UKURAN KETEBALAN KORTEKS GINJAL BERDASARKAN PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI SEBAGAI PREDIKTOR LAJU FILTRASI GLOMERULUS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK RENAL CORTICAL THICKNESS MEASUREMENT BASED ON ULTRASONOGRAPHIC EXAMINATION AS THE PREDICTOR OF GLOMERULAR FILTRATION RATE ON THE CHRONIC RENAL DISEASE PATIENTS Kaharuddin*, Nurlaily Idris, Muhammad Ilyas, Frans Liyadi, Hasyim Kasim, Ilhamjaya Patellongi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ukuran ketebalan korteks ginjal berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan sebagai prediktor laju filtrasi glomerulus (LFG) pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK). Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2011. Sampel yang diambil sebanyak 94 pasien PGK yang tidak menjalani dialisis (62 laki-laki dan 32 perempuan, rerata umur 50 tahun). Kreatinin serum digunakan untuk menghitung LFG menggunakan rumus Cockcroft-Gault (CG). Pemeriksaan USG ginjal dilakukan oleh seorang pemeriksa dan hasilnya dinilai oleh dokter ahli. Pengukuran ketebalan korteks ginjal dilakukan pada bagian tengah ginjal pada potongan longitudinal, diukur dari puncak piramis tegak lurus ke arah kapsul. Dilakukan analisis statistik uji korelasi Pearson dan regresi linear serta uji perbedaan one way anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata tebal korteks ginjal = 6.30 mm (4.00 - 9.35 mm) dan rerata LFG = 50.43 ml/mnt (2.20 - 119.88 ml/mnt). Terdapat korelasi yang kuat antara ukuran ketebalan korteks ginjal dengan LFG (p < 0.0001, r = 0.91, r2 = 0.83). Berdasarkan analisis regresi linear diperoleh persamaan regresi LFG = 24.112 (Tebal korteks) – 101.508 (SE 14.33). Persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi LFG dengan menggunakan ukuran ketebalan korteks ginjal. Uji perbedaan one way anova diperoleh perbedaan yang bermakna ukuran ketebalan korteks ginjal pada semua stadium PGK (p <0.0001, LSD p < 0.05). Kata kunci : ultrasonografi, korteks ginjal, Laju filtrasi glomerulus, Penyakit ginjal kronik
ABSTRACT The research aimed at investigating wheather renal cortical thickness measurement based on ultrasonographic examination could be used as the predictor of golomerular filtration rate on patients with chronic kidney disease (CKD). From September to Desember 2011, 94 CKD patients who did not carry out the dialysis (62 men and 32 women, the average of 50 years old) were obtained. Serum creatinine was used to calculate GFR using the formula of Cockcroft-Gault (CG) equation. Renal USG examination was conducted by an examiner and the result was evaluated by a radiologist. The renal cortical thickness measurement was carry out on the kidney middle part over the longitudinal plane, measured from medullary pyramid perpendicular to the capsule. The statistic analyses of Pearson’s correlation, linear regression, and one way anova difference tests were conducted. The result of the research indicates that the average of renal cortical thickness is 6.30 mm (4.00 - 9.35 mm) and GFR average is 50.43 ml/mnt (2.20 - 119.88 ml/mnt). There is the significant correlation 1
between renal cortical thickness measurement and GFR (p < 0.0001, r = 0.91 and r2 = 0.83). From the linear regression analysis, it is obtained that regression aquation of is GFR = 24.112 (cortical thickness) – 101.508 (SE 14.33) . The equation can be used to predict GFR by using renal cortical thickness measurement. The difference test of one way anova obtained the significat difference of the renal cortical thickness measurement on all stadia of CKD (p < 0.0001, LSD p < 0.05). Key-words :
ultrasonography, renal cortex, glomerular filtration rate, chronic kidney disease
PENDAHULUAN Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan permasalahan kesehatan masyarakat dunia yang sering dihubungkan dengan resiko penyakit jantung dan kematian. Berbagai sumber menyebutkan bahwa gagal ginjal terminal telah terjadi di seluruh dunia dengan biaya pengobatan yang amat mahal.(1) NHAHES III memperkirakan bahwa di USA prevalensi PGK pada orang dewasa sekitar 11% (19,2 juta). Secara umum prevalensi PGK stadium I-IV meningkat dari 10% pada tahun 1988-1994 menjadi 13,1% pada tahun 1999-2004. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan peningkatan prevalensi diabetes dan hipertensi , dimana keduanya merupakan penyebab tersering penyakit ginjal kronik.(2) Gagal ginjal terminal di Indonesia dan umumnya negara berkembang lainnya tidak hanya merupakan aspek medik tetapi juga berpengaruh pada aspek psikososial dan ekonomi. Hanya sebagian kecil (20-30%) pasien dengan gagal ginjal terminal yang mampu menjalani hemodialisa dan terapi pengganti ginjal. Oleh karena itu peranan diagnosis dini penyakit ginjal kronis termasuk pemeriksaan radiologi merupakan upaya yang harus ditingkatkan untuk mengurangi populasi gagal ginjal terminal.(3) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebagai salahsatu modalitas pemeriksan radiologi merupakan metode yang bermanfaat untuk megevalusi ginjal pada pasien PGK. Parameter sonografi yang dapat dievaluasi adalah ukuran (termasuk ketebalan korteks),
kontur,
ekogenisitas kuantitatif, pelvokalises ginjal.(4,5)
2
Secara umum telah diterima bahwa panjang ginjal berkorelasi dengan fungsi ginjal pada pasien PGK, sehingga ukuran panjang bipolar ginjal hampir selalu dilaporkan pada pemeriksan USG ginjal. Perubahan pada ketebalan korteks ginjal merupakan tanda penting pada penyakit ginjal dan telah digunakan sebagai indeks untuk mengevaluasi ginjal sehat.(6) Vehier et all telah melakukan penelitian tentang ukuran ketebalan korteks ginjal dengan computed tomography (CT) scan pada pasien penyakit arteri renalis dengan hasil bahwa ketebalan korteks ginjal merupakan parameter yang sensitif untuk dignosis dini penyakit arteri renalis dibandingkan dengan ukuran panjang ginjal(7). Belan et all juga telah melakukan penelitian mengenai ukuran ketebalan korteks ginjal pada pasien PGK dengan menggunakan USG yang menunjukkan bahwa ukuran ketebalan koteks memiliki hubungan yang lebih bermakna dengan LFG dibandingkan dengan ukuran panjang ginjal.(8) Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui apakah ukuran ketebalan korteks ginjal berdasarkan pemeriksaan USG dapat dijadikan sebagai prediktor LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode cross sectional untuk melihat korelasi antara ukuran ketebalan korteks ginjal berdasarkan pemeriksaan USG dengan laju filtrasi glomerulus serta untuk melihat perbedaan ukuran ketebalan korteks ginjal berdasarkan stadium penyakit ginjal kronik. Seleksi Pasien Penelitian ini dilakukan di bagian radiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dari bulan September sampai dengan Desember 2011. Didapatkan sampel sebanyak 94 pasien PGK yang terdiri dari 62 laki-laki dan 32 perempuan. Kriteria inklusi:
3
1. Pasien penyakit ginjal kronik dengan etiologi glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes melitus, hipertensi, nefropati toksik, gangguan jaringan ikat dan penyakit sistemik lainnya. 2. Tidak sedang menjalani dialisis 3. Umur 30 – 60 tahun
Kriteria eksklusi: 1. Pasien penyakit ginjal kronik dengan etiologi nefropati obstruktif. 2. Pasien penyakit ginjal kronik dengan etiologi penyakit ginjal herediter. Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) Laju filtrasi glomerulus adalah kecepatan kerja penyaringan atau filtrasi glomerulus yang dihitung dengan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut: Laki-laki: LFG = (140 – umur) X berat badan (kg) 72 X kreatinin serum(mg/dl) Perempuan: LFG = (140 – umur) X berat badan (kg) X 0,85 72 X kreatinin serum (mg/dl) LFG dinyatakan dengan satuan ml/mnt/1,73 m2 Umur dalam tahun Berat badan dalam kilogram Kreatinin serum dinyatakan dalam satuan mg/dl.
4
Penentuan Stadium Penyakit Ginjal kronik Stadium penyakit ginjal kronik adalah pengelompokan penyakit ginjal kronik ke dalam lima stadium berdasarkan LFG. Derajat (stadium) 1
LFG (ml/mnt/1,73 m2 ) ≥ 90
Deskripsi
2
60 – 89
Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan
3
30 – 59
Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang
4
15 – 29
Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat
5
< 15
Kerusakan meningkat
ginjal
dengan
LFG
normal
atau
Gagal ginjal
Pemeriksaan Ultrasonografi Ginjal Pasien menjalani pemeriksaan USG ginjal dengan menggunakan alat USG Acuson X300 transduser konveks frekuensi 3,5 MHz. Pasien posisi supine atau lateral dekubitus kanan dan kiri kemudian dilakukan scanning longitudinal pada kedua ginjal, selanjutnya dilakukan pengukuran ketebalan korteks pada daerah bagian tengah ginjal dalam satuan milimeter. Pemeriksaan USG ginjal dilakukan oleh seorang pemeriksa dan hasilnya dinilai oleh konsulen yang sama untuk setiap pemeriksaan. 5
Gambar 1. Pengukuran ketebalan korteks ginjal. Analisis Data Data yang diperoleh dikelompokkan sesuai dengan variabel penelitian dan disajikan dalam bentuk deskriptif. Dilakukan uji statistik korelasi Pearson dan regresi linear serta uji perbedaan one way anova dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17.0. HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini diperoleh 94 subyek yang memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik sampel dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin
KLP. UMUR (TAHUN)
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
PERSENTASE
31 – 40
10
6
16
17,02
41 – 50
25
12
37
39,36
51 – 60
27
14
41
43,62
94
100
JUMLAH
62
32
Berdasarkan tabel 2, subyek penelitian terbanyak berada pada kelompok umur 51 – 60 tahun (43,62%) dan laki-laki (65,96%) lebih banyak dibanding perempuan (34,04%).
6
Hasil perhitungan LFG dan pengukuran ketebalan korteks ginjal dengan USG dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi nilai LFG dan ukuran ketebalan korteks ginjal kanan, ginjal kiri dan rerata kedua ginjal pada pasien PGK
N
MINIMUM
MAXIMUM
MEAN
SD
LFG
94
2.20
119.88
50.43
34.82
GINJALKANAN
94
3.90
8.90
6.23
1.30
GINJALKIRI
94
3.60
10.00
6.36
1.36
RERATA KEDUA GINJAL
94
4.00
9.35
6.30
1.31
Pada tabel 2 terlihat bahwa rerata LFG 50.434 ml/mnt/1.73 m2 (2.20-119.88 ml/mnt/1.73 m2), rerata tebal korteks ginjal kanan 6.23 mm (3.9-8.9 mm), rerata tebal korteks ginjal kiri 6.36 mm (3,6-10 mm) dan rerata tebal korteks kedua ginjal 6.30 mm (4.0-9.35 mm). Dilakukan uji statistik korelasi Pearson antara ukuran ketebalan korteks ginjal dengan LFG dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Korelasi ukuran ketebalan korteks kedua ginjal dengan LFG pada pasien PGK LFG (ml/mnt/1.73 m2 TEBAL KORTEKS (mm) r
p
GINJAL KANAN
0.9
< 0.0001
GINJAL KIRI
0.89
< 0.0001
RERATA KEDUA GINJAL
0.91
< 0.0001
Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna dengan tingkat korelasi kuat antara ukuran ketebalan korteks ginjal kanan dengan LFG (p < 0.0001, r = 0.9) ukuran 7
ketebalan korteks ginjal kiri dengan LFG (p < 0.0001, r = 0.89) dan ukuran ketebalan korteks rerata kedua ginjal dengan LFG (p < 0.0001, r = 0.91). Selanjutnya dilakukan analisis regresi linear antara ketebalan korteks rerata kedua ginjal dan diperoleh korelasi yang kuat dengan nilai p < 0.0001 (r2 = 0.83), nilai konstanta (a) = 101.508, koefisien arah regresi (b) = 24.112 dan estimasi standar error (SE) = 14.33.
Hasil analisis regresi linear dapat pula dilihat pada diagram berikut.
Gambar 1. Diagram garis regresi antara ketebalan korteks kedua ginjal dan LFG pada pasien PGK Berdasarkan analisis regresi linear, maka diperoleh persamaan garis regresi sebagai berikut: Y = a + bX Y = variabel terikat yang diproyeksikan (LFG) X = variabel bebas dengan nilai tertentu (tebal korteks ginjal (TK) a = nilai konstanta (-101.508) b = koefisien arah regresi (24.112) 8
Sehingga persamaan tersebut menjadi: LFG = -101.508 + 24.112 (TK) (SE 14.33) atau LFG = 24.112 (TK) – 101.508
(SE 14.33)
Persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi LFG dengan menggunakan ukuran ketebalan korteks rerata kedua ginjal berdasarkan pemeriksaan USG. Berdasarkan Laju filtrasi glomerulus, dilakukan pengelompokan penyakit ginjal kronik menjadi lima stadium. Hasil pengukuran ketebalan korteks kedua ginjal berdasarkan stadium PGK dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Deskripsi ukuran ketebalan korteks rerata kedua ginjal berdasarkan stadium PGK
STADIUM PGK STADIUM 1 STADIUM 2 STADIUM 3 STADIUM 4
95% CI N
MEAN
SD
MINIMUM
MAKSIMUM LOWER
UPPER
18
8.09e
.655
7.05
9.35
7.76
8.41
19
d
.485
6.05
7.95
6.84
7.30
c
.367
5.65
7.15
6.17
6.52
b
.489
4.70
6.40
5.25
5.72
a
.584
4.00
6.40
4.30
4.87
1.318
4.00
9.35
6.03
6.57
19 19
7.07 6.35 5.49
STADIUM 5
19
4.59
TOTAL
94
6.30
Anova p = 0.0001, superskrip pada kolom mean, berbeda secara bermakna dengan hasil uji LSD p < 0.05. Pada tabel 4 terlihat bahwa rerata tebal korteks kedua ginjal pada stadium 1 = 8.09 mm (7.05 9.35 mm), stadium 2 = 7.07 mm (6.05 - 7.95 mm), stadium 3 = 6.35 mm (5.65 - 7.15 mm), stadium 4 = 5.49 mm (4.7 - 6.4 mm), stadium 5 = 4.59 (4.0 - 6.4 mm). Dilakukan uji one way anova dan diperoleh nilai p < 0.0001 yang menunjukkan bahwa paling tidak terdapat perbedaan ukuran ketebalan korteks rerata kedua ginjal yang bermakna pada
9
dua kelompok stadium PGK. Selanjutnya dilakukan uji LSD, diperoleh nilai p < 0.0001 dan CI 95% tidak mencakup angka nol pada semua kelompok data, dengan demikian ukuran ketebalan korteks rerata kedua ginjal berbeda secara bermakna pada semua kelompok data stadium PGK. Dengan demikian dapat ditentukan stadium PGK berdasarkan ukuran ketebalan korteks rerata kedua ginjal dengan menggunakan nilai CI 95%. Dilakukan uji statistik korelasi Pearson antara umur dengan LFG dan ketebalan korteks rerata kedua ginjal, hasilnya dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Korelasi umur dengan ukuran ketebalan korteks rerata kedua ginjal dan LFG pada pasien PGK UMUR (TAHUN) r LFG (ml/mnt/1.73m2) TEBAL KORTEKS RERATA KEDUA GINJAL (mm)
p
0.217 0.244
-0.129 -0.121
Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara umur dengan LFG ( p = 0.217, r = -0.129) maupun antara umur dengan tebal korteks rerata kedua ginjal
(p = 0.244, r = -
0.121) pada pasien PGK. PEMBAHASAN Secara statistik studi ini memperlihatkan korelasi yang kuat antara ukuran ketebalan korteks ginjal berdasarkan pemeriksaan USG dengan LFG pada pasien PGK. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vehier et al. menunjukkan bahwa parameter korteks ginjal berdasarkan pemeriksan CT scan lebih sensitif dibanding ukuran ginjal dalam diagnosis dini penyakit arteri renal. Beland at al. juga memperlihatkan hasil penelitian yang sama, bahwa ukuran ketebalan korteks ginjal berdasarkan pemeriksaan USG
10
(p=0.0001, r2 = 0.66) mempunyai korelasi yang lebih kuat dengan LFG dibandingkan dengan ukuran panjang ginjal (p=0.005). Oleh karena studi ini memperlihatkan korelasi yang kuat antara ukuran ketebalan korteks ginjal berdasarkan pemeriksaan USG dengan LFG pada pasien PGK maka dilakukan analisis regresi linear dan didapatkan persamaan garis regresi LFG = 24.112 (TK) – 101.508 (SE 14.33). Persamaan garis regresi ini dapat dipakai untuk menentukan LFG pada pasien PGK berdasarkan ukuran ketebalan korteks rerata kedua ginjal. Demikian halnya pada uji one way anova dan LSD didapatkan perbedaan yang bermakna ukuran ketebalan korteks rerata kedua ginjal pada semuam stadium PGK, sehingga ukuran ketebalan korteks rerata kedua ginjal dapat digunakan untuk menentukan stadium PGK. Pemilihan daerah pengukuran ketebalan korteks ginjal pada bagian tengah ventral ginjal dilakukan dengan alasan bahwa pengukuran pada daerah ini lebih mudah dilakukan. Pasien PGK yang menjalani dialisis juga dieksklusi pada penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias nilai kreatinin serum akibat dialisis. Secara teori penurunan normal rerata LFG berdasarkan umur dari nilai LFG sekitar 120 ml/mnt/1.73 m2 terjadi pada dekade ketiga dengan penurunan sekitar 1 ml/mnt/tahun/1.73 m2 dan mencapai nilai 70 ml/mnt/1.73 m2 pada usia 70 tahun. Pemeriksaan histologi menunjukkan penurunan jumlah glomerulus sebanyak 30-50% pada umur 70 tahun. Nyegaard dan Bendtsen dalam penelitiannya tentang jumlah glomerulus pada sampel usia 35 sampai 59 tahun menemukan bahwa tidak terdapat korelasi antara jumlah golomerulus dengan umur. Adibi at al. dalam penelitiannya tentang ukuran ketebalan korteks ginjal berdasarkan USG pada pasien dewasa umur 20-50 tahun dengan fungsi ginjal normal menunjukkkan bahwa tidak terdapat korelasi antara ukuran ketebalan korteks ginjal dengan umur (p=0.128, r=0.13). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan pada sampel dengan rentang umur antara 30 sampai 60 tahun. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara umur dengan LFG dan antara umur dengan ukuran ketebalan korteks ginjal.
11
Dalam satu ginjal terdapat sekitar satu juta nefron, tiap ginjal berkontribusi terhadap total LFG. Pada penyakit ginjal kronik terjadi dekstruksi progresif nefron. Ginjal mempertahankan LFG dengan cara hiperfiltrasi dan kompensasi hipertrofi dari nefron yang sehat. Adaptasi nefron ini bertujuan mempertahankan bersihan plasma normal. Peningkatan serum plasma ureum dan kreatinin yang signifikan terjadi jika total LFG menurun 50%. Peningkatan kreatinin plasma dari nilai dasar 0.6 mg/dl sampai 1.2 mg/dl pada pasien, meskipun masih dalam batas rentang nilai normal sudah menunjukkan kehilang 50 % massa nefron. Kompensasi hiperfiltrasi dan hipertrofi glomerulus menyebabkan peningkatan tekanan kapiler yang menyebabkan kerusakan kapiler
dan selanjutnya terjadi glomerulosklerosis
fokal dan segmental dan akhirnya glomerulosklerosis difus. Keller et al. dalam penelitiannya menemukan bahwa jumlah glomerulus lebih rendah (46.6%) pada pasien hipertensi dibandingkan dengan pasien normotensi. Sarah et al melakukan studi meta-analisis menemukan 70% resiko relatif kejadian PGK pada pasien berat badan lahir rendah (BBLR). Pasien PGK biasanya asimptomatik, sampai pada LFG 60% pasien masih belum merasakan keluhan tapi sudah terjadi peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, sampai pada LFG 30% mulai terjadi keluhan yang nyata pada pasien. Terdapat bukti bahwa penanganan yang baik pasien PGK dapat mencegah atau memperlambat progresifitas penyakit, mengurangi resiko timbulnya komplikasi dan resiko penyakit kardiovaskuler. Namun demikian, oleh karena gejala klinik pasien PGK kurang spesifik maka pasien dengan PGK sering tidak terdiagnosis atau diagnosis ditegakkan saat pasien sudah berada pada stadium lanjut. Oleh karena itu deteksi dini pasien PGK sangat diperlukan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu dalam diagnosis dini pasien PGK. KESIMPULAN 1. Ada hubungan asosiatif yang sangat kuat antara ukuran ketebalan korteks ginjal berdasarkan pemeriksaan USG dengan laju filtrasi glomerulus, menurunnya ukuran ketebalan korteks ginjal sesuai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus sehingga ukuran ketebalan korteks
12
ginjal dapat digunakan sebagai prediktor dalam menentukan laju filtrasi glomerulus pada pasien penyakit ginjal kronik. Adapun persamaan yang digunakan untuk memprediksi laju filtrasi glomerulus dengan menggunakan ukuran ketebalan korteks ginjal berdasarkan pemeriksaan USG yaitu: LFG = 24.112 (TK) – 101.508 (SE 14.33). 2. Ada perbedaan ukuran ketebalan korteks ginjal berdasarkan stadium penyakit ginjal kronik sehingga ukuran ketebalan korteks ginjal dapat digunakan untuk menentukan stadium PGK berdasarkan nilai 95% convidence interval.
SARAN
1. Ukuran ketebalan korteks ginjal pada pemeriksaan USG perlu dilaporkan khususnya pada pasien penyakit ginjal kronik. 2. Pada fasilitas kesehatan yang belum mempunyai laboratorium untuk pemeriksaan ureum dan kreatinin, ukuran ketebalan korteks berdasarkan pemeriksaan USG dapat dijadikan sebagai prediktor laju filtrasi glomerulus.
REFERENSI
1. Wilson LM. Gagal ginjal kronik. Dalam: Anderson S, Wilson LM, editors. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC; 2003: 912-63.
2.
Arora P, Verelli M. Chronic renal failure. 2010. [cited 02 Agustus 2010]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview.
3.
Sukendar E. Nefrologi klinik. Edisi III Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII), Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/RS.dr.Hasan Sadikin; 2006: 11-16, 465-524.
4.
Tuma J, Trinkler F, Zat`ura F, Novakova B. Genitourinary ultrasound. In: Dietrich CF editor. EFSUMB-European
course
book.
[cited
17
Juli
2011].
Available
from:
http://www.efsumb.org/ecb/ecb-ch09-urogenital.pdf. 13
5.
Emamian SA, Nielsen MB, Pedersen JF, Ytte L. Kidney dimensions at sonography: correlation with age, sex and habitus in 665 adult volunteers. AJR 1993. 160: 86-86 [cited 05 Juni 2011]. Available from: http://www.ajronline.org/cgi/content/160/1/83.pdf.
6.
Adibi A, Naini AE, Salehi H, Matinpour M. Renal cortical thickness in adult with normal renal fungtion measured by ultrasonography. Iran J Radiol 2008. 5(3): 163-166. [cited 18 Juli 2011]. Available from: http://www.sid.ir/en/VEWSSID/J_pdf/98020080308.pdf.
7.
Beland MD, Walle NL, Machan JT, Cronan JJ. Renal cortical thickness measured at ultrasound: is it better than renal length as an indicator of renal function in chronic kidney disease?.
AJR
2010;
195:
146-149.
[cited
18
Juni
2011].
Available
from:
http://www.ajronline.org/cgi/content/195/2/W146.full
8.
Vehier CM, Lions C, Devos P, Jaboureck O, Willoteaux S, Carre A et all. Cortical thickness: an early morphological marker of atherosclerosis renal disease. Kidney international. 2002. Vol
1:
591-598.
[cited
18
Juli
2011].
Available
from:
http://www.nature.com/ki/journal/v61/n2/pdf/4492777a.pdf. *Penulis : Perumahan Bumi Tamalanrea Permai Blok B. No.30 Email :
[email protected]
14