Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi Oleh: Ulyan Nasri Nasri, Ulyan. “Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi”, Fitrah Jurnal Studi Pendidikan, Vol. 5, No. 1 Juni 2014, h. 36-50
Abstract: Education in economics view may be regarded as a commodity
(consumer goods) and at the same time as an investment. When it is viewed from the motivation, the education as consumption is motivated by the desire to satisfy the need for personal development, social needs, the need for knowledge and understanding. As a commodity investment that not only provides immediate satisfactory, education also has a long-term capacity to produce better services and productive in the next periods. Education as an investment is based on the assumption that human being is a form of capital (human capital) as well as other forms of capital. Human capital consists of skills, abilities, knowledge that are crucial to economic growth of human and productivity of nation.
Keywords: Education, Consumption, Investment, Quality, Human. Abstrak: Pendidikan dalam kacamata ilmu ekonomi bisa dikatakan sebagai komoditi (barang konsumen) dan pada saat yang sama sebagai investasi, bila dilihat dari motivasinya, maka pendidikan sebagai konsumsi ini dimotivasi oleh keinginan untuk memuaskan kebutuhan akan pengembangan kepribadian, kebutuhan sosial, kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman. Sebagai komoditi investasi yang tidak hanya memberikan kepuasan sesaat, juga memiliki jangka panjang kapasitas untuk menghasilkan layanan yang lebih baik dan produktif dalam periode mendatang. Pendidikan sebagai investasi didasarkan atas anggapan bahwa manusia merupakan suatu bentuk kapital (human kapital) sebagaimana bentukbentuk kapital lainnya, human capital terdiri dari kecakapan, kemampuan (skill), pengetahuan (knowledge) yang sangat menentukan terhadap pertumbuhan ekonomi manusia dan produktivitas suatu bangsa. Kata Kunci: Pendidikan, Konsumsi, Investasi, Kualitas, Manusia.
Institut Agama Islam Hamzanwadi Anjani-Lombok Timur. Email:
[email protected]
36 |
Fitrah Jurnal Studi Pendidikan
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
Kesadaran akan segala multi-krisis yang dihadapi manusia, baik itu krisis pengetahuan (knowledge) dan ekonomi, menjadi salah satu faktor yang mendorong manusia untuk mencoba menemukan solusi terkait yang dapat membantu dan menjawab persoalan tersebut. Solusi yang tepat dalam menjawab persoalan ini adalah pendidikan. Belajar dalam konsep Pendidikan Agama Islam dan pendidikan secara universal merupakan tuntutan hidup sepanjang hayat manusia (life long learning). Untuk mampu bersosialisasi dengan harmonis di masyarakat, manusia dituntut memiliki modal etika, moral, dan akhlak yang mulia, yang semuanya dapat diperoleh melalui proses pembelajaran yang sangat panjang, baik itu di dunia pendidikan formal maupun informal. Begitu urgennya pendidikan dalam setiap individu, maka pendidikan menjadi kebutuhan primer yang esensial untuk menjalani hidup. Inilah yang dimaksud dengan pendidikan sebagai konsumsi dan investasi dalam sudut pandang ilmu ekonomi. Tulisan berikut ini, akan membahas tentang pendidikan sebagai konsumsi dan investasi. Pentingnya Pendidikan Bagi Kehidupan Pendidikan adalah hidup.1 Pendidikan (education), kemampuan (skill), pengetahuan (knowledge) merupakan salah satu modal yang kita miliki untuk hidup di zaman kontemporer yang sarat dengan persaingan di segala bidang. Pelaksanaan internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan sangat urgen untuk dilaksanakan di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apalagi pada era globalisasi dan modernisasi. Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh dunia secara umum dan Indonesia secara khusus adalah mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu oleh pendidik profesional. Pendidikan menurut Islam harus diorientasikan kepada kebahagiaan hidup di Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan (Yogyakarta: Kaukaba, 2012), 27. 1
Vol. 5, No. 1, Juni 2014
i
|37
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
dunia dan di akhirat, yang bersumber pada al-Qur‟an dan al-Hadis.2 Abuddin Nata menjelaskan pendidikan Islam sebagai proses untuk menghasilkan manusia (ilmuwan) integratif, yang padanya terkumpul sifat-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur, dan sebagainya.3 Proses internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan diperoleh melalui jalur pendidikan, karena untuk bisa hidup survive di zaman serba canggih ini dibutuhkan pendidikan yang memadai. Pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup lebih efektif dan efisien.4 Muhammad Noor Syam menyatakan bahwa pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu ruhani (pikir, rasa, cipta, dan budi nurani). Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan), isi, sistem, dan organisasi pendidikan.5 Pendidikan dalam arti sempit adalah proses yang dilaksanakan di lembaga pendidikan formal (sekolah/ madrasah). Dalam arti luas Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di dalam dan di luar sekolah untuk menyiapkan anak memerankan dirinya di tengah masyarakat.6 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan sangat urgen dalam keharmonisan hidup manusia seutuhnya. Manusia membutuhkan pendidikan karena pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses 2Muhaimin,
dkk., Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam (Cirebon: Pustaka Dinamika, 1999), 110. 3 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), 170-171. 4Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III (Jakarta: Kencana, 2012), 4. 5 Abd. Haris dan Kivah Aha Putra, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2012), 17. 6 Ara Hidayat & Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan (Yogyakarta: Kaukaba, 2012), 27-28. Bandingkan juga Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), 18. Lihat juga Irianto, Pendidikan.., 3.
38 |
Fitrah Jurnal Studi Pendidikan
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melakasanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.7 Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya merupakan tujuan pendidikan nasional.8 Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau tidaknya suatu negara dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Apabila out put dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan. Pendidikan sebagai Konsumsi Pendidikan dapat dipandang sebagai konsumsi maupun investasi karena semua orang membutuhkan pendidikan. Sebagai konsumsi, ia memberikan kepuasan kepada manusia secara langsung pada saat memperoleh pendidikan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Kebutuhan dan keinginan yang dimaksud di sini adalah manusia memiliki sifat ingin tahu (curiocity) dan bertanya. Sifat inilah yang mendorong manusia untuk terus menggali informasi atau pengetahuan. Dilihat dari segi sifat kebutuhan, pengadaan pendidikan pada tingkat ini merupakan barang publik. Kemudian dilihat dari motivasinya, maka pendidikan dipandang sebagai barang konsumsi yang dimotivasi oleh keinginan untuk memuaskan kebutuhan akan Barnawi & Mohammad Arifin, Etika & Profesi Pendidikan (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2012), 13. Lihat juga H. A. R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), 66. Lihat juga Usman, Filsafat Pendidikan: Kajian Filosofis Pendidikan Nahdlatul Wathan (NW) di Lombok (Yogyakarta: Teras, 2010), 123. 8 Irianto, Pendidikan.., 3. 7
Vol. 5, No. 1, Juni 2014
i
|39
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
pengembangan kepribadian, kebutuhan sosial, kebutuhan akan pengetahuan, dan pemahaman.9 Sumber daya manusia yang terdidik yang menjadi tujuan akhir dari pendidikan.10 Maka, pendidikan di sini sangat urgen sekali bagi manusia karena pendidikan merupakan kebutuhan dan semua orang butuh pendidikan untuk menjalani kehidupan. Inilah yang dimaksud dengan pendidikan sebagai konsumsi. Melalui pendidikan manusia diarahkan untuk belajar, manusia yang belajar adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan belajar sebagai proses mengubah tingkah laku menuju kondisi yang lebih baik. Pendidikan sebagai konsumsi dipahami sebagai hak dasar manuasia dan merupakan salah satu hak demokrasi yang dimiliki oleh setiap warga negara.11 Pendidikan sebagai konsumsi merupakan hal yang harus dipenuhi manusia karena manusia memilki potensi untuk berpengetahuan yang luas melalui jalur pendidikan dan latihan dapat diperoleh pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill), maka pendidikan merupakan pedoman, dasar, dan acuan untuk bertindak dan bersosialisasi dengan lingkungan. John Vaisey, sebagaimana dikutip oleh Malik Fajar, mengemukakan bahwa pendidikan adalah dasar dari pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, sains dan teknologi, menekan dan mengurang kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, serta peningkatan kualitas peradaban pada umumnya. Selanjutnya dikemu-kakan juga oleh Vaisey bahwa sejumlah besar dari apa yang kita ketahui diperoleh dari proses belajar secara formal di lembaga-lembaga pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi).12 Pendidikan diformulasikan sebagai proses pengembangan dan latihan yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan kepribadian (character), terutama yang dilakukan dalam suatu bentuk formula (sekolah) kegiatan pendidikan mencakup proses Ibid. Nazili Shaleh Ahmad, Pendidikan dan Masyarakat, terj. Syamsuddin Asyrofi (Yogyakarta: Sabda Media, 2011), 102. 11 UU.No.32/Th.2004 (Bandung: Citra Umbawa, 2012), 43. 12 A. Malik Fajar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam (Jakarta: LP3NI, 1998), 53. 9
10
40 |
Fitrah Jurnal Studi Pendidikan
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
dalam menghasilkan (production) dan transfer (distribution) ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh individu atau organisasi belajar (learning organization).13 Pendidikan sebagai Investasi Dalam perspektif ekonomi, pendidikan didasarkan pada alasan bahwa pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi.14 Contoh yang realistis adalah pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif inilah yang dimaksud dengan pendidikan tidak hanya sebagai konsumsi juga sebagai investasi. Nanang Fattah, dengan mengutip Cohn, mengartikan investasi sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah barang ataupun jasa di kemudian hari dengan mengorbankan nilai konsumsi sekarang.15 Dengan penjelasan ini dapat dimengerti bahwa seseorang yang berinvestasi melalui pendidikan akan merasakan atau memetik manfaatnya di kemudian hari atau di masa depan. Dan seseorang itu harus tahan berkorban dan mengeyampingkan kesenangannya atau keinginannya untuk beberapa saat sesuai dengan kondisi yang ditempuhnya. Sebagai barang investasi, pendidikan merupakan unsur penting dalam pembentukan sumber daya modal manusia (human capital) yang tidak kalah pentingnya dengan sumber daya modal fisik Nanang Fattah, Ekonomi &Pembiayaan Pendidikan (Bandung: Rosda, 2004), .14. lihat juga Mintarsih Danumiharja, Manajemen Keuangan Sekolah (Jakarta: Uhamka Press, 2004, v. Lihat juga Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 661. 14 http://www.imammachali.com/berita-134-perspektif-ekonomipendidikan-pendidikan-sebagai-konsumsi-dan-investasi.html, diambil pada Kamis 27 Maret 2014. 15 Fattah, Ekonomi …, 18. 13
Vol. 5, No. 1, Juni 2014
i
|41
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
(physical capital) yang secara bersama-sama memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bangsa pada umumnya. Kualitas sumber daya modal manusia suatu bangsa bersumber dari dua, yaitu dari unsur genetic dan unsur kemampuan yang diperolehnya. Pendidikan sebagai investasi memberikan andil dalam pembentukan unsur kedua tersebut. Pemikiran ilmiah tersebut baru menemukan memontumnya pada tahun 1960-an ketika pidato Theodore Schultz pada tahun 1960 yang berjudul “Invesment in Human Capital” di hadapan The American Economic Association. Pesan utama pidato tersebut sederhana, bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi juga merupakan suatu investasi. Lebih lanjut Schultz memperlihatkan bahwa pembangunan sektor pendidikan dengan manusia sebagai fokus intinya telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja. Penemuan dan cara pandang ini mengundang ketertarikan sejumlah ahli untuk meneliti mengenai nilai ekonomi dari pendidikan.16 Cohn, sebagaimana dikutip Moch. Idochi Anwar, memperinci empat nilai ekonomi pendidikan: pertama, berdasarkan pendekatan human capital yang mengkonstantasi hubungan linier antara invesment of education dengan higher productivity dan higher earning. Maksudnya, manusia sebagai modal dasar yang dinvestasikan dalam pendidikan akan menghasilkan manusia terdidik yang produktif, dan meningkatnya penghasilan sebagai akibat dari kualitas kinerja yang ditampilkan oleh manusia terdidik tersebut. Kedua, berdasarkan pendekatan radikal yang menyatakan bahwa pendidikan yang lebih baik diperuntukkan bagi tingkatan ekonomi tinggi. Tingkatan pendidikan sebagai penentu masa depan manusia harus mendukung seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan kemampuan akademik dan sosial mereka. Ketiga, berdasarkan taxonomy of education benefit 16
42 |
Ibid.
Fitrah Jurnal Studi Pendidikan
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
diperlihatkan bahwa peningkatan kapasitas penghasilan manusia terdidik berhubungan nyata dengan tingkat pendidikan. Aktualisasi pendidikan pada level tertentu menggambarkan keterkaitan antara private dengan social benefit pendidikan.17 Apa yang Cohn kemukakan pada poin pertama di atas tampaknya sulit untuk dibantah, semakin terdidik seseorang akan semakin produktif dan berkualitas hasil kerjanya dan dengan demikian akan berdampak pada penghasilannya. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan ia memiliki keterampilan teknis yang diperolehnya dari pendidikan. Oleh karena itu, salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Adanya pendidikan life skill dan broad based education adalah untuk mengembangkan keterampilan hidup tersebut. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang produktif seperti yang dijelaskan di atas jelas tidak mudah. Dengan demikian perlu dirancang pengembangan sumber daya manusia yang meliputi: 1. Penggunaan pendekatan pendidikan dan pelatihan yang sistematis dan terencana. 2. Penerapan kebijakan dari pengembangan yang berkesinambungan. 3. Penciptaan dan pemeliharaan organisasi pembelajaran. 4. Pemastian bahwa seluruh kegiatan pendidikan dan pelatihan terkait dengan kinerja. 5. Adanya perhatian khusus untuk pengembangan manajemen dan perencanaan karir.18 Sedangkan pada poin kedua tampaknya tidak sesuai dengan konsep demokrasi dalam pendidikan di mana pendidikan itu diperuntukan untuk semua warga negara tanpa membedakan antara yang kaya dan yang miskin. Memang pada situasi tertentu apa yang dikemukakan Cohn tersebut ada benarnya. Dan untuk poin ketiga yang dikemukakan Cohn sepertinya juga sulit dibantah bahwa masuk 17Moch. Idochi Anwar, Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan: Teori, Konsep dan Isu (Bandung: Alfabeta, 2004), 193-194. 18 Ati Cahayani, Strategi dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Indeks, 2005), 103.
Vol. 5, No. 1, Juni 2014
i
|43
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
sistem persekolahan adalah harapan atau kadang mimpi menaikkan jenjang status ekonomi sosial dan produktivitas bangsa memang bukan sebuah mimpi kosong atau fatamorgana. Pasar kerja dan upah/gaji yang berlaku serta investasi manusia yang handal di masyarakat kita menunjukkan keterkaitan erat dengan jenjang pendidikan formal dan pelatihan yang dicapai. Premis-premis di atas dengan jelas menunjukkan kecenderungan keterkaitan itu. Dari tahun 1976 sampai tahun 1986 misalnya, pendapatan pekerja lulusan Perguruan Tinggi adalah 1.5 kali pendapatan mereka yang lulus Sekolah Menengah Atas.19 Sementara itu di Amerika Sarikat (1992), seseorang yang berpendidikan doktor memiliki penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dolar.20 Investasi dalam pendidikan juga menunjukkan tingkat pengembalian (rate of return) yang lebih tinggi daripada investasi fisik di bidang lain. Tingkat pengembalian pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan tingkat pengembalian investasi pendidikan relatif lebih tinggi daripada investasi modal fisik, yaitu 20% dibanding 15%. Sementara itu, di negara-negara maju tingkat pengembalian investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik, yaitu 9% dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan karena jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan, sehingga tingkat upah lebih tingi dan menyebabkan tingkat pengembalian terhadap pendidikan juga tinggi.21 Francis Wahono, Kapitalisme Pendidikan AntaraKompetisi dan Keadilan (Yogyakarta: Insist Press, Cindelaras, dan PustakaPelajar, 2001), 59. 20 Nurkolis, “Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang,” dalam Indra Bastian, Akuntansi Pendidikan (Jakarta: Erlangga, 2007), 179. 21 Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 247. 19
44 |
Fitrah Jurnal Studi Pendidikan
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
Dari uraian-uraian di atas semakin jelas bahwa pendidikan bagi individu merupakan investasi bagi dirinya sendiri untuk menghadapi tantangan hidup di masa depan, yang sekaligus menunjukkan keberhasilan pendidikannya. Pendidikan sebagai investasi secara universal adalah penanaman modal dengan cara mengalokasikan biaya untuk penyelenggaraan pendidikan serta mengambil keuntungan dari sumber daya manusia yang dihasilkan melalui pendidikan tersebut. Melalui pendidikan dihasilkan manusia-manusia yang mempunyai kemampuan dan keterampilan yang sangat diperlukan bagi perekonomian suatu negara untuk meningkatkan pendapatan individu dan pendapatan nasional. Dengan demikian, keuntungan atau untuk mengetahui hasil dari investasi dalam pendidikan memerlukan jangka waktu yang panjang. Pendidikan sebagai human investment memiliki dampak ganda ikutan (multiflying effects) terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu: Pertama, memberikan manfaat secara ekonomi, pendidikan mampu membangun ekonomi masyarakat dan bangsa. Kedua, memberikan manfaat secara politik, pendidikan juga mampu memberdayakan pimpinan dari lokal sampai ke pusat untuk mengambil kebijakan yang mampu mensejahterakan seluruh rakyat. Ketiga, memberikan manfaat secara sosial dan budaya, pendidikan mampu memberikan budaya yang sehat dan baik bagi masyarakat. Pendidikan yang diperoleh oleh seseorang akan mempunyai pengaruh terhadap tinggi rendahanya pendapatan yang ia peroleh, walaupun tidak menjamin sepenuhnya, akan tetapi kecenderungan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar cukup tinggi. Lebih-lebih jika seseoarang bekerja pada lembaga yang tidak mempertimbangkan gaji berdasarkan tinggi rendahnya tingkat pendidikan (PNS). Apabila jenjang dan tingkat pendidikan yang diperoleh di masa sesudah bekerja (pensiun) dihargai sebagai dasar dalam penetapan gaji, maka siapa yang pendidikanya tinggi tentu akan memperoleh pengharagaan yang tinggi. Semakin tinggi pendidikan mempunyai arti semakin banyak investasi pada diri orang tersebut sehingga wajar dihargai dengan nilai yang lebih tinggi.
Vol. 5, No. 1, Juni 2014
i
|45
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
Sejalan dengan pernyataan di atas tepat sekali peribahasa Cina yang mengatakan: “Jika anda berencana untuk satu tahun, tanamlah biji-bijian. Jika anda berencana sepuluh tahun, tanamlah pepohonan. Jika anda berencana untuk seribu tahun, tanamlah manusia.”22 Dengan demikian, melalui pendidikan manusia “ditanam” (konstruksi) dan dengan pendidikan pula masa depan dibangun. Menakar Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi Pendidikan selain penting dilihat dari dimensi konsumsi dan investasi, yang tidak kalah pentingnya, pendidikan juga penting dilihat dari aspek manfaat (aksiologi) secara privat/individual dan manfaat sosial. Manfaat secara individual adalah manfaat yang dapat dirasakan oleh seseorang karena pendidikannya. Sedangkan manfaat sosial adalah manfaat yang mungkin tidak dirasakan oleh seseorang karena pendidikannya, tetapi manfaatnya diserap oleh anggota masyarakat yang lain. Pada umumnya, seseorang yang berpendidikan lalu ia menjadi anggota masyarakat, maka manfaat yang bersifat individual akan termasuk ke dalam manfaat secara sosial. Dengan begitu, manfaat sosial berarti keseluruhan dari manfaat pendidikan secara individual dan manfaat lain yang mungkin tidak dirasakan secara individu. Pendidikan tidak hanya sebagai konsumsi dan investasi, tidak sebatas itu, pendidikan juga penting untuk diinternalisasikan sebagai kebutuhan sosial, memberikan manfaat secara sosial dan budaya, pendidikan mampu memberikan budaya yang sehat dan baik bagi masyarakat. Setiap manusia memerlukan pendidikan, baik pendidikan formal yang didapat dari bangku sekolah maupun pendidikan informal yang didapat dari keluarga dan lingkungan sekitar. Pendidikan, yang dalam hal ini pendidikan formal di sekolah mempunyai manfaat yang begitu besar bagi manusia, di antaranya adalah untuk menjadikan manusia cerdas dan terampil, menjadikan 22Khursyid
Ahmad, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. A.S. Robith (Surabaya: Pustaka Progressif, 1992), 16.
46 |
Fitrah Jurnal Studi Pendidikan
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
manusia memiliki budi pekerti yang luhur dan berakhlak mulia, meningkatkan kualitas dan tingkatan hidup manusia, meningkatkan taraf hidup dan derajat hidup manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan manusia maka manusia tersebut akan semakin tangguh dalam mengarungi arus kemajuan zaman dan menjalani kehidupan. Pendidikan informal sangat bermanfaat untuk membentuk seorang manusia menjadi pribadi yang beragama kuat, berbudi pekerti luhur, dan berakhlak mulia. Jadi, pendidikan sangat besar manfaatnya bagi kehidupan seseorang, yaitu untuk menjadikan seseorang cerdas, terampil, beragama dan bermoral luhur, dan tangguh dalam menjalani kehidupan. Pendidikan bukan hanya diperhatikan dari dua sisi saja (konsumsi dan investasi), melainkan juga harus diintegritaskan juga kepada keharmonisan di masyarakat, karena orientasi pendidikan kepada masyarakat juga sangat penting. Karena masayarakat adalah tempat manusia bergaul, jadi pendidikan juga harus diarahkan kepada keharmonisan di masyarakat, setelah manusia menempuh pendidikan diharapkan juga manusia bukan hanya pendidikan itu sebatas konsumsi dan investasi, tapi pendidikan juga harus diintegritaskan dengan sosial dan budaya. Sebagaimana agus Irianto mengutip pendapat para sosiologi pendidikan di antaranya Gary Becker, mengatakan bahwa teori human capital ini lebih menekankan dimensi material manusia sehingga kurang memperhitungkan manusia dari dimensi sosial budaya. Pada tahun 1970-an, penelitian mengenai hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi sempat berhenti karena timbulnya kesangsian mengenai peranan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di beberapa negara, khususnya di Amerika Serikat dan negara berkembang yang menerima bantuan dari Bank Dunia pada waktu itu. Kesangsian ini timbul, antara lain karena kritikan dari para sosiologi pendidikan.23 Kritk Becker ini justru membuka perspektif dari keyakinan filosofis bahwa pendidikan tidak pula semata-mata dihitung sebagai 23
Irianto, Pendidikan.., 7-8.
Vol. 5, No. 1, Juni 2014
i
|47
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
investasi ekonomis, tetapi lebih dari itu, dimensi sosial, budaya yang berorientasi pada dimensi kemanusiaan merupakan hal yang lebih penting dari sekedar investasi ekonomi. Karena pendidikan harus dilakukan karena mempunyai keterkaitan dengan kemanusiaan itu sendiri (human dignity). Jadi pendidikan bukan hanya diyakini sebagai konsumsi dan investasi, tidak kalah pentingnya pendidikan juga harus diinternalisasikan sebagai kebutuhan sosial-budaya. Demi kesejahteraan atau bermanfaat bukan hanya untuk pribadi, tapi juga untuk masyarakat, bangsa, dan global. Penutup Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa persoalan pendidikan sebagai konsumsi dan investasi merupakan hal yang urgen dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, karena sumber daya modal manusia hasil dari pendidikan selalu melekat pada individu sehingga tidak dapat dijual belikan atau ditransfer ke pihak lain serta hanya dapat dimanfaatkan di tempat individu itu berada; untuk memperoleh keuntungan atau nilai balik dari investasi pendidikan, individu yang bersangkutan harus aktif sendiri; lama waktu memanfaatkan sumber daya modal manusia terbatas kepada usia hidup yang bersangkutan; seseorang harus aktif berkontribusi dalam investasi pendidikan, paling tidak menginvestasikan waktunya dan akan lebih efisien investasi pendidikan dilakukan pada usia muda; hasil investasi pendidikan dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu yang berbeda, ada yang cepat usang, ada yang stagnasi, tetapi juga ada yang meningkat. Daftar Pustaka Ahmad, Khursyid. 1992. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, terj. A.S. Robith. Surabaya: Pustaka Progressif. Ahmad, Nazili Shaleh. 2011. Pendidikan dan Masyarakat, terj. Syamsuddin Asyrofi. Yogyakarta: Sabda Media.
48 |
Fitrah Jurnal Studi Pendidikan
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
Anwar, Moch. Idochi Anwar. 2004. Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan: Teori, Konsep dan Isu. Bandung: Alfabeta. Azra, Azyumardi Azra. 2012. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana. Barnawi & Mohammad Arifin. 2012. Etika & Profesi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Cahyani, Ati Cahayani. 2005. Strategi Dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Indeks. Danim, Sudarwan. 2003. Menjadi komunitas Pembelajar: Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Danumiharja, Mintarsih. 2004. Manajemen Keuangan Sekolah. Jakarta: Uhamka Press. Fajar, A. Malik. 1996. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam. Jakarta: LP3NI. Fattah, Nanang Fattah. 2004. Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Rosda. Haris, Abd. dan Kivah Aha Putra. 2012. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. Hidayat, Ara & Imam Machali. 2012. Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Kaukaba. http://www.imammachali.com/berita-134-perspektif-ekonomipendidikan-pendidikan-sebagai-konsumsi-dan-investasi.html. Irianto, Agus Irianto. 2013. Pendidikan Sebagai Investasi Dalam Pembangunan Suatu Bangsa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Marx, Karl. 2006. Capital A Crtique of Political Economy, terj. Oey Hay Djoen, Kapital: Sebuah Kritik Ekonomi Politik. Jakarta: Hasta MitraUltimus & Institute For Global Justice. Morgenthau, Hans J. 2010. Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace, terj. S. Maemoen, A. M., Cecep Sudradjat, Politik Antar Bangsa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Mudyarahardjo, Radja. 2002. Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muhaimin, dkk. 1999. Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman, Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam. Cirebon: Pustaka Dinamika.
Vol. 5, No. 1, Juni 2014
i
|49
Ulyan Nasri, Pendidikan sebagai Konsumsi dan Investasi
Muliawan, Jasa Ungguh. 2008. Epistemologi Pendidikan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nata, Abuddin Nata. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Nurkolis, “Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang,” dalam Indra Bastian, Akuntansi Pendidikan. Jakarta: Erlangga, 2007. Ramayulis. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Sidi, Indra Djati Sidi. 2001. Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina. Suryadi, Ace Suryadi, 1999. Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Balai Pustaka. Tilaar, H. A. R., 2000. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya. __________. 2010. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta. Usman, Filsafat Pendidikan: Kajian Filosofis Pendidikan Nahdlatul Wathan (NW) di Lombok, Yogyakarta: Teras, 2010. Wahono, Francis. 2011. Kapitalisme Pendidikan Antara Kompetisi dan Keadilan. Yogyakarta: Insist Press, Cindelaras, dan PustakaPelajar.
50 |
Fitrah Jurnal Studi Pendidikan