36
PEMBERIAN KEONG MAS (Pomacea sp) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN ITIK BALI DAN ITIK TEGAL Oleh: La Ode Nafiu dan Muhammad Amrullah Pagala 1) ABSTRACT An experiment was conducted to study the effect of keong mas (Pomacea sp) as feed substitution on the Tegal and Bali duck performance. Two factors considered in this study as a variety with two ducks i.e Tegal and Bali and four level of keong mas i.e 0%, 5%, 15% dan 20%. The study was carried out under a factorial experiment by using 64 female ducklings. Statistical analysis were carried out according to completely random design procedures. The study showed that Tegal duck was higher of egg production with 10 % of keong mas substitution. The main factor as a variety of duck and keong mas level there was positive effect on the egg production, and the simply factor as interaction of variety of duck and keong mas level there was positive effect on the feed comsumption. Key words: duck, egg production and feed comsumption, keong mas (Pomacea sp)
PENDAHULUAN Pada saat ini penyediaan bahan baku pakan lokal menjadi demikian penting dan sifatnya mendesak, terutama bila dikaitkan dengan harga pakan unggas yang terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Hal ini mudah dimaklumi karena bahan baku dalam pakan umumnya adalah impor, sehingga sudah saatnya sekarang melakukan upaya alternatif berupa penyediaan bahan baku lokal. Salah satu bahan baku lokal yang banyak terdapat di Indonesia adalah keong mas (Pomacea sp). Daging keong mas diperkirakan mengandung protein 11, 64% dan lemak 0,54% dari bobot basah, dan setiap 100 gr dagingnya mengandung sedikitnya 12 gr protein, 64 kkal energi, 2 gr karbohidrat dan sejumlah mineral seperti phosphor , besi, kalsium, magnesium dan iodium serta mengandung vitamin C (Sihombing, 1999). Sedangkan Risjad (1996) dalam Nafiu (1998) juga melaporkan dalam 100 g daging keong mas diperoleh protein 12 g, lemak 1 g, karbohidrat 2g,kalsium 217 mg. fosor 78 mg dan besi 1,7 mg. Sementara itu Martawidjaya, dkk. (2008) menjelaskan bahwa salah satu sumber bahan baku yang dapat digunakan sebagai pakan itik petelur adalah tepung keong mas karena mengandung nutrisi cukup tinggi seperti protein sekitar 54%, lemak
4-5%,karbohidrat 30% serta sejumlah mineral penting lainnya seperti kalsium dan fosfor. Namun demikian penggunaan keong mas dalam ransum perlu dibatasi penggunaannya karena dalam daging keong mas terdapat zat anti nutrisi yang bersifat toksit bagi itik, sehingga perlu dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu. Kemungkinan adanya faktor pembatas seperti zat anti nutrisi dalam bahan baku lokal perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatannya terutama perlu tidaknya bahan tersebut diolah sebelum dapat digunakan sebagai pakan (Mathius dan Sinurat, 2001). Selanjutnya Sinurat (1992) menjelaskan bahwa batas penggunaan bahan pakan tepung keong mas mentah adalah 15% dan tepung keong mas rebus 20% dalam ransum itik petelur. Tepung keong mas merupakan sumber bahan pakan unggas yang mengandung banyak protein. Tepung diperoleh dari proses pengolahan daging keong mas menjadi tepung dengan cara daging bekocit dijemur dan dikeringkan kemudian digiling/ditumbuk. Untuk formulasi dalam ransum dapat digunakan 10 – 11% pada ransum itik petelur sesuai dengan jenis komposisi bahan pakan yang digunakan (Rasidi, 2005). Respon itik petelur terhadap ransum yang telah ditambahkan keong mas bervariasi tergantung dari prosentase keong mas dalam ransum itik dan jenis itik petelur North (1984) menyatakan bahwa ternak memerlukan ransum
AGRIPLUS, VolumeFakultas 20 Nomor : Universitas 01 Januari 2010, Kendari. ISSN 0854-0128 ) Staf Pengajar Pada Jurusan Peternakan Pertanian Haluoleo,
1
36
37
untuk memenuhi kebutuhan zat makanan guna keperluan produksi dan reproduksi. Konsumsi ransum tiap ternak berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh berat badan, tingkat produksi,tingkat cekaman, ternak, penyakit, kandungan energi, suhu lingkungan dan galur. Untuk memperoleh galur/jenis itik petelur unggul perlu dilakukan identifikasi potensi produksi itik lokal untuk selanjutnya diseleksi dan disilangkan, Itik lokal sendiri mempunyai rata-rata produksi telur yang cukup rendah dan bervariasi, untuk itik tegal, Alabio dan Bali masing-masing 212, 185 dan 114 butir/tahun. Chaves dan Lasmini (1978) dalam Sinurat (1992). Berdasarkan hal tersebut diatas, dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui respon itik petelur dengan jenis yang berbeda dalam memanfaatkan ransum yang telah ditambahkan keong mas. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2008 di Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe Propinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan rancangan dua faktor dalam rancangan acak lengkap (Faktorial RAL) (Steel and Torrie,1991), sebagai perlakuan digunakan 4 macam ransum terhadap 2 jenis itik, dengan demikian terdapat 8 kombinasi perlakuan dimana setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali,sehingga banyaknya unit percobaan adalah 4 x 2 x 8 = 48 unit percobaan. Ransum basal yang digunakan adalah ransum komersial dengan merk RK-24-AA produksi PT Charoen Pokphand Indonesia. Tepung Keong mas diperoleh dengan cara dikeringkan dan digiling halus. Hasil analisis ransum basal dan tepung keong mas yang dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas
MIPA Universitas Haluoleo Kendari dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan nutrisi pada ransum basal dan tepung keong mas (Pomacea sp) Zat Makanan Protein Kasar Serat Kasar Lemak Abu Kalsium Pospor
Ransum Basal (%) 34 -36 8 3 30 10 1,1
Keong mas (%) 21,34 6,63 2,28 14 29,33 0,13
Ransum perlakuan dibuat dengan cara mengganti sebagian ransum basal dengan tepung keong mas dalam berat yang sama. Ransum perlakuan tersebut adalah: R0 = 100% ransum basal + 0% keong mas RI = 95% ransum basal + 5% keong mas R2 = 90% ransum basal + 10% keong mas R3 = 85% ransum basal + 15% keong mas Data yang diperoleh diolah dengan analisis ragam (anova). Bila terdapat pengaruh perlakuan dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan’s (Steel and Torrie, 1991). Penelitian ini dilakukan dengan mengukur beberapa variabel: (1) Produksi telur = TPT perminggu x 100% Rerata ∑ itik x 7 dimana TPT adalah total produksi telur, (2) berat telur (g) dan (3) konsumsi pakan (g hari-1).
HASIL DAN PEMBAHASAN Penampilan Itik Tegal dan Itik Bali yang diberikan perlakuan pakan berbeda Pengaruh kombinasi perlakuan terhadap penampilan itik tertera pada Tabel 2.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
38
Tabel 2. Pengaruh varietas itik dan level pemberian keong mas (Pomacea sp) yang berbeda terhadap penampilan itik Kombinasi perlakuan
Perlakuan
R0 (0%)
Parameter
R1 (5%)
R2(10%)
R3 (15%)
VI
V2
V1
V2
V1
V2
V1
V2
Produksi telur
5.78
5.32
6.39
5.29
6.75
6.22
5.00
3.25
Berat telur
73.25
72
72.75
72.75
73.50
73.50
70.50
71.25
Konsumsi
901.25
831.5
875.75
891
866.75
889.25
836
906
Pengaruh kombinasi perlakuan terhadap produksi telur Pengaruh kombinasi perlakuan terhadap produksi telur mingguan tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh jenis itik dan level pemberian keong mas (Pomacea sp) yang berbeda terhadap rataan produksi telur mingguan (butir/minggu). Faktor varietas itik
RO
RI
V1
5.78
6.39
6.75 5.00
5,98
V2
5.32
5.29
6.22 3.25
5,02
Rerata
5,55
5,84
6,49 4,13
Faktor level keong mas R2
Rerata
R3
Berdasarkan data pada Tabel 3, bahwa rataan Produksi telur mingguan tertinggi terdapat pada perlakuan V1R2 (6,75 butir mg-1) yakni Itik Tegal dengan pemberian keong mas pada level 10% dalam ransum, sedangkan terendah pada perlakuan V2R3 (3,25 butir mg-1) yakni pada Itik Bali dengan pemberian keong mas pada level 15%. Rendahnya produksi telur yang dihasilkan diduga karena penambahan keong mas 15% dalam ransom menyebabkan ketidakseimbangan kandungan nutrisi (tidak iso kalori dan iso protein) yang berdampak pada produksi telur yang tidak optimal. Namun pemberian keong sampai pada level 10% sudah cukup memberikan suplai nutrisi untuk kebutuhan produksi telur. Berdasarkan nilai rata-rata produksi telur kedua varietas secara keseluruhan level 10% keong mas memberikan nilai rataan tertinggi (6,49 butir mg1 ) dan level 15% dengan nilai terendah (4,13
butir/mg). Hal ini menunjukkan bahwa penyediaan keong sebagai pakan tambahan dalam ransum itik sebenarnya dapat menunjang metabolisme tubuh itik dengan baik guna memproduksi telur, Rasidi (2005) menyatakan bahwa untuk formulasi ransum dapat digunakan 10 – 11% tepung keong mas pada ransum itik petelur sesuai dengan jenis komposisi bahan pakan yang digunakan dan Widyatmoko (1996) yang menyatakan bahwa keong mas cukup potensial sebagai sumber protein untuk ternak dan memberikan pertumbuhan serta produksi yang baik pada itik. Untuk dijadikan pakan ternak dapat digunakan keseluruhan tubuh keong mas (sumber protein dan mineral) atau hanya cangkangnya saja (mineral dan fosfor (Sihombing, 1999). Selain itu faktor varietas itik juga memberikan respon berbeda terhadap kemampuan mengkonversi pakan menjadi telur. Dari Tabel 3 diatas varietas itik tegal sedikit lebih baik dibandingkan itik Bali dalam memanfaatkan perlakuan ransum, dimana nilai rataan produksi telurnya (5,98 butir mg-1) sedangkan itik Bali (5,02 butir mg-1). Hal ini dimungkinkan karena itik Tegal termasuk jenis itik unggul dan memiliki kemampuan menghasilkan telur cukup tinggi (279 butir ekor-1 tahun-1) dengan memanfaatkan bahan baku lokal seperti keong mas, dedak, bungkil kelapa atau kepala udang dan sebagainya. Sementara itik Bali menghasilkan produksi telur 250 butir ekor-1 tahun-1) (Agromedia, 2003). Produksi telur itik lokal ini sedikit lebih rendah yang dilaporkan oleh. Chaves dan Lasmini (1978) dalam Sinurat
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
39
(1992) dimana untuk itik tegal, Alabio dan Bali masing-masing 212, 185 dan 114 butir tahun-1. Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi antara Varietas itik dan pemberian level keong yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P> 0,05) terhadap produksi telur. Tetapi pengaruh faktor utama yakni varietas itik dan pemberian level keong yang berbeda masing-masing berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi telur. Pengaruh kombinasi perlakuan terhadap berat telur (g) Pengaruh kombinasi perlakuan terhadap berat telur tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh jenis itik dan level pemberian keong mas (Pomacea sp) yang berbeda terhadap berat telur (g) Faktor varietas itik V1 V2 Rerata
Faktor level keong mas RO
RI
R2
R3
73.25 72.75 73.50 70.50 72
Rerata
72.75 73.50 71.25
72,5 72,38
itik, sehingga perlu dipertimbangkan proses pengolahan bahan baku ini sebelum digunakan sebagai pakan (Mathius dan Sinurat ,2001). Disamping itu dalam menyusun ransum selain dibutuhkan perhitungan komposisi nilai nutrisi dan gizi bahan pakan yang tepat juga harus diketahui pula kandungan zat-zat pakan masingmasing bahan baku tersebut. Sebagaimana pernyataan Rasyaf (1994) dalam penyusunan ransum yang tepat sesuai dengan kebutuhan tiaptiap periode pertumbuhan dan produksi akan dipengaruhi oleh nilai gizi bahan pakan yang digunakan sehingga harus diketahui lebih dulu kandungan zat makanan dalam bahan pakan tersebut, dengan demikian kekurangan salah satu zat nutrisi dan ditutupi dengan menggunakan bahan baku pakan yang lain. Lebih lanjut dikatakan beberapa faktor seperti galur, bobot badan, protein, temeperatur dan komposisi telur ikut menentukan bobot telur. Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh sederhana dari interaksi faktor varietas itik dan faktor perlakuan pakan terhadap berat telur tidak berpengaruh nyata (P>0,01). Demikian juga faktor utama yakni faktor varietas itik dan faktor pakan tidak berpengaruh nyata.
72,63 72.75 73.50 70,88
Dari Tabel 4 di atas diperoleh berat telur tertinggi pada perlakuan VIR2 dan V2R2 masing-masing menghasilkan berat telur yang sama (73,50g) sedang yang terendah pada kombinasi perlakuan VIR3 (70,50g). Nilai rataan berat telur itik Tegal sedikit lebih tinggi (72,5 g) daripada itik Bali (72,38 g). Tingginya rataan berat telur kedua jenis itik ini (Tegal dan Bali) pada penambahan level 10% keong mas dalam ransum menunjukkan bahwa pada level ini memberikan komposisi nutrisi yang ideal khususnya sejumlah mineral penting seperti kalsium dan fosfor yang berperan dalam pembentukan kerabang telur sedangkan pada level 15% ternyata memberikan efek kurang baik terhadap berat telur. Hal ini mungkin bisa dipahami karena dalam daging keong mas diketahui mengandung zat anti nutrisi yang bersiat toksit sehingga bila diberikan dalam jumlah banyak dapat terakulmulasi dalam tubuh
Pengaruh kombinasi perlakuan terhadap konsumsi ransum (g hr-1) Pengaruh kombinasi perlakuan terhadap konsumsi ransum itik disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh jenis itik dan level pemberian keong mas (Pomacea sp) yang berbeda terhadap konsumsi ransum (g hr-1). Faktor varietas itik V1 V2 Rerata
Faktor level keong mas RO
RI
R2
Rerata R3
901.25a 875.75b 866.75b 836b 831.5
a
891
b
866,38 883,38
b
889.25 906 878
b
869,94 879,44
871
Berdasarkan Tabel 5, konsumsi tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan VIRO (901.2 g hr-1) yakni itik Tegal tanpa penambahan keong dalam ransum (kontrol) sedangkan konsumsi terendah pada kombinasi perlakuan V2RO (836
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
40
g/hr) yakni itik Bali kontrol. Tingginya konsumsi ransum pada itik Tegal berkolerasi dengan tingginya produksi telur yang tinggi seekor unggas yang tentunya membutuhkan asupan nutrisi yang cukup baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Itik membutuhkan makan untuk bertelur, pertumbuhan hidup pokok. Makanan yang dimakan kemudian dipecah menjadi zat-zat makanan dari enzim-enzim pada saluran pencernaan,selanjutnya dikonversi untuk memenuhi kebutuhan sel-sel jaringan tubuh (Rasyaf,1994). Data dari Tabel 5 di atas secara numerik menunjukkan bahwa dengan meningkatnya level keong dalam ransum itik Tegal cenderung menurunkan konsumsi ransum itik. Sementara pada itik Bali peningkatan level keong dalam ransum diikuti dengan meningkatnya konsumsi ransum. Hal ini menunjukkan faktor galur atau jenis itik mempengaruhi tingkat konsumsi. Itik Tegal lebih efisien dari itik Bali dalam memanfaatkan pakan untuk memproduksi telur. Kenyataan ini relevan dengan pendapat North (1978) bahwa ternak memerlukan ransum untuk memenuhi kebutuhan zat makanan guna keperluan produksi dan reproduksi. Konsumsi ransum tiap ternak berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh berat badan, galur, tingkat produksi,tingkat cekaman, ternak, penyakit, kandungan energi dan suhu lingkungan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi jenis itik dan perlakuan pakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum,sedangkan faktor utama jenis itik dan faktor pakan tidak berpengaruh nyata (P>0,01). Dari hasil uji lanjut menggunakan uji Wilayah Berganda Duncan.pada pengujian pengaruh sederhana faktor jenis itik (V) terhadap faktor perlakuan pakan (R), dari nilai tengah masing-masing kombinasi perlakuan diperoleh hasil kombinasi perlakuan V1R0 berbeda nyata terhadap V2R0,yang berarti bahwa pada pakan kontrol tanpa keong mas varietas itik mempengaruhi konsumsi ransum. Selanjutnya V1R3 berbeda nyata terhadap V2R3 yang berarti bahwa pada konsumsi keong 15% varietas itik mempengaruhi konsumsi ransum. Sementara kombinasi perlakuan VIRI tidak berbeda nyata dengan V2RI demikian pula
VIR2 tidak berbeda nyata terhadap V2R2. Hal ini berarti pada pemberian keong 5 % dan 10% kedua varietas itik tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Pada pengujian pengaruh sederhana faktor perlakuan pakan ( R ) terhadap itik Tegal (V1) diperoleh hasil perlakuan VIR0 berbeda nyata terhadap VIR3 yang berarti bahwa pemberian keong mas pada itik tegal sampai pada 15% akan mempengaruhi pola konsumsi ransum. Sementara pengaruh pakan (R) terhadap itik Bali (V2) diperoleh hasil perbedaan nyata pada perlakuan V2R3 Vs V2R0; V2RI VS V2R0 dan V2R2 Vs V2R0 yang berarti bahwa perlakuan pakan dengan pemberian keong sampai 15% pada itik Bali akan mempengaruhi konsumsi ransumnya. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa produksi telur tertinggi diperoleh pada varietas itik Tegal dengan pemberian keong mas pada level 10% dalam ransum. Faktor utama jenis itik dan pemberian level keong yang berbeda dalam ransum berpengaruh terhadap produksi telur. Sedangkan faktor sederhana yakni interaksi antara jenis itik dan level pemberian keong dalam ransum yang berbeda mempengaruhi konsumsi ransum DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, R. 2005. Pengolahan Pakan Ayam dan Ikan Secara Moderen. Penebar Swadaya. Jakarta. Anonimous. 2003. Beternak Itik Tanpa Air. Agromedia Pustaka. Jakarta. Martawidjaya, E.I., MARTANTO, E., dan TINAPRILA, N. 2008. Panduan Lengkap Beternak Itik Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta. Mathius,
I,W dan SINURAT, A, P. 2001. Pemanfaatan Bahan Pakan Inkonvensional untuk Ternak. Wartazoa. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia Volume 11 nomor 2 Tahun 2001. Balitnak. Bogor.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
41
Nafiu, L. 1998. Potensi Keong Mas Sebagai Sumber Protein Hewani Untuk Pangan dan Pakan Alternatif Mata Ajaran Satuan Harapan Tropis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. North, M.O. 1984. Commercial Chicken Production. Manual Second Edition. The AVI Publishing Company IUC. West Port, Conecticut. NRC. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 9th Ed. National Academy Press. Washington, D.C. Ranto dan Sitanggang, M. 2005. Panduan Lengkap Beternak Itik. Agromedia Pustaka. Jakarta. Rasidi. 2005. Tiga Ratus Dua Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 1994. Bahan Makanan Unggas Di Indonesia. Kanisius. Yogyakarta. Sihombing. 1999. Satwa Harapan I (Pengantar Ilmu dan Teknologi Budidaya). Cetakan I Pustaka Wirausaha Muda. Bogor. Sinurat. 1992. Rangkuman Hasil Penelitian Ternak Itik di Balitnak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 30 September- 1 Oktober 2002. Ciawi Bogor Steel, R.G.D. dan J.H.torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Alihbahasa: Bambang Sumantri. Cet 2. PT.Gramedia, Jakarta. Widyatmoko, A. 1996. Studi pemanfaatan ulat sutra (bombyx mori linn), keong mas (pomacea sp) dan ampas tahu dalam ransum broiler dengan beberapa peubah Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128