BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Sumaryanto & Madjid, 2009). Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut, biasanya reversibel (dapat disembuhkan) sedangkan gagal ginjal yang berkaitan dengan menurunnya fungsi secara progresif
ireversibel disebut gagal ginjal
kronik (Mansjoer, Arif, dkk, 2001). Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elekrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2002). Penyakit gagal ginjal kronik sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat diseluruh dunia (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2004). Laporan The United States Renal Date System (USRDS) pada tahun 2007 menunjukkan adanya peningkatan populasi penderita gagal ginjal kronik di Amerika Serikat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dimana prevalensi penderita gagal ginjal kronik mencapai 1.569 orang per sejuta penduduk (Warlianawati, 2007). Susalit (2012) mengatakan bahwa, jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia saat ini terbilang tinggi, mencapai 300.000 orang tetapi belum semua pasien dapat tertangani oleh para tenaga medis dan baru sekitar 25.000 orang pasien yang ditangani, artinya ada 80 persen pasien tidak tersentuh pengobatan
sama sekali. Pengobatan bagi penderita gagal ginjal kronik tahap akhir, dilakukan dengan pemberian terapi dialisis seperti hemodialisa atau transplantasi ginjal yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas hidup pasien ((Brunner & Suddarth, 2002). Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa masih merupakan masalah yang menarik perhatian para profesional kesehatan. Pasien bisa bertahan hidup dengan menjalani terapi hemodialisa, namun masih menyisakan sejumlah persoalan penting sebagai dampak dari terapi hemodialisa. Mencapai kualitas hidup perlu perubahan secara fundamental atas cara pandang pasien terhadap penyakit gagal ginjal kronis itu sendiri (Togatorop, 2011). Hasil penelitian Ibrahim (2009) menunjukkan bahwa 57.2% pasien yang menjalani hemodialisa mempersepsikan kualitas hidupnya pada tingkat rendah dan 42,9% pada tingkat tinggi. Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapat kepuasaan dan kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari (Hays, 1992). Kualitas hidup tersebut menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental yang berarti jika seseorang sehat secara fisik dan mental maka orang tersebut akan mencapai suatu kepuasan dalam hidupnya. Kesehatan fisik itu dapat dinilai dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri pada tubuh dan persepsi tentang kesehatan. Kesehatan mental itu sendiri dapat dinilai dari fungsi sosial, dan keterbatasan peran emosional (Hays, 1992). Wenger at all (1984 dalam Yuwono, 2000) kualitas hidup merupakan integrasi dari publikasi keterbatasan, keluhan dan ciri-ciri psikologis yang
menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan bermacam-macam peran dan merasakan kepuasan dalam melakukan sesuatu. WHO (1994) telah merumuskan empat dimensi kualitas hidup yaitu dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi sosial dan dimensi lingkungan. Keempat dimensi tersebut sudah dapat menggambarkan kualitas kehidupan pasien gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa yang mempunyai agama, etnis dan budaya yang berbeda (WHOQOL, 2004). Menolong orang lain, terutama klien atau pasien dengan penyakit badani, tenaga kesehatan harus memperhatikan kualitas hidupnya, tidak sekedar menolong atau memperpanjang hidup dan tidak peduli dengan kualitas hidup. Namun kebanyakan setuju bahwa kualitas hidup berhubungan dengan manusia secara pribadi, bahwa hal itu paling baik dirasakan oleh manusia itu, bahwa gambaran mengenai itu berubah dengan berjalannya waktu dan bahwa hal itu harus berhubungan dengan aspek kehidupan (Maramis, 2006). Karakteristik individu yang mencirĂkan antara satu orang dengan orang lain berbeda, karena masing-masing individu memiliki potensi dan kebutuhan yang berbeda (Sunaryo, 2004). Karakteristik seseorang sangat mempengaruhi pola kehidupan seseorang, karakteristik bisa dilihat dari beberapa sudat pandang diantaranya umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan seseorang, disamping itu keseriusan seseorang dalam menjaga kesehatannya sangat mempengaruhi kualitas kehidupannya baik dalam beraktivitas, istirahat, ataupun secara psikologis. Dan banyak orang yang beranggapan bahwa orang terkena penyakit gagal ginjal akan mengalami penurunan dalam kehidupannya. Hal ini menunjukkan bahwa
karakteristik seseorang sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang terutama yang mengidap penyakit gagal ginjal kronik (Yuliaw, 2010). Hasil penelitian Yuliaw (2010), bahwa responden memiliki karakteristik individu yang baik hal ini bisa dilihat dari usia responden dimana yang menderita penyakit gagal ginjal paling banyak dari kalangan orang tua yaitu sebanyak 26,9 %, dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 67,3 % dan tingkat pendidikan SMA sebanyak 44,2 % dam kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik masuk dalam katagori tinggi yaitu 67,3 %. Hasil penelitian Yuliaw (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan kualitas hidup dimensi fisik pasien gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. Hal ini menunjukkan semakin tinggi karakteristik seseorang maka akan semakin baik pula kualitas hidupnya. Uraian diatas membuat ketertarikan peneliti untuk mengetahui apakah ada hubungan karakteristik pasien seperti; jenis kelamin, umur, suku/ etnik, agama, pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.2. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas tersebut, peneliti ingin mengetahui hubungan karakteristik pasien seperti; jenis kelamin, umur, suku/ etnik, agama, pendidikan, pekerjaan, ekonomi dan status perkawinan dengan kualitas pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Melihat hubungan karakteristik dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUP HAM Medan. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik pasien gagal ginjal kronik. b. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. c. Mengidentifikasi hubungan karakteristik dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Praktek Keperawatan Hasil ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk mengetahui hubungan karakteristik dengan kualitas hidup pasien sehingga nantinya perawat dapat mengoptimalkan umur, pendidikan, ekomoni, pekerjaan, suku, agama, status
perkawinan
yang berkaitan
dengan
karakteristik
tersebut
meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa.
dalam terapi
1.4.2. Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil yang didapat dalam penelitian ini memberikan informasi tambahan ataupun bahan acuan bagi pendidikan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa.