Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia SEMINAR “OPTIMIZATION OF HYDRO POWER PLANT PROJECTS DEVELOPMENT” SUB-TEMA “DEVELOPMENT OF PEAKING HYDRO POWER” Jumat, 31 Agustus 2012 – Grand Ballroom The Dharmawangsa, Jakarta ----------------------------------------------------------
Pembicara Kunci 1 Oleh: Nasri Sebayang (Direktur Konstruksi PT. PLN)
1. Energi Terbarukan Jadi Prioritas Pertama Berdasarkan Rencana Pengembangan Ketenagalisitrikan PLN (2011-2020), permintaan listrik di Indonesia tumbuh dengan rata-rata 8,46% per tahun yang disediakan oleh berbagai sumber energi. Pembangkit listrik energi fosil tetap dominan yakni 81% (khususnya PLTU Batubara), yang mencapai 64% pada tahun 2020. Peran energi terbarukan akan ditingkatkan dari 11% pada 2011 menjadi 19% pada tahun 2020. Konsumsi minyak akan dikurangi dari 21% (2011) menjadi kurang dari 1% pada tahun 2020. Pengembangan sumber daya Energi Terbarukan (ET) akan menjadi prioritas pertama, dimana PLTA dan panas bumi akan mendominasi pengembangan ET tersebut. 2. Hydropower sebagai Peaker Jadi Pilihan Ekonomis Kapasitas pembangkit PLN yang ada saat ini (existing) mencapai total 34.928 MW Pembangkit listrik fosil tetap dominan (88%), terutama Batubara PLTU, Minyak dan Gas Bumi dengan 44%, 23% dan pangsa masing-masing 21%. Untuk mengurangi konsumsi bahan bakar minyak dan gas (LNG, CNG), PLTA sebagai pemikul beban puncak bisa menjadi pilihan ekonomis. Hydropower merupakan sumber energi bersih dan terbarukan masa depan Indonesia. Energi Hydropower merupakan potensi sumber daya alam nasional yang harus dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Pengembangan Hydropower akan dilakukan secara intensif sesuai potensinya, perkembangan teknologinya, dan kelayakan ekonominya. PLTU Minyak dan Gas memang direncanakan khusus untuk memenuhi permintaan puncak, tapi kedepan akan dikembangkan pembangkit lainnya yangdapat berfungsi sebagai peaker seperti Pumped Storage Power Plant. PLTU Batubara dan
PLTP Panas Bumi memang akan semakin dominan, tetapi sesuai karakteristik operasinya akan tetap berfungsi sebagai pemikul beban dasar. Mengingat kondisi di atas itulah, maka pengembangan Hydropower akan diprioritaskan sebagai pembangkit pemikul beban puncak. Selain untuk mengoptimalkan sumber daya energi juga untuk kelayakan proyek. 3. Pembangunan Peaking Hydropower Sudah Direncanakan PLN Studi tentang potensi PLTA pada 1983 telah mengidentifikasi sebanyak 1.249 lokasi dengan total kapasitas 75.000 MW. Sementara berdasarkan kajian yang dilakukan pada 1999 telah teridentifikasi sebesar 21.480 MW. Sesuai kajian tentang Pembangunan PLTA di Indonesia (2011), sebesar 12.319 MW akan dikembangkan sampai dengan 2027 dan 6633 MW direncanakan dalam RUPTL yang ditargetkan akan beroperasi secara penuh pada tahun 2020. Semua proyek PLTA itu direncanakan sebagai pembangkit pemikul beban puncak baik pembangkit tipe reservoir atau tipe Run-Off River dan Pump Storage Power Plant. Kebijakan ini untuk menggantikan PLTU minyak dan gas serta mengoptimalkan pengembangan potensi ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan listrik pada saat beban puncak di sistem Jawa-Bali, sebesar 2.440 MW, Pump Storage Power Plant telah direncanakan selama sepuluh tahun ke depan, terdiri dari: Upper Cisokan (P/S) sebesar 1.040 MW (COD direncanakan pada 2016), Matenggeng (P/S) sebesar 900 MW (COD direncanakan pada 2019/2020) dan Grindulu (P/S) sebesar 500 MW (COD diharapkan pada 2020). Pump Storage dengan kapasitas lebih dari 500 MW di Sumatera dan 800 MW di Jawa Timur juga telah teridentifikasi dan kelayanan potensi ini akan dikaji lebih lanjut. 4. Masih Banyak Tantangannya PLN masih menghadapi sejumlah tantangan dalam pembangunan PLTA Peaker ini, di antaranya adalah: • Adanya ketidak-sesuaian antara lokasi yang memiliki potensi hidro dengan permintaan listrik di lokasi tersebut. Contoh: Papua memiliki potensi PLTA yang cukup besar, namun pemakaian energi listrik masih rendah. • Pembangunan PLTA juga harus merupakan proyek multiguna, seperti untuk irigasi, pengendali banjir, dan juga mungkin pariwisata, dsb. • Belum adanya skema kerjasama yang menarik untuk mendorong partisipasi investor swasta dalam pengembangan PLTA Peaker. • Belum adanya prosedur yang standar untuk proses perizinan dan pengadaan guna memperoleh Pengembang yang berkualitas. Hal ini mengakibatkan masih ada kegamangan di sisi PLN dalam kaitannya dalam proses penunjukkan langsung atau proses negosiasi laongsung, karena biaya pembangunan PLTA angat besar, terlebih lagi pembangunan PLTA Peaker. • PLN harus memitigasi dampak sosial, ekonomi dan lingkungan. Masih banyak persoalan yang menyangkut pembebasan tanah, masalah hutan lindung, dll.
____________________ Pembicara Kunci 2 Oleh: Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan – Kementerian ESDM
1. Pemerintah Dukung Pembangunan PLTA Peaker Kementerian ESDM mendukung seminar dengan tema yang sangat penting ini karena sesuai dengan kebijakan pemerintah, yaitu untuk menurunkan pemakaian BBM atau HSD. PP No.12/2012 sudah mengamanatkan bawa PLN wajib mengendalikan volume pemakaian BBM sesuai asumsi APBN, apabila lebih PLN harus melaporkan ke Kemeterian ESDM. Dalam sistem ketenagalistrikan, pembangkit terbagi atas beberapa fungsi, yaitu sebagai base load, medium load dan peaker. Untuk peaker hanya bisa dilakukan dengan tiga bahan bakar yaitu BBM, gas dan hydropower baik dalam bentuk pumped strorage maupun dam. Pembangkit-pembangkit Hydropwer yang berfungsi sebagai peaker selama ini adalah milik PLN seperti di Cirata dan Saguling yang masing-masing berkapasitas 1000 MW dan 700 MW. Sementara milik swasta belum ada, sehingga pasrtisipasi swasta perlu didorong. Sudah menjadi kemauan politis baik dari parlemen maupun pemerintah bahwa bauran energi untuk pembangkit harus diperbaiki. Pemakaian HSD harus diperkecil. Pemakaian HSD tahun 2011 masih sebesar 23%, tahun ini harus turun menjadi 13, 8%, tahun 2013 harus turun lagi menjadi 9,7%, dan menurun terus pada tahaun-tahun selanjutnya sehingga pada 2020 hanya tinggal 1%. Diperkiraan harga LNG dan CNG kedepan akan semakin mahal, oleh karena itu alternatif pengembangan pembangkit hydro sebagai peaker menjadi semakin terbuka lebar. Namun pembangunan pembankit hydro ini ada keterbatasan ketimbang pembangkit LNG/CNG. Bila pembangkit LNG/CNG infrastrukturnya bisa dibangun dimana saja, sementara pembangkit hydro hanya bisa dibangun di tempat tertentu. 2. Pemerintah Perlu Masukan Seminar ini diharapkan bisa memberikan masukan terutama kepada regulator terutama seberapa jauh pihak swasta bisa berpatisipasi dalam pengembangan pembangkit-pembangkit hydro yang berfungsi sebagai peaker. Keterlibatan sawsta sangat diharapkan, karena tidak semua pembangkit peaker itu bisa dibangun oleh pemerintah atau PLN mengingat investasinya yang cukup besar. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan skema pembangunannya, skema resikonya dan skema pricing-nya. Ini yang perlu dibahas pada seminar ini dan dari pembahasan itu diharapkan Pemerintah bisa mendapat masukan-masukan. ________________________
PANEL DISCUSSION I: “Procurement Plan of Hydro Power Project & Pumped Storage Technology”
(Moderator: Andri Doni – MKI) Presentasi 1 “Idea of Pricing Regulation Plan for Peaking Hydro Power Plant” oleh Bpk. Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan. 1. Kebijakan Ketenagalistrikan Pembangunan ketenagalistrikan bertujuan untuk menjamin ketersediaan listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik dan harga yang wajar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat (pasal 2 ayat (2) UU 30/2009. Sumber energi primer dari dalam negeri dan luar negeri harus dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional untuk menjamin pasokan listrik yang berkelanjutan (Pasal 6 ayat (1) UU 30/2009). Pemanfaatan sumber energi dalam negeri akan diprioritaskan untuk kepentingan nasional (pasal 6 ayat (3) UU 30/2009). Pengembangan pembangkit listrik permintaan yang realistis, mengatasi krisis kapasitas cadangan dan untuk memenuhi pemanfaatan sumber energi setempat dan bakar minyak (RUKN 2010-2029).
adalah untuk memenuhi pertumbuhan listrik di beberapa daerah, meningkatkan marjin cadangan dengan mengutamakan menghindari pembangkit listrik berbahan
2. Prosedur Investasi Sesuai dengan PP No. 14/2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik), ada 3 prosedur investasi di bidang usaha ketenagalistrikan yakni : Tender, Pemilihan Langsung, dan Penunjukkan Langsung. Pada dasarnya, seluruh pembelian listrik oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan melalui tender, kecuali memenuhi kondisi Pemilihan Langsung dan / atau Penunjukan Langsung. Pemilihan Langsung dapat dilakukan dalam rangka diversifikasi energi untuk pembangkit listrik dengan bahan bakar non-minyak, dan penambahan kapasitas pembangkitan pada pembangkit listrik yang sudah memiliki operasi di lokasi yang sama. Penunjukan Langsung dapat dilakukan apabila: Jual-beli listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan energi terbarukan, gas marjinal, mulut tambang batubara dan sumber energi setempat; Pembelian excess power; Sistem kelistrikan lokal dalam kondisi krisis atau darurat pasokan listrik; Perluasan IPP yang sudah memiliki operasi di lokasi yang sama. 3. Harga Listrik PLTA Skala Kecil dan Menengah Pemerintah talah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 04/2012. Peraturan tersebut diantaranya adalah: • PLN akan membeli listrik dari energi terbarukan (hidro) sampai dengan 10 MW dari perusahaan milik negara, perusahaan milik daerah, swasta, dan koperasi dan
•
masyarakat untuk memperkuat sistem kelistrikan setempat, tanpa negosiasi harga dan persetujuan dari ESDM. Pembelian listrik dengan harga yang lebih tinggi daripada ketentuan didasarkan pada estimasi PLN, dan wajib yang memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal Listrik atas nama Menteri ESDM.
4. Sudah 137 Izin untuk Proyek Pembangkit Hidro Dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan baru di bidang usaha ketenagalistrikan tersebut, cukup banyak investor yang berminat pada proyek pembangkit hidro ini. Sampai dengan Agustus 2012, pemerintah telah mengeluarkan izin untuk 137 proyek pembangkit hidro dengan total kapasitas: 1.097,23 MW (PLTA: 545,40 MW, Kecil dan Menengah: 551,83 MW). Hingga saat ini, status proyek dari ke-137 proyek tersebut adalah: 18 proyek sudah operasi, 16 proyek konstruksi, 47 proyek proses pendanaa, Ijin untuk memanfaatkan kawasan hutan atau pembebasan lahan 46 proyek, 21 proyek Proses PPA. 5. Tantangan, Sekaligus Peluang Dalam pelaksanaannya pengembangan pembangkit hidro ini memang masih memiliki tantangan. Beski begitu, banyak peluangnya. Tantangannya ialah: masih tingginya biaya investasi awal, sulitnya pembebasan tanah, persoalan izin untuk memanfaatkan kawasan hutan lindung sehingga memakan waktu lama, dan kurangnya insentif. Sementara peluangnya adalah: pertumbuhan yang tinggi tingkat energi, potensi yang sangat besar dapat ditemukan di seluruh Indonesia, cadangan energi fosil berkurang, harga minyak sangat fluktuatif dan cenderung meningkat, hydro adalah energi bersih, pemanfaatan energi bersih menjadi tren dunia dalam rangka mitigasi perubahan iklim, dan dapat digunakan untuk beban puncak. 6. Perlunya Skema Penetepan Harga untuk PLTA Peakerr Konsep teknis dari Peaking Hydropower adalah menyimpan energi selama "off peak" dan memproduksi energi selama "beban puncak". Peaking Hydro Power bisa dalam bentuk Pumped Strorage atau Reservoir/Dam. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan. Problem utama dari pembangkit hydropower untuk peaker ini adalah investasinya sangat besar. Di sisi lain, jumlah kWh-nya lebih kecil dibandingkan pembangkit base load. Dengan skema harga yang ada, kemungkinan besar pengembang akan mngarah untuk base load, karena memakai tariff Rp/kWh, artunya makin banyak listrik yang dibangkitkan, keuntungannya akan semakin besar. Untuk pembangkit peaker, belum ada kebijakan harga yang tepat. Maka perlu terobosan baru dalam perhitungan harga bagi PLTA Peaker ini agar dapat menarik investor. Salah satu gagasan dalam menghitung harga pada PLTA Peaker adalah dengan pendekatan IIR, dimana biaya investasinya didasarkan proyek-proyek IRR.
Jadi, sakah satu alternatif untuk penghitungan harga dari peraking hydropower ialah dengan IRR. IRR dipegang oleh pengembang, sementara yang lainnya di-passthrough. Semua biaya investasi dibuka, pengembang mendapat IRR. Jika dalam pelaksanaannya tidak berjalan, maka IRR akan turun karena pengembang mendapat penalty. Sehingga diharapkan tidaka ada negosiasi yang panjang lebar yang memakan waktu yang cukup lama. Sangat disayangkan jika dalam pengembangannya tidak ditemukan kebijakan harga yang tepat. Potensi hydro bisa dipakai untuk peaker, tetapi justru dialihkan untuk base load. Padahal, base load masih dapat ditunjang oleh pembangkit fossil. ___________________
Presentasi 2 “Procurement Plan of Hydro Electric Power Plant Project” Oleh Bpk. Bagiyo Riawan - Direktur Pengadaan Strategis (PT. PLN Persero)
1. Akan dibangun 21 PLTA Peaker Sampai dengan 2020, Di Jawa Bali akan dibangun 8 PLTA dengan total kapasitas 3.296 MW. Tujuh PLTA diantaranya milik PLN dan 1 PLTA adalah swasta (IPP). Ke-8 PLTA tersebut akan berperan sebagai pembangkit peaker. Di Indonesia Barat akan dibangun 12 PLTA dengan total kapasitas 1.606,4 MW. Lima PLTA diantaranya milik PLN, dan 7 IPP. Dari 10 PLTA tersebut, 3 diantaranya akan berperan sebagai peaker. Di Indonesia Timur akan dibangun 14 PLTA dengan total kapasitas 1.679,5 MW. Sepuluh PLTA diantaranya milik PLN dan 4 PLTA adalah IPP. Dari 14 PLTA tersebut, 10 diantaranya akan berperan sebagai pembangkit peaker. Berdasarkan rencana pengembangan hydropower tersebut, maka sedikitnya akan ada 21 PLTA peaker yang akan dibangun sampai dengan 2020, dimana 6 PLTA diantarnya milik swasta/IPP.
2. Dua Paket Kontrak Pengadaan Proyek PLTA Ada 2 paket kontrak pengadaan proyek PLTA milik PLN, yakni Multy-Package dan Single-Package. Multy-Package Contract, yaitu masing-masing untuk Pekerjaan Sipil (Unit Price Contract), Metal Works (Lump Sum Contract), Electro-mekanik Pekerjaan (Lump Sum Contract), Pekerjaan Saluran Transmisi (Unit Price Contract), dan lainnya. Sedangkan Single-Package/Turnkey Contract: yaitu satu paket kontrak untuk semua: Sipil, Pekerjaan Logam, Electro-Mechanical Works, Transmisi Line dan lainnya (jika ada). Kontrak Multi-Paket memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan Multi-Paket: Mudah untuk mengawasi pekerjaan konstruksi; Interfacing antara Engineer dan Kontraktor bisa lebihn mudah (pengawasan menjadi yang lebih baik); Mudah untuk melakukan perubahan desain dalam tahap konstruksi; Kontraktor adalah spesialis untuk
masing-masing pekerjaan (kontrol kualitas jadi lebih baik); Pengendalian arus kas tebih terkendali; Dampak potensial atas perubahan desain setelah konstruksi dimulai dapat dikurangi. Sementara kekurangan Multy-Package adalah: Biaya perencanaan/desain tinggi; Tanggung jawab untuk desain dan jadwal pengadaan menjadi beban pemilik proyek; Diperlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak untuk mempersiapkan dokumendokumen tender, mengelola proses tender, dan mengkoordinasikan kontrak-kontrak; Pemilik proyek harus bertanggung jawab dan menanggung resiko dalam mengkoordinasikan semua pekerjaan. Kontrak Single-Package juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah: Kontraktor bertanggung jawab untuk semua jadwal desain dan pengadaan; Kontraktor bertanggung jawab untuk mengkordinasikan semua desain atas masingmasing perkerjaan; Biaya atas keterlambatan desain dapat dimasukan pada klausul Penalti dalam kontrak; Memungkinkan dimulainya pembangunan proyek lebih awal. Sedangkan kekurangan Single-Package: Kontraktor tidak selalu spesialis untuk semua pekerjaan; Desain pekerjaan dapat dibuat setelah tanda kontrak dan bisa terlambat; Interfacing antara Enginir PLN dan Kontraktor mungkin sulit, semua risiko desain diambil alih oleh pemilik proyek setelah persetujuan, Kontraktor mengontrol arus kas, setelah kontrak efektif, Jika persyaratan-persyaratan dari pemilik proyek tidak dijelaskan secara jelas dan komprehensif ketika kontrak diberikan, hasil yang diinginkan mungkin tidak dapat tercapai.
3. Lebih Memilih Multy-Package Dari semua rencana pembangunan PLTA milik PLN sampai dengan 2020, hanya 1 yang Single-Package, yaitu untuk PLTA Jatigede, karena lingkup pekerjaan sipil pada umumnya telah dilakukan oleh Departemen PU sebagai Pemilik Dam Jatigede, dan untuk percepatan proyek sehingga target COD pada 2015 dapat tercapai. PLN sebagai pemilik proyek lebih banyak menerapkan kontrak multi-paket pada pryek PLTA , karena kompleksitas proyek membutuhkan kontraktor spesialis pada setiap jenis pekerjaan, dan proyek PLTA memiliki biaya investasi yang tinggi dan kebutuhan Peserta Lelang dengan kemampuan keuangan yang tinggi. _______________________
Presentation 3 “Pumped Storage and Development of Pump Turbine Technology”
Oleh: Andreas Rammler – Pumped Storage Expert, Andritz Hydro. 1.
ANDRITZ HYDRO, Kaya Pengelaman ANDRITZ HYDRO adalah pemasok global sistem elektromekanis dan jasa ("Dari Air untuk Wire") untuk pembangkit listrik tenaga air. Perusahaan ini adalah pemimpin atau pemain utama di pasar dunia untuk pembangkit tenaga hidro. Pengalaman ANDRITZ HYDRO di bidang turbin sudah lebih dari 170 tahun, lebih dari 30.000 turbin (sekitar 400.000 MW) yang telah terpasang, dan lebih dari 120 tahun berpengalaman dalam peralatan listrik. Perusahaan di bidang service dan rehabilitasi telah menjadi leader dunia untuk Hydro Compact.
2.
Pumped Storage, Pilihan Tepat Energi Storage adalah satu-satunya pilihan tempat penyimpanan besar untuk energi listrik dengan efisiensi tinggi (> 80%). media penyimpanan energi adalah air. Pumped Storage dapat menyeimbangkan pasokan dan permintaan energi di jaringan listrik. Pembangkit Pumped Storage mampu menyediakan atau menyerap energi yang diperlukan ke atau dari grid, menurunkan bottleneck, menurunkan overcapacities (misalnya Nuclear PS). Dengan pembangkit Pumped Storage, maka cadangan energi terkelola dengan baik, dan meningkatkan makna dalam perdagangan listrik.
3.
Pumped Storage Punya Peran Penting Pumped Storage memiliki peran penting karena: Diperlukan untuk menyimpan energi dengan cara yang paling ekonomis dalam jumlah besar; Memberikan manfaat yang istimewa terhadap sistem energi secara keseluruhan; Menyediakan energi cadangan dan meningkatkan stabilitas jaringan; Menjadi lebih bermanfaat bila didukung dengan tenaga angin dan energi terbarukan lainnya. ______________________
Presentation 4 “Constant vs. Variable Speed Pumped Storage Power Plant” Oleh: Peter Angerer - Andritz Hydro
1.
Mengapa menggunakan Teknologi Variable Speed? Unit Pumped Storage dapat menyesuaikan jauh lebih baik dalami berbagai kondisi apapum. Kecepatannya juga dapat dikendalikan secara aktif. Keuntungan lainnya dari penggunaan Variable Speed Pumped Storage Power Plant: a. Meningkatkan efisiensi dalam mode Turbin dengan pergeseran titik operasi ke dalam rentang yang lebih menguntungkan dari diagram karakteristik. b. Memperhalus jalannya mesin sehingga menghasilkan liftetime yang lebih tinggi. c. Meningkatkan pump-operation, terutama bagi pembngkit yang terdiri dari beberapa unit.
2. Perbandingan antara FIX Speed Synchronous and VARIABLE Speed Synchronous Unit : Synchronous speed, Fixed Pump Input dep. on head.; Setting Level dep. on Pump Characteristics; Pump-Start with separate SFC or via Back to Back; Optimizing Turbine efficiency & Power setting with Governor. Variable Speed Unit : Continuous Variation of speed in a range; Regulation of Pump Input power; Higher Setting level due to change of speed during pump operation; Pump-Start with existing VSI Converter; Optimizing Turbine & Pump efficiency & Power setting with Governor and Speed (Better Efficiency points, Extended range of operation, Less Vibrations; Additional benefits during grid operation. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Q & A Panel Diskusi 2: 1. Pricing dari peaking power? Saran: Untuk dibahas dalam focus group MKI secara lebih mendalam. ) 2. Terkait peraturan ESDM, apakah ada skema kenaikan harga jual listrik? 3. Tulungagung selatan, ada potensi untuk pengembangan pumped storage, apakah mungkin? 4. Apakah ada kecenderungan perubahan beban puncak antara siang dan malam untuk Sumatera seperti di Jawa? _________________________________________________________________________
PANEL DISCUSSION 2: “Hydro Power Project Development Plan & Role of Local Government “
Presentation 1 “Development Plan of Hydro Power Projects” Oleh: Nasri Sebayang – Direktur Konstruksi PT. PLN (Persero)
1. Hydropower: Energi Bersih Studi tentang potensi PLTA pada 1983 telah mengidentifikasi sebanyak 1.249 lokasi dengan total kapasitas 75.000 MW. Sementara berdasarkan kajian yang dilakukan pada 1999 telah teridentifikasi sebesar 21.480 MW. Hydropower merupakan sumber energi bersih dan terbarukan masa depan Indonesia. Energi Hydropower merupakan potensi sumber daya alam nasional yang harus dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Pengembangan Hydropower akan dilakukan secara intensif sesuai potensinya, perkembangan teknologinya, dan kelayakan ekonominya. PLTU Minyak dan Gas memang direncanakan khusus untuk memenuhi permintaan puncak, tapi kedepan akan dikembangkan pembangkit lainnya yangdapat berfungsi sebagai peaker seperti Pumped Storage Power Plant. PLTU Batubara dan PLTP Panas Bumi memang akan semakin dominan, tetapi sesuai karakteristik operasinya akan tetap berfungsi sebagai pemikul beban dasar. Mengingat kondisi di atas itulah, maka pengembangan Hydropower akan diprioritaskan sebagai pembangkit pemikul beban puncak. Selain untuk mengoptimalkan sumber daya energi juga untuk kelayakan proyek. 2. Potensinya Sangat Menjanjikan Berdasarkan Studi Masterplan Pengembangan Hydropower di Indonesia (Nippon Koei, Agustus 2011), potensi PLTA sangat menjanjikan dan dapat dikembangkan sampai 2027 sebesar 12,319 MW. Sekitar 6633 MW (meliputi PLTA skala besar dan Minihydro) sudah direncanakan dalam RUPTL untuk dioperasikan sepenuhnya pada 2020. Potensi Hydropower yang sudah memiliki studi kelayakan akan dikembangkan untuk menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar fosil dalam sistem, yaitu: PLTA dengan reservoir, termasuk Pumped Storage dapat menjadi pembangkit peaker menggantikan pembangkit termal. PLN akan mengembangkan sekitar 60%, 40% lainnya akan dikembangkan oleh IPP. 3. PLTA Pumped Storage Untuk memenuhi kebutuhan listrik pada saat beban puncak di sistem Jawa-Bali, sebesar 2.440 MW, Pump Storage Power Plant telah direncanakan selama sepuluh tahun ke depan, terdiri dari: Upper Cisokan (P/S) sebesar 1.040 MW (COD direncanakan pada 2016), Matenggeng (P/S) sebesar 900 MW (COD direncanakan pada 2019/2020) dan Grindulu (P/S) sebesar 500 MW (COD diharapkan pada 2020). Pump Storage dengan kapasitas lebih dari 500 MW di Sumatera dan 800 MW di Jawa Timur juga telah teridentifikasi dan kelayanan potensi ini akan dikaji lebih lanjut.
4. Rencana Pengembangan Melihat potensinya yang besar, hingga tahun 2020 hydropower akan dikembangkan di Indonesia, total 5.722 MW (Indonesia Barat sebesar 1,264 MW, Indonesia Timur Indonesia 1,544 MW, dan Jawa - Bali 2,914 MW). Selain PLTA skala besar, pengembangan Pembangkit Mini-Hidro juga akan dilakukan oleh IPP. Minat investasi swasta dalam pengembangan PLTMH sangat tinggi, dan hingga saat ini sudah beroperasi 23 Unit (total kapasitas 49,490 kW), tahap konstruksi 41 Unit (160.678 kW), sudah PPA 42 Unit ( 227.720 kW) proses PPA 49 Unit (199.576 kW), pengajuan proposal 42 unit (200.208 kW). PLN juga membangun PLTMH dan hingga saat ini yang sudah beroperasi 107 Unit (total kapasitas 131,780 kW), tahap konstruksi: 9 Unit (14.400 kW), tahap studi 26 unit (73.555 kW). 5. Tantangan Pengembangan PLTA/MHPP •
Perizinan / regulasi: Jumlah izin yang waktu pemrosesan banyak dan panjang; Duplikasi pada penerbitan izin lokasi; Proses perizinan yang berbeda antara pemerintah daerah dan sinkronisasi dengan peraturan Pemerintah Pusat; Sinkronisasi dari lisensi proses pengadaan vs regulasi IPP
•
Optimasi PLTA / MHPP skala pengembangan mempertimbangkan sumber daya air yang tersedia
•
Ketidaksesuaian antara potensi dan permintaan dalam sistem listrik
•
Banyaknya isu Sosial - Ekonomi dan Lingkungan, terutama terkait dengan pembebasan tanah dan pemukiman kembali.
•
Masih belum siapnya kemampuan nasional/dalam negeri dalam mengembangkan PLTA / PLTMH (Konsultan, Kontraktor, Industri Domestik / Manufaktur, Pendanaan Dalam Negeri, dll).
•
Kebutuhan investasi yang besar dan waktu pelaksanaan proyek yang lama.
•
Belum tersedianya skema kerjasama yang menarik untuk mendorong partisipasi investor swasta dalam Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air sebagai Pembangkit Listrik Peaking. _____________________________
Presentation 2 “Rol of Local Government in Optimizing Hydro Power Potential” Oleh: Sumarwan HS - Kepala Bidang Listrik dan Pemanfaatan Energi Pemprov Jawa Barat.
1. Peran Pemda dalam Pengembangan Hydropower •
•
Program Listrik Desa : Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Mikrohidro, yang terintegrasi dengan program listrik pedesaan dengan memperluas saluran transmisi PLN. Alokasi anggaran untuk program ini berasal dari berbagai sumber , misalnya: Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan PLN. Program ini diprioritaskan bagi masyarakat di daerah terpencil, dimana operasi dan pemeliharaan pembangkit listrik dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Fasilitas Investasi : Upaya Pemerintah Daerah untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya air, sebagaimana diatur dalam UU No 30 2009 Tahun
2. Regulasi UU No 30 Tahun 2009 'Pasal 4 (3): Fasilitas anggaran disediakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah untuk masyarakat miskin, pembangunan infrastruktur listrik lokal di daerah yang belum berkembang, pembangunan elektrifikasi di daerah terpencil dan perbatasan, dan program listrik pedesaan 3. Alasan Pemda Jabar Mengembangkan Hydropower • • • • •
Listrik memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Secara geografis, kondisi umum di Jawa Barat terdiri dari daerah perbukitan dan pegunungan, terutama di bagian selatan, dengan hutan dan sungai. Listrik infrastruktur PLN masih belum mencapai semua daerah, terutama beberapa daerah terpencil. Pemanfaatan potensi sumber daya air yang besar bisa berperan sebagai sumber daya energi terbarukan, dengan pengelolaan yang baik dan konsep. Dalam jangka panjang, pemanfaatan energi terbarukan akan meningkatkan produktifitas masyarakat, memicu lapangan kerja baru, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
4. Potensi Hydropower yang Melimpah Jawa Barat Provinsi memiliki sumber daya air yang melimpah, sebagian telah digunakan untuk pembangkit listrik tenaga air, baik skala kecil, menengah, maupun besar. Ada 40 DAS, besar dan kecil, di Jawa Barat. Ada pemanfaatan untuk pembangkit listrik tenaga air yang besar, seperti di Sungai Citarum: Saguling Hydro Powert Cirata Dan Jatiluhur. Sampai saat ini, ada lebih dari 45 unit mikro dan minihydro telah dibangun sejak tahun 2001 di Jawa Barat. Ada 3 skema Pengembangan PLTMH di Jawa Barat. Pertama adalah skema Ongrid system, dihubungkan dengan saluran transmisi PLN, seperti PLTMH Cinta Mekar, PLTMH Curug Agung, PLTMH Melong. Kedua, skema Captive Market yaitu untuk memasok wilayah pasar tertentu, seperti untuk perkebunan teh yang banyak di Jawa Barat, misalnya: PLTMH Dewata di Ciwidey. Ketiga, skema Isolated yakni pemafaatan
listrik hanya untuk masyarakat setempat, seperti: PLTMH Leuwi Kiara, PLTMH Cimapag, PLTMH Tangsi Jaya. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengembangkan PLTA Skala Kecil adalah: Survey, identifikasi potensi, studi kelayakan dan Detail Enginering Desain (DED), pembangunan fisik konstruksi yang membutuhkan keterlibatan aktif masyarakat, dan terakhir perumusan lembaga masyarakat. 5.
Beberapa Catatan untuk Pengembangn PLTMH • • • • • •
Berdasarkan pengalaman Pemda Jabar dalam mengembangkan lebih dari 20 unit mikrohidro menunjukkan bahwa proyek mikrohidro lebih mungkin untuk dikelola dengan baik, berkelanjutan, jika keterlibatan masyarakat setempat sudah tumbuh. Untuk mempercepat pengembangan PLTMH, harus ada keterpaduan program dari semua pemangku kepentingan. Survey untuk potensi air masih dibutuhkan, serta studi kelayakan, baik untuk kebutuhan masyarakat (terisolasi) atau untuk investasi swasta (on grid); Untuk mekanisme grid off, bantuan untuk mikrohidro harus disertai dengan pengembangan penggunaan akhir yang produktif oleh masyarakat (sebagai satu paket). Pengembangan teknologi lokal dan manufaktur harus terus didorong. Perlu koordinasi dengan sektor swasta, sehingga potensi mikrohidro dapat dimanfaatkan secara optimal.
_______________________________
Presentation 3 “HYDRO ELECTRIC POWER PLANT PROJECTS DEVELOPMENT IN NORTH SUMATERA PROVINCE” Oleh : Dinas Pertambangan dan Energi Pemprov Sumatera Utara 1. Sumatera Utara memiliki potensi hydropower terbesar di Indonesia, yakni total mencapai 3.098,341 MW. Potensi untuk pembangkit skala besar sebesar 3.005,300 MW di 66 lokasi, skala mini sebesar 89,698 MW di 95 lokasi, dan skala mikro sebesar 3,343MW di 72 lokasi. 2. Di Sumatara Utara saat ini ada 4 PLTA yang sudah beroperasi, yaitu PLTA Asahan I (180 MW), PLTA Asahan I (603 MW), PLTA Renun ( 82 MW), dan PLTA Sipansihaporas (50 MW). 3. PLTM yang beroperasi di Sumatera Utara berada di 7 daerah sebanyak 42 unit dengan total kapasitas 22,1 kW. Sedangkan PLTMH ada di 11 daerah sebanayk 42 unit dengan total kapasitas 853 kW. 4. Dinas Pertambanagn dan Energi Provinsi Sumut memiliki program pengembangan sumber daya air, diantaranya; • Melakukan survei potensi energi yang dapat dikembangkan untuk pembangkit listrik
• • • • • •
Melakukan studi kelayakan untuk pembangunan PLTMH Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Mikro Hidro Coaching dan bantuan teknis untuk mengoperasikan dan memelihara PLTS/ SHS dan PLTMH Mendorong investasi pembangkit hidro Mendorong pembentukan BUMN / BUMD untuk pengelolaan sungai Asahan Peningkatan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan energi bersih, efisien, terbarukan dan ramah lingkungan -----------------------------------------------------------------------------------------------
Q & A Panel Diskusi 2: 1. Q : Apakah di dalam pemanfaatan sungai ini ada kaidah: “1 river 1 management”? jika sudah, apakah ada pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah setempat? Usul : Adanya regulasi manajemen sungai sekaligus pembagian wewenangnya. A : UU sumber daya air, sudah ada kebijakan untuk manajemen sumber daya air. Yang belum ada ialah kebijakan pemanfaatan. Jadi baiknya duduk bersama antara PLNmasyarakat-swasta-METI untuk membahas pendayagunaan sumber air yang besar potensinya, namun masih dalam skala kecil pemanfaatannya. “1 river 1 management” dalam pengelolaannya sudah terlaksana di Jawa Barat. Untuk sumber daya air, harus ada kesepatan bersama, apakah sumber air di sungai dimanfaatkan untuk sumber energi atau hal yang lain, jika sudah sepakat ayo kita kerjakan sama-sama. “1 river 1 management” sudah lama ada sistemnya. Namun mungkin dalam penerapannya belum terlalu maksimal. PU mengupayakan agar pemanfaatan sungai itu bisa optimal. Pajak air, lebih terkait dengan kementerian PU. Pengaturan tata kelola air dikelola oleh institusi di bawah Kementerian PU. Ke depan akan dibutuhkan sebenarnya “1 river 1 management” dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya air di sungai. 2. Q : Seandainya oleh suatu swasta ditemukan potensi PLTA, dan ia juga kemudian berhasil mendapatkan perndanaanya, bagaimana prosedur untuk implementasinya?? A : Bisa dibangun oleh swasta dan dengan pemakaian sendiri ataupun untuk komersil, namun tetap harus memiliki izin dari instansi terkait. 3. Q : Mengenai masalah pembebasan lahan. Usul: untuk PLTA skala besar, supaya dalam pengembangannya kalau bisa lahan itu jadi tanggung jawab dari pemerintah. Mengenai masalah reservoir dam, kalau bisa ini juga dalam tanggung jawab pemerintah A : PLN pernah gagal karena kondisi alam yang ada (perlindungan hewan). Hal ini masih menjadi PR ke depannya bagaimana solusi terbaik untuk masalah ini. PLN sulit
untuk melakukan pembebasan tanah karena masih dianggap swasta dalam hal ini, sehingga untuk beberapa kasus, PLN memakai tangan melalui kementrian ESDM untuk melakukan pembebasan lahan. 4. Q : Seperti tidak ada “gregetnya” dari sektor pemerintah daerah yang sudah diberikan wewenang. METI memiliki banyak pelaku yang terlibat di dalamnya, terdapat banyak PPA yang sudah dikeluarkan namun tidak dikerjakan. Tapi Pemda pun tidak menegur. Pemda memberikan angin-angin segar dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Mengenai Tariff dari Pemda, pemda akan membuat kebijakan tariff air, apakah tariff itu akan mempengaruhi investasi yang sudah dibuat sejak awal? A : Pemda akan memfasilitasi, namun jika kembali ke Undang-undang, sudah ada pembagian kewenangan pemeritah pusat, propinsi sampai ke kabupaten. Kalau untuk menegur secara prinsip tidak ada wewenang, karena PPA dari pemerintah pusat. _____________________________________________________________________
PANEL DISCUSSION 3: “ IPP Peaking HPP & Pricing Regulation“ (Moderator: Riki Ibrahim - MKI ) Presentation 1 “PEAKING FOR MINI HYDRO POWER PLANT (PLTMH)” Oleh: M. Riza Husni, Chairman Bersaudara Group. 1.
• • •
•
Beberapa aspek yang perlu dikatahui tentang pembangunan PLTM: Ini bisa menjadi aktivitas pembangunan besar-besaran: Dalam salah satu proyek yang kami bangun, sedikitnya telah mempekerjakan 300 orang, dan setidaknya ada 60 alat berat selama 2 tahun di daerah terpencil. Ini dapat menjadi kegiatan konstruksi yang panjang: Beberapa proyek yang kami ketahui, dibutuhkan waktu 4,5 tahun untuk menyelesaikan. Mungkin itu disebabkan oleh kesulitan topografi atau masalah sosial. Ini dapat menjadi proyek pinjaman besar bagi Bank skala menengah Indonesia: Sebagian besar bank berskala menengah di Indonesia akan mempertimbangkan ekstra hati-hati dalam meminjamkan proyek di atas 200 milyar, terutama mengingat kesulitan dalam melikuidasi proyek atau menjual proyek jika terjadi sesuatu kekeliruan. Ini dapat menjadi sebuah proyek dengan berbagai masalah sosial: Proyek penyediaan listrik bias jadi bukan proyek yang "dibutuhkan" oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya di daerah di mana listrik sudah tersedia. Dan jika proyek tersebut dimiliki oleh perusahaan swasta, kadang-kadang orang diprovokasi untuk menuntut banyak.
•
Ini benar-benar menjadi sebuah proyek yang membutuhkan begitu banyak lisensi dari berbagai kantor pemerintah: Hal ini terutama benar-benar terjadi ketika proyek berlokasi di area kehutanan.
2.
Karena semua aspek di atas, tentu saja dengan beberapa pengecualian, Minihidro dalam penerapannya bukan sekedar sebuah konstruksi skala mini. Ini lebih merupakan kegiatan konstruksi yang kompleks untuk menghasilkan beberapa mega watt listrik. Proyek itu menjadi menarik karena merupakan proyek "ENERGI TERBARUKAN". Karena energi yang dihasilkan hanya beberapa mega watt, maka akan lebih efisien jika tidak dilakukan oleh PLN. Ini harus dilakukan oleh perusahaanperusahaan skala menengah.
3.
Membahas Peaking Mini Hydro, itu berarti fokus pada efisiensi PLN sebagai pembeli, bukan efisiensi produsen. Kebijakan-kebijakan tentang mini hidro dimaksudkan untuk mengundang sektor swasta ke mini hidro tanpa menyebutkan secara spesifis untuk peaking. Oleh karena itu ada beberapa pertimbangan saya, atas nama pengembang dan asosiasi ingin mengusulkan:
•
PLN harus membuka diri dengan menginformasikan kepada sektor swasta tentang tarif maksimum dengan mempertimbangkan tujuan jangka panjang. Dalam menentukan tarif yang maksimal, harus dilakukan secara kreatif. Yang dimaksudkan kreatif antara lain adalah sebagai berikut: o Memberikan tingkat pembayaran yang menarik. o Memberikan tarif peaking menarik untuk jangka waktu terbatas atau tertentu o Membantu pengembang energi peaking dengan mememberikan dana murah untuk menggantikan pinjaman. Dana tersebut dapat berasal dari obligasi lokal yang diterbitkan oleh PLN secara langsung maupun bekerja sama dengan beberapa pengelola dana pensiun.
•
PLN harus mengeluarkan “NON NEGOTIABLE FIX TARIFF and CONTRACT “ yang sederhana untuk peaking, mirip dengan Peraturan Menteri untuk mini hidro di bawah 10 MW. Hal ini sangat penting bagi pengembang dan investor karena antara lain sebagai berikut: o Peaking Mini Hydro harus direncanakan dari awal, mulai dari desk study, initial survey, sampai dengan initial site investigation. Ini pasti tidak akan menarik jika kita harus menghabiskan lebih banyak uang untuk melakukan studi dan investigasi, melihat kemungkinan peaking tanpa mengetahui tarif apa yang akan ditoleransi oleh PLN. Tanpa fix tariff, kami tidak tahu tim macam apa yang akan kami hadapi di PLN? Pro investment team atau defensive team? Pertanyaan selanjutnya: akan berapa lama negosiasi akan berlangsung? o Proses mendapatkan pinjaman untuk pengembang harus dimulai lebih awal pada tahap perencanaan.
•
PLN harus tegas menghilangkan kemungkinan lokasi proyek hydro diblokir oleh perusahaan yang tidak bertanggung jawab yang bertujuan untuk menjual lisensi / PPA. Praktek-praktek seperti itu membuat proyek lebih mahal.
•
Dari sisi pengembang dan investor, peaking minihydro itu akan menjadi menarik, jika ada regulasi yangi memungkinkan ekstra MW diproduksi sebagai energi peaking.
Presentation 2: “Project Financing For Hydro Power Plant” Oleh: Frans Nembo Sukardi, Director of PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). 1. Investasi Energi Terbarukan membutuhkan: belanja modal yang besar, pemantauan yang ketat dan perencanaan rinci sangat penting, time-frame PPA untuk mengatur pembiayaan harus realistis, keekonomian investasi energi terbarukan seharusnya tidak lebih buruk daripada investasi bahan bakar fosil, butuh waktu untuk membangun kapasitas dan untuk mengenal lebih dekat risiko bisnis, bahan baku dan risiko teknis. 2. Masalah & Tantangan Proyek Energi Terbarukan o Masih adanya subsidi BBM oleh Pemerintah o Beberapa sumber energi, seperti tenaga panas bumi dan hidro, sering berada di hutan lindung. o Pendanaan / pembiayaan jangka panjang o Harga Listrik tidak ekonomis lagi. o Peoyek pembangkit energi terbarukan pembangkit dengan skema PPA, prosedurnya memakan waktulebih lama o Penyesuaian harga baru perlu dilakukan perubahan peraturan (tidak ada negosiasi). 3. Pembiayaan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) pada proyek PLTMH: Total kapasitas pembangkit yang didanai oleh SMI adalah 28,32 MW (Sumatera Utara 20 MW, Sumatera Barat 8 MW, Jawa Tengah 0,32 MW). SMI membiayai proyek pembangkit listrik hidro kecil (sampai dengan 10 MW) karena: o Kesiapan proyek dalam hal kesepakatan PPA dengan PLN dan lisences lainnya. o Harga jual listrik ke PLN kompetitif dan layak bagi investor. o Tidak banyak bank atau lembaga keuangan lain yang tertarik dalam memberikan pembiayaan kepada proyek-proyek pembangkit listrik tenaga air kecil. 4. Kendala yang dialami: o Masih belum ada komitmen dari pemerintah (PLN) untuk membeli semua listrik yang dihasilkan oleh para investor (IPP).\ o Komitmen pembelian hanya didasarkan pada PPA. Sedangkan pembelian kelebihan daya masih tergantung pada kebutuhan yang tergantung neraca daya setemapt serta kesiapan PLN dalam menyediakan transmisi (grid). o Lokasi adalah di hutan lindung. Ini berarti perlu dimilikinya izin khusus yang mungkin memakan waktu lama untuk mendapatkannya.
5.
SMI telah membiayai proyek-proyek energi terbarukan (mini hidro di Sumatera Utara) sejak tahun 2010 ketika bank-bank masih belum tertarik untuk terlibat dalam pembiayaan proyek-proyek hidro mini. Di masa depan, SMI akan mengatur pembiayaan bersama dengan bank.
6. Pesan Penting: Jika ada yang memiliki proyek mini hydro, sepanjang seluruh dokumen sudah lengka, tidak ada masalah bagi kami (SMI) untuk membiayai proyek tesebut !
Q & A Panel Diskusi 3: Q : Apakah pinjaman diberikan dalam rupiah atau dalam valas juga? Apakah ada refinancing fee jika proyeknya sudah sukses? A : Sejauh ini yang disediakan adalah dalam rupiah. Ada kendala, semua proyek dalam negeri hanya menyediakan dalam rupiah. Besarnya pinjaman 20-30%, sekitar 170 M rupiah. Pembayaran refinancing sudah dilakukan di dalam beberapa proyek yang dibiayai.
Q : Bagaimana SPV sebagai perusahaan yang baru terbentuk, mampu memberikan jaminan asset? A : SPV pada awalnya memang tidak memiliki apa-apa. Memang cashflow yang diprediksi sebelumnya adalah untuk 15 tahun ke depan. Untuk project finance, surat-surat legal sangat dibutuhkan di awal. Komitment dari semua yang terlibat dari proyek ini sangat dibutuhkan demi kesinambungan proyek. Memang tidak mudah, karena sarat dengan perjanjian yang harus diikuti. Sehingga, jika semua komitmen tidak bisa diikuti, tidak akan ada deal. Proyeksi cashflow memang tidak menjamin, tapi kami melihat bagaimana proyek ini memang bagus. Kesulitan dalam masalah finance adalah: mendapat kepercayaan dari bank yang akan memberikan funding. Di Indonesia, proyek pembangunan PLTA sejauh ini belum menjadi primadona para perbankan. Q : Bank sangat antusias dalam memberikan flow untuk proyek, dengan lebih banyak memberikan donasi dalam porsi rupiah. Apakah mungkin memberikan financing…? Lalu, kriteria sponsor seperti apa yang available, dari perspektif lender? A : Hampir semua proyek yang dibiayai, tidak ada jaminan selain jaminan cashflow. Kami yakin proyek ini bagus dan merupakan hasil studi hidrology, serta kenyataan sungai yang tidak pernah kering. Yang menjadi penekanan utama: studi lapangan menyangkut hydrology, feasibility, dan environment.
Mengenai kriteria sponsor, banyak hal yang terjadi yang biasanya tidak sesuai dengan perencanaan awal. Sehingga yang dilihat dari sisi sponsor, apakah ia berani menanggung jaminan akan kecenderungan salah perhitungan dalam berjalannya proyek. Karena bagian ini adalah hal penting dalam project finance. _____________________________________________________________________