.54 9.48 24.13
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
30 31 32 33 35
5.
L R L R L R L R L R
97.66 77.04 96.17 -‐ 76.26 -‐ 83.73 -‐ 88.19 88.56
4.45 17.86 4.39 -‐ 24.33 -‐ 15.54 -‐ 12.90 10.53
7.66 15.01 14.97 -‐ 5.71 -‐ 0.56 -‐ 6.52 9.71
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari pembuatan program ROI ginjal secara otomatis ini adalah sebagai berikut. 1. Hasil algoritma pertama sangat memengaruhi keberhasilan proses-proses algoritma berikutnya dan hasil segmentasi, meskipun hasil akhir citra ginjalnya baik dan jelas, sehingga diperlukan input citra dinamik yang baik untuk algoritma pertama. 2. Presentase keberhasilan ROI ginjal secara otomatis yang dibuat dari pasien uji yaitu 74,29%. 3. Tingkat akurasi rata-rata ROI otomatis dapat dilihat secara kuntitatif dengan nilai TP 82,42%, FN 16,86%, dan FP 14,57%. 4. Hasil ROI otomatis yang diperoleh cenderung lebih ke arah dalam dibandingkan ROI manual dan belum dapat membuat kelengkungan pada daerah saluran ureter. 5. Program ini belum dapat digunakan secara maksimal untuk ginjal dengan nilai individual GFR lebih rendah dari 19,76 karena sangat bergantung pada bentuk ginjalnya, sedangkan ginjal dengan GFR masing-masing ginjal 1 sampai 6,10 tidak terdeteksi.
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
5.2 Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini, antara lain sebagai berikut: 1. Apabila penelitian ini dilanjutkan, akan lebih baik bila data yang diambil merupakan data DICOM dari rumah sakit. Pada penelitian ini data tersebut tidak dapat diperoleh dikarenakan suatu keterbatasan. 2. Algoritma pada program ini masih dapat dikembangkan terutama beberapa variabel bebas seperti threshold dan nilai m serta beta pada contrast enhancement. Tahap segmentasi juga masih dapat dikembangkan lagi seperti algoritma untuk mencari tepi ginjal sehingga bentuk ginjal yang dihasilkan lebih maksimal. 3. ROI manual yang digunakan sebagai pembanding dengan ROI otomatis lebih baik jika dibuat oleh operator yang sudah berpengalaman karena hasil perbandingannya akan lebih terlihat dan terpercaya.
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Bushberg, Jerrold T et al. (2002). The Essential Physics of Medical Imaging. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Gates, Garry F. (1982). Glomerular Filtration Rate: Estimation From Fractional Renal Accumulation of 99mTc-DTPA (Stannous). AJR Am J Roentgenol 138:565-570. Glassner A. (2001). Graphics filling algorithm. IEEE Comput Graph Appl 21:78–85, Gonzalez, R.C., & Woods, R.E. (2008). Digital Image Processing (3rd ed). USA : Prentice Hall. Gonzalez, Rafael C et al. (2009). Digital Image Processing Using Matlab (2nd ed). USA : Pearson-Prentice Hall. IAEA. (2006). Nuclear Medicine Resources Manual. Sales and Promotion Unit, Publishing Section International Atomic Energy Agency. Indartati, Iin. (2012). Penentuan Biodistribusi dan Dosis Internal Berbagai Organ Pada Pemeriksaan Renografi
99m
Tc-DTPA. Departemen Fisika Universitas Indonesia,
Depok. Jen CJ, Hsieh B, Wang SJ. (2005). Image enhancement contrast estimation base on intensitypair distribution. International Conference, Image Processing 1:913–916. Lin, Kun-Ju et al. (2011). Fully Automatic Region of Interest Selection in Glomerular Filtration Rate Estimation from
99m
Tc-DTPA Renogram. Society for Imaging
Informatics in Medicine, Taiwan. Munir, R. Pengantar Pengolahan Citra. Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, Jawa Barat. Witeti. (2004). Identifikasi Sel Kanker Prostat Menggunakan Metode Segmentasi Berdasar Ukuran Objek Pada Citra. Depertemen Teknik Elektro Universitas Diponogoro, Semarang. Xiong, Guanglei. (2005). Local Adaptive Thresholding. http://www.mathworks.com/matlabcentral/fileexchange/8647-local-adaptive thresholding/content/adaptivethreshold/adaptivethreshold.m
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014
Tanggal akses 31 Mei 2014. Yeh CK, Chen YS, Fan WC, Liao YY. (2009). A disk expansion segmentation method for ultrasonic breast lesions. Pattern Recognit 42:596–606.
Pembuatan Regiion..., Krisnadi Tri Oktara, FMIPA UI, 2014